sindrom benedikt (gladys haryanto-n 111 14 030).docx
DESCRIPTION
sindrom benediktTRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA April 2015
“SINDROM BENEDIKT”
Nama : Gladys Haryanto
No. Stambuk : N 111 14 030
Pembimbing : dr. Isnaniah, Sp. S
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI
1. Anatomi Batang Otak
Batang otak terletak pali kaudal dan secara filogenetik merupakan
bagian otak tertua. Secara keseluruhan, batang otak terbagi menjadi
medula oblongata, pons dan otak tengah (mesensefalon). Medula
oblongata merupakan kelanjutan medula spinalis ke arah rostral,
sedangkan mesensefalon terletak tepat dibawah diensefalon; pons
merupakan bagian tengah batang otak. Sepuluh dari 12 pasang nervus
kranialis (N.III – XIII) keluar dari batang otak dan terutama berperan
untuk persarafan kepala dan leher. N.I merupakan segmen awal jaras
olfaktorius; N.II, pada kenyataannya, bukan merupakan saraf perifer,
tetapi sebuah traktus susunan saraf pusat. Batang otak mengandung
banyak jaras serabut, termasuk semua jaras asenden dan desenden yang
menghubungkan otak dengan perifer. Beberapa jaras ini menyilang garis
tengah ketika melewati batang otak dan beberapa diantaranya membentuk
sinaps di sini sebelum melanjutkan perjalanan di sepanjang jarasnya.
Batang otak juga mengandung banyak nuklei, termasuk nuklei nervus III
sampai XII; nukleus ruber dan substansia nigra mesensefalon, nuklei
pontis dan nuklei olivarius medula, yang semuanya berperan penting pada
sirkuit regulasi motorik; dan nuklei lamina quadrigemina mesensefali,
yang merupakan stasiun relay yang penting pada jaras visual dan auditorik
(Baehr dan Frotscher. 2012).
Nukleus ruber terletak pada mesensefalon, memiliki dua bagian,
pars magnoselularis di kaudal dan pars parvoselularis di rostral. Nukleus
ini menerima input aferen dari nukleus emboliformis dan nukleus dentatus
serebeli melalui brankhia konjungtiva (pedunkulusu serebelares superior).
Proyeksi efren utama (traktus rubrospinalis dan traktus rubroretikularis)
memberikan pengaruh pada neuron motorik spinalis; kedua traktus ini
menyilang garis tengah, segera setelah keluar dari nukleus ruber, di
1
dekusasio tegmentalis anterior (Forel). Serabut eferen lain berjalan melalui
traktus tegmentalis sentralis ke oliva (serabut rubro-olivaris), tempat
proyeksi rekuren kembali ke serebelum (Baehr dan Frotscher. 2012).
Gambar 1. Batang Otak
2. Nervus Okulomotorius
Area nuklear nervus okulomotorius terletak di substansia grisea
periakuaduktus mesensefali, ventral dari akuaduktus, setinggi kolikulus
superior. Area ini memiliki dua komponen utama : (1) nukleus parasimpatis
yang terletak di medial, disebut nukleus Edinger-Westphal (atau nukleus
otonomik aksesorius), yang mempersarafi otot-otot intraokular (m.sfingter
pupilae dan m.siliaris); dan (2) kompleks yang lebih besar dan terletak
lebih lateral nukleus untuk empat dari enam otot-otot ekstraokular (m.
rektus superior, inferior, dan medialis serta m. obliquus inferior). Selain itu
terdapat area nuklear kecil untuk m. rektus palpebrae. Adapun serabut
radikular motorik yang keluar dari area nuklear ini berjalan ke arah ventral
bersama dengan serabut parasimpatis; beberapa di antara serabut
parasimpatis; beberapa di antara serabut-serabut tersebut menyilang garis
tengah dan sebagian lagi tidak menyilang. Kombinasi serabut motorik dan
parasimpatis melewati nukleus ruber dan akhirnya keluar dari batang otak
2
di fosa interpedunkularis bersama nervus okulomotorius (Baehr dan
Frotscher. 2012).
