askep hisprung bu livya
DESCRIPTION
dhu89iqTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab
obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling
sering pada neonatus.
Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara
spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses
secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang
tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat
menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada
tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan
Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh
gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Hasil Penulisan
Adapun harapan kami dengan adanya hasil penulisan makalah ini mudah-mudahan
bisa berguna sebagai berikut :
1. Bahan pelajaran bagi Mahasiswa Poltekes Makassar.
2. Bahan bacaan di perpustakaan Poltekes Makassar.
3. Pengalaman berharga bagi penyusun.
4. Sebagai bahan masukan bagi Mahasiswa yang ingin lebih memahami materi tentang
Asuhan Keperawatan Anak Hisprung
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Hinsprung
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab
obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling
sering pada neonatus.
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan
keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada
bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan
(ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga
usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk
setiap individu.
.
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus
Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian
bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon. Diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down
Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
1. Keturunan karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan sejak lahir.
2. Faktor lingkungan
3. Tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon.
4. Ketidakmampuan sfingter rectum berelaksasi
C. Epidemiologi
Insidensi penyakit Hisprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung.
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan
Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan
57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan
dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup
signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan
adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks
vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus).
D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala klinis
mulai terlihat :
Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang
terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih
dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat
angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat angka 93,5%
untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi
abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera.
Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit
Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia
2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea,
distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3
kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi
meski telah dilakukan kolostomi.
Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan
gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen.
Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak
teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi. Kasus yang lebih ringan
mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari.
Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):
1. Tidak dapat meningkatkan berat badan
2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap
sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
5
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
1. Konstipasi (sembelit)
2. Kotoran berbentuk pita
3. Berbau busuk
4. Pembesaran perut
5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia Gejala Hisprung
Gejala-gejala yang terjadi pada pasien mega kolon/penyakit hisprung antara lain:
1. Pada bayi yang baru lahir tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada
bayi baru lahir)
2. Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, perut
menggembung, muntah
3. Diare encer (pada bayi baru lahir)
4. Berat badan tidak bertambah
5. Malabsorpsi
E. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic
hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega
Colon ( Betz, Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi
dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar ( Price, S & Wilson ).
F. Komplikasi
1. Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang
berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi (pembentukan pembuluh abnormal
atau berlebihan) yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan
abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang
dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam.
Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh,
terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam
tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis dan kematian. Apabila
dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen proksimal.
2. Stenosis (penyempitan)
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan
penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya
jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler
biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior
berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang
biasanya akibat prosedur Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit, distensi
abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal. Tindakan yang dapat dilakukan
bervariasi, tergantung penyebab stenosis, mulai dari businasi hingga sfinkterektomi
posterior.
3. Enterokolitis
Enterokolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus.
Semakin berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin dipenuhi
eksudat fibrin yang dapat meningkatkan resiko perforasi (perlubangan saluran cerna)
. Proses ini dapat terjadi pada usus yang aganglionik maupun ganglionik.
Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien penyakit Hirschprung terutama jika
segmen usus yang terkena panjang
Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis
adalah :
a. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.
b. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.
c. Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.
d. Pemberian antibiotika yang tepat.
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien
dengan endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan
kematian pada megakolon kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut
Swenson adalah karena obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca bedah disebabkan oleh
stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganlionik yang tersisa masih spastik.
Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda obtruksi
seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif cair dan berbau busuk.
Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah dapat terjadi nekrosis,
infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada megakolon kongenital adalah terdapatnya
gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada konstipasi
persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah.
4. Gangguan Fungsi Sfinkter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal
untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter
yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi,
meskipun secara teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan
keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya
sedikit-sedikit dan sering.
G. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.
Anamnesis
Pada neonatus :
1. Mekonium keluar terlambat, > 24 jam
2. Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
3. Perut cembung dan tegang
4. Muntah
5. Feses encer
Pada anak :
1. Konstipasi kronis
2. Failure to thrive (gagal tumbuh)
3. Berat badan tidak bertambah
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi abdomen terlihat perut cembung atau membuncit seluruhnya,
didapatkan perut lunak hingga tegang pada palpasi, bising usus melemah atau
jarang. Pada pemeriksaan colok dubur terasa ujung jari terjepit lumen rektum yang
sempit dan sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam
jumlah yang banyak dan kemudian kembung pada perut menghilang untuk
sementara.
