cdk 030 diagnosis laboratorium

69
Cermin Dunia Kedokteran 30. Diagnosis Laboratorium

Upload: marsya-gitaa-adelia-tawil

Post on 01-Jan-2016

185 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

diagnosis laboratorium

TRANSCRIPT

Page 1: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

CerminDunia Kedokteran

30. Diagnosis Laboratorium

Page 2: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

CerminDunia Kedokteran

International Standard Serial Number : 0125 — 913X

Diterbitkan oleh :Pusat Pene/itian dan Pengembangan P.T. Kalbe Farma

ARTIKEL3 Menafsirkan Hasil Tes Laboratorium7 Peranan Laboratorium sebagai Penunjang

Klinik (Beberapa segi)10 Apa yang Harus Dilakukan Sebelum Mendapat Hasil

Resistensi14 Diagnosa Laboratorium Kelainan Lemak Darah 19Pemeriksaan Faal Hati23 Hemoglobin Glikosilat : Tolok Ukur Baru untuk

Diabetes Mellitus25 Pemeriksaan Laboratorium pada Diabetes

Mellitus28 Penilaian Hasil Pemeriksaan Hematologi Rutin 32Penilaian Hasil Pemeriksaan Tinja35 Penilaian Hasil Pemeriksaan Urin39 Tes Faal Ginjal dan Manfaatnya di Klinik45 Pemeriksaan Laboratorium untuk Menilai Faal Kelen

ja r Gondok48 Pemeriksaan Pap Smear51 Analisis Semen Manusia

59 Perkembangan : Takdir Kriminil ; Antasida untukUlkus Duodeni ; Keluarga di Flat-flat Bertingkat

62 Hukum & Etika : Tepatkah Tindakan Saudara64 Catatan Singkat65 Humor Ilmu Kedokteran67 Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran68 A bstrak - abstrak

W i n n dalam majalah ini merupakan pandang-dapat masing-masing penulis dan tidak

u marupakan pandangan atau kebijakan/lembagajbaglan tempat kerja si penulis.

Page 3: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Bagaimana menafsirkan tes-tes laboratorium yang makin lama makin bertambah jumlahnya itu? Tes apasaja yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit? Hal-hal inilah yang akan dibicarakandalam CDK kali ini.

Tes laboratorium memang tidak selalu diperlukan untuk diagnosis penyakit atau pengelolaan penyakit.Sering dengan mengamati gejala klinik dan perkembangannya saja sudah cukup. Justru karena inilah seorangdokter harus mengetahui dengan tepat tes apa yang diperlukan dan apa yang tidak diperlukan; mengetahuibagaimana menafsirkan hasil-hasil tes tersebut setelah kita terima hasilnya; dan menyadari faktor-faktor yangmungkin mempengaruhi hasil-hasil tadi. Masalah-masalah inilah yang dibahas dalam artikel-artikelpendahuluan nomor ini oleh Prof. Jeanne Latu dan Prof. Gandasoebrata. Banyak hal yang dapat menyegar-kan pengetahuan dan mengubah pandangan kita terhadap hasil-hasil tes laboratorium dalam artikel ini.Misalnya, masih ingatkah kita bahwa minum satu galas air saja dapat menurunkan kadar glukosa dantrigliserida, dan meningkatkan kadar bilirubin darah? Apakah hasil tes yang di dalam "batas normal" ituselalu normal?

Artikel berikutnya oleh Prof Sujudi menelaah "Apa yang harus kita lakukan sebelum mendapat hasil tesresistensi". Pemeriksaan bakteriologik dan resistensi memerlukan waktu paling cepat 3 hari, bahkan sampai 7hari. Sementara itu pasien dengan penyakit infeksi tentu memerlukan pengobatan segera. Untuk ini diperlukanpengetahuan akan penyakit tersebut, sifat kuman yang diduga menjadi penyebabnya, dan obat apa menurutkepustakaan yang cocok untuknya. Dengan mengingat hal-hal ini kita akan dapat membuat dugaan yangrasional atau educated guess.

Dengan makin majunya suatu masyarakat tampak makin banyak penyakit jantung koroner menyeranganggota masyarakat. Maka pengetahuan kita akan kelainan lemak darah — faktor risiko utama dalam pe-nyakit ini — akan sangat berguna. Kini pengetahuan tentang kadar kolesterol total dan trigliserida darah sajakadang kala tidak cukup untuk menegakkan diagnosis maupun prognosis. Masih perlu kita ketahui tentangkadar kolesterol HDL dan LDL, karena masing-masing punya sifat yang berbeda, yang satu antiaterogenik,yang lainjustru sebaliknya.

Masalah pemeriksaan tes faal hati juga kita turunkan dalam nomor ini. Ini mengingat begitu banyaknya,lebih dari 100 tes, yang dipakai untuk menentukan faal hati. Meminta serangkaian tes faal hati secara membabibuta tentu tidak tepat, karena kini diketahui bahwa sebagian tes tersebut telah kuno dan obsolete. Untukdokter umum mungkin yang paling panting ialah : tes apa saja yang diperlukan untuk skrining ikterus? Apayang diperlukan untuk mengetahui kemajuan pengobatan? Ini dapat kita baca dalam artikel ini.

Masalah-masalah pemeriksaan lab lain, seperti pemeriksaan untuk diabetes, tiroid, nematologi rutin danlain-lain, jugs kita sajikan. Tak ketinggalan ialah artiikel tentang Pap Smear dan analisis semen, yang semakinbanyak diminta oleh pasien dalam praktek umum sehari-hari.

Selamat membaca.

Page 4: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

artikel

Menafsirkan Hasil Tes Laboratorium

Prof. dr. Jeanne LatuBagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

Pendahuluan

Tujuan pemeriksaan laboratorium untuk seorang dokter padaumumnya adalah untuk: (a) membantu menegakkan diagnosa, (b) mengikuti jalannya penyakit selama pengobatan,(c)membantu meramalkan prognosa, dan (d) menafsirkan sampaiseberapa jauh adanya gangguan faal satu organ sebagai akibatdari penyakit. Kelainan pada basil pemeriksaan laboratoriumkadang-kadang telah dapat dilihat sebelum ada gejala-gejalaklinik. Sebagian besar dari test-test laboratorium bukanmerupakan test-test yang khas untuk suatu penyakit; kadang-kadang dari sejumlah test yang dilakukan ada beberapa yangmenunjukkan basil abnormal, tapi tidak menuju ke arah adanyakelainan pada satu orang atau satu penyakit. Tapi padaumumnya beratnya kelainan basil test laboratorium dapatmencerminkan beratnya penyakit dan untuk mengikuti jalan-nya penyakit dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium secaraberkala selama beberapa waktu. Selain itu akibat buruk (toxicside effect) dari pengobatan juga dapat diketahui denganmelakukan beberapa test laboratorium yang bersifat mengujifaal organ-organ tertentu.

Masih banyak keadaan lain yang sedikit banyak dapat di-buktikan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap penderitaatau salah satu bahan yang berasal dari penderita. Tapi kitaharus selalu ingat bahwa diagnosa tidak dapat dibuat dari ha-nya pemeriksaan laboratorium melainkan harus dihubungkandengan cara-cara pemeriksaan lain seperti anamnesa, pemerik-saan fisik dan bila perlu pemeriksaan penunjang lain sepertipemeriksaan radiologi, peritoneoskopi dan sebagainya. Di siniletaknya kunci untuk dapat menafsirkan basil laboratoriumsebaik-baiknya.

Seorang dokter harus mengetahui test-test laboratorium apayang akan diminta dan bagaimanamenafsirkan basil yang dite-rima dari laboratorium. Untuk ini diperlukan pengetahuan ten-tang (a) untuk apa test laboratorium tertentu diminta(b)bagai

mana basil test tersebut pada orang normal/tidak sakit, (c) fak-tor-faktor apa yang dapat mempengaruhi basil pemeriksaanlaboratorium.

Dalam tinjauan kepustakaan ini penulis akan mencoba untukmengemukakan beberapa jenis faktor yang dapat menyebabkankelainan pada basil pemeriksaan laboratorium. Faktor-faktorini merupakan faktor-faktor yang dilihat dari sudut klinik danpenulis tidak akan menyinggung pengaruh-pengaruh tehnikcara melakukan test-test laboratorium.

Tadi telah saya sebut bahwa pemeriksaan laboratorium ha-nya merupakan satu faset dari rangkaian pemeriksaan yang ha-rus dilakukan untuk mencapai satu diagnosa, sehingga pasiendapat diberi terapi. Oleh sebab itu sukar untuk menafsirkanbasil test laboratorium bila tidak mempunyai pengetahuanklinik. Di lain fihak seorang dokter klinik juga harus menge-tahui bagaimana menggunakan jasa-jasa laboratorium kliniksebaik-baiknya, sehingga dapat memilih test-test yang palingtepat untuk keadaan tertentu dan dapat menafsirkan basil yangdiperoleh dari laboratorium. Untuk ini tentunya harus diketahuiangka-angka normal dari test-test tertentu.. Biasanya angka-angka normal ini ditulis di belakang basil test yang ber-sangkutan. paling baik tentunya kalau tiap-tiap laboratoriummenentukan sendiri angka-angka normal/angka referan dariberbagai jenis test laboratorium. Tapi ini dalam praktek takselalu mungkin, sehingga sering hanya dipakai angka normalyang tertera di lembaran intruksi dari kit-kit pemeriksaan la-boratorium atau dari buku-buku referen tertentu.

Dalam hal ini yang selalu harus diingat dan yang sering takdisad2ri ialah adanya beberapa jenis faktor yang juga dapatmempengaruhi basil pemeriksaan laboratorium. Young dkkyang banyak menulis tentang ini menggolongkan faktor-faktorini dalam beberapa kelompok seperti : pengaruh fisiologikjangka panjang, pengaruh fisiologik jangka pendek, pengaruhpemberian obat, dan pengaruh zat-zat lain.1

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 3

Page 5: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Pengaruh fisiologik jangka panjang.

Yang termasuk golongan faktor-faktor ini ialah yang ber-hubungan dengan jenis kelamin, umur, suku bangsa, daerahtempat hidup, kebiasaan cara makan, kehamilan dan lain-lain.

Untuk beberapa jenis test adanya perbedaan antara keduajenis kelamin mungkin nyata. Ini disebabkan karena pengaruhhormon atau jumlah otot pada pria dan wanita, yang tentunyabaru nampak jelas pada anak remaja sampai dewasa. Disiniangka normal pada pria dan wanita harus disebut bila me-laporkan basil test laboratorium.

Dalam hal faktor umur ada empat periode pada pertum-buhan manusia yang mungkin menunjukkan perbedaan padahasil test laboratorium yaitu : (I) pada waktu lahir, (II) padamasa kanak-kanak hingga remaja, (III) pada masa remaja hing-ga setengah' baya (menopause), dan (IV) pada orang tua. Padawaktu lahir berbagai zat dalam badan mempunyai kadar tertentuyang dapat berubah setelah bayi bertambah besar danmempunyai metabolisme sendiri.Kadar beberapa jenis zat menurun karena sistem endokrin belumberhasil betul seperti kadar glukose; pada waktu lahir samaseperti dalam darah ibu, kemudian menurun. Baru setelah bayiberumur dua minggu kadar glukose mulai naik sampaimencapai kadar pada orang dewasa. Kadar kalsium jugamenurun pada hari pertama karena kelenjar paratiroid belumberfungsi. Begitupun konsentrasi hormon pertumbuhan dangastrin tinggi dibandingkan dengan pada orang dewasa dan tan-da-tanda hipertiroid fisiologik dapat dijumpai yang lambat launmenurun sampai anak berumur satu tahun. Kadar fraksiimunoglobulin berubah karena sistem imunologik pada anakmulai berkembang. Aktivitas fosfatase alkalis meningkat sam-pai masa remaja dimana aktivitas osteoblast dan pertumbuhantulang memuncak. Antara masa remaja dan umur dewasa tidakbanyak perubahan dijumpai pada kadar berbagai zat, hanya padasetengah baya kadar ureum meningkat pada pria dan wanitasedangkan asam urat hanya pada wanita. Hal ini mungkindisebabkan oleh faktor-faktor makanan dan fungsi ginjal yangagak mengurang.

Perubahan yang nampak pada orang setengah baya berupapeningkatan kadar urea, asam urat, fosfor, kalsium, kolesterol,lemak total dan aktivitas fosfatase alkalis. Selain itu kadar zat-zat dalam darah yang dipengaruhi oleh hormon mungkinmeningkat karena sekresi hormon mulai berkurang. Ini dapatdilihat pada kadar glukose dan toleransi terhadap pemberianglukose yang berkurang.

Pada orang tua (diatas 70 tahun) kadar renin dalam darahmenurun, clearance berbagai jenis zat menurun dan kadarkalsium meningkat karena sekresi hormon paratiroid berkurang

Perbedaan kadar berbagai jenis zat dalam darah juga dilihatpada suku bangsa yang berlain-lainan. Beberapa penulis dariAmerika mengemukakan bahwa ada perbedaan pada kadarfraksi-fraksi protein antara orang kulit putih dah orang Negro.Pada umumnya imunoglobulin G dan A kadarnya lebih tinggipada orang Negro, sedangkan kadar albumin lebih tinggi padaorang kulit putih. Penulis juga mendapatkan hal yang sama pa-da orang Indonesia dewasa muda, yaitu kadar albumin lebih

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

rendah dan kadar imunoglabulin G lebih tinggi daripada ang-ka-angka yang didapatkan di USA dan Australia.2 Selain frak-si-fraksi protein, di USA juga didapatkan kadar kolesterol,trigliseride dan kalium dalam eritrosit lebih rendah dan aktivi-tas beberapa enzim lebih tinggi pada orang Negro bila diban-dingkan dengan orang kulit putih.

Hidup di tempat dengan cuaca yang berlainan juga dapatmempengaruhi berbagai jenis zat dalam darah. Seperti orangyang tinggal di daerah pegunungan yang tinggi (high altitude)dimana tekanan udara lebih rendah, biasanya setelah melewatimasa adaptasi, mempunyai kadar hemoglobin lebih tinggi danjumlah eritrosit yang lebih besar daripada orang yang hidup didataran rendah. Sebagai akibat dari polisitemia ini metabolismenukleoprotein meningkat dengan ekskresi asam urat yangbertambah.

Orang yang tinggal di sekitar tempat-tempat peleburan Cu (tembaga) mungkin kadar Cu dalam plasma lebih tinggi daripa-da orang yang tinggal jauh dari tempat-tempat tersebut. Padaobesitas kadar berbagai zat dalam badan juga mungkin berubahseperti kadar berbagai jenis lemak, aktivitas enzim CPK, SGOT,SGPT dan retensi bromsulphonphtalein. Semuanya ini mungkinlebih tinggi daripada orang kurus.

Pengaruh lain adalah pengaruh jenis makanan. Orang yangmakan banyak protein kadar urea dan asam urat mungkin me-ningkat, sedangkan orang yang banyak makan lemak dan ter-utama yang berasal dari hewan kadar kolesterolnya mungkinlebih tinggi daripada orang yang tidak banyak makan lemak.Pada malnutrisi kronik kadar protein total dan fraksi-fraksinyamenurun, begitupun aktivitas berbagai jenis enzim.

Pada orang hamil volume darah/plasma meningkat dan kadarbeberapa jenis zat dalam darah menurun seperti kadar glukose,besi, vitamin, tapi kadar hormon agak meningkat karena kadarthyroxin-binding-globulin meningkat. Juga aktivitas fosfatasealkalis dalam darah bertambah dengan bertumbuhnya placenta.

Pada orang buta sekresi adrenalin dan aldosteron berkurangyang dapat menyebabkan turunnya kadar gula darah, natriumdan khlorida. Fungsi ginjal juga berkurang dan kadar urea danasam urat mungkin meningkat.

Pengaruh fisiologik jangka pendekSekresi berbagai jenis hormon tidak sama selama 24 jam dan

juga dipengaruhi oleh kebutuhan badan. Oleh sebab itu pene-tapan kadar hormon dalam darah juga harus dilakukan padawaktu yang sama jika ingin membandingkan hasil yang satudengan yang lain. Kadar besi, hemoglobin, bilirubin darah pa-ling tinggi dijumpai pada waktu pagi hari. Selama haid kadarbeberapa jenis hormon dalam darah berubah, kadar asam aminomenurun dan kadar fibrinogen meningkat yang mungkinmenyebabkan naiknya laju endap darah.

Pengaruh makanan terhadap konsentrasi berbagai zat dalamdarah dapat berlangsung selama 12 jam. Makan protein banyakpada malam hari dapat menyebabkan kadar urea, asam urat,fosfat masih lebih tinggi dari sebelum makan pada keesokanharinya. Pengaruh makanan terhadap kadar glukose dan bili-rubin maximal dapat dilihat dalam 2 jam setelah makan.

Dikatakan bahwa juga minum air satu gelas dapat menye-

Page 6: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

babkan menurunnya kadar glukose, trigliserida, NaCl, urea danmeningkatny kadar bilirubin, asam lemak bebas, kalsium,protein 2 jam kemudian. Minum kopi 2 cangkir (± 200 mg kafein)dapat memberi pengaruh besar terhadap sekresi adrenalin,kortisol dan sekresi HC1 dan pepsin dalam lambung.

Pengaruh rokok (nikotin) merangsang kelenjar adrenal dandapat meningkatkan kadar glukose sampai 0,6 nmol/l atau 10mg/dl dalam 10 menit setelah merokok satu batang. Toleransiterhadap glukose menurun dan kadar kolesterol, betalipo-protein, trigliseride, asam lemak bebas meningkat. Kadar he-moglobin pada orang merokok lebih tinggi daripada orang tidakmerokok tapi sebagian dari Hb merupakan carboxyhemoglobinyang diketahui mempunyai daya untuk mentransport zat asam (02) kurang dari oxyhemoglobin. Selain itu dikemukakan juga olehYoung bahwa pada orang yang merokok kadar Vit. C dan Vit. B12 dalam darah berkurang.

Penggantian posisi badan dari berbaring ke posisi berdiridapat menyebabkan volume darah berkurang dan kadar pro-tein, kalsium, kolesterol, trigliseride meningkat. Sebaiknya bilaorang itu berbaring dari posisi berdiri volume darah membesardan konsentrasi zat-zat tadi menurun. Perubahan ini dapatmencapai 10-15% dan akan nampak lebih jelas pada orangdengan hipertensi, atau hipoalbuminemia. Perbedaan kadarberbagai jenis zat dalam darah juga dijumpai antara penderitapoliklinik dan penderita yang dirawat. Pada umumnya kadarkalsium, protein total, albumin, kolesterol lebih tinggi padapenderita polildinik. Bila orang tidak sakit harus berbaring diranjang selama beberapa waktu (agak lama) volume darah akanberkurang, kalsium dari tulang-tulang di-reabsorpsi dan ekskresidalam urin meningkat. Akibat lain ialah menurunnya toleransiterhadap glukose dan meningkatnya ekskresi nitrogen ke dalamurin.

Pembendungan vena pada pengambilan darah menyebabkankeluarnya cairan dari pembuluh darah. Pembendungan selama30 detik dapat meningkatkan kadar albumin dan kolesterolsampai 6% dan kalsium sampai 3%. Bila pembendungandilakukan lebih lama dapat menyebabkan perubahan dalamsusunan darah yang lebih besar. Juga gerakan yang bersifatmemompa dengan mengepalkan tangan dapat meningkatkankadar kalium plasma.

Latihan dapat meningkatkan aktivitas berbagai jenis enzimyang berhubungan dengan otot-otot. Latihan yang intensif dapatmengurangi sirkulasi darah ke hati dan ginjal dan dapatmenyebabkan fungsi hati dan ginjal berkurang.Di lain pihak l t i a n secara teratur dapat menurunkan kadarkolesterol dan asam urat dan meningkatkan kolesterol HDL yangsemuanya merupakan penurunan faktor resiko untuk ter-jadinya penyakit jantung koroner.Pengaruh obat-obatan terhadap basil test laboratorium.

Bahwa obat-obatan dan zat-zat lain dapat mempengaruhihas~7 test laboratorium telah lama dikenal. Nama-nama sepertiYoung dkk, Caraway dkk, Neumann O'Kell, Sing van Peenen,Siest,,Galteau dkk banyak dilubungkan dengan .penyelidikantentang hal ini. Menurut Young,l penderita yang dirawat dirumah sakit rata-rata makan 9 jenis obat. Banyak di antara obat-obat ini dapat mempengaruhi kadar berbagai jenis zat

dalam badan atau cara-cara pemeriksaan laboratorium. Denganberkembangnya berbagai cars penentuan yang main spesifikpengaruh ini dapat dikurangi, tapi ada kalanya hal ini masihmemberi kesukaran untuk penanggung jawab laboratoriumuntuk mencari penyebab kelainan bila dijumpai.

Juga pengaruh antar obat in vivo harus difikirkan pada pe-nafsiran hasil laboratorium bila pada penderita diberikan be-berapa jenis obat sekaligus. Banyak dokter laboratorium/klinikyang tidak/belum mengetahui semuanya tentang pengaruh obat-obat terhadap test-test laboratorium, tapi hal ini memang tidakmungkin dlarapkan dari siapa pun karena begitu banyaknyajenis pengaruh-pengaruh ini.

Young dkk3 mengemukakan sebagai contoh bahan kon-traseptif oral yang dapat mempengaruhi ± 100 jenis test labo-ratorium. Bahkan kontraseptif oral ini dapat menyebabkan ka-dar protein serum meningkat, untuk transferrin sampai 20%,thyroxine binding-globulin sampai 200%, ceruloplasmin sam-pai 200% dan aktivitas dan konsentrasi antitrombin III menu-run. Retensi bromsulphonphthalein bisa meningkat sampai 40%pada wanita dengan pil.

Pemberian Vit. B6 dapat meningkatkan aktivitas SGPT (Vit. B6 = coenzim untuk SGPT). Vit. C menurunkan kadar kolesteroltapi dapat mempengaruhi berbagai cara pemeriksaan karenasifat mereduksinya. Barbiturat mempengaruhi metabolismedalam hati dan aktivitas gama-glutarnyltransferase dan GPTdapat meningkat sarnpai 200% dan 40% masingmasing. Jugafosfatase alkalis sering meningkat pada pemberian barbituratyang agak lama, sedangkan kalsium dalam se-rum dapatberkurang. Alkohol dapat mempengaruhi kadar berbagai zatdalam darah terutama gama-glutamyl-transferase. Carawayjuga membuat ringkasan dari beberapa tulisan tentang pengaruhobat dan zat lain terhadap test-test laboratorium. Pengaruh inidapat bersifat farmakologik atau kimiawi.

Untuk interpretasi test laboratorium tentunya pengaruh ke-2yang lebih penting dan yang dikemukakan disini. Cara-waymembuat satu tabulasi menurut abjad dari berbagai jenispemeriksaan laboratorium dengan zat-zat yang dapat mempe-ngaruhi hasil. Tulisan ini akan menjadi terlalu panjang bilasemuanya saya kutip disini. Selain itu mungkin juga hasil-hasilyang dikumpulkan oleh Caraway agak berlainan dari daftar-daftar yang dikemukakan oleh Young dkk. Young tidak hanyamenerbitkan kompilasi dari pengaruh berbagai jenis obat atauzat-zat lain terhadap test-test laboratorium tapi juga mengum-pulkan dan mengolah data tersebut dengan komputer sehinggainformasi tersebut dapat diperoleh semua orang yang memer-lukan dalam waktu yang singkat.

Guelfi dan Brauns mengemukakan pengaruh berbagai jenisobat terhadap sel netrofil yang dapat mempengaruhi produksi,maturasi, destruksi, fungsi dan enzim-enzim dalam sel sehinggajumlah sel yang beredar juga berubah. Sebagai contoh diambilpemberian obat glukokortikoid.

Menurut Siest6 obat-obat yang dapat mempengaruhi hasilpemeriksaan laboratorium sekarang telah banyak diketahui danharus disebarluaskan kepada mereka yang berkecimpungandalam laboratorium 1dinik. Juga Galteau dkk' berpendapatbahwa sudah banyak faktor-faktor yang dikenal mempenga-

Cermin Dania Kedokteran No. 30 5

Page 7: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

ruhi hasil test-test laboratorium sehingga adanya tempat pe.ngumpulan data tentang hal ini akan sangat berguna dan pen-dapat ini disokong oleh Tryding.8

Dalam kesempatan ini saya juga menghimbau kepada peme-rintah (cq. Departemen Kesehatan Direktorat Laboratorium)untuk dapat membentuk satu panitia yang dapat memulaimemikirkan dan menangani pengumpulan data tentang apayang saya kemukakan diatas sehingga semua laboratorium da-pat meminta informasi jika diperlukan; sebab obat-obat yangmasuk di Indonesia dan yang digunakan sudah cukup banyak.

Ringkasan

Dalam tulisan ini dicoba untuk mengemukakan beberapafaktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan labora-torium sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan padapenafsiran hasil test laboratorium. Faktor-faktor yang dike-mukakan adalah pengaruh fisiologik jangka panjang, pengaruhfisiologik jangka pendek dan pengaruh obat-obat. Pengaruh yangdisebabkan keadaan patologik tidak disinggung. Jugadisarankan kepada pemeaintah untuk memulai memikirkanpembentukan satu panitia yang dapat menangani pengum-

pulan data tentang hal ini dan disebarluaskan kepada merekayang membutuhkan.

KEPUSTAKAAN

1. Young DS. Interpretation of Clinical chemical test. Clinical Bio-chemistry : Principles and practice. First South East Asian & PasificCongres of Clinical Biochemistry. Singapore : 1979 ; p. 119.

2. Latu J, Kresno SE, Gandasoebrata R. Nilai normal elektroforesisprotein serum dengan selulose asetat pada orang Indonesia dewasa.Buku naskah lengkap Kongres IAPI 1975

3. Young DS, Pestaner LG, Gibberman VG. Effect of drugs on ClinicalLaboratory test. Clin Chem 1975 ; 21 : 1D - 432 D.

4. Caraway WT, Kammeyer CW. Chemical interference by drugs and other substance with clinical laboratory test procedures. Clin Chem Acts 1972 ; 41 : 395.

5. Guelf JF, Broun JP. Influence of drugs on neutrophils : Example of flucocorticoid. J Clin Chem, Clin Biochem 1981 ;19: 513 - 900

6. Siest G. Drug effect in clinical chemistry. Information and adeca- tion. J Clin Chem, Clin Biochem 1981 ;19 : 513 - 900.

7. Galteau MM, Notter D, Gaspart E, G. Laboratory tests and drug effects : Usefulness of a data bank. J Clin Chem, Clin Biochem 1 9 8 1 ; 1 9 : 5 1 3 - 9 0 0 .

8. Tryding N. Data bank on drug effects in clinical chemistry. J ClinChem, Clin Biochem 1981 ;19 : 513 - 900.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 8: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Peranan Laboratorium sebagaiPenunjang Klinik( Beberapa Segi )

Prof. dr. RatwitaGandasoebrata dan Prof. dr. Jeanne Latu Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia/RSCM, Jakarta

Kegunaan laboratorium sebagai penunjang klinik telah la-madikenal. Ilmu Patologi Klinik atau Ilmu Kedokteran La-boratorium sebagai bagian dari Ilmu Kedokteran Klinik diIndonesia telah dirintis sejak 1955.

Ilmu Patologi Klinik yang dimaksud adalah sebagian dari IlmuKedokteran Klinik yang ikut mempelajari masalah diagnostikdan terapi dan yang ikut serta meneliti wujud dan jalannyapenyakit dengan menggunakan cara pemeriksaan hematologik,makroskopik, kimia klinik, mikrobiologik, serologik/ imunologikdan pemeriksaan laboratorium lain terhadap penderita atausalah satu bahan yang berasal dari penderita. Jadi Kimia Klinikmerupakan sebagian dari pelayanan laboratorium klinik.Walaupun menurut prosedur pemeriksaan jenisjenispemeriksaan dalam laboratorium klinik dapat dipecahpecahseperti diatas tapi antara jenis yang satu dan yang lain tidak adabatas yang tegas.

Dalam menghadapi keadaan tertentu seorang dokter kliniksering merasa tidak cukup dengan hanya melakukan anamnesadan pemeriksaan fisik dan perlu dibantu dengan berbagaipemeriksaan khusus seperti pemeriksaan : rontgen, elek-trokardiografi, spirometri, ultrasonografi, laboratorium klinikdaft, lain lain.

Tujuan dari pemeriksaan tambahan tadi diperlukan olehdokter klinik untuk :

membuat diagnosa pasti,membenarkan (atau mengesampingkan) diagnosa sangkaan,mengadakan diagnosa banding,menentukan terapi,mengetahui basil terapi,menimbang beratnya penyakit pada keadaan akut,menilai stadium penyakit pada keadaan yang kronik dankadang-kadang untuk mendapat petunjuk tentang penyakityang tersembunyi.Disini dapat (Mat jelas eratnya hubungan antara labora-

torium dan klindc.

Tentunya hubungan ini hendaknya hubungan timbal balik. Darilaboratorium diharapkan adanya pengertian tentang masalah-masalah klinik sedangkan dari pihak klinik pengetahuan tentangmasalah-masalah laboratorium diperlukan untuk dapatmenggunakan basil laboratorium sebaik-baiknya. Bila tidak adasating pengertian tentunya tidak dapat saling menghargai danakibatnya ialah Wing menuduh.

Seorang dokter laboratorium hendaknya mengetahui ten-tangfisiologi, patofisiologi, patologi dan patogenesis dari berbagaikeadaan. Selain itu pada keadaan tertentu perlu jugapengetahuan tentang diagnosa, diagnosa banding dan terapiuntuk dapat mengikuti pengaruh proses patologik dan pengaruhtindakan-tindakan terapeutik atas susunan cairan tubuhsehingga dapat bertindak sebagai konsulen untuk klinik danmempertinggi mutu klinik.

Sebaliknya dari seorang dokter klin&c perlu adanya penge-tahuan tentang :— adanya ndai rujukan dan tafsiran atas basil pemeriksaan

laboratorium,— pengaruh tindakan-tindakan diluar laboratorium atas

basil pemeriksaan laboratorium,— pengaruh proses-proses patologis dan— pengaruh tindakan terapeutik atas susunan cairan tubuh,

sehingga dapat bertindak sebagai konsulen laboratorium danmempertinggi mutu laboratorium.Banyak faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan mutu

basil pemeriksaan laboratorium. Faktor-faktor ini mungkinterletak di laboratorium sendiri, mungkin juga diluar labo-ratorium. Dari sudut laboratorium hal-hal seperti : kekuranganpegawai, tempat kerja yang tidak memadai, alat laboratoriumyang kurang memenuhi syarat dan reagen yang kurang baikdapat menyebabkan basil yang dikeluarkan oleh laboratoriumtidak memenuhi harapan seorang dokter klinik. Faktor-faktordari luar laboratorium yang mungkin mempengaruhi basillaboratoriurn juga banyak seperti umpamanya: cara pengambil-

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 7

Page 9: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

ruhi hasil test-test laboratorium sehingga adanya tempat pe.ngumpulan data tentang hal ini akan sangat berguna dan pen-dapat ini disokong oleh Tryding.8

Dalam kesempatan ini saya juga menghimbau kepada peme-rintah (cq. Departemen Kesehatan Direktorat Laboratorium)untuk dapat membentuk satu panitia yang dapat memulaimemikirkan dan menangani pengumpulan data tentang apayang saya kemukakan diatas sehingga semua laboratorium da-pat meminta informasi jika diperlukan; sebab obat-obat yangmasuk di Indonesia dan yang digunakan sudah cukup banyak.

Ringkasan

Dalam tulisan ini dicoba untuk mengemukakan beberapafaktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan labora-torium sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan padapenafsiran hasil test laboratorium. Faktor-faktor yang dike-mukakan adalah pengaruh fisiologik jangka panjang, pengaruhfisiologik jangka pendek dan pengaruh obat-obat. Pengaruh yangdisebabkan keadaan patologik tidak disinggung. Jugadisarankan kepada pemeaintah untuk memulai memikirkanpembentukan satu panitia yang dapat menangani pengum-

pulan data tentang hal ini dan disebarluaskan kepada merekayang membutuhkan.

KEPUSTAKAAN

1. Young DS. Interpretation of Clinical chemical test. Clinical Bio-chemistry : Principles and practice. First South East Asian & PasificCongres of Clinical Biochemistry. Singapore : 1979 ; p. 119.

2. Latu J, Kresno SE, Gandasoebrata R. Nilai normal elektroforesisprotein serum dengan selulose asetat pada orang Indonesia dewasa.Buku naskah lengkap Kongres IAPI 1975

3. Young DS, Pestaner LG, Gibberman VG. Effect of drugs on ClinicalLaboratory test. Clin Chem 1975 ; 21 : 1D - 432 D.

4. Caraway WT, Kammeyer CW. Chemical interference by drugs and other substance with clinical laboratory test procedures. Clin Chem Acts 1972 ; 41 : 395.

5. Guelf JF, Broun JP. Influence of drugs on neutrophils : Example of flucocorticoid. J Clin Chem, Clin Biochem 1981 ;19: 513 - 900

6. Siest G. Drug effect in clinical chemistry. Information and adeca- tion. J Clin Chem, Clin Biochem 1981 ;19 : 513 - 900.

7. Galteau MM, Notter D, Gaspart E, G. Laboratory tests and drug effects : Usefulness of a data bank. J Clin Chem, Clin Biochem 1 9 8 1 ; 1 9 : 5 1 3 - 9 0 0 .

8. Tryding N. Data bank on drug effects in clinical chemistry. J Clin Chem, Clin Biochem 1981 ;19 : 513 - 900.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 10: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

nya pemeriksaan sendiri (methodical errors). Tentunya kesa-lahan ini selalu harus dijaga hingga terjadinya seminim mung-kin. Walaupun dengan berkembangnya teknologi kedokterandan teknologi pada umumnya pada waktu ini ada sistem analisayang beraneka-ragam seperti sistem manual, sistem semi-otomatis, sistem otomatis, quality assessment selalu perlu dandengan quality assurance yang baik, hasil yang diberikan kepa-da klinik tentunya dapat dipercaya. Selain itu biarpun satulaboratorium itu fully automated, keahlian dari seorang pe-mimpin laboratorium selalu perlu.

Perkembangan pelayanan laboratorium dalam klinik.

Selama lima belas tahun terakhir perkembangan mengenaijumlah dan jenis pemeriksaan laboratorium serta jumlah alatlaboratorium pesat sekali. Kami tidak tahu apakah pada waktuini sudah perlu untuk mengadakan penilaian di Indonesia. Tapidari angka-angka yang dapat kami kumpulkan dari kepus-takaan Amerika, Eropa dan Singapura kenaikan jumlah jenisdan biaya pemeriksaan laboratorium meningkat dengan cepat.

Griner pada tahun 1971 mengadakah penyelidikan tentangadanya kenaikan dalam jumlah dan biaya pemeriksaan labo-ratorium yang sangat meningkat bila dibandingkan denganjumlah orang sakit, uang makan dan uang obat. Penyelidikan inidiadakan di beberapa rumah sakit di USA. Ringkasan hasilpenyelidikan dapat dilihat di Gambar II dan Tabel II 3

229

Gambar II. Kenaikan biaya RS + LAB.1966 - 1970 -------> 1965 (5 T I )

Oleh Sandler pada tahun 1979 juga diadakan penyelidikantentang biaya pemeriksaan laboratorium perbulan yang menu-rut angket yang dibagikan tidak menunjang keadaan yang di-hadapi. Survey ini diadakan disalah satu rumah sakit di Londonselama 2 tahun dan salah satu hasil yang didapat ialah jumlahuang yang harus dikeluarkan untuk berbagai test yangsebetulnya tidak usah diminta (Tabel III)Contoh terakhir yang juga dapat dipakai sebagai bahan pemi-kiran saya ambil dari Seamic Publication No. 31 (1982) yangmengemukakan hasil diskusi panel yang diadakan di Si-

ngapura pada tahun 1980 tentang "The Prudent Utilization andControl of Radiological and Laboratory Services in ClinicalPractice".Gambaran tentang pola kenaikan permintaan test lab oratoriumdapat dilihat di Gambar III dan agaknya Indonesia cenderungmempunyai pola serupa.

