arsitektur tradsional bali - wantilan

3
ALUR PEMBASAN Pendahuluan Latar Belakang, Tujuan, Man- faat Teori Sebagai Metode & Teori Objek Analisis, Studi Kasus GOR, Kasus Yang Lain Kesimpulan Landasan Teori Pembahasan Penutup

Upload: zenit-arimbhawa

Post on 25-Nov-2015

507 views

Category:

Documents


47 download

DESCRIPTION

draft

TRANSCRIPT

  • Alur pembAsAn

    Pendahuluan

    Latar Belakang, Tujuan, Man-faat

    Teori Sebagai Metode & Teori Objek

    Analisis, Studi Kasus GOR, Kasus Yang Lain Kesimpulan

    Landasan Teori Pembahasan Penutup

  • BALITidak memiliki SDA melimpah Namun memiliki keunggulan dari segi

    keunikan budaya dan keindahan alam

    Dalam membangun kurang memper-hatikan aturan yang ada

    Muncul gaya minimalis

    Menjadikan Bali sebagai Destinasi Wisata Terke-muka

    kontribusinya,

    akiba

    tnya

    + - Terciptanya lapangan

    pekerjaan dan in-vestasi

    Kemajuan di berbagai bidang

    Tingginya migrasi ke bali

    Kemacetan Masalah pembangu-

    nan Meningkatnya kebutu-

    han lahan Menjadikan Bali seb-

    agai Destinasi Wisata Terkemuka

    Solusi, mengembangkan ATB agar bisa diterapkan dan dilestarikan

    pada AMK

    pendAhuluAn

    latar belakang

    Bali memang tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun memiliki keunggulan dari segi budaya dan keindahan alam. Ini menjadi-kan Bali sebuah destinasi wisata terkemuka di dunia, yang kemudian hal ini berkontribusi pada kemajuan di berbagai bidang, terciptanya lapangan pekerjaan dan investasi. Di sisi lain hal tersebut juga membawa dampak buruk semisal, tingginya migrasi ke Bali, kemacetan, meningkatnya kebu-tuhan lahan, dan masalah keterbatasan lahan. Munculnya masalah-ma-salah tersebut berimbas pada pembangunan yang seringkali tidak mentaati aturan-aturan yang ada, alam hal ini muncul gaya minimalis yang tidak memperhatikan lokalitas.Sehingga dikhawatirkan Bali tidak lagi menjadi destinasi wisata yang ter-kemuka di kemudian hari dikarenakan kebudayaan, keindahan alam, arsi-tekturnya telah tercemar.Maka dari itu diperlukan solusi untuk mengatasi sekaligus mencegah ma-salah yang berkelanjutan. Hal tersebut membutuhkan banyak solusi na-mun pada paper ini kami menekankan pencarian solusi dari segi arsitektur, dengan menganalisa Arsitektur Tradisional Bali untuk mencari elemen-elemen yang bisa dikembangkan pada Arsitektur Masa Kini sehingga Arsi-tektur Tradisional Bali tetap lestari di era modern.

    Tujuan dan manfaat

    Penulisan tugas ini bertujuan menganalisa wujud dan nilai-nilai dalam Arsitektur Tradisional Bali (khususnya atap bertumpang pada wantilan) dan menemukan kriteria atau hal-hal yang dapat dikembangkan kepada Arsitektur Masa Kini serta contoh studi kasusnya.

    Hasil dari tugas ini diharapkan memberi kontribusi dalam menambah wa-wasan pada penerapan nilai-nilai Arsitektur Tradisional Bali pada Arsitek-tur Masa Kini sehingga kedepannya bisa diterapkan pada rancangan

    rumusan masalah

    Nilai-Nilai ATB mana yang tidak dan dapat dikembangkan? Bagaimana rumusan dan konsep pengembangan? Konsekuensi yang timbul akibat pengembangan bagi ATB dan AMK?

    lAndAsAn Teori

    landasan Teori sebagai metode

    Analogi linguistik

    model semiotikSemiologi adalah ilmu tentang tanda-tanda. Penafsiran semiotik tentang arsitektur menyatakan bahwa suatu bangunan merupakan suatu tanda penyampaian in-formasi mengenai apakah ia sebenarnya dan apa yang dilakukannya. Teori Ferdinand de saussureDalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (sig-nified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung di-dalam karya arsitektur. roland barthesdalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan se-miotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat per-tandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertan-daan yang menjelaskan hubungan penanda dan pet-anda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti

    landasan Teori (objek)

    Tri AnggaKonsep hirarki ruang, dimana pada bangunan diberi tingkatan yaitu kepala, badan, dan kaki.

    pengertian & Fungsi WantilanDilihat dari arti kata, wantilan terkait dengan kata wanti atau mawanti-wanti yang mempunyai arti terus-menerus. Kata wanti atau mawanti-wanti dalam hal ini bermakna adanya pengulangan. Pengulangan disini berupa pengulangan atap yang bertingkat dan juga pengulangan saka/kolom berdasarkan modul tertentu

    Konsep dasar Arsitektur Tradis-ional bali menurut eko budiharjo; Clarity of structure, Truth of mate-rials, dan proportion & scaleKonsep-konsep dasar tersebut merupakan konsep yang lebih bersifat fisik.

    bahan dan struktur WantilanSeperti bangunan tradisional Bali pada umumnya wantilan menggunakan bahan yang diambil dari alam seperti batu, tanah polpolan, kayu, bambu dan alang-alang. Penutup atapnya terbuat dari bahan ambengan atau alang-alang. Pondasi dapat menggunakan batu kali atau pun batu padas, sedangkan lantai menggunakan tanah polpolan agar dapat digunakan sebagai tempat tabuh rah atau tajen.

