sesak

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sesak adalah masalah umum yang mempengaruhi hingga setengah pasien yang dirawat di rumah sakit. Penelitian berdasarkan populasi menunjukkan prevalensi 9-13% dari gejala sesak ringan sampai sedang pada komunitas orang dewasa, 15-18% pada komunitas orang dewasa berusia 40 tahun atau lebih dan 25-37% pada orang dewasa berusia 70 tahun dan lebih tua. Di Amerika Serikat, “sesak nafas” dan “usaha keras atau sulit bernafas (dipsnea)” terhitung pada keadaan gawat darurat 3 sampai 4 juta kunjungan per tahun. Dispnea juga erat terkait dengan mortalitas jantung pada angina telah ada pertumbuhan besar dalam pengetahuan tentang neurofisiologi sesak nafas. Selain itu, telah berkembang minat dalam penggunaan potensi dispnea sebagai dilaporkan pasien hasil dalam uji klinis farmakologis dan nonfarmakologis intervensi pada pasien dengan penyakit kardiopulmoner. Tujuan penulisan referat adalah untuk mengidentifikasi mekanisme yang mendasari dispnea, instrumen yang digunakan untuk mengukur sesak nafas, 1

Upload: elok88

Post on 17-Jan-2016

90 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

mekanismme sesak

TRANSCRIPT

Page 1: SESAK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sesak adalah masalah umum yang mempengaruhi hingga setengah pasien

yang dirawat di rumah sakit. Penelitian berdasarkan populasi menunjukkan

prevalensi 9-13% dari gejala sesak ringan sampai sedang pada komunitas orang

dewasa, 15-18% pada komunitas orang dewasa berusia 40 tahun atau lebih dan

25-37% pada orang dewasa berusia 70 tahun dan lebih tua. Di Amerika Serikat,

“sesak nafas” dan “usaha keras atau sulit bernafas (dipsnea)” terhitung pada

keadaan gawat darurat 3 sampai 4 juta kunjungan per tahun. Dispnea juga erat

terkait dengan mortalitas jantung pada angina

telah ada pertumbuhan besar dalam pengetahuan tentang neurofisiologi sesak

nafas. Selain itu, telah berkembang minat dalam penggunaan potensi dispnea

sebagai dilaporkan pasien hasil dalam uji klinis farmakologis dan

nonfarmakologis intervensi pada pasien dengan penyakit kardiopulmoner.

Tujuan penulisan referat adalah untuk mengidentifikasi mekanisme yang

mendasari dispnea, instrumen yang digunakan untuk mengukur sesak nafas,

pendekatan klinis terhadap pasien yang mengeluh sesak nafas, dan pengobatan

gejala sesak nafas.

1

Page 2: SESAK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dipsnea adalah persepsi subyektif atas ketidaknyamanan pernapasan yang

meliputi sensasi dengan intensitas yang berbeda, sebagai hasil interaksi dari

faktor psikologi, faktor sosial dan faktor lingkungan, menurut American

Thoracic Society, 2012.

2.2 Mekanisme dipsnea

Aktifitas bernapas dimulai dari neuron di medulla spinalis. Serat eferent dari

medula spinalis merangsang mekano reseptor pada saluran napas, paru, dinding

dada, dalam mengatur pola napas. Selanjutnya serat eferent dari medula

spinalis juga merangsang perubahan pada PCO2 dan PO2 yang diatur oleh

kemoreseptor sentral pada medulla spinalis dan kemoresptor tepi pada arteri

carotis dan aortic body. Sinyal dari kemoreseptor ini ditransmisikan kembali ke

pusat batang otak yang mengatur pernapasan untuk menjaga keseimbangan gas

darah dan keseimbangan asam-basa. Signal efferen dari mekanoreseptor dan

kemoreseptor akan dilanjutkan kembali ke pusat napas di cortex cerebri.