Tabel II: Janis test yang diminta + biaya test

Jumlah Test $ BiayaLaboratorium —

M Max.—M Max.

Kimia Klinik 38 620 198 2773Hematologi 18 209 47 590Bakteriologi 64 125 39 705

855 pasien, rata-rata 14 hariBiaya total 14 hari $ 1880Biaya lab. / per pasien $ 468Jumlah test per pasien 69

Pasien ICU >TestSumber : P. Griner cs. Ann. int. Med. 1975.7 5 : 157

Tabel III : Biaya pemeriksaan laboratorium (2 tahun)

Biaya/Test£

Jumlah NegatifTest / Bulan

Biaya NegatifTest

Hb / Leko 1.64 625 1025LED 1,64 621 1018Urin 0.99 598 592Urin + Elektrolit 1.04 603 627Glukosa darah 1.04 605 629Rii thorax 1,26 538 677EKG 2,18 510 1111

£.5681

Daftar Kepustakaan dapat diminta pada penulis/redaksi

Cermin Dunia K e d o k t e r a n No. 30 9

Sumber G. Sandler Brit. Med. J. 1979. Tambahan B758 046

‘--.1236 450(scala lain)

216 736

1970 74 78 79Gambar III. Data dari Singapore.Indonesia cenderung poly serupa.

year

Page 11: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Apa yang Harus Dilakukan

Sebelum Mendapat Hasil Resistensi

Prof. SujudiBagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Pendahuluan

Sejak digunakan preparat sulfonamida pada tahun1930 dankemudian preparat penisilin pada tahun 1940, memang banyakdiantara penyakit infeksi yang sebelumnya sangat prevalen dansangat fatal telah menghilang. Pada saat itu sangat terkenalistilah the wonder drug atau the magic bullet. Dalam 25 tahunkemudian banyak jenis antibiotika yang ditemukan, yang padamulanya diasingkandaripada filtrat biakan jamur, tetapibelakangan ini banyak pula yang dibuat secara sintetis.

Namun hingga kini infeksi kuman masih menjadi masalahkesehatan sebagai penyebab daripada penyakit dan kematian,walaupun sudah jauh berkurang jika dibandingkan dengan se-belum era penggunaan pengobatan khemoterapeutika dan anti-biotika.

Ketika sulfonamida pertama kali dipakai untuk pengobatangonorhae, praktis semua strain gonokok adalah sensitif. Enamtahun kemudian sebagian besar strain\ gonokok tadi menjadiresisten, tetapi sensitif terhadap penisilin.

Sekitar tahun 1944 hampir seluruh stafilokok yang diasing-kan di rumah sakit sensitif terhadap penisilin, tetapi pada tahun1948 kurang lebih 65% - 85% menjadi resisten, karena ba-nyaknya pemakaian preparat penisilin di rumah sakit.

Sebetulnya sejak digunakan preparat sulfa dan penisilindalam pengobatan penyakit infeksi, para ahli bakteriologi danpara dokter telah menyadari akan terjadinya resistensi padabeberapa jenis kuman terhadap beberapa jenis obat.

Resistensi terhadap obatSekedar sedikit teori atau dasar-dasar mengenai sifat resis-

tensi kuman terhadap obat-obat antara lain karena adanyamekanisme :1. Mikroorganisme dapat membuat enzim yang mempunyai

sifat menghancurkan aktivitas obat.2. Mikroorganisme mengubah sifat permeabilitasnya terhadap

obat.

10 Cermin Dania Kedokteran No. 30

3. Mikroorganisme mengubah struktur interennya, sehinggabagian yang akan dirusak oleh obat tidak ada.

4. Mikroorganisme mengubah sifat metabolismenya dengancara membuat cara atau jalan atau reaksi yang tidak dapatdihambat oleh obat.

5-. Mikroorganisme mengeluarkan enzim untuk metabolisme-nya sehingga masih bisa berjalan walaupun ada gangguandari obat.Adanya sifat resistensi terhadap obat daripada mikroorga-

nisme tadi dapat berasal dari genetik atau non-genetik. Sifatnon-genetik berhubungan dengan fase pertumbuhan daripadakuman. Kuman yang sedang tidak aktif metabolismenya, bia-sanya resisten terhadap obat jika dibandingkan dengan kumanyang muda yang sedang aktif berkembang biak. Sedangkan si-fat genetik dapat berhubungan dengan khromosomnya ataudengan genetik ekstrakkhromosom yang disebut palsmid atauepisone. R faktor adalah plasmid yang membawa sifat resistenterhadap satu jenis obat atau beberapa jenis obat. Baik bahangenetik maupun plasmid dapat dipindahkan dari satu jenisspesies kuman kepada spesies lainnya dengan cara transduksi,transformasi dan konjugasi.

Penentuan resistensi kuman :

Cara menentukan sifat resisten atau sensitif sejenis mik-roorganisme terhadp sejenis atau beberapa jenis obat padadasarnya ialah ada 2 (dua), yaitu :1. Cara penipisan (dilution method) yaitu dengan melakukan

suatu seri pengenceran obat didalam tabung reaksi, kemu-dian dimasukkan kuman yang akan diperiksa dengan dosistertentu, lalu ditentukan batas atau dosis obat terkecil yangmasih dapat menghambat tumbuhnya kuman yang disebutMIC (Minimum Inhibition Concentration) = KHM (Konsentrasi Hambatan Minimum).

2. Cara cakram (disc method), yaitu dengan menggunakan

Page 12: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

cakram yang sudah dibubuhi obat dengan dosis tertentu yangditempelkan pada pelat petri yang telah ditumbuhi olehkuman yang akan diperiksa. Kemudian adanya zonahambatan merupakan pegangan untuk menentukan adatidaknya sifat resisten atau sensitif.

Cara cakram merupakan cara yang praktis digunakan sehari-hariuntuk membantu para klinisi mendapatkan gambaran resistensikuman penyebab penyakit yang diasingkan dari penderita. Yangperlu diperhatikan daripada cara ini ialah fak tor-faktor yangakan mempengaruhi tes tadi yaitu faktor pH, jenis medium,stabilitas obat, dosis obat dan besarnya inokulum kuman yangdiperiksa.

Atas dasar perkembangan dan perubahan sifat yang terjadibaik pada kumannya terhadap obat, maupun perubahan ekologidaripada penyebab infeksi, terutama pada peradangan yangmenahun, yaitu terjadi pergeseran penyebab daripada penyakitmisalkan lebih menonjolnya peranan kuman Gram negatif padapenyakit radang tenggorok dan lebih menonjolnya peranankuman Gram positif pada infeksi saluran kemih, maka perludilakukan pemeriksaan laboratorium bakteriologik yang akanmembantu diagnosa dan tindakan pengobatan dengandimungkinkan diasingkannya penyebab penyakit dan gambaranresistensi daripada kuman penyebab terhadap pelbagai jenisobat.Sehingga akan dapat dipilih obat yang mungkin akan lebih te-pat karena masih sensitif.

Pemeriksaan bakteriologik dan resistensi memerlukan wak-tu, yaitu hasil pemeriksaan paling cepat diperoleh dalam waktu3 hari dan jika kebetulan agak lambat pertumbuhannya dapatsampai 7 hari. Maka timbul pertanyaan apa yang harusdilakukan oleh para dokter jika menghadapi penderita denganpenyakit infeksi.

Tindakan pengobatan pendahuluan

Salah satu tujuan usaha kesehatan ialah mencegah terjadinyapenyakit infeksi, tetapi program ini hingga sekarang belumsemuanya dapat dilaksanakan, maka usahanya ialah pe-

ngobatan yang sempuma atau yang berhasil baik terhadappenyakit-penyakit infeksi tadi. Keberhasilan pengobatan pe-nyakit infeksi ditentukan antara lain oleh obat antibiotika ataukhemoterapeutika yang tepat dan penggunaannnya sesuaidengan dosisnya serta lamanya pengobatan. Pemilihan obatantibiotika yang akan dipakai terhadap beberapa jenis penyakitatau kuman penyebabnya ditentukan antara lain :1. Pengetahuan mengenai sifat kuman penyebabnya berdasar-

kan teori kepustakaan, yang menentukan bahwa spesies kuman tertentu dapat diobati- oleh jenis obat tertentu, se- hingga pemberian obat. sudah dapat diperkirakan sebelum- nya.

2. Pengalaman penggunaan jenis obat tertentu terhadap jenispenyakit infeksi tertentu. Biasanya terdapat pelbagai jenisobat yang dapat dipakai, ternyata pengalaman memberikanbasil yang baik dengan memilih obat tertentu.

3. Berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologik yang membe-rikan gambaran baik jenis kumannya maupun jenis-jenisobat yang masih sensitif.

Mengingat hasil pemeriksaan bakteriologik memerlukan wak-tu sedangkan pengobatan perlu segera diberikan, maka peng-obatan serta pemilihan obat didasarkan kepada pengetahuandan pengalaman.

Sekedar untuk pegangan dalam memilih obat sebelum hasillaboratorium diperoleh, mungkin dapat dipakai seperti yangtercantum pada tabel I.

Pada tabel II dan III, kemungkinan pilihan obat terhadappenderita septikemia dengan kemungkinan penyebabnyamaupun sumber infeksinya.

Sedangkan kemungkinan pemilihan obat pada penderitapneumonia dapat dilihat pada tabel IV.

Mengingat bahwa keberhasiian pengobatan penyakit infeksiharus ditujukan terhadap kuman penyebabnya, bukan terhadappenyakit, maka basil pemeriksaan bakteriologik akan lebihmendekatkan kepada kepastian diagnosanya dan kepastiankepada pemakaian jenis obatnya.

Tabel I. Antimicrobial Chemotherapy *Drug selections, 1979 — 1980

Suspected or Proved Etiologic Agent Drug(s) of First Choice Alternative Drug(s)Gram-negative cocci

GonococcusMeningococcus

Penicillin 1 , ampicillinPenicillin 1

Tetracycline2, spectinomycinChloramphenicol, sulfonamide

Gram-positive cocciPneumacoccusStreptococcus, hemolytic groups A, B, C, GStreptococcus viridansStaphylococcus, nonpenicillinase-producingStaphylococcus, penicillinase-producingStreptococcus faecalis (enterococcus)

Penicillin1

Penicillin 1

Penicillin 1 plus aminoglycoside (?)Penicillin1 Penicilinase-resistant penicillin5

Ampicillin plus aminoglycoside

Eryth romycin 3, cephalosporin 4

Erythromycin 3

Cephalosporin, vancomycinCephalosporin, vancomycinVancomycin, cephalosporinVancomycin

Gram-negative rodsAcinetobacter (Mime-HerellealBacteroides (except B fragilis)Bacteroides fragilisBruce/la

GentamicinPenicillin 1 or chloramphenicolClindamycinTetracycline plus streptomycin

Minocycline, amikacinClindamycinChloramphenicolStreptomycin plus sulfonamide6

Cermin Dania Kedokteran No. 30 11

Page 13: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Suspected or Proved Etiologic Agent Drug(s) of First Choice Alternative Drug(s)

Gram-negative rods

EnterobacterEscherichia

Escherichia coil sepsisEscherichia coil tract infection / (first attack)

Haemophilus (meningitis, respiratory infections)KlebsiellaLeg/one/la pneumophila (pneumonia)Pasteurella (Yersinia) (plague, tularemia)Proteus

Proteus mirabilisProteus vulgaris and other species

PseudomonasPseudomonas aeruginosaPseudomonas pseudomallei (melioidosis)Pseudomonas mallei (glanders)

SalmonellaSerratia, ProvidenciaShigellaVibrio (cholera)

Gentamicin or amikacin

Kanamycin or gentamicinSulfonamide7 or co-trimoxazoleChloramphenicolCephalosporin or gentamicinErythromycinStreptomycin or tetracycline

Penicillin or ampicillinGentamicin or amikacin

Gentamicin plus carbenicillinTetracyclineStreptomycin plus tetracyclineChloramphenicol or ampicillinGentamicin, amikacinAmpicillin or chloramphenicolTetracycline

Chloramphenicol

Cephalosporin, ampicillinAmpicillin, cephalexin4Ampicillin, co-trimoxazoleChloramphenicol

Sulfonamide6, chloramphenicol

Kanamycin, gentamicinChloramphenicol, tobramycin

Polymyxin, amikacinChloramphenicolChloramphenicolCo-trimoxazole8

Co-trimoxazole8 plus polymyxin

Tetracycline, co-trimoxazoleCo-trimoxazole

Gram-positive rodsActinomycesBacillus (eg, anthrax)Clostridium (eg, gas gangrene, tetanus)CorynebacteriumListeria

Penicillin1

Penicillin1

Penecillin1

ErythromycinAmpicillin plus aminoglycoside

Tetracycline, sulfonamideErythromycinTetracycline, erythromycinPenicillin, cephalosporinTetracycline

Acid-fast rodsMycobacterium tuberculosisMycobac terium /epraeMycobacteria, atypicalNocardia

INH plus ethambutol, rifampin9

Dapsone or sulfoxoneEthambutol plus rifampinSulfonamide6

Other antituberculosis drugsRifampin, amithiozoneRifampin plus INHMinocycline

SpirochetesBorrelia (relapsing fever)LeptospiraTreponema (syphilis, yaws)

TetracyclinePenicillinPenicillin

PenicillinTetracyclineErythromycin, tetracycline

Mycoplasma Tetracycline Erythromycin

Ch/amydia trachomatis, ch/amydia psittaci Tetracycline, sulfonamide6 Erythromycin, chloramphenicol

Rickettsiae Tetracycline Chloramphenicol

1 Penicillin G is preferred for parenteral injection; penicillin V for oral administration. Only highly sensitive microorganisms should be treated with oral penicillin.

2 All tetracyclines have similar activity against microorganisms and comparable therapeutic activity and toxicity. Dosage is deter mined by the rates of absorption and excretion of different preparations.

3 Erythromycin estolate and troleandomycin are the best absorbed oral forms. 4 Cefazolin, cephapirin, cephalothin, and cefoxitin are among parenteral cephalosporins; cephalexin or cephradine the best oral forms.

5 Parenteralnafcillin, oxacillin, or methicillin. Oral dicloxacillin, cloxacillin, or oxacillin. 6 Trisulfapyrimidines have the advantage of greater solubility in urin over sulfadiazine for oral administration; sodium sulfadiazine is suitable for

intravenous injection in severely ill persons.7 For previously untreated urinary tract infection, a highly soluble sufonamide such as sulfisoxazole or trisulfapyrimidines is the first choice. Co-trimoxazole is acceptable.

8 Co-trimoxazole is a mixture of 1 part trimethoprim plus 5 parts sulfamethoxazole. 9 Either or both.

*) Dari Review of Medical Microbiology 14th edition, 1980.

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 14: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Table II. Initial Treatment of Septicaemia

When early clinical/microbiological information indicates probable causePresumed cause Treatment

Benzyl PenicillinBenzyl PenicillinBenzyl PenicillinBenzyl PenicillinBenzyl Penicillin + (flu) cloxacillin

(but see also bact. endocarditis)GentamicinGentamicin or Tobramycin + Carbenicillin orTicarcillinBenzyl PenicillinMetronidazole

Table IV. Chemotherapy of Pneumonia of Know Cause

Organism First choice Second choice

Strep. pneumoniae Penicillin ErythromycinMycoplasma pneumoniae Erythromycin TetracyclineStaph. aureus Flucloxacillin + Penicillin Sensitivity testingH. influenzae Ampicillin/Amoxycillin ChloramphenicolKlebsiella Gentamicin Sensitivity testingPseudomonas Gentamicin + Carbenicillin Sensitivity testingAnaerobes Penicillin Clindamycin

MetronidazoleConxiella burneti TetracyclineChlamydia psittaci TetracyclineLegionella pneumophila Erythromycin

*) Dari : Antibiotic and Chemotherapy Fifth Edition — 1981.

MeningococcusGonococcusPneumococcusStr. pyogenesStaph. aureus

EnterobacteriaPseudomonas

ClostridiumBacteroides, other non-sporing anaerobes

*) Dari Antibiotic and Chemotherapy Fifth Edition, 1981.

Table 111.1nitial Treatment of SepticaemiaKEPUSTAKAAN

Best guess policies when early clinical/microbiological information does 1. Bauer AW, Kirby WMM, Sherris JC, Turck M. Antibiotic suscep-not indicate causeProbable source and/or associateddisease Treatment

tibility testing by a standardized single disc method. AM J ClinPathol. 1966 ;45 : 493.

2. Garrod LP, Lambert HP, O'Grady. Antibiotic and Chemotherapy,Lower gut, pelvis Penicillin + Gentamicin +Metronidazole or 5th edition. 1981

Gentamicin + CI indamycin 3. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. Review of Medidal Microbio-Urinary tract Ampicillin (Amocycillin) + Gentamicin logy, 14th edition, 1980.Biliary tract Ampicillin (Amoxycillin) + Gentamicin 4. Performance standards for antibiotic disc susceptibility tests. NCCI,Neutropenia Gentamicin + Carbenicillin or Ticarcillin 1981;vo i1No6.Intravenous catheters Cloxacillin + Gentamicin 5. Sujudi, Utji R, Santoso AUS, Retno Iswari, Karsinah, Hutabarat T.Neonate See Chapter 20 Pola resistensi kuman-kuman yang diasingkan dari pelbagai jenis

*) Dari : Antibiotic and Chemotherapy Fifth Edition, 1981.bahan pemeriksaan selam 6 bulan (1976) di Bagian MikrobiologiFKUI. Simposium Antibiotika, Jakarta 1976.

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 13

Page 15: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Diagnosa LaboratoriumKelainan Lemak Darah

dr. Marzuki Suryaatmadja dan dr. Erwin SilmanBagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta.

Pendahuluan

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab ke-matian utama di Amerika Serikat, Jerman Barat dan banyaknegara Barat lain yang tergolong negara industri yang maju.Untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan PJKtelah banyak dilakukan penelitian terhadap berbagai faktorrisiko dari timbulnya atherosklerosis, perubahan pembuluhdarah koroner, dengan maksud agar dapat diketahui secara dinidan dengan demikian dapat dicegah. Berdasarkan berbagaipenelitian epidemiologik dinyatakan bahwa zat lemak darahadalah faktor risiko utama timbulnya atherosklerosis/ PJK.

Di negara-negara berkembang khususnya di kota-kota besarjuga dijumpai kecenderunganmeningkatnya PJK. Demikianpula kadar lemak darah yang mengarah ke pola yang dijumpaidi negara maju sehingga perlu pula diketahui dan diterapkandiagnosa laboratorium terhadap adanya kelainan zat lemakdarah.

Biokimia danfaal zat lemak darahTelah lama dikenal ada 3 jenis lipida yaitu kolesterol,trig-

liserida dan fosfolipida. Untuk dapat diangkut dengan sirkulasidarah maka lipida, yang bersifat tidak larut di dalam air,berikatan dahulu dengan protein khusus, apoprotein, sede-mikian rupa sehingga bentuk ikatan tersebut yang dikenal se-bagai lipoprotein dapat larut di dalam air.

Berdasarkan beberapa cara pemeriksaan dapat dibedakanbeberapa jenis lipoprotein (LP) yaitu kilomikron, VLDL (very—low—density—lipoprotein), LDL (low—density-lipoprotein)dan HDL (high—density—lipoprotein) dengan ciri-ciri sepertidapat dilihat pada tabel l 1,2,3

Pengangkutan lipida/lipoprotein dapat dibedakan antarajalur eksogen dan endogen. Pada jalur eksogen mula-mula di-bentuk kilomikron di sel epitel usus dari trigliserida dan koles-terol makanan. Melalui saluran limfe kilomikron masuk ke sir-kulasi amum dan sampai ke kapiler jaringan adiposa dan otot

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

rangka dimana enzim lipase lipoprotein (LL) memecah trigli-serida dan melepaskan monogliserida dan asam lemak bebas (free fatty acid = FFA). Partikel sisa kembali ke sirkulasi umum.Setelah mengalami perubahan lalu diambil oleh hati. Hal iniberarti bahwa dengan cara tersebut trigliserida makanandiangkut ke jaringan adiposa sedangkan kolesterol makanan kehati. Sebagian kolesterol ini akan diubah menjadi asam em-pedu, sebagian lagi diekskresi ke empedu tanpa diubah lagi dansebagian lagi disebarkan ke jaringan lain.

Pada jalur endogen trigliserida disintesa di hati bila diitmengandung asam lemak yang dengan gliserol membentuk tri-gliserida yang disekresi ke sirkulasi sebagai inti dari VLDL. Dikapiler jaringan terjadi penguraian trigliserida oleh LL danpenggantian trigliserida oleh ester kolesterol sehingga VLDLberubah menjadi LDL melalui IDL(intermediate- density-li-poprotein). LDL berfungsi untuk mengirimkan kolesterol kejaringan ekstra—hepatik seperti sel-sel korteks adrenal, ginjal,otot dan limfosit. Sel-sel tersebut mempunyai reseptor-LDL dipermukaannya. Di dalam. sel LDL melepaskan kolesterol untukpembentukan hormon steroid dan sintesa dinding sel. Selain ituada pula sel-sel fagosit dari sistem retikuloendotel yangmenangkap dan memecah LDL. Bila sel-sel mati makakolesterol terlepas lagi dan diikat oleh HDL. Dengan bantuanenzim Lesitin—kolesterol asiltranferase (LCAT) kolesterol ber-ikatan dengan asam lemak dan dikembalikan ke VLDL danLDL. Sebagian lagi diangkut ke hati untuk diekskresi ke em-pedu. Gambar 1 memperlihatkan bagan metabolisme LP se-dangkan pada gambar 2 terlihat interaksi antara LDL dengan selperifer.2,3

Ada 2 teori yang menerangkan peranan LDL dan HDL dalammengatur kadar kolesterol di dalam sel perifer. Yang pertamamengemukakan mekanisme kebalikan dari pengangkutankolesterol dimana HDL bekerja mengangkut kolesterol dari selperifer ke hati berlawanan dengan kerja L.DL. Yang keduamenyebutkan adanya hambatan bersaing antara HDL dan LDLpada reseptor dari sel perifer. Tingginya kadar

Page 16: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Tabel 1. Klasifikasi lipoprotein

ultracentrifuge : Chylomicron VLDL L D L H D L

1) densitas hidrasi(g/ml )

2) kecepatan flotasi(Sf)

3) elektroforesa

4) diameter (A)5) susunan :

% trigliserida% cholesterol ester% cholesterol% phospholipida% protein

< 0.95

> 400

tidak bergerak

800 - 5000

85427

1 - 2

0.95 - 1.006

20 - 400

pre - beta

300 - 800

52177

159

1.019 — 1.063

0 — 20

beta

180 - 280

10378

2322

1.063 — 1.21

alfa

50 - 120

4182

2551

6) apoprotein utama A, B, C, B, C, E B A, E

7) asal usus usus, hati hasil akhirmetabolismeV L D L

usus, hati

8) fungsi transporttrigliseridaeksogen

transporttrigliseridaendogen

transportcholesteroldan phospho-lipids ke selperifer

transportcholesterol dari selperifer ke hati ( ? )

Gambar 1. MetabolismeLipoprotein.

Dikutip dari Brewer et al1

Gambar 2. Bagan interaksiantara LDL dengansel perifer.

Dikutip dari Brewer et al1

arairi)oproteinsfrr5if eridesphasphollpids

glycerol

free tatty acids peripheralcell

liver

\km. IDL ,-''-1 LDL HDL

monoglycende

r

VLDL IDL® LDL cholestero

esterhydrolyase

acid lipase

cell

liverapolipoproteinstriglyceridesphospholipids

fatty acids

lipoproteinlipase

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 15

Page 17: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

LP yang satu akan menghalangi uptake dari LP yang lain. Ke-dua teori itu dapat dilihat pada gambar 3.4

~ , ~ ~1

11a

t i

Reverse"~`CholesterolTransport • ~

~~C 97{4, qr

4 "•'\' 111'

l l ~

eobp,19*4'+

CompetitiveBinding

"•

0 00VLDL LDL HDL

Gambar 3. Kedua teori mengenai peranan HDL dan LDL dalampengaturan kadar cholesterol di dalam sel perifer. Dilautip dariBrewer, Bronzert4

Klasifikasi kelainan lemak darah

Berdasarkan kadar-lemak darah dibedakan antara hipolipi-demia atau hipolipoproteinemia dan hiperlipidemia atau hi-perlipoproteinemia. Kelainan dapat bersifat primer dimanakelainan lemak darah tersebut merupakan manifestasi utama;biasanya familial. Dapat pula bersifat sekunder yaitu disebabkanadanya penyakit dasar. Hipolipidemia umumnya bersifat primerdan berkaitan dengan kadar kolesterol yang rendah. Beberapajenis yang telah diikenal adalah defisiensi alfalipoprotein (penyakit Tangier), hipobetalipoproteinemia danabetalipoproteinemia (sindroma Bassen—Kornzweig).

Pada 1967 Fredrickson, Levy dan Lees mengemukakanklasifikasi hiperlipoproteinemia primer berdasarkan kadar ko-lesterol dan trigliserida plasma, ultrasentrifugasi dan elektro-foresa lipoprotein. Dibaginya menjadi 5 tipe, yaitu I, II, III, IVdan V. Komisi WHO pada 1970 mengambil alih Idasifikasitersebut dan membedakan tipe II menjadi tipe IIa dan

IIb.Dengan pembagian hiperlipoproteinemia primer menjadi 6fenotipe tersebut pengertian dan pemahaman kelainan lipidamenjadi lebth mudah dan juga bermakna praktis dalam meng-ikuti pengaruh diit dan pengobatan.

Karena metode pemeriksaan yang digunakan tidak selalutersedia di semua laboratorium maka selanjutnya klasif kasi

tersebut dilakukan dengan melihat kadar kolesterol, trigliseridaplasma/serum, "standing plasma/serum" atau nefelometri (Stone—Thorp's SML profile). Keenam fenotipe dapat dilihatpada tabel 2 4,s,6

Kelemahan fenotipe di atas adalah tidak dapatnya memberiketerangan mengenai faktor genetika atau kekurangan (defek)biokimia yang mendasarinya. Karena itu pada 1973 Goldsteindan kawankawan mengemukakan klasifi7casi hiperlipopro-teinemia berdasarkan genotipe, yaitu pola penurunannya dankelainan lipid yang predominan pada pedigree tersendiri. Dapatdilihat adanya beberapa fenotipe pada satu pedigree. Lihat tabel3 4,s,7,s

Kedua sistem ldasifikasi tersebut masih berlaku sampaisekarang dan masing-masing mempunyai kelebihan dan keku-rangannya. Berbagai keadaan dan penyakit tertentu dapatmenyebabkan terjadinya hiperlipoproteinemia yang disebutsekunder. Dapat ditemukan fenotipe I sampai dengan V. Li-hattabel 4.s

Diperkirakan hiperlipoproteinemia sekunder 40% dari kasushiperlipoproteinemia.

Pemeriksaan laboratorium

Ada beberapapersyaratanuntuk pengambilan bahan (darah)agar hasilnya mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan da-pat dibandingkan dari waktu ke waktu (pada pengobatan). Pasienharus puasa 12—16 jam sebelumnya. Dianjurkan selama 2minggu sebelumnya chit biasa, tidak makan obat yang mem-pengaruhi kadar lipida, tidak ada perubahan berat badan dansekurang kurangnya 3 bulan sebelumnya tidak sakit berat, infarkmiokard atau operasi. Stasis vena dihindarkan sedapat mungkindan penderita duduk sekurangnya ½ jam.Serum segera dipisahkan atau bila dipakai plasma maka anti-koagulan yang baik adalah EDTA.9,10

Pemeriksaan yang sudah dapat dilakukan disini meliputi :standing plasma/serum, kolesterol total, kolesterol—HDL,kolesterol—LDL (cara tidak langsung), lipida total, trigliserida,beta—lipoprotein yang sudah agak umum dikerjakan.Fosfolipida, kolesterol—LDL (cara langsung), elektroforesislipoprotein, prof-11 SML dan apoprotein — B dilakukan dibeberapa laboratorium saja. Sedangkan ultrasentrifugasi belumdikerjakan di Indonesia.

Nilai normal

Nilai ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia, jeniskelamin, ras, keadaan sosio—ekonomi, jenis makanan, keaktifanfisik dan sebagainya. Kadar lemak dan lipoprotein umumnyalebih tinggi pada jenis kelamin laid-laid, usia lebih tua, keaktifanfisik kurang, penduduk daerah urban, kecuali kadar kolesterol—HDL yang sebaliknya.

Nilai yang normal untuk usia tua mungkin sudah tidak nor-mal untuk usia muda. Karena itu dianjurkan untuk tidakmenggunakan kata "normal" tetapi sebatknya "rujukan".Lagipula sukar sekali menarik batas antara saldt dan tidak, ter-lebih lagi untuk mengetahui sudah adanya atherosklerosis ataubelum.

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 18: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Tabel 2. Klasifikasi fenotipe hiperlipoproteinemia menurutFredrickson et al dan Komisi WHO dengan ciri-cirinya.

Dikutip dari Assmann5, ICI6

<260 mg/di>1000mg/di

Type III350-500tng/dl

350-500mg/dl

=1IINIF/3

pre-fi T

Type IV200-1000mg/dl<260 mg/dl

Dalam hubungannya dengan atherosklerosis berdasarkan pene-litian epidemiologik maka yang risikonya tinggi adalah teruta-ma tipe-tipe hiperkolesterolemia familial, hiperlipidemia kom-binasi, disbetalipoproteinemia dan fenotipe IIa, IIb, III. Hi-pertrigliseridemia familial dan fenotipe IV dan V risikonyatidak setinggi tipe-tipe yang tersebut lebih dahulu itu.

Sebagai faktor "atherogenik" adalah kolesterol total, koles-

terol-LDL, trigliserida, dan apoprotein—B. Sedangkan sebagaifaktor "antiatherogenik" adalah kolesterol —HDL.

Berdasarkan petelitian oleh Lipid Research Clinic dan olehAssmann et al di Westphalia telah dianjurkan sebagai pedomanuntuk penggunaan praktis angka-angka kadar faktor-faktor ter-sebut dihubungkan dengan prognosa dan perlunya terapi. Lihattabel 5.5,8

Cermin Dunia Kedokteran N o . 3 0 1 7

Page 19: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Tabel 3. Perbandingen Klasifikasi hiperlipoproteinemia familialmenurut genetik dan fenotipik

AR = autosomal recessive inheritance AD = autosomal dominant inheritanceHeterogenitas fenotipi k terbukti di dalam kelas menurut genetik

Tabel 5. Nilai perkiraan yang dianjurkan untuk lipida dankolesterol lipoprotein

meragukan (bor-derline) — (perlu —tidaknya pengobatantergantung gambaranIdinikkeseluruhannya)

Trigliserida < 150 150— 200 200Kolesterol—total < 220 220— 260 >260Kolesterol—LDL <150 150— 190 > 190

Prognosa Risiko normal Risikobaik (standar) meningkat

Kolesterol—HDL :pria > 55 35—55 < 35wanita > 65 45 — 65 < 45

G E N E T I K F E N O T I P I K

Monogenik :Defisiensi Lipase lipoprotein (AR)Defisiensi Apoliprotein C—II (AR)Hiperkolesterolemia Familial (AD)Hipertrigliseridenia Familial(AD)Hiperlipidemia Kombinasi (AD)

Kompleks genetik : Disbetalipoproteinemia Familial (AR)

Hiperkolesterolemia Poligenik

Tipe I (V)

Tipe I (V)

Tipe Ila (adakalanya IIb)

Tipe IV (adakalanya V)

Tipe Ila, IIb, IV (adakalanya V)

Tipe IIl

Tipe Ila, lib (IV, V)

Risiko tidak ada perlupengobatan

(satuan dalam mg/dl)

Tabel 4. Klasifikasi hiperlipoproteinemia sekunder berdasarkanfenotipe lipoprotein.

T I P E

Ila/lib III IV

Diabetes mellitus(insulin—dependent, + + + +asidosis diabetik)Obesitas + +Penya kit hatiobstruktif + +Insufisiensi ginjal + + +Al koholism + +Hi poti raid + +"Disproteinemia" + + + +Lupus ertitematosus + + +Mieloma + +Porfiria +Sindroma Werner +

Pendekatan rasional terhadap deteksi dan diagnosis hiperlipi-demia

Untuk mengetahui adanya hiperlipidemia/hiperlipopro-teinemia dengan pemeriksaan kadar kolesterol total, trigliseridadan standing plasma/serum sudah dapat diketahui sebagianbesar kasus. Juga dapat dikenal fenotipenya, kecuali untukfenotipe III yang memerlukan rujukan. Pemeriksaan profitSML membantu mengenali fenotipe hiperlipoproteinemia.

Untuk membuat prognosa risiko atherosklerosis dan PJKperlu ditetapkan kadar kolesterol—HDL dan kolesterol—LDLbaik secara langsung atau dengan rumus Friedewald. Selanjut-nya mencari penyakit dasarnya yang bila ada berarti kelain-

an ini sekunder. Bila tanpa penyakit dasar, berarti primer, perludilakukan pemeriksaan famili. Lihat tabel 6.5,7,1°Pengobatan ditujukan kepada penyakit dasarnya dan melihatpola kelainan hiperlipoproteinemianya (tidak dibicarakan disini).

Tabel 6. Pendekatan rasional terhadap deteksi dan diagnosis hiperlipidemia/hi perlipoproteinemia.

Daftar Kepustakaan dapat diminta pada penulis / redaksi.

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 20: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

dr. Frans Sardi Satyawirawan dan dr. Marzuki SuryaatmadjaBagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

Pemeriksaan Faal Hati

Banyak faal metabolik yang dilakukan oleh jaringan hati,maka ada banyak pula, lebih dari 100, jenis test yang mengu-kur reaksi faal hati.' Semuanya, disebut sebagai "tes faal hati".Sebenarnya hanya beberapa yang- benar-benar mengukur faalhati.1-3 Diantara berbagai tes tersebut tidak ada tes tunggal yangefektif mengukur faal hati secara keseluruhan. Beberapa testerlalu peka sehingga tidak khas, sebagian lagi dipengaruhi pulaoleh faktor-faktor di luar hati, sebagian lagi sudah obsolete.4

Sebaliknya makin banyak tes yang diminta maka makin besarpula kemungkinannya mendapatkan defisiensi biokimia. Carapemeriksaan shotgun semacam itu akan menimbulkankebingungan. Sebaiknya memilih beberapa tes saja.5

Beberapa kriteria yang dapat dipakai adalah, antara lain, da-patnya dikerjakan tes tersebut secara baik dengan sarana yangmemadai, segi kepraktisan, biaya, stress yang dibebankan ke-pada penderita, kemampuan diagnostik dari tes tersebut, danlain-lain. Pada pengujian kerusakan hati, gangguan biokimiayang terlihat adalah peningkatan permeabilitas dinding sel, ber-kurangnya kapasitas sintesa, terganggunya faal ekskresi, ber-kurangnya kapasitas penyimpanan, terganggunya faal detoksi-fikasi peningkatan reaksi mesenkimal dan imunologi yang ab-normal.

Dengan melihat gangguan faal biokimia mana yang ingindiketahui dan mempertimbangkan kriteria di atas maka testesyang ada dapat dikelompokkan menurut suatu programbertahap seperti yang terlihat pada Tabel-I .6

Di bawah ini akan diuraikan secara lebih mendalam tes-testersebut diatas.

