s941302017_bab2

25
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Angkutan Sedimen Termini, 2014 menyatakan bahwa perhitungan angkutan sedimen pada sungai alluvial kesulitan dalam mensimulasi program. Kesulitan dalam mensimulasi disebabkan initial condition sedimen yang tidak seragam. initial condition tersebut disesuaikan koefisien pada daerah yang diinginkan. Hasil simulasi program 1-D menunjukan hasil yang wajar. Hasil tersebut dapat digunakan sebagai aplikasi yang praktis dalam analisa angkutan sedimen. Sungai Xiaobeiganliu mengalami pendangkalan akibat adanya ukuran sedimen melayang yang memiliki partikel besar dengan jumlah yang banyak. Hal ini akan mengurangi kemampuan transportasi sedimen pada daerah tersebut (Zheng, 2011). Model numerik yang digunakan pada Sungai Yellow River Delta untuk mengetahui morfologi sungai akibat adanya angkutan sedimen yang berbentuk bed load adalah transport model (DIVASTSED). Analisa pada Sungai Yellow River Delta menggunakan perbandingan data tahun 1992 dengan 1995. Morfologi Sungai Yellow River Delta menunjukkan adanya perubahan pada muara sungai dengan rata-rata 2,5 km per tahun. Hasilnya menunjukkan adanya pergerakan ke arah laut (Chen, 2010). Dalam menghitung angkutan sedimen, erosi, pengendapan digunakan model numerik HEC-RAS. Initial condition yang diisikan adalah hidrograf sedimen maupun grain size. HEC-RAS merupakan pengembangan dari model numerik Hec-1, hec-2 dan Unet (Stanfort, 2006). Nur hidayah, 2013, menyatakan bahwa untuk mengetahui metode yang tepat memperkirakan besarnya angkutan sedimen di Sungai Bengawan Solo

Upload: aghuwzz-symbianer-dork

Post on 10-Jul-2016

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: S941302017_bab2

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Angkutan Sedimen

Termini, 2014 menyatakan bahwa perhitungan angkutan sedimen pada

sungai alluvial kesulitan dalam mensimulasi program. Kesulitan dalam

mensimulasi disebabkan initial condition sedimen yang tidak seragam. initial

condition tersebut disesuaikan koefisien pada daerah yang diinginkan. Hasil

simulasi program 1-D menunjukan hasil yang wajar. Hasil tersebut dapat

digunakan sebagai aplikasi yang praktis dalam analisa angkutan sedimen.

Sungai Xiaobeiganliu mengalami pendangkalan akibat adanya ukuran

sedimen melayang yang memiliki partikel besar dengan jumlah yang banyak. Hal

ini akan mengurangi kemampuan transportasi sedimen pada daerah tersebut

(Zheng, 2011).

Model numerik yang digunakan pada Sungai Yellow River Delta untuk

mengetahui morfologi sungai akibat adanya angkutan sedimen yang berbentuk

bed load adalah transport model (DIVASTSED). Analisa pada Sungai Yellow

River Delta menggunakan perbandingan data tahun 1992 dengan 1995. Morfologi

Sungai Yellow River Delta menunjukkan adanya perubahan pada muara sungai

dengan rata-rata 2,5 km per tahun. Hasilnya menunjukkan adanya pergerakan ke

arah laut (Chen, 2010).

Dalam menghitung angkutan sedimen, erosi, pengendapan digunakan

model numerik HEC-RAS. Initial condition yang diisikan adalah hidrograf

sedimen maupun grain size. HEC-RAS merupakan pengembangan dari model

numerik Hec-1, hec-2 dan Unet (Stanfort, 2006).

Nur hidayah, 2013, menyatakan bahwa untuk mengetahui metode yang

tepat memperkirakan besarnya angkutan sedimen di Sungai Bengawan Solo

Page 2: S941302017_bab2

6

(Jurug – Serenan) dengan membandingkan hasil langsung uji dilapangan dan

beberapa metode diantaranya Acker-White, Englund-Hunsen, Laursen, Meyer

Peter Muller, Toffaleti dan Yang. Metode pendekatan yang mendekati dengan

kondisi sungai di Jurug-Serenan adalah metode Meyer Peter Muller .

Menurut Junaedi, 2012, menyatakan bahwa besarnya angkutan sedimen tak

berdimensi dapat digunakan persamaan Einstein. Persamaan Einstein berdasarkan

pendekatan probabilistik pada sungai alluvial. Dalam memilih persamaan

angkutan sedimen di lapangan berdasarkan karakterisrik sungai dan tingkat

akurasi yang diharapkan dibutuhkan metode pendekatan. Metode pendekatan

menggunakan berdasarkan penyebaran data-data pada grafik terhadap garis

diagonal (line of perfect agreement) dan besarnya prosentase data pada rentang

nilai discrepancy ratio. Metode yang digunakan antara lain; Graf & Suszka,

Julien, Brown, Parker, Engelund et Fredsoe Meyer-Peter & Mueller, dan Recking

Hasil yang mendekati hitungan Einstein adalah metode Graf & Suszka.

