seminar nasional arsitektur dan tata ruang (samarta), bali

18
Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN 978-602-294-240-5 i

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN 978-602-294-240-5 i

Page 2: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

ii Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN 978-602-294-240-5

Hak Cipta pada Masing-Masing Kontributor

Dilarang memperbanyak sebagian dan/atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, tanpa ijin tertulis dari Kontributor dan Editor

Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA)

Penerbit:

Universitas Udayana, 2017

Desain Sampul:

Antonius Karel Muktiwibowo

Kontributor Foto Sampul Depan dan Belakang:

Antonius Karel Muktiwibowo

Pracetak:

Ni Made Swanendri, I Wayan Yuda Manik, Dwi Pratiwi, Ni Putu Dian Pratiwi, Sanar Oktaviani, Ni Wayan Fortuna Ningsih, Yosephine Estherina Wibowo, I Kadek Diantara, Kadek Satria Ariwibawa.

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana Prosiding Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang Denpasar: Penerbit Universitas Udayana, 2017 x, 501 hlm; 4 cm Bibliografi ISBN: 978-602-294-240-5 1. Arsitektur dan Tata Ruang

I. Judul

Page 3: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN 978-602-294-240-5 iii

P R A K A T A

Identitas suatu bangsa memiliki peran yang penting dalam percaturan dunia internasional. Bangsa

yang beridentitas memiliki karakter yang menjadi pembeda dengan bangsa lain. Dalam konteks

Indonesia, identitas bangsa tidak bisa dipisahkan dari budaya lokal, masyarakat, dan lingkungan

setempat yang mendukungnya. Tradisi dan budaya Indonesia masih bertahan hingga kini menjadi

sebuah kekuatan untuk mempertahankan identitas Secara fisik, arsitektur dan lingkungan binaan

merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjukkan identitas suatu bangsa. Kedua faktor ini

memiliki keterkaitan yang erat dengan dengan manusia sebagai pengguna dan Tuhan sebagai sang

pencipta. Dalam filosofi orang Bali, Tri Hita Kharana merupakan sebuah konsep universal yang

melestarikan hubungan harmonis antara manusia, alam dan Sang Pencipta untuk melestarikan

budaya lokal. Konsep ini diangkat sebagai tema utama dalam seminar yang mengkaji arsitektur,

manusia dan lingkungan terbangun dari berbagai sudut pandang yang beragam mulai dari filosofi dan

konsepsi tentang arsitektur, kearifan lokal arsitektur, warisan dan budaya lokal serta identitas kota

masa kini.

Karenanya, Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana bekerjasama dengan

Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Bali (IAI Bali) dan Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

(IPLBI) menyelenggarakan Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA) dengan tema

Arsitektur, Manusia, dan Lingkungan Binaan pada tanggal 6 Oktober 2017 ini. Seminar nasional ini

mengajak para akademisi, para peneliti, para praktisi terkait arsitektur, pemerintah, organisasi nirlaba,

pengembang dan pihak lain yang tertarik untuk mengkaji kekayaan arsitektur Indonesia untuk

mempertahankan identitas bangsa dari pengaruh globalisasi. SAMARTA 2017 merupakan kegiatan

perdana dan direncanakan akan dilakukan secara berkelanjutan setiap dua tahun dengan tema yang

berbeda-beda sesuai dengan situasi terkini yang perlu didiskusikan. Akhir kata, kepada Pembicara

Kunci, kami ucapkan terima kasih atas waktu serta kesediaannya untuk berbagi di melalui kegiatan ini.

Kepada Pemakalah dan Peserta Seminar, kami ucapkan terima kasih atas partisipasinya. Akhirnya,

kepada semua Panitia Pelaksana Seminar, kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

untuk kerja kerasnya, sehingga seminar nasional tahun ini dapat terlaksana dengan baik, dan mohon

maaf apabila ada kekurangan dan kesalahan selama persiapan maupun pelaksanaan kegiatan.

Semoga seminar nasional ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan

lokal dan nasional.

Terima kasih

Ketua panitia SAMARTA 2017

6 Oktober 2017

Dr. Tri Anggraini Prajnawrdhi, S.T, M.T, MURP.

NIP. 197301012000122001

Page 4: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

iv Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN 978-602-294-240-5

KATA SAMBUTAN

Om Swastyastu,

Puja Pangastuti dipanjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa karena berkat rahmat dan karunia-

Nya Prosiding Seminar Arsitektur dan Tata Ruang (Samarta) tahun 2017 dengan Tema Arsitektur,

Manusia dan Lingkungan Terbangun, dapat diterbitkan. Prosiding ini memuat kumpulan makalah yang

disertakan pada seminar tersebut.

Seminar yang diselenggarakan oleh Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana ini

diharapkan dapat terlaksana setiap tahun. Tema ini mengajak berbagai pihak untuk secara

berkelanjutan membedah arsitektur dan tata ruang dalam suatu diskusi.

Terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas Udayana serta Dekan Fakultas Teknik

Universitas Udayana atas dukungan moral dan material. Terima kasih juga kami sampaikan kepada

pembicara kunci Prof. Josef Prijotomo, Prof. Antariksa, Prof. Sudaryono, dan Prof. Widjaja

Martokusumo. Selain itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada peserta seminar, panitia seminar

dosen dan mahasiswa serta semua pihak yang telah membantu terbitnya prosiding ini.

Akhir kata, mudah-mudahan prosiding ini bisa menginspirasi pembaca dan menjadi referensi bagi

akademisi, praktisi serta pembaca lainnya.

Terima Kasih

Om, Santhi, Santhi, Santhi, Om

Jimbaran, 6 Oktober 2017 Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. A. A. Ayu Oka Saraswati, M.T. NIP. 196104151987022001

Page 5: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN 978-602-294-240-5 v

RINGKASAN

Prosiding seminar ini merupakan kumpulan paper-paper yang dipresentasikan dan dipublikasi pada

Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA) dengan tema Arsitektur, Manusia, dan

Lingkungan Terbangun yang diselenggarakan oleh Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik

Universitas Udayana di Ruang Nusantara Lantai 4 Gedung Agro Kompleks Universitas Udayana,

Kampus Denpasar pada hari Jum’at, tanggal 6 Oktober 2017.

