sidik jari kromatografi lapis tipis dari daun tiga … · jambu biji ( psidi folium) (sumber:...
TRANSCRIPT
SIDIK JARI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DARI DAUN
TIGA JENIS JAMBU BIJI
NUGROHO AJI ANDHIKA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
NUGROHO AJI ANDHIKA Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis dari Daun Tiga
Jenis Jambu Biji Dibimbing oleh LATIFAH K. DARUSMAN dan RUDI
HERYANTO
Daun jambu biji dikenal mengandung senyawa kimia yang memiliki
aktivitas sebagai antioksidan. Metode kendali mutu diperlukan untuk menjaga
mutu bahan baku. Penelitian ini bertujuan mencari sidik jari kromatografi dari
daun jambu biji dengan menggunakan profil kromatografi lapis tipis (KLT) yang
dikembangkan menjadi densitogram. Sidik jari dikembangkan dalam bentuk pola
KLT dan densitogram yang dihasilkan dengan menggunakan perangkat lunak
Image J. Sidik jari tersebut dihasilkan melalui optimasi komposisi fase gerak
dengan simplex centroid design (SCD). Tiga jenis daun jambu biji diekstraksi
dengan 2 komposisi pelarut metanol 96% dan 70%. Ekstrak positif mengandung
flavonoid dan tanin yang diuji secara kualitatif. Hasil evaluasi dengan SCD
menunjukkan bahwa sidik jari terbaik berdasarkan keterpisahan dan jumlah pita
yang berasal dari ekstrak metanol 70% adalah jambu biji putih (JBP) dan jambu
biji merah (JBM) dengan jumlah pita masing-masing 5 dan 6 sedangkan dari
ektrak metanol 96% untuk jambu biji kode7 (JB7) menghasilkan 5 pita. Ketiga
sidik jari tersebut dihasilkan dari nisbah fase gerak kloroform : etil asetat berturut-
turut (0.6:0.4), (0.7:0.3), dan (0.8:0.2) untuk JBP, JBM, dan JB7. Ketiga sidik jari
tersebut memiliki aktivitas antioksidan untuk JBP, JBM, dan JB7 dengan nilai
IC50 berturut-turut 10.73, 9.45, dan 2.63 ppm.
ABSTRACT
NUGROHO AJI ANDHIKA Thin Layer Chromatography Fingerprints of Leaves
of Three Guava Types Supervised by LATIFAH K. DARUSMAN and RUDI
HERYANTO
Guava leaf contains chemical compounds having antioxidant activity.
Quality control methods are needed to maintain the quality of raw materials. The
objective of this research is to find the chromatographic fingerprints from guava
leaves by using the profile of thin layer chromatography (TLC) which is
developed into densitogram. Fingerprint patterns were developed in the form of
TLC and densitogram generated by using the software Image J. Fingerprints were
generated through optimization of mobile phase composition with the simplex
centroid design (SCD). The leaves of three guava types were extracted using two-
solvent composition of 96% and 70% methanol. The extracts contained flavonoids
and tannins which were detected qualitatively. SCD evaluation shown that the
best fingerprints based on its resolution spots from extract methanol 70% were
white guava (JBP) and red guava (JBM) with 5 spots and 6 spots, respectively,
while extract metanol 96% for guava 7 (JB7) resulted 5 spots. All fingerprints
were obtained from chloroform:ethyl acetate as mobile phase with ratio for JBP,
JBM, and JB7 were (0.6:0.4), (0.7:0.3), and (0.8:0.2), respectively. Antioxidant
activities represented by IC50 value for JBP, JBM, and JB7 were 10.73, 9.45 and
2.63ppm respectively.
iii
SIDIK JARI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DARI DAUN
TIGA JENIS JAMBU BIJI
NUGROHO AJI ANDHIKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
iv
Judul Skripsi
Nama
NIM
:
:
:
Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis dari Daun Tiga Jenis
Jambu Biji
Nugroho Aji Andhika
G44070083
Disetujui
Pembimbing I
Prof.Dr.Ir Latifah K. Darusman, MS
NIP. 19530824 197603 2 001
Pembimbing II
Rudi Heryanto, S.Si, M.Si
NIP. 19760428 200501 1 002
Diketahui
Ketua Departemen Kimia
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal lulus:
v
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah berjudul “Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dari Daun Tiga
Jenis Jambu Biji ”. Penelitian ini bertujuan mengetahui sidik jari daun jambu biji
dengan menggunakan teknik kromatografi lapis tipis dan juga mengetahui
aktivitas antioksidan dari daun jambu biji. Penelitian dilakukan sejak Maret 2011
sampai Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Uji Pusat
Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K
Darusman, MS dan Rudi Heryanto, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang selalu
memberi bimbingan, motivasi dan saran selama penelitian dan penyusunan karya
ilmiah ini. Terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka dan bagian Laboratorium
Kimia Analitik yang telah membantu dalam penelitian dengan tema kendali
kualitas obat bahan alam. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada pak Eman,
Bu Nunung, Pak Dede, Pak Kosasih, dan Pak Ridwan, juga kepada Ibu Salina, Ibu
Nunuk, Antonio dan Frengki. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Ayah dan
Ibu atas dukungan materi dan moril.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2011
Nugroho Aji Andhika
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1988 dari pasangan
Rachman Utomo dan Satinem. Penulis merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBo)
pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Penulis memilih Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Kimia Analitik Layanan, Kimia Elektroforesis dan Teknik Pemisahan pada tahun
ajaran 2010/2011. Penulis juga berkesempatan mengikuti Pekan Ilmiah
Mahasiswa Nasional (PIMNAS) tahun 2011 dalam rangka mempresentasikan
program kreativitas mahasiswa bidang penelitian. Penulis juga berkesempatan
menjalani kegiatan Praktik Lapang di Laboratorium Pestisida dan Mikrobiologi
Pusat Pengujian Mutu Barang pada tahun 2010.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 1
Senyawa Flavonoid ............................................................................................. 2 Senyawa Antioksidan .......................................................................................... 2 Metode Antioksidan DPPH ................................................................................. 3 Metode Ekstraksi................................................................................................. 3 Kromatografi Lapis Tipis .................................................................................... 4 Kromatografi Lapis Tipis Pemayaran ................................................................. 5 Perangkat Lunak Image J .................................................................................... 5 Analisis Sidik Jari ............................................................................................... 5 Rancangan Campuran ......................................................................................... 5
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 6 Alat dan Bahan .................................................................................................... 6 Metode Penelitian ............................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 16 Simpulan ........................................................................................................... 16 Saran.................................................................................................................. 16
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kekuatan dan klasifikasi pelarut menurut Snyder ............................................. 4
2 Sepuluh titik selektivitas SCD ........................................................................... 8
3 Uji fitokimia serbuk daun jambu biji dengan maserasi metanol 96% ............. 10
4 Uji fitokimia serbuk daun jambu biji dengan maserasi metanol 70 % ............ 10
5 Nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol 96% ...................................... 11
6 Nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol 70% ...................................... 12
7 Komposisi optimum dari fase gerak daun jambu biji putih ............................. 13
8 Komposisi optimum dari fase gerak daun jambu biji merah ........................... 13
9 Komposisi optimum dari fase gerak daun jambu biji 7 ................................... 13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Daun jambu biji ( Psidi folium) .......................................................................... 2
2 Struktur dasar flavonoid ..................................................................................... 2
3 Struktur dasar kuersetin ..................................................................................... 2
4 Struktur DPPH ................................................................................................... 3
5 Mekanisme kerja DPPH ..................................................................................... 3
6 Mekanisme penjerapan komponen pada silika gel............................................. 4
7 Sepuluh titik selektivitas Simplex Centroid ....................................................... 6
8 Jumlah pita sampel daun jambu biji hasil maserasi metanol 70%. ................. 11
9 Jumlah pita sampel daun jambu biji hasil maserasi metanol 96 % ................. 11
10 Kromatogram JBP 70% daun tua ................................................................... 14
11 Densitogram JBP 70% daun tua ..................................................................... 14
12 Kromatogram JBM 70% daun tua ................................................................. 14
13 Densitogram JBM 70% daun tua ................................................................... 15
14 Kromatogram JB7 96% daun muda ............................................................... 15
15 Densitogram JB7 96% daun muda ................................................................. 15
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan kerja penelitian ...................................................................................... 20
2 Kode sampel dan data kadar air daun jambu biji ............................................. 21
3 Hasil maserasi dengan metanol 96% dan 70% ................................................ 22
4 Data dan perhitungan IC50 dari seluruh sampel ................................................ 23
5 Jumlah pita dan nilai Rf berdasarkan rancangan SCD ..................................... 26
6 ANOVA model kuadratik JBP 70% tua.......................................................... 30
7 ANOVA model kubik JBP 70% tua ................................................................ 31
8 ANOVA model linear JBM 70% tua ............................................................... 32
9 ANOVA model kuadratik JBM 70% tua ......................................................... 33
10 ANOVA model kubik JBM 70% tua ............................................................. 34
11 ANOVA model linear JB7 96% muda .......................................................... 35
12 ANOVA model kuadratik JB7 96% muda ..................................................... 36
13 ANOVA model kubik JB7 96% muda ........................................................... 37
14 Nilai Rf dan area puncak dari densitogram .................................................... 38
1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Tumbuhan obat telah dimanfaatkan secara
luas oleh masyarakat sebagai solusi alternatif
dalam mengatasi masalah kesehatan yang
dihadapinya. Dewasa ini masyarakat mulai
beralih dari pengobatan modern ke
pengobatan tradisional atau yang dengan
istilah Back to Nature. Pengobatan tradisional
dengan menggunakan tanaman obat sebagai
medianya memiliki beberapa keuntungan
diantaranya lebih aman dan tidak memiliki
resiko yang berarti bagi tubuh
(Wijayakusuma 2000). Masalah yang
berhubungan dengan proses penuaan, kanker,
tumor, hepatitis, dan jantung semua masalah
kesehatan ini dapat disebabkan salah satunya
oleh radikal bebas yang masuk ke dalam
tubuh. Penyakit tersebut dapat dicegah dan
dihindari dengan cara banyak mengkonsumsi
zat antioksidan alami atau buatan. Zat
antioksidan alami banyak terdapat pada
tumbuhan obat, buah, dan sayur-sayuran
(Ghiselli 1998; Shui 2004). Tanaman jambu
biji berpotensi sebagai antioksidan alami
terutama pada bagian buah dan daunnya
karena mengandung vitamin A,C,E, folat, dan
polifenol yang memiliki kemampuan dapat
menangkap radikal bebas (Gill 2002).
Penentuan aktivitas antioksidan dengan
menggunakan metode 1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil (DPPH) merupakan metode uji
aktivitas antioksidan yang dilakukan secara in
vitro untuk menentukan potensi dari suatu zat
aktif sebagai antioksidan yang relatif cepat
dan sederhana dibandingkan dengan uji
aktivitas antioksidan lain (Pokorni 2001).
Analisis sidik jari merupakan salah satu
dari banyak metode yang digunakan sebagai
kendali mutu dalam suatu proses produksi,
metode ini dapat menyajikan informasi yang
spesifik secara menyeluruh dari suatu sampel
(Liang et al. 2009). Analisis sidik jari suatu
sampel dapat dipantau mutunya dari bentuk
profil kromatogram, spektrogram, atau
densitogram. Metode sidik jari telah
dikembangkan oleh beberapa peneliti
sebelumnya diantaranya oleh (Borges et al.
2007) pada Camellia sinensis, (Delaroza &
Scarminio 2008) pada Bauhinia variegate,
dan (Wahyuni 2010) pada Phyllanthus niruri
L.
Metode kromatografi lapis tipis (KLT)
dapat digunakan dalam analisis sidik jari
karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu
membutuhkan waktu yang singkat,
membutuhkan sampel dan fase gerak yang
sedikit, lebih sensitif dan selektif (Cie´sla et
al. 2009). Metode kromatografi lapis tipis
(KLT) dan kromatografi lapis tipis kinerja
tinggi (HPTLC) dapat digunakan untuk
menganalisis secara semikuantitatif. Metode
KLT dan HPTLC memiliki kemampuan untuk
mengubah suatu titik atau pita dari profil
kromatogram menjadi bentuk kurva yang
dapat dihitung areanya menggunakan bantuan
teknik deteksinya (Mariswamy 2011).
Metode digitally enhanced thin layer
chromatography (DE-TLC) merupakan
penggabungan metode fotografi dengan KLT
konvensional yang dapat digunakan untuk
menganalisis secara kuantitatif maupun
kualitatif dengan menggunakan bantuan
parangkat lunak pengolah gambar. Metode
DE-TLC ini diharapkan dapat menjadi metode
alternatif pengganti HPTLC yang lebih mahal
(Hess 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
sidik jari yang berasal dari tiga jenis daun
jambu biji berdasarkan perbedaan umur
dengan menggunakan analisis sidik jari KLT
yang dikembangkan dari profil digital
kromatogramnya menjadi densitogram yang
kedepannya dapat digunakan sebagai metode
kendali mutu.
TINJAUAN PUSTAKA
Daun Jambu Biji (Psidi folium)
Jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki
bagian berupa daun yang dapat dimanfaatkan
untuk mengobati masalah kesehatan. Tanaman
ini berasal dari Amerika Tengah berdasarkan
klasifikasinya termasuk dalam divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Dicotyledonae, ordo Myrtales, family
Myrtaceae, genus Psidium, spesies Psidium
guajava (Sudarsono 2001).