I. INTEGRITAS SEL

Enzim-enzim AST, ALT & GLDH akan meningkat bila terjadikerusakan sel hati. Biasanya peningkatan ALT lebih tinggi daripada AST pada kerusakan hati yang akut, mengingat ALTmerupakan enzim yang hanya terdapat dalam sitoplasma selhati (unilokuler). Sebaliknya AST yang terdapat baik dalamsitoplasma maupun mitochondria (bilokuler) akan mening-

kat lebih tinggi daripada ALT pada kerusakan hati yang lebihdalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini ditemukan pada keru-sakan sel hati yang menahun.2,5,7 Adanya perbedaan pening-katan enzim AST dan ALT pada penyakit hati ini mendorongpara peneliti untuk menyelidiki ratio AST & ALT ini. De Ritiset al mendapatkan ratio AST/ALT =0,7 sebagaibatas penyakit hati akut dan kronis. Ratio lni yang terkenal dengan narna ratio De Ritis memberikan hasil < 0,7 pada penyakit hati akut dan > 0,7 pada penyakit hati kronis. Batas 0,7 ini dipakai apabila peme-riksaan enzim-enzim tersebut dilakukan secara optimized, sedangkan apabila pemeriksaan dilakukan dengan cara kolori-metrik batas ini adalah 1.7 Istilah "optimized" yang dipakai olehperkumpulan ahli kimia di Jerman ini mengandung arti bahwacara pemeriksaan ini telah distandardisasi secara optimum baiksubstrat, koenzim maupun lingkungannya. Enzim GLDHbersifat unikoluker dan terletak di dalam mitochondria. Enzimini peka dan karena itu baik untuk deteksi dini dari kerusakansel hati terutama yang disebabkan oleh alkohol, selain itu jugaberguna untuk diagnosa banding ikterus. Perlu diketahui bahwacortison dan sulfonil urea pada dosis terapi dapat menurunkankadar GLDH. Pemeriksaan enzim LDH total akan lebihbermakna apabila dapat dilakukan pemeriksaan isoenzimnyayaitu LDH 5. Dalam hubungannya dengan metabolisme besi,sel hati rnembentuk transferin sebagai pengangkut Fe dan jugamenyimpannya dalam bentuk feritin dan hemosiderin.

Cu terdapat di dalam enzim seruloplasmin yang dibentukoleh hati. Kelebihan Cu akan segera diekskeresi oleh hati.2

Perubahan kadar Fe dan / atau Cu pada beberapa penyakit hatidapat dilihat pada Tabel II.6

II. FAAL METABOLISME/EKSKRESI

Tes BSP (bromsulfonftalein), suatu zat warna, merupakan tesyang peka terhadap adanya kerusakan hati. Diukur retensinya didalam darah beberapa waktu setelah disuntikkan intravena.

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 19

Page 21: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Tabel I :

Fungsi Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Test yang kuratg panting

Integritas sal

Metabolisme/ekskresiEkskresi

Sintesa

Proses reaktifImunologi (kecuali seromarkerhepatitis virus)

ALT('= SGPT), AST(=SGOT), GLDHRetensi BSPBilirubin (darah &urin), urobilinogen(urin)

Albumin, ChEGGT, AP

TTT, Globulin(elektro forese)

LDH

Amonia, ICGAsam empedu

Masa protrombin5‚NT, LAP

IgA, IgG, IgM

F. (ratio Fe/Cu)

Toleransi galaktosa

Cu (ratio Fe/Cu)

Lymphocyte transfor-mation, leucocyte mii-gration, CEA, AFP, anti-bodi thd. otot polos, mi-tochondria, dll.

SDH. OCT, ICDH, GUD, MDH, F-1- P' ASE

Asam hipurat

Cholesterol, Toleransi Rose Bengal

LCAT, Lipoprotein

Tabel II :

Keiainan hati Fe Cu

ikterus parenkimikterus obstruktifsirosis dan hepatitis kroniksirosis bilier primerkarsinomahemokromatosisPenyakit Wilson (degenerasi hepato-lenti kuler)

meningkatnormalnormal sampai sedi kit meningkatnormalbiasanya rendahmeningkatnormal

normalmeningkatnormal sampai sedikit meningkatmeningkatmeningkatnormalrendah

Di dalam darah ia diikat oleh albumin dan di "uptake" olehsel-sel hati, dikonyugasi dan diekskresi melalui empedu. Padapenyuntikan 5 mg/kg berat badan maka setelah 45 menitretensinya kurang dari 5% pada keadaan normal.

Korelasinya baik dengan kelainan histopatologik. Tes iniberguna pada hepatitis anikterus, mengetahui kerusakan setelahsembuh dari hepatitis, sirosis hati, semua tingkat hepatitiskronik, tersangka perlemakan hati dan keracunan hati.5,6

Namun tes ini kurang disenangi karena dapat timbul efek sam-ping, walaupun jarang, yang fatal seperti renjatan anafilaktis.

Akhir-akhir ini makin banyak dikerjakan pemeriksaan kadarasam empedu dalam darah. Tes ini mempunyai makna sepertites retensi BSP dan juga amat peka terutama kadarnya 2 jamsetelah makan.

Kadar amonia mengukur faal detoksifikasi hati yang meru-bahnya menjadi ureum. Faal ini baru terganggu pada kerusakanhati berat karena itu tes ini baru berguna untuk mengikutiperkembangan sirosis hati yang tidak terkompensir atau komahepatikum.6 Kadarnya juga akan meningkat bila ada shuntportokaval yang mem"by-pass" hati.

Tes toleransi galaktosa menguji kemampuan faal hati meng-ubah galaktosa menjadi glukosa. Tes ini sudah jarang dilaku-kan.8

III. FAAL EKSKRESI

Pemeriksaan kadar bilirubin serum terutama panting untukmembedakan jenis-jenis ikterus. Pemeriksaan ini yang umum-nya memakai metodik Jendrassik dan Grof (1938) dapat dipengaruhi oleh kerja fisik dan makanan tertentu seperti karoten,oleh karena itu pengambilan sampel sebaiknya pagi harisesudah puasa. Pada ikterus prahepatik yang dapat disebabkanoleh proses hemolisis ataupun kelainan metabolisme sepertisindroma Dubin-Johnson, ditemukan peningkatan dari bilirubinbebas. Ikterus hepatik sebagai akibat kerusakan sel hati akanmeningkatkan baik bilirubin babas maupun bilirubin (diglukuronida) dalam darah serta ditemukannya bilirubin (diglukuronida) didalam urin. Sedangkan ikterus obstruktif, baikintra maupun ekstra hepatik, akan meningkatkan terutamabilirubin diglukuronida di dalam darah dan urin. Kadarurobilinogen dalam urin akan meningkat pada ikterus hepatik,sebaliknya ia akan menurun atau tidak ada sama sekali padaikterus obstruktif sesuai dengan derajat obstruksinya.

Seperti telah disinggung sebelumnya pemeriksaan asam em-pedu makin banyak dipakai sebagai tes faal hati.Pemeriksaan ini dimungkinkan untuk dipakai di dalam kliniksejak ditemukannya metodik onzimatik yang relatif sederhanadibandingkan metodik-metodik sebelumnya. Dalam keadaannormal hanya sebagian kecil saja asam empedu terdapat di da-

20 Cermin bunia Kedokteran No. 30

Page 22: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

lam darah sedangkan sebagian besar di- up take oleh sel hati.Pada kerusakan sel hati, hati gagal mengambil asam empedu,sehingga jumlahnya meningkat dalam darah. Pemeriksaan iniseperti pemeriksaan BSP dapat mendeteksi kelainan hati yang ringan disamping untuk follow up dan menguji adanya shunt portcaval.2

IV. FAAL SINTESA

Albumin disintesa oleh hati. Pada gangguan faal hati kadarnyadi dalam darah akan menurun.Cara pemeriksaan yang banyak dipakai sekarang adalah carabromcresylgreen. Selain dengan cara di atas, penurunan kadaralbumin juga dapat diukur secara elektroforesa dengan per-alatan khusus yang lebih mahal. Selain dengan pemeriksaanalbumin, pemeriksaan enzim cholinesterase(ChE) juga dipakaisebagai tolok ukur dari faal sintesa hati. Penurunan aktivitasChE ternyata lebih spesifik dari pemeriksaan albumin, karenaaktivitas ChE kurang dipengaruhi faktor-faktor di luar hati di-bandingkan dengan pemeriksaan kadar albumin.

Penetapan masa protrombin plasma berguna untuk mengujisintesa faktor-faktor pembekuan II, VII, IX dan X.Semua pemeriksaan tersebut lebih berguna untuk menilai ataumembuat prognosa dari pada mendeteksi penyakit hati kronis.

V. PROSES REAKTIF

Baik enzim GGT, AP, 5-NT maupun. LAP akan meningkat padakelainan saluran empedu 4,6 Enzim-enzim cholestasis ini juga akan meningkat dalam kadar yang lebih rendah pada kerusakansel parenkin hati. Pemeriksaan GGT pada saat ini merupakanpemeriksaan yang paling populer dari ketiga pemeriksaanlainnya. Peningkatan aktivitas enzim ini sering merupakan tan-da pertama keracunan sel hati akibat alkohol. Disamping itumengingat half-life nya yang panjang peningkatan enzim inisering merupakan abnormalitas terakhir yang dijumpai padaproses penyembuhan kerusakan hati.

VI. IMUNOLOGIPemeriksaan TTT (tes turbiditas timol) merupakan salah satutes labilitas yang telah lama dikenal (sejak 1944). Mekanismefisika—kimia dari tes ini belum jelas.s Diketahui globulin akanmempermudah pembentukan presipitasi, sedangkan albuminmenghambat proses ini. Disamping itu trigliserida dan khilo-mikron dapat menyebabkan tes TTT positip. Peningkatan dariTTT kadang-kadang ditemukan sebelum terjadi kelainan padahasil pemeriksaan elektroforesa dan albumin. Tes labilitas yanglain adalah tes turbiditas zink sulfat (Kunkel), Takata Ara, danlain-lain. Sebenarnya tes-tes labilitas ini bukan berdasarkanreaksi antigen antibodi, tetapi menggambarkan fraksi-fraksiprotein.

Peningkatan dari globulin yang merupakan respon imunitasini biasanya baru ditemukan pada kerusakan hati yang kronis.6

Pada penyakit hati kronik biasanya ditemukan peningkatan IgG.Peningkatan IgM menyolok pada hepatitis type A, sedangkanuntuk hepatitis type B yang menyolok biasanya IgG.

Pemeriksaan AFP pada mulanya disangka adalah spesifikuntuk karsinoma hati primer (hepatoma), namun ternyata se-

lain oleh sel tumor hati, AFP juga adakalanya dibentuk oleh seltumor pada saluran pencernaan. Denaan cara radioimmu-noassay atau enzyme immunoassay kadarnya hanya 20 mg/mldalam darah orang normal. Masih belum diketahui dengan je-las mekanisme peningkatannya pada sel-sel tumor diatas.2 Bilakadarnya melebihi 3000 ng/ml hampir dapat dipastikandiagnosa hepatoma. Kadar yang kurang dari itu dapat juga di-jumpai pada sirosis hati, hepatitis, kehamilan trimester ketiga,teratoma, dll. Pemeriksaan AFP ini terutama dipakai untukmemonitor terapi bedah ataupun khemoterapi karsinoma hati.

Ada pula beberapa antibodi yang berhubungan dengan pe-nyakit hati. Antibodi-antibodi yang ditetapkan secara immu-nofluorescence ini antara lain antinuclear antibody (ANA)ditemukan pada hepatitis kronik aktif, anti micochandrialantibody (AMA) dapat ditemukan pada hepatitis kronik aktif,sirosis bilier dan cholestasis dan smooth muscle antibody (SMA) yang ditemukan pada hepatitis virus akut.5,6

Telah diketahui beberapa "seromarker" virus hepatitis A danB. Untuk virus hepatitis A dikenl HA Ag dan anti-HA. Untukvirus hepatits B dikenal HBsAg, HBcAg, HBeAg, anti-HBc dananti-HBe. Pertanda serologik ini bermakna untuk menentukanetiologi, mekanisme penularan, daya tular, tahap penyakithepatitis dan penyakit hati lainnya yang berkaitan serta progno-sanya.PENGGUNAAN DALAM KLINIK

Di klink pemeriksaan "faal" hati diperlukan untuk diagnosaadanya dan jenis penyakit hati, diagnosa banding (ikterus,hepatomegali, asites, perdarahan saluran pencernaan), menilaiberatnya penyakit, menilai prognosa dan mengikuti hasilpengobatan.Juga diperlukan untuk penilaian prabedah serta pada keracunanobat-obatan.

Sebagai pedoman umum dapat dilakukan menurut beberapaprinsip praktis seperti pemilihan tes haruslah menggambarkanberbagai macam tolok ukur dari faal-faal hati, tes faal hatidilakukan secara serial untuk menilai perkembangan penyakitdan juga semua tes tersebut harus ditafsirkan di dalam keselu-ruhan konteks klinik. Juga harus dipahami bahwa tiap tes labora-torium dapat saja tidak bebas dari kesalahan.4.5

Pengertian menyeluruh diartikan mulai dari anamnesa,pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorik sampai pemeriksaankhusus. Pentingnya anamnesa misalnya pada diagnosa drug-induced hepatitis.

Dengan makin banyaknya pemakaian biopsi jarum, endos-kopi, ultrasonografi, scanning, arteriografi dan lain-lain untukdiagnosis tepat peranan diagnostik dari tes-tes faal hati seka-rang ini sudah banyak berkurang. Walaupun demikian tes-tesini masih berguna untuk menyaring adanya penyakit hepatobilier, mengetahui beratnya dan mengikuti kemajuannya.5

Sherlock mengusulkan pola tes-tes faal hati yang paling ber-guna pada beberapa jenis kelainan hepatobilier. Untuk diagno-sa ikterus diusulkannya fosfatase alkali, elektroforesa proteinserum dan enzim aminotransferase (AST, ALT), warna fesesdari hari-kehari. Penilaian beratnya kerusakan sel hati dila-kukan dengan memeriksa secara serial bilirubin serum, albu-min, aminotransferase dan masa protrombin setelah pemberi-

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 21

Page 23: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

an vitamin K. Kerusakan sel hati yang minimal didiagnosadengan mengamati kenaikan kadar bilirubin serum dan akti-vitas aminotransferase yang minimal. Bila disebabkan olehalkohol dilakukan dengan GGT.Infiltrasi hati dipikirkan bila ada kenaikan aktivitas fosfatasealkali tanpa ikterus.5

Sebagai pemeriksaan penyaring Schmidt dan Schmidtmengusulkan pemeriksaan 3 macam enzim, yaitu ALT untukkerusakan sel hati, GGT untuk kolestasis dan cholinesteraseuntuk faal sintesa hati. 7

Pemilihan macam tes faal hati apa saja yang diperlukan un-tuk setiap keadaan dan jenis penyakit hepatobilier ini masihbelum ada kesepakatan, Bermacam-macam algoritme yangdiusulkan dan penggunaan komputer telah dilakukan pula.Untuk itu terlebih dahulu perlu dibakukan klasifikasi penyakit,metode pemeriksaan laboratorium dan diagnostik lainnyakemudian diterapkan untuk mendapatkan data asupan.

KEPUSTAKAAN

1. Raphael SS. Lynch's Medical Laboratory Technology, 3rd ed.Philadelphia : WB Saunders Company, 1976 ; 212 - 236.

2. Bauer JD, Ackermann PG, Toro G. Clinical Laboratory Methods, 8thed, Saint Louis. The CV Mosby Company, 1974 ; 434 - 447.

3. Henry JB. Todd - Sanford - Davidson.Clinical Diagnosis and Mana-gement by Laboratory Methods, 6th ed, Philadelphia : WB Saun-ders Company 1979; 305-383.

4. Isselbacher KJ, LaMont IT. Diagnostic procedures in liver disease. 1n:Isselbacher, Adams, Braunwald, Petersdorf, Wilson eds. Harrison'sPrinciples of Internal Medicine. 9th ed. Tokyo : Mc Graw-HillKogakusha Ltd., 1980 ; 1450.

5. Sherlock S.Diseases of the Liver and Biliary System, 6th ed. Fromedan London : Butler & Tanner Ltd. 1981 ; 14 - 27.

6. Gotz W. Diagnosis of Hepatic Diseases, 1 st ed. Darmstadt : G-I-TVerlag Ernst Giebeler, 1980 ; 19 - 44.

7. Schmidt E, Schmidt FW. Brief Guide to Practical Enzyme Diagnosis.2nd ed Mannheim : Boehringer Mannheim GmBH, 1976 ; 73 -76 .

8. Henry RJ, Cannon DC, Winkelman JW. Clinical Chemistry, Principlesand Technics, 2nd ed. Hagerstown : Harper and Row, 1974 ; 1009 -1019.

TAHUKAH ANDA ?

.10 1.11.

Vaksinasi cacar tidak diharuskan

Vaksinasi cacar masih diharuskan

STATUS KEHARUSAN VAKSINASI CACAR (Maret 1982)

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 24: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Hemoglobin Glikosilat : Tolok Ukur Baruuntuk Diabetes Mellitus

dr. Marzuki SuryaatmadjaBagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

Beberapa tahun terakhir ini mulai banyak diperiksa kadarhemoglobin glikosilat (glycosylated haemoglobin) sebagaisuatau tolok ukur barn yang memberikan pengertian lebih baiktentang status kontrol metabolisme glukosa dan kemungkinanterjadinya penyulit pada penderita diabetes mellitus. Padaseorang sehat non-diabetes kadarnya berkisar antara 5—9 %dari kadar hemoglobin total.1

Angka rujukan sementara yang telah diperoleh oleh BagianPatologi Klinik FKUI/RSCM adalah 4—9 % dari 30 orangsedangkan di Bagian Patologi Klinik FK UNAIR didapatkanangka 5 — 8,3%.2,3

Hemoglobin glikosilat atau HbA1 terdiri dari 3 fraksi yaituHbAla,HbAlb dan HbAlc. HbAlc merupakan fraksi yang ter-penting dan terbanyak yaitu 4—5% dari hemoglobin total.

Gambar : 1

HbAlc inilah yang merupakan ikatan antara glukosa denganhemoglobin sedangkan fraksi-fraksi yang lain merupakan ikatanantara hemoglobin dengan heksosa yang lain.4

Karena HbAlc dan HbA1 total erat hubungannya dan kenaik-annya juga dapat dianggap sejajar maka yang lebih sering diperiksa adalah HbAl total yang secara teknis lebih mudah.

Dari berbagai cara yang telah dikenal maka cara yang ter-banyak dilakukan adalah cara kromatografi dengan kolom mikrodimana HbA1 dipisahkan dari HbA berdasarkan perbedaanafmitas ikatannya dengan resin bermuatan negatif. Keduaangka rujukan yang diperoleh di FKUI dan FKUNAIR di gasjuga didapat dengan cara tersebut.

Hemoglobin glikosilat terbentuk secara pasca-translasi yangberlangsung lambat, terus menerus dan tidak dipengaruhi

Certain Dunia Kedokteran No: 30 23

Page 25: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Gambar : 2

Aldimine Ketamine

Amadorirearrangement

oleh enzim sepanjang masa hidup eritrosit. Karena itu padaeritrosit yang lebih tua kadarnya lebih tinggi daripada eritro-sit yang lebih muda.5

HbAlc terbentuk dari ikatan glukosa dengan gugus amidapada asam amino valin di ujung rantai beta dari globulin Hbdewasa normal. (Gb 1 ) . Pengikatan ini terjadi 2 tahap. Tahappertama terjadi ikatan kovalen aldimin berupa basa Schiff yangbersifat labil. Tahap kedua terjadi penyusunan kembali secaraAmadori menjadi bentuk ketamin yang stabil ( Gb 2 )

Dari percobaan diketahui bahwa bentuk labil sudah naikdalam jangka waktu 2 jam setelah pemberian 100 grain glukosaper oral. Apabila kadar glukosa kembali merendah makaikatan labil ini akan terurai kembali (reversibel). Bentuk stabilakan meningkat bila kadar glukosa melampaui 160—180 mg/dlselama lebih dari 12 jam. Berdasarkan biomatematikadiperhitungkan bahwa kira-kira 28% dari HbAl yang stabilmencerminkan keadaan kadar glukosa darah selama 2 mingguterakhir, kira-kira 50% dan 86% mencerminkan keadaan 1 dan 2bulan yang baru lewat.8

Pada seorang penderita diabetes kadar HbAl meningkat,seringkali 2 — 3 x dibandingkan bukan penderita.' Kadar 10%dianggap batas atas dari status kontrol yang adekuat dan kadarlebth tinggi dari 15% menggambarkan status kontrol yangkurang.8,9 Bila keadaan penderita membaik maka kadar HbAlakan menurun dalam jangka waktu 3—6 minggu.10

Kadar HbA1 mempunyai korelasi yang baik dengan kadarglukosa darah rata-rata baik puasa, harian maupun puncaknya,selama 12 minggu yang telah lewat ; tidak ada perbedaan antarayang tergantung insulin dan yang tidak tergantung insulin, jugatidak dipengaruhi perbedaan jenis kelamin.l0,11

Sebagai pemeriksaan yang dianggap obyektif, stabil dan inte-gral dengan indeks status glikemia dari penderita, tes ini ber-guna untuk diagnosa, untuk melengkapi tes yang sudah dikenalseperti kadar gula darah, tes toleransi glukosa dan gula/reduksiurin, juga untuk memonitor nasib metabolik dan kemungkinantimbulnya penyulit pada penderita diabetes.6,7,8

Walaupun pemeriksaan kadar HbAI tidak dapat mengganti-

kan penetapan kadar gula darah ia memberikan informasitambahan yang penting. Misalnya bila kadar gula darah danurin tinggi sedangkan kadar HbAl tidak meninggi maka hal iniberarti peningkatan kadar gula darah tersebut baru saja terjadiyang mungkin karena stress. Sebaliknya bila kadar gula darah ti-dak (berapa) meninggi dan kadar HbAl masih tinggi maka berar-ti kontrol belum baik yang kemungkinannya antara lain karenapenderita tersebut baru taat mengikuti dnt yang ketat hanyabeberapa hari sebelum diperiksa (takut dimarahi dokternya !)8,11

Status kontrol yang baik adalah bila baik kadar gula darahmaupun HbAg berada di dalam batas-batas normal.Glikosilasi hemoglobin mengurangi kecepatan disosiasi oksigendari hemoglobin sehingga faktor ini sebagai sumber darihipoksia jaringan mungkin ikut berperan dalam terjadinyapenyulit berupa retinopati, neuropati, nefropati dan kelainanmakro dan mikroangiopati.6-9

Pada kehamilan dengan diabetes diduga bahwa peningkatankadar HbAl pada sekitar awal kehamilan merupakan petunjukmeningkatnya risiko timbulnya kelainan janin dan peningkatanHbAl pada akhir kehamilan berhubungan dengan peningkatanberat badan bayi pada saat lahir.8

Untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kadar HbA I denganbaik selain perlu memisahkan dahulu bentuk labilnya, makaperlu juga memperhatikan keadaan-keadaan yang akan mempe-ngaruhi kadarnya yaitu hemoglobinopati, keadaan yang disertaidengan peningkatan retikulosit/eritrosit muda (perdarahan,hemolisa), splenektomi dan kegagalan ginjal.6-9

Pengaruh obat-obatan terhadap HbAl sampai sekarang be-lum diketahui/belum ada laporan. Mengenai penggunaan tes inisecara rutin dan berapa seringnya harus dilakukan masih belumada persetujuan umum. Di beberapa Idinik tes ini dikerjakan tiapminggu pada kehamilan dengan diabetes, tiap 2—4 minggu atautiap 1—3 bulan tergantung jenis dan keadaan kontrol diabetesdari penderita yang berobat jalan.7,8

Daftar Kepustakaan dapat diminta pada penulis/redaksi

24 Cermin Dania Kedokteran No. 30

Page 26: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium pada Diabetes Mellitusdr. Simon Kusnandar.

Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

Pendapat bahwa diabetes mellitus (DM) merupakan satupenyakit akhir-akhir ini mulai ditinggalkan. Para akhii cende-rung berpendapat DM merupakan keadaan hiperglikemiakronik. Hiperglikemia kronik ini mungkin saja disebabkan olehfaktor genetik dan lingkungan.

Honnon insulin yang disintesa dan disekresi oleh sel B pu-lau Langerhans di pankreas adalah pengatur utama kadar guladarah. Hiperglikemi dapat terjadi kalau terdapat kekuranganinsulin atau kelebihan faktor-faktor yang melawan kerja insulin.Ketidakseimbangan ini selain mengakibatkan gangguanmetabolisme karbohidrat, juga mengganggu metabolismeprotein dan lemak dengan akibat-akibatnya, sepertiketoasidosis, kelainan-kelainan kapiler (ginjal dan retina),gangguan saraf tepi dan proses aterosklerosis yang berlebihan.

Klasifikasi yang dianjurkan oleh WHO adalah klasifikasiyang disusun oleh "Diabetes Data Group of the NationalInstitutes of Health, USA" yang disederhanakan (Tabel 1).

Tujuan pemeriksaan laboratorium pada DM adalah : mene-tapkan diagnosa, mengikuti perjalanan penyakit, kontrol terapidan deteksi dini adanya kelainan akibat DM.

• Pemeriksaan kadar gula darah.Cara yang dianjurkan adalah cara enzimatik, dan yang banyakdigunakan dalam laboratorium adalah cara glukosa oksidase.Cara lain adalah cara o-toluidine. Kedua cara ini dianggapmemberi hasil yang mendekati kadar glukosa sesungguhnya.Cara-cara seperti Somogyi-Nelson, ferricyanida dan neoc roinedapat pula memberi hasil yang setara dengan cara-cara enzima-tik jika diterapkan pada autoanalyser atau alat sejenis.

Bahan yang diperiksa dapat berupa darah lengkap atauplasma, jika pemeriksaan dilakukan secara enzimatik untukmendapatkan darah lengkap tidak boleh digunakan NaF se-bagai antikoagulan. Nilai-nilai yang diperoleh dengan menggu-nakan darah lengkap ± 15% lebih rendah daripada plasmakecuali pada anemia. Harus pula diperhatikan asal pengambi-

lan bahan. Darah kepiler memberi nilai yang 7% lebih tinggidari darah vena pada keadaan puasa, sedangkan 2 jam ppperbedaan ini mencapai ± 8%. Pemeriksaan menggunakan tesstrip (glucose oxidase) boleh digunakan untuk bed side test,tetapi pemakai strip harus hati-hati akan kemungkinan hasilyang kurang tepat karena penyimpanan strip yang kurang baik.Cara ini umumnya dinilai secara semikuantitatif, tetapi dapatpula dinilai dengan menggunakan alat pengukur yang khusus.

Tabel 1. Classification of diabetes mellitus and other categories of glu-cose intolerance

A. CLINICAL CLASSESDiabetes mellitus

Insulin—dependent type-type 1Non-insulin-dependent type-type 2(a) non-obese(b) obeseOther types including diabetes mellitus associated with certainconditions and syndromes : (1) pancreatic disease, (2) disease ofhormonal etiology, (3) drug or chemical-induced conditions, (4)insulin receptor abnormalities, (5) certain genetic sydromes (6)miscellaneous.

Impaired glucose tolerance(a) non-obese(b) obese(c) impaired glucose tolerance associated with certain conditions

and syndromes.Gestational diabetes

B. STATISTICAL RISK CLASSES (subjects with normal glucosetolerance but substantially increased risk of developing diabetes)Previous abnormality of glucose tolerancePotential abnormality of glucose tolerance

• Tes toleransi glukosa (TTG).Untuk percobaan ini umumnya tidak diperlukan persiapankhusus, kecuali jika penderita sedang menjalani diet rendahkarbohidrat yang sangat ketat. Pada mereka yang menjalanidiet 125 g karbohidrat atau kurang, dianjurkan agar 3 hari

25 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 27: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

sebelum percobaan dilakukan, menggunakan paling kurang 150g karbohidrat. Percobaan dimulai setelah puasa selama 10—14jam dengan pengambilan darah puasa, setelah itu penderitadiberi 75 g glukosa dalam 250—350 ml air untuk diminumdalam 5—15 menit. Jumlah glukosa yang diberikan pada bebe-rapa laboratorium 50 g, ada pula yang memberi 100 g. Perbe-daan ini memberi selisih hasil kira-kira 0.15 g/l pada nilai guladarah pp. 2 jam. dibandingkan dengan pemberian gula 75 g.Dua jam setelah pemberian glukosa, dilakukan pengambilansample pp. Ada pula lab oratorium yang menguji kadar gula 1jam pp disamping 2 jam pp. Harus diperhatikan bahwa selamapercobaan dilangsungkan penderita tidak boleh merokok danbahwa obat-obat serta faktor-faktor lain dapat mem-pengaruhi hasil TTG.

• Pemeriksaan gula urin.Pada penderita insulin-dependent diabetes mellitus, urin dipe-riksa tiap kali sebelum makan dan sebelum tidur untuk mem-bantu kontrol penggunaan insulin. Penderita dengan kadar gulayang stabil cukup melakukannya 2 hari dalam satu minggu,sedangkan pada hari hari lainnya diperiksa urin puasa.Pemeriksaan urin pagi dan malam sudah cukup untuk penderitanon-insulin dependent diabetes mellitus, bahkan jika terkontrolcukup diperiksa sekali sehari. Penggunaan tes strip sangatmembantu penderita untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di rumah.

• Penetapan bends keton urin.Pada umumnya cara-cara yang dipakai tidak menguji adanya 3-hidroksi butirat. Pemeriksaan terhadap benda keton diperlukansecara berkala pada penderita yang unstable. Selain itu jugadiperlukan pada penderita IDDM yang sedang menderitapenyakit lain dan pada glukosuria persisten dengan kadar gulaurin lebih dari 2% (+++ ).

• Penetapan albumin urinPenetapan ini dilakukan sekali atau dua kali setahun, cukupdengan menggunakan strip atau memasak urin hingga mendidih,jika tidak dapat diperiksa dengan cara sulfosalisil.

• Pemeriksaan-pemeriksaan lain : Glycosylated hemoglo-bin.

Kontrol DM secara keseluruhan dapat dinilai dari penetapankadar glycosylated hemoglobin (HbA1 c) yang dalam keadaannormal jumlahnya tidak lebih dari 7% dari Hb total. Padapenderita DM yang kurang terkontrol jumlahnya akan melipat 2-3 kali.

Kadar insulin Penetapan kadar insulin dapat mendeteksi adanya resistensiterhadap insulin pada penderita. Pada penderita-penderita

ini didapat hiperglikemia walaupun kadar insulin darah tinggi.

Kadar C-peptideUntuk menentukan jumlah insulin endogen dapat dilakukanpenetapan kadar C-peptide. Penetapan kadar C-peptide mengujifaal sel-sel B pulau Langerhans. Pada keadaan normal kadar C-peptide darah puasa adalah 0.9-3.9 ng/ml. Setelah pemberianglukosa (75 g) kadarnya akan meningkat 5-6 kali. Pada kega-galan sel B pulau Langerhans kadar C-peptide rendah atau tidakada.

Kriteria diagnostik DM.

Kriteria diagnostik yang dianjurkan WHO (Tabel 2) sangatmirip dengan kriteria yang diajukan oleh "Diabetes Epidemi-ology Study Group of the European Association for the Studyof Diabetes" dan "National Institutes of Health Diabetes DataGroup, USA". Secara umum diagnosa tidak dapat ditegakkandengan hanya satu hasil kadar gula darah yang abnormal.Langkah-langkah penentuan kriteria diagnostik adalah sebagaiberikut :1. Jika ada gejala klinik DM, tetapkan kadar gula darah sewaktu

atau puasa. Pada orang dewasa kadar gula plasma vena sewaktu 11 mmol/1 (2.0 g/1) atau kadar gula plasma puasa 8 mmol/1 (1.4 g/1) memastikan diagnosa, Kadar sewaktu yang 8mmol/l (1.4 g/1) dan kadar puasa 6 mmol/1 (1.0 g/1) meniadakan diagnosa.

2. Jika hasil meragukan, tetapkan kadar gula darah 2 jam setelah pemberian glukosa (setelah penderita puasa semalam) Jika kadarnya dalam plasma 11 mmol/l (0.2g/1), diagnosa dapat dipastikan. Nilai sebesar 8 mmol/l (1.4 g/l) diang-

Tabel 2. Nilai-nilai TTG oral dalam tabel ini didapat pada keadaan standar (75 g) glukosa/250-350 air untuk orangdewasa dan 1.75 g/Kg berat badan dengan maksimum 75 g glukesa untuk anak-anak, dengan cara enzimatik.

Kadar glukosa

Darah vena Darah kapiler Plasma vena

Diabetes mellitusPuasa 7.0 mmol/1 7.0 mmol/1 8.0 mmol/1

( 1. 2 g/1) (1. 2 g/1) (1.4 g/l )dan/atau2 jam setelah glukosa 10.0 mmol/1 11.0 mmol/1 11.0 mmol/1

( 1 . 8 e l ) (2.Og/1) (2.Og/1)

Gangguan toleransi glukosaPuasa 7.0 mmol/1 7.0 mmol/1 8.0 mmol/1

(1.2g/1) (1.2g/1) ( 1 . 4 e l )dan2 jam setelah glukosa 7.0 — 10.0 mmol/1 8.0 — 11.0 mmol/1 8.0 — 11.0 mmol/1

( 1 . 2 — 1 . 8 e l ) (1 .4—2.Og/ l ) (1.4—2.Og/1)

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 28: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

KEPUSTAKAAN 6.

1. Howanitz PJ, Howanitz JH. Carbohidrates in Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods Ed. Henry JB vol I, 7.

16thed. Philadelphia. WB Saunders 1979; pp 153-188.

gap normal dan antara 8-11 mmol/l (1.4-2.0 g/1) digolong-kan sebagai : toleransi glukosa terganggu.

3. Jika tidak ada gejala DM diperlukan paling sedikit 2 nilaikadar gula darah yang abnormal untuk dapat menetapkandiagnosa klinik. Misalnya kadar gula 1 jam setelah glukosa 11mmol/ 1 (2.0 g/l) bersama kadar gula 2 jam setelah glukosayang meningkat.Kriteria diatas dapat pula diterapkan pada wanita hamil.

2. Kryston LJ. Endocrine Disorders Focus on Clinical Diagnosis.2nded.Singapore : Toppan Co Pte. Ltd., 1981; pp. 258-293.

3. Thomas L, Plischke W, Storz G. Evaluation of a quantitative solid phase reagent system for determination of blood analytes. AnnClin Biochem 1982; 18 : pp 214-223.

4. Varley H, Gowenlock AH, Bell M. Practical Clinical Biochemistryvol I, 5th ed. London: William Heinemann Medical Books Ltd, pp.385-405.

5. Whitby LG, Percy-Robb 1W, Smith AF. Lecture Notes on ClinicalChemistry 2nded. Oxford: Blackwell Scientific Publ, 1980; pp 210-235.

WHO Expert Comittee on Diabetes Mellitus, Second report. Geneva: WHO technical report series, 1980; 346. Zipp A. Development of Dry Reagent Chemistry for The Clinical Laboratory.J Autom Chem 1981; 3 : pp 71-74.

Konggres Nasional PertamaIkatan Rematologi Indonesia

Tanggal : 28 — 30 Juli 1983

Tema : Memantapkan peran serta Rematologi dalam mensukseskan pembangunan dan sistem Kesehatan Nasional.

Tujuan : Memperkenalkan dan meningkatkan bidang pengetahuan Rematologi dokter-dokter anggota IRI, dokterPuskesmas, dan dokter yangberminat pada Rematologi.Kongres / Seminar, Simposium,Kuliah Tamu, dan pameran obat-obat anti rematik dan alat-alatrehabilitasi penyakit rematik.Hotel Patra JasaSemarang.

Sekretariat : Bagian URM / RS dr. Kariadi, Jln. Dr Sutomo no 16, Semarang.

Biaya pendaftaran : Dokter Rp. 30.000,Tenaga Kesehatan / Para Medis,Mahasiswa Rp. 20.000,Penyerta ( Istri / Anak ) Rp. 20.000,

Topik :

Tempat :

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 27

Page 29: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Penilaian Hasil PemeriksaanHematologi Rutin

dr. R. Dharma, dr S. Immanuel, dr R. Wirawan.Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM,Jakarta.

Kadar hemoglobin.

Terdapat bermacam-macam cara untuk menetapkan kadarhemoglobin tetapi yang sering dikerjakan di laboratorium adalahyang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli danfotoelektrik cara sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida.

Cara Sahli kurang baik, karena tidak semua macam hemo-globin diubah menjadi hematin asam misalnya karboksihe-moglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin . Selain itu alatuntuk pemeriksaan hemoglobin cara Sahli tidak dapatdistandarkan, sehingga ketelitian yang dapat dicapai hanya ±10%.1. Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkanantuk penetapan kadar hemoglobin di laboratorium karenalarutan standar sianmethemoglobin sifatnya stabil, mudahdiperoleh dan pada cara ini hampir semua hemoglobin terukurkecuali sulfhemoglobin. Pada cara ini ketelitian yang dapatdicapai ± 2%.2. Berhubung ketelitian masing-masing cara ber-beda, untuk penilaian basil sebaiknya diketahui cara mana yangdipakai.

Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung dari umur danjenis kelamin.30 Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebihtinggi dari pada orang 'dewasa yaitu berkisar antara 13,6 — 19,6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 — 12,5 g/dl. Setelahitu secara bertahap kadar hemoglobin naik dan pada pubertaskadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar antara11,5 — 14,8 g/dl. Pada pria dewasa kadar hemoglobin berkisarantara 13 — 16 g/dl sedangkan pada wanita dewasa antara 12— 14 d/dl.1 . Pada wanita hamil terjadi hemodilusi sehinggauntuk batas terendah nilai rujukan ditentukan 10 g/dl.3.

Pada keadaan fisiologik kadar hemoglobin dapat bervariasi.3

Kadar hemoglobin meningkat bila orang tinggal di tempat yangtinggi dari permukaan laut. Pada ketinggian 2 km daripermukaan laut, kadar hemoglobin kira-kira 1 g/dl lebih tinggi

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

dari pada kalau tinggal pada tempat setinggi permukaan laut.Tetapi peningkatan kadar hemoglobin ini tergantung darilamanya anoksia, juga tergantung dari respons individu yangberbeda-beda. Kerja fisik yang berat juga dapat menaikkankadar hemoglobin, mungkin hal ini disebabkan masuknyasejumlah eritrosit yang tersimpan didalam kapiler-kapiler keperedaran darah atau karena hilangnya plasma. Perubahansikap tubuh dapat menimbulkan perubahan kadar hemoglobinyang bersifat sementara. Pada sikap berdiri kadar hemoglobinlebih tinggi dari pada berbaring. Variasi diurnal juga telahdilaporkan oleh beberapa peneliti, kadar hemoglobin tertinggipada pagi hari dan terendah pada sore hari.

Kadar hemoglobin yang kurang dari nilai rujukan merupa-kan salah satu tanda dari anemia. Menurut morfologi eritrositdidalam sediaan apus, anemia dapat digolongkan atas 3 go-longan yaitu anemia mikrositik hipokrom, anemia makrositikdan anemia normositik normokrom 5 Setelah diketahui adaanemia kemudian ditentukan golongannya berdasarkan morfo-logi eritrosit rata-rata. Untuk mencari penyebab suatu anemiadiperlukan pemeriksaan-pemeriksaan lebih lanjut.

Bila kadar hemoglobin lebih tinggi dari nilai rujukan, makakeadaan ini disebut polisitemia. Polisitemia ada 3 macam yaitupolisitemia vera, suatu penyakit yang tidak diketahui penye-babnya; polisitemia sekunder, suatu keadaan yang terjadi seba-gai akibat berkurangnya saturasi oksigen misalnya pada kelain-an jantung bawaan, penyakit paru dan lain-lain, atau karenapeningkatan kadar eritropoietin misal pada tumor hati danginjal yang menghasilkan eritropoietin berlebihan; dan po-lisitemia relatif, suatu keadaan yang terjadi sebagai akibatkehilangan plasmanya misal pada luka bakar. 5

Laju endap darah.

Proses pengendapan darah terjadi dalam 3 tahap yaitu tahappembentukan rouleaux, tahap pengendapan dan tahap pema-datan.

Page 30: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Di laboratorium cara untuk memeriksa laju endap darah yangsering dipakai adalah cara Wintrobe dan cara Weetergren. Padacara Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0 — 20 mm/jam danuntuk pria 0 — 10 mm/jam, sedang pada cara Westergren nilairujukan untuk wanita 0 — 15 mm/jam dan untuk pria 0 — 10mm/jam.'

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju endap darahadalah faktor eritrosit, faktor plasma dan faktor teknik. Jumlaheritrosit/ul darah yang kurang dari normal, ukuran eritrosit yanglebih besar dari normal dan eritrosit yang mudah beraglutinasiakan menyebabkan laju endap darah cepat. Walau pundemikian, tidak semua anemia disertai laju endap darah yangcepat. Pada anemia sel sabit, akantositosis, sferositosis sertapoikilositosis berat, laju endap darah tidak cepat, karena padakeadaan-keadaan ini pembentukan rouleaux sukar terjadi.4 Padapolisitemia dimana jumlah eritrosit/µl darah meningkat, lajuendap darah normal.6

Pembentukan rouleaux tergantung dari komposisi proteinplasma. Peningkatan kadar fibrinogen dan globulin memper-mudah pembentukan roleaux sehingga laju endap darah cepatsedangkan kadar albumin yang tinggi menyebabkan laju endapdarah lambat.6,7 Laju endap darah terutama mencerminkanperubahan protein plasma yang terjadi pada infeksi akut maupunkronik, proses degenerasi dan penyakit limfoproliferatif.Peningkatan laju endap darah merupakan respons yang tidakspesifik terhadap kerusakan jaringan dan merupakan petunjukadanya penyakit.6

Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapatdipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis,demam rematik, artritis dan nefritis. Laju endap darah yangcepat menunjukkan suatau lesi yang aktif, peningkatan lajuendap darah dibandingkan sebelumnya menunjukkan prosesyang meluas, sedangkan laju endap darah yang menurundibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan7

Selain pada keadaan patologik, laju endap darah yang cepatjuga dapat dijumpai pada keadaan-keadaan fisiologik sepertipada waktu haid, kehamilan setelah bulan ketiga dan pada orangtua.6,7

Dan akhirnya yang perlu diperhatikan adalah faktor teknikyang dapat menyebabkan kesalahan dalam pemeriksaan lajuendap darah. Selama pemeriksaan tabung atau pipet harus tegaklurus; miring 30 dapat menimbulkan kesalahan 30%. Tabungatau pipet tidak boleh digoyang atau bergetar, karena ini akanmempercepat pengendapan. Suhu optimum selama pemeriksaanadalah 20°C, suhu yang tinggi akan mempercepat pengendapandan sebaliknya suhu yang rendah akan memperlambat. Biladarah yang diperiksa sudah membeku sebagian hasilpemeriksaan laju endap darah akan lebih lambat karenasebagian fibrinogen sudah terpakai dalam pembekuan. Pemerik-saan laju endap darah harus dikerjakan dalam waktu 2 jamsetelah pengambilan darah, karena darah yang dibiarkan terlalulama akan berbentuk sferik sehingga sukar membentukrouleaux dan hasil pemeriksaan laju endap darah menjadi lebihlambat.6,7

Hitung leukosit.

Terdapat dua cara untuk menghitung leukosit dalam darah

tepi. Yang pertama adalah cara manual dengan memakaipipet leukosit, kamar hitung dan mikroskop. Cara keduaadalah cara semi automatik dengan memakai alat elektronik.Cara kedua ini lebih unggul dari cara pertama karenatekniknya lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih singkatdan kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2%, sedang pada carapertama kesalahannya sampai ± 10%.2 Keburukan cara keduaadalah harga alat mahal dan sulit untuk memperoleh reagenkarena belum banyak laboratorium di Indonsia yang memakaialat ini.

Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangandari keadaan basal dan lain-lain .4 Pada bayi baru lahirjumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000—30.000/µl. Jumlahleukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000 —38.000 /µl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahapdan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500— 11.000/µl. Pada keadaan basal jumlah leukosit pada orangdewasa berkisar antara 5000 — 10.0004/µ1.' Jumlah leukositmeningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapijarang lebih dari 11.000/µl4

Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaantersebut disebut leukositosis. Leukositosis dapat terjadi secarafisiologik maupun patologik. Leukositosis yang fisiologikdijumpai pada kerja fisik yang berat, gangguan emosi, kejang,takhikardi paroksismal, partus dan haid.4

Leukositosis yang terjadi sebagai akibat peningkatan yangseimbang dari masing-masing jenis sel, disebut balanced leoko-cytosis. Keadaan ini jarang terjadi dan dapat dijumpai padahemokonsentrasi. Yang lebih sering dijumpai adalah leukosi-tosis yang disebabkan peningkatan dari salah satu jenis leuko-sit sehingga timbul istilah neutrophilic leukocytosis ataunetrofilia, lymphocytic leukocytosis atau limfositosis, eosino-filia dan basofilia. Leukositosis yang patologik selalu diikutioleh peningkatan absolut dari salah satu atau lebih jenis leu-kosit.4

Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit kurangdari 5000/0 darah. Karena pada hitung jenis leukosit, netrofiladalah sel yang paling tinggi persentasinya hampir selaluleukopenia disebabkan oleh netropenia.8

Hitung jenis leukosit.

Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif darimasing-masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah absolutdari masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%) dikalikanjumlah leukosit total (sel/µl).

Hitung jenis leukosit berbeda tergantung umur. Pada anaklimfosit lebih banyak dari netrofil segmen, sedang pada orangdewasa kebalikannya. Hitung jenis leukosit juga bervariasi darisatu sediaan apus ke sediaan lain, dari satu lapangan kelapangan lain. Kesalahan karena distribusi ini dapat mencapai15%.4

Bila pada hitung jenis leukosit, didapatkan eritrosit berintilebih dari 10 per 100 leukosit, maka jumlah leukosit/µl perludikoreksi.Netrofilia.

Netrofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 29

Page 31: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

lebih dari 7000/µl dalam darah tepi. Penyebab biasanya adalahinfeksi bakteri, keracunan bahan kimia dan logam berat,gangguan metabolik seperti uremia, nekrosia jaringan, kehi-langan darah dan kelainan mieloproliferatif. 4,8 Banyak faktor

yang mempengaruhi respons netrofil terhadap infeksi, sepertipenyebab infeksi, virulensi kuman, respons penderita, luasperadangan dan pengobatan. Infeksi oleh bakteri sepertiStreptococcus hemolyticus dan Diplococcus pneumoninemenyebabkan netrofilia yang berat, sedangkan infeksi olehSalmonella typhosa dan Mycobacterium tuberculosis tidakmenimbulkan netrofilia. Pada anak-anak netrofilia biasanyalebih tinggi dari pada orang dewasa. Pada penderita yang lemah,respons terhadap infeksi kurang sehingga sering tidak disertainetrofilia. Derajat netrofilia sebanding dengan luasnya jaringanyang meradang karena jaringan nekrotik akan melepaskanleukocyte promoting substance sehingga abses yang luas akanmenimbulkan netrofilia lebih berat daripada bakteremia yangringan. Pemberian adrenocorticotrophic hormone (ACTH) padaorang normal akan menimbulkan netrofilia tetapi pada penderitainfeksi berat tidak dijumpai netrofilia6

Rangsangan yang menimbulkan netrofilia dapat mengaki-batkan dilepasnya granulosit muda keperedaran darah dankeadaan ini disebut pergeseran ke kiri atau shift to the left.4

Pada infeksi ringan atau respons penderita yang baik, hanyadijumpai netrofilia ringan dengan sedikit sekali pergeseran kekiri. Sedang pada infeksi berat dijumpai netrofilia berat danbanyak ditemukan sel muda. Infeksi tanpa netrofilia ataudengan netrofilia ringan disertai banyak sel muda menunjukkaninfeksi yang tidak teratasi atau respons penderita yang kurang.8

Pada infeksi berat dan keadaan toksik dapat dijumpai tandadegenerasi, yang sering dijumpai pada netrofil adalah granulayang lebih kasar dan gelap yang disebut granulasi toksik.Disamping itu dapat dijumpai inti piknotik dan vakuolisasi baikpada inti maupun sitoplasma4

Eosinofilia.

Eosinofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah eosinofillebih dari 300/µl darah. Eosinofilia terutama dijumpai padakeadaan alergi. Histamin yang dilepaskan pada reaksi antigen-antibodi merupakan substansi khemotaksis yang menarikeosinofil. Penyebab lain dari eosinofilia adalah penyakit kulitkronik, infeksi dan infestasi parasit, kelainan hemopoiesisseperti polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik.4

Basofilia.Basofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah basofil lebih

dari 100/µl darah. Basofilia sering dijumpai pada polisitemiavera dan leukemia granulositik kronik. Pada penyakit alergiseperti eritroderma, urtikaria pigmentosa dan kolitis ulserativajuga dapat dijumpai basofilia. Pada reaksi antigen-antibodibasofil akan melepaskan histamin dari granulanya.8

Limfositosis.

Limfositosis adalah suatu keadaan dimana terjadi pening-katan jumlah limfosit lebih dari 8000/µl pada bayi dan anak-anak serta lebih dari 4000/µl darah pada dewasa. Limfositosis

dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti morbili, mononu-kleosis infeksiosa; infeksi kronik seperti tuberkulosis, sifilis, per-tusis dan oleh kelainan limfoproliferatif seperti leukemialimfositik kronik dan makroglobulinemia primer.4

Monositosis.Monositosis adalah suatu keadaan dimana jumlah monosit

lebih dari 750/µl pada anak dan lebih dari 800/µl darah padaorang dewasa. Monositosis dijumpai pada penyakit mielopro-liferatif seperti leukemia monositik akut dan leukemia mielo-monositik akut; penyakit kollagen seperti lupus eritematosussistemik dan reumatoid artritis; serta pada beberapa penyakitinfeksi baik oleh bakteri, virus, protozoa maupun jamur.8

Perbandingan . antara monosit : limfosit mempunyai artiprognostik pada tuberkulosis. Pada keadaan normal dantuberkulosis inaktif, perbandingan antara jumlah monositdengan limfosit lebih kecil atau sama dengan 1 /3, tetapi pada tu-berkulosis aktif dan menyebar, perbandingan tersebut lebihbesar dari 1/3.7

Netropenia.Netropenia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil

kurang dari 2500/µl darah. Penyebab netropenia dapat dike-lompokkan atas 3 golongan yaitu meningkatnya pemindahannetrofil dari peredaran darah, gangguan pembentukan netrofildan yang terakhir yang tidak diketahui penyebabnya.8 Termasukdalam golongan pertama misalnya umur netrofil yang memendekkarena drug induced. . Beberapa obat seperti aminopirin bekerjasebagai hapten dan merangsang pembentukan antibodi terhadapleukosit. Gangguan pembentukan dapat terjadi akibat radiasi atauobat-obatan seperti kloramfenicol, obat anti tiroid dan fenotiasin;desakan dalam sum-sum tulang oleh tumor. Netropenia yangtidak diketahui sebabnya misal pada infeksi seperti tifoidi infeksivirus, protozoa dan rickettisa; cyclic neutropenia, dan chronicidiopathic neutropenia. 8

Limfopenia.

Pada orang dewasa limfopenia terjadi bila jumlah limfositkurang dari 1000/µl dan pada anak-anak kurang dari 3000/µldarah.

Penyebab limfopenia adalah produksi limfosit yang menurunseperti pada penyakit Hodgkin, sarkoidosis; penghancuranyang meningkat yang dapat disebabkan oleh radiasi, korti-kosteroid dan obat-obat sitotoksis; dan kehilangan yang me-ningkat seperti pada thoracic duct drainage dan protein losingenteropathy.8

Eosinopenia dan lain-lain.

Eosinopenia terjadi bila jumlah eosinofil kurang dari 50/µldarah. Hal ini dapat dijumpai pada keadaan stress seperti syok,luka bakar, perdarahan dan infeksi berat; juga dapat terjadipada hiperfungsi koreks adrenal dan pengobatan dengankortikosteroid.7

Pemberian epinefrin akan menyebabkan penurunan jumlaheosinofil dan basofil, sedang jumlah monosit akan menurun

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 32: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

pada infeksi akut. Walaupun demikian, jumlah basofil, eosino-fil dan monosit yang kurang dari normal kurang bermakna da-lam klinik. Pada hitung jenis leukosit pada pada orang normal,sering tidak dijumlah basofil maupun eosinofil.

KEPUSTAKAAN

1. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik, Penerbit DianRakyat, cetakan keempat, Jakarta, 1978; hal 11.

2. Evatt BL, Lewis SM, Loshe F, Mac Arthur JR. Anemia Diagnostic Hematology, US Department of Health and Human Services Atlanta Ceneva : Public Health Service Centers for Disease Control and World Health Organization, 1982; p 63.

3 Dacie JV, Lewis SM . Practical Hematology 4th Ed., Belfast : Chur-chil Livingstone 1974; p 13.

4. Miale JB. Laboratory Medicina Hematology. 4th .Ed. St. Louis; TheC.V. Mosby Companya, 1972; p 759.

5. Wintrobe MM: Clinical Hematology, 7th Ed. Tokyo, Igaku Shoin,1974.

6. Brown BA. Hematology, Principles and Procedures, 1st ed. Phila-delphia: Lea & Febriger, 1973; p 93

7. Miller SE, Weller JM.A Textbook of Clinical Pathology. 8th Ed.Baltimore. Tokyo : The William Wilkins Co, Igaku Shoin Ltd, 1971;p 120

8. Linman JM. Hematology Physiologic, Pathophysiologic and ClinicalPrinciples, 1st . Ed., New York: MacMillan Publishing Co, 1975;p495.

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 31

Page 33: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Penilaian Hasil Pemeriksaan Tinja

dr. S.Immanuel, dr. R. Dharma , dr. R WirawanBagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

PENDAHULUAN.

Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dansisa makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus,bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, gas indol, skatol dansterkobilinogen. Pada keadaan patologik seperti diare didapat-kan peningkatan sisa makanan dalam tinja, karena makananmelewati saluran pencernaan dengan cepat dan tidak dapatdiabsorpsi 3ecara sempurna

Bahan pemeriksaan tinja sebaiknya berasal dari defekasispontan, jika pemeriksaan sangat diperlukan contoh tinja dapatdiambil dengan jari bersarung dari rektum. Untuk pemeriksaanrutin dipakai tinja sewaktu dan sebaiknya tinja iiiperiksa dalamkeadaan segar karena bila dibiarkan mungkin sekali unsur unsurdalam tinja menjadi rusak. Pemeriksaan tinja terdiri ataspemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia.

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIKPemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jum-

lah, warna, bau, darah, lendir dan parasit.1-4

Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100—250 gram per hari. Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makananbila banyak makan sayur jumlah tinja meningkat.2,3

Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan ber-bentuk. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair,sedangkan sebaliknya tinja yang keras atau skibala didapatkanpada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkantinja yang lunak dan bercampur gas.2,3

Warna tinja normal kuning coklat dan warna ini dapatberubah mejadi lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebihbanyak. Selain urobilin warna tinja dipengaruhi oleh berbagaijenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obatyang dimakan. Warna kuning dapat disebabkan karena susu,jagung, lemak dan obat santonin. Tinja yang berwarna hijaudapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung khlorofil ataupada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

porphyrin dalam mekonium.3,4 Kelabu mungkin disebabkankarena tidak ada urobilinogen dalam saluran pencernaan yangdidapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis.Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzimpankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makananmengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan jugasetelah pemberian garam barium setelah pemeriksaanradiologik. Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkanoleh perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula olehmakanan seperti bit atau tomat. Warna coklat mungkindisebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal saluranpencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihanseperti pada anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam dapatdisebabkan obat yang yang mengandung besi, arang ataubismuth dan mungkin juga oleh melena.1-4

Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normalpada tinja. Bau busuk didapatkan jika dalam usus terjadipembusukan protein yang tidak dicerna dan dirombak olehkuman. Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacamitu. Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh pera-gian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinjapada keadaan itu menjadi asam.2,3

Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luartinja atau bercampur baur dengan tinja. Pada perdarahanproksimal saluran pencernaan darah akan bercampur dengantinja dan warna menjadi hitam, ini disebut melena seperti padatukak lambung atau varices dalam oesophagus. Sedangkanpada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darahterdapat di bagian luar tinja yang berwarna merah muda yangdijumpai pada hemoroid atau karsinoma rektum.2,3,4

Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendirdalam tinja. Terdapatnya lendir yang banyak berarti adarangsangan atau radang pada dinding usus. Kalau lendir itu

Page 34: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

hanya didapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkinterletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baurdengan tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus. Padadisentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir sajatanpa tinja.2,3

Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan lain-lain yang mungkin didapatkan dalam tinja.

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK.Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa,

telur cacing, leukosit, eritosit, sel epitel, kristal dan sisa makan-an. Dari semua pemeriksaan ini yang terpenting adalah peme-riksaan terhadap protozoa dan telur cacing.

Protozoa biasanya didapati dalam bentuk kista, bila kon-sistensi tinja cair baru didapatkan bentuk trofozoit. Telurcacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides,Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris tri-chiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya.2,3

Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukositdalam seluruh sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosadan peradangan didapatkan peningkatan jumlah leukosit.2,3

Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendirpada penderita dengan alergi saluran pencemaan.3 Eritrosithanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.Sedangkan bila lokalisasi l eb ih proksimal eritrosit telah hancur.Adanya seritrosit dalam tinja selalu berarti abnorma1.20

Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epitelyaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitelyang berasal dari bagian proksimal jarang terlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyakkalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagiandistal.1-3

Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normalmungkin terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asamlemak. Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkansetelah memakan bayem atau strawberi, sedangkan kristal asamlemak didapatkan setelah banyak makan lemak. Sebagaikelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden

Tinja LUGOL Butir-butir amilum

dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat padaulkus saluran pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis.Pada perdarahan saluran pencernaan mungkin didapatkankristal hematoidin.2,3

Sisa makanan hampir selalu dapat ditemukan juga padakeadaan normal, tetapi dalam keadaan tertentu jumlahnyameningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan abnormal.Sisa makanan sebagian berasal dari makanan daun-daunan dansebagian lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastisdan lain-lain. Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinjadicampur dengan larutan lugol untuk menunjukkan adanyaamilum yang tidak sempurna dicerna. Larutan jenuh Sudan IIIatau IV dipakai untuk menunjukkan adanya lemak netral sepertipada steatorrhoe.2 Sisa makanan ini akan meningkat jumlahnyapada sindroma malabsorpsi.

Tinja Eosin Serat otot

PEMERIKSAAN KIMIA TINJA.

Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaanterhadap darah samar. Tes terhadap darah samar untukmengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinya-takan secara makroskopik atau mikroskopik.2,3,4 Adanya darahdalam tinja selalau abnormal. Pemeriksaan darah samar dalamtinja dapat dilakukan dengan menggunakan tablet reagens.Prinsip pemeriksaan ini hemoglobin yang bersifat sebagaiperoksidase akan menceraikan hidrogen peroksida menjadi airdan 0 nascens (On). On akan mengoksidasi zat warna tertentuyang menimbulkan perubahan warna 4,5 Tablet Reagens banyakdipengaruhi beberapa faktor terutama pengaruh makanan yangmempunyai aktifitas sebagai peroksidase sering menimbulkanreaksi positif palsu seperti daging, ikan sarden dan lain lain.Menurut kepustakaan, pisang dan preparat besi seperti ferrofumarat dan ferro carbonat dapat menimbulkan reaksi positifpalsu dengan tablet reagens. Maka dianjurkan untukmenghindari makanan tersebut diatas selama 3—4 hari sebelumdilakukan pemeriksaan darah samar4,5

Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal,karena bilirubin dalam usus akan berubah menjadi urobilinogendan kemudian oleh udara akan teroksidasi men-

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 33

Page 35: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

jadi urobilin. Reaksi mungkin menjadi positif pada diare danpada keadaan yang menghalangi perubahan bilirubin menjadiurobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang denganantibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnakan florausus yang menyelenggarakan perubahan tadi.1,2,3

Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akanberkurang pada ikterus obstruktif, jika obstruktif total hasil tesmenjadi negatif, tinja berwarna kelabu disebut akholik.Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikanbasil yang leblh baik jika dibandingkan terhadap tes urobilin,karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak jumlahurobilinogen yang diekskresilkan per 24 jam sehingga bermaknadalam keadaan seperti anemia hemolitik dan ikterus obstruktif.2Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat

rumit dan sulit, karena itu jarang dilakukan di laboratorium.Bila masih diinginkan penilaian ekskresi urobilin dapat dila-kukan dengan melakukan pemeriksaan urobilin urin.

KEPUSTAKAAN

1. Bauer JD, Ackerman PG, Toro G. Clinical Laboratory Methods, 8th

ed, Saint Louis : The CV Mosby Company. p. 538.2. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klimlc, cetakan ke—4

Penerbit Dian Rakyat 1970; p 152.3. Hepler OE, Manual of Clinical Laboratory Methods, 4thed. Sprinfield

Illinois USA: Charles C Thomas Publisher 1956; p 124.4. Hyde TA, Mellor LD, Raphael SS. Gastrointestinal tract in Medical

Laboratory Technology. 3thed, Raphael SS, Lynch, MJG (eds),Philadelphia: WB Saunders Company, 1976: p. 209.

5. Hematest, Leaflet ; Ames Company, Division Miles Laboratory.

Kalender Kegiatan IlmiahPERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE II POGI

Tanggal : 29 - 30 Juli 1983Tema : Memantapkan peran Obstetri dalam me-

nunjang Sistim Kesehatan Nasional.

Batas waktu penyerahan Makalah dan Abstrak :

Judul, nama penults, alamat : 1 Mei 1983Abstrak : 1 Juni 1983Makalah : 1 Juili 1983

Tempat : Batu - MalangSekretariat : Bag Obstetri Ginekologi RS dr Saiful Anwar,

J1n. Jaksa Agung Suprapto 2, P.O. Box 17Malang Telp 22101 (0341) Pesw. 21

Biaya pendaftaran: — Dokter Ahli/Spesialis Rp.30.000,- — Dokter Umum/Asisten Ahli Rp.

15.000,- — Bidan (terbatas) Rp. 10.000,- — Selambat-lambatnya s/d I Juli 1983 — Lewat 1 Juli 1983 dikenakan

biaya tambahan Rp. 5.000,- — Pembatalan pendaftaran sebelum

15 Juli 1983 akan menerima kembali uang pendaftaran (sete- lah dikurangi beaya administrasi)

KONGRES NASIONAL ke III PERHIMPUNAN NEU-ROLOGI, PSIKIATRI DAN NEUROCHIRURGI

Tanggal : 30 Juli,- 2 Agustus 1983Topik : Acara Ilmiah : Makalah bebas, Simposium,

Panel Diskusi, Kuliah Tamu, Kursus Formal, Temu Ahli, Poster. Acara Organisasi dan Acara Sosial

Tempat : Garuda Plaza MedanSekretariat : Bag Psikiatri FK USU/RS dr Pimgadi, Jln.

Jati 41 P.O. Box 526 Medan

KONGRES & PERTEMUAN ILMIAHMIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGIKEDOKTERAN INDONESIA II

Tanggal : 19 - 20 September 1983Tema : Menggalang persatuan dan potensi serta

meningkatkan peranan Mikrobiologi danParasitologi Kedokteran dalam pencegah-an dan pemberantasan penyakit infeksi

Topik : Pertemuan 1]miah, dihadiri pula 30 ilmuanLuar Negeri

Tempat : SurabayaSekretariat : Bag Mikrobiologi dan Parasitologi FK

UNAIR, J1n. Dharmahusada 47 Sura-baya Telp 40061 Pesw 277

Cermin Dunia Kedokteran No. 3034

Page 36: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Penilaian Hasil Pemeriksaan Urindr. R. Wirawan, dr. S. Immanuel, dr. R. Dharma

Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

Sebelum menilai hasil analisa urin, perlu diketahui tentangproses pembentukan urin. Urin merupakan hasil metabolismetubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Dari 1200 ml darah yangmelalui glomeruli permenit akan terbentuk filtrat 120 ml permenit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi danekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk 1 ml urin permenit.1,2 Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaanurin selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannyajuga bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan dipelbagaiorgan tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteksadrenal, uterus dan lain-lain.

FAKTOR-FAKTOR YANG TURUT MEMPENGARUHISUSUNAN URIN

Untuk mendapatkan hasil analisa urin yang baik perludiperhatikan beberapa faktor antara lain persiapan penderita dancara pengambilan contoh urin.

Beberapa hal perlu diperhatikan dalam persiapan penderitauntuk analisa urin misalnya pada pemeriksaan glukosa urinsebaiknya penderita jangan makan zat reduktor seperti vitaminC, karena zat tersebut dapat memberikan hasil positif palsudengan cara reduksi dan hasil negatif palsu dengan caraenzimatik.1,3,6-11 Pada pemeriksaan urobilin, urobilinogen danbilirubin sebaiknya tidak diberikan obat yang memberi warnapada urin, seperti vitamin B2 (riboflavin), pyridium dan lainlain.1,4,7,9 Pada tes kehamilan dianjurkan agar mengurangiminum supaya urin menjadi lebih pekat.8

Susunan urin tidak banyak berbeda dari hari ke hari, tetapipada pihak lain mungkin banyak berbeda dari waktu ke waktusepanjang hari, karena itu penting untuk mengambil contoh urinmenurut tujuan pemeriksaan. Untuk pemeriksaan urin sepertipemeriksaan protein, glukosa dan sedimen dapat dipergunakanurin-sewaktu , ialah urin yang dikeluarkan pada waktu yangtidak ditentukan dengan khusus, kadang

kadang bila unsur sedimen tidak ditemukan karena urin-sewaktu terlalu encer, maka dianjurkan memakai urin pagi.Urin pagi ialah urin yang pertama kali dikeluarkan pada pagihari, urin ini baik untuk pemeriksaan berat jenis, proteinsedimen dan tes kehamilan.1,4,5,6,8,10 Pada penderita yang sedanghaid atau "leucorrhoe" untuk mencegah kontaminasi dianjurkanpengambilan contoh urin dengan cara clean voided specimenyaitu dengan melakukan kateterisasi, punksi suprapubik ataupengambilan urin midstream dimana urin yang pertama keluartidak ditampung, tapi urin yang keluar kemudian ditampungdan yang terakhir tidak turut ditampung'1,3,4,8

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK, MIKROSKOPIKDAN KIMIA URIN

Dikenal pemeriksaan urin rutin dan lengkap. Yang dimak-sud dengan pemeriksaan urin rutin adalah pemeriksaan ma-kroskopik, mikroskopik dan kimia urin yang meliputi pemerik-saan protein dan glukosa. Sedangkan yang dimaksud denganpemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan urin rutin yangdilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobi-linogen, darah samar dan nitrit.

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK.

Yang diperiksa adalah volume. warna, kejernihan, beratjenis, bau dan pH urin. Pengukuran volume urin berguna untukmenafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuanti-tatif suatu zat dalam urin, dan untuk menentukan kelainandalam keseimbangan cairan badan. Pengukuran volume urinyang dikerjakan bersama dengan berat jenis urin bermanfaatuntuk menentukan gangguan faal ginjal. Banyak sekali faktoryang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat badan,jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim danaktivitas orang yang bersangkutan. Rata-rata didaerah tropikvolume urin dalam 24 jam antara 800—1300 ml untuk orangdewasa. Bila didapatkan volume urin selama 24 jam

Cermin Dania Kedokteran No. 30 35

Page 37: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri inimungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairanyang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efekdiuretika. Selain itu poliuri dapat pula disebabkan olehperubahan patologik seperti diabetes mellitus, diabetes insipi-dus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila volume urinselama 24 jam 300—750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri.Keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah-muntah,deman edema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaandimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal inimungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Jumlah urinsiang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih banyakdari urin malam 12 jam. Bila perbandingan tersebut terbalikdisebut nokturia, seperti didapat pada diabetes mellitus.

Pemeriksaan terhadap warna urin mempunyai makna kare-na kadang-kadang dapat menunjukkan kelainan klinik. Warnaurin dinyatakan dengan tidak berwarna, kuning muda, kuning,kuning tua, kuning bercampur merah, merah, coklat, hijau, putihsusu dan sebagainya. Warna urin dipengaruhi oleh kepekatanurin, obat yang dimakan maupun makanan. Pada umumnyawarna ditentukan oleh kepekatan urin, makin banyak diuresamakin muda warna urin itu. Warna normal urin berkisar antarakuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapamacam zat warna seperti urochrom, urobilin dan porphyrin. Biladidapatkan perubahan warna mungkin disebabkan oleh zatwarna yang normal ada dalam jumlah besar, seperti urobilinmenyebabkan warna coklat. Disamping itu perludipertimbangkan kemungkinan adanya zat warna abnormal,seperti hemoglobin yang menyebabkan warna merah danbilirubin yang menyebabkan warna coklat. Warna urin yangdapat disebabkan oleh jenis makanan atau obat yang diberikankepada orang sakit seperti obat dirivat fenol yang memberikanwarna coklat kehitaman pada urin.l,3,4,6,8

Kejernihan dinyatakan dengan salah satu pendapat sepertijernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Biasanya urin segarpada orang normal jernih. Kekeruhan ringan disebutnubeculayangterdiri dari lendir, sel epitel dan leukosit yanglambat laun mengendap. Dapat pula disebabkan oleh urat amorf,fosfat amorf yang mengendap dan bakteri dari botol penampung.Urin yang telah keruh pada waktu dikeluarkan dapat disebabkanoleh chilus, bakteri, sedimen seperti epitel, leukosit dan eritrositdalam jumlah banyak.1,4,8

Pemeriksaan berat jenis urin bertalian dengan faal pemekat-an ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu denganmemakai falling drop, gravimetri, menggunakan pikno meter,refraktometer dan reagens pita'. Berat jenis urin sewaktu padaorang normal antara 1,003 — 1,030. Berat jenis urinherhubungan erat dengan diuresa, makin besar diuresa makinrendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urin makintinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faalpemekat ginjal. Urin sewaktu yang mempunyai berat jenis 1,020atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik.Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dandehidrasi. Sedangkan berat jenis urin kurang dari 1,009 dapatdisebabkan oleh intake cairan yang berlebih-

an, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun1,6,8

Untuk menilai bau urin dipakai urin segar, yang perludiperhatikan adalah bau yang abnormal. Bau urin normaldisebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yangberlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, pate,obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti padaketonuria. Bau amoniak disebabkan perombakan ureum olehbakteri dan biasanya terjadi pada urin yang dibiarkan tanpapengawet. Adanya urin yang berbau busuk dari semula dapatberasal dari perombakan protein dalam saluran kemihumpamanya pada karsinoma saluran kemih.3,4,6,8

Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbanganasam basa, kerena dapat memberi kesan tentang keadaan da-lam badan. pH urin normal berkisar antar 4,5 — 8,0.3,4,6,8

Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapatmemberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escheri-chia coli biasanya urin bereaksi asam, sedangkan pada infeksidengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadiatnoniak akan menyebabkan urin bersifat basa. Dalam pengo-batan batu karbonat atau kalsium fosfat urin dipertahankanasam, sedangkan untuk mencegah terbentuknya batu urat atauoksalat pH urin sebaiknya dipertahankan basa.

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK

Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitupemeriksaan sedimen urin. Ini panting untuk mengetahuiadanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta beratringannya penyakit. Urin yang dipakai ialah urin sewaktu yangsegar atau urin yang dikumpulkan dengan pengawet formalin.Pemeriksaan sedimen dilakukan dengan memakai lensaobjektif kecil (10X) yang dinamakan lapangan penglihatan.kecil atau LPK. Selain itu dipakai lensa objektif besar (40X)yang dinamakan lapangan penglihatan besar atau LPB. Jumlahunsur sedimen bermakna dilaporkan secara semi kuantitatif,yaitu jumlah rata-rata per LPK untuk silinder dan per LPBuntuk eritrosit dan leukosit. Unsur sedimen yang kurangbermakna seperti epitel atau kristal cukup dilaporkan dengan +(ada), ++ (banyak) dan +++ (banyak sekali). Lazimnya unsursedimen dibagi atas dua golongan yaitu unsur organik dan tak-organik. Unsur organik berasal dari sesuatu organ atau jaringanantara lain epitel, eritrosit, leukosit, silinder, potongan jaringan,sperma, bakteri, parasit dan yang tak organik tidak berasal darisesuatu organ atau jaringan .seperti urat amorf dan kristal 4

Eritrosit atau leukosit didalam sedimen urin mungkin ter-dapat dalam urin wanita yang haid atau berasal dari salurankernih. Dalam keadaan normal tidak dijumpai eritrosit dalamsedimen urin, sedangkan leukosit hanya terdapat 0 — 5/LPKdan pada wanita dapat pula karena kontaminasi dari genitalia.Adanya eritrosit dalam urin disebut hematuria. Hematuriadapat disebabkan oleh perdarahan dalam saluran kemih, sepertiinfark ginjal, nephrolithiasis, infeksi saluran kemih dan padapenyakit dengan diatesa hemoragik. Terdapatnya leukositdalam jumlah banyak di urin disebut piuria. Keadaan ini seringdijumpai pada infeksi saluran kemih atau kontaminasi dengansekret vagina pada penderita dengan fluor albus.