Adapun sub tema yang diangkat dalam seminar nasional ini adalah:

1. Interpretasi filosofi dan konsepsi;

2. Diskursi kearifan lokal dalam rancang bangun;

3. Eksplorasi arsitektur warisan dan budaya; dan

4. Identitas lokal pada ruang kota masa kini.

Masing-masing paper telah dipresentasikan, baik dalam sesi presentasi untuk para pembicara kunci

maupun sesi diskusi paralel untuk para pemakalah. Peserta dan pemakalah dalam seminar nasional

ini berasal dari para akademisi, para peneliti, mahasiswa program pascasarjana, para praktisi terkait

arsitektur, para pemerhati lingkungan terbangun, pemerintah, organisasi nirlaba, pengembang, dan

kalangan umum.

Kegiatan seminar nasional ini adalah kegiatan awal dari rangkaian kegiatan dua tahunan yang

diselenggarakan secara berkelanjutan oleh Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas

Udayana. Pada setiap kegiatan seminar nasional akan ditetapkan tema yang berbeda-beda sesuai

dengan situasi dan isu aktual pada saat itu. Semoga seminar nasional ini dapat menjadi wadah

diskusi dan berbagi pengetahuan, pengalaman, dan gagasan berkaitan dengan arsitektur, manusia,

dan lingkungan binaan dan dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan berkelanjutan di

negeri yang kita cintai ini.

Terima kasih

Page 6: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

vi Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN 978-602-294-240-5

DAFTAR ISI

Halaman

SAMBUTAN DAN PENGANTAR

1. Prakata Ketua Panitia Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang Universitas Udayana 2017 ................................................................................................................................................. iii

2. Kata Sambutan Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana 2017 ....... iv

3. Ringkasan Prosiding Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang Universitas Udayana 2017 ..... v

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................. vi

PEMBICARA UTAMA ...............................................................................................................................

1. ‘Nusantara’ dan Perkembangan Arsitektur di Indonesia. (Josef Prijotomo) .............................................................................................................................................. 1

2. Memaknai Lokalitas Dalam Arsitektur Lingkungan Binaan. (Antariksa) ....................................................................................................................................................... 9

3. Pendekatan Fenomenologi untuk Eksplorasi Arsitektur Lokal Bali. (Sudaryono) ................................................................................................................................................... 15

4. Pelestarian Warisan Budaya. Catatan untuk Konsep Autentisitas dan Integritas dalam Pelestarian Arsitektur. (Widjaja Martokusumo) .................................................................................................................................. 23

SUB TOPIK 1. INTERPRETASI FILOSOFI DAN KONSEPSI .................................................................

1. Konsep Panca Maha Bhuta dalam Perencanaan dan Perancangan Taman Rekreasi Kalianget Wonosobo. (Daisy Radnawati, Samsud Dlukha, Ray March Syahadat, Priambudi Trie Putra) ...................................... 1-1

2. Pengaruh Konsep Catus Patha terhadap Tata Ruang Pemukiman di Kawasan Transmigrasi Masyarakat Bali. Studi Kasus: Desa Jati Bali, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. (Imade Krisna Adhi Dharma, Weko Indira Romanti Aulia) ........................................................................... 1-9

3. Konsepsi dan Makna Arsitektur Tradisional pada Bangunan Kekinian. Sebuah Intepretasi Masyarakat Lokal Bali Tengah pada Transformasi Rumah Tradisional. (I Dewa Gede Agung Diasana Putra) ........................................................................................................ 1-21

4. Façade dan Landscape Bali, Interpretasi dan Konsep Tata Ruang Lingkungan Terbangun Desa Bayung Gede. (Petrus Rudi Kasimun) ............................................................................................................................... 1-31

5. Identifikasi Bentuk, Struktur, dan Kontruksi Bale Meten Sakaulu pada Arsitektur Tradisional Bali di Desa Gunaksa-Klungkung. (I Nengah Lanus, I Nyoman Susanta, Gede Windu Laskara) .................................................................... 1-35

6. Ignition Factor sebagai Informasi Berharga Desain Arsitektur. (Heru Sufianto) .......................................................................................................................................... 1-43

7. Dari Teks Menjadi Arsitektur: Interpretasi terhadap Naskah Lontar Asta Kosala Kosali. (I Nyoman Nuri Arthana) ............................................................................................................................ 1-51

8. Landasan Konsepsual dan Penerapan Pradaksina dan Prasawya dalam Perwujudan Arsitektur Hindu Bali. (I Nyoman Widya Paramadhyaksa) ........................................................................................................... 1-59

9. Makna Simbolis Penataan Palebahan sebagai Unsur Dasar Kompleks Puri di Bali. (Anak Agung Gde Djaja Bharuna S) .......................................................................................................... 1-69

Page 7: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN 978-602-294-240-5 vii

SUB TOPIK 2. DISKUSI KEARIFAN LOKAL DALAM RANCANG BANGUN ........................................

