s_e5331_050159_chapter2
DESCRIPTION
skripsiTRANSCRIPT
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sikap Kerja
1. Pengertian Sikap Kerja
“Sikap diartikan sebagai kesiapan untuk bertindak”. (kamus Besar Bahasa
Indonesia:2008:458).
Dalam definisi “sikap diartikan sebagai suatu pembelajaran yang dilakukan
untuk merespon sebuah objek dengan baik maupun tidak baik secara konsisten”
(Arifamrizal, 2008:1). “Sikap tubuh saat melakukan setiap pekerjaan dapat
menentukan atau berpengaruh terhadap keberhasilan suatu
pekerjaan”(Administrator, 2008:1).
“Sikap diartikan sebagai suatu konstruk untuk memungkinkan telihatnya
suatu aktivitas” (Mar’at, 1984:10), dari uraian bermacam pengertian sikap
muncullah berbagai problema yang berpangkal pada pembawaan-pembawaan
salah satunya dari unsur kepribadian yaitu sikap yang berkaitan dengan motif dan
mendasari tingkah laku seseorang. Diungkapkan lebih jauh, bahwa obyek
psikologis itu berupa symbol ungkapan, semboyan, pendirian, dan idealisme yang
berpengaruh terhadap individu, dimana individu yang bersangkutan cenderung
mempunyai pandangan yang sama atau berbeda terhadap obyek tersebut, bila
dibandingkan dengan individu lain. Sejalan dengan pendapat diatas, Newcomb
dalam Mar’at (1981:11) berpendapat, bahwa ‘sikap merupakan suatu kesatuan
13
14
kognisi, afeksi dan konasi yang mempunyai valensi dan akhirnya berintegrasi
kedalam pola yang lebih luas’.
Sikap merupakan suatu kesatuan kognisi yang mempunyai valensi dan
akhirnya berintegrasi kedalam pola yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat pada
bagan sebagai berikut:
Sasaran/tujuan yang bernilai terhadap mana berbagai pola sikap dapat disorganizer
Kesiapan secara umum untuk suatu tingkah
laku bermotivasi Kesiapan ditunjukkan pada sasaran dan
dipelajari untuk tingkah laku bermotivasi
Keadaan organism yang menginisiasikan
kecenderungan kearah aktivitas
Gambar 2.1 Hubungan antara nilai, sikap, motivasi dan dorongan Newcomb dalam Mar’at (1981:11)
Nilai
Sikap
Motivasi
Dorongan
15
Diagram tersebut melukiskan perkembangan seleksi dan generasi tingkah
laku individu yang berpangkal pada dorongan dan akhirnya mencapai puncak
pada nilai. Nilai inilah yang menunjukkan konsistensi organisasi tingkah laku
individu. Telah diuraikan bahwa definisi sikap yang dirumuskan sebagian besar
sebagai kecenderungan, kesediaan yang diramalkan tingkah laku apa yang dapat
terjadi jika telah diketahui sikapnya. Dengan sendirinya tindakan yang diawali
melalui proses yang cukup kompleks dan sebagai titik awal untuk menerima
rangsangan adalah melalui alat indera seperti: penglihatan, pendengaran, alat raba,
rasa dan bau. Dalam diri individu sendirinya terjadi dinamika berbagai psikofisik
seperti kebutuhan, motivasi, perasaan, perhatian, dan pengambilan keputusan.
Semua proses ini sifatnya tertutup sebagai dasar pembentukan sikap yang
akhirnya melalui ambang batas terjadi tindakan yang bersikap terbuka, inilah yang
disebut tingkah laku. Jelasnya bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, tetapi berupa kecenderungan tingkah laku.
= Garis arah/kecenderungan dari sikap = Garis tanpa proses, seperti reaksi refleks.
Gambar 2.2 Skematik Sikap (Mar’at, 1981:12)
SIKAP (TERTUTUP)
PROSES RANGSANGAN
REAKSI TINGKAH LAKU (TERBUKA)
RANGSANGAN STIMULUS
16
Dapat lebih dijelaskan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap obyek dilingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap obyek
tersebut, misalnya seseorang memiliki sikap untuk kecenderungan lari jika dikejar
anjing. Eksperimen ini dapat dikatakan adanya konsistensi dari reaksi. Melihat
adanya satu kesatuan dan hubungan atau keseimbangan dari sikap dan tingkah
laku, maka peneliti harus melihat sikap sebagai system dan interrelasi antar
komponen-komponen sikap.