    Struktur wantilan satu anda dibentuk oleh empat saka utama (kolom utama) sebagai penyokong utama wan-tilan. Saka jajar di sekeliling sisi bangunan berjumlah bervariasi.Atapnya menggunakan konstruksi payung. Pada pun-cak konstruksi payung tersebut terdapat petaka sebagai titik simpul seluruh iga-iga, pemucu, dan pemade. Pondasi wantilan menggunakan pondasi titik (jongkok asu) tanpa diikat oleh balok sloof. Di atas pondasi, dil-etakkan sendi untuk menerima beban konstruksi yang

    disalurkan lewat saka.

  • pembAhAsAn

    Analisis Atap Tumpang pada Wantilan

    Memakai teori Ferdinand De Saussure yang dikembangkan oleh Roland Barthes.

    Dalam hal ini objek yang dianalisis adalah atap bertumpang (maanda) dari wantilan, wujud/bentuk dari atap tumpang ini dianggap sebagai penanda. Yang pertandanya ada yang denotatif dan konotatif.

    Dalam pertanda denotasi, 1. Atap tumpang, yang pada bagian tengahnya terdapat jendela-jendela

    memberikan sirkulasi udara dan penyinaran yang baik. Udara & ca-haya masuk agar orang yang beramai-ramai tetap merasa nyaman.

    2. Dilihat dari konsep tata ruang yang bersifat fisik, Clarity of Structure dan Truth of Material, bagian kepala wantilan tersusun atas kuda-ku-da kayu yang membentuk atap limasan bertumpang. Ini sangat jelas mencerminkan konsep dasar dari tata ruang khas Bali, selain daripada pengerjaan struktur yang lebih mudah, lebih estetis. Serta konsep dari proporsi dan skala, dimana atap yang bertumpang dinilai lebih propor-sional daripada yang tidak bertumpang, dibandingkan atap yang tidak bertumpang akan menciptakan out of human scale, dimana atap yang malah menjulang tinggi bahkan kebesaran.

    Dalam pertanda konotasinya, Atap tumpang dimaknai sesuai arti/pengertian dan fungsi dari wanti-

    lan itu sendiri yaitu kata wanti atau mawanti-wanti yang berarti pengu-langan, disamping memang wantilan yang dalam fungsinya digunakan berulang bergantian, suatu saat sebagai tempat tempat sangkep (per-temuan), sekali waktu sebagai tempat tabuh rah, sekali waktu sebagai tempat balih-balihan

    Berdasarkan Tri Angga, atap dilihat sebagai bagian kepala dari bangu-nan

    studi Kasus

    Gor lilla bhuanaGOR Lilla Bhuana merupakan contoh yang kami ambil dari pener-apan prinsip dan nilai-nilai dari atap tumpang wantilan, dari Ar-sitektur Tradisional Bali pada Arsitektur Masa Kini, dalam hal ini adalah gedung olahraga. Secara fungsi hampir mirip dengan fungsi tradisional wantilan, namun dalam skala yang lebih besar lagi. GOR juga dipakai bergantian dan berulang-ulang.Penerapan atap bertumpang pada gedung ini sesuai aturan dan bisa mempertahankan makna itu sendiri serta memiliki kecocokan pada fungsinya sebagai gedung serbaguna. Namun karena ini merupakan gedung dengan sisstem struktur rangka ruang, bahan struktur ata-pnya tidak lagi menggunakan kayu namun baja, kejelasan struktur yang dipertahankan bisa dilihat dari dalam gedung, ini merupak-an pengaplikasian yang tepat nilai-nilai Arsitektur Tradisional Bali sekaligus memanfaatkan teknologi masa kini untuk aktivitas masa kini pula.

    Contoh lainnya - lobby hotelAda beberapa contoh lainnya misalnya, di beberapa hotel atap bertumpang diterapkan pada bangunan lobbynya (gambar : Lobby Sanur Plaza Hotel, Bali Hyat Wantilan Cafe) yang bisa dikatakan memiliki fungsi yang mirip dengan wantilan, sebagai tempat orang ramai berkumpul, area publik dan sebagainya.Penerapan pada bangunan-bangunan ini terlihat harmonis walaupun aktivitas dan fungsinya sudah modern, bentuk-bentuk serta makna konotatif dan denotatif kebanyakan dapat berterima. Atap wanti-lan yang memakai alang-alang, dapat dengan mu-dah digantikan dengan genteng, walaupun beberapa orang masih menilai makna dari material genteng ti-dak lebih baik daripada alang, nyatanya bahan inilah yang memenuhi tuntutan akan aspek ekonomis dan efisiensi.

    penuTup

    Kesimpulan

    Desain atau elemen-elemen tradisional yang dapat berterima adalah desain yang rasional, karena bangunan modern mementingkan aspek fungsional, orang juga lebih cenderung memilih tradisional yang sekaligus juga ra-sional, bisa menjelaskan kenapa berwujud demikian dengan alasan yang lo-gis atau berdasarkan aspek fungsionalnya. Sehingga perpaduan ini memiliki makna atau filosofi yang sesuai konvensi dan sekaligus juga maknanya yang langsung, implisit.