1. Ragam Hias Arsitektur Tradisional Bali pada Gedung Kantor Gubernur Bali. (Donna Sri Lestari Poskiparta, Tri Anggraini Prajnawrdhi) ........................................................................... 2-1

2. Kearifan Lokal Migran Madura pada Permukiman Kota Lama Malang. (Damayanti Asikin, Antariksa, Lisa Dwi Wulandari, Wara Indira Rukmi) ...................................................... 2-9

3. Identifikasi Bangunan Kolonial untuk Pelestarian Fasade di Jalur Belanda Kota Singaraja-Bali. (Agus Kurniawan) ...................................................................................................................................... 2-17

4. Representasi Tradisi Demokrasi pada Arsitektur Bale Banjar Adat di Denpasar-Bali. (Christina Gantini, Josef Prijotomo) ........................................................................................................... 2-25

5. Karakteristik Tangible dan Intangible Gereja Tua Sikka. Sebagai Bukti Sejarah Masuknya Agama Katolik di Sikka. (Yohanes Pieter Pedor P., I Wayan Kastawan, Widiastuti) ....................................................................... 2-35

6. Keunikan Bentuk Ragam Hias pada Pura Dalem Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. (Tri Anggraini Prajnawrdhi, Ni Ketut Agusintadewi, Ni Luh Putu Eka Pebriyanti, dan Ni Made Mitha

Mahastuti) .................................................................................................................................................. 2-45

7. Bale Tumpang Salu pada Bangunan Umah di Desa Sidatapa, Singaraja. (Anak Agung Ayu Oka Saraswati) ............................................................................................................. 2-53

8. Bentuk dan Makna Arsitektur dan Ornamen Monumen Bajra Sandhi. (Sri Indah Retno Kusumowati, Tri Anggraini Prajnawrdhi) ......................................................................... 2-59

9. Kajian Penerapan Arsitektur dan Ragam Hias Tradisional Bali pada Kori Agung Bangunan Balai Pertemuan di Kantor DPRD Bali. (Syilvia Agustine Maharani, Tri Anggraini Prajnawrdhi) ............................................................................. 2-67

10. Adaptasi Arsitektur Tradisional Bali pada Balai Pertemuan DPRD Renon, Bali. (Made Chryselia Dwiantari, Tri Anggraini Prajnawrdhi) ............................................................................. 2-75

11. Kajian Ergo-Arsitektur pada Dapur Tradisional di Banjar Tiga Kawan, Desa Penglumbaran, Bangli-Bali. (Ida Bagus Gde Primayatna, I Gusti Agung Bagus Suryada) .................................................................... 2-83

12. Ekspansi Ruang pada Bangunan Tradisional Bali. (I Made Adhika) ......................................................................................................................................... 2-89

13. Kearifan Ekologis Bangunan Vernakuler dalam Konteks Mitigasi Bencana. (Sri Utami) ................................................................................................................................................. 2-95

14. Memahami Esensi Ruang Domestik pada Masyarakat Tradisional Bali Aga di Desa Sekardadi, Kintamani. (Ni Ketut Agusintadewi, I Wayan Yuda Manik, Ni Made Mitha Mahastuti) ............................................... 2-103

SUB TOPIK 3. EKSPLORASI ARSITEKTUR WARISAN DAN BUDAYA ...............................................

1. Kampung Adat Deri Kambajawa di Kabupaten Sumba Tengah sebagai Living Museum. (Titien Saraswati, Maria Adrianus Rambu Day) ............................................................................................ 3-1

2. Reinterpretasi Prinsip Ruang Bersama Tanean Lanjang Madura pada Pusat Komunitas Seni Tari Topeng Malang. (Dionisius Dino Briananto, Tito Haripradianto, Abraham M. Ridjal) ........................................................... 3-11

3. Peragaman Rupa dan Rupa Inklusif dalam Desain Warisan Arsitektur. (Noviani Suryasari, Antariksa, dan Lisa Dwi Wulandari)............................................................................ 3-17

4. Kota Terapung Muara Muntai. Studi Kasus: Pengembangan Kota Muara Muntai Sebagai Kota Heritage. (Huda Nurjanti) .......................................................................................................................................... 3-23

5. Pola Tata Bangunan dan Hubungan Kekerabatan: Dusun Kasim, Kabupaten Blitar. (Yurista Hardika Dinata, Wara Indira Rukmi, dan Antariksa) ..................................................................... 3-33

6. Kawasan Wisata Permukiman Bantik di Pesisir Pantai Malalayang Berbasis Cultural Heritage. (Pingkan Peggy Egam, Arthur Harris Thambas) ....................................................................................... 3-41

Page 8: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

viii Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN 978-602-294-240-5

7. Kajian Place Attachment pada Anak-Anak di Desa Bali Aga Tenganan dengan Visual Analy-sis. (Antonius Karel Muktiwibowo, Gede Windu Laskara) ................................................................................ 3-49

8. Identifikasi Tingkat Perubahan Kawasan Bersejarah Menggunakan Visual Impact Assessement dan Tipologi Bangunan di Koridor Jalan Ijen, Malang. (Eddi Basuki Kurniawan, Novita Dian Zahdella, Wulan Astrini) ................................................................. 3-59

9. Pola Pemanfaatan Ruang Pemukiman Masyarakat Bajo di Desa Lemo Bajo Kabupaten Konawe Utara sebagai Arahan Penataan Kawasan Pemukiman Pesisir. (Santi, Siti Belinda Amri, Haryudin) ............................................................................................................ 3-67

10. Kajian Penataan Ruang Kawasan Jabotabek dengan Pendekatan Ekosistem. (Parino Rahardjo) ...................................................................................................................................... 3-77

11. Ruang Teror pada Labirin Kampung Pulo. (Coriesta Dian Sulistiani) ........................................................................................................................... 3-85

12. Faktor Kritis Penentu Keberhasilan Kolaborasi Desain pada Perusahaan Properti di Kabupaten Gresik. (Moh. Saiful Hakiki, Ikhtisholiyah, Dandy Nugroho) ................................................................................... 3-97

13. Tipologi Rumah Adat Pada Desa Bali Aga. Studi Kasus pada Desa Tigawasa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. (Tri Anggraini Prajnawrdhi, Ni Made Yudantini) ....................................................................................... 3-103

14. Perubahan Arsitektur Tradisional Hunian Desa Bayung Gede, Bangli. (Widiastuti, Syamsul Alam Paturusi, Ngakan Ketut Acwin Dwijendra, Gede Windu Laskara) ................. 3-109

15. Identifikasi Potensi Internal, Tantangan, dan Peluang Pengembangan Lima Tipe Daya Tarik Wisata Desa Singapadu Tengah. (I Made Suarya, I Nyoman Widya Paramadhyaksa, Ni Ketut Agusinta Dewi, dan I Gusti Agung Bagus

Suryada) .................................................................................................................................................. 3-119

16. Cultural Landscape: Pola Desa Tradisional di Desa Buahan, Kintamani. (Ni Made Yudantini, Tri Anggraini Prajnawrdhi) ....................................................................................... 3-127

SUB TOPIK 4. IDENTITAS LOKAL PADA RUANG KOTA MASA KINI .................................................