Kandungan kimia dari daun jambu biji
terdiri atas senyawa flavonoid, kuinon,
steroid, limonen, kariofilen, seskuiterpen
alkohol, dan senyawa fenolik yang meliputi
kuersetin, avikularin, guajavarin,
leukosianidin, asam elagat, amritosid, dan
piragalol (Indriani 2006).
Daun jambu biji (Gambar 1) memiliki
beberapa manfaat diantaranya dapat sebagai
antidiare, antiradang, antioksidan, antibakteri,
dapat mengobati sariawan, keputihan
penghenti perdarahan (hemostatis), peluruh
haid, dan diabetes melitus. Uji toksisitas
ekstrak daun jambu biji menurut monograf
2
yang dikeluarkan BPOM RI tahun 2004
menyatakan daun jambu biji tidak toksik.
Penelitian aktivitas antioksidan dari daun
jambu biji telah dilakukan oleh sejumlah
peneliti diantaranya oleh Mulyono (1994),
Qian et al. (2004), Indriani (2006) hasil
penelitian menunjukan bahwa daun jambu biji
memiliki efek sebagai antioksidan.
Gambar 1 Daun jambu biji ( Psidi folium) (Sumber: Sudarsono 2001)
Senyawa Flavonoid
Golongan flavonoid dapat digambarkan
sebagai rangkaian gugus karbon C6-C3-C6
(Gambar 2) kerangka karbon terdiri atas dua
gugus C6 yang disambungkan oleh rantai
alifatik tiga karbon. Senyawa flavonoid sering
terdapat sebagai glikosidanya di alam,
golongan terbesar flavonoid berciri
mempunyai cincin piran yang
menghubungkan rantai tiga karbon dengan
salah satu dari cincin benzena (Robinson
1995).
Gambar 2 Struktur dasar flavonoid
(Sumber : Robinson 1995)
Senyawa flavonoid memiliki kemampuan
sebagai antioksidan, karena dapat bertindak
sebagai penampung yang baik radikal hidroksi
dan superoksida sehingga kerusakan sel yang
diakibatkan oleh radikal bebas dapat
dihindari dengan adanya flavonoid (Robinson
1995). Flavonoid termasuk dalam golongan
fenol yang terdapat pada tumbuhan tingkat
tinggi dalam bentuk campuran, salah satu
contohnya adalah flavonol dan flavononol
merupakan senyawa yang banyak terdapat
dalam tumbuhan berpembuluh (Markham
1998).
Senyawa golongan flavonoid yang banyak
terdapat pada daun jambu biji adalah
kuersetin. Kuersetin merupakan senyawa
golongan flavon yang merupakan bagian dari
senyawa golongan flavonoid yang terikat
sebagai glikosida pada jaringan tumbuhan,
kuersetin memiliki aktivitas antioksidan yang
kuat struktur dasar senyawa kuersetin dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur dasar kuersetin (Sumber : Markham 1998)
Senyawa Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang
terdapat dalam membran sel maupun ruang
ekstra sel yang mempunyai sifat dapat
menghambat atau mencegah kemunduran,
kerusakan, atau kehancuran sel akibat reaksi
oksidasi. Zat antioksidan mampu mengubah
oksidan menjadi molekul yang tidak dapat
mempengaruhi jaringan penting. Selain itu,
zat antioksidan mampu menangkap berbagai
jenis oksigen yang bersifat reaktif (O2-, H2O2,
·OH, ·HOCl) dengan cara mengubah
pembentukan molekul radikal bebas atau
dengan memperbaiki kerusakan-kerusakan
yang diakibatkannya (Widjaja 1997).
Reaksi antara molekul radikal bebas
dengan molekul non radikal akan
menghasilkan suatu radikal yang baru dan
selanjutnya menimbulkan reaksi oksidasi
berantai. Radikal bebas menjadi sangat
berbahaya bagi makhluk hidup karena apabila
reaksi ini terjadi di dalam tubuh akan
menimbulkan berbagai kerusakan yang
selanjutnya menjadi penyebab berbagai
penyakit.
Sumber antioksidan alami dapat diperoleh
dari buah, sayuran berwarna, dan tumbuhan
obat karena mengandung senyawa yang dapat
menangkap molekul radikal bebas, seperti
senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolat, dan
tannin) (Harnly et al. 2006).
3
Aktivitas antioksidan dapat ditentukan
dengan berbagai metode diantaranya,
penangkapan radikal bebas superoksida,
metode pengukuran kapasitas reduksi besi
(FRAP), penangkapan radikal bebas 1,1-
difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), pengukuran
kapasitas reduksi kupri (CUPRAC), dan
pengukuran kapasitas absorbans radikal
oksigen (ORAC).
Metode Antioksidan DPPH
Metode uji antioksidan dengan DPPH
dipilih karena memiliki beberapa keuntungan
diantaranya sederhana dalam proses
pengerjaannya, memerlukan waktu pengerjaan
yang singkat dalam mengevaluasi aktivitas
antioksidan dari senyawa bahan alam.
Senyawa DPPH merupakan senyawa radikal
bebas yang relatif stabil apabila disimpan
dalam kondisi penyimpanan yang baik. Oleh
karena itu, senyawa ini sesuai apabila
digunakan sebagai model radikal bebas untuk
pengujian aktivitas antioksidan dari suatu
senyawa aktif. DPPH memiliki rumus
molekul C18H12N5O6 (Gambar 4), serbuk
berwarna ungu, memiliki bobot molekul
394.33 g/mol, dan larut dalam pelarut etanol.
Metode DPPH dapat digunakan untuk
menentukan nilai IC50 dari suatu senyawa
aktif, yaitu konsentrasi yang efektif untuk
menghambat 50% dari proses oksidasi oleh
radikal bebas (Molyneux 2004). Mekanisme
kerja dengan DPPH, yaitu zat antioksidan
mereduksi radikal bebas DPPH menjadi
senyawa difenil pikrilhidrazin reaksi reduksi
DPPH ini teramati oleh adanya perubahan
warna dari unggu menjadi kuning. DPPH
mempunyai satu atom nitrogen yang
elektronnya tidak berpasangan sehingga bila
senyawa tersebut dilarutkan dalam etanol atau
metanol akan memberikan warna ungu.
Senyawa DPPH apabila bereaksi dengan
senyawa yang mempunyai daya antioksidan
maka akan memudarkan warna ungu dari
larutan DPPH karena terjadi pengikatan satu
elektron atom H oleh atom nitrogen yang
tidak berpasangan membentuk difenil
pikrilhidrazin yang stabil selanjutnya dengan
metode spektrofotometri dapat diamati pada
panjang gelombang 518 nm mekanisme kerja
DPPH dapat dilihat pada Gambar 5 (Rohman
et al. 2009; Molyneux 2004 ).
Gambar 4 Struktur DPPH (Sumber : Molyneux 2004)
Gambar 5 Mekanisme kerja DPPH (Sumber : Molyneux 2004)
Metode Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses secara
selektif mengambil zat terlarut yang
terkandung dalam suatu campuran dengan
bantuan pelarut. Metode pemisahan pada
ekstraksi menggunakan pinsip kelarutan like
dissolves like, yaitu pelarut polar akan
melarutkan zat polar dan sebaliknya. Hal-hal
yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
pelarut adalah selektivitas pelarut, polaritas
pelarut dengan zat yang diekstrak, kemudahan
larut dari zat yang akan diekstrak, dan
kemudahan untuk diuapkan (Khopkar 2002).
Salah satu prosedur untuk memperoleh
kandungan senyawa organik dari jaringan
tumbuhan ialah maserasi. Metode maserasi
digunakan untuk mengekstrak sampel yang
tidak tahan panas. Metode ini dilakukan
dengan merendam sampel dalam suatu pelarut
dan dilakukan sesekali pengocokan dengan
tanpa pemanasan. Kelebihan metode maserasi,
yaitu sederhana, tidak memerlukan peralatan
yang rumit, dan dapat menghindari kerusakan
komponen yang tidak tahan panas. Kelemahan
dari metode ini dari segi waktu memerlukan
waktu yang lama dan penggunaan pelarut
yang tidak efisien (Harbone 1987; Rohman et
al. 2006).
4
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan
teknik kromatografi yang digunakan untuk
memisahkan campuran komponen
berdasarkan distribusi komponen tersebut
diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase
gerak (Stoenoiu 2006). Prinsip KLT adalah
sampel diaplikasikan pada lapisan tipis
lempeng KLT kemudian dilakukan
pengembangan di dalam wadah chamber yang
berisi fase gerak sehingga sampel tersebut
terpisah menjadi komponen-komponennya.
Setiap komponen akan bergerak dengan laju
tertentu yang dinyatakan dengan faktor retensi
(Rf), yaitu perbandingan antara jarak yang
ditempuh fase gerak dengan jarak komponen.
Komponen yang mempunyai afinitas yang
besar terhadap fase gerak atau afinitas yang
lebih kecil terhadap fase diam akan bergerak
lebih cepat daripada komponen yang
mempunyai sifat sebaliknya (Gritter 1991).
Fase diam yang umum digunakan pada
KLT adalah silika gel, alumunium oksida,
selulosa beserta turunannya, dan poliamida.
KLT merupakan jenis kromatografi adsorpsi
yang memiliki prinsip penjerapan untuk
memisahkan komponen yang ingin
dipisahakan pada permukaan fase diam.
Mekanisme penjerapan antara fase diam
dengan senyawa yang akan dipisahkan dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Mekanisme penjerapan komponen
pada silika gel (Sumber: Springer Image)
Proses pengembangan sampel adalah suatu
pemisahan sampel berdasarkan proses
perambatan fase gerak pada lapisan fase diam
(Stahl 1985). Sistem pengembangan yang
digunakan pada KLT didasarkan pada prinsip
like dissolves like, yaitu memisahkan
komponen bersifat nonpolar dengan fase
gerak nonpolar dan komponen polar dengan
fase gerak bersifat polar. Sistem
pengembangan akan lebih baik bila ruangan
pengembang telah jenuh dengan uap fase
gerak. Pemilihan fase gerak yang digunakan
berdasarkan nilai kepolaran fase gerak dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kekuatan dan klasifikasi pelarut
menurut Snyder
Gol Pelarut Kekuatan
pelarut
I
n-Heksana n-Butil eter
Diidopropil etre
Metil-t-butil eter Dietil eter
0 2.1
2.4
2.7 2.8
II
i-Pentanol n-Butanol
i-Propanol
n-Propanol Etanol
Metanol
3.7 3.9
3.9
4.0 4.3
5.1
III
Tetrahidrofuran
Piridin Metoksietanol
Metilformamida
Dimetilformamida Dimetilsulfoksida
4.0
4.3 5.1
4.0
5.3 5.5
IV Asam asetat Formamida
6.0 6.4
V
Diklorometana
1.1-dikloroetana
Benzilalkohol
7.2 6.0
9.6
3.1
VI
Etil asetat Metil etil keton
Dioksana
Aseton Asetonitril
3.5
5.7
4.4 4.8
5.1
5.8
VII
Toluene
Benzene Nitrobenzene
Nitrometana
2.4
2.7 4.4
6.0
VIII
Kloroform
Dodekaflorohetanol Air
4.1 8.8
10.2
5
Kromatografi Lapis Tipis Pemayaran
Kromatografi lapis tipis pemayaran atau
densitometri merupakan pengembangan dari
KLT konvensional yang digunakan sebagai
metode analisis secara kualitatif maupun
semikuantitatif dari bentuk profil KLT.
Prinsip percobaan dari KLT pemayaran,
yaitu mengukur intensitas pendaran cahaya
yang diteruskan atau yang dipantulkan dari
sumber cahaya ultraviolet (UV) yang
dikenai terhadap pita atau titik pada
lempeng KLT. Metode analisis dengan cara
tersebut memiliki nilai presisi yang tinggi
dengan nilai standar deviasi 1%.
(Braithwaite 1999).
Metode KLT konvensional dapat
digunakan untuk menganalisis secara
kualitatif, mengidentifikasi suatu zat, dan
dapat pula memantau proses reaksi, akan
tetapi metode KLT konvensional masih
memiliki nilai akurasi yang rendah untuk itu
perlu dikembangkan metode KLT yang
dapat memberikan nilai akurasi yang lebih
tinggi. Metode yang digunakan untuk
meningkatkan nilai akurasi dari metode
KLT konvensional, yaitu dengan
menggunakan metode HPTLC. Metode ini
memerlukan biaya operasional yang tinggi
untuk mengatasi hal tersebut perlu
dikembangkanlah suatu teknik yang lebih
efisien dan hasil yang didapatkan memiliki
kualitas yang sama dengan HPTLC metode
tersebut ialah DE-TLC (Hess 2007).
Prinsip dari metode DE-TLC adalah
lempeng KLT yang memiliki sifat dapat
berpendar diterangi dengan cahaya UV
dengan panjang gelombang yang sesuai,
kemudian gambar dari pencahayaan tersebut
diambil dengan kamera khusus selanjutnya
dengan program komputer gambar tersebut
diolah menggunakan piranti lunak pengolah
gambar sehingga dihasilkan dari suatu pita
atau titik pada lempeng KLT menjadi
mulitspektra, densitogram, dan kurva
kalibrasi (Mariswamy 2011).