Gambar 1. Mekanisme dipsnea

2

Page 3: SESAK

Reseptor Pernapasan

1. Reseptor Tepi

a. Reseptor Mekanik ( Mechanoreceptor )

Reseptor saluran napas atas

Reseptor dinding dada

b. Reseptor Kimia ( Chemoreceptor )

c. Reseptor Vagal ( Vagoreceptor )

SAR ( Slowly Adapting Stretch Receptors )

RAR ( Rapidly Adapting Stretch Receptors )

Reseptor Serat-C

2 Reseptor Pusat ( cortex )

Reseptor saluran napas atas

Pengamatan klinis menunjukkan bahwa reseptor saluran napas atas dan

reseptor wajah memodifikasi sensasi dispnea. Secara khusus, serabut aferen dari

otot interkostal memproyeksikan ke korteks serebri dan berkontribusi pada

proprioception dan kinesthesia. Pasien kadang-kadang melaporkan terjadinya

penurunan intensitas dispnea ketika duduk didepan jendela terbuka / kipas

angin. Sebaliknya, beberapa pasien melaporkan memburuknya dispnea saat

bernapas melalui mouth piece pada pemeriksaan / tes faal paru . Studi yang

melibatkan induksi dispnea pada subjek normal menunjukkan bahwa reseptor

pada saraf trigeminal mempengaruhi intensitas sesak napas. Proprioception

adalah persepsi mekanik dan gerakan tidak sadar yang timbul dari rangsangan

dalam tubuh. Kinethesia mengacu pada kemampuan otot untuk merasakan

kualitas gerakan dan membangun kembali memori untuk sensasi gerakan.

Reseptor dinding dada

Otak menerima proyeksi dari berbagai reseptor pada sendi, tendon, dan otot

dinding dada yang mempengaruhi ventilasi dan mempengaruhi sensasi sesak

napas. Rangsangan mekanik berupa getaran, mengaktifkan reseptor dan

mempengaruhi sensasi sesak napas. Getaran saat inspirasi dari parasternal otot

3

Page 4: SESAK

interkostal mengurangi sesak napas pada subyek normal yang diinduksi sesak

napas (Manning dkk). Studi telah menunjukkan bahwa vibrasi pada dinding

dada, mengurangi dyspnea pada pasien dengan PPOK. Spindel dan tendon dari

otot bantu napas. Aksinya berupa regangan dan kontraksi otot bantu napas

Diinervasi lewat Anterion Horn Cell dari spinal motor neuron Di proyeksikan

ke somatosensori pada cortex Diafgragma juga merupakan otot bantu napas

diinervasi oleh n. phrenicus ( n.VII ). Afferen pada paru di salurkan lewat n.

vagus yang selanjutkan menuju cortex. Sinyal aferen dari mekanoreseptor di

sendi, tendon, dan otot dada berlanjut ke otak dan dapat menyebabkan dispnea:

Sinyal aferen nervus C1-C2 pd m. sternocleidomast

Sinyal aferen nervus C3-C5 pada m. diafragmaticus

Sinyal aferen nervus C5-C7 pada m. scalenus

Sinyal aferen nervus C7 – Th12 pada m. interkostal.

Gambar 2. Skema reseptor pernafasan (mekanoreseptor)

4

Page 5: SESAK

Reseptor Vagal

Informasi sensori timbul dari paru di transmisikan n. Vagus à ke batang

otak . N. Vagus, terdiri dari: serat bermielin dan serat tidak bermielin. N. Vagus

memegang peranan > 75% dari jaras afferent. Reseptor sensori pada n. Vagus,

meliputi:

* RAR ( Rapidly Adapting Stretch Rec )

* SAR ( Slowly Adapting Stretch Rec )

* Reseptor Serat-C

Masukan vagal penting dalam membentuk pola pernapasan. Beberapa

bukti bahwa pengaruh vagal, independen dari efek apapun dalam meningkatkan

dan mengatur pola pernapasan, juga dapat memberikan kontribusi pada sensasi

dyspnea. Pasien dengan transeksi saraf tulang belakang daerah leher, dimana

umpan balik dari reseptor dinding dada diblokir, dapat mendeteksi perubahan

volume tidal yang disampaikan oleh ventilator mekanik, dan merasakan adanya

sensasi kekurangan udara saat mereka kekurangan volume inspirasiHal ini

menunjukkan bahwa vagal reseptor dapat menyebabkan sensasi yang tidak

menyenangkan, terjadi ketika ekspansi toraks terbatas.

Blokade vagal memperbaiki dyspnea selama latihan dan meredakan

sensasi tidak menyenangkan. Dispnea terkait dengan bronkokonstriksi sebagian

dimediasi oleh serabut aferen vagal.