H. Penatalaksanaan
Medis
1. Pembedahan
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di
usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus
besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk
melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar
untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama
(Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,
Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling
sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana
mukosa aganglionik telah diubah (Darmawan K 2004 : 37)
2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum
memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
4. Terapi farmakologi
- Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet dan
wujud feses adalah efektif
- Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik.
Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba
Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak
dengan malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya
meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema.
Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi
dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemberi informasi.
a. Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung,
muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir,
distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien
mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan
dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
d. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan.
e. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah
diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.
g. Riwayat social
Apakah ada pendekatan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan
hubungan dengan orang lain.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
i. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.
j. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Keadaaan/penampilan umum: lemah, sakit ringan, sakit berat, gelisah, rewel.
Kesadaran: dapat diisi dengan tingkat kesadaran secara kualitatif atau kuantitaf yang
dipilih sesuai dengan kondisi klien.secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
pengukuran GCS. Sedangkan secara kualitatif tingkat kesadaran dimulai dari kompos
mentis, apatis, samnolen,sopor,dan koma.
Tanda-tanda vital :
- Tensi : tekanan sistol/diastol mmhg
- Nadi : frekuensi permenit,denyut kuat atau tidak, reguler atau ireguler
- Suhu : ........ ˚C
- Frekuensi pernafasan : frekuensi permenit,reguler/ireguler
- Berat badan : sebelum sakit ......... Kg
Sekarang.................Kg
2) integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat
capilary refil, warna kulit, edema kulit.
3) Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
4) Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal,
frekuensi denyut nadi / apikal.
5) Kepala:
Rambut: warna, kebersihan.
Mata: Kaji adanya konjungtivitis, pupil, sklera, ketajaman penglihatan
Hidung : kebersihan,sekresi,dan pernafasan kuping hidung.
Mulut : bibir,mukosa mulut, lidah dan tonsil.
Gigi : jumlah,karies,gusi,dan kebersihan.
Telinga : kebersihan,sekresi,dan pemeriksaan pendengaran.
6) Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya
kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik
muntah) adanya keram, tendernes.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya
dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Post operasi
1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
2. Nyeri b/d insisi pembedahan
3. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi.
C. Intervensi Keperawatan
Pre operasi
No Dx Tujuan Intrvensie
1. Konstipasi
berhubungan dengan
mekanik : megakollon
BAB lancar, dengan
kriteria :
- Faeses lunak
- Anak tidak kesakitan saat
BAB.
- Tindakan operasi colostomi
1. Bowel management
Catat BAB terakhir
Monitor tanda konstipasi
Anjurkan keluarga untuk
mencatat warna, jumlah,
frekuensi BAB.
Berikan supositoria jika
perlu.
2. Bowel irrigation
- Jelaskan tujuan dari irigasi
rektum.
Check order terapi.
Jelaskan prosedur pada
orangtua pasien.
Berikan posisi yang sesuai.
Cek suhu cairan sesuai suhu
tubuh.
Berikan jelly sebelum rektal
dimasukkan.
- Monitor effect dari irigasi.
3. Persiapan preoperatif
Jelaskan persiapan yang
harus dilakukan.
- lakukan pemeriksaan
laboratorium: darah rutin,
elektrolit, AGD.
transfusi darah bila perlu.
2. Cemas berhubungan
dengan perubahan
dalam status kesehatan
anak
Cemas keluarga pasien
tertangani dengan kriteria:
Ibu terlihat lebih tenang
- Ibu dapat bertoleransi
dengan keadaan anak.
1. Anxiety reduction
- jelaskan semua prosedur
yang akan dilakukan.
- kaji pemahaman orangtua
terhadap kondisi anak,
tindakan yang akan
dilakukan pada anak.
- anjurkan orang tua untuk
berada dekat dengan anak.
- bantu pasien
mengungkapkan ketegangan
dan kecemasan.
3. Defisit pengetahuan
berhubungan dengan
tidak mengenal dengan
sumber informasi
Orang tua tahu mengenai
perawatan anak dengan
kriteria:
- Mampu menjelaskan
penyakit, prosedur operasi
mampu menyebutkan
tindakan keperawatan yang
harus dilakukan.
1. teaching: proses penyakit
- Kaji pengetahuan pasien
tentang penyakit.
- Jelaskan tentang penyakit,
prosedur tindakan dan cara
perawatan bersama dengan
dokter.
- Informasikan jadwal
rencana operasi: waktu,
Mampu menyebutkan cara
perawatan.
tanggal, dan tempat operasi,
lama operasi.
