sejarah hi hbb
TRANSCRIPT
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2013
Nama : SALAHUDIN AL HABIBI
NIM : 02111001053
Mata Kuliah : Hukum Internasional
Dosen Pengasuh :
- SYAHMIN AK, SH, MH- USMAWADI, SH, MH- MERIA UTAMA, SH, LLM- AKHMAD IDRIS, SH, MH
Kelas : B
Tugas Resume
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL
Dalam tugas mata kuliah Hukum Internasional kali ini saya akan meringkas
mengenai sejarah perkembangan Hukum Internasional yang saya ambil dari
berbagai sumber. Meskipun masih jauh dari lengkap, namun saya mencoba
menggali sumber-sumber baik dari buku, artikel Online, dan sebagainya. Oleh
karena itu, sebagai mahasiswa tentu tidak luput dari kesalahan di sana sini, tentunya
semua itu dapat dijadikan untuk pembelajaran saya ke depan agar lebih baik lagi.
Sejarah merupakan salah satu metode bagi pembuktian akan eksistensi dari
dari sebuah norma hukum. Secara kronologis urutan perkembangan waktu yang
mencerminkan perkembangan hukum internasional sampai saat ini oleh John O'Brien
dibagi dalam sembilan fase: (i) periode sampai tahun 1500; (ii) abad 16; (iii) abad 17;
(iv) abad 18; (v) periode 1800-1914; (vi) pendirian Liga Bangsa-Bangsa (LBB);
(vii) periode inter-war years (1919- 1939); (viii) pembentukan sistem PBB; (ix)
mulainya sistem baru sejak 1945.1
Dalam beberapa literatur lain juga disebutkan beberapa versi perkembangan
Hukum Internasional, tampak berlainan tetapi sebenarnya saling melengkapi. Dalam
buku yang ditulis oleh Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar disebutkan bahwa
perkembangan Hukum Internasional melalui beberapa masa/periode yang masing-
masing memiliki kontribusi, yaitu:
1. Masa Klasik
Permulaan dari Hukum Internasional dapat kita lacak kembali, mulai dari
wilayah Mesopotamia pada sekitar tahun 2100 SM. Dimana telah ditemukan sebuah
traktat pada dasawarsa abad ke-20 yang ditandatangani oleh Ennamatum, pemimpin
Lagash, dan pemimpin Umma. Traktat tersebut ditulis di atas batu yang di dalamnya
mempersoalkan perbatasan antara kedua negara kota tersebut. Traktat tersebut
dirumuskan dalam bahasa Sumeria. Tidak ketinggalan Hammurabi, raja Babilon
dengan Kode Hammurabi yang memuat ketentuan mengenai pembebasan tawanan
perang lengkap dengan persoalan pembayaran atau tebusannya.2
1 Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, (PT.Refika
Aditama: Bandung, 2006) hlm. 29-30. 2 Ibid.
Selain tersebutkan di atas, banyak bangsa-bangsa lain yang sangat
berpengaruh dalam perkembangan Hukum Internasional kuno, antara lain bangsa
India, Yunani, China dan Romawi. Masing-masing memiliki sumbangsih terhadap
perkembangan Hukum Internasional pada masa klasik. India dengan ajaran-ajaran
Hindu dengan kitabnya Manu menunjukkan pengintegrasian nilai-nilai yang memiliki
derajat-derajat kemanusiaan yang tinggi. Cina memperkenalkan pentingnya nilai-
nilai etika dalam proses pembelajaran untuk kelompok-kelompok yang berkuasa.
