sarap

43
BAB I PENDAHULUAN Latar BelakangRefleks adalah respon yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar. Ada dua jenis refleks, yaitu refleks sederhana atau refleks dasar, yaitu refleks built-in yang tidak perlu dipelajari, misalnya mengedipkan mata jika ada benda asing yang masuk; dan refleks didapat atau refleks terkondisi, yang terjadi ketika belajar dan berlatih, misalnya seorang pianis yang menekan tuts tertentu sewaktu melihat suatu di kertas partitur. Jalur – jalur saraf saraf yang berperan dalam pelaksanaan aktivitas refleks dikenal sebagai lengkung refleks. Refleks sangat penting untuk pemeriksaan keadaan fisis secara umum, fungsi nervus, dan koordinasi tubuh. Dari refleks atau respon yang diberikan oleh anggota tubuh ketika sesuatu mengenainya dapat diketahui normal tidaknya fungsi dalam tubuh. Oleh karena itu, pelaksanaan praktikum ini sangat penting agar diketahui bagaimana cara memeriksa refleks fisiologis yang ada pada manusia. BAB IITINJAUAN PUSTAKA Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor. [5] Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk. [5] Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau

Upload: raden-roro-lia-chairina

Post on 20-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: sarap

BAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangRefleks adalah respon yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar. Ada dua jenis refleks, yaitu refleks sederhana atau refleks dasar, yaitu refleks built-in yang tidak perlu dipelajari, misalnya mengedipkan mata jika ada benda asing yang masuk; dan refleks didapat atau refleks terkondisi, yang terjadi ketika belajar dan berlatih, misalnya seorang pianis yang menekan tuts tertentu sewaktu melihat suatu di kertas partitur. Jalur – jalur saraf saraf yang berperan dalam pelaksanaan aktivitas refleks dikenal sebagai lengkung refleks.Refleks sangat penting untuk pemeriksaan keadaan fisis secara umum, fungsi nervus, dan koordinasi tubuh. Dari refleks atau respon yang diberikan oleh anggota tubuh ketika sesuatu mengenainya dapat diketahui normal tidaknya fungsi dalam tubuh. Oleh karena itu, pelaksanaan praktikum ini sangat penting agar diketahui bagaimana cara memeriksa refleks fisiologis yang ada pada manusia. BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor. [5]Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk. [5]Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut. [5]Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex. Lengkung reflex ini terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor. Pada mamalia, hubungan (sinaps) antara neuron somatil aferen dan eferen biasanya terdapat di otak atau medulla spinalis. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus kranialis, sedangkan badan selnya akan terdapat di ganglion-ganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus cranial yang sesuai. Kenyataan radiks dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan radiks ventralis bersifat motorik dikenal sebagai hokum Bell-Magendie.[1]Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan potensial aksi yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang terbentuk akan sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP), terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi pascasinaps (Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps (Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang timbul di serat eferen juga berupa repons yang bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Bila efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons sehingga dapat mencetuskan potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot

Page 2: sarap

rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu menghasilkan kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh berbagai masukan dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut. [1]Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu sinaps anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang mempunyai lebih dari satu interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik, dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex, terutama pada lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal fringe), dan oleh berbagai efek lain. [1]Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul kontraksi. Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke SSP melalui sera-serat sensorik cepat yang langsung bersinaps dengan neuron motorik otot yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate. Reflex-refleks regang merupakan contoh reflex monosimpatik yang paling dikenal dan paling banyak diteliti. [1]Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam gelendong-gelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di serat saraf aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang teregang tersebut. Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang mempersarafi serat-serat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu. Refleks regang (stretch reflex) ini berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative untuk menahan setiap perubahan pasif panjang otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.[2]Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot- otot ekstenson lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat ke tibia (tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini dengan sebuah palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan mengaktifkan reseptor-reseptor gelendongnya. Reflex regang yang terjadi menimbulkan kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami ekstensi dan mengangkat tungkai bawah dengan cara yang khas. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin sebagai penilain pendahuluan fungsi system saraf. Reflex patella yang normal mengindikasikan dokter bahwa sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen, neuron motorik, keluaran eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini juga mengindikasikan adanya keseimbangan antara masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.[2]Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-otot ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap kali sendi lutut cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang. Kontraksi yang terjadi pada otot ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan lutut, menahan tungkai tetap terkstensi, sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri tegak.[2]Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi dua komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah menimbulkan refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama akhiran dari spindle otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya, ketika tiba-tiba otot diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang belakang; ini seketika kuat menyebabkan refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari otot yang sama dari sinyal yang berasal. Jadi, fungsi refleks