1. Konsep Ruang Komunal Sosio-Kultural Kota Multi-Etnis Historis Gresik. (Dian Ariestadi, Antariksa, Lisa D. Wulandari, Surjono) ............................................................................... 4-1

2. Konsep Perancangan Kawasan Pasar Tradisional Badung sebagai Upaya Memperkuat Karakter Kawasan Jl. Gajah Mada-Denpasar. (Gede Windu Laskara, Bramana Ajasmara Putra) ....................................................................................... 4-9

3. Place Attachment pada Jalur Pedestrian di Jalan Ijen, Malang sebagai Ruang Terbuka Publik. (Wulan Astrini, Eddi Basuki Kurniawan) .................................................................................................... 4-17

4. Kearifan Pejabat, Pengembang, Perencana, Perancang, dan Supervisi dalam Etika Lingkungan Hidup. (JM. Joko Priyono Santoso) ....................................................................................................................... 4-25

5. Kearifan Lokal dan Identitas Kota Baru. (Franky Liauw) ........................................................................................................................................... 4-33

6. Ekowisata pada Cultural Landscape Subak sebagai Identitas Kota Denpasar. Sebuah Upaya Penggalian Potensi Ekowisata di Subak Sembung Kecamatan Denpasar Utara. (I Gusti Agung Bagus Suryada, I Nyoman Widya Paramadhyaksa) .......................................................... 4-41

7. Pengembangan Wisata Sejarah sebagai Penguatan Identitas Kawasan Kabupaten Pulau Mo-rotai. (Yudha Pracastino Heston, Yonanda Rayi Ayuningtyas, dan Rivaldo Okono) .......................................... 4-49

8. Permukiman Bali Kuno Desa Bayung Gede sebagai Atraksi Pariwisata di Bali. (Syamsul Alam Paturusi) ........................................................................................................................... 4-57

9. Perancangan Kawasan Kedungu Resort sebagai Upaya Pembangunan Sektor Pertanian yang Berkelanjutan di Kabupaten Tabanan.

Page 9: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN 978-602-294-240-5 ix

(Ngakan Ketut Acwin Dwijendra, I Wayan Yogik Adnyana Putra, Marthin Gunardhy) ............................... 4-67

10. Materialisasi Ruang Publik dan Pembangunan Pariwisata Budaya. Konflik Kepentingan Pemanfaatan Kawasan Pesisir di Bali. (I Ketut Mudra) .......................................................................................................................................... 4-75

11. Upaya Mengeleminir Dampak Investasi terhadap Lingkungan dan Tata Ruang Wilayah Kabu-paten Badung. (Putu Rumawan Salain) ............................................................................................................................. 4-83

12. Permasalahan Keruangan dalam Perencanaan Pasar Seni Desa Pakraman Kutri, Desa Sin-gapadu Tengah, Gianyar. (I Nyoman Widya Paramadhyaksa, I Made Suarya, dan Ida Ayu Armeli).................................................. 4-93

13. Konsep Tata Kelola Homestay di Desa Wisata Pinge Kabupaten Tabanan. (Ni Putu Atik Pranya Dewi, I Nyoman Widya Paramadhyaksa, dan Tri Anggraini Prajnawrdhi) .............. 4-101

14. Kajian Kawasan Nelayan di Pantai Kuta. (I Gusti Ngurah Anom Rajendra) ............................................................................................................. 4-109

15. Identifikasi Desain Ruang Luar yang Berkearifan Lokal sebagai Place Branding terhadap Persepsi Wisata Kota di Area Catus Patha Kota Denpasar. (Kadek Agus Surya Darma) ..................................................................................................................... 4-117

16. Makna dan Karakteristik Ruang Bermain Anak di Bantaran Sungai Code. Studi Kasus: Kelurahan Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta. (Ni Luh Putu Eka Pebriyanti) ................................................................................................................... 4-125

17. Pemanfaatan Lansekap sebagai Identitas Kota dalam Perspektif City Branding. (Subhan Ramdlani).................................................................................................................................. 4-133

18. Aktivitas Masyarakat sebagai Pembentuk Identitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Berkualitas di Kota Malang. (Lisa Dwi Wulandari, Subhan Ramdlani) ................................................................................................. 4-141

SUSUNAN PANITIA ..................................................................................................................................

Page 10: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

x Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN 978-602-294-240-5

Page 11: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

Penulis1), Penulis2), dan Penulis3)-Judul Makalah [Footer Ganjil: Arial 8pt] 1

ADAPTASI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI PADA BALAI PERTEMUAN DPRD RENON, BALI

Made Chryselia Dwiantari), Tri Anggraini Prajnawrdhi2)

1)Mahasiswa Program Magister Arsitektur, Fak.Teknik, Universitas Udayana

[email protected] 2) PS Arsitektur, Fak.Teknik, Universitas Udayana

[email protected]

ABSTRACT

Balinese traditional architecture style has the strong character of which brought a strong identity of architecture in Bali which influenced by Hindu. It’s reflected on the principle of form which convey its unique architecture identity and its architectural values. The application of traditional architecture in modern buildings such as office buildings, has to follow the local regulation to protect the local architecture values. Therefore, the values would not be extinct, and still exist for the next generations. This object of research is Balai Pertemuan DPRD building which adopted the form and value of traditional Bale Kambang. Qualitative method applied to this research with the use of descriptive analysis and comparison between object of study and the theories. The result shows that the application of the form of roof, body, base of the building and the ornaments adopted the traditional concept.