Mar’at (1984:20-21) memberikan dimensi-dimensi sikap sebagai berikut:
a. attitudes are learned, yang berarti sikap tidaklah merupakan sesuatu yang dilahirkan, tetapi diungkapkan bahwa sikap dipandang sebagai hasil belajar diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan lingkungan.
b. Attitudes have reference, yang berarti bahwa sikap selalu dihubungkan dengan obyek seperti manusia, wawasan, peristiwa ataupun ide.
c. Attitudes are sosial learnings, yang berarti bahwa sikap diperoleh dalam berinteraksi dengan manusia lain, baik di rumah, sekolah, tempat ibadah ataupun tempat lainnya melalui nasihat, teladan atau percakapan.
d. Attitudes have readiness to respond, yang berarti adanya kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap obyek.
e. Attitudes are affective, yang berarti perasaan dan afeksi merupakan bagian dari sikap. Akan tampak pada pilihan yang bersangkutan, apakah positif, negatif atau ragu.
f. Attitudes are very intensive, yang berarti tingkat intensitas sikap terhadap obyek tertentu kuat atau juga lemah.
g. Attitudes have time dimension, yang berarti sikap tersebut hanya mungkin cocok pada situasi yang sedang berlangsung, akan tetapi belum tentu sesuai pada saat lainnya. Karena itu sikap dapat berubah tergantung situasi.
h. Attitudes have duration factor, yang berarti sikap dapat bersifat relatif “konsisten” dalam sejarah hidup individu.
i. Attitudes are complex, yang berarti bahwa sikap merupakan bagian konteks persepsi ataupun kognisi individu.
j. Attitudes are evaluations, yang berarti bahwa sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu yang merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi yang bersangkutan.
17
k. Attitudes are inferred, yang berarti bahwa sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikator yang sempurna atau bahwa yang tidak memadai.
Setelah mengetahui pengertian sikap, penulis memberikan gambaran
mengenai pengertian kerja. Kerja adalah aktivitas yang dilakukan pekerja baik
dalam bentuk tenaga maupun berbentuk pikiran yang tujuannya untuk
mempertahankan kelangsungan hidup. Sedangkan bekerja adalah sejumlah
aktivitas fisik dan mental yang dilakukan oleh seseorang untuk mengerjakan
seluruh pekerjaan.
Berdasarkan kedua pengertian diatas, maka pengertian sikap kerja adalah
kesiapan mental maupun fisik untuk bekerja dengan cara tertentu yang dapat
dilakukan dalam kecenderungan tingkah laku pekerja atau siswa dalam
menjalankan aktivitasnya sebagai upaya memperkaya kecakapan dan
kelangsungan hidup.
2. Ciri-Ciri Sikap Kerja
Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:
a) Sikap menunjukkan adanya hubungan antara subjek dan obyek. Sikap dihubungkan dengan obyek, orang, tempat, peristiwa, gagasan yang abstrak, dan konsep-konsep dalam lingkungan seseorang. Hal ini menyebabkan perbedaan antara sikap seseorang dengan yang lainnya.
b) Sikap memiliki arah tertentu, sikap terarah dan berorientasi kearah obyek: orang, tempat, dan gagasan.
c) Sikap bercirikan suatu factor intensitas. Suatu sikap mengandung kekuatan atau kelemahan. Sikap yang intensitasnya tinggi tampak pada tingkah lakunya yang kuat pula.
d) Sikap itu diperoleh. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh berkat diskriminasi dan bereaksi terhadap stimulus lingkungannya.
e) Sikap ditandai oleh stabilitas dan konsistensi. Kestabilan dan keserasian suatu sikap tampak pada penafsiran dan reaksi terhadap lingkungannya. (Broto, 2009:1)
18
Bila uraian diatas di artikan pada ciri-ciri sikap kerja, maka dapat di
uraikan sebagai berikut:
Sikap kerja menunjukkan hubungan antara subjek dan obyek kerja yang
bertujuan untuk melihat perbedaan antara sikap kerja seseorang (siswa) dengan
yang lain, sikap kerja memiliki arah yang jelas yaitu kepada obyek baik itu orang,
tepat ataupun gagasan, sikap kerja bercirikan suatu faktor keseriusan dalam
bekerja, kekuatan atau kelemahan pada saat bekerja, sikap kerja itu
diperoleh berkat adanya keseriusan pekerja sehingga pekerja dapat bekerja secara
maksimal di lingkungan kerja, sikap kerja juga ditandai oleh stabilitas dan
konsistensi dalam bekerja itu dapat dilihat pada reaksi pekerja pada saat berada di
lingkungan kerja.
3. Fungsi Sikap Kerja
Fungsi sikap menurut Mar’at (1981:28) menyebutkan sebagai berikut:
a) Membantu seseorang untuk mengerti sikapnya, yaitu dengan cara mengatur dan menyederhanakan input yang sangat rumit.
b) Melindungi harga diri seseorang dengan member mereka kemungkinan untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan mengenai diri mereka.
c) Memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan diri di dunia yang rumit, dengan memberikan reaksi dapat meningkatkan penghargaan dari lingkungannya.
d) Menghindari seseorang untuk mengungkapkan nilai-nilai fundamentalnya.
Bila uraian diatas di artikan pada fungsi sikap kerja, maka dapat di uraikan
sebagai berikut:
Fungsi sikap kerja itu adalah untuk membantu pekerja atau siswa untuk
memahami lingkungan kerja sehingga pekerja tidak mengalami kesulitan dalam
beraktivitas di ruang kerja, sikap kerja juga berfungsi untuk melindungi diri
19
pekerja atau siswa dari kemungkinan yang tidak menyenangkan atau
merendahkan martabat pekerja selain itu juga memungkinkan pekerja atau siswa
untuk beradaptasi di dunia kerja yang rumit.