Page 3: sarap

untuk menentang perubahan mendadak pada otot panjang. Refleks regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk panjang baru, tetapi kemudian yang lebih lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama setelahnya. Refleks ini diperoleh oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan oleh kedua primer dan endings.The sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu menyebabkan tingkat kontraksi otottetap cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang secara spesifik kehendak sebaliknya.[3]Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk mencegah osilasi atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam dam memperlancar seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum tulang belakang sering ditularkan ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas untuk beberapa milidetik, kemudian menurun intensitas, kemudian mengubah tingkat intensitas lain, dan begitu seterusnya. [3]Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai tanggapan terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas cahaya yang lebih besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang masuk), sedangkan intensitas cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi, refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya yang memasuki mata. [4]Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak mata berkedip dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari kornea, atau cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus membangkitkan rangsangan baik secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari mata sebaliknya). Refleks mengkonsumsi pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks ini adalah untuk melindungi mata dari benda asing dan lampu terang (yang terakhir ini dikenal sebagai refleks optik). [4]Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian, khususnya ketika mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf kranial ke-5 hasil di absen refleks kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu kornea biasanya memiliki respons konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.[4]Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk mengurangi refleks C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon palu untuk dengan cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara spesifik, tes mengaktifkan reseptor di dalam peregangan otot bisep brachii yang berkomunikasi terutama dengan C5 dan sebagian saraf tulang belakang dengan saraf tulang belakang C6 untuk merangsang kontraksi refleks dari otot biseps dan menyentakkan lengan bawah.[4]

 BAB III

A. ALAT YANG DIBUTUHKAN• Palu perkusi• Lampu Senter• Kapas• Jarum

B. CARA KERJAa. Refleks kulit perutOrang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan. Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut.

Page 4: sarap

b. Refleks korneaSediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan kapas. Respon berupa kedipan mata secara cepat.

c. Refleks cahayaCahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba. Respons berupa konstriksi pupil holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada mata lain.

d. Refleks Periost RadialisLengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan. Ketuklah periosteum pada ujung distal os radii. Respons berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.

e. Refleks Periost UlnarisLengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan antara pronasi dan supinasi. Ketuklah pada periost prosessus stiloideus. Respons berupa pronasi tangan.

f. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)1) Knee Pess Reflex (KPR)Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan tergantung bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah tendo patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadrisips.

2) Achilles Pess Reflex (ACR)Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah pada tendo Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastronemius.

3) Refleks bisepsLengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot biseps yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps.

4) Refleks trisepsLengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah pada tendo otot triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.

5) Withdrawl ReflexLengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah pada saat orang coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum suntik steril, sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi stimulus.PERLU DIPERHATIKAN:1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk mempertahankan posisinya.2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.

Page 5: sarap

3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.

 Refleks adalah jawaban motoric atas rangsangan sensorik yang diberikan pada kulit atau respon apapun yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar. Dalam pemeriksaan refleks, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :- Relaksasi sempurna. Orasng coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk mempertahankan posisinya.- Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.- Pemeriksaan mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.Ada pun arti penting refleks yaitu :- Pemeriksaan refleks : bagian pemeriksaan fisis secara umum- Pemeriksaan khususnya : pasien dengan lesi, UMN, LMN, atau orang yang ototnya sering lemas.- Pemeriksaan neurologis : pemeriksaan motorik (motorik kasar dan motorik halus), pemeriksaan sensorik (raba, suhu, dll), pemeriksaan koordinasi tubuh, dan pemeriksaan nervus (fungsi nervus I – XII).Pada manusia, ada dua jenis refleks yaitu refleks fisiologis dan patologis. Refleks fisiologis normal jika terdapat pada manusia, sebaliknya refleks patologis normal jika tidak terdapat pada manusia. Refleks fisiologisPada percobaan refleks kulit perut, orang coba berbaring terlentang dengan kedua lengan terletak lurus samping badan. Kulit di daerah abdomen dari lateral ke arah umbilikus digores dan respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut. Namun pada orang lanjut usia dan sering hamil, tidak terjadi lagi kontraksi otot dinding perut karena tonus otot perutnya sudah kendor.Pada refleks kornea atau refleks mengedip, orang coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Kemudian sisi kontralateral kornea orang coba disentuh dengan kapas yang telah digulung membentuk silinder halus. Respon berupa kedipan mata secara cepat.Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata ketika cahaya senter dijatuhkan pada pupil. Ternyata repon yang terjadi berupa kontriksi pupil homolateral dan kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi pupil adalah berasal dari pupil kemudian stimulus diterima oleh N. Opticus, lalu masuk ke mesencephalon, dan kemudian melanjutkan ke N . Oculomotoris dan sampai ke spingter pupil. Refleks cahay ini juga disebut refleks pupil.Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba difleksikan pada sendi tangan dan sedikit dipronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum pada ujung distal os radii. Jalannya impuls pada refleks periost radialis yaitu dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 6 sampai Thoracalis 1 lalu masuk ke n. ulnaris lalu akan menggerakkan m. fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls saraf berasal dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 5-6 lalu masuk ke n. radialis lalu akan menggerakkan m. brachioradialis.Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh diregangkan akan timbul kontraksi. Respon ini disebut refleks regang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa kontraksi