Perangkat Lunak Image J
Prangkat lunak Image J merupakan
perangkat lunak pengolah gambar
berbasiskan program Java yang dikeluarkan
oleh National Institute of Health, United
States Of America (NIH). Program ini dapat
mengolah gambar dalam bentuk format yang
beragam seperti tagged image format file
(TIFF), grafic interchange format (GIF),
joint photographic experts group (JPEG),
bitmap image (BMP), dan gambar mentah.
Image J dapat menghitung area dan
piksel dari suatu gambar, mengukur jarak,
sudut, membuat profil dari densitogram, dan
garis kurva. Program ini didukung dengan
pengatur gambar seperti pengatur
ketajaman, kehalusan, kecerahan, warna,
sudut, dan penyaring dari gambar yang akan
diolah. Penelitian mengenai sidik jari KLT
dengan piranti lunak semacam ini telah
dilakukan oleh Hess pada 2007 yang
menggunakan piranti lunak pengolah
gambar untuk menggantikan analisis dengan
densitometer.
Analisis Sidik Jari
Analisis sidik jari adalah suatu cara yang
dapat digunakan untuk menunjukan informasi
senyawa kimia dari suatu sampel dalam
bentuk spektrogram, kromatogram, atau grafik
lain yang didapatkan dari teknik analisis
secara menyeluruh (Borges et al. 2007; Liang
et al. 2009).
Metode sidik jari dapat digunakan sebagai
metode kendali mutu, metode validasi dan
dapat digunakan untuk mengklasifikasi dari
suatu sampel tanaman. Metode ini dapat
membantu untuk mengetahui senyawa penciri
dari suatu bahan alam yang ingin diketahui
secara pasti dengan menggunakan bentuk dan
pola kurva atau garfik yang ditunjukkan dari
suatu teknik analisis (Khanpara et al. 2010).
Sidik jari yang optimum dapat diperoleh
dengan memperhatikan beberapa faktor
diantaranya pemilihan pelarut pengekstrak,
pemilihan fase gerak yang sesuai pada proses
elusi KLT, dan pemilihan panjang gelombang
yang sesuai untuk visualisasi KLT.
Rancangan Campuran
Rancangan campuran digunakan saat suatu
sistem terdiri atas campuran beberapa
komponen yang jumlah totalnya konstan,
yaitu 100%. Respons yang diperoleh
merupakan fungsi dari proporsi relatif tiap
komponen dalam sistem. Pada rancangan
campuran dapat digunakan dua komponen
atau lebih. Bertambahnya jumlah komponen
yang terlibat akan menambah jumlah dimensi
ruang yang dipakai untuk menggambarkan
campuran. Saat dua komponen terlibat, maka
profil campuran komponen akan mengikuti
garis lurus, saat tiga komponen akan terbentuk
segitiga, saat empat komponen akan terbentuk
tetrahedron, dan seterusnya.
6
Objek paling sederhana yang
menggambarkan dimensi campuran disebut
sebagai simplex (Brereton 2005). Rancangan
simplex centroid dengan axial design dapat
digambarkan dalam bentuk segitiga pada
Gambar 7 saat digunakan tiga komponen,
rancangan campuran dapat mengikuti
rancangan simplex-lattice, simplex-centroid,
maupun simplex centroid dengan axial design.
Gambar 7 Sepuluh titik selektivitas Simplex
Centroid
Pada rancangan simplex centroid selain
pengaruh sistem tunggal dan biner dipelajari
juga pengaruh kombinasi tiga komponen pada
titik tengah (Brereton 2005). Simplex centroid
design (SCD) diperkenalkan oleh Scheffe
(1963) dengan hasil analisis yang diperoleh
dapat berupa persamaan polinomial yang
menggambarkan respon permukaan.
Persamaan ini mudah didapat dan bagian
optimum dari komponen dapat ditentukan.
Persamaan polinomial yang dapat dibentuk
dengan tiga komponen adalah kuadratik,
spesial kubik, dan kuartik (Anderson &
McLean 1974).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun
jambu biji putih (JBP), daun jambu biji merah
(JBM) yang berasal dari daerah Cikabayan
Darmaga, dan daun jambu biji putih asal
Imogiri Jateng dengan kode (JB7). Seluruh
sampel asal Cikabayan berasal dari satu pohon
dan sampel asal Imogiri berasal dari 5 pohon
dari jenis yang sama, metanol 70 dan 96 %, n-
heksana, CHCl3, etil asetat, pekat, serbuk Mg,
HCl pekat, amil alkohol, FeCl3 1 %, serbuk
DPPH.
Peralatan yang digunakan adalah
maserator, oven (Momert), eksikator, neraca
analitik XT 220A (precisa), evaporator putar
R-114 (Buchi), maserator, KLT aplikator
CAMAG®
Linomat 5, CAMAG® Repostar 3,
lempeng silika gel F 254, Piranti lunak Image
J, dan design expert 7, Spektrofotometer UV-
tampak Pharmaspec 1700 Shimidzu.
Metode Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian
ini terdiri atas pembuatan serbuk daun jambu
biji kemudian dari serbuk tersebut ditentukan
kadar airnya dengan metode gravimetri
evolusi tidak langsung, kemudian serbuk
tersebut diekstrak dengan metode maserasi
menggunakan pelarut yang diragamkan
konsentrasinya, yaitu metanol 70 dan 96%,
ekstrak metanol tersebut dipekatkan sampai
1/10 volume awal kemudian dihidrolisis
dengan HCl 2N selama 30 menit setelah itu
dipartisi dengan etil asetat, fraksi etil asetat
yang berhasil dipisahkan dipekatkan dengan
penguap putar sampai menjadi pasta,
kemudian diuji kandungan senyawa flavonoid
dan tanin didalamnya dengan uji fitokimia,
kemudian setelah itu dilakukan pemilihan fase
gerak untuk memisahkan komponen aktif dari
ekstrak etil asetat sampel pada KLT dengan
rancangan SCD dan setelah itu komposisinya
fase geraknya dioptimasi menggunakan
perangkat lunak Design Expert V.7 (DX 7)
selanjutnya gambar profil KLT diambil pada
panjang gelombang 254 dan 366 nm dengan
kamera khusus kemudian gambar tersebut
diolah dengan perangkat lunak Image J
menjadi bentuk densitogram, setelah itu
dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan
metode DPPH dari masing-masing ekstrak etil
asetat sampel. Bagan alir dari penelitian ini
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Persiapan Bahan Baku
Daun jambu biji yang digunakan, yaitu
daun muda yang berasal dari bagian pucuk
batang dan daun tua yang berasal dari bagian
pangkal batang dari seluruh tanaman jambu
biji dengan bobot masing-masing sebanyak ½
kg kemudian daun tersebut dikecilkan
ukurannya dengan pisau pemotong
selanjutnya potongan daun jambu biji
dikeringkan dengan bantuan sinar matahari
sampai hampir kering. Potongan daun jambu
tersebut digiling dengan alat penggiling
sampai didapatkan serbuk daun jambu biji
dengan ukuran 30-40 mesh.
7
Penentuan Kadar Air (AOAC 971.28)
Cawan porselin dibersihkan kemudian
dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C
selama 30 menit, setelah itu didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 3 g
serbuk daun jambu biji ditimbang ke dalam
cawan yang telah diketahui bobot kosongnya.
Masukkan ke dalam oven bersuhu 105 °C
selama 30 menit setelah itu cawan yang berisi
sampel dikeluarkan dari oven lalu didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang hal ini
dilakukan sampai diperoleh bobot tetap, yaitu
apabila perbedaan dua kali penimbangan
berturut-turut setelah dikeringkan selama 1
jam tidak lebih dari 0.25 % atau perbedaan
penimbangan tersebut tidak melebihi 0.5 mg.
Berikut rumus untuk menghitung kadar air.
Kadar air (%) = %100A
BA
Keterangan:
A = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) B = bobot contoh setelah dikeringkan (g)
Metode Maserasi
Serbuk daun jambu biji terlebih dahulu
dibebaskan dari komponen lemaknya dengan
menggunakan n-heksana (Harbone 1987).
Sebanyak 150 g serbuk daun jambu biji
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500
mL ditambah 300 mL n-heksana dan
direndam selama 12 jam. Residu dikeringkan
pada suhu kamar selama 24 jam selanjutnya
diekstrak menggunakan metanol 96 dan 70%
sebanyak 500 mL kemudian selama 6 jam
pertama dilakukan pengadukan dengan
maserator proses ekstraksi dilakukan selama
24 jam.
Hasil maserasi (maserat) dipisahkan dan
dipindahkan ke labu Erlenmeyer lain dan
ampasnya diperlakukan seperti maserasi
sebelumnya, proses ini dilakukan sebanyak
dua kali maserasi. Semua maserat
dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap
putar tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak
metanol 1/10 volume awal.
Isolasi Golongan Flavonoid
Ekstrak metanol 70 dan 96% hasil dari
evaporasi awal ditambahkan asam kuat HCl 2
N dengan perbandingan volume (1:1)
kemudian dihidrolisis dengan kondisi suhu
100 °C selama 30 menit (Harbone 1987).
Setelah dilakukan hidrolisis ekstrak metanol
tersebut dipartisi cair-cair sebanyak tiga kali
dengan etil asetat dengan perbandingan
volume 1:1 (Harbone1987). Fraksi yang larut
etil asetat dikumpulkan kemudian diuapkan
dengan penguap putar tekanan rendah dan
dikeringkan, setelah itu ditentukan rendemen
dari masing-masing konsentrasi metanol 70
dan 96%.
Uji Fitokimia Flavonoid (Harbone 1987)
Sebanyak 0.1 g ekstrak etil asetat daun
jambu biji ditambahkan 10 mL air panas
kemudian dididihkan selama 5 menit dan
disaring. Sebanyak 10 mL filtrat ditambahkan
0.5 g serbuk magnesium (Mg), 1 mL HCl
pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran
dikocok dengan vorteks. Uji positif ditandai
dengan munculnya warna merah, kuning, atau
jingga pada lapisan amil alkohol.
Uji Fitokimia Tanin (Harbone 1987)
Sebanyak 0.1 g ekstrak etil asetat daun
jambu biji dimasukkan ke dalam 10 mL air
panas dan dididihkan selama 5 menit lalu
disaring. Filtrat ditambahkan 10 mL FeCl3
1%. Uji positif ditandai bila munculnya warna
hijau kehitaman pada hasil filtrat.
Pemilihan Pelarut Sebagai Fase Gerak
(Fernand 2003)
Instrumentasi dan kondisi KLT Sampel
diaplikasikan dalam bentuk pita dengan lebar
8 mm pada silika gel F254 Merck®
menggunakan CAMAG®
Linomat V
dilengkapi dengan perangkat lunak
WinCATS. Sampel diaplikasikan konstan
dengan laju 20 nL/detik dan jarak antar pita
adalah 5 mm. Dokumentasi kromatogram
KLT menggunakan CAMAG®Reprostar 3
(CAMAG®, Muttenz, Swiss). Twin trough
chamber CAMAG® dijenuhkan terlebih
dahulu selama 30 menit dengan fase gerak
yang telah ditentukan. Pelat KLT yang berisi
cuplikan dimasukkan ke dalam bejana
kromatografi. Pengembangan dilakukan
hingga fase gerak mencapai jarak 1 cm dari
tepi atas pelat kemudian diangkat dan
dikeringkan.
1. Penotolan Sampel
Ekstrak daun jambu biji hasil ekstraksi
ditimbang sebanyak 0.1g yang kemudian
dilarutkan masing-masing sampel dengan
metanol 70 dan 96% sampai 10 mL sehingga
didapatkan ekstrak dengan konsentrasi 10000
ppm. Penotolan ektrak pada KLT dilakukan
8
dengan menggunakan KLT aplikator
CAMAG® Linomat 5.
2. Pemilihan Fase Gerak
Pemilihan fase gerak diawali dengan
menggunakan tiga pelarut tunggal, yaitu
CHCl3, metanol, etil asetat. Sebanyak 5 mL
dari tiga pelarut tersebut dimasukkan ke
dalam bejana kromatografi kemudian
dijenuhkan selama 30 menit. Pelat KLT yang
telah ditotolkan sampel dimasukkan ke dalam
bejana kromatografi dan dielusi dengan fase
gerak sampai fase gerak mencapai jarak ± 0.5
cm dari tepi atas pelat. Pelat KLT diangkat,
dikeringkan, dan dideteksi. Deteksi dilakukan
untuk melihat pita yang muncul pada pelat
KLT dengan cahaya UV 254, 366 nm dengan
CAMAG®
Repostar 3. Setelah itu, dipilih tiga
pelarut yang memberikan penampakan pita
terbanyak dan memiliki pemisahan yang baik.
Ketiga pelarut yang terpilih n-heksana,
metanol, dan etil asetat dikombinasikan
berdasarkan simplex sentroid dengan axial
design kesepuluh perbandingan komposisi
pelarut tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Sepuluh titik selektivitas SCD
Fase gerak Perbandingan komposisi fase gerak
(v/v/v)
A B C
1 1 0 0
2 0 0 1
3 0 1 0
4 ½ 0 ½ 5 0 ½ ½
6 ½ ½ 0
7 1/3 1/3 1/3 8 1/6 2/3 1/6
9 1/6 1/6 2/3
10 2/3 1/6 1/6
Selanjutnya dilakukan pemisahan
komponen sampel dengan menggunakan
sepuluh perbandingan komposisi pelarut
tersebut. Kemudian dilakukan pengeringan
pada lempeng KLT, pendeteksian komponen,
dan ditentukan nilai Rf serta jumlah pita yang
dihasilkan untuk menyusun komposisi fase
gerak yang optimum.