SAR ( Slowly Adapting Stretch Receptors )

SAR dapat ditemui di otot polos dari saluran napas besar. Reseptor ini

berlanjut ke serat aferen bermyelin di vagus. Uji pada SAR yaitu, Inhalasi

karbondioksida, anestetik volatil, dan furosemid dinilai mampu mempengaruhi

kerja reseptor , dimana stimulasi reseptor ini dapat menurunkan sensasi dispnea.

Inhalasi karbondioksida menghambat aktivitas mereka dengan kerja

langsung ke kanal K+ yang sensitif terhadap 4-aminopiridin àmeningkatkan

sensasi dispnea.

Anestetik tertentu dapat menginhibisi atau menstimulasi reseptor

tergantung konsentrasi dan tipe reseptor SAR-nya.

5

Page 6: SESAK

Furosemid bekerja secara tidak langsung dalam menstimuli reseptor sensorik di

epitel saluran napas, à menurunkan sensasi dispnea.

RAR ( Rapidly Adapting Stretch Receptors )

RAR dikenal sebagai receptor terminal tak bermielin yang terhubung

dengan serat aferen nervs vagus bermyelin. Reseptor ini beradaptasi cepat untuk

mempertahankan inflasi dan deflasi paru.

Uji pada RAR yaitu, RAR dapat diaktifkan oleh berbagai iritan seperti

ammonia, uap eter, asap rokok, serta oleh mediator imunologik dan perubahan

patologik sal. napas s/d paru. Pneumotoraks juga dapat menstimulasi RAR,

sehingga RAR dianggap berkontribusi terhadap kejadian dispnea. Inhalasi

furosemid mampu menurunkan aktivitas RAR, sehingga inhalasi bahan kimia ini

mampu memperingan dispnea.

Reseptor Serat-C

Serat C (unmyelinated ujung saraf) terdapat 2 kelompok reseptor ,serat-

C yang memiliki hubungan langsung ke sirkulasi bronkial atau pulmonal.

Reseptor ini dikenal dengan nama reseptor kapiler jukstapulmoner, atau reseptor

J. Lokalisasi reseptor ini terletak dekat kapiler alveolar dan merespon

peningkatan cairan interstisial diluar kapiler/respon edema interstisial paru.

Reseptor Serat-C Pulmoner berasal dari parenkim paru (injeksi obat ke

arteri pulmoner dapat berpengaruh pada reseptor ini).

Reseptor Serat-C Bronkial menginervasi mukosa saluran napas (injeksi

obat ke arteri bronkial , berpengaruh pada reseptor ini).

Reseptor pulmoner tidak sensitif terhadap autakoid seperti bradikinin,

histamin, serotonin, dan prostaglandin, hal yang sebaliknya terjadi pada

Reseptor bronkhial.

Uji pada reseptor vagal :

Kongesti paru adalah stimulan yang kuat untuk reseptor ini, namun hal ini

tidak memiliki efek yang kuat terhadap terjadinya sesak napas kecuali

disertai aktivitas berat.

Stimulan lainnya adalah capsaicin, memberi efek sensasi ringan di dada.

6

Page 7: SESAK

Dengan kata lain, adanya induksi langsung ke reseptor ini tidak sontak

menyebabkan gejala sesak napas, harus ada mekanisme penyerta lain atau

aktivitas dari reseptor lain.

Kemoreseptor

Kemoreseptor mengenali signal dari PCO2, pH, dan/atau PO2. Adanya

signal dari bahan-bahan kimia ini membantu pusat pernapasan untuk bekerja.

Kemoreseptor perifer: terdiri atas glomus karotikum pada percabangan a.

karotis komunis kiri-kanan serta glomus aortikum pada arkus aorta. Reseptor ini

peka terhadap peningkatan PCO2 dan penurunan PO2/PH darah.

Rangsang pada glomus karotikum diteruskan ke pusat respirasi melalui

cabang n. glosofaringeus. Rangsangan pada glomus aortikum disalurkan melalui

cabang asendens n.vagus. Stimuli pada reseptor ini akan meningkatkan

ventilasi.

Kemoreseptor pusat terdapat pada medula oblongata. Kemoreseptor ini

peka terhadap peningkatan kadar ion H+ (penurunan PH) dalam cairan otak.