4. Komponen Sikap Kerja
Menurut Broto (2009:1) menjelaskan, bahwa “komponen sikap terdiri
dari: Kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan atau evaluasi
emosional terhadap suatu obyek kerja, serta kecenderungan untuk bertindak”.
Berdasarkan pendapat itu, maka komponen sikap dapat dikembangkan menjadi
komponen sikap kerja, yaitu:
a) Kepercayaan terhadap kerja.
b) Kehidupan atau evaluasi emosional terhadap kerja.
c) Kecenderungan untuk bekerja.
Penentuan sikap kerja, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi
memegang peranan penting, dalam berpikir komponen emosi dan keyakinan ikut
bekerja.
5. Pembentukan Sikap Kerja
Menurut Betti (2007:1) Sikap kerja dapat disebabkan oleh faktor-faktor
dari dalam, yaitu:
Hal-hal yang berkenaan dengan tindakan selektivitas atau minat perhatiannya atau menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar, pengaruh-pengaruh dari luar yaitu: Dalam interaksi kelompok, dimana terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia karena komunikasi dimana terdapat pengaruh-pengaruh dengan hubungan langsung dari satu pihak saja.
20
Pendapat di atas mengungkapkan bahwa dalam suatu interaksi individu
pekerja atau siswa dalam kelompok kerja terdapat hubungan timbal balik
langsung antara individu pekerja atau siswa. Dengan hubungan langsung tersebut
maka menimbulkan pengaruh antara individu pekerja satu sama lain.
6. Ruang Lingkup Sikap Kerja
Ruang lingkup sikap kerja meliputi tata tertib kerja, keselamatan dan
kesehatan kerja serta pemeliharaan mesin atau alat kerja. Tata tertib kerja
berdasarkan informasi umum lomba kompetensi las tingkat SMK yaitu : seluruh
peserta harus bekerja secara mandiri, kerusakan alat karena kesengajaan menjadi
tanggung jawab peserta, bila ada keraguan/ketidak jelasan bertanyalah kepada
instruktur, kesalahan pengerjaan terhadap benda kerja tidak dapat diganti dengan
benda kerja baru, seluruh peserta wajib menjaga keutuhan dan kebersihan
alat/lingkungan sekitarnya, selama mengikuti praktek semua peserta diwajibkan
menggunakan pakaian praktek dengan identitas sebagai peserta dan
perlengkapan pengaman yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja
dan seluruh peserta diwajibkan mentaati tata tertib yang berlaku baik secara
tertulis maupun tidak tertulis.
Prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja sangat perlu diperhatikan
untuk menghindari kecelakaan dibengkel atau praktek lainnya. Kecelakaan kerja
adalah suatu tindakan pekerjaan yang tidak berhati-hati atau suatu akibat keadaan
yang tidak aman, mungkin juga kedua-duanya. Kecelakaan mengakibatkan luka
parah atau cacat badan dan sebagainya.
21
Pada penelitian ini penulis menitik beratkan keselamatan kerja pada
pembelajaran kompetensi mengelas pada proses las busur metal manual. Ruang
lingkup keselamatan kerja tertuju pada aspek-aspek sebagai berikut:
a. Keselamatan mesin dan peralatan las busur metal manual
Mengetahui jenis mesin atau pesawat las dapat ditinjau berdasarkan jenis
arus yang keluar, yaitu:(l) Pesawat las Arus Bolak-balik (AC), (2) Pesawat las
Arus searah (DC), (3) Pesawat las DC-AC, Alat-alat kerja las umumnya
terdiri dari: Kamar las yang di dalamnya dilengkapi dengan Meja dan Kursi.
Meja las yang ada dilengkapi dengan alat penyedot terak di dalamnya dan
alat pemegang hasil lasan, di samping meja disediakan pendingin. Peralatan
penunjang yang belum disebutkan di atas seperti Apron (pakaian las), gerinda
tangan, sikat las, smitang, palu terak, kaca mata las, kaca mata bening, helm
atau kedok las, Sarung tangan , Palu konde, Mistar, dan Mesin potong plat.
b. Siswa
Keselamatan siswa secara spesifik ditinjau dari aspek pembelajaran
keterampilan, yaitu mulai dari tahap persiapan, proses kerja dan finishing.
Tahap persiapan, salah satunya siswa diwajibkan mempersiapkan alat K-3.
Pada tahap proses kerja, siswa diwajibkan memakai alat-alat K-3 dan mentaati
prosedur-prosedur pengelasan. Tahap finishing, salah satunya siswa
menyimpan kembali alat K-3 dengan benar
22
c. Produk Praktek
Pada setiap pembelajaran, siswa dituntut harus tuntas dengan menghasilkan
produk praktikum. Produk tersebut tentunya disesuaikan dengan tingkatan
keahlian yang telah ditentukan kurikulum pembelajaran. Secara sederhana
produk yang dimaksud adalah berupa sambungan las dengan kampuh V yang
dilakukan pada posisi dibawah tangan.
d. Lingkungan praktek.