Setelah didapatkan jumlah pita yang
dihasilkan dari masing-masing sampel dengan
menggunakan SCD maka dilakukan optimasi
dengan bantuan perangkat lunak DX 7 untuk
mendapatkan komposisi terbaik dari fase
gerak yang berguna untuk menghasilkan
jumlah pita terbanyak yang diharapkan.
Proses Analisis Statistik DX 7
Proses analisis statistik dengan program
DX 7 terlebih dahulu ditentukan rancangan
yang akan digunakan, yaitu Mixture kemudian
pilih Simplex Centroid Design, tentukan
jumlah komponen pada menu Mixture
Component sebanyak 3 kemudian ubah
komponen dengan fase gerak yang digunakan
dengan batas bawah 0 dan batas atas 1.
Pilih order linear tanpa ada pengulangan
(Replicate) dan pilih Augement Design pada
model SCD sehingga didapatkan ada 10
kombinasi campuran. Ubah (R1) respon
dengan variabel yang akan ditentukan dalam
hal ini jumlah spot. Kemudian pada design
actual evaluasi model yang digunakan dengan
cara memilih model mix order menjadi linear.
Respon berupa jumlah pita dianalisis dengan
menu analysis dan terlihat model yang
disarankan dari analisis tersebut dari menu fit
summary. Model yang dipilih adalah model
dengan nilai adjusted R-Sequred, predicted R-
sequred maksimum.
Pada menu f(x) model pilih mix order yang
disarankan (suggested) akan tetapi apabila
dari model yang disarankan tidak mendapat
nilai adjusted R-Sequred, predicted R-sequred
maksimum maka dapat dipilih mix order
dengan model kuadratik atau kubik kemudian
didapat persamaan regresi pada menu
ANOVA.
Hasil dari analisis dioptimasi sehingga
didapatkan ragam rancangan baru. Ubah
variabel pada bagian goal sesuai dengan
tujuan optimasi. Ragam rancangan dapat
terlihat pada bagian solutions. Setelah
didapatkan rancangan fase gerak optimum
dari pengolahan dengan DX 7 kemudian
komposisi fase gerak tersebut digunakan
untuk mengelusi sampel kemudian gambar
hasil elusi tersebut didokumentasikan dengan
CAMAG® Repostar 3 pada panjang
gelombang 254 dan 366 nm. Setelah itu
gambar tersebut diolah dengan perangkat
lunak Image J sehingga didapatkan suatu
bentuk densitogram.
Pengolahan Gambar dengan Image J
Aktifkan program Image J, pilih menu
File lalu pilih Open, kemudian pilih gambar
KLT yang sudah diambil dengan CAMAG®
Repostar 3 format gambar dalam bentuk
JPEG. Pilih krusor menu Rectangular tandai
gambar. Kemudian pilih menu Analyze lalu
pilih Gels, kemudian pilih select first lane.
Atur kontras dengan cara memilih menu
9
0
2
4
6
JBMtua
JB7tua
JBPtua
JBMmuda
JB7muda
JBPmuda
Sampel daun jambu biji
Image pilih Type pilih RGB Color, kemudian
Adjust atur Brigthness dan Contrast sampai
didapat gambar titik yang jelas. Kembali pilih
menu Analyze lalu Gels kemudian plot lane
maka akan tampil kurva yang sesuai dengan
gambar titik pada KLT. Kurva tersebut
dengan menggunakan krusor Rectangular
seluas yang akan diukur. Pilih menu Analyze
kemudian lalu Measure didapatkan area
kurva.
Uji Aktivitas Antioksidan (Blois 1958)
Larutan DPPH 1mM dibuat dengan
melarutkan 0.0039 g pada labu takar 10 mL
menggunakan pelarut metanol. Kemudian
sebanyak 0.005 g ekstrak daun jambu biji
ditimbang dan dilarutkan dalam metanol
menggunakan labu takar 10 mL untuk
mendapatkan larutaan stok 500 ppm.
Larutan stok daun jambu biji diencerkan
menjadi konsentrasi 10, 30, 50, 70, ppm.
Kemudian dari tiap konsentrasi dimasukan ke
dalam tabung reaksi. Sebanyak 4.5 mL
ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan ditambahkan 1.5 mL larutan DPPH 0.1
mM dalam metanol dan dihomogenkan
dengan vorteks, kemudian panaskan pada
suhu 37 °C selama 30 menit, selanjutnya
diukur serapannya pada panjang gelombang
518 nm dengan spektrofotometer UV-tampak
serapan larutan yang terbaca adalah serapan
sampel. Larutan DPPH tanpa ekstrak daun
jambu biji diperlakukan sama seperti adanya
ekstrak daun jambu biji kemudian diukur
serapannya pada 518 nm sebagai serapan
kontrol.
Nilai IC50 dari ekstrak daun jambu biji
ditentukan dengan memplotkan hubungan
antara logaritma konsentrasi ekstrak daun
jambu biji sebagai sumbu X dan persen
aktivitas penangkapan radikal DPPH sebagai
sumbu Y. Kemudian dengan perlakuan yang
sama dengan sampel lakukan pengukuran
serapan sampel tanpa penambahan DPPH
sebagai faktor koreksi persen aktivitas
penangkapan DPPH dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Sampel Daun Jambu Biji
Titik pengambilan setiap sampel diambil
dari bagian muda dan tua batang. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui kandungan
senyawa aktif dari bagian yang berbeda pada
satu batang. Sampel daun jambu biji yang
akan dilakukan analisis sidik jari dibuat
serbuk terlebih dahulu agar dapat
memudahkan dalam proses pengekstrakan zat
aktifnya. Serbuk daun jambu biji yang
dihasilkan memiliki ukuran yang sangat halus,
yaitu 30-40 mesh.
Ukuran serbuk yang halus dimungkinkan
pelarut pengekstrak berinteraksi lebih mudah
untuk mengekstrak zat aktif dari daun jambu
biji karena memiliki permukannya yang luas
sehingga kontak antara pelarut pengekstrak
dengan partikel pada jambu biji semakin
intensif. Identitas serbuk daun jambu biji pada
penelitian ini tertera pada Lampiran 2 yang
menunjukkan kode sampel yang dianalisis.
Hasil analisis kadar air dapat dilihat pada
Lampiran 2 dengan rerata kadar air untuk
daun bagian muda dari tiga jenis daun yang
berbeda sebesar 10.40% dan daun bagian tua
dari tiga jenis daun yang berbeda sebesar
9.02%, hal ini tidak seperti data yang
dilaporkan oleh (Inayati 2007) yang
menyatakan bahwa kadar air dari daun jambu
biji sebesar 5,23. Perbedaan ini disebakan
oleh beberapa faktor diantaranya kelembapan
udara, perlakuan terhadap sampel, waktu
pengambilan sampel, dan besaranya
penguapan.
Serbuk adalah sediaan obat tradisional
berupa butiran homogen dengan tingkat
kehalusan yang seragam. Syarat suatu serbuk
untuk bisa menjadi bahan baku obat
tradisional atau jamu menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.661/Menkes/sk/vii/1994 mengenai
persyaratan obat tradisional bahwa kadar air
sediaan serbuk tidak lebih dari 10%. Serbuk
daun jambu biji yang ditentukan kadar airnya
memiliki kadar air yang sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan untuk pembuatan
sediaan obat tradisional atau jamu. Kadar air
yang terkandung di dalam suatu sampel
serbuk akan mempengaruhi rendemen yang
dihasilkan hal ini kerena nilai kadar air
termasuk dari faktor koreksi pada perhitungan
persen rendemen.
10
Tahap Ekstraksi dan Partisi Zat Aktif
Daun Jambu Biji
Hasil maserasi yang kemudian dilakukan
proses partisi dengan etil asetat didapatkan
rerata rendemen ekstrak etil asetat yang
sebelumnya dimaserasi dengan metanol 96%
sebesar 2.46% rerata rendemen ekstrak etil
asetat yang sebelumnya dimaserasi dengan
metanol 70% sebesar 0.50%. Berdasarkan
penelitian mengenai daun jambu biji
rendemen ekstrak etil asetat daun jambu biji
yang dihasilkan sebesar 4% (Roy 2010). Data
rendemen ekstrak etil asetat untuk sampel
daun jambu biji yang dimaserasi dengan
metanol 70 dan 96% untuk selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Rendemen yang didapatkan antara serbuk
yang dimaserasi dengan metanol 96% dan
70% saling berbeda hal ini dikarenakan
tingkat kepolaran dari metanol 70% lebih
polar dibanding metanol 96%. Jumlah
rendemen yang rendah pada penelitian ini
dikarenakan tidak terbentuk lapisan yang jelas
terpisah antara metanol dengan etil asetat pada
corong pisah, hal ini mengakibatkan ekstrak
metanol terpartisi tidak sempurna sehingga
rendemen fraksi etil asetat yang dihasilkan
tidak optimal. Tahap ekstraksi serbuk daun
jambu biji terlebih dahulu dihilangkan
kandungan lemaknya dengan menggunakan
pelarut yang bersifat nonpolar seperti n-
heksana. Lemak yang terdapat di dalam
sampel dapat mengganggu analisis dengan
cara menghambat proses penguapan pelarut
pada saat pemekatan ekstrak, dan dapat
mengganggu kemurnian dari sampel yang
dianalisis karena dapat terjerap dalam fase
diam kromatografi lapis tipis (Kramer 1985).
Pemilihan metanol sebagai pengekstrak
pada penelitian ini karena metanol dapat
melarutkan semua senyawa organik yang ada
pada contoh baik polar maupun semipolar,
dan bersifat mudah menguap sehingga dapat
dibebaskan dengan mudah dari ekstrak.
Ekstrak yang sudah bebas dari komponen
lemak kemudian dilakukan proses hidrolisis
dengan menggunakan HCl 2 N. Hidrolisis ini
bertujuan untuk memecah ekstrak menjadi
glikosida dan aglikon-aglikon flavonoid.
Aglikon flavonoid dipisahkan dari fraksi
gulanya dengan partisi menggunakan etil
asetat (Markham 1988). Metode ekstraksi
yang dipiih pada percobaan ini adalah
maserasi hal ini karena maserasi merupakan
suatu metode yang cukup mudah dilakukan
memerlukan peralatan yang sederhana.
Maserasi pada penelitian ini dilakukan
sebanyak dua kali ulangan dengan lama
perendaman selama 24 jam.
Pengujian Fitokimia Daun Jambu Biji
Uji fitokimia dilakukan untuk
menunjukkan kandungan metabolit sekunder
yang terekstrak dari sampel secara kualitatif
dan juga untuk mengetahui efektivitas pelarut
dalam mengekstrak senyawa flavonoid dan
tanin. Efektivitas pelarut dapat dilihat dari
intensitas warna. Intensitas warna yang lebih
pekat menunjukkan bahwa suatu ekstrak
positif mengandung senyawa metabolit
sekunder didalamnya.
Tabel 3 Uji fitokimia serbuk daun jambu biji
dengan maserasi metanol 96%
Sampel Flavonoid Tanin
JBM B
JBM A
JBP B
JBP A
JB7 B
JB7 A
+ + + + +
+ + + + +
+ + +
+ + + +
+
++
+ + + + +
+ + + + +
+ + +
+ + + +
+
+ +
Ket: (+) menyatakan hasil uji posistif dan intensitas warnanya
Bagian muda (A)
Bagian tua (B)
Tabel 4 Uji fitokimia serbuk daun jambu biji
dengan maserasi metanol 70 %
Sampel Flavonoid Tanin
JBM B
JBM A
JBP B
JBP A
JB7 B
JB7 A
+ + +
+
+ + +
+ +
+ + +
+ + +
+ + +
+
+ + + + +
+ +
+ + + +
+ + +
Ket: (+) menyatakan hasil uji posistif dan intensitas
warnanya Bagian muda (A)
Bagian tua (B)
Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada
Tabel 3 & Tabel 4. Hasil uji kualitatif
menunjukan daun jambu biji pada penelitian
ini memiliki kandungan senyawa flavonoid
dan tanin yang cukup beragam, hal ini terlihat
dari intensitas warna merah jingga untuk
senyawa flavonoid dan hijau kehitaman untuk
tanin yang cukup tinggi.
Daun jambu biji yang dilakukan proses
ekstraksi dengan metanol 96% memiliki hasil
lebih kuat intensitas warnanya untuk senyawa
flavonoid dan tanin dibandingkan dengan
yang dimaserasi dengan metanol 70% hal ini
karena metanol 96% lebih effektif untuk
mengambil senyawa metabolit sekunder
11
seperti flavonoid dan tanin pada daun jambu
biji dibanding dengan metanol 70%.
Penentuan Fase Gerak Komponen Aktif
Daun Jambu Biji
Hasil dari tiga fase gerak tunggal yang
diujikan tampak setiap fase gerak mampu
memisahkan komponen dengan kemampuan
yang berbeda-beda terlihat dari jumlah dan
dan keterpisahan pita yang berbeda-beda
(Gambar 8 & Gambar 9).
Pemilihan fase gerak untuk KLT pada
penelitian ini digunakan tiga macam pelarut
tunggal yang memiliki nilai kepolaran hampir
berdekatan, yaitu metanol dengan nilai
kepolaran 5.1, etil asetat dengan nilai
kepolaran 4.4, dan kloroform dengan nilai
kepolaran 4.1 (Snyder 1979).