Keywords: bale kambang, balai pertemuan DPRD Renon, comparison

ABSTRAK

Gaya arsitektur tradisional Bali adalah corak penampilan arsitektur yang dapat memberikan citra/nuansa arsitektur berlandasarkan budaya Bali yang dijiwai oleh agama Hindu melalui penerapan berbagai perinsip bentuk yang mengandung identitas maupun nilai-nilai arsitektur. Pengaplikasian arsitektur tradisional pada gedung-gedung modern salah satu contohnya ialah perkantoran tidak terlepas dari menjaga arsitektur lokal agar tidak tergerus oleh jaman dan hilang terlupakan generasi mendatang. Penelitian ini mengambil bangunan Balai Pertemuan DPRD Bali yang mengadaptasikan bentuk Bale Kambang dengan menggunakan metode kualitatif dengan analisa deskriptif kompartif sehingga hasil penelitian ini mampu mengetahui bentuk atap, badan bangunan dan kaki bangunan serta ornamen yang diadaptasikan.

Kata Kunci: bale kambang, balai pertemuan DPRD renon, komparasi

PENDAHULUAN

Renon merupakan kawasan Civic Centre atau pusat pemerintahan Provinsi Bali di Kota Denpasar yang berdiri kantor-kantor pemerintahan secara berdampingan agar memudahkan secara aksesbilitas dan pelayanan terhadap masyarakat Bali. Bangunan-bangunan perkantoran tersebut memiliki gaya bangunan berbeda-beda namun tetap menampilkan arsitektur tradisional Bali sebagai tampilan wajah dari kawasan Renon itu sendiri yang sudah diatur pada perda nomor 5 tahun 2005 yang mewajibkan bangunan gedung mengaplikasikan gaya arsitektur tradisional Bali agar selaras dan harmonis terhadap lingkungan setempatnya. Pengaplikasian arsitektur tradisional pada gedung-gedung modern salah satu contohnya ialah perkantoran tidak terlepas dari menjaga arsitektur lokal agar tidak tergerus oleh jaman dan hilang terlupakan generasi mendatang.

Kantor DPR Renon menjadi salah satu contoh bangunan yang menarik dari segi bentuk dan tampilannya yang menampilkan arsitektur tradisional Bali. Terdapat 3 masa bangunan yaitu Gedung Utama, Wantilan dan Balai Pertemuan. Dalam tulisan ini membahas Balai Pertemuannya yang terlihat mengambil bentuk menyerupai Bale Kambang. Tulisan ini menjelaskan dari makna tata bangunan, bentuk atap, badan dan kaki bangunannya serta ornamen-ornamen yang terdapat pada bangunan balai pertemuan tersebut yang dikomparasikan dengan bale kambang di Kertagosa, di Puri Agung Karangasem dan di Taman Ujung Sukasada. Tulisan ini dibuat untuk mengetahui bagaimana adaptasi dari konsep arsitektur tradisional Bali terhadap bangunan kontemporer yang ada di Bali. Sehingga tulisan ini nantinya akan memberikan sebuah

TINJAUAN PUSTAKA

Arsitektur Tradisional Bali

Arsitektur tradisional adalah perwujudan ruang untuk menampung aktifitas kehidupan manusia dengan pengulangan bentuk dari generasi ke generasi berikutnya dengan sedikit atau tanpa perubahan, yang dilatarbelakangi oleh norma-norma agama dan dilandasi oleh adat kebiasaan setempat dijiwai kondisi dan potensi alam lingkungannya (Gelebet, I Nyoman.1982). Menurut Suartika,

Page 12: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

2 Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN No. 1234-5678

(2010, dikutip dari Putro, Hedro T, Makalah Kajian Komparasi Arsitektur Tradisional Jawa dan Bali) menuliskan bahwa perwujudan praktik dan bentuk budaya spasial di Bali mengacu pada penerapan Konsep Tri Angga dan Sanga Mandala. secara umum arah timur laut memiliki nilai religius yang signifikan dalam kaitannya dengan orientasi kosmik dan alamiah, Dalam praktik zona ini sangat di sakralkan dan merupakan zona tempat struktur – stuktur berfungsi ritual ditempatkan. Kombinasi antara konsep hirarki Tri Angga, Konsep keseimbangan Tri Hita Kharana dan Konsep Perbedaan Rwa Bhineda, telah mengarahkan absennya demarkasi absolut antara zona satu dengan zona lainnya. . Arsitektur tradisional Bali mempunyai konsep-konsep dasar yang mempengaruhi tata nilai ruangnya yaitu sebagai berikut: (1) Orientasi Kosmologi atau dikenal dengan Sanga Mandala. Sanga Mandala merupakan acuan mutlak dalam arsitektur tradisional Bali, dimana Sanga Mandala tersusun dari tiga buah sumbu yaitu:Sumbu Tri Loka: Bhur, Bhwah, Swah; (litosfer, hidrosfer, atmosfer). Sumbu ritual: Kangin (terbitnya Matahari) dan Kauh (terbenamnya Matahari) Sumbu natural: Gunung dan Laut; (2) Keseimbangan Kosmologi, Manik Ring Cucupu. (3) Hierarki ruang, terdiri atas Tri Loka dan Tri Angga.Tri Angga adalah salah satu bagian dari Tri Hita Karana, (Atma, Angga dan Khaya). Tri Angga merupakan sistem pembagian zona atau area dalam perencanaan arsitektur tradisional Bali. Utama, bagian yang diposisikan pada kedudukan yang paling tinggi, kepala. Madya, bagian yang terletak di tengah, badan. Nista, bagian yang terletak di bagian bawah, kotor, rendah, kaki.

