sap hisprung
DESCRIPTION
Sap HisprungTRANSCRIPT
SATUAN ACARA PENYULUHAN
HISPRUNG
Di Ruang 15 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
TIM PKRS IRNA II (R.15)
RSU Dr.SAIFUL ANWAR
MALANG
2014
SATUAN ACARA PENYULUHAN
1. Topik : Sistem Gastrointestinal
2. Pokok Bahasan : Hisprung
3. Sasaran : Keluarga pasien di ruang 15 RSSA
4. Waktu dan Tempat
Tempat : Ruang 15 Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang
Waktu : Kamis, 20 Juni 2014, Pukul 10.00 WIB
5. Alokasi Waktu : 30 menit
6. Pemberi Materi : Mahasiswa
7. Metode : Ceramah dan diskusi
8. Media : LCD
9. Latar belakang
Penyakit hisprung (Hirschprung) merupakan suatu kelainan bawaan yang menye-
babkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksi-
mal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit his-
prung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua
usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus. Penyakit hisprung juga dikatakan se-
bagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari
pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak
adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat bere-
laksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat
menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya fe-
ses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus
proksimal.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Ker-
nohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh
gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion. Penyakit hisprung terjadi
pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti,
tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200
juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400
bayi dengan penyakit hisprung.
Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih
banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hisprung terjadi
pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan ca-
cat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardio-
vaskuler. Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kega-
galan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna
hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor
genetik dan faktor lingkungan. Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi
melalui pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rec-
tal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu
dengan pembedahan dan colostomi.
10. Tujuan instruksional
a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit peserta mampu mengetahui dan
memahami tentang penyakit hirschprung.
b. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan, peserta dapat:
1) Mengetahui dan memahami definisi hisprung
2) Mengetahui dan memahami etiologi hisprung
3) Mengetahui dan memahami klasifikasi hisprung
4) Mengetahui dan memahami manifestasi klinis hisprung
5) Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik hisprung
6) Mengetahui dan memahami penatalaksanaan hisprung
11. Sub Pokok Bahasan
1) Definisi hisprung
2) Etiologi hisprung
3) Klasifikasi hisprung
4) Manifestasi klinis hisprung
5) Pemeriksaan diagnostik hisprung
6) Penatalaksanaan hisprung
12. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Waktu Kegiatan Perawat Kegiatan Klien Metode Media
Pendahuluan 5
menit
1. Memberi salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan penyuluhan
dan pokok materi yang akan
disampaikan
4. Menggali pengetahuan pasien
tentang hisprung
1. Menjawab
salam
2. Mendengarkan
dan
memperhatikan
3. Menjawab
pertanyaan
Ceramah
dan
Tanya
Jawab
-
Penyajian 15
menit
Menjelaskan materi:
1. Definisi hisprung
2. Etiologi hisprung
3. Klasifikasi hisprung
4. Manifestasi klinis hisprung
5. Pemeriksaan diagnostik
hisprung
6. Penatalaksanaan hisprung
1. Mendengarkan
dan
memperhatikan
2. Menganjukan
pertanyaan
Ceramah
dan
Tanya
Jawab
LCD
dan
power
point
Penutup 10
menit
1. Penegasan materi
2. Meminta peserta untuk
menjelaskan kembali materi
yang telah disampaikan dengan
singkat menggunakan bahasa
peserta sendiri
3. Memberikan pertanyaan
kepada peserta tentang materi
yang telah disampaikan
4. Menutup acara dan
mengucapkan salam
1. Menjawab
pertanyaan
yang diberikan
oleh penyuluh
2. Membalas
salam
Tanya
Jawab
13. Evaluasi
a. Evaluasi struktur
o Jumlah peserta yang hadir dalam kegiatan penyuluhan minimal 5 orang.
o Penyuluhan menggunakan power point
o Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Ruang 15 RSSA Malang.
o Pengorganisasian dan persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan pada hari se-
belumnya.
b. Evaluasi proses
o Penyaji mampu menguasai materi penyuluhan yang diberikan.
o Penyaji mampu menyampaikan materi dengan baik.
o Peserta mendengarkan ceramah dengan baik dan sangat berkonsentrasi
terhadap materi yang disampaikan oleh pemberi penyuluhan.
o Peserta antusias untuk bertanya dalam kegiatan penyuluhan dan menerima pen-
jelasan dari penyaji.
o Peserta tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan penyuluhan selesai dilak-
sanakan.
o Tidak ada pasien/keluarga pasien yang mondar-mandir selama kegiatan penyu-
luhan berlangsung.
c. Evaluasi hasil
o Pre penyuluhan
25% peserta mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh penyaji sebelum
penyaji menyampaikan materi penyuluhan.
o Post penyuluhan
Peserta mampu menjawab pertanyaan dari penyaji yang meliputi:
1) Definisi hisprung
2) Etiologi hisprung
3) Klasifikasi hisprung
4) Manifestasi klinis hisprung
5) Pemeriksaan diagnostik hisprung
6) Penatalaksanaan hisprung
14. Media
Power Point
15. Materi
(terlampir)
MATERI PENYULUHAN
1. Definisi
Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung
tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus
yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini meru-
pakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik).
Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak
mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam
menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang
usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Ketidak adaan ini menimbulkan keab-
normalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
( Betz, Cecily & Sowden : 2000 )
2. Penyebab
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah
rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh
usus sampai pilorus.
a) Keturunan
b) Gangguan perkembangan embrionik usia 1-3 bulan saat kehamilan
c) Kekurangan konsumsi asam folat/nutrisi yang tidak mencukupi selama kehamilan
d) Virus TORCH
3. Tanda dan Gejala
Bayi baru lahir yang mempunyai anus tetapi tidak bisa mengeluarkan meconium
dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah
bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total
saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium.
Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan
demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang
khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare
berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1) Masa neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir (dapat berupa tai
gagak BAB yang berwarna hitam)
b. Tidak bisa flatus
c. Muntah berisi empedu
d. Enggan minum
e. Distensi abdomen (khas distensi mengarah ke samping)
2) Masa bayi dan kanak-kanak
a. Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tidak bisa flatus
d. Tinja seperti pita, berbau busuk
f. Distensi abdomen (khas distensi mengarah ke samping)
e. Gagal tumbuh
f. Adanya masa difecal dapat dipalpasi
g. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )
h. Pada hisprung segmen pendek saat dilakukan rectal touch BAB menyemprot
4. Klasifikasi
Pada pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit ini, pada sel ganglion Auerbach dan
Meissner tidak ditemukan serabut saraf menebal dan serabut otot hipertrofik.
Aganglionosis ini mulai dari anus ke arah oral. Berdasarkan panjang segmen yang
terkena, penyakit Hirschprung dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori:
1) Penyakit Hirschprung segmen pendek/ HD klasik (75%)
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid. Merupakan 70% dari kasus
penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan
anak perempuan.
2) Penyakit Hirschprung segmen panjang/ Long segment HD
Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid malah dapat mengenai seluruh kolon
atau sampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki maupun
perempuan.
3) Total Colonic Aganglionosis
Beberapa lainnya yang jarang terjadi, yaitu:
- Total intestinal aganglionosis
- Ultra short segment Hirschprung’s disease (melibatkan rectum distal di bawah
lantai pelvis dan anus).
5. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan dengan barium enema (colon in loop), dengan pemeriksaan ini akan
bisa ditemukan:
a. Daerah transisi
b. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c. Entrokolitis padasegmen yang melebar
d. Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2) Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3) Biopsi otot rectum
Yaitu pengambilan lapisan otot rectum.
4) Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase
Dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas
enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5) Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus ( Betz, cecily & Sowden,
2002 : 197 )
6) Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.
6. Penatalaksanaan
Medis
Ada beberapa tindakan yang dilakukan pada penderita Hisprung
1) Konservatif
Pada neonates/bayi/anak dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa
rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara. Bisa juga dilakukan spooling 2x
sehari.
2) Tindakan bedah sementara
Kolostomi pada neonates/bayi/anak, terlambat diagnosis, eneterokolitis berat dan
keadaan umum buruk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling
distal.
3) Tindakan bedah defenitif
Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk
melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar
untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama
( Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel,
Boley & Soave. Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap.
Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran
usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3
sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan
10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus
aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan
jarak 1 cm dari anus.
Prosedur Duhamel
Umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini
terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan menganastomosiskannya
di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari
selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut.
Pada prosedur Swenson
Bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis
end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi
dilakukan pada bagian posterior.
Prosedur Soave
Dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan bila hisprung termasuk segmen
pendek < 1 cm diatas rectum. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap
utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya
anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
Komplikasi
a) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit/dehidrasi
b) Distensi abdomen
c) Muntah
d) Hipertermi
e) NEC (Enterokolitis)
f) Kelemahan bila tidak segera ditangani
g) Sepsis
Yang patut dicurigai sebagai hisprung
a) Anak BAB tidak rutin 2x sehari/minimal 1x dalam sehari, kadang-kadang 2 hari
sekali
b) Bayi yang tidak langsung mengeluarkan mekonium 2x24 jam
c) Anak yang BAB nya sering dibantu dengan obat pencahar
Daftar Pustaka
Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III,
EGC, Jakarta.
Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Markum, H. 2001. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.
Pritchard, J.A. 1997. Obstetric Williams. Edisi xvii. Airlangga University Press:
Surabaya.
Saifudin, AB, dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. YBPSP, Jakarta.
Schwart, M.W. 2005. Pedoman Klilik Pediatrik. Jakarta : EGC.
Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Cetakan I. Jakarta : EGC.