Pemilihan ini berdasarkan sifat dari
senyawa flavonoid yang bersifat semipolar
dengan pelarut yang dipilih tersebut bersifat
semipolar diharapkan komponen flavonoid
akan dapat dideteksi pada lempeng KLT.
Keterangan: (metanol), (kloroform)
(etil asetat)
Gambar 8 Jumlah pita sampel daun jambu
biji hasil maserasi metanol 70%.
Keterangan: (metanol), (kloroform)
(etil asetat)
Gambar 9 Jumlah pita sampel daun jambu
biji hasil maserasi metanol 96 %
Penampakan dari semua komponen
dilakukan dengan 2 cara cahaya UV 254, 366
nm berdasarkan cara ini dihasilkan
penampakan dan keterpisahan pita yang
beragam, hal ini disebabkan oleh kedua cara
tersebut spesifik untuk senyawa tertentu.
Penampakan dengan cahaya UV 254 nm
digunakan untuk mendeteksi alkaloid,
flavonoid, dan triterpenoid sedangkan cahaya
UV 366 nm digunakan untuk mendeteksi
senyawa alkaloid, flavonoid, dan lignan
(Fernand 2003).
Aktivitas Antioksidan Daun Jambu Biji
Penentuan aktivitas antioksidan dari
ekstrak kasar metanol yang telah dipartisi
dengan etil asetat dengan metode pengkapan
radikal DPPH didapatkan nilai IC50 semua
ekstrak kasar daun jambu biji yang berbeda
dari setiap sampel ekstrak kasar daun jambu
biji. Nilai IC50 didapat dari persamaan garis
yang dibentuk dari persen penangkapan
radikal bebas dengan ragam konsentrasi yang
dibuat 10, 30, 50, 70 ppm. Hasil IC50 dari
semua sampel ekstrak daun jambu biji dapat
dilihat pada Tabel 5 & Tabel 6.
Tabel 5 Nilai aktivitas antioksidan dari
ekstrak metanol 96%
Sampel IC50 (ppm) R2
JBM A
JBP A
JB7 A
JBM B
JBP B
JB7 B
3.47
6.87
2.63
9.00
15.98
33.86
0.889
0.903
0.858
0.917
0.985
0.928
Ket: Bagian muda (A)
Bagian tua (B)
Data dari Tabel 5 dapat diketahui daun
jambu biji yang diekstrak dengan metanol
96% menujukkan bahwa IC50 terendah diduga
pada daun jambu biji kode 7 bagian muda
sebesar 2.63 ppm dan yang tertinggi diduga
pada daun jambu biji kode 7 bagian tua
sebesar 33.86 ppm.
Jum
lah
Pit
a
Jum
lah P
ita
12
Tabel 6 Nilai aktivitas antioksidan dari
ekstrak metanol 70%
Sampel IC50 (ppm) R2
JBM A
JBP A
JB7 A
JBM B
JBP B
JB7 B
8.78
1.12
9.00
9.45
10.73
22.65
0.905
0.888
0.917
0.895
0.884
0.939
Ket: Bagian muda (A)
Bagian tua (B)
Data dari Tabel 6 dapat diketahui daun
jambu biji yang diekstrak dengan metanol
70% menujukkan bahwa IC50 terendah diduga
pada daun jambu biji putih bagian muda
sebesar 2.63 ppm dan yang tertinggi diduga
pada daun jambu biji kode 7 bagian tua
sebesar 33.86 ppm.
Daun jambu biji yang diekstrak dengan
menggunakan metanol 70% secara
keseluruhan menunjukkan aktivitas
antiokasidan yang lebih tinggi dibanding
dengan yang diekstrak dengan metanol 96%
dan daun bagian muda menunjukkan aktivitas
antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan
daun bagian tua. Secara keseluruhan nilai IC50 dari ekstrak
kasar serbuk daun jambu biji memiliki
aktivitas antioksidan yang cukup kuat terlihat
dari nilai IC50 yang relatif rendah, untuk
dikatakan memiliki tingkat aktivitas
antioksidan cukup kuat maka nilai IC50 kurang
dari 200 ppm (Blois 1958). Penelitian yang
pernah dilakukan oleh (Qian et al. 2004)
menyatakan bahwa ekstrak etanol daun jambu
biji memilki nilai IC50 sebesar 53.00 ppm.
Mengenai data dan contoh perhitungan dari
keseluruhan sampel daun jambu biji ini dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Pengoptimuman Fase Gerak dari
Komponen Aktif Daun Jambu Biji
Optimasi fase gerak KLT menggunakan
rancangan SCD dengan fase gerak berupa
kloroform sebagai titik A, etil asetat sebagai
titik B, dan metanol sebagai titik C.
Berdasarkan banyaknya pita dari penampakan
dengan cahaya UV 254 dan 366 nm pada
rancangan SCD komposisi fase gerak yang
paling banyak memunculkan pita dengan
keterpisahannya cukup baik adalah kloroform
berbanding etil asetat (0.5:0.5).
Hasil dari optimasi pelarut dengan DX 7
terlihat bahwa seluruh sampel baik jambu biji
putih, merah, maupun kode 7 memiliki
kesamaan komponen fase gerak, yaitu
kloroform dan etil asetat dengan perbandingan
untuk komposisi kloroform lebih banyak
dibanding etil asetat untuk seluruh sampel.
Hal ini karena kloroform memiliki sifat
mudah membawa komponen aktif dari ekstrak
sampel, oleh karena itu untuk menahan elusi
yang terlalu cepat dari kloroform maka
digunakan etil asetat dalam campuran
tersebut. Hasil selengkapnya mengenai data
jumlah pita dari seluruh sampel daun jambu
biji dapat dilihat dalam Lampiran 5.
Berdasarkan sifat kepolaran dari pelarut
yang dipakai untuk memisahkan komponen
zat aktif dari sampel daun jambu biji
kloroform dan etil asetat memiliki sifat
kepolaran yang hampir sama, yaitu semipolar
sampai polar. Komponen yang terdapat dalam
daun jambu biji memiliki sifat yang hampir
serupa dengan pelarut kloroform dan etil
asetat, yaitu bersifat semipolar sehingga fase
gerak kloroform dan etil asetat dapat
memberikan pemisahan yang cukup baik dan
hal itu didukung dengan percobaan
menggunakan rancangan SCD pada Lampiran
5 terlihat bahwa komponen kloroform dan etil
asetat memberikan pola pemisahan yang baik.
Fase gerak metanol berdasarkan analisis
dengan menggunakan DX 7 terlihat bahwa
metanol tidak memiliki bagian untuk
memisahkan zat aktif hal ini dikarenakan sifat
dari metanol yang lebih bersifat lebih polar
dibanding kloroform dan etil asetat sehingga
sulit untuk bisa memberikan pola pemisahan
yang baik selain itu hal itu didukung dengan
pola pemisahan yang berdasarkan pada
rancangan SCD terlihat bahwa metanol
memiliki jumlah pita yang berhasil
terpisahkan paling sedikit bila dibandingkan
dengan kloroform dan etil asetat.
Hasil optimasi didapatkan model yang
disarankan dari program DX 7 untuk sampel
daun jambu biji putih, yaitu kuadratik dengan
nilai R2 sebesar 0.9674 dan nilai standar
deviasi 0.66 hasil selengkapnya mengenai
analisis ANOVA dari model kuadratik dapat
dilihat pada Lampiran 6, akan tetapi untuk
mendapatkan model yang dapat diterima maka
perlu dicari model lain yang memiliki nilai R2
lebih besar dengan standar deviasi yang kecil
model tersebut adalah model kubik (Aliased)
dengan nilai R2 sebesar 0.9709 dengan standar
deviasi 0.21.
13
Analisis sidik jari yang dilakukan
berdasarkan jumlah pita terbanyak yang
diharapkan dari Tabel 7 adalah JBP 70% tua
dengan rancangan komposisi pelarut fase
gerak kloroform dan etil asetat dengan
perbandingan (0.6:0.4) dan jumlah pita yang
diharapkan terbanyak 8. Persamaan regresi
yang didapat dari JBP 70% tua dengan
menggunakan model kubik adalah y = –
0.015A + 0.990B + 1.99C + 29.94 B +
3.94AC + 1.94BC – 83.65ABC berdasarkan
persamaan tersebut telihat interaksi yang
sinergis antara komponen kloroform (A)
dengan komponen etil asetat (B) yang dapat
terlihat dari nilai koefisien yang terbesar dan
bernilai positif, yaitu 29.94 hasil analisis
statistik ANOVA model kubik selengkapnya
dari model persamaan tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 7.
Tabel 7 Komposisi optimum dari fase gerak
daun jambu biji putih
Sampel JBP 70% muda JBP 96% muda
Kloroform 0.7 bagian 0.7 bagian
Etil asetat 0.3 bagian 0.3 bagian Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian
R2 0.9709 0.9994
Pita yang diharapkan
7 5
Sampel JBP 70% tua JBP 96% tua
Kloroform 0.6 bagian 0.7 bagian
Etil asetat 0.4 bagian 0.3 bagian Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian
R2 0.9709 0.9994
Pita yang
diharapkan 8 6
Tabel 8 Komposisi optimum dari fase gerak
daun jambu biji merah
Sampel JBM 70% muda JBM 96%
muda
Kloroform 0.4 bagian 0.6 bagian
Etil asetat 0.6 bagian 0.4 bagian
Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian R2 0.9355 0.9996
Pita yang
diharapkan 4 4
Sampel JBM 70% tua JBM 96% tua
Kloroform 0.7 bagian 0.8 bagian
Etil asetat 0.3 bagian 0.2 bagian
Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian R2 0.9853 1.0000
Pita yang
diharapkan 12 6
Sampel daun jambu biji merah setelah
dilakukan optimasi dengan DX 7 didapatkan
model yang disarankan adalah linier dengan
nilai R2 sebesar 0.5363 dengan nilai standar
deviasi 1.73 hasil selengkapnya mengenai
analisis ANOVA dari model linier dapat
dilihat pada Lampiran 8 akan tetapi, untuk
mendapatkan model yang dapat diterima maka
perlu dicari model lain yang memiliki nilai R2
lebih besar dengan standar deviasi yang kecil,
model yang digunakan untuk mendapatkan
hasil yang optimum diantaranya kuadratik dan
kubik (Aliased). Model kuadratik memiliki
nilai R2
sebesar 0.7534 dengan standar deviasi
sebesar 1,72 (Lampiran 9) dan untuk model
kubik didapatkan nilai R2 sebesar 0.9853
dengan standar deviasi sebesar 0.84
(Lampiran 10). Berdasarkan nilai R2
dan
standar deviasi maka model yang digunakan
pada penelitian ini adalah model kubik
(Aliased).
Analisis sidik jari yang dilakukan
berdasarkan jumlah pita terbanyak yang
diharapkan dari Tabel 8 adalah JBM 70% tua
dengan rancangan komposisi pelarut fase
gerak kloroform dan etil asetat dengan nisbah
(0.7:0.3) dan jumlah pita yang diharapkan
sebanyak 12. Persamaan regresi yang didapat
dari JBM 70% tua dengan menggunakan
model kubik (Aliased) adalah y = 5.94A +
3.94B + 0.94C + 11.76AB –6.29AC + 6.24BC
– 28.59ABC berdasarkan persamaan tersebut
telihat interaksi sinergis antara komponen
kloroform (A) dengan komponen etil asetat
(B) yang dapat terlihat dari nilai koefisien
yang besar dan bernilai positif, yaitu 5.94,
3.94, 11.76.
Tabel 9 Komposisi optimum dari fase gerak
daun jambu biji 7
Sampel JB7 70% muda JB7 96% muda
Kloroform 0.8 bagian 0.8 bagian
Etil asetat 0.2 bagian 0.2 bagian Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian
R2 0.9835 0.9469
pita yang diharapakan
6 8
Sampel JB7 70% tua JB7 96% tua
Kloroform 0.7 bagian 0.8 bagian
Etil asetat 0.3 bagian 0.2 bagian Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian
R2 0.9940 0.9871
Pita yang diharapkan
7 5
Sampel daun jambu biji kode 7 setelah
dilakukan optimasi dengan DX 7 didapatkan
model yang disarankan adalah linier dengan
nilai R2 sebesar 0.1194 dan nilai standar
deviasi 1.34 hasil selengkapnya mengenai
analisis ANOVA dari model linier dapat
dilihat pada Lampiran 11 akan tetapi, untuk
mendapatkan model yang dapat diterima maka
perlu dicari model lain yang memiliki nilai R2
lebih besar dengan standar deviasi yang kecil
model yang digunakan untuk mendapatkan
hasil yang dapat diterima diantaranya
14
kuadratik dan kubik (Aliased). Model
kuadratik memiliki nilai R2
sebesar 0.2234
dengan standar deviasi sebesar 1,74
(Lampiran 12) dan untuk model kubik
didapatkan nilai R2 sebesar 0.9469 dengan
standar deviasi sebesar 0.91 (Lampiran 13).
Berdasarkan nilai R2
dan standar deviasi maka
model yang digunakan pada penelitian ini
adalah model kubik (Aliased).
Analisis sidik jari yang dilakukan
berdasarkan pita jumlah terbanyak yang
diharapkan dari (Tabel 9) adalah JB7 96%
muda dengan rancangan komposisi pelarut
fase gerak kloroform dan etil asetat dengan
nisbah (0.8:0.2) dan pita yang diharapkan
sebanyak 8 pita. Persamaan regresi yang
didapat dari JB7 96% muda dengan
menggunakan model kubik adalah y = 2.94A
+ 3.94B + 0.94C + 5.75AB – 0.25AC +
1.75BC – 26.47ABC berdasarkan persamaan
tersebut telihat interaksi sinergis antara
komponen kloroform (A) dengan komponen
etil asetat (B) yang dapat terlihat dari nilai
koefisien yang besar dan bernilai positif, yaitu
2.94, 3.94, 5.75.