Tinjauan tentang Bale Kambang

Pada bagian ini akan dijelaskan tentang beberapa buah Bale Kambang yang terdapat di Bali. Beberapa Bale Kambang itu diantaranya yang terdapat di Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Kelungkung. Bale kambang yang ada di Puri Agung Karangasem berfungsi sebagai tempat pertemuan keluarga puri, tempat pementasan pertunjukkan kesenin dan ruang makan jika ada pesta. Untuk mencapai bale kambang terdapat jembatan yang berada pada sisi barat yang menghubungkannya dengan pelataran halaman kedua serta sebuah pintu gapura candi kurung dibagian ujung barat jembatan. Terdapat Gedong Tua yang bagian depannya dibuat terbuka difungsikan sebagai tempat untuk menonton seni pertunjukkan yang diadakan di bale kambang, juga berfungsi tempat melaksanakan berbagai kegiatan upacara. Atap menggunakan material genteng yang sederhana tanpa adanya ikut celedu dan mudra yang biasanya terdapat pada atap bangunan tradisional Bali. Bagian dalam bangunan ,usuk-usuk atap dari kayu terekspos. Tiang saka berjumlah 18 buah berbentuk persegi dicat berwarna hijau dengan umpak dari beton dengan ornamen stilasi tumbuhan berwarna abu-abu. Msaing-masing tiang diberi sekat seperti pagar dari kayu senada berwarna hijau dengan warna tiang saka. Pada bataran,lantai dipolakan ditengah-tengah dipasang keramik motif bunga, dominan lantainya dipasang batu sikat hitam dan sisanya plasteran semen. Bagian bataran menggunakan susunan batu andesit atasnya dibawahnya terdapat ornamen tumbuhan seperti bunga dan tempelan kepala binatang, di bagian pinggir kolam terdapat patung naga dan garuda. Menuju ke bale kambang terdapat jembatan dengan bentuk yang sederhana terbuat dari beton di pasang keramik dominan putih dan cat merah dan hijau pada kisi-kisi dindingnya. Gapura seperti candi kurung sebagai pintu masuk menuju bale kambang bagian atasnya terdapat ornamen seperti murda yang berbentuk bunga. Bagian batarannya terdapat ornamen peperangan, pondasinya berupa beton dengan tambahan hiasan tiang pot tanaman mengelilingi bangunan bale kambang dan ditanamani tanaman hias.

Masih di Kabupaten Karangasem, Bale kambang yang yang terdapat pada Taman Ujung Sukasada yang merupakan peninggalan dari Kerajan Karangasem memiliki 2 buah bangunan yang berbeda namun material bangunanya hampir sama. Dan yang membedakan kedua bangunan itu adalah dindingnya ada yang tertutup dan ada yang terbuka, yang tertutup fungsinya sebagai tempat peristirahatan raja dahulunya dan tempat menerima tamu begitu juga dengan bale kambang terbuka sebagai penerima tamu dan untuk pementasan kesenian. Atap bangunan menggunakan genteng dengan hiasan yang unik, di bubungannya terdapat hiasan seperti ikut celedu terdapat 4 hiasan tiap bubungannya dan diatas puncaknya ada mudra. langit-langit motif tumbuhan. Balai ini merupakan bangunan tempat tingal dengan 4 buah kamar dengan dindingnya di cat putih, pada dinding bagian luar di ataasnya terdapat makara atau seperti karang boma, di dinding bawah terdapat ukiran peperangan dan pewayangan. Tiap kolom-kolom terukir cetakan ornamen tumbuhan bunga. Kamar terletak 2 di timur dan 2 di barat, 2 dari kiri dan kanan masing-masing terdapat pintu penghubung, kamar-kamar tersebut terdiri dari ruang keluarga raja, tempat peraduan raja, 2 ruang putra dan putri raja. Didalam kamar dengan ukiran dinding yang sama di luar. Diatas pintu terdapat kaca warna warni terdapat lampu tempel di dinding berjumlah 4 buah di kamar masing-masing terdapat 1 jendela, sedangkan di luar terdapat di ruang utara kamar terdapat 6 jendela, dikamar utara masing-masing terdapat 2 jendela. Pada sisi utara dan selatan bangunan terdapat jembatan dengan balai kanopi di bagian ujungnya.

Page 13: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

Penulis1), Penulis2), dan Penulis3)-Judul Makalah [Footer Ganjil: Arial 8pt] 3

Bale Kambang di Taman Kertagosa terletak di tengah-tengah kompleks situs Kertagosa, bangunannya berbentuk segi empat panjang berfungsi sebagai tempat rekreasi, tempat penerima tamu, dan tempat jamuan bagi para tamu kerajaan. Bagian atap bale terbuat dari ijuk dan pada langit-langit bangunan (plafon) dihiasi dengan lukisan tradisional wayang kamasan dengan cerita Sutasoma, Pan Brayut, dan Palelintangan (pengaruh bintang terhadap kelahiran). Badan bangunan terbuka dengan adanya tiang-tiang saka, terdapat dua level bataran pda bataran paling atas terdapat saka dan disisi bataran dibuat pagar keliling. Bagian sendi diukir dengan ornamen cerita pewayangan serta tiang saka juga terdapat ukiran. Pada lantai dipasang keramik berwarna merah marun, untuk batarannya terdapat 2 tingkat dan dasar pondasi bangunan. Pada bataran menggunakan material batu paras dan bata dengan pepatran punggel atau samblung dan di tepiannya diukur patra kakul-kakulan serta ada karang simbar. Bagian pagar pembatas di pondasinya terdapat patra punggel dan ornamen karang tapel dan terdapat patung-patung dibagian atas pembatas.

Gambar 1. Bale Kambang (kiri) Puri Agung Karangasem, (tengah) Taman Ujung, (kanan) Kerta Gosha Sumber: Penulis, 2017

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisa menggunakan metode deskriptif komparatif. Menjelaskan objek faktual yang ada di lapangan serta membandingkannya dengan bentuk bangunan-bangunan yang sudah ada berbentuk bale kambang yang nantinya menghasilkan kesimpulan dengan kecenderungan yang mana lebih diadaptasi oleh bangunan bale pertemuan yang ada di kantor DPRD Bali.