II. DEFINISI
Sindrom Benedikt pertama kali di deskripsikan oleh Moritz Benedikt pada
tahun 1889, yang dikarakteristikkan dengan adanya kelumpuhan nervus
okulomotorius dan ataksia sereberal termasuk tremor dan secara klinis merupakan
kumpulan tanda dan gejala lesi dari pedunkulus serebri. Kemudian, Charcot dan
Torette melaporkan kasus yang berbeda, yaitu lesi yang melibatkan nukleus rubra,
substansia nigra, nervus oculomotorius dan pedunkulus serebri (Maduri, dkk.
2012).
Sindrom Benedikt (paramedial midbrain syndrome) merupakan kumpulan
gejala akibat tersumbatnya cabang-cabang interpedunkularis dari arteri basilaris
atau serebralis posterior atau keduanya dari arteri basilaris atau serebralis
posterior atau keduanya pada otak tengah. Manifestasi gangguan ini digambarkan
sebagai suatu kelumpuhan nervus okulomotorius ipsilateral yang diserta dengan
tremor kontralateral. Sebuah tremor berima (ritmik) pada tangan atau kaki bagian
kontralateral yang ditingkatkan oleh adanya gerakan mendadak dan menghilang
ketika beristirahat. Sebagai akibat dari kerusakan nukleus rubra yang menuju
keluar dari sisi yang berlawanan pada hemisfer serebelum. Sindrom benedikt
terjadi jika lesi menduduki kawasan nukleus rubra sesisi yang ikut rusak bersama-
sama radiks nervus okulomotorius adalah neuron-neuron dan serabut-serabut yang
tergolong dalam susunan ektrapiramidal. Maka gejala yang muncul adalah
paralisis nervus okulomotorius ipsilateral, ataksia dan tremor pada lengan sesisi
kontralateral (Baehr dan Frotscher. 2012).
III. ETIOLOGI
Perfusi inadekuat untuk regio batang otak tertentu dapat terjadi secara
transien (misalnya, iskemia transien pada subclavian steal syndrome) atau
permanen (menyebabkan nekrosis jaringan, misalnya infark batang otak). Infark
berbeda, tergantung pada pembuluih darah tertentu yang tersumbat (sindroma
3
vaskular). Karena nuklei dan jaras serabut batang otak sangat banyak, tersusun
rapat dan memiliki fungsi yang sangat beragam, dapat terlihat berbagai variasi
sindroma vaskular yang sesuai Baehr dan Frotscher, 2012).
Sindrom Benedikt disebabkan oleh lesi yang mempengaruhi tegmentum
mesensfali pada bagian ventral, yang melibatkan nukleus rubra dan fasikulus
nervus okulomotorius. Sindrom ini disebabkan oleh infark pada cabang arteri
serebri posterior (Bradley, dkk. 2004).
Abnormalitas yang terkait dapat berupa oklusi dari arteri serebri posterior
atau cabang paramedian dari arteri basilar. Dapat disebabkan oleh adanya infark,
perdarahan, tumor atau tuberkulosis pada tegmentum dari otak tengah dan
serebelum (Millichap, 2013).
IV. GAMBARAN KLINIS
Sindrom benedikt dihasilkan dari lesi yang terbatas pada tegmentum otak
tengah yang melibatkan nervus okulomotorius, nukleus rubra, pedunkulus serebri
posterior, lemniskus medialis dan traktus spinotalamikus. Kerusakan pada nukleus
rubra dan serabut dari pedunkulus serebri posterior, yang melewati dan
mengelilinginya, menghasilkan tanda-tanda serebelar yang meliputi tremor,
disdiakokinesis, ataxis serebelar dan hipotonia pada sisi kontralateral dari tubuh.
Kerusakan nervus okulomotorius menyebabkan paralisis lower motor neuron pada
ototekstraokuler ipsilateral yang diinervasi oleh nervus okulomotorius dan pupil
mengalami dilatasi (midriasis) karena kehilangan serabut parasimpatis. Mata tidak
dapat teraduksi ke medial, elevasi atau ke bawah. Gangguan pada persilangan
traktus spinotalamikus, traktur trigeminotalamikus dan lemniskus medialis
menghasilkan hilangnya sensasi nyeri, temperatur, sentuhan, getaran, tekanan dan
sensasi diskriminasi pada sisi tubuh yang berlawanan dan kepala (Noback,dkk.