Sidik Jari Ekstrak Daun Jambu Biji
Profil sidik jari KLT yang terbentuk dari
sampel JBP 70% tua dengan fase gerak
kloroform dan etil asetat (0.6:0.4) yang
divisualisasi dengan cahaya UV 366 dan 254
nm dari empat kali pengulangan dapat terlihat
pada Gambar 10 menghasilkan jumlah pita
sebanyak 5 pita yang terpisah, hal itu
didukung pula dengan densitogram hasil dari
Image J menghasilkan jumlah kurva sebanyak
5 (Gambar 11).
Gambar 10 Kromatogram JBP 70% daun tua
(a) ulangan ke-1 pada 254 nm (b) ulangan ke-2 pada 254 nm (c) ulangan ke-1pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada
366 nm.
Gambar 11 Densitogram JBP 70% daun tua
(a) ulangan ke-1 pada 366 nm (b) ulangan ke-1 pada 366
nm (c) ulangan ke-1 pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada 366 nm.
Densitogram yang dihasilkan dihitung
nilai Rf dan area dari masing-masing puncak
untuk memberikan informasi yang
menyeluruh mengenai sidik jari dari JBP 70%
tua mengenai informasi tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 14.
Profil sidik jari KLT yang terbentuk dari
sampel JBM 70% tua dengan fase gerak
klroroform dan etil asetat (0.7:0.3) dengan
visualisasi cahaya UV 366 dan 254 nm dari
empat kali pengulangan dapat dilihat pada
Gambar 12 menghasilkan jumlah pita
sebanyak 6 pita yang terpisah, hal itu
didukung pula dengan densitogram hasil dari
Image J menghasilkan jumlah kurva sebanyak
6 (Gambar 13).
Gambar 12 Kromatogram JBM 70% daun tua
(a) ulangan ke-1 pada 254 nm (b) ulangan ke-2 pada 254 nm (c) ulangan ke-1 pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada
366 nm.
d c
a b
(a) (b)
254 nm
(c) (d)
366 nm
(a) (b)
254 nm
(a) (b)
366 nm
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Au
300
200
175
150
100
50
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Rf Rf
Au
300
200
175
150
100
50
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Au 300
200
175
150
100
50
Au
300
200
175
150
100
50 Rf Rf
5
4
3
1
2
4
2
5
3 1
1
2
3
4
5
1
2
3
4 5
15
Gambar 13 Densitogram JBM 70% daun tua
(a) ulangan ke-1 pada 366 nm (b) ulangan ke-1 pada 366 nm (c) ulangan ke-1 pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada
366 nm.
Densitogram yang dihasilkan dihitung
nilai Rf dan area dari masing-masing puncak
untuk memberikan informasi yang
menyeluruh mengenai sidik jari dari JBM
70% tua informasi tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 14.
Profil sidik jari KLT yang terbentuk dari
sampel JB7 70% muda dengan fase gerak
kloroform dan etil asetat (0.8:0.2) dengan
visualisasi cahaya UV 254 dan 366 nm dari
empat kali pengulangan dapat dilihat pada
Gambar 14 menghasilkan jumlah pita
sebanyak 5 pita yang terpisah, hal tersebut
didukung pula dengan densitogram hasil dari
Image J menghasilkan jumlah kurva sebanyak
5 (Gambar 15).
Gambar 14 Kromatogram JB7 96% daun
muda
(a) ulangan ke-1 pada 254 nm (b) ulangan ke-2 pada 254
nm (c) ulangan ke-1 pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada
366 nm
Gambar 15 Densitogram JB7 96% daun muda
(a) ulangan ke-1 pada 366 nm (b) ulangan ke-1 pada 366
nm (c) ulangan ke-1 pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada
366 nm.
Densitogram yang dihasilkan dihitung nilai Rf
dan area dari masing-masing puncak untuk
memberikan informasi yang menyeluruh
mengenai sidik jari dari JB7 96% muda
batang informasi tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 14. Hasil sidik jari dari pita kromatogram dan
densitogram berbeda dengan yang diharapkan
dari optimasi dengan piranti lunak design
expert 7, hal ini dikarenakan banyak faktor
diantaranya fase gerak yang tidak mengelusi
sempurna KLT, model reancangan yang
digunakan tidak dapat diterima, posisi
penempatan lempeng KLT yang miring, dan
ekstrak dari daun jambu biji yang sudah lama.
d c
b a
d
a b
c
(a) (b)
254 nm
(c) (d)
366 nm
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Au
300
200
175
150
100
50
Au
300
200
175
150
100
50
Au
300
200
175
150
100
50
Au
300
200
175
150
100
50
Rf Rf
Rf Rf
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Au
300
200
175
150
100
50
Au
300
200
175
150
100
50
Au
300
200
175
150
100
50
Au
300
200
175
150
100
50
Rf
Rf
Rf
Rf
5
1
3
4
2
6
1
2
3
4
5
6
1
2
5
3
4 6
1
2 3
4
5
1
4
3 2
5 5
2 3
4
1
1 2 3
4
5
1
2
3
4 5
16
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan aktivitas antioksidan yang
dilihat dari nilai IC50 terendah sampel daun
jambu biji putih memiliki aktivitas
antioksidan terbaik dibanding daun jambu biji
merah dan JB7, daun jambu biji yang
dimaserasi dengan metanol 70% memiliki
aktivitas antioksidan terbaik dibanding yang
dimaserasi dengan metanol 96%, dan daun
jambu biji bagian muda memiliki aktivitas
antioksidan terbaik dibandingkan daun jambu
biji bagian tua.
Berdasarkan pola sidik jari yang dilihat
dari tinggi kurva densitogram dan
keterpisahan pita kromatogram hasil analisis
dengan DE-TLC daun jambu biji bagian tua
memiliki pola sidik jari lebih baik dibanding
daun jambu biji muda, daun jambu biji yang
dimaserasi dengan metanol 70% memiliki
pola sidik jari terbaik dibanding yang
dimaserasi dengan metanol 96%, dan daun
jambu biji putih dengan jambu biji merah
memiliki pola sidik jari lebih baik dari JB7.
Fase gerak optimum untuk semua sampel
adalah klroroform dan etil asetat dengan
berbagai nisbah.
Profil sidik jari untuk JBP, JBM, dan JB7
ditunjukkan dengan jumlah pita yang terpisah
dari KLT dan kurva densitometer secara
berurutan sebanyak 5 pita dan 5 kurva, 6 pita
dan 6 kurva, 5 pita dan 5 kurva.
Saran
Perlu dilakukan proses optimasi terhadap
analisis sidik jari dan proses validasi terhadap
metode DE-TLC untuk mendapatkan hasil
analisis terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson VL, McLean RA. 1974. Design of
Experiments. New York: Marcel Dekker.
[AOAC] Association of Offical Analytical
Chemistry. 1971. Official Methods Of
Analysis of AOAC International 971.28.
Meyrland: AOAC International.
Blois MS. 1958. Antioxidant determinations
by the use of a stable free radical. Nature
181: 1199-1200.
Borges CN, Bruns RE, Almeida AA,
Scarminio IS. 2007. Mixture design for the
Fingerprint optimization of
chromatographic mobile phases and
extraction solutions for Camellia sinensis.
Analytica Chimica Acta 595:28-37.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan.
2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat
Indonesia. Jakarta: BPOM RI.
Braithwaite A, Smith FJ. 1999.
Chromatographic Method. Netherlands:
Kluwer Academic.
Brereton RG. 2005. Chemometrics Data
Analysis for the Laboratory and Chemical
Plant. England: John and Wiley.
Cie´sla L, Hajnos MW. 2009. Two-
dimensional thin-layer chromatography in
the analysis of secondary plant
metabolites. J Chromatogr 1216:1035–
1052.
Delaroza F, Scarminio IS. 2008. Mixture
design optimization of extraction and
mobile phase media for fingerprint
analysis of Bauhinia variegate L. J
Separation Sci 31:034-1041.
Fernand VE. 2003. Initial characterization of
crude extracts from phyllanthus amarus
schum, and Thonn, and Quassia amara L.
using normal phase thin layer
chromatography [tesis]. Lousiana:
Program Pascasarjana, University of
Suriname.
Ghiselli A, Nardini M, Baldi A, Scaccini C.
1998. Antioxidant activity of different
phenolics fractions separated from an
Italian Red Wine. J Agri Food Chem.
(46):367.
17
Gill MI, Tomas FAB, Pierce BH, Kader AA.
2002. Antioxidant capacities, phenolic
compounds, peach, and Plum cultivars from
California. J Agri Food Chem. (50):4976-
82.
Gritter R, Bobbitt JM, Schwating AE. 1991.
Pengantar Kromatografi. Padmawinata K,
penerjemah. Bandung: Penerbit ITB.
Terjemahan dari: Introduction to
Chromatography.
Harbone JB. 1987. Metode fitokimia.
Padmawinata K, Soediro I, penerjemah;
Niksholihin S, editor. Bandung: penerbit
ITB. Terjemahan dari: Phytochemical
Method.
Harnly et al. 2006. Flavonoid content of U.S.
fruits, vegetables, and nuts. J Agri Food
Chem 54: 9966-9977.
Hess AV. 2007. Digitally enhanced thin-layer
chromatography:an inexpensive, new
technique for qualitative and quantitative
analysis. J Chem Edu. (84):842-847.
Indriani S. 2006. Aktivitas antioksidan ekstrak
daun jambu biji (Pisidium guajava L.). J.II.
Pert. Indon. (11) :13-17.
Inayati. 2007. Validasi metode analisis
analisis polifenol pada ekstrak daun jambu
biji secara spektrofotometri. [skripsi].
Departemen Kimia, FMIPA, IPB, Bogor.
Khanpara K et al. 2010. Isolation and
quantification of nirgundoside in vitex
nirgundo Linn. leaf powder by HPTLC
method. Int J Pharma Biomed Reskh 2:90-
95.
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Saptorahadrjo, penerjemah. Jakarta:UI
press. Terjemahan dari: Basic Concept Of
Analytical Chemistry.
Kramer RE. 1985. Antioxidants in clove. J
Am Oil Chemist’s Society 62:111-113.
Li, Chen. 2008. Analysis of Three Flavonoids
in Oxytropis kansuensis Bunge by RP-LC–
DAD Coupled with Weighted Least-
Squares Linear Regression. J Chromatogr
[terhubung berkala]. http://www.springerimages.com/Images/C
hemistry/1-10.1365_s10337-008-0793-1-2
[13 Oct 2011].
Liang XM et al. 2009. Qualitative and
quantitative analysis in quality control of
traditional Chinese medicines. J
Chromatogr A 1216: 2033-2044.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi
Flavonoid Padmawinata K. penerjemah.
Bandung: penerbit ITB. Terjemahan dari:
Techniques of Flavonoid Identification.
Mariswamy Y, Gnaraj W E, M Jhonson.
2011. Chromatographic finger print
analysis of steroids in Aerva lanata L by
HPTLC technique. Asian Pacific J
Tropical Biomed. 428-433.
Molyneux P. 2004. The use of the stable free
radical diphenylpicrilhydrazil (DPPH) for
estimating antioxidant activity. J Sci
Technol 26:211-219
Mulyono MW, Supriyatna, Wiraharja T,
Sumiwi SA. 1994. Studi Fitokimia Fraksi
Antidiare Daun Jambu Biji (Pisidium
guajava L.). Laporan Penelitian Lembaga
Penelitian UNPAD, Bandung.
Pokorni J, Yanishlieva N, Gordon M. 2001.
Antioxidant in food; Practical applications.
New York: CRC Press.
Qian H et al. 2004. Antioxidant power of
phytochemicals from psidium guajava leaf.
J Zhejiang Univ Sci 5: 676-683.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi. K Padmawinata,
penerjemah Bandung: ITB. Terjemahan
dari: The Organic Constituents of Higher
Plants 6th
edition.
Rohman A, Riyanto S, Utari D. 2006.
Aktivitas antioksidan, kandungan fenolik
total dan kandungan flavonoid total
ekstrak etil asetat buah mengkudu serta
fraksi-fraksinya. Majalah Farmasi
Indonesia 17:136-142.
Rohman A, Riyanto S, Dahliyanti R, Pratomo
DB. 2009. Penangkapan radikal 2,2-
difenil-1-pikril hidrazil oleh ekstrak buah
Psidium guajava L dan Averrhoa
carambola L. J Ilmu Kefarmasian
Indonesia 7:1-5.
Roy Ck, Das Ak. 2010. Comparative
evaluation of different extracts of leaves of
Psidium Guajava Linn. For
hepatoprotective activity. J Pharm Sci. 23
15-20.
18
Scheffe H. 1963. Simplex-centroid designs
for experiments with mixtures. J R Statist
Soc B 25: 235-263.
Shui GH, Leong LP. 2004. Analysis of
polyphenolics antioxidants in star fruit
using liquid chromatography and mass
spectrometry. J Chromatogr A. 1022: 67-
75.
[SK MenKes] Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. 1994.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomo 661/Menkes/Sk/VII/1994
Tentang Persyaratan Obat Tradisional.
Jakarta.