Lingkungan yang dimaksud dalam pembelajaran kompetensi mengelas pada
proses las busur metal manual adalah sirkulasi udara, kerapihan dan
kebersihan mesin dan peralatan las. Sirkulasi udara yang baik menciptakan
kenyamanan bagi pengguna ruangan las, kebersihan mendukung sikap atau
afeksi siswa, senang atau tidak senang. Kerapian penyimpanan mesin dan
peralatan mempermudah siswa dalam pemilihan dan pengambilan alat serta
pengoperasian mesin.
Pendekatan kesehatan kerja dapat ditinjau dari kesehatan secara medis,
indikator kesehatan kerja tersebut diidentifikasi pada saat dan setelah pengelasan
berlangsung. Mengetahui pengertian kesehatan kerja, Suma'mur P.K (1996:1-2).
mendefinisikan bahwa:
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar peserta (siswa) atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik maupun mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Jelas sifat-sifat kesehatan kerja sasarannya adalah manusia dan bersifat medis
23
Dalam definisi kesehatan kerja di atas, hal yang menjadi sasaran
kesehatan kerja adalah selamatnya siswa dari penyakit-penyakit atau gangguan-
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pelaksanaan pembelajaran
kompetensi mengelas pada proses las busur metal manual dan lingkungannya
diukur secara medis. Penyakit atau gangguan kesehatan dalam pengelasan dapat
diidentifikasi berdasarkan bahaya yang muncul pada saat dan setelah pengelasan,
yaitu:
1) Gangguan pada mata dan kulit akibat cahaya dan sinar lasan
Cahaya yang berbahaya dalam pengelasan adalah cahaya ultra fiolet dan
cahaya yang tidak tampak, sinar dimaksud adalah sinar infra merah. Akibat
cahaya dan sinar tersebut dapat menimbulkan rasa sakit pada mata bahkan
kalau dibiarkan dapat menimbulkan kebutaan. Pada kulit bisa menimbulkan
iritasi. terutama kulit muka yang sensitif.
2) Gangguan pernafasan akibat debu dan gas dalam asap lasan
Debu asap las dapat menimbulkan gangguan pada paru-paru apabila ukuran
debu dalam asap di bawah 0,5 pm, maka bulu hidung dan pipa pernafasan
tidak dapat menahannya, sehingga debu dapat masuk ke paru-paru, sehingga
menimbulkan sesak napas atau asma. Gas dalam asap dapat diketahui
berdasarkan unsur atau senyawa kimianya, yaitu: Gas CO, CO2, O3, NO, dan
NO2. Konsentrasi gas-gas tersebut membahayakan siswa, apabila terhirup
dengan bebas, maka bersenyawa dengan hemoglobin (hb) darah sehingga
24
darah kekurangan O2. Bahaya tersebut dapat menyebabkan gangguan pada
sistem syaraf.
3) Kematian atau kerusakan sistem syaraf atau akibat sengatan arus listrik
Besarnya kejutan arus listrik dapat menimbulkan bahaya dan cidera bagi tubuh
manusia. “Cedera yang di akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi jika arus
listrik mengalir ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun
menyebabkan terganggunya fungsi suatu organ dalam” (Mediacastore,
2009:1).
4) Bahaya lainnya pada manusia
Bahaya ledakan akibat tangki kotor dengan minyak, cat dan gas yang mudah
terbakar. Bahaya kebakaran akibat ruangan kotor dengan bahan-bahan yang
mudah terbakar seperti bensin, solar, minyak, cat kayu dan kain. Bahaya sinar
X dan γ terutama dalam pemeriksaan hasil lasan. Bahaya jatuh akibat
kecerobohan siswa dalam penyimpanan bahan dan alat kerja.
Meminimalisasi kemungkinan terjadinya kecelakaan dan gangguan
kesehatan pada siswa yang diakibatkan oleh kerja, maka pada saat pengelasan
siswa diwajibkan mempergunakan alat pernafasan, pelindung debu,
kaca mata las, sarung tangan. Ruang praktek las harus dilengkapi dengan
alat pengukur kandungan debu asap, di dalamnya dilengkapi kertas filter atau
pembauran sinar, alat pengukur konsentrasi gas yang dilengkapi tabung detekor.
Di samping siswa harus menggunakan alat-alat K-3, sebelum praktek
siswa pun harus meminum suplemen kesehatan seperti susu murni dan makanan
25
bervitamin yang diajurkan oleh dinas kesehatan. Hal ini bermanfaat untuk
mencegah penyakit akibat kerja.
Pemeliharaan mesin atau alat-alat kerja, mesin dan peralatan kerja
dipelihara sesuai dengan ketentuan sehingga selalu dalam keadaan bersih, tertib
dan siap pakai. Keberhasilan pemeliharaan mesin atau alat-alat dapat ditentukan
oleh sikap siswa yang aman sebagai berikut:
1) Alat-alat harus ditempatkan pada tempat yang telah disediakan.
2) Kotoran-kotoran usahakan dibersihkan atau dikumpulkan pada satu
tempat.
3) Kabel listrik jangan dibiarkan bergantungan di atas meja.
4) Barang/benda-benda yang tidak digunakan sebaiknya ditempatkan di
gudang.