Perhitungan volume pengangkutan sedimen menggunakan rumus

pendekatan Schocklitsch. Rumus tersebut memasukkan faktor kecepatan aliran

(U) yang sangat berpengaruh pada terjadinya volume pengangkutan sedimen.

Kecepatan aliran (U) semakin besar maka semakin besar pula angkutan

sedimentasinya (Subary, 2005).

Feirani, 2011, menyatakan bahwa dalam mengatasi persoalan sedimen

yang ada di muara Sungai Bang adalah dengan memanfaatkan bangunan jeti

panjang dan mulut sungai selalu terbuka. Bangunan tersebut didasarkan pada

pertimbangan kemudahan operasional dan pemeliharaan (O&P) dan analisis

dampak lingkungan (amdal).

Penanganan sedimen yang ada di Bendung Colo dilakukan dengan analisa

uji model hidraulik fisik (UMH fisik). UMH fisik pada Bendung Colo dilakukan

dengan tinjauan morfologi sedimen. UMH fisik tersebut dilakukan berbagai

modifikasi bangunan. Bangunan paling efektif adalah dengan menambahkan

bangunan kantong lumpur (Jaji, 2006).

Page 3: S941302017_bab2

7

Dalam kajian ini yang membedakan dengan penelitian yang sudah

dilakukan adalah pada kasus angkutan sedimen. Nilai angkutan sedimen Bendung

Colo dilakukan adanya penggelontoran sedimen dari WPS.

2.1.2 Nilai kondisi fisik Intake Bendung

Penilaian kondisi fisik jaringan irigasi di Kali Jilu sebesar 78,09 % (baik)

berdasarkan penerapan pola tata tanam dan penilaian pemberian air yang sesuai

standar dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air tahun 2003.

Pedoman tersebut menjelaskan apabila penilaian kondisi fisik > 70 % maka

kondisi fisik Kali Jilu secara keseluruhan baik (Rini Wahyu, 2012).

Menurut Victor, 2012, menyebutkan bahwa sistem polder Kota Lama dan

Bandarharjo Semarang mempunyai nilai kondisi fisik sebesar 50,02%. Nilai ini

termasuk kategori cukup (diantara 50%-79%) yang artinya sebagian infrastruktur

dalam kondisi rusak sehingga tidak beroperasi secara maksimal.

Menurut Ruslan, 2011, perilaku sedimen yang dianalisa di laboratorium

pada saluran irigasi primer, sekunder dan tersier di Jaringan Irigasi Waru-Turi

mempengaruhi perubahan luas penampang saluran. Hal ini menyebabkan

berkurangnya kinerja pada saluran primer menjadi 76,93 %, sekunder 94,2 % dan

saluran tersier 91,47%.

Penilaian kondisi fisik diterapkan pada Waduk Lodan berdasarkan standar

pedoman penilaian kondisi fisik tahun 2010 dengan menambahkan sub komponen

gardu pandang dan papan duga muka air didapatkan hasil penilaian 91,11%

dengan kategori dalam kondisi baik. Hasil penilaian tersebut menjelaskan

bangunan pada waduk beroperasi secara optimal (Yullius, 2014).

Penilaian kondisi fisik Bendung Colo kaitannya dengan sedimentasi akan

difokuskan pada bagian bendung antara lain intake, pintu penguras yang berkaitan

langsung dengan kinerja bendung.

Dalam kajian ini yang membedakan dengan penelitian yang sudah

dilakukan adalah pada kasus angkutan sedimen. Nilai angkutan sedimen Bendung

Colo dilakukan adanya penggelontoran sedimen dari WPS.

Page 4: S941302017_bab2

8

2.1.3 Konsep Penanganan Bendung

Penentuan pola pengoperasian pintu pembilas terhadap laju sedimentasi

tahunan pada Bendung Sei Tibun, Riau sebesar 13.320,65 m3 /tahun. Sedimentasi

diperlukan pembilasan secara rutin dan berkala setiap 8 bulan sekali.

Pengoperasian satu pintu pembilas tinggi minimum bukaan pintu setinggi 31,7

cm selama 6 jam. Pengoperasian dua pintu pembilas, maka tinggi minimum

bukaan pintu masing-masing 15 cm dengan durasi yang sama (Imam Suprayogi,

2013).