Page 6: sarap

otot yang diregangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscel spindle). Yang termasuk muscle spindle reflex (stretcj reflex) yaitu Knee Pess Reflex (KPR), Achilles Pess Reflex (APR), Refleks Biseps, Refleks Triceps, dan Withdrawl refleks.Pada Knee Pess Reflex (KPR), tendo patella diketuk dengan palu dan respon yang terjadi berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps. Pada Achilles Pess Refleks (APR), tungkai difleksikan pada sendi lutu dan kaki didorsofleksikan. Respon yang terjadi ketika tendo Achilles diketuk berupa fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius. Ketika dilakukan ketukan pada tendo otot biseps terjadi respon berupa fleksi lengan pada siku dan supinasi. Sedangkan jika tendo otot triseps diketuk, maka respon yang terjadi berupa ekstensi lengan dan supinasi.Untuk mengetahui fungsi nervus, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, misalnya untuk memeriksa nervus IX (nervus glossopharingeus) dapat dilihat pada saat spatula dimasukkan ke dalam mulut, maka akan timbul refleks muntah, sedangkan nervus XII dapat dilakukan pemeriksaan pada lidah, dan beberapa nervus dapat diperiksa dengan malihat gerakan bola mata. Nervus penggerak mata antara nervus IV, abduscens, dan oculomotoris. Nervus XI (nervus accesoris) dapat diuji dengan menekan pundak orang coba, jika ada pertahanan, artinya normal.Respon motorik kasar melibatkan seluruh koordinasi sistem saraf. Respon ini dapat dilihat saat orang diminta menunjuk anggota secara bergantian. Orang normal akan menunjuk dengan tepat, sebaliknya orang yang koordinasi sistem sarafnya tidak normal maka dia tidak akan menunjuk dengan tepat.

Pemeriksaan Neurologi1. Fungsi CerebralKeadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala (GCS) :

• Refleks membuka mata (E)4 : Membuka secara spontan3 : Membuka dengan rangsangan suara2 : Membuka dengan rangsangan nyeri1 : Tidak ada respon

• Refleks verbal (V)5 : Orientasi baik4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang1 : Tidak keluar suara

• Refleks motorik (M)6 : Melakukan perintah dengan benar5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi3 : Hanya dapat melakukan fleksi2 : Hanya dapat melakukan ekstensi1 : Tidak ada gerakan

Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1)Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal,

Page 7: sarap

penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X.GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.

Derajat kesadaran :Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasiSomnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh mnghindri tusukan)Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus

Kualitas kesadaran :Compos mentis : bereaksi secara adekuatAbstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktuDelerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan fikirannya.Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa

Gangguan fungsi cerebral meliputi :Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi

Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.

2. Fungsi nervus cranialisCara pemeriksaan nervus cranialis :a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi, tembakau, alkohol,dll)b. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang pandangc. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata):Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):sama seperti N.IIIe. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip):menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapasf. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) :sama sperti N.IIIg. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan tahanan.

Page 8: sarap

Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garamh. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :test Webber dan Rinnei. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)j. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”k. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.l. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah):pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.

3. Fungsi motorika. OtotUkuran : atropi / hipertropiTonus : kekejangan, kekakuan, kelemahanKekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.

Derajat kekuatan motorik :5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas4 : Ada gerakan tapi tidak penuh3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.1 : Hanya ada kontraksi0 : tidak ada kontraksi sama sekali

b. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test

4. Fungsi sensorikTest : Nyeri, Suhu,Raba halus, Gerak,Getar, Sikap,Tekan, Refered pain.

5. Refleksa. Refleks superficial• Refleks dinding perut :Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medialRespon : kontraksi dinding perut

• Refleks cremasterCara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawahRespon : elevasi testes ipsilateral• Refleks gluteal

Page 9: sarap

Cara : goresan atau tusukan pada daerah glutealRespon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral

b. Refleks tendon / periosteum• Refleks Biceps (BPR):Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.Respon : fleksi lengan pada sendi siku

• Refleks Triceps (TPR)Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasiRespon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

• Refleks Periosto radialisCara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasiRespon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis

• Refleks PeriostoulnarisCara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus

• Refleks Patela (KPR)Cara : ketukan pada tendon patellaRespon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

• Refleks Achilles (APR)Cara : ketukan pada tendon achillesRespon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

• Refleks Klonus lututCara : pegang dan dorong os patella ke arah distalRespon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung

• Refleks Klonus kakiCara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung

c. Refleks patologis• BabinskyCara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anteriorRespon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya• ChadockCara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anteriorRespon : seperti babinsky

Page 10: sarap

• OppenheimCara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distalRespon : seperti babinsky

• GordonCara : penekanan betis secara kerasRespon : seperti babinsky

• SchaeferCara : memencet tendon achilles secara kerasRespon : seperti babinsky

• GondaCara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4Respon : seperti babinsky

