satu nusa

13
CERPEN BAHASA INDONESIA Hubertus Setiawan/xi IPA 1/12 OCTOBER 20, 2015

Upload: hubertus-setiawan

Post on 04-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sdf

TRANSCRIPT

Page 1: Satu nusa

Cerpen bahasa indonesia

Hubertus Setiawan/xi IPA 1/12

OCTOBER 20, 2015

Page 2: Satu nusa

Negeriku

Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa kita,” itulah lagu yang aku nyanyikan setiap kali

upacara hari Senin. Memberi hormat pada bendera yang akrab disebut sang saka merah putih

itu sudah seperti hal yang biasa bagi teman-temanku. Generasi muda memang sudah nyaris

hancur sekarang, rasa bangga dan cinta akan tanah air yang sudah mulai pudar. Semestinya

mencari ilmu sebanyak-banyaknya tapi malah tawuran, bertingkah di sekolah, seks bebas,

aborsi, dan masih banyak hal buruk lainnya. Itulah suatu hal yang sering kurenungkan akhir-

akhir ini jika ada waktu luang.

“Kriiiing…….,”

Tiba-tiba bel berbunyi. Saatnya masuk kelas dan melanjutkan pelajaran kimiaku yang

sulit. Oya, sebelumnya perkenalkan namaku Citra, sekarang aku duduk di SMA Kelas 2, aku

anak paling bontot di keluarga dan aku punya orang tua yang baik banget  karena mereka

selalu memotivasiku untuk selalu berjuang di dalam kehidupan ini. Ada satu visi dalam benak

mereka, mereka cuma ingin anaknya lebih baik lagi daripada mereka dan aku hanya bisa

bersyukur karena itu.

Ok, lanjut lagi. Setiap pulang sekolah aku selalu membalas surat dari sahabat-sahabat

pena yang aku miliki. Aku sudah membangun relasi dengan mereka sejak SD. Mungkin

hobiku ini berbeda dengan orang lain, tapi melalui sahabat pena inilah aku bisa mengenal

orang dari berbagai macam budaya di Indonesia dan aku pun bisa merasa bersyukur karena

Tuhan memberikan Indonesia budaya yang sangat beragam. Baru hari minggu kemarin aku

mendapat teman baru dari Papua dari daerah Timika namanya Marco , entah gimana caranya

bisa mengenal teknologi padahal Papua masih bisa dibilang masyarakatnya miskin, akan

tetapi si Marco ini sangat unik. Dia menceritakan kehidupannya di Papua sana dan dia

berkata bahwa pakaian hari-harinya masih menggunakan koteka dan keluarganya masih

mempercayai hal-hal mistik. Ada satu hal yang bikin aku prihatin, penduduk disana belum

mendapat pasokan listrik seluruhnya dan pemerintah baru memberikan fasilitas komputer

termasuk internet ke sekolahnya tahun lalu. Seperti biasa, karena ia tinggal di pendalaman ia

harus berjalan kira-kira 2 km untuk ke sekolahnya. Tetapi ada hal yang membuatnya takut,

teman-teman nya selalu merencanakan tawuran setiap minggu dengan sekolah di daerah lain

yang biasanya berbeda suku dan dia sepertinya tidak punya pilihan selain mencoba-coba ikut

tawuran karena dia bisa disakiti secara fisik oleh teman-temanya. Memang bener si kata guru

PKN ku, Indonesia itu negara yang suku bermacam-macam, terbukti dari provinsinya yang

1

Page 3: Satu nusa

juga banyak, punya semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dipegang burung garuda dan ada

pancasila yang salah satu silanya berbicara tentang kesatuan tapi kenyataannya tidak sama

sekali. Antar suku saja masih konflik hanya karena ada salah paham, diadu domba, dan masih

banyak lainnya. Kemarin teman sekolahku bertanya waktu dia melihat ada berita korupsi

dikoran

“Menurutmu Indonesia masih bisa gak si berubah?”

Aku hanya bisa menjawab,

“ Tergantung cara kamu memandangnya teman, karena perubahan itu berasal dari

kita sendiri,”

Menurutku dengan pertanyaan itu menunjukkan bahwa dia sendiri juga sudah ada

rasa sedikit putus asa untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik lagi dari sekarang.