PEMBAHASAN

Balai Pertemuan DPRD ini mengadaptasi dari gaya arsitektur tradisional Bali baik itu dari tatanan bangunannya, dan wujud fisik bangunannya baik itu dari bagian atas, dinding dan bawah bangunan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Tata bangunan Tata bangunan diadaptasi dari bangunan bale kambang atau bale gili .. Bale kambang itu sendiri bisa diartikan bangunan yang dikelilingi oleh kolam hias yang cantik yang seolah-olah membuat bangunan terlihat mengambang diatas air. Pengambilan bentuk bale kambang yang diadaptasikan pada balai pertemuan DPRD itu sendiri sangat sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai tempat pertemuan berupa rapat bersama anggota DPRD atau dengan pihak lainnya dan sebagai tempat perjamuan dengan tamu dari dalam maupun luar negeri. Balai pertemuan DPRD yang terdapat entrance (pintu masuk) sebelum menuju bangunan utama dalam bentuk kori agung dimana jembatan sebagai penghubungnya. Tata bangunan balai Pertemuan DPRD ini terlihat simetris dan di empat sudut kolam terdapat bale bengongnya.

Gambar 2.Tampak Atas Dan Tampak Samping Balai Pertemuan DPRD Sumber: Penulis, 2017

Page 14: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

4 Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN No. 1234-5678

2. Bentuk Bangunan

Bentuk bangunan menerapkan konsep arsitektur tradisional Bali yaitu tri loka atas, tengah dan bawah. Terdapat bagian kepala (atap), badan (dinding) dan kaki (bataran). Yang masing-masing dapat dijelaskan:

• Atap

Balai pertemuan ini bisa dilihat sebenarnya terdapat dua masa bangunan yang mana dihubungkan dengan selasar beratap beton dan juga dari kori agung menuju bangunan di buatkan selasar terbuka menggunakan plat beton. Atap pada bangunan pertama dibuat limas dengan tekukan ditiap bungbungannya dan juga bale bengongnya.

Gambar 3 Atap masa bangunan 1 Balai Pertemuan DPRD dan atap bale bengong Sumber: Penulis, 2017

Hal sama terjadi juga di masa kedua namun lebih aktraktif dengan adanya atap bertingkat seperti atap wantilan. dari penjelasan tersebut menunjukkan masa kedua adalah bangunan utamanya dengan atapnya yang terihat gagah, megah dan menarik. Atapnya menggunakan gaya arsitektur bali dengan adanya murda dipuncak atap dan lisplank yang terukir di pinggiran atap dan ikut celedu di tiap ujung atap.

Gambar 4 atap masa bangunan 2 yang bertingkat balai pertemuan DPRD

Sumber: Penulis, 2017

Dinding Dindingnya menggunakan bata pasang gosok yang biasa terdapat pada bangunan rumah dengan

gaya tradisional bali. Terdapat tiang/pilar-pilar dibuat secara pengulangan diluar bangunan utama yang berjumlah 5 buah tiap satu sudutnya yang diisi pada empat sudut bangunan. Selain memperkokoh bangunan juga segi estetikanya sebagai penghias. Pemilihan warnanya berbeda dengan warna dindingnya yang oranye bata dan juga materialnya, berupa paras putih yang membuat perbedaan dan tidak monoton. Pada bagian pintunya terdapat ornamen berupa karang boma yang mempunyai makna sebagai penolak hawa jahat atau buruk ke dalam ruangan. Ada 4 pintu di bangunan utama dan juga dipasangi dengan ornamen karang boma. Pada dinding terdapat jendela-jendela terbuat dari kayu ada yang ukuran besar dan jendela kecil pada bagian atas dinding, bentuknya sederhana tanpa adanya outer ornamen.

Page 15: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

Penulis1), Penulis2), dan Penulis3)-Judul Makalah [Footer Ganjil: Arial 8pt] 5

Gambar 5. (kiri) terdapat 5 pilar tiap empat sisi bangunan utama balai pertemuan DPRD; (kanan) terdapat empat

pintu tiap empat sisi bangunan utama balai pertemuan DPRD Sumber: Penulis, 2017

• Bataran

Pada bagian bawahnya menggunakan material paras dengan adanya tempelan karang daun dan karang tapel pada bangunan pertama dan bangunan utama dan bale bengong terdapat tempelan ornamen berupa karang gajah. Bisa dilihat bagian bawah bangunan seperti ada dua tingkatan yaitu bagian yang menyentuh dasar kolam sebagai pondasi dan kemudian diatasnya adalah bagian bataran bangunan balai pertemuan tersebut.

Gambar 6 Karang gajah di bataran bale bengong dan bangunan utama

Sumber:Penulis, 2017

Gambar 7 Karang daun dan karang tapel di bataran pada bangunan pertama

Sumber:Penulis, 2017

Pada bagian pondasinya menggunakan beton dan dibagian tepinya dipasang batu paras dengan ditanami tanaman hias dan tugu dengan atasnya terdapat pot tanaman mengelilingi bale kambang. Ukiran di bale bengong terlihat polos menggunakan gaya badung yang ukiranya seperti setengah jadi,

sedangkan pada bangunan utama ukiran-ukiran ornamennya jelas dan lengkap.

Page 16: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

6 Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN No. 1234-5678

• Jembatan Pada jembatan terdapat ornamen gajah mina bentuknya berkepala gajah dengan badan berbentuk ikan yang merupakan simbol dari cerita perputaran mandara giri yang memunculkan banyak ikan. Bila dilihat dari segi estetika sangat cocok dengan bentuk bangunannya yang terdapat kolam air sehingga menyesuaikan dengan tema bangunannya.