• StranskyCara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5Respon : seperti babinsky

• RossolimoCara : pengetukan pada telapak kakiRespon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal

• Mendel-BeckhterewCara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideumRespon : seperti rossolimo

• HoffmanCara : goresan pada kuku jari tengah pasienRespon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi

• TrommerCara : colekan pada ujung jari tengah pasienRespon : seperti hoffman

• LeriCara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atasRespon : tidak terjadi fleksi di sendi siku

• MayerCara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tanganRespon : tidak terjadi oposisi ibu jarid. Refleks primitif• Sucking refleksCara : sentuhan pada bibir

Page 11: sarap

Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu

• Snout refleksCara : ketukan pada bibir atasRespon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung• Grasps refleksCara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasienRespon : tangan pasien mengepal

• Palmo-mental refleksCara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenarRespon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)

Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :Pemeriksaan fungsi luhur:1. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah2. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri maupun orang lain.6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana. BAB VPENUTUP

A. KESIMPULANAdapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah sebagai berikut :1. Refleks kulit perut berupa kontraksi otot dinding perut.2. Refleks cahaya berupa kontriksi pupil homolateral dan kontralateral.3. Refleks periost radialis berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.4. Refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan.5. Knee pess reflex, respon berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps.6. Achilles pess refleks, respon berupa plantar rfleksi dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius.7. Refleks biseps berupa fleksi lengan pada siku dan kntraksi otot biseps.8. Refleks trisep berupa ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.

B. SARAN1. Sebaiknya perlengakapan lab diperbanyak sehingga praktikan dapat melakukan praktikum ini sendiri dengan bimbingan asisten.2. Melibatkan langsung mahasiswa dalam proses praktikum agar mahasiswa dapat lebih paham. DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood,Lauralee.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.EGC2. Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC

Page 12: sarap

3. Guyton & Hall.2006.Text Book of Medical Phisiology.Elsevisier Saunders4. http://en.wikipedia.org/wiki/Reflex

  reflex patologis1.   Babynski Test

Tes ini dilakukan dengan menggoreskan ujung palu reflex pada telapak kaki pasien mulai dari tumit menuju ke atas bagian lateral telapak kaki setelah sampai di kelingking goresan dibelokkan ke medial dan berakhir dipangkal jempol kaki. Tanda positif responnya berupa dorso fleksi ibu jari kaki disertai pemekaran atau abduksi jari-jari lain. Tanda ini spesifik untuk cedera traktus piramidalis atau upper motor neuron lesi. Tanda ini tidak bias ditimbulkan pada orang sehat kecuali pada bayi yang berusia di bawah satu tahun. Tanda ini merupakan reflex patologis.

2.   Oppenheim TestTanda atau reflex patologis ini dapat dibangkitkan dengan mengurut tulang tibia dari atas ke bawah menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Tanda ini positif responnya sama babinski tes yang mengindikasikan upper motor neuron lesi.

3.   Chaddock TestMemberikan rangsangan dengan jalan menggores pada bagian lateral malleolus lateralis.

4.   Gordon TestCara : memencet atau mencubit otot betis.

5.   Refleks OppenheimCara : mengurut dengan kuat pada tibia dan otot tibialis anterior dari atas ke distal.

6.   Refleks SchaeferCara: memencet/mencubit tendon achilles.

Semua pemeriksaan Reflex patologis diatas memiliki respon yang sama dengan Babynski ketika ada kelainan pada upper motor neuron.

B. Reflex Fisiologis (Reflex Dalam)1. Jaw Jerk Reflex

Tingkat segmental : Pons (Trigeminal).Cara : Tekankan ibu jari tangan pada dagu penderita dengan mulut setengah sampai tiga perempat terbuka, dalam keadaan rileks.Respon : akan terjadi kontraksi otot maseter (elevasi mulut)

2. Reflex BicepsTingkat segmental : C5-C6

Cara : Lengan penderita dalam keadaan fleksi, letakkan ibu jari tangan di atas tendon m.biceps. Respon timbul gerakan fleksi lengan bawah.

Page 13: sarap

3. Reflex BrachioradialisTingkat segmental : C5-C6Cara : Penderita duduk dengan lengan difleksikan serta pronasi, lakukan ketukan pada proc. Stiloideus radius. Respon : timbul gerakan lengan bawah fleksi dan supinasi.

4.   Reflex TricepsTingkat segmental : C6,C7,C8Cara : Pegang lengan bawah penderita yang disemifleksikan , kemudian ketuklah tendon insersio m.triceps pada atas olecranon atau topang lengan yang berada dalam keadaan abduksi dengan lengan bawah yang tergantung bebas kemudian lakukan ketukan. Respon : terjadi gerakan ekstensi elbow.