36 Cermin'Dunia Kedokteran No. 30

Page 38: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Silinder adalah endapan protein yang terbentuk didalamtubulus ginjal, mempunyai matrix berupa glikoprotein (protein Tamm Horsfall) dan kadang-kadang dipermukaannyaterdapat leukosit, eritrosit dan epitel. Pembentukan silinderdipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain osmolalitas, volume, pH dan adanya glikoprotein yang disekresi oleh tubuli ginjal.2,6,8

Dikenal bermacam-macam silinder yang berhubungan denganberat ringannya penyakit ginjal. Banyak peneliti setuju bahwadalam keadaan normal bisa didapatkan sedikit eritrosit, lekositdan silinder hialin. Terdapatnya silinder seluler seperti silinderlekosit, silinder eritrosit, silinder epitel dan sunder berbutir selalumenunjukkan penyakit yang serius. Pada pielonefritis dapatdijumpai silinder lekosit dan pada glomerulonefritis akut dapatditemukan silinder eritrosit. Sedangkan pada penyakit ginjal yangberjalan lanjut didapat silinder berbutir dan silinder lilin.

Kristal dalam urin tidak ada hubungan langsung dengan batudidalam saluran kemih. Kristal asam urat, kalsium oksalat, triplefosfat dan bahan amorf merupakan kristal yang sering ditemukandalam sedimen dan tidak mempunyai arti, karena kristal-kristalitu merupakan hasil metabolisme yang normal. Terdapatnyaunsur tersebut tergantung dari jenis makanan, banyak makanan,kecepatan metabolisme dan kepekatan urin. Disamping itumungkin didapatkan kristal lain yang berasal dari obat-obatanatau kristal-kristal lain seperti kristal tirosin, kristal leucin.3,4,8

Epitel merupakan unsur sedimen organik yang dalam keadaannormal didapatkan dalam sedimen urin. Dalam keadaanpatologik jumlah epitel ini dapat meningkat, seperti pada infeksi,radang dan batu dalam saluran kemih. Pada sindroma nefrotikdidalam sedimen urin mungkin didapatkan oval fat bodies. Inimerupakan epitel tubuli ginjal yang telah mengalami degenerasilemak, dapat dilihat dengan memakai zat warna Sudan III/IV ataudiperiksa dengan menggunakan mikroskop polarisasi.

PEMERIKSAAN KIMIA URIN

Disamping cara konvensional, pemeriksaan kimia urindapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana dengan hasilcepat, tepat, specifik dan sensitif yaitu memakai reagens pita.Reagens pita (strip) dari berbagai pabrik telah banyak beredar diIndonsia. Reagens pita ini dapat dipakai untuk pemeriksaan pH,protein, glukosa, keton, bilirubin, darah,urobilinogen dan nitrit. Untuk mendapatkan hasil pemeriksaanyang optimum, aktivitas reagens harus dipertahankan,penggunaan haruslah mengikuti petunjuk dengan tepat; baikmengenai cara penyimpanan, pemakaian reagnes pita dan ba-han pemeriksaan.1,7,9

Urin dikumpulkan dalam penampung yang bersih dan pe-meriksaan baiknya segera dilakukan. Bila pemeriksaan harusditunda selama lebih dari satu jam, sebaiknya urin tersebut di-simpan dulu dalam lemari es, dan bila akan dilakukan peme-riksaan, suhu urin disesuaikan dulu dengan suhu kamar.Agar didapatkan hasil yang optimal pada tes nitrit, hendaknya

dipakai urin pagi atau urin yang telah berada dalam buli-buli minimal selama 4 jam. Untuk pemeriksaan bilirubin,urobilinogen dipergunakan urin segar karena zat-zat ini bersifatlabil, pada suhu kamar bila kena cahaya. Bila urin dibiarkanpada suhu kamar, bakteri akan berkembang biak yangmenyebabkan pH menjadi alkali dan menyebabkan hasil positifpalsu untuk protein. Pertumbuhan bakteri karena kontaminasidapat memberikan basil positif palsu untuk pemeriksaan darahsamar dalam urin karena terbentuknya peroksidase dari bakteri.1,6-9

Reagens pita untuk pemeriksaan protein lebih peka terhadapalbumin dibandingkan protein lain seperti globulin, hemoglobin,protein Bence Jones dan mukoprotein. Oleh karena itu hasilpemeriksaan proteinuri yang negatif tidak dapat menyingkirkankemungkinan terdapatnya protein tersebut didalam urin. Urinyang terlalu lindi, misalnya urin yang mengandung amoniumkuartener dan urin yang terkontaminasi oleh kuman, dapatmemberikan hasil positif palsu dengan cara ini. Proteinuria dapatterjadi karena kelainan prerenal, renal dan post-renal. Kelainanpre-renal disebabkan karena penyakit sistemik seperti anemiahemolitik yang disertai hemoglobinuria, mieloma,makroglobulinemia dan dapat timbul karena gangguan perfusiglomerulus seperti pada hipertensi dan payah jantung.Proteinuria karena kelainan ginjal dapat disebabkan karenakelainan glomerulus atau tubuli ginjal seperti pada penyakitglomerulunofritis akut atau kronik, sindroma nefrotik,pielonefritis akut atau kronik, nekrosis tubuler akut dan lain-lain6.

Pemeriksaan glukosa dalam urin dapat dilakukan denganmemakai reagens pita. Selain itu penetapan glukosa dapatdilakukan dengan cara reduksi ion cupri menjadi cupro. Dengancara reduksi mungkin didapati hasil positip palsu pada urin yangmengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa,fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatanseperti streptomycin, salisilat, vitamin C. Cara enzimatik lebihsensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapatmendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkanpada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl.11 Juga cara ini lebihspesifik untuk glukosa, karena gula lain seperti galaktosa,laktosa, fruktosa dan pentosa tidak bereaksi. Dengan caraenzimatik mungkin didapatkan hasil negatip palsu pada urinyang mengandung kadar vitamin C melebihi 75 mg/dl ataubenda keton melebihi 40 mg/dl.3,7,9 Pada orang normal tidakdidapati glukosa dalam urin. Glukosuria dapat terjadi karenapeningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kepasitasmaksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa seperti pada dia-betes mellitus, tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromo-cytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambangrangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria,kehamilan dan sindroma Fanconi.

Benda- benda keton dalam urin terdiri atas aseton, asamasetoasetat dan asam 13-hidroksi butirat. Karena aseton mudahmenguap, maka urin yang diperiksa harus segar. Pemeriksaanbenda keton dengan reagens pita ini dapat mendeteksi asamasetoasetat lebllh dari 5—10 mg/dl, tetapi cara ini kurang peka

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 37

Page 39: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

untuk aseton dan tidak bereaksi dengan asam beta hidroksibutirat. Hasil positif palsu mungkin didapat bila urin mengan-dung bromsulphthalein, metabolit levodopa dan pengawet 8-hidroksi-quinoline yang berlebihan.17 Dalam keadaan normalpemeriksaan benda keton dalam urin negatif. Pada keadaanpuasa yang lama, kelainan metabolisme karbohidrat seperti padadiabetes mellitus, kelainan metabolisme lemak didalam urindidapatkan benda keton dalam jumlah yang tinggi. Hal ini terjadisebelum kadar benda keton dalam serum meningkat.

Pemeriksaan bilirubin dalam urin berdasarkan reaksi antaragaram diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam, yangmenimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazoniumterdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate,sedangkan asam yang dipakai adalah asam sulfo salisilat.1,7

Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basilpositif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluranempedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urinterdapat mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yangtinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urinmengandung metabolit pyridium atau serenium.

Pembacaan Reagens Pita

Pemeriksaan urobilinogen dengan reagens pita perlu urin se-gar. Dalam keadaan normal kadar urobilinogen berkisar antara0,1 — 1,0 Ehrlich unit per dl urin.1,7,9 Peningkatan ekskresiurobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati,saluran empedu atau proses hemolisa yang berlebihan didalamtubuh.

Dalam keadaan normal tidak terdapat darah dalam urin,adanya darah dalam urin mungkin disebabkan oleh perdarahansaluran kemih atau pada wanita yang sedang haid. Denganpemeriksaan ini dapat dideteksi adanya 150—450 ug hemoglo-bin per liter urin. Tes ini lebih peka terhadap hemoglobin

daripada eritrosit yang utuh sehingga perlu dilakukan pulapemeriksaan mikroskopik urin. Hasil negatif palsu bila urinmengairdung vitamin C lebih dari 10 mg/dl. Hasil positif palsudidapatkan bila urin mengandung oksidator seperti hipochloridatau peroksidase dari bakteri yang berasal dari

Sedimen urin

infeksi saluran kemih atau akibat pertumbuhan kuman yangterkontaminasi.1,6-9

Dalam keadaan normal urin bersifat steril. Adanya bak-teriura dapat ditentukan dengan tes nitrit.

Dalam keadaan normal tidak terdapat nitrit dalam urin. Tesakan berhasil positif bila terdapat lebih dari 105 mikroor-ganisme per ml urin. Perlu diperhatikan bahwa urin yangdiperiksa hendaklah urin yang telah berada dalam buli-buliminimal 4 jam, sehingga telah terjadi perubahan nitrat menjadinitrit oleh bakteri. Urin yang terkumpul dalam buli-buli kurangdari 4 jam akan memberikan basil positif pada 40% kasus.Hasil positif akan mencapai 80% kasus bila urin terkumpuldalam buli-buli lebih dari 4 jam. Hasil yang negatif belumdapat menyingkirkan adanya bakteriurea, karena basil negatifmungkin disebabkan infeksi saluran kemih oleh kuman yangtidak mengandung reduktase, sehingga kuman tidak dapatmerubah nitrat menjadi nitrit. Bila urin yang akan diperiksaberada dalam buli-buli kurang dari 4 jam atau tidakterdapat nitrat dalam urin, basil tes akan negatif.1,7,9 Kepekaantes ini berkurang dengan peningkatan berat jenis urin. Hasilnegatif palsu terjadi bila urin mengandung vitamin C melebihi25 mg/dl dan konsentrasi ion nitrat dalam urin kurang dari 0,03 mg/dl.1,7

Daftar kepustakaan dapat diminta pada penulis/redaksi

38 Cermin Dania Kedokteran No. 30

Page 40: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Tes Faal Ginjal dan Manfaatnya di Klinik

dr. Marzuki Suryaatmadja dan dr. Rustadi SosroBagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

Pendahuluan

Ginjal merupakan organ tubuh yang berperan panting untukmembuang sisa metabolisme yang diangkut dalam sirkulasidarah. Bersama dengan paru-paru ginjal juga berperanpanting dalam menjaga homeostasis tubuh. Dengan menjagakeseimbangan susunan cairan ekstrasel secara tidak langsung jugaterjaga susunan cairan intrasel yang memungkinkan ber-fungsinya sel-sel secara normal.1,2,3,4

Faal ginjal dapat terganggu oleh berbagai penyakit/keadaanpatologik baik yang mengenai ginjal maupun yang primernyabukan pada ginjal. Gangguan tersebut juga dapat berupaterganggunya faal tertentu ginjal atau beberapa faal ginjalsekaligus.

Walaupun terganggunya faal ginjal pada tingkat yang lanjutmudah diketahui secara klinik tetapi pemeriksaan biokimia masihdiperlukan untuk memastikan, baik untuk diagnosa maupun untukmenentukan cara pengobatannya serta prognosanya. Gangguanyang ringan hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan biokimiawi.5.6.7

Pemeriksaan biokimiawi untuk faal ginjal juga mempunyaibeberapa keterbatasan misalnya memerlukan banyak waktu,memberatkan/membeban penderita. Kemajuan cara-cara diagnostiklain seperti pielografi intravena dan renografi radioisotop telahmengurangi peranan beberapa pemeriksaan biokimiawi.Pemeriksaan lain seperti mikrobiologik, mikroskopi (visual sampaielektron), imuno dan histokimiawi terhadap jaringan biopsi ginjaljuga panting untuk mengetahui secara tepat aspek prosespatologik yang menyebabkan terganggunya faal ginjal.3,5,7

Faal ginjal

Unit anatomik yang juga merupakan unit fungsional ginjaladalah nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dengan kapsulBowman, tubulus proksimal, ansa Henle dan tubulus distal. Keduaginjal mempunyai kira-kira 2 juta nefron.

Ginjal merupakan organ tubuh yang terbanyak dilalui da-rah per satuan berat. Berat ginjal kurang dari 1% berat badansedangkan 20—25% dari curah jantung pada keadaan istira-hat (kira-kira 1Q permenit) yang mengalir melalui ginjal.

Faal ginjal dapat dibedakan menjadi faal ekskresi, faal regu-lasi, faal endokrin dan aspek metabolik.1,3,5 Faal ekskresi danregulasi dilakukan dengan 3 proses yaitu filtrasi plasma darahmelalui glomeruli, reabsorpsi selektif oleh tubuli dan sekresioleh tubuli. Hasil akhir yang dikeluarkan dari tubuh adalahurin.

Proses filtrasi di glomeruli terjadi secara pasif. Kecepatanfiltrasi glomeruli (GFR) ditentukan oleh tiga faktor yaitu ke-seimbangan tekanan-tekanan yang bekerja pada dinding kapi-ler (tekanan hidrostatik kapiler glomeruli dan tekanan onkotikkapsul Bowman mendorong terjadinya filtrasi sedangkantekanan onkotik kapiler glomeruli dan tekanan hidrostatikkapsul Bowman menghambatnya), kecepatan aliran plasmamelalui glomeruli (GPF) dan permeabilitas serta luas per-mukaan kapiler yang berfungsi. GFR pada keadaan normal ki-ra-kira 120 ml/menit. Urin dalam bentuk awal tersebut meru-pakan ultranitrat plasma keculai sejumlah kecil protein yangdapat diabaikan dan yang kemudian akan direabsorpsi ditubuli.

Di tubuli proksimal terjadi reabsorpsi 2/3 dari ultrafiltratglomeruli secara isoosmotik. Akibat susunan anatomik nefronyang amat khusus maka bila di glomeruli tekanan hidrostatiklebih besar dari tekanan onkotik maka pada kapiler peri-tubular di tubuli proksimal sebaliknya. Selain air dan Na+jugadireabsorpsi sebagian besar HCO3, asam amino dan glukosa.Sebaliknya kadar Cl- di dalam tubuli meningkat.

Di bagian menurun anssa Hanle terjadi pengeluaran airsecara pasif sehingga urin menjadi hipertonik. Di bagian naikansa Hanle tidak permeabel untuk air sedangkan NaCl keluar.Urin yang sampai ke tubuli distal bersifat hipoosmotik, terjadireabsorpsi Na secara aktif. Aldosteron berperan disini. Hormon

Cermin Dunia Kedoktelran No. 30 39

Page 41: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

antidiuretik (ADH) berperan mereabsorpsi air di bagian akhirtubuli distal dan collecting duct sehingga urin yang hipotonikdapat menjadi hipertonik.1,8,9

Produk metabolisme utama yang diekskresi dengan urinadalah ureum, yang juga mengalami reabsorpsi terutama biladiuresis kurang. Selain itu juga diekskresi fosfat dan sulfat ha-sil katabolisme protein.

Dengan proses sekresi oleh tubuli secara aktif kreatinin danasam urat diekskresi. Kreatinin yang difiltrasi tidak mengalamireabsorpsi sedang asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi.

Dengan faal regulasi bahan-bahan yang berguna bagi tubuhdiatur pengeluarannya oleh ginjal; adakalanya dengan bantuanhormon.

Air diatur oleh ginjal dan juga ADH. Reabsorpsi Na terjadibaik secara aktif maupun dengan pengaruh aldosteron.Pertukaran Na+ dengan K+ dan H+ atas pengaruh aldosteron initerjadi di tubuli distal. Ion H+ juga disekresi (proses peng-asaman urin). Bikarbonat direabsorpsi dalam bentuk CO2 yangberdifusi ke dalam sel dimana CO2 dibentuk kembali menjadibikarbonat (regulasi status asam-basa). Asam amino dan glu-kosa direabsorpsi terutama di tubuli proksimal, makin tinggikadamya dalam filtrat glomeruli makin banyak pula glukosayang dikeluarkan bersama urin. (Gambar 1)

Faal endokrin ginjal dicerminkan dengan sistem renin-angio-tensin, eritropoetin dan lipida yang bersifat vasodepresor me-nyerupai prostaglandin.

Gambar 1. Bagan proses pembentukan urin di berbagai bagian darinefron.

PROXIMAL CONVOLUTED TUBULE

Aktivitas metabolik ginjal yang penting adalah peru-bahan cholecalciferol (vit. D3) menjadi bentuk aktifnya. Prosesdi korteks ginjal merupakan metabolisme aerobik sedangkan dimedula ginjal enersi dihasilkan terutama secara anaerobik1,4,5

Pada kesempatan ini faal endokrin dan aspek metabolik ginjaltidak dibahas leblh lanjut.

Perubahan faal ginjal akibat proses patologik

GFR akan menurun bila tekanan hidrostatik glomerulimenurun (renjatan hipotensif), tekanan hidrostatik tubuli/kapsul Bowman meningkat (obstruksi leher kandung kemih atauureter), tekanan onkotik plasma amat meningkat (he-mokonsentrasi karena dehidrasi, mieloma multipel atau dis-proteinemia lainnya), menurunnya aliran plasma/darah glome-ruli (GPF/GBF) (renjatan karena kegagalan sirkulasi, kegagal-an jantung berat) dan berkurangnya permeabilitas dan/atau luaspermukaan filtrasi (glomerulonefritis akut atau kronik).

Tergantung beratnya penurunan GFR akibat yang mungkinterjadi adalah oliguria, uremia, kadar kreatinin darah me-nilgkat, hiperurikemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, kecen-derungan hiperkalemia, asidosis metabolik-dengan bikarbonatplasma yang rendah. Tergantung penyebabnya maka osmolalitas(dan berat jenis) urin, kadar ureum urin akan meningkat sertakadar Na urin menurun pada dehidrasi atau hipotensi, padadiabetes insipidus dan diuresis osmotik terjadi sebaliknya.

Pada kegagalan ginjal kronik perubahan kadar beberapa zatdalam plasma dapat dibedakan menurut beberapa pola. (Gam-bar 2)

DISTAL CONVOLUTED TUBULE

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 42: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Gambar 2. Pola adaptasi untuk beberapa jenis zat di dalam cairan badanpads kegagalan ginjal kronik.

Overt Renal Zane of "Compensation"

Failure. (Adequate Renal Reserve)

TOTAL GLOMERULAR FILTRATION RATE(PERCENT OF NORMAL)

A : ureum, kreatininB : fosfat, mat, K+ , H+

C: NaCl

menurut Bricker, NS et al di dalam Brenner dan Rector seperti dikutipdari Brenner, BM, Hostetter TH1

Gambar 3. Perubahan yang terjadi pada plasma dan urin akibatdisfungsi ginjal.

URINE VOLUME

PLASMA

NCO3 -

Urea andCreatinine

K. Ural*Phosphate

URINE

Urea Conc.SGosiaolaiiq

Kadar kreatinin dan ureum plasma baru akan meningicatlebtlL tinggi dari normal bila GFR berkurang sampai 50%. Biladaya cadang ginjal telah dilampaui maka berkurangnya GFRsedikit lagi sudah menyebabkan peningkatan kadar plasmayang nyata. Karena zat-zat tersebut toksik maka gejala klinikmenjadi jelas.

Kadar fosfat, urat, K+ dan H+ dalam plasma baru mening-kat bila GFR sudah amat berkurang, kurang dari 25%.

NaCl hampir tidak berubah kadamya pada kegagalan gin-jal menahun; mekanisme kompensasinya hampir lengkap.

Disfungsi tubuli akan mempengaruhi susunan dan jumlahurin. Reabsorpsi air akan berkurang dan menghasilkan urinyang banyak dengan berat jenis rendah. Reabsorpsi bikarbonatdan juga pengasaman urin terganggu. Urin akan mengandunglebih banyak Na, K, glukosa, fosfat, urat dan asam amino. Bilakehtlangan air dan elektrolit terus berlanjut sampai me-nyebabkan ketidakcukupan sirkulasi ginjal, maka akan terjadigangguan filtrasi juga.10,s,1

Perbandingan perubahan plasma dan urin yang terjadi antaradisfungsi glomeruli dan tubuli tersebut di atas akan dapat Iebtthjelas dilihat pada Gambar 3.

Pemeriksaan biokimia menguji faal ginjal

Dikenal sebagai tes foal ginjal, dapat dibedakan antara tes-tes yang terutama menguji faal glomeruli, tubuli proksimal dantubuli distal. Selain itu ada juga yang mencerminkan kerusak-an berat dari glomeruli saja atau tubuli saja atau keduanya. Tesfaal ginjal yang terutama menguji faal glomeruli adalahclearance (= bersihan). Clearance (C) suatu zat dihitung ber-dasarkan rumus C= U x V dimana U= kadar zat dalam urin, B=

1 3kadar zat dalam darah dan V= banyaknya urin selama pengu-jian (diuresis). Nilai normal dianggap untuk seseorang dengan

luas permukaan badan 1,73 m2 karena iturumus di atas masih dikoreksi lagi oleh suatufaktor berdasarkan tinggi badan dan beratbadan. C akan sama dengan GFR bila zattidak dimetabolisasi oleh ginjal atau jaringanlain, zat difiltrasi bebas dan tidakdireabsorpsi ataupun disekresi.

Inulin dianggap memenuhi syarat terse-buttetapi sebagai zat acing untuk badan inulinperlu dimasukkan secara infus. Karenanya tesini tidak praktis untuk penggunaan rutin.

Ureum mengalami filtrasi dan reab-sorpsi sedangkan kreatinin difiltrasi dandisekresi. Karena itu C ureum kira-kira 60-75% dari GFR. Kecepatan ekskresi ureumtidak menetap sepanjang hari sehingga tesdikerjakan selama 2 jam saja. Makin cepataliran urin dalam tubuli makin sedikitureum yang direabsorpsi. Bila diuresislebih banyak dari 2 ml/menit reabsorpsiminimal dan C maksimal dimana 75ml/menit dianggap 100%.

NORMALRANGE

w perubahan pada disfungsi glomeruliDikutip dari Zilva JF, Pannall PR4

Q perubahan pads disfungsi tubuli

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 41

Page 43: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Bila diuresis kurang dari 2 ml/menit C ureum standardimana 54 ml/menit adalah 100%; walaupun dikoreksi nilainyakurang tepat. C ureum yang normal berkisar 70-110%.

Kelemahan lain adalah kadar ureum yang dipengaruhi diitprotein, baik eksogen maupun endogen (katabolisme proteinpada kelaparan, infeksi, demam atau pemberian kortikosteroid).Sebagian ureum akan diekskresi melalui usus pada retensiakibat kegagalan ginjal. Sesudah fase dehidrasi atau kurangnyapengeluaran urin maka diuresis pertama akan membawa ureumyang terperangkap (pada proses reabsorpsi) yang relatif banyak.C kreatinin tidak dipengaruhi oleh diit protein, dapat dilakukandalam jangka waktu penampungan urin yang lebih lama yaitu12-24 jam. Umumnya C kreatinin dianggap lebih tepatmenggambarkan GFR daripada C ureum. Walaupun demikiantes ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu bila aliran filtrasimenurun sampai kurang dari 30% maka sekresi akan relatifmeningkat sehingga nilainya tidak tepat mencerminkan GFR,pengukuran kadar kreatinin secara teknis lebih sukar dari ureumdan makin tua seseorang makin rendah C kreatinin meskipuntanpa suatu penyakit ginjal.Keuntungan dari tes clearance adalah kemampuannya menge-tahui adanya kerusakan glomeruli yang ringan sampai sedang.Kelemahan secara umum adalah ketidaktepatan pengumpulanurin, sukarnya memastikan apakah kandung kemih sudah ko-song bila tanpa katerisasi dan dapatnya dipengaruhi oleh fak-tor-faktor pra dan pasca renal.3,5,6,10,11

Penggunaan beberapa zat yang dilabel dengan isotop radio-aktif seperti EDTA dan vit. B12 memberikan hasil yang lebihbaik daripada clearance kreatinin dan ureum tetapi sepertidengan inulin sukar diterapkan secara rutin.7

Penetapan kadar NPN seperti kreatinin, ureum dan asamurat dalam plasma/serum lebih sederhana dan mudah diban-dingkan dengan clearance. Peningkatan kadar akan terjadi pa-da kegagalan ginjal tetapi seperti terlihat pada Gambar 2 ke-naikan kadar barn terjadi setelah GFR menurun lebih dari 50%

Kadar ureum darah bervariasi tergantung pada beberapafaktor seperti intake protein dalam diit, katabolisme protein dankemampuan hati mensintesa ureum.

Kadar kreatinin darah lebih tetap dibandingkan dengan ure-urn, sedikit sekali dipengaruhi oleh intake protein dalam diit.Hanya tergantung pada faktor indogen yaitu pemecahan kreatindi otot.

Walaupun tidak sepeka tes clearance penetapan kadar keduazat tersebut dalam darah lebih praktis diterapkan sehari-hari danberguna sebagai pemeriksaan penyaring/penilaian awal untukmenyingkirkan adanya penyakit ginjal yang berat dan untukmengikuti perjalanan penyakit dan pengobatan pada penderitapenyakit ginjal yang telah diketahui.4,5,7

Akhir-akhir ini penetapan Kadar ß2—mikroglobulin dalamdarah dianggap lebih dekat dengan GFR daripada kadar ureumdan kreatinin dalam darah.5

Penetapan selektivitas proteinuria berguna pada penilaian sin-droma nefrotik. Bila kebocoran hanya pada protein molekulkecil (albumin, transferin, a 1 acid-glycoprotein) dikatakan se-lektiv sedangkan bila juga disertai protein molekul besar (Imu-

42 Cermin Dania Kedokteran No. 30

noglobulin G, a 2 makroglobulin) dikatakan non-selektiv. Jenisyang selektiv memberikan prognosa yang baik denganpengobatan steroid. Hasil pemeriksaan ini mempunyai hubung-an baik dengan basil pemeriksaan histopatologik/biopsi.

Faal tubuli lebih majemuk dibandingkan glomeruli. Untukmemudahkan dibedakan antara tes faal ginjal yang terutamamenguji faal tubuli proksimal dan yang terutama tubuli distal.Sebenarnya keduanya sama sekali tidak terpisah satu denganlainnya.

Tes-tes faal tubuli proksimal meliputi pengujian reabsorpsi-glukosa, reabsorpsi asam amino, ekskresi fosfat, reabsorpsi-asam urat, proteinuria tubuler dan ekstraksi p-aminohippuratatau diodrast.

Reabsorpsi glukosa diukur dengan jalan menginfus ber-turut-turut sejumlah besar glukosa sambil mengukur kadarplasma dan urin serta GFR. Bila daya maksimum reabsorpsidari tubuli (Tm) untuk glukosa telah terlampaui maka terjadiglukosuria. Tes ini tidak memadai untuk penggunaan rutin.Dapat pula dinilai secara lebih kasar dengan menetapkan nilaiambang (threshold) kadar glukosa plasma dimana terjadiglukosuria. Nilai kurang dari 130 mg/dl menunjukkan adanyadefek faal reabsorpsi glukosuria oleh tubuli proksimal.

Kecuali triptofan semua asam amino berfiltrasi bebas danhampir seluruhnya direabsorpsi di tubuli proksimal. Ami-noasiduria dapat bersifat umum atau khas untuk suatu jenissaja. Selain karena defek tubuli aminoasiduria dapat terjadikarena produksi yang berlebihan sedangkan ginjalnya normal (overflow).

Bentuk umum disebut sindroma Fanconi dengan banyakpenyebab (primer, inborn errors of metabolism,sindroma nef-rotik, mieloma, keracunan logam berat, antibiotika dan obat-obatan lain).

Reabsorpsi fosfat yang terganggu akan menyebabkan hiper-fosfaturia dan hipofosfatemia. Keadaan ini menunjukkan ada-nya defek tubuli proksimal kecuali bila ada hiperparatiroid.Indeks ekskresi fosfat (PEI) diperhitungkan menurut rumus :PEI = CP — Pp -1 , dimana Cp= clearance fosfat, Ccr= clear-

ance kreatinin dan Pp = kadar fosfat plasma. PEI orang dewasa

normal adalah - 0.08 sampai +0.08, pada anak-anak dari -0.20sampai 0.00.

Hipourikemia sebagai akibat berkurangnya absorpsi tubulidapat merupakan defek tersendiri yang jarang tetapi lebihsering sebagai defek majemuk.

Akhir-akhir ini perhatian ditujukan kepada ß2—mikroglo-bulin dalam urin dimana peningkatan kadar menunjukkandefek tubuli.4,5,7

Tm p-aminohipurat dan diodrast juga menunjukkan dayasekresi tubuli. Namun karena tidak praktis kedua tes ini kurangditerapkan secara rutin.5

Tes-tes yang terutama menguji faal tubuli distal adalah ujipemekatan, uji pengenceran, osmolalitas atau berat jenis urin,dan ekskresi ion H + .

Percobaan uji pemekatan menguji faal tubuli untuk mereab-sorpsi air pada pembatasan intake air. Tes ini cukup peka un-

Page 44: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

tuk defek yang ringan. Bila berat jenis urin sewaktu atau urinpertama pagi sudah mencapai 1,020 sudah menunjukkan ke-mampuan pemekatan ginjal baik, kecuali bila terdapat gluko-suria, proteinuria atau sesudah dilakukan pemeriksaan pielografidengan kontrast. Bila ada persangkaan maka dapat dilakukanpembatasan intake air selama 24 atau 48 jam atau untuk jangkawaktu yang lebih singkat tetapi diberikan vasopresin secarasuntikan.

Hasil normal bila produksi urin makin lama makin sedikit,berat jenis makin tinggi, jumlah urin siang 2—4x lebih banyakdari urin malam dan urin malam/pagi terakhir mempunyai beratjenis tertinggi yang lebih dari 1.025.

Pada defek tubuli perbedaan urin siang dan malam hilang danberat jenis menetap 1,010 atau 290 mOsm/kg sesuai ultrafiltratglomeruli. Meskipun peka tes ini mempunyai beberapakelemahan yaitu tidak dapat menyatakan secara kwantitatifberatnya defek, tidak boleh dilakukan pada orang yang sudah tua,penderita yang nyata berpenyakit jantung atau ginjal serta orangsakit berat dan penderita gangguan keseimbangan elektrolit.

Hasil tes juga akan terganggu bila ada diabetes insipidus, hi-pertrofi prostat, fase diuretik dari nekrosis tubular akut danbeberapa keadaan lain.

Percobaan pengenceran sebaliknya menguji kemampuan tu-buli untuk mengeluarkan air yang sengaja diberikan berlebihan.Berat jenis awal dari urin harus lebih besar dari 1,022 dankemudian paling encer 1,003. Tes ini lebih memberatkanpenderita dan juga hasilnya tidak sepeka percobaan uji peme-katan sehingga kurang dipakai.

Osmolalitas urin normal adalah 800—1300 mOsm/1. Tes inicukup teliti dan berbeda dengan berat jenis ia tidak dipengaruhioleh glukosa, protein dan suhu urin 3,5,6,7,10,12,13

Dengan mengukur osmolalitas urin dan plasma serta diuresisdapat dihitung clearance osmol. Diuresis dikurangi clearanceosmol merupakan clearance air bebas (free water clearance=FWC). FWC positif menandakan hipostenuria, negatif berartihiperstenuria dan 0 berarti isostenuria.

Pada tes ekskresi ion H+ diuji kemampuan ginjal untukmengatur keseimbangan asam-basa cairan badan yang dicer-minkan dengan pH urin, ekskresi amonium, asam yang dapatdititrasi, dan dalam beberapa keadaan ekskresi bikarbonat. Secaraumum kegagalan ginjal mengeluarkan ion H+ terjadi karenakegagalan ekskresi H+ atau amonium di satu pihak yaitu RTA (acidosis tubular renal) distal atau gradient RTA atau kegagalanreabsorpsi bikarbonat di pihak lain yaitu RTA proksimal ataubicarbonate-wasting RTA. Secara praktis dapat dinilai daripenetapan bikarbonat plasma dan pH urin segar setelah bebanasam.5,13

Percobaan PSP (fenolsulfonftalein) menguji faal sekresi tubuliproksimal terhadap PSP yang disuntikkan. Besarnya RPFmerupakan faktor yang ikut menentukan hasilnya. Yang ter-penting adalah urin yang ditampung 15 menit setelah penyun-tikan harus mengandung sekurang-kurangnya 25% dari PSP yangdisuntikkan. Tes ini dianggap tidak lebih baik dari clearancekreatinin.6,10,13

Penetapan kadar elektrolit plasma dan urin 24 jam terutamaNa dan K juga adakalanya diperlukan untuk penilaian faalginjal secara keseluruhan. Renal plasma flow (RPF) diperiksadengan clearance p-aminohipurat yang mengalami filtrasi dansekresi.

Ringkasan dan kesimpulanTelah diuraikan faal ginjal dan perubahan yang terjadi pada

proses patologik secara singkat. Dibicarakan pula beberapa tesbiokimiawi menguji faal ginjal yang dikenal sebagai tes faalginjal dengan makna diagnostik dan keterbatasannya. Yangmasih belum memuaskan adalah belum adanya suatu testunggal yang mampu mengetahui jumlah nefron yang berfungsi.Bila ada sebagian nefron yang tidak berfungsi nefron yang laindapat mengambil alih fungsinya dan dapat pula mengadakanhipertrofi yang memperbesar daya kerjanya.

Beberapa penyakit secara primer hanya mengenai glomerulidan yang lain hanya tubuli. Tetapi pada umumnya yang terkenaadalah keseluruhan bagian nefron di beberapa tempat (patchydistribution). Walaupun demikian pada fase awal memang dapatterjadi hanya sebagian dari suatu nefron yang terkena.Tes yang utama untuk faal glomeruli adalah clearance dan yangutama untuk tubuli adalah percobaan pemekatan. Keterbatasancara penelitian dan pengetahuan menyebabkan belum adanyapenggolongan penyakit secara sempurna padahal amatdiperlukan untuk komunikasi antar dokter, dengan penderita dansebagai pedoman pengelolaan penderita. Disamping kemajuancara-cara pemeriksaan lain tes faal ginjal masih ber-.peranpenting. Salah satu hambatan adalah tes-tes faal ginjal seringmemerrukan waktu yang banyak. Paket satu hari (9 jam) sepertiyang dikerjakan oleh Gyory dkktt amat menarik (Lampiran 1).Sebaiknya pula pusat-pusat klinik ginjal mempunyai pola yangbaku untuk pengujian faal ginjal yang rutin.

Lampiran :

UJI FAAL GINJAL DALAM SATU HARI SECARA KOMPREHENSIFmenurut Gyory dan kawan-kawan (klinik ginjal Sidney Hospital)

Petunjuk bagi penderita :

48 jam sebelum pemeriksaan penderita tidak boleh makan obat, kecualiclonidine atau guanetheidine untuk hipertensi berat.Sarapan pagi hari pemeriksaan terdiri dari 2-3 potong roti panggangdengan sedikit mentega, jam/marmalade dan sari buah. Daging, telur,susu, alkohol, kopi dan teh dilarang. Juga merokok tidak dibolehkan.Selama pemeriksaan tidak lebih dari 2 gelas air yang diminum kecualisedikit air pada waktu minum NH4Cl. Makan siang ringan terdiri daribeberapa roti, sepotong kecil daging dan salad.(sarapan penting untuk mencegah terhadinya asidosis laktat kelaparanyang akan mengganggu juga ekskresi asam urat)

Tahap pemeriksaanPk. 8.00 — 8.15 :Diukur tinggi dan berat badan; luas permukaan badan dihitung ber-dasarkan tabel/nomogram.Diambil darah vena untuk penetapan elektrolit, ureum, kreatinin be-ratjenis, kalsium, magnesium, kolesterol, fosfatase alkali, albumin,globulin, protein total dan protein elektroforesa. Juga diambil darahEDTA untuk pemeriksaan hematologik, darah kapiler yang diarteri-lisasi untuk analisa gas darah. Disuntikkan vasopresin.