CO2 dapat dengan mudah menembus BBB, sedangkan ion H+ dan ion

HCO3- sulit menembus BBB. CO2 yang masuk dalam cairan otak akan

meningkatkan konsentrasi H+ sesuai dengan persamaan: CO2 + H2O ↔ H2CO3

↔ H+ + HCO3-. Peningkatan konsentrasi H+ dalam ECF/ cairan otak

menstimulasi kemoreseptor pusat sehingga ventilasi meningkat.

SISTEM LIMBIK DAN HIPOTALAMUS

menyalurkan impuls aferen menuju pusat pernapasan, maka

rangsang nyeri dan emosi mempengaruhi pola pernapasan.

PROPRIOSEPTOR OTOT, TENDO & SENDI

mengirimkan impuls melalui serat aferen menuju ke medula

oblongata untuk menggiatkan pernapasan sewaktu melakukan

olah raga

7

Page 8: SESAK

BARORESEPTOR

Lokasi: di sinus karotikus, arkus aorta, atrium, ventrikel, dan pembuluh darah

besar. Memberikan rangsangan ke pusat vasomotor dan kardio inhibitor, juga

menyalurkan impulsnya melalui serat aferen menuju ke pusat respirasi.

Peningkatan tekanan darah, secara refleks terjadi penurunan frekuensi denyut

jantung dan penurunan ventilasi, serta vasodilatasi pembuluh darah

TERMORESEPTOR

Menggiatkan pernapasan pada demam atau sewaktu berolahraga,

Pada keadaan diatas suhu tubuh melampaui pengeluaran panas , maka

suhu tubuh meningkat. Pada keadaan ini, ventilasi meningkat sebagai

salah satu upaya untuk mengeluarkan panas tubuh yang berlebihan.

HORMORESEPTOR

Sebagai respons terhadap peningkatan rangsang simpatis juga akan

merangsang pusat respirasi, sehingga peningkatan ventilasi.

IRITASI PD MUKOSA SALURAN PERNAPASAN

Rangsangan bermacam-macam reseptor, menimbulkan refleks bersin,

batuk, menelan, muntah, menguap, dan sebagainya.

Pada Keadaan – keadaan tersebut, terjadi perubahan pola pernapasan

HERING-BREUER REFLEKS

REFLEKS INFLASI : untuk menghambat overekspansi paru-paru saat

pernapasan kuat. Reseptor refleks ini terletak pada jaringan otot polos di

sekeliling bronkiolus dan distimulasi oleh ekspansi paru-paru.

REFLEKS DEFLASI : untuk menghambat pusat ekspirasi dan menstimulasi

pusat inspirasi saat pau-paru mengalami deflasi.Reseptor refleks ini terletak di

dinding alveolar. Refleks ini berfungsi secara normal hanya ketika ekshalasi

maksimal, ketika pusat inspirasi dan ekspirasi aktif.

8

Page 9: SESAK

Konsep Sesak Nafas

KONSEP LENGTH – TENSION INAPPROPRIATENESS mengatakan

bahwa sesak napas timbul dari gangguan hubungan antara kekuatan otot

pernapasan, perubahan panjang otot dan volume paru.

KONSEP AFFERENT MITCMATCH , mengatakan bahwa ketidak sepadanan /

disosiasi antara perintah yang keluar dari otak dan informasi aferen yang datang

dari reseptor ( jalan napas, paru dan dinding dada )

2.3 Pengukuran derajad sesak

Skala klinis. Ada beberapa skala klinis yang digunakan dalam usaha

menderajatkan dispnea yaitu:

      1.      Visual analogue scale (VAS= sklala analog visual) 

      2.      Skala Borg yang dimodifikasi

      3.      Skala sesak Medical Research council (MRC)    

      4.      Baseline dyspnea index (BDI)

      5.      Transitional dyspnea index (TDI)

1. Visual analogue scale (VAS= sklala analog visual)

Digunakan untuk menilai dispnea selama uji latih. Subjek diminta

memberikan penilaian tentang sesaknya dengan cara menandai garis vertical

atau horizontal yang panjangnya 10 cm sesuai dengan intensitas sesaknya.