- Jelaskan kegiatan praoperasi
: anestesi, diet, pemeriksaan
lab, pemasangan infus,
tempat tunggu keluarga.
- Jelaskan medikasi yang
diberikan sebelum operasi:
tujuan, efek samping.
2. health education:
- jelaskan tindakan
keperawatan yang akan
dilakukan.
- Jelaskan mengenai
penyakit,prosedur
tindakandancara perawatan
dengan dokter.
- Lakukan diskusi dengan
keluarga pasien dengan
penyakit yang sama.
- Jelaskan cara perawatan
post operatif.
4. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
penurunan absorbsi
usus.
Status nutrisi baik, dengan
kriteria:
- Diet seimbang, intake
adekuat.
BB normal.
Nilai lab darah normal: HB,
Albumin, GDR.
- Kaji nafsu makan,
lakukanpemeriksaan
abdomen,adanya distensi,
hipoperistaltik.
- Ukur intake dan output,
berikan per oral / cairan
intravenasesuai program
(hidrasi adalah masalah
yang paling penting selama
masa anak-anak).
- Sajikan makanan favorit
anak, dan berikan sedikit
tapi sering.
- Atur anak pada posisi yang
nyaman (fowler)
- Timbang BB tiap hari pada
skala yang sama.
5. Gangguan koping
keluarga berhubungan
dengan krisis
situasional, ancaman
fungsi peran,
perubahan lingkungan.
Meknisme koping keluarga
efektif, dengan kriteria:
Keluarga menunjukkan bisa
menyesuaikan dengan
lingkungan rumah sakit.
- Anggota keluarga aktif
bertanya.
- Kenalkan keluarga untuk
mengenal staf/perawat yang
merawat
- Gambarkan kegiatan rutin
di RS yang mempengaruhi
anak.
- Anjurkan keluarga untuk
menyesuaikan dengan
lingkungan yang baru dan
asing.
- Informasikan tentang area
di luar unit yang
mungkinmereka perlukan.
- Ciptakan kondisi yang
mendukunguntuk bertanya,
mengungkapkan
kekecewaan dan
perasaannya.
- Hadirkan keluarga terdekat
dengan pasien.
- Jaga privasi, awasi tanda-
tanda ketegangan keluarga.
6. Kekurangan volume
cairan b.d kehilangan
volume caian secara
aktif
Status hidrasi:
Kriteria:
menunjukkan urine output
normal
menunjukkan TD, nadi dan
suhu dbn
1. manajemen cairan
timbang berat badan tiap
hari
kelola catatan intake dan
output
monitor status hidrasi
turgor kulit, kelembaban
mukosa dbn.
Mampu menjelaskan yang
dapat dilakukan untuk
mengatasi kehilangan cairan
(membran mukosa, nadi
adekuat, ortostatik TD)
monitor hasil
laboratorium yang
menunjukkan retensi cairan
monitor keadaan
hemodinamik
monitor vital sign
monitor tanda-tanda
kelebihan atau kekurangan
volume cairan
administrasi terapi Intra
vena
monitor status nutrisi
berikan cairan dan intake
oral.
2. monitor cairan
- kaji jumlah dan jenis
intake cairan dan kebiasaan
eliminasi
- kaji faktor resiko
terjadinya
ketidakseimbangan cairan
- monitor intake dan output
- monitor serum, dan
elektrolit
- jaga keakurtan pencatatan
intake dan output
- administrasi pemberian
cairan
3. managemen hipovolemi
- monitor status cairan
termasuk intake dan output
- jaga kepatenan terpi intra
vena
- monitor kehilangan cairan
- monitor hasil laboratorium
- hitung kebutuhan cairan
- administrasi pemberian
cairan hipotonik/isotonik
- observasi indikasi dehidrasi
- kelola pemberian intake
oral
- monitor tanda dan gejala
over hidration
Post Op.
No Dx Tujuan dan Kriteria hasil Intervesi
1. Nyeri akut
berhubungan dengan
agen injuri fisik
Level nyeri berkurang dengan
kriteria :
anak tidak rewel
ekspresi wajah dan sikap
tubuh rileks
tanda vital dbn
1. Management nyeri
- Kaji nyeri meliputi
karakteristik, lokasi, durasi,
frekuensi, kualitas, dan
faktor presipitasi.
- Observasi ketidaknyamanan
non verbal
- Berikan posisi yang nyaman
- Anjurkan ortu untuk
memberikan pelukan agar
anak merasa nyaman dan
tenang.