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 43

Page 45: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Pk. 8.15 — 8.30 :Urin pancaran tengah yang bersih diambil untuk pemeriksaan sedimendan biakan.Kandung kemih dikosongkan dan waktunya dicatat.Pk.—8.15—9.15:

Diberikan NH4C1 sesuai dengan berat badan untuk diminum.P. 11.45 — 12.00 :Dilakukan penampungan urin untuk diperiksa kecepatan ekskresi leu-kosit, kreatinin, osmolalitas dan urinalisa kualitatif.Plc. 13.30 :Diambil darah kapiler untuk analisa gas darah.Pk. 14.40 :Diambil darah vena untuk penetapan asam urat, P anorganik, sitrat,laktat, kreatinin dan osmolalitas.Pk. 14.45 :Disuntikan PSP dengan dosis sesuai dengan luas permukaan badan. Pk. 15.00 :Tepat 15 menit setelah penyuntikan penderita harus mengosongkankandung kemihnya, diperiksa kreatinin, PSP, osmolalitas, pH, bikar-bonat, asam yang dapat dititrasi, amonia, sitrat, laktat, asam urat dan Panorganilc.Pk. 16.45 :Kandung kemih dikosongkan lagi, diperiksa osmolalitas, PSP, dan krea-tinin.Pemeriksaan selesai.

KEPUSTAKAAN

1. Brenner BM, Hostetter TH. Disturbances of renal function. In :Isselbacher KJ, Adams RD, Braunwald E, Petersdorf RG, WilsonJD. Harrison's Principles of Internal Medicine. 9th ed., Tokyo :McGraw-Hill Kogakusha Ltd 1286-1293, 1980.

2. Murphy JE, Henry JB. Evaluation of renal function, and water,electrolyte, and acid-base balance. In : Henry JB, Todd-Sanford-Davidsohn's Clinical Diagnosis and Management by Laboratory

Methods 16th ed. Philadelphia : WB Saunders Co, 1979;135-151.3. de Wardener HE. The kidney, 3th ed. London the English Langu-

age Book Society - JA Churchill Ltd., 1967: 19-83.4. Ziiva JF, Pannall Pr. Clinical Chemistry in Diagnosis and Treat-

ment, 3th ed., London : Lloyd-Luke (Medical Bookd) Ltd. 1979;1-27.

5. Black DAK, Cameron IS, Renal function. In : Brown, SS; Mitchell, FL dan Young, DS eds. Chemical Diagnosis of Disease Amsterdam, Elsevier-North Holland Biomedical Press, 1979, 453- 514.

6. Ravel R. Clinical Laboratory Medicine, 3th ed. Chicago : Year BookMedical Publishers, Inc., 1978; 130-141.

7. Whitby LG, Percy-Robb IW, Smith AF. Lecture Notes on ClinicalChemistry, 3th ed, Oxford : Blackwell Scientific Publications, ford,1978; 70-86.

8. Gray CH, Howorth PJN. Clinical Chemical Pathology, 4thed, London: the English Language Book Society and Edward ArnoldPublisher Ltd., 1979; 3-23.

9. Wallin, JD. The kidney & the urine In : Harper HA, Rodwell VW, Mayes PA. Review of Physiological Chemistry, 17th ed. Canada : Maruzen Asia (Pte) Ltd- Lange Medical Publications, 1979; 626- 642.

10. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik, cet. 4, ThanRakyat, 1978;107-115.

11. Gyory AZ, Edwards KDG, Stewart JH, Whyte HM. Comprehensiveone-day renal function testing in man. J Clin Pathol 1974; 27, -382-391.

12. Gombos EA. General approaches to renal diagnosis. In : Halsted, JA.The Laboratory in Clinical Medicine, 1st ed. Philadelphia : WBSaunders Co, 1976; 291-297.

13. Kassirer JP. Clinical evaluation of kidney function-tubular func-tion, N Eng J Med 1971; 285, 499-502.

14. KassirerJP : Clinical evaluation of kedney function-glomerularfunction, N. Eng. J. Med. 185, 385-389, 1971.

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 46: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium untuk MenilaiFaal Kelenjar Gondok

dr. Erwin Silman dan dr. Simon Kusnandar Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

Peranan kelenjar gondok adalah membuat, menyimpan danmelepaskan hormon thyroxine (T4) dan triiodothyronine (T3)yang berperanan dalam mengatur metabolisme tubuh. Dalamtulisan ini akan dibicarakan pemeriksaan-pemeriksaanlaboratorium yang umum digunakan untuk kelenjar gondok,penggunaan serta penafsiran dari pemeriksaan-pemeriksaantersebut.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Pengukuran kadar hormon kelenjar gondok

Thyroxine total (T4). Cara pemeriksaan T4 yang umum dila-kukan ialah cara competitive protein binding assay (CPBA),radioimmuno assay (RIA) dan enzyme immuno assay (EIA).Cara CPBA dikembangkan oleh Murphy dan Pattee (1964) di-mana digunakan T4 — J125 dan thyroxine binding globulin (TBG) untuk mengukur kadar T4 serum.Saat ini yang lebih sering digunakan adalah cara RIA dimanadigunakan antibodi spesifik terhadap T4 (anti—T4). T4 terlebihdulu dilepaskan dari ikatannya dengan TBG dengan pe-nambahan zat tertentu. T4 yang telah dibebaskan bersaingdengan T4 —J 125 dalam berikatan dengan anti— T4. Ikatan T4-anti T4 kemudian dipisahkan dari T4 bebas dan salah satu fraksidiukur radioaktivitasnya. Ukuran radioaktivitas ini digunakanuntuk mendapatkan kadar T4, dengan membandingkan dengansatu seri standard yang dikerjakan bersama bahan

pemeriksaan dari pasien.Prinsip EIA sama seperti prinsip RIA, hanya disini digunakanlabel ensim sebagai pengganti label zat radioaktif.

T3 UPTAKE (T3U). Pemeriksaan T3U bukanlah pemeriksaanmengukur kadar hormon T3. Penamaan T 3 U disini hanyalahkarena reagens yang dipakai adalah T3—J125. T 3 U dipakai untukmenilai "unsaturated thyroxine binding protein".

T 3 — J 125 berlebihan ditambahkan kedalam serum dimana iaakan mengisi unsaturated TBP. Sisa T3 —J 125 diikat olehpengikat kedua yaitu resin atau arang. Yang dimaksud denganT 3 U adalah persentase radioaktivitas yang diikat oleh pengikatkedua.

Gambar 2. Prinsip pemeriksaan T3U

Selain cara diatas, dapat pula dilaporkan sebagai thyro-binding index (TBI) yaitu persentase radioaktivitas yang diikatoleh unsaturated TBP.

Kadar TBG dapat pula diukur secara langsung dengan caraRIA.

6-0

Prinsip pengukuran kadar T4 secara RIA

O T4 dalam bahan yang diperiksa

T4 -J125

anti T4

Gambar 1.

T3—J1 2 5

unsaturated TBP

pengikat kedua

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 45

Page 47: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

T4 bebas. Kadar T4 bebas dapat diperkirakan dengan meng-hitung Free Thyroxine Index (FTI) dengan rumus :

FTI = T4 x T3U atauFTI = T4/TBG

T4 bebas (Free T4 = FT4)Idapat pula diulcur langsung. Carayang klasik adalah dengan cars dialisis ekuilibrium. Cara ini sulitdan tidak praktis untuk digunakan secara rutin, sehingga seismsini perkiraan T4 bebas dengan menghitung FTI yang leblh banyakdigunakan.Akhir-akhir ini telah dibuat suatu tehnik pemenksaan FT4 yanglebdl sederhana. Dasar dari cara ini adalah penggunaan antibodispesifilc terhadap T4 yang dibuat sedemikian (immobi7ized atauencapsulated) sehingga hanya bereaksi dengan T4 bebas.Triiodothyronine (T3). T3 dapat diukur dengan cars RIA de-ngan menggunakan T3-J'25 dan antibodi spesifik terhadap T3.Prinsip pemeriksaan ini sama seperti pemeriksaan T4 dengancara RIA.

Seperti halnya T4 total, kadar T3 juga dipengaruhi kadarprotein pengikatnya dalam darah. Untuk mendapatkan gam-baran kadar T3 bebas dalam darah dapat pula diitung Free T3Index (FT3I) dengan rumus

l FT3I = T3 (ng/dl) x T3U (%)/ 1000

Disamping pemeriksaan T3 dapat pula diperiksa kadarneversed T3 (rT3) yang juga menggunakan carai RIA.Selain pemeriksaan-pemeriksaan hormon kelenjar gondok di-atas, dilcenal pula pemeriksaan Protein bound iodine (PBI) danButanol extractable iodine (BEI), akan tetapi pemeriksaan-pemerilcsaan ini telah ditinggalkan sehingga tidak dibicarakandalam tulisan ini.2. Penlaian jalur hipotalamus — hipofisis - kelenjar gondok

Thyroid Stimulating Hormone (TSH). TSH adalah suatu gliko-protein yang disekresi oleh kelenjar hipofisis pars anterior. Dulukadar TSH diperiksa dengan cant bioassay, sekarang telahdapat digunakan cara RIA yang sensitif untuk mengukurnya.Kadar normal TSH adalah mulai dari tidak terdeteksi sampai10uU/ml.

Tes TRH. Pengukuran kadar TSH dilakukan sebelum, 20 me-nitsesudah penyuntikan S00ug TRH intravena.

Pemeriksaan tidak lanpung.

Pemenksaan basal metabolic rate (BMR) dan lemak darah da-pat digunakan untuk menilai faal kelenjar gondok secara tidaklangsung.Padahipotiroidisme seringkali dijumpai adanya hiperlipidemia.

4. Pemeriksaan terhadap etiologi

Autoantibodi terhadap kelenjar gondok. Pada keadaan-keada-an tertentu mungkin dijumpai adanya antibodi terhadap kom-ponen-komponen kelenjar gondok seperti thyroglobulin, kom-ponen koloid, mikrosom dan komponen nukleus dari sal foli-kuler. Antibodi ini dapat diperiksa dengan cara imunologisseperti hemaglutinasi, presipitasi, fiksasi komplemen dan imu-

46 Cermin Dunk Kedokteran No. 30

nofluoresens.Penyakit yang dihubungkan dengan adanya autoantibodi iniantara lain thyroiditis Hashimoto dan penyakit Grave.

Long acting thyroid stimulator (LATS). LATS adalah IgGyang bersifat antibodi terhadap komponen kelenjar gondok yangmampu merangsang fungsi kelenjar gondok. Sekarang inidikenal beberapa macam thyroid stimulating immunoglobulins(TSI). Zat-zat ini dapat diukur dengan cara bioassay, akan tetapicara ini sulit dilakukan.

PENGGUNAAN DAN INTERPRETASI PEMERIKSAAN LA-BORATORIUM

Karena hampir seluruh T4 dalam sirkulasi darah terikatTBP, terutama TBG, pengukuran kadar T4 total dipengaruhioleh juinlah T4 yang dibuat oleh kelenjar gondok dan kadarTBG. 14 bebas merupakan bentuk hormon yang dapat men-difusi kedalam sel dan mempengaruhi metabolisme, karena itupengukuran FT4 lebih menggambarkan fungsi kelenjar gondok.Kadar T4 total dan T3U dipengaruhi oleh kadar TBG sepertidapat dilihat pada gambar dibawahPada hipertiroidisme, baik kadar T4 total maupun T3U akanbersama-sama meningkat. Demikian pula pada hipotiroidisme,hasil kedua pemeriksaan menurun. Pada perubahan kadarTBG, perubahan kadar T4 total dan T3 U terjadi dalam arahyang berlawanan, sedangkan nilai FTI akan tetap normal.

Gambar 3. Kadar T4 dan T 3U pada berbagai keadaan

Penyebab perubahan kapasitas TBG

Peningkatan Penurunan

• keham~ilan • sindroma nefrotik• penggunaan estrogen - obat • psaggunaan androgen

kontrasepsi oral • keganasan dengan metastasis• kongenital • kongenital

• hambatan oleh obat misalnyasalisilat dan diphenylhydantain

EUTIROID

PENINGKATANTBG

0Nf-rfi

HIPERTIROID HIPOTIROID

PENURUNAN SALISILATTBG DIPHENYLHYDANFOIN

Page 48: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Eutiroid Hiperfiroid Hipotiroid TBGP TBGI

T4 totalT3UFTI

NNN

pPP

,(~l

d

T

dN

d7N

Gambar 4. Skema pemeriksaan fungsi kelenjar gondok

FTI atau FT41

I ( J I 1rendah normal normal tinggi tinggi

HIPOTIROIDDengan demikian FTI lebih menggambarkan fungsi kelenjargondok dibanding dengan pemeriksaan kadar T4 atau T3 Usecara tersendiri.

Nilai FTI yang rendah sesuai dengan keadaan hipotiroid.sebaliknya nilai FTI yang tinggi sesuai dengan hipertiroid. (lihatgambar 41 Nilai FTI yang jelas meninggi dijumpai pada penyakitGrave, struma toksik, pengobatan hormon tiroid

yang berlebihan dan fase awal thyroiditis subakut.

Apabila nilai FTI meragukan (normal tinggi), sebaiknyadilakukan pemeriksaan kadar T3 serum. Kadar T3 yang tinggimenunjukkan keadaan hipertiroid. Bila kadar T3 juga meragu-kan (normal tinggi), status kelenjar gondok dapat dinilai lebihlanjut dengan tes TRH. Kadar T3 yang normal atau rendahmenunjukkan keadaan eutiroid. Adanya sedikit peningkatan FTI

memang sering dijumpai pada pasien-pasien dengan pe-nyakit-penyakit sistemik akut maupun kronik seperti keganas-

Nilai FTI normal sesuai dengan keadaan eutiroid, akan tetapiapabila gambaran klinis jelas hipertiroid sebaiknya diperiksakadar T3. Sebagian kecil (3—5%) keadaanhipertiroid dise-babkan oleh peningkatan kadar T3 tanpa peningkatan kadar T4,keadaan ini disebut toksikosis T3. Begitu pula apabila gambaranklinis hipotiroid, sebaiknya dilakukan pemeriksaan kadar TSH.

Apabila didapat nilai FTI yang rendah, sebaiknya dilakukanpemeriksaan kadar TSH. Peningkatan kadar TSH yang nyatadijumpai pada hipotiroidisme primer yaitu hipotiroidisme yangdisebabkan oleh kegagalan kelenjar gondok sendiri. Kurangnyasintesis hormon kelenjar gondok menyebabkan berkurangnyaumpan balik yang menghambat pelepasan TSH. Peningkatankadar TSH sangat sensitif untuk keadaan ini dan bahkan sudahterjadi pada keadaan "prehipotiroid" dimana sintesis hormonkelenjar gondok masih dapat dipertahankan normal oleh adanyakadar TSH yang tinggi.

Akan tetapi hipotiroidisme tidak selalu disebabkan olehgangguan kelenjar gondok itu sendiri. Hipofungsi kelenjargondok mungkin pula disebabkan oleh gangguan hipofisis atau

hipotalamus. Pada keadaan-keadaan ini kadar TSH rendahatau tidak terdeteksi. Umumnya pasien akan memperlihatkangejala kegagalan hipofisis lain seperti gangguan fungsi kelenjaradrenal dan gonad.

Tes TRH dapat membedakan kedua sebab hipotiroidismesekunder ini.Pemberian TRH sintetik akan meningkatkan kadar TSH se-rumpada kelainan hipotalamus, sedangkan respons negatif dijumpaipada kelainan hipofisis.

rendah tinggi

iHIPOTIROIDSE KU ND ER

respons+

HIPOTIROID fHIPOTIfnOIHIPOTALAMII~ 1HIPOFISIS

tinggi

HIPERTIROIDI

Nilai FTI yang agak rendah mungkin pula dijumpai padapengobatan diphenyihidantoin atau triiodothyronine.

KEPUSTAKAAN

1. Braverman LE, Abreau CM, Brook P, Kleinman R, Fournier L,Odstrchel G, Schoemaker HJP. Measurement of serum free thy-roxine by RIA in various clinical states. J Nucl Med 1980; 21:233.

2. Britton KE, Quinn V, Brown BL, Ekins RP. A strategy for thyroidfunction tests. Br Med J 1975; 3: 350.

3. Chopra IJ. A radioimmunoassay for measurement of thyroxinein unextracted serum. I Clin Endocrinol Metab 1972; 34: 938.

4. Chopra IJ, Ho rs, Lam R. An improved radioimmunoassay of tri-iodothyronine in serum: Its application to clinical and physiolo-gical suties. J Lab Clin Med 1972; 80: 729.

5. Eastman J, Corcoran JM, Ekins RP, Williams ES, Nabarro ON. Theradioimmunoassay of triiodothyronine and its clinical application, JClin Pathol 1975; 28: 225.

6. Evered D, Vice PS, Clark F. The investigation of thyroid disease,Amersham England: Medical Monograph 9, The RadiochemicalCentre.

7. Geitner AM, Monroe L, Broughton A, Lavis V. Thyroid function,Am J Med Technol 1978; 44: 18.

8. Halsted : Endocrine and metabolic disorders. in:ed. The laboratoryin clinical medicine, interpretation and application, WB Saunders,1976; 674.

9. Howorth PJ, Ward RL. The T4— free thyroxine index as a testof thyroid function of first choice, J Clin Pathol 1972; 25: 259.

10. Nicod P, Burger A, Staeheli V, Valloton. A radioimmunoassayfor 3,3',5'—triiodo—L—thyronine in unextracted serum: methodand clinical results, J Clin Endocrinol Metab 1976; 42: 823.

11. Nicoloff JT. Physician's guide to thyroid function testing, Abbottlaboratories, Chicago. 1981.

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 47

Page 49: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Pemeriksaan Pap Smeardr. Soepardiman

Sub bagian Sitopatologi,Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

Pendahuluan

Karsinoma serviks merupakan salah satu penyakit pentingyang harus diketahui oleh seorang dokter umumnya dan ahliObstetri Ginekologi khususnya. Hal ini bukan saja disebabkanseringnya ditemukan penyakit tersebut dalam bentuk prainvasifdan invasif, tetapi juga karena sudah banyak diketahui tentangnatural hi/story kanker tersebut dan dapat dijadikan contohdeteksi dini dan pengobatan kanker lainnya.

Dari timbulnya karsonima intraepitel sampai terjadi bentukyang invasif memerlukan waktu 10 tahun atau lebih. Displasiadianggap langkah pertama terjadinya keganasan tadi dan jugamemerlukan waktu 15 tahun atau lebih hingga terjadi bentukyang invasif.

Pengetahuan tentang lesi intraepitel yang potensial ganas,bersama dengan kemampuan mendiagnosanya dengan Papsmear telah dapat menurunkan insiden karsinoma serviks secarabermakna.

DasarPapanicolaou dan Traut pada tahun 1943 untuk pertama kali

memperkenalkan cara pemeriksaan sitologi dalam klinik.Perkembangan, pemeriksaan sitologi memungkinkan diagnosadini dari kanker jauh sebelum nampak jelas kelainan tersebut.Setiap wanita yang masih aktif seksual memerlukanpemeriksaan ini.

Sampel sel-sel yang dilepaskan (eksfoliasi) atau dikerok daripermukaan epitel serviks dan vagina merupakan mikrobiopsiyang memungkinkan kita mempelajari proses-proses dalamkeadaan sehat dan sakit. Lapisan atas dari epitel akan dilepas-kan secara kontinu sehingga sediaan tidak saja terdiri dari sel-sel yang dikerok, tetapi juga dari eksfoliasi spontan. Walaupunsediaan berasal dari permukaan epitel, sel-sel tersebut dapatmenggambarkan proses yang lebih dalam dengan tepat.

Sediaan meliputi permukaan yang lebih luas untuk diperiksadaripada sediaan biopsi dan tidak merusak jaringan sehat,

tidak mengakibatkan proses inflamasi atau proses reparatif.

Tehnik pengambilan

Ada berbagai tehnik pengambilan sediaan sitologik, yangpenting diingat adalah :1. Tehnik sampling ini harus optimal untuk mendapat selsel

yang akan menghasilkan informasi yang tepat mengenaikeadaan yang akan diperiksa.

2. Sediaan harus segera difiksasi untuk menghasilkan inter-pretasi yang baik.

3. Informasi mengenai riwayat dan basil pemeriksaan yangabnormal dari penderita.

Untuk mendapat basil pemeriksaan yang tepat perlu dicantum-kan umur, haid terakhir, macam kontrasepsi (bila ada), diag-nosa sebelumnya atau terapi seperti biopsi dan radiasi.

Jadi bila tujuannya adalah skrining kanker serviks haruslahdiambil sampel yang baik dari daerah squamocollumnar junc-tion dan bila diinginkan evaluasi hormonal diambil dari dindinglateral vagina.

Daerah epitel metaplastik yang terletak proximal darisquamocollumnar junction yang asli (zona transformasi)mempunyai potensi neoplastik.

Pembuatan sediaan

Untuk pembuatan sediaan perlu diperhatikan :1. Sediaan harus diapuskan merata di atas kaca benda dengan

spatula, untuk menghindarkan kekeringan cukup diapussekali saja.

2. Sediaan tidak boleh terlampau tebal, karena akan memper-sulit pemasangan kaca penutup dan pemeriksaannya.

3. Sediaan jangan terlampau sedikit.

Tujuan dari berbagai cara pembuatan sediaan adalah sebagaiberikut :— Kerokan atau aspirasi endoserviks untuk deteksi karsinoma

skuamosa yang letaknya tinggi di kanalis servikalis, karsi-

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 50: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

noma serviks dan endometrium.— Aspirasi endometrium untuk deteksi karsinoma endome-

trium.— Kerokan atau aspirasi forniks posterior untuk deteksi kar-

sinoma endometrium dan metastasis karsinoma ovarium.— Kerokan/apusan dinding lateral vagina 1/3 proximal untuk

evaluasi homonal.Beberapa tehnllc yang dianjurkan untuk shining kanker servilcsantara lain pengambilan sampel dari fornix posterior, exoser-viks dan endoserviks (V.C.E. smear).

Serviks ditampilkan dengan spekulum. lendir yang berle-bihan dibersihkan, ujung yang bulat dari spatula Ayre untukmengambil bahan dari fornix posterior. Ujung lainnya yangagak runcing untuk pengerok servilcs dengan putaran 360°.Akhirnya dengan kapas lidi yang telah dibasahkan dengangaram fisiologis dimasukkan ke dalam kanalis servikalis dandiputar untuk pengumpulan bahan dari endoserviks.

Sampel-sampel ini harus segera diapuskan di atas kacabenda dan difikser dalam ethyl alkohol 95%. Beberapa penulismenganjurkan pemakaian pipet untuk pengambilan darikanalis servikalis, akan tetapi hasilnya hampir sama. Biladisangka ada displasia serviks atau ada kelainan serviks lainnyaambilah beberapa sediaan yang terpisah untuk mendapatkansampel sel yang lebih banyak. Setelah difikser dan dikeringkansediaan dapat dikirimkan ke laboratorium.Diagnosa sitologik

Sitodiagnosis yang tepat bergantung dari sampel yang adekuat,fiksasi dan pewarnaan yang baik dan tentu saja pemeriksaan yantepat. Supaya ada saling pengertian yang baik antara dokter danlaboratorium maka cara pelaporan penting sekali. Jawabansitologik haruslah fakta yang diperlukan oleh dokter, dan tidakperlu seluruh data yang ditemukan dalam pemeriksaan.

Bila diperlukan ulangan smear waktunya harus ditentukan ataudiperlukan pengobatan sebelum ulanganf smear

Sistim pelaporan diagnosis sitologi semula diusulkan dengankias I — V bergantung dari derajat kelainannya. Bila tidakditemukan kelainan diagnosis adalah klas I dan bila ditemukan sel-sel ganas menunjukkan karsinoma infasif disebut klas V.Kebanyakan laboratorium sekarang lebih menyukai pelaporansesuai dengan diagnosa histologik seperti, normal, displasiasedang atau karsinoma skuamosa.

Klasifikasi menurut Papanicolaou adalah sebagai berikut :a. klas I negatif : Hanya ditemukan sel-sel normal.b. Klas II negatif : Tidak ditemukan tanda-tanda ganas; ditemukan

beberapa sel atipik.c. Klas III inkoclusif : Sediaan terdiri dari sel-sel atipik yang

sugestif akan tetapi tidak diagnostik untuk keganasan.d. Klas IV positif : Ditemukan beberapa sel atipik.e. Klas V positif : Ditemukan banyak sel-sel atipik atau ke-

lompok sel.

Di laboratorium kami memakai cara pelaporan:— Negatif— inkonklusif— Displasia

— Positif

Diurallcan kelainan yang ditemukan dengan rekomendasinya.Cara pelaporan ini harus konsisten dan dapat dimengerti olehpemakainya. Dokter harus mengetahui adanya limitasi dan pitfalls dari sitologi.Pengaruh program shining

Teknik Pap smear ini relatif murah, tidak sakit dan cukupakurat untuk mendiagnosis diplasia dan kanker servdcs. Karenaitu sangat ideal untuk shining populasi deteksi dini neoplasiaserviks. Pengaruh dari program skrining terhadap insidens kan-ker servals dan displasia telah banyak dipelajari.

Shining berulang di Copenhagen telah ddcerjakan sejak1962. Data menunjukkan dari skrining pertama sampai keem-pat dalam waktu 11 tahun, karsinoma invasif telah turun dari4/1000 menjadi 0, karsinomain situ dari 8,6/1000 menjadi0311000 dan displasia dari 31/1000 menjadi 3/1000.

Dibuktikan oleh Kim et al, dalam penyelidikannya di Tole-do, selama 20 tahun 1955 — 1974, dimana insidens karsinomaserviks pada umur 29 tahun lebih, turun dari 35,5/100.000menjadi 15,7, penurunan sebanyak 66%.

Insidens karsinoma in situ pada periode yang sama mening-kat dua kali. Perubahan ini hampir paralel dengan peningkataninsidens dan skrining sitologik. Laporan-laporan statistik seru-

Gynecology

60 .60

55

5045

40

33

30

25

20

15

10

195e 1960 1962 1964 1966 1968 1970 1 9 2

Gambar 1. Menunjukkan penurunan insidens rate dari karsinomainvasif dari serviks dlhubungkan dengan peningkatanaplikasi skrining sitologik .Dikutip dari Jones.l

pa didapatnya dari Louisville, Inggris, Finlandia dan BritishColumbia, Canada.

Sitologi eksfoliatif mempunyai fase negative rate ±20%.

5350

45

40

35

30

15

f0

Az

5

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 49

Page 51: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Hal ini bukan berarti bahwa cara ini tidak berguna, tetapi kitaharus waspada akan masalah ini bila mempergunakanpemeriksaan sitologi. Masalah false negative ini merupakansalah satu alasan untuk melakukan skrining setiap tahun, akantetapi bilamana 3 tahun berturut-turut ditemukan hasil negatif,tidak perlu diperiksa setiap tahun lagi, mungkin setiap 3,4 atau 5tahun. Akan tetapi untuk penderita dengan risiko tinggi ataupernah mendapat smear abnormal harus diperiksa setiap tahun.

Secara teoritis penggunaan pemeriksaan sitologi secarameluas dalam masyarakat dalam jangka waktu tertentu akandapat mengendalikan kematian sebab }canker dengan menemu-kannya dalam stadium dini dan stadium yang masih dapatdiobati. Masalah primer dari pengawasan komunitas (Com-munity control) kanker serviks bukan saja masalah teknik

dan fasilitas akan tetapi juga masalah organisasi dalam masya-rakat dan motivasinya. Program Pap smear di Indonesia barudimulai untuk pengayoman Keluarga Berencana lestari, mudah-mudahan dapat lebih meluas lagi menjangkau rakyat Indonesia.

KEPUSTAKAAN

1. Jones HW, Jones GS. Novak 's Textbook of Gynecology 10th ed.Bahimore, London : Williams and Wilkins 1981; 296 — 321.

2. Boon ME, Baun Meester MLT. Gynocological Cytology A Textbookand Atlas. The Mac Milian Ltd. 1980;183 — 184.

3. Tweeddale DN, Dobilier LD. Cytology of Female Genital tractNeiplasma. Year Book Medical Publisher Inc, 1972; 13 — 29.

4. Houkins J, Bourne G. Shaw's Textbook of Gynecology. 9th edEdinburg, London : Churchill Living-Stone 1971; 133 — 137.

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 52: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

dr. Nukman Moeloek.Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Analisis Semen Manusia

Pendahuluan

Salah satu pemeriksaan yang penting untuk penilaian ke-suburan pria ialah analisis semen. Pemeriksaan analisis semenini penting tidak hanya untuk para ahli andrologi yang mena-ngani masalah pria tetapi juga penting bagi para ahli gineko-logi yang menangani para wanita, yang merupakan pasanganpara pria tersebut. Hal ini disebabkan karena sebagian besarpasangan infertil datang terlebih dahulu kepada para ahliginekologi.l

Selain itu analisis semen manusia berguna pula bagi pasang-an yang ingin melakukan program Keluarga Berencana. Seba-gai contoh ialah bagi para pria yang telah dilakukan vasektomimaka analisis semen penting untuk mengetahui apakah semenmereka masih fertil ataukah sudah tidak mengandung sperma-tozoa lagi.

Akhir-akhir ini dimana kemajuan semen beku cukup pesatperkembangannya maka pemeriksaan semen diperlukan pulakarena sebelum pembekuan dan sesudah pencairan kembalisemen tersebut perlu dilakukan analisis semen.

Berbagai cara telah diuraikan untuk menganalisis semenmanusia.2-11 Beberapa daripada berbagai cara analisis sementersebut mempunyai kesamaan-kesamaan dan perbedaan. Agardidapat sesuatu keseragaman maka diperlukan suatustandardisasi analisis semen manusia.

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai bebe-.rapa cara analisis semen manusia sehingga dengan demikiandapat diperoleh perbandingan dan standardisasi analisis semenmanusia. Standardisasi ini penting tidak hanya untuk memper-oleh penyeraga nan, tetapi juga penting karena analisis semenini merupakan pemeriksaan yang memerlukan suatu ketepatan,dapat diulang kembali, cukup peka, relevan dan dapat dipakaidimanapun juga.

MENURUT ELIASSON

Pemeriksaan analisis semen manusia menurut Eliasson3 meli

puti :

Pemeriksaan pendahuluan— Likuifaksi semen. Semen akan berlikuifaksi dalam

waktu 20 menit. Bila sesudah satu jam tidak berlikuifaksi perlu dicatat sebagai perhatian.

— Warna semen. Warna semen bila tidak seperti biasanya, misalnya kuning atau kemerahan perlu dicatat.

— Volume semen.

Pemeriksaan mikroskopisPemeriksaan mikroskopis meliputi :— Penghitungan spermatozoa : Semen yang telah diaduk de-ngan baik diencerkan 1:50, 1:100, atau 1:200 tergantung padakepadatan sperma. Setiap semen dilakukan dua pengenceranyang berbeda. Cairan pengencer terdiri dari NaHCO3 : 50 g,formalin (35%) ' 10 ml dan akuadestilata sampai 1000 ml.Penghitungan sperma dilakukan dengan memakai hemosito-meter, dan diperoleh dari nilai rata-rata dua pengenceran tadi.Perbedaan antara dua penentuan di atas tidak boleh lebih dari10% untuk semen yang kepadatannya kecil atau tidak bolehlebih dari 20% untuk semen yang kepadatannya besar (60 juta/ml).— Motilitas spermatozoa : Motilitas spermatozoa ditentukansecara kuantitatif dan kualitatif. Sperma motil dihitung se-kurang-kurangnya dalam 10 lapangan pandangan yang terpisahdan persentase sperma motil dihitung dari nilai rata-rata di atas.Kualitas rata-rata motilitas sperma di bagi menjadi 0 sampaidengan 4 (0= tidak ada motilitas, 4= motilitas sangat baik).— Vitalitas spermatozoa : Vitalitas spermatozoa ditentukan de-ngan mempergunakan pewarnaan supravital : 0,5 % eosin Ydalam 0,15 m bufer fosfat, pH: 7,4.Dengan mikroskop fase kontras negatif sel mati akan berwar-na kuning dan sel hidup berwarna kebiruan. Pewarnaan supra-vital mempunyai keuntungan karena dapat membedakan nek-rozoospermia tulen atau tidak.

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 51

Page 53: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

— Morfologi spermatozoa : Morfologi spermatozoa merupa-kan parameter yang panting untuk menilai kesuburan pria.Tetapi masih belum dapat keseragaman mengenai definisi ben-tuk "spermatozoa normal".— Sel-sel lainnya.— Agregrasi spermatozoa.

Pemeriksaan plasma semen— Viskositas : Viskositas ditentukan sekuantitatif mungkin,yaitu dengan cara menghisap plasma semen dengan pipet kecildan waktu yang dibutuhkan oleh setetes semen yang jatuh daripipet tersebut dihitung (dalam detik). Radius pipet harusdibakukan (standardisasi). Dianjurkan memakai pipet denganvolume 0,1 ml dan panjang dari ujung pipet sampai batas 0,1 mltersebut ialah 12 cm. Pipet tersebut dapat distandardisasidengan minyak silikon MS 200, viskositas 20 cSt. Tiga tetesminyak tersebut meninggalkan pipet dalam waktu 5 ± 0,2 detik.— pH.

Anjuran yang disarankan untuk standardisasi analisis semen

Parameter Rekomendasi/Nilai normal

Abstinensi 5 (3—7) hariCara pengeluaran masturbasi (koitus interuptus)Volume 2—6 mlViskositas likuifaksi sempurna dalam 60 menitDensitas sperma 40 — 250 juta/mlMotilitas sperma

- Progresif baik — sangat baik - Kuantitatif jam pertama : >= 60%

jam ke 2—3 : >= 50%Vitalitas <= 35% sperma matiMorfologi sperma >= 60% bentuk sperma normalFosfatase asam 25.000 — 60.000 IU/mlSang 90 — 250 ug/mlFruktosa 150 — 600 mg/100 ml = 1,5 — 6,0 mg/ml

Interpretasi

Petunjuk untuk memperkirakan kualitas semen dengan cara - Klasifikasi fertilitas pria :menghubungkan faktor-faktor densitas, motilitas dan aglutinasispermatozoa.Petunjuk ini berdasarkan prinsip yang biasa digunakan dalambioassay farmakologi.

Densitas sperma Angka Sel motil (%) Angka(106/ml)

>60 0 >60 040—59 1 50—55 120—39 3 30—45 3

<20 10 < 2 5 10

Morfologi sperma Angka Tingkatan Motilitas Angka(% normal)

60 0 3—4 (baik-sangat baik) 050 — 59 1 2 (sedang) 140 — 49 3 1 (kurang baik) 3

< 40 10 0 (tidak ada) 10

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Aglutinasi kuat = 3

Jumlah dari angka-angka di atas digunakan untuk klasifiksasi, yaitu : <= 1 = normal; 2—4 = meragukan; 5—9 = patologis; >= 10 = patologisberat.

Selain itu Eliasson menganjurkan rekomendasi nomenkelatur untuk la-poran analisis semen, yaitu : — spermia : berhubungan dengan volume semen.

a-spermia : tidak ada semen yang keluar waktu eja-kulasi.

hipo-spermia : volume semen lebih kurang dari 2 ml.hiper-spermia volume semen lebih dari 6 ml.— zoospermia : berhubungan dengan spermatozoa dalam

semen.a-zoospermia : tidak ada spermatozoa dalam semen.oligo-zoospermia : kurang dari 40 juta spermatozoa/ml.poli-zoospermia : lebih dari 250 juta spermatozoa/ml.astheno-zoospermia : turunnya motilitas spermatozoaterato-zoospermia : lebih dari 40% spermatozoa abnormal.

MENURUT FARRIS

Pemeriksaan analisis semen menurut Farris4 lebih didasarkanpada spermatozoa-spermatozoa aktif. Untuk itu lebih ditekan-kan pemeriksaan :— Volume semen.— Jumlah spermatozoa (untuk mengetahui jumlah sperma

motil).— Jumlah sperma motil/ml— Jumlah total sperma motil/ejakulat.