Memang hanya segelintir orang yang masih punya kemauan dan harapan untuk membangun

Indonesia secara tulus. Tapi ada hal yang bikin aku senang tahun lalu waktu pemilihan

presiden baru. Disitu terpilihlah Jokowi dan kabinet kerjanya dengan program-programnya

yang siap membawa perubahan dan mengatasi masalah yang ada di Indonesia seperti banjir,

macet, dan korupsi yang terjadi di ibukota. Banyak orang yang kagum dengannya tapi ada

juga pihak-pihak tertentu yang hanya bisanya mengkritik tapi tidak pernah berbuat apapun

kepada negaranya. Sahabat penaku si Marco juga sempat menceritakan tentang perusahaan

Freeport yang ada di Papua dimana ayahnya juga dulu sempat bekerja di tempat tersebut.

Freeport adalah perusahaan milik Amerika yang dibangun di Papua pada jaman presiden

Soeharto dengan kontrak sudah lebih dari 30 tahun. Kata dia Freeport itu sama halnya

dengan Belanda yang mengeruk rempah-rempah di Indonesia selama ratusan tahun. Mereka

mengambil menambang emas yang seharusnya milik kita tapi kenyataannya kita hanya

mendapatkan sisa-sisanya saja dari hasil tambang. Kita sudah seperti wayang yang selalu

diatur semuanya oleh dalang. secara tidak langsung kita diatur oleh bangsa lain karena kita

tidak bisa mengatur diri kita sendiri.

Aku pernah memberi saran di penutup surel kepada Marco untuk selalu mengikuti

yang benar(tidak ikut tawuran lagi) meskipun ia harus diperlakukan dengan tidak baik dan

dia seharusnya memberitahu kepada gurunya akan hal ini.

...

2

Page 4: Satu nusa

Aku juga punya satu sahabat pena lagi yang sekarang sedang ketiban masalah di Riau sana

karena adanya kebakaran hutan yang menyebabkan Riau jadi penuh dengan asap namanya

Sugeng. Tabung oksigen jadi makanan utama selain nasi buat si Sugeng karena debu dari

asap yang mereka hirup itu menjadi racun bagi tubuh mereka. Suatu hari, saya pernah

bertanya melalui e-mail kepadanya

“Pernah terpikir ingin pindah tidak ke daerah lain atau Singapura yang kebetulan

memang cukup dekat ?”

Dia pun membalas,

”Citra, mungkin kalau kamu menjadi aku saat ini, kamu mungkin sudah pindah ke

Singapura, sudah banyak penduduk yang bermigrasi ke Singapura. Tapi ayahku adalah

seorang anggota pencinta alam Indonesia bagaimana kami sekeluarga bisa meninggalkan

Indonesia tanpa ada solusi untuk masalah di daerah ku ini?”

Setelah membaca surel ini aku berpikir betapa luar biasa ayahnya ditengah-tengah

kesulitan dia masih bisa punya kesadaran untuk memikirkan masalah yang hampir menjadi

bencana nasional ini. Kami pun berbalas-balasan surel selama seminggu, disitu dia

menjelaskan banyak sekali mengenai kehidupannya, disekolah, dan pada bulan Desember dia

akan merencanakan liburan untuk ke Jakarta dan dia ingin bertemu denganku. Disitu aku pun

gembira sekali karena mimpiku menjadi nyata sejak dulu yaitu aku ingin bertemu dengan

salah satu penaku. Aku pun menjadi semangat belajar sejak saat itu padahal masih bulan

Oktober. Sejak saat itu aku agak sedikit jarang membalas surel sahabat-sahabat penaku

karena di kelas sebelas ini tugas semakin banyak dan tiada minggu tanpa ulangan.

Akhirnya bulan Desember pun tiba dan aku pun menunggu-nunggu email dari Sugeng

tentang kedatangannya. Dari minggu ke minggu aku menunggu tapi tidak ada balasan.

Akhirnya, aku yang mengirimnya surel “Sugeng kapan mau datang ke Jakarta?”ucapku

dengan penasaran. Waktu itu hari Senin dan aku menunggu hingga hari Jumat tapi tak

kunjung dijawab.

“Apa dia sudah pindah dari Riau ya? Atau mungkin dia diimigrasi oleh pemerintah karena

asap yang terjadi Riau?”, Kataku dalam hati.

“Ah semoga tidak ada yang terjadi dengannya.”Kataku lagi.

Keesokan harinya, tiba-tiba saya menerima e-mail dari Sugeng dan dia berkata

3

Page 5: Satu nusa

”Aku akan datang ke Jakarta besok pagi mungkin sekitar jam 10, apa kamu bisa

menjemput saya di bandara? Maaf jika aku telat membalas aku baru saja pulang dari tempat

ayahku bertugas selama beberapa minggu.”