Derajat 0 untuk tidak sesak sama sekali sampai derajat 10 untuk sesak berat.

Skala ini paling sering digunakan karena pemakaiannya lebih sederhana dan

reproduksibel.

2. Skala Borg yang dimodifikasi

skala ini berupa garis vertical yang diberi nilai 0 sampai 10 dan tiap nilai

mempunyai deskripsi verbal untuk membantu penderita menderajatkan

intensitas sesak dari derajat ringan sampai berat. Nilai tiap deskripsi verbal

tersebut dibuat skor sehingga tingkat aktivitas dan derajat sesak dapat

dibandingkan antar individu. Skala ini memiliki reproduksibilitas yang baik

9

Page 10: SESAK

pada individu sehat dan dapat diterapkan untuk menentukan dispnea pada

penderita penyakit kardiopulmoner serta untuk parameter statistik.

3. Skala sesak ATS

Skala ini menggunakan deskripsi verbal untuk menderajatkan intensitas gejala

dan telah dikunakan secara luas.

DESKRIPSI DERAJAT

Tidak sesak kecuali aktivitas latihan berat 1

Sesak saat menaiki tangga secara tergesa-gesa

atau saat mendaki bukit kecil 2

Jalan lebih lambat dibanding kebanyakan orang 3

Berhenti untuk bernapas setelah berjalan 100

yard 4

Terlalu sesak untuk keluar rumah atau sesak saat

menggunakan atau melepas pakaian 5

Tabel 1. Skala sesak nafas American Thoracic Society  

 4. Baseline dyspnea index (BDI)

BDI adalah indeks klinis yang membedakan derajat berat dispnea pada satu

waktu tertentu

    

5. Transitional dyspnea index (TDI)

Indeks sesak ini dibuat untuk menilai perubahan setelah beberapa intervensi

dalam waktu tertentu

2.4 Kategori penyakit penyebab dispnea

10

Page 11: SESAK

Dispnea merupakan keluhan utama setiap gangguan atau penyakit yang

melibatkan sistem pernapasan. Diagnosis banding dispnea meliputi penyakit

paru, jantung, dinding dada, neuromuskuler, ginjal, reumatologi, hematologi dan

penyakit psikiatri. Penyakit paru sendiri yang menyebabkan dispnea meliputi

penyakit utama paru, dinding dada, pleura, diafragma dan saluran napas.

Penyakit utama paru diantaranya emfisema, bronchitis, asma, PPOK, penyakit

paru interstisial, fibrosis paru, hipertensi paru primer, dll. 

Berikut ini kelompok penyakit yang bisa menyebabkan dispnea: 

1. Gangguan mekanik ventilasi

a. Obstruksi aliran udara (sentral atau perifer)

Asma, emfisema, bronchitis

Tumor endobronkial

Stenosis trakea atau laring

b. Resistensi terhadap pengembangan paru:

Fibrosis interstisial karena berbagai sebab

Gagal ventrikel kiri

Tumor limfa

c. Resistensi terhadap pengembangan dinding dada atau diafragma

Penebalan pleura (karena empiema)

Kiposkoliosis

Kegemukan

Massa dalam abdomen (tumor, kehamilan)

2. Kelemahan pompa napas

a. Absolute

Riwayat polio

Penyakit neuromuskuler (sindroma Guillain-Bare, distrofdi muscular,

SLE, hipertiroidisme)

b. Relative

Hiperinflasi (asma, emfisema)

Efusi pleura

Pneumotoraks

11

Page 12: SESAK

3. Peningkatan kendali napas

a. Hipoksemia karena berbagai sebab

b. Asidosis metabolik

Penyakit pada ginjal (asidosis tubuler atau gagal tubuler)

Penurunan hemoglobin efektif (anemia, hemoglobinopati)

Penurunan curah jantung

c. Stimulasi reseptor intrapulmoner

Penyakit paru infiltrative

Hipertensi pulmoner

Edema paru

4. Ventilasi rugi

a. Destruksi kapiler: Emfisema, penyakit paru interstisial

b. Obstruksi pembuluh darah besar: emboli pulmoner, vaskulitis pulmoner

5. Disfungsi psikologik

a. Somatisasi, depresi, kecemasan (sindroma hiperventilasi)

2.5 Penanganan dispnea

Penanganan dispnea pada dasarnya mencakup tatalaksana yang tepat terhadap

penyakit yang mendasarinya. Bila kondisi pasien memburuk sehingga mungkin

terjadi gagal napas akut maka perhatian lebih baik ditujukan pada keadaan

daruratnya dulu sebelum dicari penyebab yang melatarbelakanginya.