Snyder LR, Kirland JJ.1979. Introducing to
Modern Liquid Chromatography. New
York: Wiley.
Sudarsono, Gunawan D, Wahyuono S,
Argodonatus I, Untoro P. 2001. Tanaman
obat II: Hasil penelitian, sifat-sifat, dan
penggunaannya. Yogyakarta: Pusat Studi
Obat Tradisional UGM. Hal. 156-60.
Stahl E. 1985. Analisis Obat Secara
Kromatografi dan Mikroskopi. K
Padmawinata, penerjemah. Bandung: ITB.
Terjemahan dari: Drug Analysis by
Chromatography.
Stoenoiu CE, Bolboaca SD, Jantschi L. 2006.
Mobile phase optimization method for
steroid separation. Applied Medical
Informatics 18 (1,2): 17-24.
Wahyuni WT. 2010. Pengoptimuman dan
validasi sidik jari kromatografi cair kinerja
tinggi ekstrak phyllanthus niruri L. [Tesis].
Departemen Kimia, Pasca Sarjana, IPB,
Bogor.
Widjaja S.1997. antioksidan: Pertahanan
Tubuh Terhadap Efek Oksidan dan
Radikal Bebas. Majalah Ilmu Fakultas
Kedokteran USAKTI. 16: 1659-1672.
Wijayakusuma H. 2000. Potensi tumbuhan
obat asli Indonesia sebagai produk
kesehatan. Prosiding Risalah Pertemuan
Ilmiah Penelilian dan Pengembangan
Teknologi Isotop dan Radiasi, HPTAI.
Jakarta.
19
LAMPIRAN
20
Lampiran 1 Bagan kerja penelitian
Persiapan bahan daun Jambu menjadi serbuk daun jambu biji
Menentukan kadar air dari daun jambu biji
Penghilangan lemak dengan maserasi menggunakan heksana
Maserasi dengan metanol 96 dan 70%
Evaporasi sampai 1/10 volume awal
Hidrolisis ekstrak metanol 96 dan 70% dengan HCl 2N 100°C 30 menit
Partisi dengan etil asetat sebanyak 2 kali
Uji fitokimia golongan flavonoid
Pemilihan eluen terbaik dengan SCD
Penotolan dengan KLT aplikator
Optimasi pelarut dengan bantuan DX 7
Elusi dengan pelarut hasil optimasi
Penampakan hasil KLT pada UV 366, 254 nm dan Diolah dengan Image J
Pengujian aktivitas antioksidan metode DPPH
21
Lampiran 2 Kode sampel dan data kadar air daun jambu biji
Kode sampel daun jambu biji
Kode Sampel Keterangan
JBP 96% muda
JBP 96% tua
JBP 70% muda
JBP 70%% tua
JBM 96%% muda
JBM 96% tua
JBM 70% muda
JBM 70% tua
JB7 96% muda
JB7 96% tua
JB7 70% muda
JB7 70% tua
Daun jambu biji putih bagian muda dimaserasi dengan metanol 96%
Daun jambu biji putih bagian tua dimaserasi dengan metanol 96%
Daun jambu biji putih bagian muda dimaserasi dengan metanol 70%
Daun jambu biji putih bagian tua dimaserasi dengan metanol 70%
Daun jambu biji merah bagian muda dimaserasi dengan metanol 96%
Daun jambu biji merah bagian tua dimaserasi dengan metanol 96%
Daun jambu biji merah bagian muda dimaserasi dengan metanol 70%
Daun jambu biji merah bagian tua dimaserasi dengan metanol 70%
Daun jambu biji 7 bagian muda dimaserasi dengan metanol 96%
Daun jambu biji 7 bagian tua dimaserasi dengan metanol 96%
Daun jambu biji 7 bagian muda dimaserasi dengan metanol70%
Daun jambu biji 7 bagian tua dimaserasi dengan metanol 70%
Data dan perhitungan kadar air
Sampel Bobot awal
(g)
Setelah dikeringkan
(g)
Cawan kosong
(g)
Kadar air
(%)
JBP tua 3,0345 4,6766 1,9192 9,13
JBP muda 3,0500 4,7134 1,9799 10,30
JBM tua 3,0374 4,7332 1,9556 9,40
JBM muda 3,0252 4,6863 1,9742 10,19
JB7 tua 3,2135 4,8047 1,8933 9,40
JB7 muda 3,0975 4,7906 1,8979 10,70
Contoh perhitungan:
Kadar air JBP Tua = Χ100%a
c)(ba
Kadar air JBP Tua = 9.13%x100%3.0345
1.9192)(4.67663.0345
22
% 0.37 100% x 1.103 x 75.0315
0.2550 100% x KoreksiFaktor x
SampelBobot
EkstrakBobot
% 3.30 100% x 1.103 x 75.6052
2.2639 100% x KoreksiFaktor x
SampelBobot
EkstrakBobot
103.1100
30.10100
100
100
kadarair
% 0.37 100% x 1.103 x 75.0315
0.2550 100% x KoreksiFaktor x
SampelBobot
EkstrakBobot
Lampiran 3 Hasil maserasi dengan metanol 96% dan 70%
Bobot awal sampel maserasi metanol 96% dan 70%
Rendemen dari maserasi dengan metanol 96 %
JBP Tua JBM Tua JB7 Tua JBP Muda JBM Muda JB7 Muda Rerata
Vial Kosong ±36.7664 g
Vial Setelah
Rotav 38.8222 g 36.4566 g 39.0594 g 39.0303 g 38.3920 g 38.3734
Ekstrak etil
asetat 2.0558 g 0.3098 g 2.2930 g 2.2639 g 1.6256 g 1.6070 g
Rendemen 2.98% 0.45% 3.33% 3.30% 2.38% 2.36% 2.46%
Contoh Perhitungan
Faktor koreksi =
Rendemen =
Rendemen dari maserasi dengan metanol 70%
JBP B JBM B JB7 B JBP A JBM Muda JB7 Muda Rerata
Vial
Kosong
36.6142 g 37.1634 g 36.8882 g 36.4446 g 37.0968 g 36.3911 g
Vial
Setelah
Rotav
36.9442 g 37.4372 g 37.1850 g 36.6996 g 37.8452 g 36.5592 g
Ekstrak etil
asetat
0.3300 g 0.2738 g 0.2968 g 0.2550 g 0.7484 g 0.1681 g
Rendemen 0.37% 0.40% 0.43% 0.37% 1.09% 0.25% 0.50%
Contoh Perhitungan:
Faktor koreksi =
Rendemen =
Bobot sampel JBP Tua JBM Tua JB7 Tua JBP Muda JBM Muda JB7 Muda
Untuk
maserasi 96% 75.3477 g 75.1620 g 75.2464 g 75.6052 g 75.2239 g 75.3956 g
Untuk
maserasi 70% 75.0909 g 75.2219 g 75.0243 g 75.3025 g 75.6207 g 75.4734 g
23
Lampiran 4 Data dan perhitungan IC50 dari seluruh sampel
Nilai IC50 daun jambu hasil maserasi dengan metanol 96%
sampel Konsentrasi
(ppm)
absorbansi % Inhibisi Persamaan Garis IC50 Sampel+DPPH Tanpa DPPH
JB7 96%
muda
Blanko
10
30
50
70
1,917
0,493
0,149
0,201
0,220
0,000
0,019
0,048
0,069
0,107
-
75,27
94,73
93,11
94,10
Y=32lnx+77,04 2,63
JBM
96%
muda
Blanko
10
30
50
70
1,917
0,542
0,127
0,133
0,156
0,000
0,009
0,022
0,039
0,053
-
72,20
94,52
95,10
94,62
Y=39lnx+74,09 3,47
JBP 96%
muda
Blanko
10
30
50
70
1,917
0,805
0,128
0,135
0,146
0,000
0,010
0,025
0,046
0,068
-
58,52
94,63
95,36
95,93
Y=64lnx+61,43 6,48
JBP 96%
tua
Blanko
10
30
50
70
1,917
1,432
0,449
0,172
0,168
0,000
0,017
0,030
0,056
0,095
-
73,81
78,14
93,95
96,19
Y=119lnx+27,90 15,98
JBM
96% tua
Blanko
10
30
50
70
1,917
0,959
0,147
0,121
0,110
0,000
0,008
0,010
0,021
0,027
-
50,39
92,85
94,78
95,67
Y=77,47lnx+51,94 9,00
JB7 96%
tua
Blanko
10
30
50
70
1,917
1,827
1,279
0,770
0,421
0,000
0,007
0,020
0,019
0,045
-
5,06
34,32
60,82
80,39
Y=116lnx+0,65 33,86
24
Nilai IC50 daun jambu biji hasil maserasi dengan metanol 70%
sampel Konsentrasi
(ppm)
absorbansi % Inhibisi Persamaan Garis IC50 Sampel+DPPH Tanpa DPPH
JB7 70%
muda
Blanko
10
30
50
70
1,886
0,805
1,131
0,126
0,134
0,000
0,019
0,048
0,069
0,107
-
58,32
95,60
96,98
98,57
Y=78lnx+53,61 9,00
JBM
70%
muda
Blanko
10
30
50
70
1,886
0,930
0,159
0,132
0,137
0,000
0,009
0,022
0,039
0,053
-
51,17
92,74
95,81
95,55
Y=74lnx+54,30 8,78
JBP 70%
muda
Blanko
10
30
50
70
1,886
0,256
0,125
0,119
0,131
0,000
0,010
0,025
0,046
0,068
-
86,96
94,70
96,13
96,66
Y=12lnx+87,13 1,12
JBP 70%
tua
Blanko
10
30
50
70
1,886
1,083
0,123
0,124
0,130
0,000
0,017
0,030
0,056
0,095
-
43,48
95,07
96,39
96,14
Y=89lnx+47,30 10,73
JBM
70% tua
Blanko
10
30
50
70
1,886
0,975
0,148
0,130
0,133
0,000
0,008
0,010
0,021
0,027
-
48,73
92,68
94,22
94,38
Y=77lnx+51,94 9,45
JB7 70%
tua
Blanko
10
30
50
70
1,886
1,592
0,988
0,337
0,128
0,000
0,007
0,020
0,019
0,045
-
94,38
48,67
83,14
95,60
Y=126lnx+11,57 22,65
25
% 26.19X100%917.1
0.017-1.432-1Tua 96% JBP ppm Inhibisi10Persen
X100%Blanko Abs
DPPH) tanpasampel (Abs -DPPH)dengan sampel (Abs1Tua 96% JBP ppm 10 InhibisiPersen
0.9619Sequare R
27.90 ln x 119 y
Contoh perhitungan untuk JBP 96% tua
Persamaan garis Y=119lnx+27.90
persen penangkapan dibuat menjadi 50%
50 =119lnx+27.90
Ant Ln x = 0.186
X = 1.204
Ant Log 1.204 = 15.98
IC50 = 15.98 ppm
%
inhibisi
Log Konsentrasi
26
Lampiran 5 Jumlah pita dan nilai Rf berdasarkan rancangan SCD
Sampel Pelarut Komposisi Jumlah pita Rf
JBM 70% tua
Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10)
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
1
6
4
1
8
2
4
3
1
3
0,67
0,19;0,31;0,42;0,5;0,6;0,75
0,38;0,54;0,66;0,75
0,69
0,18;0,31;0,41;0,50;0,55;0,61;0,69;0,75
0,60;0,75
0,46;0,56;0,66;0,73
0,50;0,73;0,81
0,69
0,60;0,85;0,91
JB7 70% tua
Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10)
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
1
3
3
1
6
2
4
2
2
2
0,75
0,22;0,35;0,44
0,13;0,53;0,81
0,69
0,13;0,35;0,51;0,69,0,78;0,84
0,54;0,73
0,1;0,43;0,56;0,66
0,12;0,69
0,69;0,63
0,6;0,8
JBP 70% tua
Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10)
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
2
-
1
2
8
2
3
2
2
2
0,75;0,88
-
0,74
0,65;0,71
0,21;0,43;0,54;0,61;0,69;0,78;0,83;0,91
0,56;0,74
0,13;0,44;0,66
0,63;0,73
0,72;0,81
0,66;0,79
JBM 96% tua
Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
2
4
2
2
5
1
2
3
2
2
0,71;0,81
0,23;0,29;0,53;0,94
0,75;0,84
0,73;0,81
0,31;0,55;0,66;0,79;0,88
0,79
0,5;0,69
0,5;0,73;0,79
0,73;0,81
0,56;0,75
27
JB7 96% tua Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
1
2
1
1
3
1
3
2
1
2
0,63
0,25;0,94
0,13
0,63
0,53;0,63;0,75
0,7
0,06;0,32;0,63
0,68;0,85
0,75
0,53;0,88
JBP 96% tua
Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10 )
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
2
-
2
2
5
1
1
2
1
1
0,75;0,88
-
0,69;0,8
0,73;0,89
0,29;0,53;0,66;0,81;0,9
0,85
0,78
0,83;0,9
0,94
0,86
28
Sampel Pelarut Komposisi Jumlah pita Rf
JBM 70% Muda
Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
2
3