2005).
4
Gambar 2. Sindroma nukleus ruber (Sindroma Benedikt)
V. DIAGNOSIS BANDING
Tabel 1. Sindrom batang otak
Lokasi Tanda
Ipsilateral
Tanda
kontralateral
Tampakan
klinis khusus
Sindrom
benedikt
Otak tengah,
nukleus rubra
Kelumpuhan
okulomotorius,
kelumpuhan
pandangan
terhadap sisi
dari lesi
Hemiataksia,
tremor,
hemiparesis
(seringkali
tanpa tanda
Babinski)
Gaya berjalan
yang
sempoyongan
5
Sindrom
Weber
Otak tengah,
pedunkulus
serebri
Kelumpuhan
nervus
okulomotorius
Hemiparesis
Sindrom
Millard-
Gubler
Bagian
posterior
pontin
tegmentu,
Kelumpuhan
nervus fasialis
perifer
Hemiparesis
Sindrom
Wallenberg
Medula
dorsolateral
Sindrom
horner, paresis
pita suara,
paresis
palatum dan
faring
posterior,
defisit nervus
trigeminal,
hemiataksia
Gangguan
sensorik
Nistagmus
(Bradley, dkk. 2004).
VI. PENATALAKSANAAN
1. Stimulasi otak (Deep Brain Stimulation) dapat mengurangi tremor
Deep brain stimulation merupakan pengobatan yang digunakan untuk
tremor esensial dengan kecacatan yang signifikan. Dengan menempatkan
deep brain stimulation pada lokasi yang sesuai dan manajemen postoperatif
yang optimal. Pada sindrom benedikt, pengobatan ini terbukti efektif untuk
mengurangi tremor pada infark bagian mesensefalon dengan target stimulasi
berupa fasikulus lentikular kontralateral (Stein,dkk. 2009).
2. Rehabilitasi
Setelah lesi otak menetap, pemulihan fungsional masih dapat terus terjadi
sampai batas-batas tertentu terutama dalam 3-6 bulan pertama setelah
stroke. Hal itulah yang menjadi fokus utama rehabilitasi medis, yaitu untuk
6
mengembalikan kemandirian pasien mencapai kemampuan fungsional yang
optimal. Proses pemulihan fungsional terjadi berdasarkan pada proses
reorganisasi atau plastisitas otak melalui:
- Proses Substitusi
Proses ini sangat tergantung pada stimuli eksternal yang diberikan
melalui terapi latihan menggunakan berbagai metode terapi. Pencapaian
hasilnya sangat tergantung pada intaknya jaringan kognitif, visual dan
proprioseptif, yang membantu terbentuknya proses belajar dan
plastisitas otak (Bradley, dkk. 2004).
- Proses Kompensasi
Proses ini membantu menyeimbangkan keinginan aktivitas fungsional
pasien dan kemampuan fungsi pasien yang masih ada. Hasil dicapai
melalui latihan berulang-ulang untuk suatu fungsi tertentu, pemberian
alat bantu dan atau ortosis, perubahan perilaku atau perubahan
lingkungan (Bradley, dkk. 2004).
7
DAFTAR PUSTAKA
Baehr, M dan Frotscher, M. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS (Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala). EGC : Jakarta.
Bradley, G Walter, dkk. 2004. Neurology in Clinical Practice (Principles of
Diagnosis and Management). Elsevier : New York.
Maduri,dkk. 2012. Regression of Benedikt’s Syndrome After Single-stage
Removal of Mesencephalic Cavernoma and Temporal Meningioma: A Case
Report. Diakses dari : (www.elsevier.com/locate/clineuro).
Stein, Joel, dkk. 2009. Stroke Recovery and Rehabilitation. Demos Medical : New
York.
Millichap, J Gordon. 2013. Neurological Syndromes (A Clinical Guide to
Symptoms and Diagnosis). Springer : New York.
Noback, R Charles, dkk. 2005. The Human Nervous System (Structure and
Function) Sixth Edition. Humana Press : New Jersey.
8