Disebut gagal napas akut bila pada pemeriksaan analisis gas darah didapatkan

PaO2 <50 mmHg atau PaCO2 >50 mmHg dengan pH di bawah normal. Periksa

orofaring untuk memastikan saluran napas tidak tersumbat karena

pembengkakan atau suatu benda asing. Intubasi endotrakeal dilakukan apabila

pasien mengalami henti napas atau mengarah ke gagal napas progresif.

Oksigen harus diberikan kecuali ada bukti bahwa retensi CO2 akan memburuk

karena tingginya fraksi oksigen (FIO2) yang diberikan. Sisten ventury mask

delivery dengan FIO2 sebesar 24 atau 28% biasanya aman. Tujuan terapi oksigen

12

Page 13: SESAK

adalah mempertahankan PaO2 sebesar  60-70 mmHg dengan kenaikan

CO2 minimal.

Tujuan penatalaksanaan dispnea

1. Mengurangi sensasi usaha dan meningkatkan fungsi otot pernapasan

a. Penghematan energy

b. Strategi bernapas (purse lip breathing)

c. Posisi (misalnya bersandar)

d. Koreksi obesitas atau malnutrisi

e. Latihan otot pernapasan

f. Mengistirahatkan otot inspirasi (nasal ventilation, oksigen transtrakeal)

g. Obat (misalnya teofilin)

2. Menurunkan respiratory drive

a. Oksigen

b. Exercise conditioning

c. Vagal nerve section

d. Reseksi bodi carotid

3. Mengubah fungsi sistem saraf pusat

a. Edukasi

b. Intervensi psikologik

c. Istirahat dan sedative

4. Latihan sendiri atau dengan rehabilitasi paru

a. Meningkatkan kemampuan mengurus diri sendiri

b. Memperbaiki efisiensi gerakan

c. Desensitisasi dispnea

13

Page 14: SESAK

2.6 Algoritma

1. Dispnea Akut

2. Dispnea Kronik

14

Page 15: SESAK

15

Page 16: SESAK

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan

oksigen,pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh.

Sistem pernafasan tersusun atas saluran pernafasan dan paru-paru sebagai tempat

perrtukaraan udara pernafasan. Pernafasan merupakan proses untuk memenuhi

kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk mengubah sumber energi menjadi

energi dan membuang CO2 sebagai sisa metabolisme. Alat-alat pernapasan

merupakan organ-organ tubuh yang sangat penting. Jika ini terganggu karena

penyakit atau kelainan maka proses pernapasan akan terganggu, bahkan dapat

menyebabkan kematian.

Dispnea merupakan suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi

subjektif mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi

yang berbeda intensitasnya. Selain itu juga merupakan hasil interaksi dari

berbagai faktor fisiologi, psikologi, sosial dan lingkungan dan dapat

menginduksi respons fisiologis dan perilaku sekunder.

Dispnea dapat disebabkan oleh gangguan organ dan sistem organ antara

lain; sistem kardiovaskulaar, sistem respirasi, sistem neuromuskular, sistem

endokrin, sistem hematologi, sistem metabolik, dan psikogenik. Penatalaksaan

dispnea yang terutama adalah mengobati penyakit dasar dan komplikasinya.

Selebihnya merupakan penatalaksaan simptomatis.

16

Page 17: SESAK

DAFTAR PUSTAKA

Mark B. Parshall, Richard M. Schwartzstein. An Official American Thoracic

Society Statement: Update on the Mechanisms, Assessment, and Management of

Dyspnea American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine vol .185

2012; 435-446.

Patofisiologi sesak nafas. Diunduh dari; http://www.medicinesia.com/kedokteran-

dasar/respirasi/patofisiologi-sesak-nafas/. 8 september 2014

Subagyo Ahmad. 2013. Penanganan Dipsnea. Diunduh dari

http://www.klikparu.com/2013/11/penanganan-dispnea.html

17