7. Sikap Kerja Pada Proses Las Busur Metal Manual
Menurut Depdiknas (2004:25) menjelaskan bahwa cara mengelas dengan
baik dan benar pada posisi pengelasan dibawah tangan dengan las busur metal
manual, yaitu sebagai berikut :
Pengelasan Sambungan Temu Posisi di Bawah Tangan a. Tujuan Kegiatan Pemelajaran
1) Siswa dapat melakukan pengelasan sambungan temu dengan kampuh V pada posisi di bawah tangan sesuai standar operasional.
2) Melakukan tindakan keselamatan kerja pada pengelasan sambungan kampuh V posisi dibawah tangan.
3) Memahami tindakan pengamanan dan keselamatan kerja secara spesifik ketika menggunakan peralatan las busur metal.
b. Uraian Materi 1) Keselamatan kerja
a) Pakailah pakaian yang patut sebagai baju pelindung dikala
26
mengelas b) Jagalah agar selalu aman dan area harus selalu bersih. c) Pastikan bahwa tidak ada material yang mudah terbakar didekat
area pengelasan d) Yakinkanlah bahwa selalu ada ventilasi untuk memberikan tiga
atau empat kali penukaran udara per jam. e) Jangan mengelas disekitar benda yang mudah meledak. f) Tidak boleh mengelas atau memotong pada area yang
dikhususkan bila tidak mempergunakan pelindung lengkap. g) Taruhlah semua peralatan lasan dengan baik.
2) Prosedur pengelasan sambungan temu posisi dibawah tangan.
a) Sebelum melaksanakan pengelasan sambungan kampuh V, siswa harus menguasai pembuatan jalur las, jalur lebar dan sambungan fillet posisi dibawah tangan terlebih dahulu.
b) Siapkan mesin las standar, alat keselamatan kerja, dua buah pelat 10 x 60 x 100 mm, elektroda E7018 dengan Ø 4 mm besar arus yang diizinkan sebesar antara 100 – 130.
c) Buat bevel ujung kedua pelat dengan sudut 350 dan gerida ujung lancip 3,2 mm. ( buat rootgap 3,2 mm)
d) Tackweld kedua ujung plat dalam posisi dibawah tangan sehingga membentuk kampuh V
e) Mulai mengelas dengan arah pengelasan dari depan kebelakang dengan sudut kemiringan elektroda ±15º, control kecepatan pengelasan sehingga membuat penembusan yang sempurna, gunakan ayunan melingkar dengan tetap menjaga kelurusan jalur pengelasan. (penetrasi harus sempurna disemua sisi sambungan)
f) Bersihkan terak, amati hasil penembusan dan pastikan sambungan sempurna tanpa ada sisi yang tidak tersambung. ( jika ada sambungan yang tidak sempurna lepaskan sambungan dan gerinda untuk melakukan pengelasan ulang)
g) Bila melakukan pengelasan ulang ikuti alur pengelasan dari poin a sampai dengan poin f.
h) Bila proses pengelasan telah selesai, laporkan hasil pengelasan kepada guru kemudian dikumpulkan.
8. Acuan Penilaian Sikap Kerja
Acuan penilaian sikap kerja dapat mencakup ruang lingkup sikap kerja,
yaitu: Tata tertib kerja, keselamatan dan kesehatan kerja serta pemeliharaan
mesin. Pada pelaksanaannya penulis menggunakan cara penilaian, yaitu
observasi sikap kerja psikologis dengan skala sikap dan pengamatan sikap kerja.
27
Penilaian sikap kerja dengan skala sikap digunakan untuk menilai
kecenderungan sikap kerja siswa yang sulit untuk diperhitungkan dengan angka-
angka dalam bentuk kata nominal secara kuantitatif, melainkan hanya mungkin
dapat dipandang secara kontinum, sehingga mungkin sekali skala
penilaian sikap menggunakan jenis skala tertentu.
Jenis skala yang akan dipergunakan dalam penelitian ini:
a. Skala Nominal
Skala nominal adalah pengukuran yang paling rendah tingkatannya ini
terjadi apabila bilangan atau lambang-lambang lain digunakan untuk
mengklasifikasikan obyek, orang, hewan atau benda lain. Apabila bilangan atau
lambang-lambang lain digunakan untuk mengidentifikasikan kelompok dimana
beberapa obyek dapat dimasukkan kedalamnya maka bilangan atau lambang itu
membentuk suatu skala nominal (klasifikasi). Demikian pula pengelompokan
suatu kejadian menjadi dua kelompok yang dikenal dengan skala nominal
dikotonik dan biasanya diberi lambang himpunan (0 atau 1). Misalnya kejadian
mati dan hidup, sembuh dan sakit, tidak berhasil dan berhasil, tidak ditemukan
dan ditemukan.
b. Skala Ordinal (Ranking)
Skala ordinal terjadi bila obyek yang ada dalam satu kategori suatu skala
tidak hanya berbeda dengan obyek-obyek itu, tetapi juga mempunyai hubungan
satu dengan yang lain. Hubungan yang ada biasa kita jumpai diantara kelas-kelas
adalah: lebih tinggi, lebih disenangi, lebih sering, lebih sulit, lebih dewasa dan
28
sebagainya. Pengukuran yang dilakukan dalam skala ordinal adalah obyek
dibedakan menurut persamaannya dan menurut urutannya. Jadi dapat dibuat
urutan atau rangking yang lengkap dan teratur diantar kelas-kelas. Sebagai contoh
kejadian bila seseorang melakukan sesuatu kegiatan/pekerjaan dimana dia sering
sekali, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Kejadian ini bisa dilihat dari
proses kerja sehingga hasil kerjanya dapat dikuantitatifkan dalam bentuk
persentase.
B. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Setiap siswa yang melakukan kegiatan belajar akan mengalami perubahan-
perubahan, baik perubahan dalam bentuk pengetahuan, sikap maupun
keterampilan. Perubahan tersebut dihasilkan siswa melalui pengalaman dalam
interaksinya dengan lingkungan dan hal tersebut disebut sebagai hasil belajar atau
prestasi belajar, seperti yang dikemukakan oleh Negoro A dalam Arianto
(2008:1), “prestasi adalah segala jenis pekerjaan yang berhasil dan prestasi itu
menunjukkan kecakapan suatu bangsa”. Kalau Menurut W.J.S Purwadarminto
dalam Arianto ( 1987: 767 ) menyatakan bahwa ‘prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai sebaik - baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap
hal - hal yang dikerjakan atau dilakukan ‘.
Jadi prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai menurut
kemampuan yang tidak dimiliki dan ditandai dengan perkembangan serta
perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang diperlukan dari belajar dengan
29
waktu tertentu, prestasi belajar ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai dan hasil
tes atau ujian.
Sejalan dengan pendapat-pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan ,
jadi prestasi belajar merupakan indikator dari perkembangan perilaku dalam
pengetahuan (penalaran), sikap (penghayatan), dan keterampilan (pengalaman).
Perkembangan yang berupa prestasi belajar ini memiliki kualifikasi besar, kecil,
tinggi, rendah, sedang, berhasil, gagal, lulus dan juga tidak lulus. Kualifikasi ini
juga biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka, sebagaimana yang biasa
dilakukan oleh para instruktur bahwa tinggi rendahnya hasil belajar dinyatakan
dengan nilai atau angka.
Prestasi belajar kompetensi mengelas pada proses las busur metal manual
yang dicapai siswa dalam suatu periode tertentu, baik caturwulan ataupun
semester dapat ditunjukkan dalam bentuk nilai-nilai dan dapat dilihat dari Kartu
Hasil Studi (KHS) tiap kompetensi, kemudian nilai tersebut diolah menjadi
laporan kemajuan akademik siswa yang disebut raport. Hal ini serupa dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Winkel dalam sunarto (2009:1) mengemukakan
bahwa ‘prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh
seseorang’. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh
seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan menurut
Gunarso A dalam sunarto (2009:1) mengemukakan bahwa ‘prestasi belajar adalah
usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha
belajar.’
30
2. Fungsi Prestasi Belajar
Segala sesuatu yang diciptakan Tuhan pasti memiliki fungsi. Begitu juga
dengan prestasi belajar difungsikan dalam proses pendidikan karena memiliki
fungsi tertentu, seperti yang kita ketahui bahwa fungsi utama prestasi
belajar antara lain:
a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas yang disukai siswa.
b. Prestasi belajar sebagai lambang penguasaan hasrat keingintahuan. c. Prestasi belajar sebagai informasi dan inovasi pendidikan. d. Prestasi belajar sebagai indikator interen dan eksteren bahan situasi
pendidikan. e. Prestasi belajar dapat dijadikan sebagai indikator terhadap daya serap
kecerdasan siswa.
Prestasi belajar kompetensi mengelas pada proses las busur metal
manual yang dicapai siswa juga berfungsi sebagai motivator terhadap kegiatan
belajar pada tahap berikutnya, apalagi hasil prestasinya itu tinggi.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Seorang Pelajar
Setiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang tentu ada faktor - faktor
yang mempengaruhinya, baik yang cenderung mendorong maupun yang
menghambat. Demikian juga yang dialami pada saat belajar, faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa itu adalah sebagai berikut :
Menurut Arianto (2008:1) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi seorang pelajar adalah sebagai berikut:
a. Faktor yang berasal dari dalam diri sendiri (internal). 1) Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh. Yang termasuk faktor ini adalah panca indra yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya seperti mengalami sakit, cacat tubuh
31
atau perkembangan yang sempurna berfungsinya kelenjar tubuh yang membawa kelainan tingkah laku.
2) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri atas: a) Faktor intelektif yang merupakan faktor potensial, yaitu
kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang dimiliki.
b) Faktor non-intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.
3) Faktor kematangan fisik maupun psikis. b. Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal).
l) Faktor sosial yang terdiri atas: a) Lingkungan keluarga. b) Lingkungan sekolah. c) Lingkungan masyarakat. d) Lingkungan kelompok.
2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu dan pengetahuan, teknologi dan kesenian.
3) Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar. 4) Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.