Gambar 8.Gajah mina sebagai ornamen pada jembatan balai pertemuan DPRD Renon Bali

Sumber: Penulis, 2017

Berikut tabulasi perbandingan antara komparasi bale kambang yang diadaptasikan pada balai pertemuan DPRD Bali, pada table dibawah ini:

Kategori

Nama Bangunan

Bale Kambang di Puri Karangasem

Bale Kambang di Taman Kertagosa

Bale Kambang di Taman Ujung Sukasada

Balai Pertemuan DPRD Bali

Ata

p B

angu

nan

(kep

ala)

Material penutup atap Genteng Ijuk Genteng Genteng

Lalangit/Plafon Usuk-usuk terekpos (tidak ada motif)

Motif lukisan pewayangan kamasan dan cerita sutasoma

Motif ornamen tumbuhan

Ornamen Atap Tidak ada (polos)

Tidak ada (polos) Ikut celedu yang dimodifikasi, mudra

Ikut celedu, mudra

Bad

an B

angu

nan

(Bad

an)

Kolom Tiang saka Tiang saka Beton, ornamen tumbuhan bunga

Beton,pilar ornamen tumbuhan

Dinding Terbuka Terbuka Tertutup, tembok cat putih

Tertutup, paras dan bata

Pintu Tidak ada Tidak ada Ada, pintu kayu atasnya terapat mozaik kaca dan tempelan ornamen karang boma

Ada, pintu kayu dengan ornamen karang boma

Bat

aran

dan

po

nd

asi (

Kak

i)

Bataran Polos, batu andesit Batu paras dan bata pepatran punggel atau samblung, kakul-kakulan, serta karang simbar

Motif ornamen peperangan

Paras, ornamen karang tapel, karang simbar, pada bale bengong berupa ornamen karang gajah, ornamen gaya khas badung

Pondasi Ornamen tumbuhan dan tempalan kepala binatang (karang tapel)

Karang punggel, karang tapel, patung-patung, ditanami tanaman hias

Beton, ditanami tanaman hias dengan tugu pot tanaman mengelilingi bale kambang

Beton, ditanami tanaman hias, tepiannya ditaruh tugu pot tanaman mengelilingi bale kambang

Jem

bat

an

Jembatan Terbuat dari beton cat putih dengan kisi-kisi di kedua pembatasnya

Batu paras dan bata, pagar pembatasnya terdapat hiasan patung-patung

Beton,ornamen motif bentuk singa, dan tumbuhan

Beton, paras, ornamen/patung gajah mina

Gate/pintu masuk Candi kurung/kori Candi Bentar Balai Kanopi style eropa

Kori Agung

Page 17: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

Penulis1), Penulis2), dan Penulis3)-Judul Makalah [Footer Ganjil: Arial 8pt] 7

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Hasil dari penelitian dari mengkomparasikan bangunan balai pertemuan DPRD Bali dengan 3 bangunan bale kambang menunjukkan bahwa balai pertemuan mempunyai persamaan konsep dengan ketiga bale kambang tersebut dan dari tabel diatas persamaan yang lebih banyak condong pada Bale Kambang di Taman Ujung Sukasada namun begitu Balai Pertemuan dibuat lebih bervariatif dari bentuk atapnya yang bertingkat, ornamennya yang mengambil gaya khas badung yang polos tanpa ukuran detail dan pemilihan materialnya. Bagian bangunan yang diadaptasikan dapat dijelaskan sebagai berikut: (Atap/ Kepala) yaitu Atap Balai Pertemuan DPRD menggunakan atap genteng sama dengan di Bale Kambang di Puri Agung Karangasem dan di Taman Ujung Sukasada.. Pada badan terutama pada kolom/pilar. Pada kaki bangunan yaitu pada bataran dan pada penggunaan jembatan dan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 9 komparasi pada badan banguna Bale Kambang

Sumber: Analisa penulis, 2017

Gambar 9 Komparasi pada badan bangunan Bale Kambang Sumber: Analisa penulis, 2017

Page 18: Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali

8 Seminar Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA), Bali-2017, ISBN No. 1234-5678

Gambar 10 Komparasi pada pintu masuk bangunan Bale Kambang

Sumber: Analisa penulis, 2017

Penelitian ini masih bersifat awal yang dapat memberikan suatu gambaran bagaimana adaptasi dari beberapa konsep arsitektur tradisional Bali terhadap sebuah bangunan kontemporer. Penelitian ini nanatinya akan mamapu menjadi sebuah acuan penelitian sejenis dan menjadi sebuah lansadan terhadap penelitian yang terkait dengan adaptasi konsep arsitektur tradisional dalam sebuah bangunan kontemporer.

REFERENSI

Anonim.ArsitekturTradisionalBali.https://linkstudiodesign.blogspot.co.id/2017/02/makna-arsitektur-rumah-adat-bali.html diakses tanggal 26 Mei 2017

Gelebet, I Nyoman.1982. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Bali: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Laksmi, A.A Rai Sita.2013. Nuansa Kearifan Lokal Situs Kerta Gosa Dalam Mengkonstruksi Jatidiri pada Era Global.Universitas Warmadewa Denpasar. diakses tanggal 26 Mei 2017

Maurina,Anastasia Dkk.2015 Artikel Komparasi Tektonika Bambu pada rumah adat di tataran sunda. Universitas Katolik Parahyangan diakses tanggal 26 Mei 2017

Megawangi, Yuika.2013. Artikel Puri Agung Karangasem : Perspektif Sejarah, Struktur Dan Fungsi Serta Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal. Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja diakses tanggal 26 Mei 2017

Putro,Hendri T.2013 Makalah Antropologi Kajian Komparasi Arsitektur Tradisional Jawa dan Bali. Unversitas Gadjah Mada. diakses tanggal 26 Mei 2017

Yuni Anita S, Ida Ayu Dkk.2014. Laporan Kegiatan Inventarisasi Cagar Budaya Di Kab. Karangasem.Bali:Kantor BPCB Bali