5.   Reflex Tendon Patella (Kne Pes Reflex)Tingkat segmental : L3Cara : tungkai difleksikan dan digantung di tepi tempat bed. Lakukan ketukan pada tendon m. quadriceps femoris. Respon : gerakan ekstensi knee joint.

6.      Refleks Tendon Achilles (Achilles Pes Reflex)Tingkat segmental : S1-S2.Cara : tungkai bawah difleksikan sedikit kemudian kita pegang kaki pada ujungnyauntuk memberikan sikap dorso fleksi ringan pada kaki. Lakukan ketokan pada tendon achilles.Respon : terjadinya kontraksi pada m.triceps surae sehingga terjadi gerakan plantar fleksi pada kaki.

Tingkat Jawaban Refleks

Tingkat : Keterangan :

0 Tidak ada. 1+ Hypoaktif,dan normal atau tid 2+ Fisiologis/normal. 3+ Meninggi/dapat normal atau tidak.4+ Jelas hyperaktif disertai klonu 5+ Jelas hyperaktif disertaklonus menetap

C. Reflex Superficialis1.      Reflex Kornea.

Cara : kornea mata disentuh dengan sepotong kapas yang ujungnya dibuat runcing, hal ini akan menyebabkan dipejamkannya mata (m. orbicularis oculi), saat melakukan pemeriksaan ini pasien tidak boleh mengetahuinya sehingga pasien dengan menyuruh melirik ke arah berlawanan dengan arah datangnya kapas . Respon : Gangguan nervus V sensorik memberi respon berupa refleks menjadi berkurang.

2.      Reflex Dinding PerutCara : melakukan goresan pada dinding perut dengan benda yang agak runcing. Refleks ini dilakukan pada berbagai lapang dindin perut, yaitu :

a. Epygastrium (Th6-Th7)

Page 14: sarap

b. Perut bagian atas (Th7-Th9)c. Perut bagian tengah (Th9-Th11)d. Perut bagian bawah (Th11,Th12 & Lumbal atas)

Respon : terlihat pusar bergerak kearah otot yang berkontraksi.

3.      Reflex KremasterCara : dilakukan dengan menggores atau menyentuh bagian medial pangkal paha ke arah atas. Respon : scrotum akan berkontraksi. Pada lesi tractus piramidalis refleks ini akan menjadi negatif. Lengkung refleks melalui L1,L2.

 Pendahuluan

          Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan laboratorium (penunjang). Pemeriksaan neurologis meliputi: pemeriksaan kesadaran, rangsang selaput otak, saraf otak, sistem motorik, sistem sensorik refleks dan pemeriksaan mental (fungsi luhur).

          Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan berkembang dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.

Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental di sisi ranjang (bedside) masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat meningkatkan kemampuan pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita dapat mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat-alat canggih yang kita miliki.

          Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk melihat, mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan pemeriksaan anamnesis, fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosis, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.

 Anamnesis

          Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting. Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya. Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu; jadi, dalam bentuk serangan. Di luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat. Jika penderita datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-anamnesis).

          Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis kita

Page 15: sarap

perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan oleh bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa: “Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke ara diagnosa yang tepat”.

          Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu:

1. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang dideritanya.

2. Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum o Sensorium (kesadaran)

Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa yaitu: 

  o  

Normal      : kompos mentis Somnolen : : Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila

dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai letargi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya pasien dibangungkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.

Sopor (stupor) : Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri pasien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.

Koma – ringan (semi-koma) : Pada keadaan ini tidak ada respons terhadap rangsang verbal. Refleks ( kornea, pupil dsb) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respons terhadap rangsang nyeri. Pasien tidak dapat dibangunkan.

Koma (dalam atau komplit) : Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

o Skala Koma Glasgow

Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow yang memperhatikan tanggapan (respon) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai pada respon tersebut. Tanggapan/respon penderita yang perlu diperhatikan adalah:

Page 16: sarap

 Membuka mata

  o  

Spontan                                    4 Terhadap bicara                   3 Dengan rangsang nyeri      2 Tidak ada reaksi                    1

Respon verbal (bicara) 

  o  

Baik dan tidak ada disorientasi              5 Kacau (“confused”)                                     4 Tidak tepat                                                      3 Mengerang                                                      2 Tidak ada jawaban                                        1

Respon motorik (gerakan)

  o  

Menurut perintah                                         6 Mengetahui lokasi nyeri                            5 Reaksi menghindar                                      4 Refleks fleksi (dekortikasi)                        3 Refleks ekstensi (deserebrasi)                 2 Tidak ada reaksi                                             1

 

  o Tekanan daraho Frekuensi nadio Frekuensi nafaso Suhu

 

Pemeriksaan Neurologis o Kepala dan Leher

-         Bentuk                    : simetris atau asimetris

-         Fontanella            : tertutup atau tidak

-         Transiluminasi

 

Page 17: sarap

o  Rangsang meningeal

-         Kaku kuduk    : Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat

-         Kernig sign     : Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan Kernig sign positif.