3
1
4
2
1
2
2
2
0,44;0,56
0,13;0,16
0,58;0,76;081
0,56
0,38;0,41;0,81;0,96
0,54;0,66
0,75
0,63;0,79
0,73;0,85
0,75;0,88
JB7 70% Muda
Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
1
5
1
-
4
-
2
3
2
2
0,69
0,06;0,1;0,16;0,25;0,56
0,88
-
0,5;0,65;0,86;0,91
-
0,69;0,88
0,25;0,78;0,84
0,79;0,85
0,58;0,81
JBP 70% Muda
Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
-
1
3
-
5
3
5
3
2
3
-
0,5
0,56;0,69;0,78
-
0,19;0,39;0,44;0,64;0,88
0,69;0,79;0,88
0,21;0,5;0,66;0,81;0,88
0,25;0,75;0,85
0,69;0,79
0,56;0,69;0,75
JBM 96% Muda
Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
1
3
1
1
4
1
1
3
2
2
0,58
0,06;0,13;0,2
0,85
0,84
0,06;0,31;0,75;0,85
0,84
0,66
0,50;0,76;0,88
0,73;0,81
0,48;0,73
29
JB7 96% Muda
Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10)
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
1
3
4
3
5
2
2
4
1
3
0,63
0,23;0,29;0,55
0,41;0,71;0,8;0,88
0,55;0,73;0,81
0,29;0,5;0,65;0,78;0,88
0,75;0,88
0,59;0,83
0,41;0,66;0,75;0,81
0,69
0,49;0,69;0,81
JBP 96% Muda
Metanol (MET) (1)
Klrofoam (CL) (2)
etil asetat (EA) (3)
EA:MET (4)
CL:EA (5)
CL:MET (6)
CL:EA:MET (7)
CL:EA:MET (8)
CL:EA:MET (9)
CL:EA:MET (10
TUNGGAL
TUNGGAL
TUNGGAL
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(1/2:1/2)
(2/3:1/6:1/6)
(1/6:1/6:2/3)
(1/6:2/3:1/6)
(1/3:1/3:1/3)
2
1
2
1
4
1
2
3
1
2
0,49;0,5
0,25
0,44;0,73
0,66
0,23;0,38;0,81;0,91
0,63
0,69;0,81
0,44;0,68;0,79
0,54
0,66;0,75
30
Lampiran 6 ANOVA model kuadratik JBP 70% tua
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Model 32.28 5 6.46 3.18 0.1424
Kuadratic Mixture 1.44 2 0.72 0.36 0.7206
AB 30.17 1 30.17 14.87 0.0182
AC 0.023 1 0.023 0.011 0.9200
BC 0.59 1 0.59 0.29 0.6193
Residua l 8.12 4 2.03
Cor Total 40.40 9
Std. Dev. 1.42 R-Squared 0.7991
Mean 2.40 Adj R-Squared 0.5480
C.V. % 59.35 Pred R-Squared -1.5757
PRESS 104.06 Adeq Precision 5.820
Coefficient Standard
Component Estimate df Error Low High VIF A-clorofom 0.25 1 1.37 -3.57 4.06 1.96
B-etil asetat 0.88 1 1.37 -2.93 4.70 1.96
C-metanol 2.34 1 1.37 -1.47 6.15 1.96
AB 24.41 1 6.33 6.84 41.99 1.98
AC -0.68 1 6.33 -18.26 16.90 1.98
BC -3.40 1 6.33 -20.98 14.17 1.98
31
Lampiran 7 ANOVA model kubik JBP 70% tua
Mean F p-value
Source Squares df Square Value Model 40.36 8 5.04 114.34 0.0722
Cubic Mixture 1.44 2 0.72 16.37 0.1722
AB 37.48 1 37.48 849.45 0.0218
AC 0.65 1 0.65 14.72 0.1623
BC 0.16 1 0.16 3.57 0.3099
ABC 6.80 1 6.80 154.10 0.0512
AB(A-B) 1.23 1 1.23 27.82 0.1193
AC(A-C) 0.55 1 0.55 12.36 0.1764
BC(B-C) 0.000 0
Residual 0.044 1 0.044
Cor Total 40.40 9
Std. Dev. 0.21 R-Squared 0.9989
Mean 2.40 Adj R-Squared 0.9902
C.V. % 8.75 Pred R-Squared 0.1433
PRESS 34.61 Adeq Precision 40.074
Coefficient Standard
Component Estimate df Error Low High VIF A-clorofom -0.015 1 0.21 -2.68 2.65 2.10
B-etil asetat 0.99 1 0.21 -1.68 3.65 2.10
C-metanol 1.99 1 0.21 -0.68 4.65 2.10
AB 29.94 1 1.03 16.89 42.99 2.40
AC 3.94 1 1.03 -9.11 16.99 2.40
BC 1.94 1 1.03 -11.11 14.99 2.40
ABC -83.65 1 6.74 -169.27 1.97 2.47
AB(A-B) 18.00 1 3.41 -25.36 61.36 1.63
AC(A-C) -12.00 1 3.41 -55.36 31.36 1.63
BC(B-C) ALIASED AB(A-B), AC(A-C)
32
Lampiran 8 ANOVA model linear JBM 70% tua
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Model 27.11 2 13.56 4.52 0.0549
Linear Mixture 27.11 2 13.56 4.52 0.0549
Residual 20.99 7 3.00
Cor Total 48.10 9
Std. Dev. 1.73 R-Squared 0.5636
Mean 3.30 Adj R-Squared 0.4390
C.V. % 52.47 Pred R-Squared 0.2380
PRESS 36.65 Adeq Precision 6.326
Coefficient Standard
Component Estimate df Error Low High VIF A-clorofom 6.19 1 1.28 3.17 9.21 1.15
B-etil asetat 3.52 1 1.28 0.50 6.54 1.15
C-metanol 0.19 1 1.28 -2.83 3.21 1.15
33
Lampiran 9 ANOVA model kuadratik JBM 70% tua
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Model 36.24 5 7.25 2.44 0.2036
Kuadratic Mixture 27.11 2 13.56 4.57 0.0927
AB 3.70 1 3.70 1.25 0.3268
AC 2.29 1 2.29 0.77 0.4291
BC 3.09 1 3.09 1.04 0.3648
Residual 11.86 4 2.97
Cor Total 48.10 9
Std. Dev. 1.72 R-Squared 0.7534
Mean 3.30 Adj R-Squared 0.4450
C.V. % 52.19 Pred R-Squared -3.8583
PRESS 233.68 Adeq Precision 4.634
Coefficient Standard
Component Estimate df Error Low High VIF A-clorofom 5.91 1 1.66 1.30 10.52 1.96
B-etil asetat 3.36 1 1.66 -1.25 7.98 1.96
C-metanol 1.73 1 1.66 -2.88 6.34 1.96
AB 8.55 1 7.66 -12.71 29.80 1.98
AC -6.73 1 7.66 -27.98 14.53 1.98
BC -7.82 1 7.66 -29.07 13.44 1.98
34
Lampiran 10 ANOVA model kubik JBM 70% tua
Mean F p-value
Source Squares df Square Value Model 47.39 8 5.92 8.39 0.2611
Cubic Mixture 27.11 2 13.56 19.20 0.1593
AB 5.79 1 5.79 8.20 0.2139
AC 1.63 1 1.63 2.30 0.3710
BC 1.63 1 1.63 2.30 0.3710
ABC 0.79 1 0.79 1.12 0.4813
AB(A-B) 6.68 1 6.68 9.47 0.2001
AC(A-C) 8.73 1 8.73 12.36 0.1764
BC(B-C) 0.000 0
Residual 0.71 1 0.71
Cor Total 48.10 9
Std. Dev. 0.84 R-Squared 0.9853
Mean 3.30 Adj R-Squared 0.8679
C.V. % 25.46 Pred R-Squared -10.5131
PRESS 553.78 Adeq Precision 8.782
Coefficient Standard 95% CI 95% CI
Component Estimate df Error Low High VIF A-clorofom 5.94 1 0.84 -4.71 16.59 2.10
B-etil asetat 3.94 1 0.84 -6.71 14.59 2.10
C-metanol 0.94 1 0.84 -9.71 11.59 2.10
AB 11.76 1 4.11 -40.45 63.98 2.40
AC -6.24 1 4.11 -58.45 45.98 2.40
BC -6.24 1 4.11 -58.45 45.98 2.40
ABC -28.59 1 26.95 -371.06 313.89 2.47
AB(A-B) 42.00 1 13.65 -131.45 215.45 1.63
AC(A-C) -48.00 1 13.65 -221.45 125.45 1.63
BC(B-C) ALIASED AB(A-B), AC(A-C)
35
Lampiran 11 ANOVA model linear JB7 96% muda
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Model 3.11 2 1.56 0.87 0.4591
Linear Mixture 3.11 2 1.56 0.87 0.4591
Residual 12.49 7 1.78
Cor Total 15.60 9
Std. Dev. 1.34 R-Squared 0.1994
Mean 2.80 Adj R-Squared -0.0293
C.V. % 47.70 Pred R-Squared -0.4032
PRESS 21.89 Adeq Precision 2.734
Coefficient Standard
Component Estimate df Error Low High VIF A-klorofom 3.02 1 0.99 0.69 5.35 1.15
B-etil asetat 3.69 1 0.99 1.36 6.02 1.15
C-metanol 1.69 1 0.99 -0.64 4.02 1.15
36
Lampiran 12 ANOVA model kuadratik JB7 96% muda
Sum of Mean F p-value
Source Squares df Square Value Model 3.48 5 0.70 0.23 0.9306
Cuadratic Mixture 3.11 2 1.56 0.51 0.6331
AB 0.34 1 0.34 0.11 0.7541
AC 0.023 1 0.023 7.654E-003 0.9345
BC 8.681E-003 1 8.681E-003 2.866E-003 0.9599
Residual 12.12 4 3.03
Cor Total 15.60 9
Std. Dev. 1.74 R-Squared 0.2234
Mean 2.80 Adj R-Squared -0.7474
C.V. % 62.16 Pred R-Squared 14.2726
PRESS 238.25 Adeq Precision 1.493
Coefficient Standard
Component Estimate df Error Low High VIF A-klorofom 2.84 1 1.68 -1.82 7.50 1.96
B-etil asetat 3.38 1 1.68 -1.28 8.04 1.96
C-metanol 1.75 1 1.68 -2.91 6.41 1.96
AB2.60 1 7.74 -18.88 24.07 1.98
AC-0.68 1 7.74 -22.15 20.80 1.98
BC0.41 1 7.74 -21.06 21.89 1.98
37
Lampiran 13 ANOVA model kubik JB7 96% muda
Mean F P value
Source Squares df Square Value Model 14.77 8 1.85 2.23 0.4782
Cubic Mixture 3.11 2 1.56 1.88 0.4586
AB 1.38 1 1.38 1.67 0.4197
AC 2.716E-003 1 2.716E-003 3.279E-003 0.9636
BC 0.13 1 0.13 0.15 0.7622
ABC 0.68 1 0.68 0.82 0.5312
AB(A-B) 6.06 1 6.06 7.32 0.2254
AC(A-C) 9.47 1 9.47 11.43 0.1831
BC(B-C) 0.000 0
Residual 0.83 1 0.83
Cor Total 15.60 9
Std. Dev. 0.91 R-Squared 0.9469
Mean 2.80 Adj R-Squared 0.5221
C.V. % 32.51 Pred R-Squared -40.6615
PRESS 649.92 Adeq Precision 4.559
Coefficient Standard 95% CI 95% CI
Component Estimate df Error Low High VIF A-klorofom 2.94 1 0.91 -8.60 14.47 2.10
B-etil asetat 3.94 1 0.91 -7.60 15.47 2.10
C-metanol 0.94 1 0.91 -10.60 12.47 2.10
AB 5.75 1 4.45 -50.82 62.31 2.40
AC -0.25 1 4.45 -56.82 56.31 2.40
BC 1.75 1 4.45 -54.82 58.31 2.40
ABC -26.47 1 29.20 -397.48 344.54 2.47
AB(A-B) 40.00 1 14.79 -147.91 227.91 1.63
AC(A-C) -50.00 1 14.79 -237.91 137.91 1.63
BC(B-C) ALIASED AB(A-B), AC(A-C)
38
Nilai Rf dan area puncak JB7 96% muda
Densitogram Puncak Nilai Rf Area
A
B
C
D
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
0,04
0,15
0,37
0,61
0,76
0,85
0,03
0,12
0,71
0,88
-
0,02
0,12
0,44
0,71
0,88
0,03
0,12
0,43
0,76
0,89
11.066
2.172
12.776
924
1.498
-
350
955
1.802
104
9.187
337
1.265
548
1.901
8.191
867
790
678
2.522
7.747
Lampiran 14 Nilai Rf dan area puncak dari densitogram
Nilai Rf dan area puncak JBP 70% tua
Densitogram Puncak Nilai Rf Area
A
B
C
D
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
0,07
0,38
0,58
0,72
0,94
0,09
0,38
0,57
0,72
0,94
0,09
0,33
0,57
0,72
0,94
0,06
0,26
0,48
0,67
0,91
1.985
528
2.666
5.554
12.232
1.902
538
2.486
5.559
11.748
1.696
278
2.222
4.702
11.815
6.164
673
892
4.166
10.784
39
Nilai Rf dan area puncak JBM 70% tua
Densitogram Puncak Nilai Rf Area
A
B
C
D
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
0,03
0,18
0,44
0,67
0,85
0,93
0,03
0,25
0,46
0,56
0,69
0,88
0,03
0,23
0,42
0,65
0,80
0,88
0,03
0,23
0,42
0,65
0,76
0,86
2.447
1.160
4.277
11.938
837
7.441
4.479
1.090
3.025
11.817
1.205
4.525
4.297
479
2.720
10.792
1.370
2.901
3.634
729
3.080
11.778
1.766
34.852