- Tingkatkan istirahat
2 Teaching
- Jelaskan pada ortu tentang
proses terjadinya nyeri
- Pertahankan imobilisasi
bagian yang sakit
- Evaluasi keluhan nyeri atau
ketidaknyamanan
- Perhatikan lokasi nyeri.
3. Administrasi analgetik
- Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
- Cek program medis tentang
jenis obat, dosis dan
frekuensi pemberian
- Ikuti 5 benar sebelum
memberikan obat
- Cek riwayat alergi
- Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian obat
- Dokumentasikan pemberian
obat
2. Resiko infeksi
berhubungan dengan
prosedur invasif
Resiko infeksi terkontrol dengan
kriteria :
bebas dari tanda-tanda
infeksi
tanda vital dalam batas
normal
hasil lab dbn
1. Infektion control
- Terapkan kewaspadaan
universal cuci tangan
sebelum dan sesudah
melakukan tindakan
keperawatan.
- Gunakan sarung tangan
setiap melakukan tindakan.
- Berikan personal hygiene
yang baik.
2. Proteksi infeksi
- monitor tanda-tanda infeksi
lokal maupun sistemik.
- Monitor hasil lab: wbc,
granulosit dan hasi lab yang
lain.
- Batasi pengunjung
- Inspeksi kondisi luka insisi
operasi.
3. Ostomy care
- bantu dan ajarkan keluarga
pasien untuk melakukan
perawatan kolostomi
- Monitor insisi stoma.
- Pantau dan dampinggi
keluarga saat merawat
kolostomi
- Irigasi stoma sesuai
indikasi.
- Monitor produk stoma
- Ganti kantong kolostomi
setiap kotor.
4. Medikasi terapi
- Beri antibiotik sesuai
program
- Tingkatkan nutrisi
- Monitor keefektifan terapi.
5. Health education
o Ajarkan pada orang tua
tentang tanda-tanda infeksi.
o Ajarkan cara mencegah
infeksi.
o Ajarkan cara perawatan
colostomi
3. Kekurangan volume
cairan b.d kehilangan
volume caian secara
Status hidrasi:
Kriteria:
menunjukkan urine output
manajemen cairan
timbang berat badan tiap
aktif normal
menunjukkan TD, nadi dan
suhu dbn
turgor kulit, kelembaban
mukosa dbn.
Mampu menjelaskan yang
dapat dilakukan untuk
mengatasi kehilangan cairan
hari
kelola catatan intake dan
output
monitor status hidrasi
(membran mukosa, nadi
adekuat, ortostatik TD)
monitor hasil laboratorium
yang menunjukkan retensi
cairan
monitor keadaan
hemodinamik
monitor vital sign
monitor tanda-tanda
kelebihan atau kekurangan
volume cairan
administrasi terapi Intra
vena
monitor status nutrisi
berikan cairan dan intake
oral.
5. monitor cairan
- kaji jumlah dan jenis
intake cairan dan kebiasaan
eliminasi
- kaji faktor resiko terjadinya
ketidakseimbangan cairan
- monitor intake dan output
- monitor serum, dan
elektrolit
- jaga keakurtan pencatatan
intake dan output
- administrasi pemberian
cairan
6. managemen hipovolemi
- monitor status cairan
termasuk intake dan output
- jaga kepatenan terpi intra
vena
- monitor kehilangan cairan
- monitor hasil laboratorium
- hitung kebutuhan cairan
- administrasi pemberian
cairan hipotonik/isotonik
- observasi indikasi dehidrasi
- kelola pemberian intake
oral
- monitor tanda dan gejala
over hidration
D. Implementasai Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
Pre operasi Hirschsprung
1. Pola eliminasi berfungsi normal
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi
4. Nyeri pada abdomen teratasi
Post operasi Hirschsprung
1. Integritas kulit lebih baik
2. Nyeri berkurang atau hilang
3. Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama pembedahan
kolon
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik
masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak
dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang
mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan
masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus
difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk
tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara
pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kelompok menyadari masih minimnya bahan yang
kelompok gunakan untuk menyusun makalah ini. Untuk itu kelompok menyarankan supaya
ada pihak lain dapat membahas masalah ini lebih mendalam mengenai masalah ini. Dan
tentunya bagi mahasiswa yang melakukan asuhan keperawatan diharapkan harus menganalisa
keadaan pasien dengan baik dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Sowden, 2002, Keperawatan Pediatric Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Carpenito, 1998, Diagnosis Keperawatan, Editor Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd),
Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta :
EGC.