Cina juga terkenal dengan upaya pembentukan perserikatan negara-negara
Tiongkok yang dicanangkan oleh Kong Hu Cu yang bisa dianggap telah sebanding
dengan konsepsi Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada masa modern.3
Di dalam hal lingkungan kebudayaan India kuno telah terdapat kaedah-
kaedah dan lembaga-lembaga hukum yang mengatur hubungan atara kasta, suku-
suku bangsa dan raja-raja. Menurut penyelidikan yang diadakan oleh Bannerjce
dimasa beberapa abad sebelum masehi kerajaan-kerajaan India sudah mengadakan
hubungan satu sama lain yang diatur oleh adat kebiasaan. adat kebiasaan yang
mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Salah seorang
pujangga yang terkenal diwaktu itu adalah Kautilya atau Chanakya yang menurut
perkiraan adalah penulis dari pada buku Artha Sastra. Gautamasutra yang berasal
dari abad ke VI sebelum Masehi dan merupakan salah satu karya dibidang hukum
yang tertua telah menyebutkan tentang hukum kerajaan disamping hukum kasta dan
hukum keluarga. Tulisan-tulisan pada masa itu telah menunjukkan adanya
ketentuan-ketentuan atau kaedah-kaedah yang mengatur hubungan raja-raja atau
kerajaan demikian. Hukum bangsa-bangsa di zaman India kuno sudah mengenal
ketentuan-ketentuan yang mengatur kedudukan dan hak-hak istimewa diplomat atau
utusan raja yang dinamakan duta. Juga ketentuan-ketentuan mengenai perlakuan
tawanan perang dan cara melakukan perang (the conduct of war) sudah diatur
dengan jelas. bagaimanapun juga melihat bukti-bukti yang telah ditemukan oleh
sarjana-sarjana dapatlah dikatakan bahwa di India kuno telah ada semacam hukum
yang dapat dinamakan hukum bangsa-bangsa.4
3 Ibid,. hlm. 30. 4 Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: alumni, 2002), hlm 24-25
Kemudian ada bangsa Yunani Kuno yang memiliki sumbangsih dalam
perkembangan Hukum Internasional melalui pemikiran-pemikirannya yang terkait
dengan persoalan- persoalan publik seperti arbitrase, keadilan, dan perlindungan
warga negara yang dicetuskan oleh beberapa tokoh-tokoh terkenalnya pada masa itu
seperti Aristoteles, Zeno, dan Cicero.5
Lingkungan kebudayaan lain di zaman kuno yang sudah mengenal semacam
hum bangsa-bangsa adalah kebudayaan Jahudi. Orang Jahudi sebagaimana terbukti
dari buku-buku kuno mereka a.l. Kitab perjanjian lama sudah mengenal ketentuan-
ketentuan mneganai perjanjian, perlakuan orang asing dan cara melakukan perang.
Akan tetapi di dalam hukum perang masih dibedakan dalam hukum perang Jahudi ini
diperlakukan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan. Terhadap musuh
demikian diperbolehkan penyimpangan-penyimpangan pada ketentuan-ketentuan
hukum perang.6
Lingkungan kebudayaan lainnya yang juga sudah mengenal aturan-aturan
yang mengatur hubungan antara kumpulan-kumpulan manusia dengan lingkungan
kebudayaan Junani yang sebagaimana telah diketahui hidup didalam negara-negara
kota. Menurut hukum negara-negara kota ini penduduk digolongkan ke dalam dua
golongan yaitu orang Junani dan orang-orang luar dianggap orang biadab (barbar).
Masyarakat Junani sudah menganal perwasitan dan diplomasi yang tinggi tingakt
perkembangannya. Mereka juga menggunakan wakil-wakil dagang yang melakukan
banyak tugas yang sekarang dilaksanakan oleh konsul. Akan tetapi sumbangan yang
paling berharga dari pada kebudayaan Junani waktu itu bagi hukum internasional
adalah Konsep Hukum Alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak di manapun
juga dan berasal dari ratio atau akal sehat.7
5 Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 31-32
6 Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Op. Cit., hlm 25-26
7 Ibid,.
Konsep hukum alam ini adalah konsep yang telah dikembangkan oleh ahli
filsafah yang hidup dalah abad ke III sebelum Masehi. Dari Junani pelajaran hukum
alam ini diteruskan ke Roma dan Romalah yang memperkenalkannya kepada dunia.