Standard fertilitas menurut Farris :

spermatozoa aktif > 1 8 5 juta/ejakulatspermatozoa aktif 80—185 juta/ejakulatspermatozoa aktif<80 juta/ejakulattidak ada spermatozoa aktif dalamejakulat.

MENURUT SOERADI

Soeradi 8 menguraikan mengenai analisis semen, yang umum-nya dikutip dari Farris, dengan melakukan pemeriksaan ter-hadap :1. warna2. bau3. pH4. viksositas (terhadap H2O pada suhu kamar) : mengukur

viskositas dengan menggunakan viskometer HESS yaitumembandingkannya dengan viskositas air.

5. volume6. jumlah spermatozoa per ml : ditentukan seperti halnya

menghitung lekosit (digunakan kamar hitung Neurbauer). Bahan pengencer digunakan larutan George, yang terdiri dari 100 ml 3% natrium sitrat, 1 ml formalin 40% dan

- Volume - Kecepatan sperma (rata-

rata 25 ekor sperma da- lam menempuh jarak 1/20 mm) : 0,7—1,2 detik - Morfologi (bentuk oval) : >= 80% % - Motilitas (spermaaktif) : > =38%

- Sperma aktif/ml : >= 20 juta

"high fertility" :"relative fertility" :

: 2—5 ml.

"subfertility" :"sterility" :

Page 54: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

0,6 g eosin B.7. jumlah spematozoa yang bergerak aktif per ml : diguna-

kan zat pengencer 0,9 % NaCl. Dengan larutan ini sperma yang hidup akan tetap hidup, sedangkan sperma yang mati dapat dihiitung dengan mudah. Dengan mengurangi jumlah spermatozoa per ml, akan didapatkan jumlah sperma tozoa yang aktif per ml.

8. menentukan persentase spermatozoa yang abnormal de-ngan mengguanakan sediaan apus.

9. menentukan kecepatan gerak spermatozoa rata-rata dari25 spermatozoa yang melalui jarak 1/20 mm. Kecepatanini ditentukan dengan menggunakan stopwatch.

10. menghitung jumlah sel-sel muda (prostadia), lekosit, eri-trosit dan epitel.

11. bila dalam semen banyak terdapat sel prostadia maka perludibuat sediaan apus yang kemudian diwarnai dengan Harrishematoksilin dan eosin.

Sesuai dengan kriteria diatas kemudian dibagi menjadi 4 go-longan, yaitu :1. high fertile : jika terdapat lebih dari 185 juta

spermatozoa yang bergerak aktif (motil) per volume ejakulat.

2. relative fertile : jika terdapat 80 sampai 185 juta sperma-tozoa motil per volume ejakulat.

3. subfertile : jika terdapat kurang dari 80 juta sperma-tozoa motil per volume ejakulat.

4. sterile : jika tidak terdapat spermatozoa motil dalamsemen.

STANDARISASI ANALISIS SEMEN MANUSIA

Pokok-pokok standardisasi analisis semen manusia ini berasaldari pertemuan WHO yang dihadiri oleh para ahli dalam bidangandrologi dan reproduksi manusia.11

Penerangan dan cara penampungan semen manusia.Sebelum melakukan analisis semen perlu terlebih dahulu untukmemberikan penerangan sejelas-jelasnya kepada pria yang akandiperiksa tersebut mengenai maksud dan tujuan analisis semendan juga untuk menjelaskan cara pengeluaran dan penampungansemen tersebut.11

Penerangan mengenai cara pengeluaran, penampungan danpengiriman semen ke laboratorium hendaknya dijelaskan denganbaik dan secara tertulis. Penjelasan tersebut meliputi :

• Cara pengeluaran semen : Cara pengeluaran semen adabeberapa macam, yaitu : dengan cara masturbasi (onani),senggama terputus (coitus interruptus), pasca senggama,pemijatan prostat, pengeluaran memakai kondom dan sebagai-nya. Tetapi untuk keperluan analisis semen manusia hanya akandiuraikan mengenai masturbasi dan senggama terputus, karenahanya masturbasi dan senggama terputus sajalah yang memenuhipersaratan cara pengeluaran semen untuk dianalisis

• Penerangan yang perlu dijelaskan yaitu : 1. Sebelum pemeriksaan semen (air mani), tidak boleh campur (coitus) dengan isteri (abstinensi) paling sedikit selama 3

hari dan paling lama selama 7 hari.2. Semen harus diperiksa sekurang-kurangnya 2 kali dengan

jarak antara waktu satu atau dua minggu. Analisis semen sekali saja tidak cukup karena sering didapati variasi antara produksi semen dalam satu individu.

3. Semen harus dikeluarkan di laboratorium. Bila tidakmungkin, harus tiba di laboratorium paling lambat 2 jamdari saat dikeluarkan.

4. Semen dikeluarkan dengan cara : rangsangan tangan (onani/ masturbasi), bila tidak mungkin dapat dengan cara ran- sangan senggama terputus (koitus interuptus) dan jangan ada yang tumpah.

5. Semen ditampung seluruhnya dalam botol gelas bermulut besar, bersih dan kering (jangan sampai ada yang tumpah). Kemudian botol ditutup rapat-rapat dan diberi nama yang bersangkutan.

6. Untuk menampung semen tidak boleh menggunakan botolplastik atau kondom.

Analisis semen manusiaCairan semen yang normal akan berlikuifaksi atau mencairdalam 20 menit setelah dikeluarkan. Semen dapat diperiksasegera setelah berlifuifaksi sempurna. Waktu saat sementersebut mulai diperiksa harus dicatat.Pemeriksaan semen manusia meliputi pemeriksaan makroskopisdan pemeriksaan mikroskopis.

Makroskopis.

Pemeriksaan makroskopis semen meliputi pemeriksaan volumesemen, pH semen, bau semen, warna semen dan viskositassemen.

• Volume semen. Volume semen sebaiknya diukur denganmemakai gelas yang mempunyai perbedaan skala 0,1 ml.Seseorang dinamakan aspermia bila tidak mengeluarkan semen-nya pada waktu ejakulasi.Dinamakan hipospermia bila volume semen kurang dari 1 mldan dnamakan hiperspermia bila volume semen lebih dari 6 ml.Rata-rata volume semen pria Indonesia yang isterinyakemudaian menjadi hamil ialah 3,56 ± 1,35 ml atau sekitar 2—5 ml.'2

• pH semen. pH semen diukur dengan menaruh setetes semenkepada kertas pH yang mempunyai pH antara 6,6 sampai 8,0.Untuk lebih teliti dapat dipakai pH meter listrik. pH semennormal ialah basa lemah; pH semen diukur segera setelahlikuifaksi. Semen yang terlampau lama dibiarkan, pHnya dapatberubah.

• Bau semen. Semen mempunyai bau yang khas. Untukmengenal bau semen, seseorang harus telah mempunyai penga-laman untuk membaui semen. Sekali seorang telah mempunyaipengalaman, maka is tidak akan lupa akan bau semen yang khastersebut. Bau semen yang khas tersebut disebabkan olehoksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkanoleh kelenjar prostat13

• Warna semen. Warna semen putih keruh (putih kelabu).Untuk melihat warna semen, perlu mengamati semen tersebutdengan latar belakang putih. Adanya sejumlah sel darah

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 53

Page 55: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

putih yang disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapatmenyebabkan warna semen menjadi putih kekuning-kuningan.Perdarahan traktus reproduksi pria dapat menyebabkan warnasemen menjadi kemerah-merahan.

• Fruktosa : fruktosa semen diproduksi oleh vesikulaseminalis. Bila tidak didapati fruktosa dalam semen, dapatdisebabkan karena : (1) azoospermia yang disebabkan olehagenesis vas deferens. Semen pria tersebut tidak didapati koa-gulasi semen sesudah ejakulasi karena vesikula seminalis yangsecara embriologis merupakan pelebatan vas deferens juga tidakdibentuk, (2) bila kedua duktus ejakulatorius tersumbat, (3) padakeadaan ejakulasi retrogard yang jarang terjadi. Carapemeriksaan fruktosa kualitatif tersebut ialah :1. buatlah reagensia dengan menambahkan 50 mg Resorcinol

pada 33 ml HC1 pekat. Kemudian encerkan sampai 100 mldengan akuades.

2. tambahkan 0.5 ml semen pada 5 ml reagensia di atas, kemudian panaskan sampai mendidih. Bila terdapat fuktosa dalam semen akan tampak warna merah jingga sesudah didihkan 60 detik. Bila tidak terdapat fruktosa dalam semen maka cairan tersebut tetap tidak berwarna.

Pemeriksaan fruktosa kualitatif ini harus merupakan pemerik-saan rutin pada semen azoospermia.2

• Viskositas semen. Viskositas (kekentalan) semen dapatdiukur setelah likuifaksi semen sempurna. Pengukuran vis-kositas semen dapat dilakukan dengan berbagai cara :

Dapat dilakukan dengan menggunakan pipet Pasteur.Sejumlah kecil semen dihisap ke dalam pipet dan kemudianmudah atau sulitnya cairan semen tersebut masuk ke dalampipet dilihat. Pada keadaan normal semen tersebut dapat masukke dalam pipet dengan mudah. Panjang cairan semen yangdibentuk ketika meninggalkan pipet diukur. Pada keadaannormal panjangnya antara 3—5 cm meskipun koagulum sementelah berlifuifaksi sempuma. Pada semen yang lebih kentalmaka panjang cairan yang terbentuk akan lebih panjang. Untukmengukur viskositas semen yang lebih tepat dapatmenggunakan pipet yang telah distandardisasi3 atau denganviskometer HESS.8 Rata-rata viskositas semen pria Indonesiayang isterinya kemudian menjadi hamil ialah 4,26 ± 2,42 CPatau sekitar 1,6 — 6,6 CP.12

Mikroskopis. Sebelum pemeriksaan mikroskopis, sementersebut harus diaduk dulu dengan baik. Untuk pemeriksaanmikroskopis maka 1 tetes semen, diameter sekitar 2—3 mm, di-letakkan ke atas gelas objek yang bersih dan kemudian ditutupdengan gelas penutup yang kecil. Setelah itu sediakan diperiksadibawah pembesaran 100 X atau 400 — 600 X.

• Motilitas sperma. Berat gelas penutup akan menyebarkansampel semen sehingga diperoleh lapangan pandang yangoptimal. Pemeriksaan motilitas sperma terdiri dari pemeriksaanmotilitas kuantitatif dan kualitatif.

• Motilitas kuantitatif Motilitas kuantitatif ditentukandengan menghitung spermatozoa motil dan imotil padasekurang-kurangnya 10 lapangan pandangan yang terpisah dandilakukan secara acak (tetapi tidak boleh yang dekat

pojok gelas penutup). Presentase spermatozoa motil dihitungdari rata-rata persentase motilitas untuk semua lapanganpandangan yang dihitung. Nilai yang diperoleh dibulatkanmendekati nilai yang dapat dibagi 5% (contohnya 73% menjadi75%; atau 68% menjadi 70%).

• Motilitas kualitatif Motilitas kualitatif ditentukan secarasubjektif berdasarkan pergerakan spermatozoa yang bergeraklurus kedepan dengan baik. Pembagiaannya adalah : jelek/tidak baik (tidak ada pergerakan), kurang baik, baik dan sa-ngat-baik kemudian diberi kode :—Tidak baik yaitu tidak ada yang bergerak lurus kedepan

dengan baik (0).—Kurang baik yaitu ada yang menunjukkan pergerakan kedep

an dengan lemah (1).—Baik : yaitu menunjukkan pergerakan kedepan cukup baik (2)—Sangat baik : yaitu menunjukkan pergerakan kedepan dengan

baik dan sangat aktif (3).Semen yang normal menunjukkan 60% spermatozoa motil ataulebih dengan sebagian besar menunjukkan pergerakan baiksampai sangat baik dalam waktu setengah sampai tiga jamsesudah ejakulasi. Bila terdapat motilitas yang abnormal;misalnya pergerakan sirkuler, maka perlu dicatat.

Semen yang mengandung 40% sperma motil atau kurang,dengan pergerakan kedepan yang baik sesudah dua atau tigajam sebaiknya dinilai kembali. Pasien ini harus diperiksa kem-bali semennya sesudah 48 — 72 jam dan harus dianalisis .dalam waktu 30 menit untuk menentukan apakah motilitaskualitatif dan kuantitatif awalnya baik tetapi dengan cepatmenurun atau memang motilitasnya yang jelek sejak awal.

Rata-rata persentase sperma motil pria Indonesia yangisterinya kemudian menjadi hamil 55,10±9,02% atau sekitar45—65%.12

• Perkiraan densitas sperma. Sebelum menentukan ataumenghitung konsentrasi sperma perlu dilakukan perkiraan kasarjumlah sperma agar dapat menentukan prosedur pengenceranyang akan digunakan dan untuk mempersiapkan sediaan apusuntuk analisis morfologi.Perkiraan kasar dibuat dengan menghitung jumlah rata-rataspermatozoa di dalam beberapa lapangan penglihatan di bawahlensa objek 40 X kemudian dikalikan dengan 106 (10 juta).Sebagai contoh 40 spermatozoa/lapangan penglihatan besarberarti perkiraan kasar konsentrasi spermatozoa 40 juta/ml.

• Partikel kotoran. Setiap kontaminasi eksesif oleh bakteri,sel epitel, sel darah merah, sel darah putih atau sel germinalmuda perlu dicatat. Perlu ditambahkan bahwa, setiap mukusdari semen yang nonlikuifaksi atau semen yang mempunyaiviskositas tinggi perlu dilaporkan.

• Aglutinasi. Aglutinasi ditentukan bersamaan denganpemeriksaan motilitas kuantitatif, sepuluh lapangan pandanganterpisah diamati dan rata-rata persentase spermatozoa yangberaglutinasi dihitung mendekati bilangan yang dapat dibagi5%. Suatu nilai 10% atau kurang tidak dianggap abnormal,tetapi diatas 10% perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksitraktus genitali atau mungkin masalah imunologik.

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 56: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Perlu ditekankan bahwa aglutinasi dapat menunjukkanaglutinasi kepala dengan kepala, kepala terhadap ekor atau ekorterhadap ekor spermatozoa dan bukan pengumpulanspermatozoa bersama-sama dengan kotoran sel.

• Viabilitas sperma. Jumlah spermatozoa hidup dapatditentukan dengan mempergunakan satu dari beberapa tehnikpewarnaan supravital. Satu diantaranya menggunakan 0,5%Eosin Y dalam aquadestilita dan diperiksa dengan menggunakanmikroskop fase kontras negatif. Metode lainnya ialah dengan cara yaitu pertama mewarnai spermatozoa dahulu dengan 1%Eosin dalam aquadestilita dengan kemudian diwarnai lagidengan 10% Nigrosin dalam aquadestilita. Preparat ini dapatdiamati dibawah mikroskop cahaya biasa. Dihitung seratusspermatozoa dan dengan cara ini dapat dibedakan antaraspermatozoa yang mati dan yang hidup.

Di bawah mikroskop fase kontras negatif, spermatozoa matiberwarna kuning dan spermatozoa hidup berwarna kebiru-biruan. Di bawah mikroskop cahaya, spermatozoa matiberwarna merah sedangkan spermatozoa hidup tak berwarna.Pewarnaan supravital ini dapat dipakai untuk membedakanspermatozoa imotil (tetapi spermatozoa masih hidup) denganspermatozoa yang mati. Juga untuk suatu pengontrolanpenilaian motilitas. Oleh karena itu pemeriksaan ini perludilakukan bila motilitas kuantitatif kurang atau sama dengan40%.

• Cara menghitung spermatozoa. Penghitungan konsentrasispermatozoa dapat ditentukan dengan menggunakan metodehemositometer atau "electronic coulter Counter". Metodehemositometer lebih sering digunakan untuk semen yangmempunyai perkiraan jumlah spermatozoa yang sangat rendah (misalnya 10 juta/ml) atau pemeriksaan semen yang memerlukanpenentuan jumlah dengan segera. Metode hemositometer inidipergunakan disebagian besar negara.Semen yang telah diaduk dengan baik diencerkan 1:10, 1:20, 1:50 atau 1:100 tergantung pada perkiraan jumlah spermatozoayang telah dilakukan sebelumnya. Sebagai pengencer berisi 50 gNaHCO3, 10 ml 35% formalin, 5 ml cairan gentian violet pekatdan aquadestilita sampai 1000 ml. Pewarnaan tidak diperlukanbila dipergunakan mikroskop fase kontras. Perlu digunakan duapengencer untuk setiap semen. Meskipun sering digunakan,pipet lekosit tidak cukup tepat untuk digunakan sebagai alatpengenceran dan karena itu disarankan sebagai alat pengenceranpergunakanlah pipet mikro modem (10, 50, 100 atau 200 ul).Semen yang diencerkan harus diaduk lebih dahulu dan segeradipindahkan ke hemositometer standar (contohnya kamar hitungBurker atau Neubauer) yang telah ditutup dengan gelas penutup.

Di bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Indone-sia sebagai pengencer digunakan larutan George yang terdiridari 100 ml 3% Natrium sitrat, 1 ml formalin 40% dan 0,6 geosin B.

Hemositometer ini diletakan dalam kamar lembab selama 15ment sampai 20 ment agar semua sel mengendap, kemudiandihitung dibawah mikroskop .cahaya atau mikroskop fasekontras pada pembesaran 100 atau 400 kali. Hanya spermato-zoa (sel benih yang matang dan mempunyai ekor) yang dihi

tung. Perbedaan antara jumlah sperma dari kedua pengencerantadi tidak boleh lebih dari 10% pada sperma yang mempunyaidensitas rendah atau 20% pada sperma yang mempunyaidensitas tinggi ( > 60 juta/ml).

Perlu dipahami bahwa yang disebut konsentrasi spermaialah jumlah spermatozoa per ml semen. Sedangkan jumlahspermatozoa total ialah jumlah spermatozoa seluruhnya dalamejakulat.

Prosedur penghitungan spermatozoa dengan menggunakanhemositometer adalah sebagai berikut : Suatu hemositometerstandar (kamar hitung Neubauer) mempunyai suatu kisikisi (grid) yang berisi sejumlah bidang besar (1—5) seperti gambar1. Bidang tengah 5 dibagi menjadi 25 bidang yang lebih kecil,dimana 4 bidang yang dipojok dinamakan bidang 5a, 5b, 5c, 5ddan bidang kecil di tengah 5e. Bidang besar 5 mempunyaivolume 0,1 mm3 atau l0-4ml cairan antara hemositometer dangelas penutup. Jadi faktor multiplikasi untuk bidang 5 dapatdihitung yaitu 104 atau 10.000. Jumlah spermatozoa per ml daripada semen yang diencerkan di dalam hemositometer didapatidengan mengalikan sejumlah spermatozoa yang dihitung dalambidang lirna (5) dengan faktor multiplikasi 10.000.Konsentrasi sperma dalam semen asli didapati dengan mengali-kan jumlah perkalian di atas dengan faktor pengenceran,sebagai contohKonsentrasi sperma = jumlah sperma yang dihitung dalam

bidang 5 X faktor multiplikasi (10.000)X faktor pengenceran.

Jumlah sperma total : konsentrasi sperma X volume semen.

25 3

Gambar 1. Kamar hitung Neubauer untuk menghitung spermatozoa.

Pada kasus-kasus dimana konsentrasi spermatozoa rendah,spermatozoa di hitung dalam semua bidang "besar" (1--5) danharus dikalikan dengan 2000. Pada kasus-kasus di manakonsentrasi sperma tinggi (misal lebih dari 100 dalam bidang 5),pergunakanlah pengenceran yang lebih besar seperti dijelaskansebelumnya.

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 55

Page 57: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Umumnya telah disepakati bahwa pria dengan jumlah sper-ma antar 20—200 juta/ml berada dalam batas-batas subur (fertil)Akan tetapi, perlu diketahui bahwa kehamilan dapat terjadidengan jumlah sperma lebih rendah dari 20 juta/ml. Dilain pihakinfertilitas dapat dijumpai pada pria-pria dengan konsentrasisperma lebih dari 100 juta/ml. Oleh karena itu penilaianpotensial kesuburan pria tidak boleh didasarkan hanya padakonsentrasi sperma. Perlu juga diperhatikan mengenai motili-tas, morfologi dan fungsi-fungsi lain daripada spermatozoa.Rata-rata konsentrasi sperma pria Indonesia yang isterinyakemudian menjadi hamil ialah 86,10% ± 66,28 juta/ml atausekitar 20—150 juta/ml.12

Analisis karakteristik morfologi sel-sel benih.

• Mempersiapkan sediaan apus cairan semen; Karateristikmorfologi sel-sel germinal (sel benih) sama pentingnya dalamsuatu penilaian spesimen cairan semen secara lengkap, sepertijuga penilaian jumlah sperma dan motilitas sperma. Karena itupenting untuk meyiapkan suatu sediaan apus spesimen cairansemen yang segar agar dapat digunakan dalam analisiskarakteristik-karakteristik morfologi ini.

Bila perkiraan konsentrasi sperma lebih dari 10 juta/ml, suatuapusan dibuat dengan cara meletakkan setetes kecil (diametersekitar 3 mm) cairan semen yang telah diaduk dengan baikpada gelas objek yang bersih dan dilakukan pengapusan sepertimembuat preparat darah. Gelas objek tersebut harus dibersihkandengan detergen, dicuci dengan air, dengan alkohol dan kemudi-an dikeringkan. Bila perkiraan konsentrasi sperma kurang 10juta/ml., maka pembuatan sediaan apus ialah dengan caramemusingkan (sentrifugasi) semen yang akan diperiksa pada2000 rpm selama 15—20 menit. Sediaannya kemudian diapuspada gelas objek seperti dijelaskan diatas.

Fiksasi sediaan apus yang digunakan tergantung prosedurpewarnaan yang akan digunakan. Sesudah pewarnaan, sediaanapus harus ditutup dengan De Pex (George T Gurr Lad, CarlisleRoad, London NW 5, UK), Permount (Fischer ScientificCompany, Fairlawan, New Jersey, 07410, USA) atau mediumyang sama, dan kemudian ditutup dengan gelas penutup.

Kebanyakan pewarnaan akan memucat bila dibiarkan diudara terbuka lebih dari beberapa minggu, atau bila alkohol yangdigunakan dalam prosedur adalah asam. Sediaan diperiksadengan mikroskop yang baik dengan pembesaran 1000 sampai1250 kali (objektif planchromatik 100 X).

• Metode pewarnaan : Beberapa metode pewarnaan dapatdigunakan untuk sediaan-sediaan apus semen; cara yang terbaiktergantung pada kebutuhan spesifik klinik atau peneliti dantergantung pula pada bahan yang tersedia. Beberapa pewarnaaninti seperti fast green, Wright, Giemsa atau Eosin YNigrosincukup untuk penilaian abnormalitas sperma secara umum.Pewarnaan Papannicolaou terbukti cukup memuaskan dengan

kekecualian bahwa peneliti-peneliti tertentu menjumpai kesulitan untuk membedakan sel benih muda secara spesifik dari yang lainnya. Untuk penilaian semua elemen sekuler yang dijumpai dalam cairan semen, suatu modifikasi pewarnaan Bryan's dan Leishman dapat juga digunakan.

Klasifikasi dan penghitungan sel-sel benih dan lekosit-lekosit.Sekurangnya seratus spermatozoa berekor dihitung dan dikla-sifikasikan sesuai kriteria yang diperlihatkan dalam gambar2—5. Suatu kesimpulan daftar tipe-tipe sel dan frekuensi-frekuensi sel yang diperkirakan dalam suatu ejakulat normal,dapat dilihat dalam lampiran 1. Pada waktu yang sama ketika100 spermatozoa dihitung dan diklasifikasikan, dilakukan pulapenghitungan dari jumlah dan tipe-tipe sel benih muda dan1ekosit.

Gambar 2. Gambar spermatozoa normal dan abnormal

A, B : Spermatozoa normal. H : Kepala dua

C : Spermatozoa kepala besar I : Kepala amorf

D : Spermatozoa kepala kecd J : Gangguan ekor

E, F : Kepala tapering K, L : Droplet sitoplasma

G : Kepalapiriform (WHO, 1980 )

Konsentrasi total setiap macam sel termasuk lekosit dapatdengan mudah dihitung. Kalkulasi semacam ini untuk pemerik-saan sel benih muda (secara kolektif) dan lekosit harus dikerja-kan pada setiap pemeriksaan dasar yang rutin. Konsentrasi tipe-tipe lain daripada sel-sel benih dan lekosit-lekosit dapat dihitungpula secara relatif dari lapangan yang sama sewaktu menghitung100 spermatozoa. Bila N adalah jumlah dari tipe sel yangdihitung didalam lapangan pandangan yang sama ketikamenghitung 100 spermatozoa dan S adalah jumlah spermadalam juta per ml, maka konsentrasi (C) tipe sel yang dihitungdapat dikalkulasi dari rumus yang berikut berdasarkan bahwaperbandingan antara jumlah jumlah sel-sel dan jumlahspermatozoa dipandang sama dalam sediaan apus dalamsemen,

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 58: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

A

j { G D

E T 'C

Gambar 3. Sel germinal muda.

A Spermatogonia D,E,F, Spermatid SabB Spermatosit primer G Spermatid Scd.C Spermatosit sekunder (WHO, 1980)

-; ;t~M)f II I

Gambar 5. Sel-sel germinal muda dengan pewarnaan Papancolou

ps spermatosit primerpsi spermatosit primer dalam pembelahanss spermatosit sekunderSab spermatid Sabsz .spermatozoa dan spermatozoa muda.

(WHO, 1980 ).

1 2 0 X 106 ml, maka konsentrasi sel benih muda adalah 30 X

120 X 106 =36X 106 /ml atau 36 juta/ml

Formulir Hasil Analisis Semen

N a m a:Nomor LaboratoriumNomor Pasien :

Gambaz 4. Gambaz sel sel lekosit dart sel epitel di dalam semen.Identifikasi teknisiTanggal pengeluaran

A,B,C,D : Lekosit polimorfonuklear Semen lengkap 1 = ya & 2 = tidakE : Limfosit Abstinensi (hari)F Sel epithel Volume (ml)

(WHO, 1980). Waktu sesudah ejakulasi (jam)Viskositas besar sesudah 20 ment?

N X S 1=ya&2=tidakC = Konsentrasi sperma

(106/mlbagian contoh, bila 'umlah benih muda~ yang dihitung

Jumlah spermatozoa total

perm todalah 30 per 100 spennatozoa dan jumlah spermatozoa (106/ejakulat)

– Spermatozoa hidup (%): –Aglutinasi spermatozoa –Spermatozoa normal –

Kepala besar M: – Kepalakecil (%): – Kepala lancip (%): – Kepala periform –Kepala dua (%): – Kepala

amorf M: – Gangguanmidpice

Droplet sitoplasma (%):

Gangguan ekor (%):

Cermin Dunia K e d o k t e r a n No. 30 57

Page 59: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Spermatozoa motil M - Spermatogonial(106/ml ejakulat)

Rata-rata motilitasprogresif - Spermatosit I, II0 = tidak ada, 1 = kurang baik (106 /ml ejakulat)2 = baik, 3 = baik sekali - Spermatid Sab

(106/ml ejakulat)- Spermatid Scd

(106 /ml ejakulat)- Konsentrasi sel benih muda

(106/ml ejakulat)- Konsentrasi lkos i t

(106 /ml ejakulat)

KLASIFIKASI FREKUENSI DALAMEJAKULASI NORMALSpermatozoa Rata-rata Rendah Tinggi Standar devias

Normal - 80,5 48,0 98,0 9,7

Kepala besar 0,3 010 5,2 0,6Kepala kecil 1,4 0,0 13,5 1,8Kepala tapering 0,4 0,0 6,2 0,9Kepala piriform 2,Q 0,0 21,8 2,8Kepala dua 1,5 0,0 8,3 I'SKepala amorf 6,5 0,0 24,9 4,0Gangguan ekor 5,2 0,0 37,4 4,7Droplet sitoplasma 2,2 0,0 14,5 2,1

Sel-sel germinal muds

SpermatogoniaSpermatosit primerSpermatosit s e k u n d e r ~ tidak ditentukanSpermatid SabSpermatid Scd

Lekosit

LimfositPolimorfonuklear } 4 , 7 X 106/ml ejakulat

KEPUSTAKAAN

1. Zaneveld LJD, Polakoski KL. Collection and vhvsicai examinationof the ejaculate. In: Hafez ESE Ed. Technique of HumanAndrology. Amsterdam : North Holland Publishing Cc 1977; 147.

2. Amelar RD, Dubin L. Semen Analysis. In : Amelar RD, Dubin L,Walsh P. Eds. Male Infertility Philadelphia: WB Saunders, Co1977;105.

3. Eliasson R. Parameter of male fertility. In : Hafez ESE, Evans TN,Harper, Row. Eds. Human Reproduction. New York : 1973; 39.

4. Farris EJ. Male Fertility, Br Med. J 1951; 2 : 1475.5. Mac Leod J. Semen quality in one thausand men of known fertility

and in eight hundred cases of infertile marriage. Fertil, Steril1951; 2 : 115.

6. Mac Leod J, Gold RZ. The male factor in fertility and infertility. III.An analysis of motile activity in the spermatozoa of 1000 fertilemen and 1000 men in infertile marriage. Fertil Steril, 1951; 2 :187 .

,7. Schirren C. Praktische Andrologie. Berlin; Verlag Bruder Hart-mann, 1971.

8. Soeradi O. Analisa semen. Dalam : Eds. Samil RS, Saifuddin ABKeluarga Berencana. Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJakarta, 1971, 77.

9. Tjioe DY, Oentoeng S. The viscosity of human semen and thepercentage of motile spermatozoa. Fertil Steril 1968; 19: 562.

10. Tyler ET. Evaluation of male fertility. In : Amelar RD, Dubin L,Walsh P. Eds. Male Infertility. Philadelphia: WB Saunders, Co.1977, 105.

11. WHO : Laboratory Manual for The Examination of Human Semen andSemen Cervical Muscus Interaction. Singapore. Press Concern1980.

12. Moeloek N. Analisa semen suami dengan perkawinan infertil yangisterinya kemudian hamil, Symposium ' Spermatologi 1 9 - 2 1Janusz!, 1978.

13. Moeloek N. Sperma Manusia. Dalam : Eds. Suhadi, K PANDI Sper-matologi. 1979;118.

LABORATORIUM8AYl - TABLING

r L

rj a \ 0 ` i 40

J_

2'r

w

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 60: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

PERKEMBANGAN

Takdir KriminilIde bahwa perilaku antisosial adalah "turunan" bukan barang

yang baru.Sekitar seratus tahun yll. telah beredar teori Morel tentang"degenerasi herediter". Dikatakannya kejahatan moral akandiikuti oleh kegilaan pada generasi berikutnya, dan akhirnyadengan idiocy. Dengan berkembangnya ilmu genetika modern,pendapat tadi dengan cepat tersingkir. Maka mulailah orangmenganut paham sosiologik bahwa perilaku kriminal itudisebabkan oleh lingkungan Namun demikian, kecurigaanbahwa gen sedikit banyak masih bertanggung jawab, masihada.

Orang pertama yang mencoba meneliti peranan gen inisecara ilmiah adalah Lange dengan tulisannya yang provoka-tif: Crime as Destiny (1931). Ia melaporkan bahwa pada 13anak kembar monozigot (MZ) ditemukan konkordans (per-samaan) sebesar 77% dalam perilaku kriminalnya ! Pada anakkembar dizigot (DG) angka itu hanya sebesar 12%. Kembar MZgen-nya 100% sama, sedang pada kembar DZ rata-rata hanya50% yang sama. Karena lingkungan dari kedua jenis kembar tadikurang lebih sama, perbedaan angka pada MZ dan DZ taditentunya disebabkan karena gen ! Oleh sebab itu Langemenyimpulkan pentingnya peran "keturunan" dalam perilakukriminal.

Pendapatnya tidak sedikit mengundang kritik. Antara lain dikri-tik bahwa orang-orang kembarnya diperoleh dari berbagaisumber, dan penelitiannya kurang sistematik. Tapi penelitian yanglebih sistematik ternyata cenderung menyokong Lange, meskipunperbedaan dalam rasio konkordans MZ/DZ nya lebih kecil.Diantara penelitian akhir-akhir ini yang penting untuk dicatatialah penelitian Christiansen (1976). Ia menunjukkan bahwakonkordans dalam perilaku kriminal pada kembar MZ dua kalilebih besar daripada kembar DZ. McGuffin (laporannya belumdipublikasikan) yang mengumpulkan angka dari berbagai penelitian orang kembar juga menyodorkan angka yang mengagetkan.Dari 600 kembar, konkordans pada kembar MZ rata-rata 51%sedang pada DZ 22%.

Namun demikian, tidak semua peneliti setuju dengan in-terpretasi angka-angka itu. Dan Dalgaard dari Norwegia cumamenemukan perbedaan yang kecil saja diantara kedua jeniskembar itu. Perilaku kriminal pada orang-orang kembarnya bera-neka ragam, dari pelanggaran lalu lintas sampai pengkhianatanyang dilakukan pada zaman perang tahun 1939-45. Ini mungkinmerupakan salah satu penyebab perbedaan hasil penelitianDalgaard dan peneliti-peneliti lainnya. Tapi ini jugamenggambarkan fakta bahwa kriminalitas adalah seonggokcampuran perilaku; menganggapnya sebagai suatu kesatuan

mungkin terlalu menyederhanakan persoalan.Cara klasik lain untuk memisahkan pengaruh genetik dan

pengaruh lingkungan ialah penelitian pada anak pungut. Di-Amerika, Growe (1974) menemukan: dari 46 anak pungut yangibunya kriminil, 6 diantaranya menunjukkan perilaku an-tisosial. Sedangkan pada kelompok kontrol yang ibunya ti dakkriminil, tidak ada anak yang antisosial. Sekali lagi, disinipengaruh gen dikambinghitamkan. Bagaimana denganhubungan ayah dan anak?Lengkapnya catatan sipil di Denmark memungkinkan pene-litian ini.Hutchings dan Mednick menyajikan fakta sebagai berikut: Bilaayah biologis dari anak pungut itu "punya catatan kriminal", ang-ka kriminalitas anak pungut itu 21%. Bila ayah biologis tadibukan orang kriminal, angka kriminalitas pada anak pungut itujauh lebih kecil, cuma 11%a bila ayah pungutnya orang baik-baik.Bila ayah pungutnya "punya catatan kriminil", angka tadi cumanaik sedikit, jadi 12%.Nah, terlihat jelas bahwa adanya gen "kriminal" saja cukup untukmeningkatkan risiko kriminalitas. Sedang faktor lingkungan sajatidak meningkatkan angka itu. Bagaimana bila gen dan lingkung-an sama-sama membentuk anak? Bila ayah pungut dan ayah ang-kat kedua-duanya kriminal, angka tadi melonjak tinggi sekali.Jadi 36%. Nah!

Penelitian berikutnya oleh Bohman dkk (1982) di Swediaternyata menyokong hasil-hasil terdahulu. Untuk kriminal kecil-kecilan tanpa kekerasan (seperti mencuri) pengaruh genetiktampak nyata.Tapi Sigvardsson mengingatkan agar jangan terburu-buru me-narik kesimpulan dari penelitian Swedia ini. Bagaimanapun jugainformasi mengenai lingkungan tidak dapat diperoleh denganpasti. Selain itu Swedia adalah negara yang kurang lebih secarasosial homogen dan secara ekonomis makmur. Karena lingkung-annya hampir homogen tentu saja pengaruh genetik cenderunglebih kelihatan. Pada masyarakat yang heterogen mungkinpengaruh lingkungan atas kriminalitas lebih besar.

Di samping itu difinisi kriminal itu_berbeda-beda. Apa yangdi suatu negara dianggap kriminal di negara lain dianggapperilaku normal. Tapi, bagaimanapun juga, penelitian Swedia inimenguatkan pendapat-pendapat terdahulu tentang peranan gen.Memang, gen saja tidak memastikan seseorang akan menjadipenjahat, apalagi penjahat besar. Dan pendapat Lange tentang "takdir kriminil" memang berlebih-lebihan. Tapi bahwa gen punyapengaruh pada perilaku kriminal kini tampaknya tak dapatdisangkal lagi. Nah, mereka yang setuju dengan perburuan GALIdi Yogya dan Jakarta akhir-akhir ini mungkin kini punya pe-gangan ilmiah: pengurangan penye-

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 59

Page 61: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

barluasan "gen kriminil" dalam masyarakat kita. Eugenik kecil-kecilan. Begitulah.