-         Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

-         Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.

-         Lasegue sign  : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60°.

  o  Saraf-saraf otak

Nervus I (olfaktorius)

-         Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.

-         Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam.

-         Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.

-         Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.

Page 18: sarap

-         Kakosmia adalah mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada.

-         Halusinasi penciuman adalah bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini

  o  

Nervus II (optikus)

-         Tajam penglihatan : membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku atau koran.

-         Lapangan pandang         : Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode Konfrontasi dari Donder. Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan (visual field) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.

-         Melihat warna

-         Refleks ancaman

-         Refleks pupil

  o  

Nervus III (okulomotorius)

-         Pergerakan bola mata ke arah : atas, atas dalam, atas luar, medial, bawah, bawah luar.

-         Diplopia (melihat kembar)

-         Strabismus (juling)

-         Nistagmus (gerakan bola mata diluar kemauan pasien)

-         Eksoftalmus (mata menonjol keluar)

-         Pupil : lihat ukuran, bentuk dan kesamaan antara kiri dan kanan

-         Refleks pupil (refleks cahaya)

Page 19: sarap

Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil. Normal, akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil (miosis). Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada pelebaran kembali yang tidak terjadi dengan segera.

Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.

-         Rima palpebra

-         Deviasi konjugae

  o  

Nervus IV (trochlearis)

-         Pergerakan bola mata ke bawah dalam

  o  

Nervus V (trigeminus)

-         Pemeriksaan motorik : membuka dan menutup mulut; palpasi otot maseter dan temporalis; kekuatan gigitan.

-         Cara :

1.   1.  

1.   1. pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba

M. masseter dan M. temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama.

2. Pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan, rahang bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi tengah.

-         Pemeriksaan sensorik : dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.

-         Refleks kornea : Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup matanya atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.

-         Refleks masseter : Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer reflex” normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada. Bila ada

Page 20: sarap

gerakan hebat yaitu kontraksi M. masseter, M. temporalis, M. pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut refleks meninggi.

-         Refleks bersin : menggunakan kapas.

  o  

Nervus VI (abdusens)

-         Pergerakan bola mata ke lateral

  o  

Nervus VII (fasialis)

-         Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh)

-         Pemeriksaan fungsi sensorik :

  o  

  2/3 bagian depan lidah : Pasien disuruh untuk menjulurkan

lidah, kemudian pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas. Bahannya adalah: glukosa 5 %, NaCl 2,5 %, asam sitrat 1 %, kinine 0,075 %.

Sekresi air mata : Dengan menggunakan Schirmer test (lakmus merah). Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm. Warna berubah jadi biru; normal: 10–15 mm (lama 5 menit).

 

  o  

Nervus VIII (vestibulo-koklearis)

-         Pemeriksaan fungsi n. koklearis untuk pendengaran

  o  

  Pemeriksaan Weber : Maksudnya membandingkan transportasi

melalui tulang ditelinga kanan dan kiri pasien. Garputala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras (pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih

Page 21: sarap

keras). Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis media kiri, pada test Weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat “nerve deafness” disebelah kiri, pada test Weber dikanan terdengar lebih keras.

Pemeriksaan Rinne : Maksudnya membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara dari pasien. Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama daripada melalui tulang. Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test positip. Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada “conduction deafness” test Rinne negatif.

Pemeriksaan Schwabah : Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi maka garpu tala diletakkan di tulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengar bunyinya maka dikatakan Schwabach (untuk konduksi tulang) lebih pendek.

 -         Pemeriksaan fungsi n. vestibularis untuk keseimbangan

  o  

  Pemeriksaan dengan tes kalori

Bila telinga kiri didinginkan (diberi air dingin) timbul nystagmus kekanan. Bila telinga kiri dipanaskan (diberi air panas) timbul nistagmus kekiri. Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan, misalnya nystagmus kekiri berarti fase cepat kekiri. Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.

  o  

  Pemeriksaan ‘past pointing test’

Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya pasien harus dapat melakukannya.

 

Page 22: sarap

o    

Tes Romberg

Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.

  o  

  Stepping test

Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup, sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa. Selama test ini pasien diminta untuk berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test berlangsung. Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.

 

  o  

Nervus IX

-         Pemeriksaan motorik : disfagia, palatum molle, uvula, disfonia, refleks muntah.

Cara 1 : Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruf “a”. Jika ada gangguan maka otot stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit dan akibatnya rongga hidung dan rongga mulut masih berhubungan sehingga bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf “a” dinding pharynx terangkat sedang yang lumpuh tertinggal, dan tampak uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik kesisi yang sehat

Cara 2 : Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada dinding pharynx kanan dan kiri dan bila ada gangguan sensibilitas maka tidak terjadi refleks muntah.

-         Pemeriksaan sensorik : pengecapan 1/3 belakang lidah

  o  

Nervus X

Pemeriksaan bersamaan dengan nervus IX.

  o  

Nervus XI

Page 23: sarap

-         Memeriksa tonus m. sternocleidomastoideus : Dengan menekan pundak pasien dan pasien diminta untuk mengangkat pundaknya.