Sebagaimana kita ketahui pelajaran hukum alam ini telah memainkan peranan yang
panting di dalam sejarah hukum Internasional dan setelah terdesak untuk bebrapa
waktu oleh ajaran kaum positivist, mengalami kebangunan kembali (revival) setelah
perang dunia ke II.8
Bangsa Romawi pun memiliki sumbangsih yang siginifikan terhadap
perkembangan Hukum Internasional. Pada masa Romawi Kuno banyak terdapat
konsep-konsep Hukum Internasional yang masih dipakai sampai sekarang seperti
penandatanganan dan ratifikasi dalam proses perjanjian internasional serta konsep
kekebalan (immunity) dari duta.9
2. Masa Pertengahan
Sebenarnya pada masa ini Hukum Internasional kurang mendapatkan
perhatian, bahkan bisa dikatakan mengalami kemunduran. Peran keagamaan secara
berlebih-lebihan mendominasi sektor-sektor sekular. Kemunduran luar biasa ini
berakibat pada terpinggirkannya rasio, karena itu tidak mengherankan apabila
zaman pertengahan disebut sebagai masa kegelapan (the dark age).10
Benih-benih perkembangan Hukum Internasional dapat ditemukan di daerah-
daerah yang berada di luar jangkauan kekuasaan Geraja Roma. Negara-negara ini
antara lain Inggris, Prancis, Venesia, Swedia, Portugal, dan Aragon. Perjanjian-
perjanjian pada jaman ini mencerminkan pengaturan mengenai peperangan,
meliputi perdamaian, gencatan senjata, dan persekutuan-persekutuan.11
8 Ibid,. hlm. 269 Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 33
10 Op. Cit., hlm 34
11 Op. Cit., hlm 34-35
Walaupun menurut anggapan umum selama abad pertengahan tidak dikenal
satu sistim organisasi masyarakat nasional yang terdiri dari pada negara-negara yang
merdeka namun menuntut penyelidikan – penyelidikan yang terakhir beranggapan
tadi ternyata tidak seluruhnya benar. Memang benar selama abad pertengahan ini
Dunia Barat dikuasai oleh satu sistim feudal yang berpuncak pada Kaisar sedangkan
kehidupan Geraja berpuncak pada Paus sebagai kepala gereja katolik roma.
Masyarakat Eropah waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari
beberapa negara yang berdaulat dan tekhta suci. Masyarakat Eropah inilah yang
menjadi pewaris kebudayaan Romawi dan Junani.12
Pada akhir masa pertengahan, Hukum Internasional digunakan dalam
berbagai macam isu (politik, pertahanan, dan militer) seiring dengan mulai
melemahnya kekuasaan keagamaan yang ditandai dengan maraknya upaya-upaya
sekularisasi yang tidak terlepas dari proses terbentuknya negara-bangsa-negara-
bangsa modern yang mendasarkan kekuasaannya pada legitimasi faktor-faktor
sekular. Keadaan ini tercermin dengan jelas pada tulisan Machiavelli yang berjudul
Il Principe yang menelanjangi kekuasaan, kemudian ada Martin Luther yang
mengingunkan adanya pemisahan kekuasaan, di satu sisi wilayah spiritual dengan
sekular di sisi lain. Lantas kemudian terdapat Jean Bodin dengan konsep
kedaulatannya melalui buku berjudul Six Livres de la Republique (terbit 1576). Satu
lagi tokoh asal Italia Alberico Gentili, seorang Professor hukum sipil di Oxford
Inggris mengabdikan dirinya pada persoalan-persoalan yang terkait dengan
pembentukan traktat, penggunaan kekerasan, hak-hak budak dan kebebasan di laut
dengan karya utamanya yang berjudul De Jure Belli Libri Tres yang muncul pada
tahun 1598.13
12 Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Op. Cit., hlm
13 Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 35-36
3. Hukum Internasional Islam
Ditinjau dari aspek sejarah, Islam memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap perkembangan Hukum Internasional, tidak saja pada tataran teoritis belaka
tetapi juga dalam dimensi praktis hubungan antara negara-negara Islam termasuk
organisasinya dengan negara-negara Barat lainnya. Hukum Internasional modern
tidak murni sebagai hukum yang secara eksklusif warisan dari Eropa, peradaban
Islam memberikan pengaruh juga terhadap perkembangan sistem Hukum
Internasional. Sejarahwan Eropa yang menyatakan hal ini antara lain Marcel Boissard
dan Theodor Landschdeit.14
Dr.M.Abu Zahrah mengemukakan sepuluh prinsip dasar tentang kelangsungan
hubungan internasional dalam teori dan praktek kaum Muslimin di masa lalu, yaitu:
(1) Islam menempatkan kehormatan dan martabat manusia sebagai makhluk
terhormat, ia sebagai Khalifah (wakil Tuhan) di muka bumi. (2) manusia sebagai
umat yang satu dan disatukan, bukan saja oleh proses teori evolusi historis dari satu
keturunan Nabi Adam,
melainkan juga oleh sifat kemanusiaan yang universal. (3) prinsip kerjasama
kemanusiaan (ta'awun insani) dengan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. (4)
prinsip toleransi (tashomah) dan tidak merendahkan pihak lain. (5) adanya
kemerdekaan (harriyah), kemerdekaan menjadi sangat penting sebab merupakan
akar pertumbuhan dan kesempurnaan manusia. (6) akhlak yang mulia dan keadilan.