Lancet 1983; i : 35—6

Antasida untukUlkus Duodeni

Dalam dua dasa warsa ini muncul berbagai obat yang punyapotensi menginduksi penyembuhan ulkus. Nah, apakah kini antasida masih punya tempat dalam pengobatan ulkus? Di Inggris,seperti di Indonsia, biasanya antasida digunakan dalam dosissedang untuk pengobatan simtomatik. Namun di Amerika iadigunakan dalam dosis tinggi guna ,mempercepat penyembuhanulkus. Apakah benar ada perbedaan efek dengan perbedaandosis itu?

Antasida magnesium-aluminium dalam dosis tinggi memangterbukti dapat mempercepat penyembuhan ulkus. Ini dibuktikandalam percobaan di Amerika 5 tahun jl . Ada pendapat bahwainilah yang menyebabkan penyembuhan ulkus duodenum rata-rata lebih cepat, di Amerika daripada di Inggris. Dalam dosistinggi digunakan 30 ml suspensi antasida magnesium-aluminium 7 kali sehari, sehingga memberikan kapasitasnetralisasi 1008 mmol. Dengan dosis setinggi ini, bila ada ke-untungan dibandingkan antagonis H2 (cimetidine misalnya),

o tid4

' J I A \ ' I / A X a I 1

itu bukan dalam soal harganya (karena akan sama mahalnya),atau dalam soal kemudahan pemberiannya, atau tak adanya efeksamping (antasida dalam dosis itu sering menyebabkan diare).

Dalam penelitian lain, dengan dosis 280 atau bahkan 200mmol per hari, antasida dikatakan masih punya potensi mem-percepat penyembuhan.Membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian di lain tempat dan dengan antasida yang berbeda tidakmudah. Tapi satu hal yang mengherankan ialah: dengan dosisserendah itu, pHlambung seharusnya tidak banyak berubah.Jadi, bila memang ada efeknya dalam pengobatan, ini meng-herankan.

Usaha membuktikan bahwa antasida berguna untuk meredakan simptom/gejala umumnya gagal. Plasebo ternyata samamanfaatnya dengan antasida dalam mengurangi gejala ! Dalampenelitian di Scandinavia, antasida dosis rendah (280 mmol perhari) dikatakan mempercepat penyembuhan ulkus. Tapi anehnya ia hanya sedikit sekali memberikan pengurangan ge-jala.Mengapa antasida tidak mengurangi gejala, bila ia benar-benardapat mempercepat penyembuhan luka? Ini sulit dimengerti.

Melihat bukti-bukti di atas, tampaknya dokter-dokter perludiyakinkan untuk meninggalkan penggunaan antasida bilatujuannya hanya untuk mengurangi gejala. Tapi antasida perludigunakan dalam dosis tinggi untuk mempercepat penyembuhan ulkus. Kalau begitu, lalu, obat apa yang harus diberikanuntuk mengurangi gejala-gejala? Antasida dalam dosis kecilmurah dan cukup aman. Apakah mereka punya efeksesungguhnya atau hanya bersifat plasebo tak begitu pentingdiperdebatkan asalkan pasien cukup puas. Dan memang be-gitulah biasanya. Sebahknya, antogonis histamin H-2 benar-benar memberikan efek simtomatik yang mujarab. Dan kenya-taannya, apapun tujuan dokter semula, pasien sering menggu-nakannya "hanya bila diperlukan". Pasien biasanya masih punyasisa obat ini untuk digunakan "dimana perlu".Sejauh ini, tampaknya antagonis H-2 cukup aman. Dan peng-obatan diri-sendiri itu (self-treatment) tampaknya tidak akanmendatangkan bahaya apa-apa. Namun demikian, secara rasio-nal seharusnya antogonis H-2 harus digunakan dengan per-hitungan yang benar; yaitu terutama bila gejala-gejala tak da-pat ditanggulangi dengan obat-obat yang sederhana.

Bila antasida digunakan, perlu diingat beberapa hal. Bukan hanya bikarbonas natrikus, tapi campuran magnesium trisilikatjuga mengandung banyak natrium. Ini dapat mencetuskangagal janturig pada pasien yang punya predisposisi untuk itu.Garam-garam kalsium, dalam dosis besar, menyebabkanhiperkalsemia. Karena ion kalsium merangsang pelepasan

60 Cerrdn Dunia Kedokteran No. 10

Page 62: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

pntda, make, m t s " kahk= dapat maw* hkm b3twn*-rediambwe karena -rebouad fenaweW. G e r m m%wdm danatuminhun sad% rnergikst obat lain, i y p t - rangiabsorbsi cimeddim, ftoxin, iadomtasin, d1i. Ddmm dodstinge ia dapat amVIcat f )dg seiinap ter jadi osteomalacia.

TqA dalmn dods sedang, :na m-aiawaium antasida tetapmempakan obat yang aman, murah dabwa pengobatanulkus duodeni.

i t k M o d J 1 " 2 ; U S : 1520–1

Keluarga di Rat-flat BertingkatPenunahan yang jelek itu tdak baik bagf kesehatan. W

telsh kita ketshui. Maka gubuk-gubuk pun dirubuhkan.Sebago penggantinya didn* kh* flat-flat bertingkat. Sung-guh menpcewakan, karena perubahan ini, merldpun diper-iengkapi secara modem, disertai dengan rnenbwkatnya pren-lensi penyakit jiwa. Inilah yang tedadi di ingpis. waktu itu,sehabis perang, dirasakan kebutuhan mendenak untuk meng-gusur penunahan kotor (s lum) dan menggsntinya dengan flatberth*at, suatu pemukiman dengan kepadatan yang tinggi.Kini diketahui bahwa arsitek yang pintar dapat me, angunpemukiman yang sangat padat penduduk, tanpa pedu memba-ngun gedung bertingkat. Tapi yang terlanjur menghuni flattadi, spa yang dapat diperbuatnya?

Yang paling cenderung menderita penyakit psildatrik islahibu4bu di flat yang punya anak kecil. Fanning menemukanbahwa ibu-ibu muda (20-29 takun) yang tingpl di flat berting-kat (sampai 4 tingkat) lebffi sering mengeluhkan gejala-oalapsikoneutordk dibandingkan rekan-rekan mereka yang ting-gal di rumah biasa. Penelitian lain cenderung menyokong pene-musn Fanning, dan kesimpulan diperluas: ibu-ibu dengan anakkecil yang tinggal di flat-flat bertingkat cendenmg untuk

asa"akaai isoLsi s o " daa mendeft PBWM pqistrk.S*d&aya, bils k A m p itu sask-a e " y a Wait r a t e * ibubumereka rdatif babas dari padVAw r a w k.

Akan tetapi, peaeWsn olah Ikown dkk awwx*kkm bahwa,secara umum, ibu deogm 3 anak yang bent k 14 takun dtaukurast kbih besar dsikooya mmderita de rai dkandingkanwanks, pada unwinnya. Maim peaditfan grdahulu diragukanapakah cukup terkontrof boo faktor-faktor lain se-lainrumah.Penekti-pewhti hu memasukkan penaruha yang jekk sebapisalah satu faktor dslam morbiditas pdkintrik kronik. (indexyaag d i p " Wsh a n t = lain kepa ktaa ya% bede umk ma-salah kebbiagan, dan tiadanya ran aman), narmn merekatdak menyebutkan faktor rumah bertinow.

Dua penei tian lain menjawab beberapa pertanyaan yangteriewatkan.Diteliti 3 kekxnpok dari 25 keluarp, madnggnasing dengansedfidtdikitnya 2 anak berumur kurang dari 5 t d m . Masing-madng kelompok tinggal di flat bertingkat tiag;i, bertuqftatrendah, dan rumah bian. Semuanya menymm. Tidak ditemu-kan perbedasn kesehatan jiwa dari kchp kdompok itu. Akantetapi ibu-ibu yang tinggal di flat bertingkat tmW lebihbanyak yang tidak puaa &%an perumahan mereka. Initercermin dari niat pindah 48% keluarp di flat tinge, 28%kehmp di flat rendah, dan 12% yang rnenempati rumah.

Tidak diketahui dengan pasti bapiman tingpi di flat tingedapat menjadi faktor penyakit jiwa. TqA dari pandanpm kon-sumen fakta-fakta tertentu telah muncul.Ibu-ibu denpn anak kecil jelas tdak senang dengan jenis pe-mukiman ini, meskipun fasilitas tempat bermainnya baik.Maka sebisa mengkin kelompok ini dimukirnkan pada peru-mahan lam. Tinggai di flat twW mungkin baik dan ideal baekelompok tertentu, tapi berbahaya dan banyak mengun• dangstress bag mereka yang tua, cacat atau punya anak kecil.

Brit Mod J 1482; 284: 846

Cermu► Dunla Kedokteran No. 30 61

Page 63: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Hukum & Etika

Tepatkah Tindakan Saudara ?

Pada suatu hari datanglah seorang pria berobat kepadaSaudara untuk uretritis GO. Penderita merupakan seorangpasien lama dan Saudara telah juga kenal seluruh anggotakeluarganya.

Dari anamnesa diperoleh keterangan bahwa infeksi GOdidapat dari hubungan seksual dengan seorang WTS selama "berlokakarya" di daerah pegunungan kurang lebih 2 mingguyang lalu.

Penderita, seorang terpelajar khawatir, bahwa ia telahmenulari istrinya oleh karena seusai lokakarya tersebut ia telahsempat mengadakan hubungan kelamin dengan istrinya bebe-rapa kali.

Saudara telah memastikan bahwa penderita memang men-derita uretritis GO dan menjelaskan kepada penderita bahwapengobatannya berupa suntikan antibiotika selama beberapahari disertai pemberian antibiotika secara oral. Timbul seka-rang persoalan cara bagaimana "mengobati" juga istrinya ???

Penderita memohon kepada Saudara agar istrinya diberiterapi yang serupa tanpa menerangkan jenis "sakitnya". Penderi-ta mengusulkan kepada Saudara agar "membohongi" istrinyadengan mengatakan suntikan-suntikan dan obatobat yangdiberikan ialah untuk membuatnya lebih kuat/ sehat. Penderitaberpendapat tidak dapat mengaku "dosanya" kepada istrinyademi keutuhan dan kebahagiaan keluarga dan berkeberatanbila Saudara memberi tahu istrinya tentang sakitnya.

Bagaimana Saudara harus bertindak ????Pilihan I : Saudara hanya mau mengobati sang suami saja dantidak sanggup melakukan permohonan penderita. Saudaramenyadari bila istrinya tidak diobati kemungkinan besar akanmendapat pula GO dan besar kemungkinan akan dibawakepada Saudara.Pilihan II : Saudara bersedia "membohongi" istri penderitadengan membed pengobatan terhadap GO atas pertimbanganikut mempertahankan keutuhan dan kebahagiaan keluarga yangSaudara kenal ini !

OLH

Tinjauan dari segi hukum :

1. Tiap orang dewasa (yang masih dapat menyatakan kehen-daknya dengan baik) tidak dapat dipaksa menjalani suatupengobatan.

2. Bahwa si isteri itu ketularan penyakit GO, baru merupakan

perkiraan kita saja. Jika kita menyuntikan antibiotik danterjadi anaphyllactic shock, sedangkan kemudian ternyatabahwa si isteri itu tidak ketularan GO, maka kita dapatdituntut. Kita telah membuat kesalahan, yaitu menyuntikanobat tanpa ada indikasi yang tepat.

Berdasarkan kedua alasan di atas, maka saya hanya akan mengo-bati si suami dan menunggu sampai si isteri datang sendiri (tanpa paksaan) untuk berobat, setelah ternyata ia memang benarketularan GO.

Tentang merahasiakan penyakit GO itu, kita juga harus hari-hati, karena tiap pasien berhak mendapat informasi (yangsebenarnya) tentang penyakitnya.

Mungkin si isteri hendak menggunakan perzinahan si suamiini sebagai alasan untuk minta cerai. Rka kita berbohong, kitadapat dituntut menurut hukum perdata, karena kita telahmenimbulkan kerugian kepada si isteri itu

dr Handoko Tjondroputranto

Lembaga KriminologiUniversitas Indonesia, Jakarta.

Tinjauan dari segi etika kedokteran :

Dalam rangka menghadapi situasi seperti dikemukakan,sebenarnya masih diperlukan keterangan tambahan tentangkeluarga ini, yaitu tingkat inteligensia sang isteri. Seorangisteri dengan latar belakang pengetahuan medis yang memadai,apalagi dengan tingkat toleransi yang tinggi, tentu tidak dapatdan tidak perlu dibohongi. Begitu pula sikap hidup sang isteri,perlu dinilai.

Kita mengetahui ada isteri yang berpendirian sbb"Di rumah dia suamiku; di luar rumah terserah, karena sayatidak melihat perbuatannya". Lebih drastis lagi ada yangberpendirian "airnya boleh dibagi, asal kran tetap milikku".

Dalam menghadapi keluarga/isteri yang demikian, tentubaiknya berterus terang saja, sehingga pengobatan bisa diberi-kan secepatnya tanpa menunggu dia menjadi penderita kedua !.Dus, kedua alternatif yang diajukan tak perlu dipikirkan.

Masalahnya baru akan timbul bila sang isteri bersikap laindari yang disebutkan di atas. Maka menurut pendapat saya,perlu dipikirkan makna dari defmisi sehat, yaitu sehat jasmani,rohani dan sosial. Mana yang lebih dominan atau diutamakan,kesehatan jasmani dengan mengorbankan sehat rohani dan

62 Cern-in Dunia Kedokteran No. 30

Page 64: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

sosial penderita ?• Pilihan I: akan menyebabkan sang suami berada dalam

ketegangan, menunggu "akibat" yang bakal diderita isterinya.Dan bila timbul uretritis GO, maka tentu isteri akhirnya akantahu juga. Sehingga keadaan sehat rohani dan sosial akan ter-ganggu. Sekali lagi, tentu bila sang isteri cukup tinggi inteligensianya, sehingga mengerti asal usul penyakitnya.

• Pilihan II : lebih menitikberatkan pada keutuhan kelu-arga, sehingga mungkin keadaan sehat jasmani, rohani dansosial bisa tercapai. Masalahnya kembali pada tingkat inteli-gensia sang isteri. Sampai sejauhmana dia bisa dibohongi, lebih-lebih bila diingat bahwa sebagai hasil infonnasi kesehatan danobat yang cukup luas sekarang ini, mungkin sekali sulitdibohongi.

Jadi, tiap tindakan perlu dikaji lebih dulu situasinya secarakeseluruhan, begitu pula pengenalan pandangan hidup sang iste-ri, untuk menentukan tindakan mana yang terbaik. Kuncinyaada pada dokter, janganlah sampai dia didikte oleh pasien.Baik suami maupun isteri harus diperlakukan sebagai

manusia yang utuh dengan peranan yang berimbang dalam keluarga.Akhirnya, yang tidak boleh dilupakan ialah nasehat dan

peringatan terhadap suami tsb supaya lain kali lebih tabahmenghadapi godaan nafsu, lebih bisa mengendalikan diri, agartidak mengulangi kesalahan yang sama. Perlu diingatkan, setiapperbuatan, betapapun dirahasiakan, pasti diketahui Tuhan.Aspek medis dari saran ini sama dengan tindakan preventif ataupencegahan. Bukankah pencegahan lebih baik daripadamengobati penyakit ?

dr. Masri Rustam

Direktorat Transfusi DarahPalang Merah Indonesia/Ketua I.D.I. Jakarta Pusat.

ANDA MEMBUTUHKAN CDK NOMOR-NOMORLAMA ????????

Pada kami temyata masih terdapat persediaan beberapamajalah CDK nomor-nomor yang telah lalu, yaitu .

• CDK Nomor Khusus Simposium Antibiotika• CDK Nomor 12: Kedokteran Olahraga • CDK Nomor 21: Terapi dan Perkembangannya• CDK Nomor 22: Kedokteran dan Masyarakat • CDK Nomor 25: Uji Klinik

• CDK Nomor 27: Anak-anak

Bagi para dokter dan instansi kesehatan yang belum memiliki dan berminat memilikinya, dapat lang- sung menulis surat kepada kami. Harap disebutkan nomor yang diminta. Kami beritahukan bahwa kami hanya melayani per- mintaan lewat surat, selama persediaan masih ada.

Redaksi

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 63

Page 65: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

Catatan Singkat

Risiko komplikasi suntikan pada anak-anak — sepertikerusakan saraf & kontraktur otot — rata-rata lebihtinggi daripada orang dewasa. Pada anak-anak,tampaknya bagian paling aman untuk suntikan ada-lah daerah paha lateral atas. Bila suntikan diberikanbeberapa kali, sebaiknya tempatnya berpindah-pin-dah.

Pediatrics 1982; 70 : 944

Tahukah anda bahwa beberapa jenis kanker dapattimbul sebagai akibat operasi? Karsinoma kolon aki-bat kholesistektomi; kaanker lambung akibatgastrektomi parsial; limfangiosarkoma setelahmastektomi; dan tumor-tumor lain akibat bendaasing seperti pace maker jantung dan graft artreri

Cancer Surveys 1982;1 : 745

Ada satu hal yang dikhawatirkan dokter-dokter di Eropa& Amerika yang kurang dipedulikan di sin : perangdengan bom atom! Diperkirakan, ledakan 1 megatonborn di London saja akan mengakibatkan 650.000penderita luka bakar. Tak mungkin tertampung oleh ru-mah-rumah sakit di seluruh Inggris. Padahal bom yangdiperkirakan diarahkan ke Inggris sekitar 200 megaton.

Adakah cara rasional untuk mengatasi bencana itu?Evakuasi massal tak ada gunanya, karena semua tempatsama risiko bahayanya. Maka cara terbaik ialah :pencegahan perang. Maka masalah ini kini banyakdibicarakan di kalangan kedokteran Inggris. Tapi dokteryang tak mau pusing-pusing dapat mengambil jalanpintas: emigrasi ke belahan bumi selatan. Ke Australiaatau Selandia Baru. Bila perang atom benar-benarmeletus, di gua-gua Selandia Baru-lah kemungkinanbesar masih ditemukan sisa-sisa homo sapiens.

Brit Med J 1983; 286 : 823

Karena takut serangan jantung, kholesterol. seringdianggap momok yang perlu dihindari orang dewasa.Sulitnya , kini timbul kontroversi. Pada penderita-penderita kanker kolon, ditemukan kadar kholesterol yangrendah ! Apakah ini penyebab kanker usus itu ?Ataukah akibatnya ? Jawabannya masih ditunggu

J Nat Cancer Inst 1981; 67: 297—300

Bagaimana pendapat anda tentang nasib orang ini? Padatahun 1927 seorang juru tulis menunjukkan gejala-gejala glikosuria. Ada riwayat haus, poliuria serta beratbadan menurun. Maka diagnosis diabetes mellitus (DM) ditegakkan. Dalam keluarga tak ada riwayat DM.Sejak itu ia mendapat suntikan insulin lente 40 unit perhari. Kontrol urin pada waktu-waktu tertentu memuas-Kan.

Tahun 1978 ia mendapat hadiah Medali Emas Joslinkarena berhasil mempertahankan terapi insulin selama50 tahun.

Tahun berikutnya, secara kebetulan, pengukurankadar C-peptida plasma menunjukkan bahwa ia masihpunya sisa-sisa sel beta pankreas. Jadi, ia masih punyainsulin endogen! Maka dosis insulin diturunkan terus,sampai akhirnya bebas insulin! Cukup, dikontrol dengandiit.

Mengapa selama 52 tahun itu ia tak pernah menun-jukkan gejala-gejala hipoglikemia? Karena dalam da-rahnya beredar antibodi anti-insulin dalam kadar yangtinggi. Selama 52 tahun itu dia mendapat suntikaninsulin yang tak dibutuhkannya!

Brit Med J 1983; 286 : 844 •

Ulkus karena stasis vena lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Bila didapatkan pada pria, biasanya priatersebut cenderung lebih tinggi dari rata-rata, belummenikah, atau bila menikah anaknya sedikit. Semua ini tanda-tanda hipogonadisme. Jadi, apakah androgendapat mencegah ukus stasis? Masih perlu penelitianlebih lanjut.

Brit J Dermatol 1982; 107, suppl 22 : 16—7

Air susu ibu (ASI) memang baik dan mencukupi untukbayi normal. Tapi untuk bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, diit ASI saja dapat menyebabkan rickets.Dianjurkan pemberian kalsium dan fosfat tambahan.

Am J Dis Child 1982; 136 : 581—3

Tahukah anda penyakit apa yang jelas jelas lebih jarangditemui pada perokok dibandingkan yang tidakmerokok? Penyakit Parkinson! Satu kesimpulandapat diambil: Parkinson tidak disebabkan oleh penyakitdegeneratif vaskular.

J Neurol Neurosurg Psychiatr 1982;45 : 577

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

Page 66: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

M WOR

SANGAT KOPERATIF

Pada suatu hari seorang penderita datang berobat dengan keluhan benjolan di lipat paha. Dokter segera memeriksanya dan memikirkan hernia inguinalis. Sambilmelakukan palpasi disuruhnya penderitamengedan. Sekonyong-konyongterdengar letupan yang mengejutkan dansegera diikuti bau yang semerbak,sehingga terpaksa dokter tersebutmenahan napas.

Rupanya penderita sangat koperatif,sambil mengedan dikerahkannya tenagadalam.Mungkin ia ahli silat atau sering mem-baca cerita silat sehingga menguasaiilmu tenaga dalam.

Dr. Adhi DjuandaJakarta

DOKTER BEDAH

Di sebuah ruang bedah darurat, seorangpasien wanita bertanya kepada seorangdokter : "Dok, mengapa dokter-dokter diruangan ini selalu memakai tutup mukadan kerudung kepala waktu mengoperasipasien ?"Dokter tersentak mendengar pertanyaanyang tak terduga dari pasien wanita tsb,kemudian dijawabnya spontan : "Supayatak tahu siapa yang mengoperasi,sehingga tidak malu!"

Sri

11MV KEROOERAM

SALAH PENGERTIANSuatu sore ditempat praktek saya kedatangan seorang pasien. Tampaknya dari desayang jauh. Dia datang dengan tergesa gesa sekali. Dia menceritakan penyakitnya dalambahasa Jawa yang sama sekali tak saya mengerti. Sebaliknya diapun tak mengertisedikitpun berbahasa Indonesia. Kebetulan pula mantri pembantu saya terlambat datang pada hari itu.Untung hanya suatu conjunctivitis yang dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan.Kemudian saya berikan resep dan saya hanya bicara dengan bahasa isyarat. Setelahdia menyerahkan uang diapun berlalu. Kira kira 1 jam kemudian dia datang lagidengan agak emosionil. Untung saja mantri yang orang Jawa telah datang. Dengan mantri sebagai penterjemah dia menceritakan bahwa apotik tak mau memberinya obattanpa harus dibayar. Sedangkan dia telah menanyakan pada dokter tadi bahwacukup dengan surat (maksudnya resep) maka obat sudah dapat diambil tanpa memba-yar lagi. Jadi seakan-akan dia merasa ditipu. (Dia tak mau meninggalkan ruangan danbersungut-sungut. Setelah uangnya dikembalikan barulah dia pergi dan tersenyum).Lagi pula pasien yang tadi masih tergolong muda (l.k. 30 tahun), dan kebetulan ber-tepatan dengan Hari Sumpah Pemuda yang a.l. mengikrarkan kesatuan dalam bahasayakni bahasa Indonesia.

dr. Ahmad Syukri DSRSU Tanjung Karang

YANG DILARANG

Selama menjalankan praktek tentunya seorang dokter pemah menjumpai pasien yang '

cerewet' . Bila kebetulan pada saat itu sang dokter sendiri sedang dalam mood yang kurangbaik maka dapat terjadi percakapan seperti dibawah ini.

Kejadian ini sungguh tedadi dan dituturkan kembali oleh dokter yang bersangkutan.Pada suatu hari, seorang dokter ahli penyakit kulit/kelamin mendapat pasien seorang ibu

yang mengeluh tentang 'eksim' di kedua kakinya. Dokter ahli melihat se kilas langsungmengatakan: "Nyonya, sakit nyonya disebabkan sandal jepit karet yang dipakai itu. (contactdermatitis) Kulit nyonya tidak tahan karet atau zat warna sandal jepit itu. Nyonya sebaiknyamemakai sandal kulit mentah saja. "Ibu dengan ' eksim' dikaki lalu 'merengek' : "Doktermakanan apa yang tidak boleh dimakan? Saya sudah taat tidak makan kambing, udang,ikan dst. dst. "dan menyebut serentet jenis makanan yang enak-enak. Dengan muka yangmerah, dokter tadi menjawab"Jangan makan sandal jepit itu".

OLH

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 65

Page 67: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

DI KEKERANATOMI

Dokter di hadapan mahasiswa-ma-hasiswa memperagakan anatomi tubuhmanusia : "Kalau sudah kuterangkanletak-letaknya, jangan lupa dan salahlagi".Sampai di luar ruang kuliah, seorangmahasiswi berbisik-bisik pada temannya :"Kemarin pak dokter salah, ia mengata-kan 'jantung hatiku' tapi menunjuk kedada."???????????

Sri

DILEMA

Seorang ibu yang sering pusing karenahipertensi berobat ke dokter. Doktermenasehati : "Ibu jangan makan ban-yak lemak, usahakan mengurangi beratbadan."— "Ini malah bikin saya pusing." + "Kok begitu?"

— "Suami saya itu seleranya yanggemuk-gemuk ala bomber B-29 sepertisaya ini!"

SRI

ALAN SAMPING

Di sebuah klinik keluarga berencana seorang ibu berkonsultasi, lalu mengobrol.+ " Dok, saya susah. Sudah ikut KB

beberapa tahun, tapi anak ber- tambah terus."

— " Lho, kok begitu?"+ " Habis, saya ikut KB, tapi suami

tambah piaraan dan .... mempro- duksi anak terus H H"

SRI

ARTI LAIN

Suatu ketika, saya didatangi seorang pasien wanita yang umumya kira-kira 20 tahun. Ia langsung mengutarakan maksudnya untuk ber KB dengan suntikan depo Provera. Ia mengakusudah pernah disuntik dengan depo sebanyak 5 kali oleh dokter X. "saya mohon agar dokter sudi melanjutkan suntikan itu, karena dokter X tidak ada." "Baiklah, tapi mana suaminya? Tolong suruh ke sini sebentar!""Sa .. saya belum bersuami, dok" ia menjawab dengan gagap dan gugup.'Lho belum bersuami kok ber-KBT'

"Untuk mencegah . ... kecelakaan" jawabnya sambil senyum-senyum penuh arti.

dr. Ketut NgurahBag Parasitologi FK UNUD

Denpasar, Bali

66 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

dr. Tjandra Yoga Aditama Puskesmas Kecamatan Bukit Kapur,

Kab. Bengkalis, Riau.

MEMBAYAR

Anak kecil selalu mempunyai sifat ingintahu dan penuh kejujuran. Pada suatu hari seorang anak ikut ayahnya ke seorangdokter dan bertanya: — "Tadi siapa Pak?" + "Ia dokter keluarga kita." — "Keluarga kok membayar?"

+ ??????SRI

Seorang wanita yang menggendong anaknya masuk keruang periksa Puskesmas tempatsaya bertugas.Saya kemudian bertanya : Anaknya sakit apa Bu ?Ibu : "Tidak sakit dokter."

Dokter : "Lho, jadi kenapa ?"Ibu : "Minta tolong di 'keker' saja perutnya. Anak saya ini tidak mau makan."Setelah tercengang sebentar barulah saya mengerti apa yang dimaksud oleh ibu itu.Rupanya dia ingin agar perut anaknya diperiksa dengan stetoskop.

Ketika hal tersebut diatas saya ceritakan kepada perawat di Puskesmas saya, temya-ta dia sudah memakluminya. Dia pemah memeriksa seseorang dengan keluhan sakitkepala, yang berkeras untuk diobati dengan di"keker" kepalanya. Setelah di kepalanyaditempel stetoskop, barulah si pasien merasa puas.

Page 68: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

RUANG PENYE&AR DANPENAMBAN ILMU KEDOKTEP.AN

Dapatkah saudara menjawab per Unyaan-pertanyaan di bawah ini ???

1. Dalam jangka pendek, minum air satu gelas dapat menye-babkan menurunnya kadar zat-zat di bawah ini:(a) glukosa(b) trigliserida(c) NaCl(d) urea(e) semua jawabandi atas benar.

2. Merokok satu batang dapat menyebabkan menurunnyakadar zat di bawah ini:(a) glukosa(b) kolesterol(c) trigliserida(d) asam lemak bebas(e) bukan salah satu dari di atas.

3. Dalam membaca nilai laboratorium kita harus berhatihati.Sebagai contoh nilai ureum adalah 20—40 mg/dl. Maka:(a) Kadar ureum 45 mg/dl pasti normal(b) Kadar ureum 45 mg/dl pasti abnormal(c) Kadar 39 mg/dl pasti normal(d) Kadar 39 mg/dl pasti abnormal(e) Bukan salah satu dari di atas.

4. Penderita septikemia yang diduga disebabkan karena fo-kus infeksi di saluran kemih, sebaiknya diberi obat inisebelum hasil resistensi tes diperoleh:(a) Pensilin + kloramfenikol(b) Ampigilin (amoksisilin) + gentamisin(c) Ampisilin + amosisilin(d) Gentamisin + tetrasiklin(e) Ampisilin + tetrasiklin.

5. Manakah pernyataan yang salah?(a) Kolesterol total, trigliserida dan apoprotein B adalah

faktor aterogenik(b) Kolesterol HDL adalah faktor aterogenik(c) Dalam mengambilan darahnya pasien harus puasa 12—

16 jam.(d) Bila kolesterol total 200, dan kolesterol LDL 140, tak

ada risiko.(e) Bukan salah satu dari di atas.

6. Untuk skrining diagnosis ikterus, dilakukan pemeriksaanberikut. Yang tak perlu ialah: (a) TTT

(b) fosfatase alkali

(c) SGOT(d) SGPT(e) Warna feses

7. Perbandingan antara monosit dan limfosit mempunyai artiprognostik pada tuberkulosis. Pada keadaan normal atautuberkulosis inaktif, rasio monosit/limfosit:(a) lebih kecil dari lh(b) lebih besar dari 1/2

(c) lebih kecil atau sama dengan 1/3(d) lebih besar dari 1/3(e) bukan salah satu dari diatas.

8. Pemeriksaan Pap smear perlu untuk mengetahui kelainandini seperti displasia. Dari displasia sampai menjadi bentukkanker yang invasif biasanya diperlukan waktu:(a) 3 tahun(b) 5 tahun(c) 8 tahun(d) 10 tahun(e) 15 tahun atau lebih.

9. Dalam perilaku antisosial (kriminal), tampaknya:(a) Gen kriminal saja cukup untuk meningkatkan risiko

kriminalitas.(b) Pengaruh lingkungan saja cukup untuk meningkatkan

risiko kriminalitas.(c) Gen dapat memastikan seseorang menjadi penjahat.(d) bukan salah satu dari di atas.

10. Pada ulkus duodeni (bukan ventrikuli):(a) Antasida tidak lebih banyak mengurangi nyeri diban-

ding plasebo.(b) Antasida dosis tinggi mempercepat penyembuhan ulkus.(c) Antasida dosis kecil atau sedang juga mempercepat

penyembuhan luka.(d) Cimetidin memberi efek simtomatik yang mujarab.(e) Semua jawaban di atas benar.

V H B '£B'8 g'S ~ ' Z

H '0I 3 'L 9 'b 'R 'I •X Jdd2l uvqume f .

Cermin Dunia Kedokteran No. 30 67

Page 69: Cdk 030 Diagnosis Laboratorium

68 Cermin Dunia Kedokteran No. 30

ABSTRAK-ABSTRAKPEMANASAN DAPAT MENGURANGI NILAI GIZI ROTI

Tak dapat disangkal bahwa roti yang baru keluar dari oven, berwaran coklat kuningkemas-emasan dan mengeluarkan aroma yang sedap sangat merangsang nafsu makan.Akan tetapi justru sifat-sifat inilah mengurangi nilai gizi rotinya.

Dr. Cho Tsun dari Kansas State University USA, telah meneliti perubahan nilai gizidari roti yang telah dibakar pada berbagai suhu untuk jangka waktu yang berbeda-bedapula.

Ditemukan bahwa : cara membakar roti dapat merusak asam amino lysine, sejenisasam amino yang esensial, sehingga nilai gizi rotinya berkurang. Misalnya : bila rotidibakar selama 5 menit pada suhu 3270 C maka PER (= protein efficiency ratio) sebesar1.13; sedangkan roti yang sama bila dibakar selama 6.4 ment pada suhu yang samamenghasilkan PER sebesar 0.87.

Ditemukan juga bahwa pemanasan dengan menggunakan microwave atau mengukus (steaming) dapat mempertahankan kualitas protein.

( OLH ) International Exchange News Spring 1982.

MYENYUSUI BAYI MENCEGAH TIMBULNYA OTITIS MEDIA

Otitis media pada bayi cenderung timbul kembali pada masa kanak-kanak. Pelebaranadenoid, terganggunya fungsi tabung eustachius, dan penyakit atopik telah diketahuicenderung menimbulkan otitis. Tetapi menurut Dr. Ulla Saarinen dari Helsinki Chil-drens's Hospital, menyusui bayi dalam jangka waktu lama secara efektif dapat mem-proteksi bayi dari kambuhnya otitis media yang awal.

Pada 237 bayi yang disusui Asi tidak ditemukan kasus otitis media dari sejak lahirsampai berumur 6 bulan. Tetapi bayi yang diberi susu botol, 10% mendapat seranganotitis media pada waktu lahir sampai 6 bulan. Sampai umur 3 tahun, bayi-bayi yangmenyusui hanya 6% menderita infeksi telinga bagian tengah, sedang bayi-bayi yangminum susu botol 26%.

Duabelas anak yang cenderung kambuh dari otitis media ternyata semuanya pernahmengalami infeksi telinga pertamakali pada umur dibawah 6 bulan, dan semuanyaminum susu botol.Telah diketahui bahwa antibodi golongan IgA dalam air susu ibu berfungsi sebagaiproteksi terhadap organisme penyebab otitis.

Asian Medical News Vol. 4,No. 20, 1982.

BIORITMIK MEMPENGARUHI AKTIFITAS OBAT

Ritma biologik manusia (cicardian) mempengaruhi banyak parameter fisiologi tubuh.Misalnya, temperatur tubuh lebih rendah pada malam hari daripada siang hari, beberapavariasi pada denyut jantung, tekanan darah, produksi urin, dan kemampuan melakukanaktifitas fisik dan mental.

Beberapa peneliti dari University of Machester Medical School menyelidiki penga-ruh pekerjaan yang tidak teratur dan pola tidur terhadap ritma cicardian, dan pengaruhwaktu pemberian obat terhadap aktivitasnya.

Pada mencit ditemukan bahwa efek pengrusakan pada ginjal hewan oleh obat antikanker Cisplatin (efek samping utama) sangat tergantung pada waktu pemberian obat.Mencit-mencit yang diberi Cisplatin pada jam 5 sore 75% hidup, sedang mencit-mencityang diberikan obat pada jam 5 pagi semuanya mati.

Eksperimen pada manusia juga menggunakan obat anti kanker Cisplatin dan Doxorubicin,. Kelompok pasien I diberikan Cisplatin pada jam 6 pagi dan Doxorubicin pada jam6 sore, sedang kelompok II diberikan Cisplatin pada jam 6 sore dan Doxorubicin padajam 6 pagi. Ternyata hasil pengobatan pada kelompok II lebih baik daripada kelompok I.Pada kelompok II tadi 10 dari 12 pasien kanker ovarium stage III dan IV mengalamiremisi klinik yang sempurna.

IMS Pharmaceutical Market Letter, September 20, 1982.