Ingin melompat bahagia rasanya pada saat membacanya. Aku pun begitu lega karena

dia baik-baik saja. Malam itu aku pun merencanakan tempat-tempat yang akan aku ajak

untuk dikunjungi di Jakarta di meja belajarku, seperti Monas, Taman Mini Indonesia Indah,

Museum-museum di Jakarta dan jika sempat aku juga ingin mendapat informasi langsung

tentang keadaan asap yang telah menyapu Riau dan sekitarnya.

...“Peeep....peeep”

Alarmku pun mulai bernyanyi. Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Aku pun

bergegas ke kamar mandi dan bersiap-siap. Lalu aku turun ke bawah dan membuat sarapan

untukku dan keluargaku. Sebelum pergi aku mempersiapkan hal-hal yang akan kubawa dan

tak lupa kuambil pena di meja kerja ayahku dan menulis nya di kertas yang cukup

besar,”SUGENG”. Supaya dia bisa melihatku dari kejauhan. Aku pun bergegas ke bandara.

Kuambil kunci mobilku dan aku pun segera ke bandara. Jalanan cukup lancar karena hari itu

adalah hari minggu dan aku pun sampai di bandara sekitar setengah sepuluh. Tiba-tiba aku

melihat ada satu pesan baru di emailku yang kulihat di ponselku dan itu ternyata si Sugeng.

” Lima menit lagi pesawatku mendarat dan aku akan turun di terminal satu.”

Aku pun cukup lega pesawatnya tidak delay. Aku pun turun dari mobil dan berjalan

menuju terminal satu. Disitu banyak sekali orang yang juga menunggu dan situasinya cukup

ramai. Aku menunggu sekitar setengah jam dan pintu kedatangan pun terbuka. Langsung

kepegang kertas yang kutulis dengan nama Sugeng itu. Aku menunggu dan menunggu hingga

orang yang terakhir keluar dari pintu. Tapi tidak ada seorang pun yang menghampiriku. Tiba-

tiba dari samping ada memanggilku dengan pelan “Citra?”. Aku pun menengok dan aku

melihat ada seorang laki-laki berkacamata, cukup gemuk, dan lebih pendek dariku.

“Apakah kamu Sugeng?” tanyaku.

4

Page 6: Satu nusa

“Iya saya Sugeng, salam kenal ya! Ini pertama kalinya aku menjalin hubungan

dengan sahabat pena loh,” katanya dengan penuh bersemangat.

”Sepertinya dia orang yang cukup ramah dan murah senyum.” kataku dalam hati.

Tanpa ragu-ragu lagi aku langsung mengajaknya ke mobilku. Di dalam perjalanan

kami pun berbincang-bincang.

“Memangnya kamu ikut ayahmu kemana, Sugeng? ” tanyaku.

“Aku ikut ayahku menolong orang yang terkena bencana tanah longsor, awalnya

hanya ayahku saja tapi ternyata aku juga diajak karena ibuku sedang tidak ada di rumah

karena mengurusi nenekku yang sakit. Memang perlu beberapa hari untuk menolong yang

terkena bencana tersebut,” Jawab Sugeng.

“Ooo, begitu, ayahmu pekerjaannya mulia sekali ya,” kataku dengan santai.

” Ah biasa saja sih sebetulnya, sudah biasa baginya untuk menolong orang”, katanya.

”Oya, kamu sudah makan belum?”tanyaku.

”Hmmmmm, belum sih”, katanya.

“Oh, sebetulnya aku ingin mengajakmu hari ini untuk keliling kota Jakarta,” kataku

dengan malu-malu.

“Benarkah? Oh baiklah kalau begitu kita makan dulu di tempat terdekat” Jawab

Sugeng.

Kami pun makan di tempat makan daerah Jakarta Selatan yang cukup terkenal dengan

makanan enaknya di tempat rumah makan Padang. Sambil makan, disitu aku menyempatkan

diri untuk bertanya kepadanya tentang asap yang terjadi di Riau.

”Sugeng,”Panggilku kepadanya.

“Iya?” Sahutnya.

“Boleh tidak kamu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Riau sehingga

pulau yang kamu tinggali itu penuh dengan asap?” Tanyaku.

”Tentu saja, sebetulnya kabut asap itu bermulai orang-orang kaya yang ingin

mempunyai lahan untuk dibuat villa oleh mereka, pihak pemerintah sudah melarang akan

5

Page 7: Satu nusa

hal ini. Ternyata uang memang lebih berkuasa. Orang-orang kaya tersebut menyogok orang

pihak pemerintah ini dan parahnya mereka menerimanya.”Ujar Sugeng.