(7) perlakuan yang sama dan anti diskriminasi. (8) pemenuhan atas janji. (9) Islam
menyeru pada perdamaian, karena itu mematuhi kesepakatan merupakan kewajiban
hukum dan agama. (10) prinsip kasih sayang dan mencegah kerusakan.15
Selain itu, kontribusi Islam terhadap perkembangan Hukum Internasional
dapat dilihat pada konsepsi siyar yang merupakan cabang dari shari'ah. Pemahaman
siyar dapat dilihat pada hubungan antara negara-negara Muslim dan non-Muslim dan
sesama negara Muslim. Selain itu konsepsi siyar dapat juga dilihat dalam sikap
netralitas dari satu negara Islam terhadap dua negara yang sedang bertikai. Siar ini -
14 Ibid., hlm. 36-37.
15 Ibid., .
memiliki sumber-sumber tambahan selain sumber-sumber utama (Al-Quran dan As-
Sunnah), sumber tambahan (subsidiary sources) tersebut adalah praktek-praktek
Empat Khalifah pertama yang diklaim oleh ahli-ahli Hukum Islam dapat
melengkapi Al-Quran, selain itu sumber tambahan ini dapat berupa pendapat-
pendapat sarjana Hukum Islam, putusan Arbitrase, hukum nasional yang terkait
dengan materi siyar, deklarasi unilateral yang terkait dengan siyar, dan kebiasaan.
Jika diperhatikan konstruksi sumber-sumber hukum tersebut terdapat kemiripan
dengan sumber-sumber hukum yang didaftar dalam Statuta ICJ.16
4. Hukum Internasional Modern
Pada abad ketujuh belas dan delapan belas semangat baru memasuki
Hukum Internasional. Semangat ini dikembangkan oleh pemikir/penulis
berpengaruh seperti Hugo de Groot (Grotius), Samuel Pufendorf, Ricardo Zouche,
Cornelis van Bynkershoek sampai ke Jeremy Bentham yang memberi nama "Hukum
Internasional". Pada abad ini, Hukum Bangsa-Bangsa (Hukum Internasional)
mendapatkan perhatian dan pengertian yang jelas yakni hukum yang secara eksklusif
mengatur hubungan antar negara-negara.17
Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur
hubungan antara negara-negara lahir dengan kelahiran masyarakat internasional
yang didasarkan atas negara-negara nasional. sebagai titik saat lahirnya negara-
negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditanda-tanganinya Perjanjian
Perdamaian West Phalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun (thirty Years
War) di Eropa.18
Berlanjut pada abad kesembilan belas, muncul kelompok dengan paham
Positivistik mengungkapkan bahwa "hukum yang mengikat negara adalah hukum
yang mana negara tersebut telah memberikan persetujuan". Kemudian muncul
pemahaman bahwa Hukum Internasional merupakan hukum antar negara bukanlah
hukum yang di atas negara sebagaimana yang terdapat dalam pemahaman
kelompok naturalis. Pada abad kesembilan belas ini juga ditandai dengan berdirinya