Selain itu Usman dalam Arianto (2009:1) mengemukakan, bahwa: Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, yaitu:
a. Faktor lingkungan: l) Alami. 2) Sosial.
b. Faktor instrumental: 1) Sistem pengajaran. 2) Guru. 3) Bahan pengajaran. 4) Sarana / fasilitas.
c. Kondisi fisiologis: l) Kesegaran jasmani. Faktor-faktor yang masih dapat dirubah diantaranya faktor instrumental
dan motivasi. Prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan secara efektif dengan
memperhatikan kepada faktor instrumental dan motivasi, tetapi tidak
mengabaikan faktor-faktor yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Usman
dalam Arianto (2009:1) bahwa:
32
Juga ada beberapa faktor yang dapat membentuk proses belajar siswa agar berlangsung secara efektif hingga melahirkan prestasi belajar yang tinggi, yaitu: a. Motivasi. b. Mengembangkan sistem penilaian yang efektif. c. Menyajikan materi secara efektif.
Munawar I (2009:1) menyatakan, bahwa “Tiga faktor utama yang
mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif motivasi berprestasi dan
kualitas pembelajaran”. Prestasi belajar kompetensi mengelas pada proses las
busur metal manual yang dicapai siswa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
hampir sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar pada
pelajaran umumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah
sebagai berikut:
a. Siswa, yang terdiri atas: Kemampuan dan kesiapan siswa mengikuti kegiatan belajar suatu mata pelajaran, sikap, minat, intelegensi, bakat, kondisi fisik dan kondisi psikis, yakni perhatian, pengamatan dan ingatan.
b. Pengajaran, yang terdiri dari: Kemampuan dalam menyampaikan teori suatu mata pelajaran, penguasaan materi, pengalaman, inovasi dan cara penyampaiannya, merupakan hal yang sangat penting bagi instruktur.
c. Prasarana dan sarana, yang terdiri dari: Ruangan, alat bantu, dan sumber belajar lainnya yang menunjang proses belajar mengajar suatu mata pelajaran.
d. Penilaian, yang berfungsi untuk merangsang siswa dan keberhasilan belajarnya, serta melihat proses belajar itu sendiri sehingga diharapkan dapat memperbaiki hasil belajar.
4. Pengukuran Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan produk pengukuran hasil belajar siswa yang
tidak terlepas dari peranan instruktur sebagai penilai. Tugas pokok setiap
instruktur adalah mengevaluasi sejauh mana taraf keberhasilan rencana dan
33
pelaksanaan kegiatan belajar dan mengajar secara valid dan reliable sehingga
hasil yang didapat adalah hasil yang sesungguhnya.
Menurut pendapat yang tertera di atas, pada pelaksanaan evaluasi,
instruktur memerlukan informasi faktual yang didukung oleh data yang obyektif
dan memadai tentang level, indikator, teknik evaluasi dan alat pengukuran aspek-
aspek pembelajaran, antara lain:
a. Aspek kognitif
Hasil belajar yang tercakup dalam aspek kognitif memiliki enam tingkat,
yakni:
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah kemampuan mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa siswa
mengetahui tentang apa yang dipelajari dapat ditentukan dengan indikator:
Dapat mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasikan,
mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan dan
mereproduksi .
2) Pemahaman
Pemahaman adalah kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Siswa yang telah paham terhadap obyek dapat diketahui melalui
indikator: Dapat mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan,
34
memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh,
menuliskan kembali, dan memperkirakan.
3) Aplikasi
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Siswa yang memiliki kemampuan
ini dapat diketahui dengan indikator: Dapat mengubah, menghitung,
mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan, mengoperasikan,
meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan,
memecahkan, dan menggunakan.
4) Analisis
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek atau
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan ini dapat dilihat melalui indikator: Dapat merincikan,
menyusun diagram, membedakan, mengidentifikasikan, mengilustrasikan,
menyimpulkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih, memisahkan,
dan membagi.
5) Sintesis
Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Untuk
mengetahui kemampuan ini dapat dilihat melalui indikator: Dapat
mengkategorikan, mengkombinasikan, mengarang, menciptakan, membuat
35
desain, menjelaskan, memodifikasikan, mengoperasikan, menyusun
membuat rencana, mengatur kembali, merekontruksi, menghubungkan,
mereorganisasikan, merevisi, menuliskan kembali, menuliskan, dan
menceritakan.
6) Evaluasi
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian atau justifikasi
terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian itu berdasarkan kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan yang telah ada. Untuk mengetahui
kemampuan ini dapat diketahui melalui indikator: Dapat menilai,
membandingkan, menyimpulkan, mempertahankan, mengeritik,
mendeskripsikan, membedakan, menerapkan, memutuskan, menafsirkan,
menghubungkan, dan membantu.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan tes lisan, misalnya
wawancara dan tes tulis (contohnya angket) yang menanyakan isi materi yang
ingin diukur dari subyek penelitian atau responden atau siswa. Kedalaman
pengetahuan yang ingin peneliti atau penilai ketahui atau ukur dapat disesuaikan
dengan tingkatan pengetahuan tersebut di atas.
b. Aspek afektif
Seperti halnya dengan kognitif, afektif ini terdiri dari berbagai tingkatan,
yakni:
36
1) Penerimaan
Penerimaan artinya mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(obyek). Untuk mengetahuinya dapat dibantu dengan indicator: Dapat
menanyakan, memilih, mendeskripsikan, mengikuti, memberikan,
mengidentifikasikan, menyebutkan, menunjukkan, memilih, dan
menjawab.