”Jadi apa hubungannya dengan asap?”Tanyaku.

“Tunggu dulu, mereka tidak menebang pohon itu dengan liar tapi mereka menyuruh

entah orang-orang darimana untuk membakar hutan disitu dan terlebih lagi ada pihak

aparat yang berjaga-jaga disitu dan mereka bukannya bertindak terhadap orang-orang itu

karena mereka sudah menerima sogokan. Terlebih lagi, tidak sedikit orang membeli lahan di

Riau. Masih ada puluhan orang lainnya.”Ujar Sugeng panjang lebar.

”Wah, apa pemerintah sudah mengambil tindakan terhadap orang-orang kaya

ini?”Tanyaku lagi.

“Untuk saat ini sudah tapi masalahnya ada pada orang bawahan-bawahan ini yang

menerima sogokan dan menurut berita yang aku baca kemarin, kabut asap yang terjadi di

Riau bukan hanya berasal dari Riau sendiri tapi juga karena kebakaran hutan yang terjadi

dari Jambi dan Sumatera Selatan. Dampaknya juga sampai ke negara tetangga kita seperti

Singapura, Malaysia dan dengan adanya asap ini Riau yang terkenal dengan

pemandangannya yang eksotis dan mempesona sudah hilang sejak adanya kabut asap ini”

Ujar Sugeng lagi.

Aku sempat berpikir apa yang ada di benak para orang kaya tersebut, apa mereka

tidak berpikir akan dampak yang terjadi bagi banyak orang. Setelah makan pun aku mengajak

Sugeng untuk pergi keliling Jakarta seperti ke Monas, taman mini, dan lain-lain. Dia merasa

senang sekaligus merasakan Jakarta yang sebenarnya. Macet, polusi, jorok, dan masih banyak

hal lainnya. Ditengah-tengah perjalanan aku mencoba untuk bertanya lagi, kucoba untuk

memanfaatkan waktu sebaik-baiknya karena besok Sugeng sudah harus pulang ke Riau.

” Sugeng, kalau begitu bagaimana dengan keluargamu? Apakah mereka baik-baik

saja?” Tanyaku.

“ Syukurlah mereka baik-baik saja, tetapi itu dia, aku harus membeli oksigen setiap

dua hari sekali karena kalau tidak, aku bisa keracunan karena menghirup asap tersebut.”

Jawabnya dengan santai.

“Sugeng, pernah punya aspirasi untuk pemerintah tidak tentang masalah ini?”

Tanyaku lagi. Dengan tegas dia menjawab “Punya, saya hanya ingin pemerintah

6

Page 8: Satu nusa

menghadapi dengan serius soal revolusi mental ini karena mental orang Indonesia sudah

sangat bobrok, mereka sudah sangat mudah dibeli dengan uang. Saya yakin mental adalah

hal utama yang harus diubah karena dengan revolusi mental masyarakat lebih punya

kesadaran untuk mentaati peraturan pemerintah dengan baik.” Ujar Sugeng.

Segala pembicaraan Sugeng ku catat baik-baik dan aku ingin membuat jurnal

tentang hal ini dan semoga pemerintah terbuka pikirannya untuk lebih memerhatikan Riau

lebih lagi untuk saat ini. Sebelum Sugeng pulang ke Riau aku berpesan kepadanya agar

sebagai generasi muda kita harus bisa mengharumkan nama bangsa dan memiliki rasa bangga

kita adalah orang Indonesia, jadi kapanpun dan dimanapun kita berada kita tetap Indonesia.

Sudah dulu ya, semoga pengalaman dengan sahabat penaku ini menjadi berkat bagi banyak

orang terutama bagi mereka yang putus asa, tidak peduli, yang menganggap sudah biasa

seperti ini, yang mempunyai mental budak uang untuk berubah sekarang juga demi masa

depan Indonesia yang lebih lagi dari sekarang.

7

Page 9: Satu nusa

-Sugeng, Citra

-Bendera, Merah Putih

-Tanah air

-Monas

-Pancasila

-Eksotis

-Bangga

-Miskin

-Rempah-rempah

-Makanan enak

-Generasi

-Asap

-Macet

-Banjir

-Kabinet

-Wayang

-Koteka

-Ramah, senyum

-Pesona

-Konflik

-Menyapu

-Mistik

-Belanda

8