-         Memeriksa tonus m. trapezius : Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. sternocleidomastoideus.

  o  

Nervus XII

Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik, hal demikian disebut: dysarthria. Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun. Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit. Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah. Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

Pemeriksaan sistem motorik

Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.

  o Pengamatan

-         Gaya berjalan dan tingkah laku.

-         Simetri tubuh dan ektremitas.

-         Kelumpuhan badan dan anggota gerak, dll.

  o Gerakan volunter

Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:

-         Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.

-         Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.

-         Mengepal dan membuka jari-jari tangan.

-         Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.

-         Fleksi dan ekstensi artikulus genu.

-         Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.

-         Gerakan jari- jari kaki.

Page 24: sarap

  o Palpasi otot

-         Pengukuran besar otot.

-         Nyeri tekan.

-         Kontraktur.

-         Konsistensi (kekenyalan).

-         Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada: 

  o  

Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP Kelumpuhan jenis UMN (spastisitas) Gangguan UMN ekstrapiramidal (rigiditas) Kontraktur otot

-         Konsistensi otot yang menurun terdapat pada

  o  

Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot. Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di “motor end plate”

 

  o Perkusi otot

-         Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.

-         Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya terdapat pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk).

-         Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.

  o Tonus otot

-         Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut. Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.

-         Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN).

Page 25: sarap

-         Hipotoni : tahanan berkurang.

-         Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai pada kelumpuhan UMN.

-         Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.

  o Kekuatan otot

-         Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:

  o  

Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini.

Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.

-         Cara menilai kekuatan otot:

  o  

0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total. 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan

pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut. 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya

berat (gravitasi). 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat. 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi

sedikit tahanan yang diberikan. 5 : Tidak ada kelumpuhan (normal)

 

Sistem sensibilitas o Eksteroseptif : terdiri atas rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.

Rasa nyeri bisa dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya dengan menusuk menggunakan jarum, memukul dengan benda tumpul, merangsang dengan api atau hawa yang sangat dingin dan juga dengan berbagai larutan kimia.

Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas. Penderita disuruh mengatakan dingin atau panas bila dirangsang dengan tabung reaksi yang berisi air dingin atau air panas. Untuk memeriksa rasa dingin dapat digunakan air yang bersuhu sekitar 10-20 °C, dan untuk yang panas bersuhu 40-50 °C. Suhu yang kurang dari 5 °C dan yang lebih tinggi dari 50 °C dapat menimbulkan rasa-nyeri.

Page 26: sarap

Rasa raba dapat dirangsang dengan menggunakan sepotong kapas, kertas atau kain dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian-bagian yang simetris.

  o Proprioseptif : rasa raba dalam (rasa gerak, rasa posisi/sikap, rasa getar dan

rasa tekanan)

Rasa gerak : pegang ujung jari jempol kaki pasien dengan jari telunjuk dan jempol jari tangan pemeriksa dan gerakkan keatas kebawah maupun kesamping kanan dan kiri, kemudian pasien diminta untuk menjawab posisi ibu jari jempol nya berada diatas atau dibawah atau disamping kanan/kiri.

Rasa sikap : Tempatkan salah satu lengan/tungkai pasien pada suatu posisi tertentu, kemudian suruh pasien untuk menghalangi pada lengan dan tungkai. Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung ujung telunjuk kanan, ujung jari kelingking kiri dsb.

Rasa getar : Garpu tala digetarkan dulu/diketuk pada meja atau benda keras lalu letakkan diatas ujung ibu jari kaki pasien dan mintalah pasien menjawab untuk merasakan ada getaran atau tidak dari garputala tersebut.

  o Diskriminatif : daya untuk mengenal bentuk/ukuran; daya untuk mengenal

/mengetahui berat sesuatu benda dsb.

Rasa gramestesia : untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan diatas kulit pasien, misalnya ditelapak tangan pasien.

Rasa barognosia : untuk mengenal berat suatu benda.

Rasa topognosia : untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang disentuh pasien.

Refleks o Refleks fisiologis

-        Biseps

Stimulus        : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m. biseps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.

Respons        : fleksi lengan pada sendi siku.

Afferent        : n. musculucutaneus (C5-6)

Efferenst       : idem

-        Triseps

Stimulus        : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.

Page 27: sarap

Respons        : extensi lengan bawah disendi siku

Afferent        : n. radialis (C 6-7-8)

Efferenst       : idem

-        KPR

Stimulus        : ketukan pada tendon patella

Respons        : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m. quadriceps emoris.

Efferent         : n. femoralis (L 2-3-4)

Afferent        : idem

-        APR

Stimulus        : ketukan pada tendon achilles

Respons        : plantar fleksi kaki karena kontraksi m. gastrocnemius

Efferent         : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )

Afferent        : idem

-        Periosto-radialis

Stimulus        : ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi

Respons        : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m. brachioradialis

Afferent        : n. radialis (C 5-6)

Efferenst       : idem

-        Periosto-ulnaris

Stimulus        : ketukan pada periosteum proc. styloigeus ulnea, posisi lengan setengah fleksi & antara pronasi – supinasi.