2) Sambutan
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan. Indikator yang dipergunakan: Dapat menjawab,
membantu, mendiskusikan, menghormati, berbuat, melakukan, membaca,
memberikan, menghapal, melaporkan, memilih, menceritakan, dan
menulis.
3) Penghargaan
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain tentang suatu masalah. Indikator yang dipergunakan: Dapat
melengkapi, menggambarkan, membedakan, menerangkan, mengikuti,
membentuk, mengundang, menggabungkan, mengusulkan, membaca,
melaporkan, memilih, bekerja, mengambil bagian, dan mempelajari.
4) Bertanggung jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
resiko.
37
c. Aspek psikomotor
Hasil belajar siswa dalam pembelajaran pada aspek psikomotor memiliki
empat tingkatan, yakni:
l) Persepsi
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek pertama.
2) Respon terpimpin
Dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar atau sesuai dengan
contoh merupakan indikator praktek tingkat kedua.
3) Mekanisme
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah
mencapai praktek tingkat ketiga.
4) Adaptasi
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasinya sendiri
tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Indikator-indikator di atas merupakan bahan pertimbangan instruktur
dalam penilaian hasil belajar dalam bentuk nilai-nilai atau angka-angka yang akan
menghasilkan indeks prestasi belajar.
38
5. Acuan Penilaian Prestasi Belajar
Acuan penilaian prestasi belajar tidak terlepas dari aturan penilaian hasil
belajar. Menghasilkan nilai-nilai atau angka-angka yang memiliki tingkat
kepercayaan tinggi, penilai memerlukan patokan atau standard baku. Penilai
mengenal dua aturan untuk menimbang taraf keberhasilan belajar dan mengajar,
yaitu apa yang disebut (1) Criterion Referenced, dan (2) Norm Referenced.
Criterion referenced evaluation (PAP = Penilaian Acuan Patokan)
merupakan cara mempertimbangkan taraf keberhasilan belajar siswa dengan
membandingkan hasil belajar yang dicapainya dengan kriteria yang telah
ditetapkan lebih dahulu. Kriteria yang dimaksud ialah ukuran minimal perilaku
yang dapat diterima yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran. Dalam PAP
angka batas lulus lazimnya dipergunakan angka 6 dalam skala l0 atau 60 dalam
skala 100, atau2+ dalam skala-4, atau C dalam skala A-E.
Norm referenced evaluation (PAN = Penilaian Acuan Norma), merupakan
cara mempertimbangkan taraf keberhasilan belajar siswa, dengan jalan
membandingkan hasil belajar individual siswa dengan rata-rata hasil belajar
temannya dalam kelompok. Dalam PAN, dapat dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya dengan : (l) ukuran rata-rata hasil belajar kelompoknya, (2) ukuran
penyebaran nilai atau hasil belajar kelasnya, (3) ukuran penyimpangan dari
ukuran rata-rata hasil belajar kelompoknya.
Hasil penilaian berdasarkan aturan tersebut di atas akan diolah dan
dimasukan dalam format KHS kompetensi mengelas pada proses las busur metal
39
manual. Setelah itu digabung dengan nilai kompetensi las asetilin, kemudian
diolah kembali dan dimasukan ke dalam buku raport siswa
C. Asumsi Dasar
Sebagai titik awal dimulainya penelitian ini penulis menganggap bahwa:
1. Adanya keragaman sikap kerja siswa terhadap pembelajaran kompetensi
mengelas pada proses las busur metal manual
2. Adanya kesenjangan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran kompetensi
mengelas pada proses las busur metal manual
3. Adanya ketentuan bahwa pembelajaran kognitif dan psikomotor di SMK
memiliki proporsi, yaitu 30% pembelajaran teori dan 70% pembelajaran
praktik, serta sikap kerja termasuk didalamnya.
D. Hipotesis Penelitian
Pada penelitian ini akan dikemukakan hipotesis yang berfungsi untuk
jawaban sementara dan pembuktiannya dilakukan melalui penelitian di lapangan.
Adapun rumusan hipotesis sebagai berikut :
1. Hipotesis penelitian : Terdapat hubungan yang positif dan kuat antara sikap
kerja dengan prestasi belajar siswa SMK Negeri 1 Karawang kelas X Jurusan
Teknik Permesinan pada semester genap tahun ajaran 2009/2010.
40
2. Hipotesis statistika
Ho : ρ = 0 : Tidak terdapat hubungan antara sikap kerja dan prestasi belajar
pada proses las busur metal manual, siswa SMK Negeri 1
Karawang kelas X Jurusan Teknik Permesinan pada semester
genap tahun ajaran 2009/2010.
H1: ρ ≠ 0 : Terdapat hubungan antara sikap kerja dan prestasi belajar pada
proses las busur metal manual, siswa SMK Negeri 1 Karawang
kelas X Jurusan Teknik Permesinan pada semester genap tahun
ajaran 2009/2010.