dua organisasi yang menampung para ahli Hukum Internasional (the International
Law Association -
16 Ibid., hlm. 37-38.
17 Ibid., hlm 39-40
18 Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Op. Cit., hlm 24
dan Institut de droit Internastional). Hukum Internasional telah menjadi objek studi
dalam skala luas dan memungkinkan penanganan persoalan Hukum Internasional
secara lebih profesional. Masih di abad kesembilan belas, Hukum Internasional
berkembang sangat pesat seiringdengan bangkitnya negara-bangsa (nation states),
dimana negara-negara baru tersebut memiliki persoalan dalam hal pelaksanaan
hubungan luar negerinya. Di universitas- universitas Eropa, Hukum Internasional
juga telah menjadi cabang studi yang dipelajari secara serius. Artikel atau tulisan
dari para professor semakin mempengaruhi perkembangan Hukum Internasional.19
Memasuki abad kedua puluh, Hukum Internasional berkembang karena
beberapa faktor atau peristiwa penting seperti peningkatan jumlah negara baru,
tingkat saling ketergantungan yang cukup tinggi, ketertimpangan antara negara maju
dan berkembang, Perang Dunia I (1914-1918), terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa
(1919), terbentuknya the Permanent Court of Internastional Justice (PCIJ-1922-basis
dari International Court of Justice-ICJ), dan peristiwa fenomenal yaitu Perang Dunia
II.20
Perang Dunia ke I diakhiri dengan pernjajian perdamaian Versailles (1919)
antara negara-negara sekutu dengan jerman, diikuti oleh perjanjian Saint-Germain
(1919) dengan Austria, Perjanjian Neuilly (1919) dengan Bulgaria, dan perjanjian
perdamaian Trianon (1920) dengan Hungaria. Perjanjian-perjanjian ini mempunyai
cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan setiap pernjajian perdamaian lain
sebelumnya. Sebagai prototipe daripadanya, yaitu perjanjian Versailles yang mulai
efektif pada tanggal 10 Januari 1920. 21
5. Hukum Internasional Dalam Sistem Baru
Langkah-langkah penting untuk menuju terciptanya sebuah sistem baru
dalam Hukum Internasional adalah upaya-upaya konkrit melalui kesepakatan-
kesepakatan
19 Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 41-42
20 Ibid., hlm. 42-44.
21 Sam Suhaedi Admawira dan Arthur Nussbaum, Sedjarah Hukum Internasional, (Bina Tjipta: Bandung, 1970) hlm 193
dan pembuatan Komite Sementara untuk menyiapkan PBB sebagai organisasi
internasional. Peristiwa penting pada masa ini antara lain: (a) The Inter Allied
Declaration (12 Juni 1941-Inggris Raya menyatakan untuk mendirikan dunia pasca
perang yang berlandaskan perdamaian dan keamanan), (b) Piagam Atlantic (Agustus
1941-Churchill dan Roosevelt bersepakat untuk menegaskan prinsip-prinsip umum
dasar mekanisme internasional pasca perang), (c) Deklarasi Bangsa-bangsa Bersatu
(1 Januari 1942-kesepakatan pembentikan organisasi internasional baru dengan
nama PBB), (d) Komite London 20 Mei 1943, pembahasan pembentukan ICJ), (e)
Deklarasi Moskow (30 Oktober 1943-AS, Inggris, China dan Uni Sovyet
menandatangani deklarasi pembentukan sebuah badan yang memiliki tanggung
jawab dalam hal perdamaian), (f) Teheran (November 1943- Roosevelt, Churchill,
dan Stalin menyetujui apabila badan internasional baru memiliki kewenangan
perihal persoalan penjaga perdamaian), (g) Bretton Woods (1-21 Juli 1944- awal
pendirian rezim hukum ekonomi internasional), (h) Konferensi Dumbarton Oaks (21
Agustus-Oktober 1944-konferensi awal pendirian PBB), (i) Konferensi Yalta (4-11
Februari 1945-pembahasan struktur organisasi pasca perang), dan (j) Konferensi San