Respons        : pronasi tangan akibat kontraksi m. pronator quadratus

Afferent        : n. ulnaris (C8-T1)

Efferent         : idem

 

Page 28: sarap

o Refleks patologis

-        Babinski

Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.

Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari – jari kaki.

-        Chaddock

Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis dari posterior ke anterior.

Respons : seperti babinski

-        Oppenheim

Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal

Respons : seperti babinski

-        Gordon

Stimulus : penekanan betis secara keras

Respons : seperti babinski

-        Schaeffer

Stimulus : memencet tendon achilles secara keras

Respons : seperti babinski

-        Gonda

Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat

Respons : seperti babinski

-        Hoffman

Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien

Respons : ibu jari, telunjuk dan jari – jari lainnya berefleksi

-        Tromner

Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien

Respons : seperti Hoffman

Page 29: sarap

Koordinasi

Termasuk dalam pemeriksaan koordinasi :

-        Lenggang

-        Bicara : berbicara spontan, pemahaman, mengulang, menamai.

-        Menulis : mikrografia pada Parkinson’s disease

-        Percobaan apraksia : ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang terampil : mengancing baju, menyisir rambut, dan mengikat tali sepatu

-        Mimik

-        Tes telunjuk : pasien merentangkan kedua lengannya ke samping sambil menutup mata. Lalu mempertemukan jari-jarinya di tengah badan.

-        Tes telunjuk-hidung : pasien menunjuk telunjuk pemeriksa, lalu menunjuk hidungnya.

-        Disdiadokokinesis : kemampuan melakukan gerakan yang bergantian secara cepat dan teratur.

-        Tes tumit-lutut : pasien berbaring dan kedua tungkai diluruskan, lalu pasien menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain.

Vegetatif

Pemeriksaan vegetatif :

-        Vasomotorik : pembuluh darah à digores merah

-        Sudomotorik : berkeringat

-        Pilo-erektor : merinding à tangan pemeriksa setelah memegang es, lalu memegang pasien

-        Miksi

-        Defekasi

-        Potensi libido

Vertebra

Bentuk, scoliosis, hiperlordosis, kifosis

Tanda-tanda perangsangan radikuler

1.  

Page 30: sarap

1. Laseque    : kaki difleksikan pada sendi panggul dengan sendi lutut tetap ekstensi à tahanan dengan sudut > 60°

2. Cross Laseque : lakukan tes Laseque, nyeri pada kaki yang berlawanan3. Patrick4. Contra-Patrick

 Gejala-gejala Cerebellar

1.   1. Ataksia : gangguan gerakan jalan yang tidak teratur oleh karena impuls

proprioseptif tidak dapat diintegrasikan (gangguan koordinasi gerakan).2. Disartria : gangguan kata-kata.3. Tremor : intention tremor : iregular, bertambah kasar bila tangan menuju suatu

arah atau sasaran.4. Nistagmus : tes kalori5. Fenomena Rebound : tidak mampu menghentikan gerakan tepat pada

waktunya. Penderita memfleksikan tangan dan disuruh menahan tahanan oleh pemeriksa, lalu pemeriksa melepaskan tangannya dengan tiba-tiba à ditahan oleh otot-otot triseps à normal.

6. Vertigo : gangguan orientasi ruangan dimana perasaan dirinya bergerak berputar terhadap ruangan di sekitarnya atau ruangan sekitarnya bergerak terhadap dirinya.

 

Gejala-gejala ekstrapiramidal

1.   1. Tremor : resting tremor/Parkinson tremor2. Rigiditas : hipertonus otot-otot3. Bradikinesia : gerakan melambat

 

Fungsi Luhur

1.   1. Kesadaran kualitatif2. Ingatan baru3. Ingatan lama4. Orientasi : diri, tempat, waktu, situasi5. Inteligensia : normal, terganggu6. Daya pertimbangan : baik, kurang7. Reaksi emosi : normal, terganggu8. Afasia : gangguan berbahasa (gangguan dalam memproduksi atau memahami

bahasa)

- Ekspresif : motorik, area Brocca

- Reseptif : area Wernicke

Page 31: sarap

9.   Agnosia : ketidakmampuan mengenali benda-benda yang telah dikenali  sebelumnya.

-        Agnosia visual : tidak mampu mengenali objek secara visual

-        Agnosia jari : ketidakmampuan mengidentifikasi jarinya atau jari orang lain → pasien menutup mata, pemeriksa memegang salah satu jari pasien, dan pasien membuka mata dan menunjukkan jari yang diraba tadi.

10.  Akalkulia : ketidakmampuan berhitung

11.  Disorientasi kanan-kiri