Fransisco (25 April-26 Juni 1945-penandatanganan Piagam PBB dan draf Statuta ICJ
disetujui).22
6. Menuju Tata Pemerintahan Global
Masa dimana PBB telah berdiri dan menjalankan tugasnya pasca perang
yaitu menciptakan kondisi damai dan saling menghormati yang timbul akibat
perjanjian dan terpeliharanya sumber Hukum Internasional lainnya. PBB memiliki
peran sentral untuk berfungsinya dan sekaligus juga promotor bagi pembentukan
Hukum Internasional.23
Pada masa ini ditandai dengan munculnya blok-blok kekuatan di dunia yang
dikenal dengan Blok Barat (AS dan negara-negara Eropa Barat-ditandatanganinya
Traktat AtlantikUtara (NATO) pada tahun 1949), Blok Timur (China dan negara
Eropa Timur-kekuatan komunis), dan negara Dunia Ketiga (negara Asia-Afrika
pasca Konferensi Asia-Afrika Bandung April 1955).24
22 Ibid,. hlm. 45-46.
23 Ibid., hlm. 47
24 Ibid., hlm. 48-49
Dalam literatur lain, seperti yang terdapat dalam buku yang ditulis oleh Boer
Mauna, disebutkan bahwa dengan prinsip dasar: "Law exists only in a society, and a
society cannot exist without a system of law to regulate the relations of its members
with one another" (Brierly). Hukum Internasional telah ada sejak jaman dahulu. Ini
terbukti pada jaman Yunani kuno atau Romawi kuno, mereka sudah mengadakan
perjanjian-perjanjian dengan negara- negara atau kerajaan lain, seperti perjanjian
damai, persahabatan bahkan perjanjian perang sekalipun. Pada abad ke-15 dan 16, di
city-states Italia, seperti Venice, Genoa dan Florence berkembang praktek pengiriman
duta-duta besar residen ke ibukota masing-masing, yang berakibat dibuatnya
peraturan-peraturan mengenai hubungan diplomatik, khususnya yang mengatur
kekebalan-kekebalan para dubes dan stafnya.25
Hukum Internasional dalam arti modern, baru berkembang sejak abad ke-16
dan 17, dimana mulai bermunculan negara-negara dengan sistim hukum modern di
daratan Eropa. Pada saat itu bermunculan pendapat-pendapat atau pemikiran-
pemikiran dari para tokoh/ahli kenamaan di Eropa, sehingga mengakibatkan
munculnya 2 golongan yang mengiringi perkembangan Hukum Internasional.
Golongan tersebut adalah golongan Naturalis dan golongan Positivis.26
1. Golongan Naturalis
Menurut golongan ini, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum
bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku
secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum
harus dicari dan bukan dibuat. Golongan ini bersumberkan pada ajaran hukum Tuhan
atau bisa disebut sebagai Teori Hukum Alam. Salah satu tokohnya adalah seorang
Belanda bernama Hugo de Groot (Grotius), dimana karyanya yang terkenal dan
memberi sumbangsih yang sangat besar dalam perkembangan Hukum Internasional
adalah De jure belli ac pacis (Hukum Perang dan Damai). Karya tersebut berisikan
dasar-dasar baru yang mengatur hubungan antar negara. Teori hukum alam saat ini
hampir jarang dipergunakan atau mempunyai pengaruh besar, mengingat negara-
negara modern melihat Hukum Internasional sebagai hasil perumusan kehendak
bersama yang disebut sebagai hukum positif.27
25 Disarikan dari Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, Alumni, Bandung, hlm. 4-5.
26 Ibid., hlm. 5.27 Ibid., hlm. 6.
2. Golongan Positivis
Menurut golongan ini, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-
prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. JJ Rousseau dalam
bukunya Du contract social, La loi c'est I'expression de la volonte generale Hukum adalah
pernyataan kehendak bersama. Perkembangannya teori ini dikenal sebagai Teori Hukum
Positif. Teori ini mulai berkembang di abad ke -18. Di abad ke-19, Hukum Internasional
berkembang dengan cepat karena beberapa faktor, antara lain: (a) Negara- negara Eropa
sesudah kongres Wina 1815 berjanji untuk selalu memakai prinsip-prinsip hukum
internasional dalam hubungannya satu sama lain; (b) Banyak dibuat perjanjian- perjanjian
(law-making treaties) seperti di bidang perang, peradilan, arbitrase dll; (c) Berkembangnya
perundingan-perundingan multilateral yang sering melahirkan ketentuan- ketentuan hukum
baru.28
Pertengahan abad ke-20, Hukum Internasional semakin pesat perkembangannya
karena: (a) Banyaknya negara-negara baru yang lahir; (b) IPTEK berkembang pesat yang
mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di
berbagai bidang; (c) Banyaknya perjanjian-perjanjian, baik bilateral, multilateral, regional
atau global; dan (d) Bermunculannya organisasi-organisasi internasional seperti PBB.
Dengan demikian Hukum Internasional sudah semakin berkembang dan mengatur berbagai
aspek-aspek hubungan antar negara demi tercapainya kesejahteraan dan keserasian dalam
kehidupan antar bangsa.29
28 Ibid,. hlm. 7.
29 Ibid.,
DAFTAR PUSTAKA
Admawira Sam Suhaedi, dan Arthur Nussbaum, Sedjarah Hukum Internasional, 1970, Bina
Tjipta, Bandung.
Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan Dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Edisi ke-2, Alumni, Bandung.
Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, 2002, Pengantar Hukum Internasional, Alumni,
Bandung.
Thontowi Jawahir, dan Pranoto Iskandar, 2006, Hukum Internasional Kontemporer,
PT.Refika Aditama, Bandung.