Bendungan Sungai Ular, Deli Serdang mengaliri irigasi seluas 1.081 km2.

Permasalahan yang terjadi adanya sedimentasi area pertanian. Hal ini

menyebabkan tertutupnya 8 free intake dalam mensuplei air. Untuk mengetahui

sedimen yang terjadi pada intake maupun salurannya maka dilakukan analisa

dimensi saluran yang terdiri dari kedalaman air maupun koefisien kekasaran pada

saluran. Koefisien kekasaran dari persamaan Manning 0,012 dan Stickler 42,5

yang mengakibatkan kecepatan aliran yang cukup kecil dan terjadi endapan

sedimen pada intake (Jimmy, 2013).

Pengoperasian penggelontoran Waduk Penampung Sedimen (WPS) di

Waduk Wonogiri dapat menurunkan besarnya deposisi netto sedimen yang terjadi

pada waduk tersebut sebesar kurang lebih 30.41% bila dibandingkan dengan

kondisi sebelum adanya WPS tersebut (Sardi, 2008).

Adanya perubahan kondisi Bendung Gerak Tirtonadi yang dipengaruhi

oleh kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) mengakibatkan adanya sedimentasi

di hilir Bendung Tirtonadi. Perubahan kondisi tersebut menyebabkan kecepatan

aliran rata-rata 0,39 m/dt yang relatif rendah. Kecepatan aliran yang rendah

menyebabkan angkutan sedimen mengendap di hilir bendung. Untuk mengurangi

sedimentasi tersebut diperlukan adanya penambahan kecepatan aliran dengan

melakukan penyempitan alur sungai di bagian hulu tubuh bendung. Penyempitan

alur sungai menjadi lebar 70 m, yang bisa mencapai kecepatan minimum sekitar

1, 54 m/dt (Wahyana, 2009).

Page 5: S941302017_bab2

9

Hari Krisetyana, 2008, dalam menjaga Waduk Panglima Besar Soedirman

dilakukan penggelontoran sedimen. Penggelontoran sedimen waduk tersebut

menggunakan flushing time efficiency. Flushing time efficiency volume air yang

mampu menggelontorkan sedimen di depan intake draw dawn culvert merupakan

pintu penguras. Kajian ini mendapatkan waktu efektif dalam penggelontoran ±15

menit dilakukan pada bulan pebruari, april, oktober maupun pada bulan hujan

(basah) pada 2 (dua) pintu intake.

2.1.4 Ringkasan Telaah Pustaka

Kajian pustaka dari penelitian yang memiliki konsep dasar yang sama,

namun beda dalam pengunaan metode dan hasilnya dibandingkan dengan

penelitian ini. Perbedaan tersebut membuktikan bahwa penelitian ini merupakan

penelitian yang baru, seperti ditunjukan pada Tabel 2.1.

No. Peneliti Materi Penelitian Metode

1. Termini, 2014Menghitung angkutan sedimenpada sungai alluvial

Metode yang digunakanadalah hec-1D dengankoefisien penyesuaian

Mekanisme kemampuantransport sedimen di sungaiKuning rendah dikarenakanprofil penampang sempit dandalam, ukuran sedimenmelayang

2. Jin Hai Zheng, 2011Pendangkalan di SungaiXiaobeiganliu

sedimen melayang yangmemiliki partikel besardengan jumlah yang banyak

3. Chen, 2010Analisa morfologi sungai di SungaiYellow River Delta

mengetahui morfologi sungaiakibat adanya angkutansedimen yang berbentuk bedload adalah transport model(DIVASTSED)

4. Stanfort Gibson, 2006 sedimen, erosi, pengendapan

menghitung angkutansedimen, erosi, pengendapandigunakan model numerikHEC-RAS

Page 6: S941302017_bab2

10

5.

Nur Hidayah, 2013Angkutan sedimen di Jurug-Serenan Sungai Bengawan Solo

Menggunakan metode Acker-White, Englund-Hunsen,Laursen, Meyer Peter Muller,Toffaleti dan Yangdibandingkan denganhitungan di lapangan. Metodeyang mendekati dengankondisi sungai di Jurug-Serenan adalah metode MeyerPeter Muller

6. Junaedi, 2012Membandingkan rumus angkutansedimen tak berdimensi denganpersamaan Einstein

Metode yang digunakanantara lain; Graf & Suszka,Julien, Brown, Parker,Engelund et Fredsoe Meyer-Peter & Mueller, dan ReckingHasil yang mendekatihitungan Einstein adalahmetode Graf & Suszka

7. Subary Adinegara, 2005Analisa angkutan sedimenmenggunakan rumus pendekatanSchocklitsch

Hasil penelitia dilakukan diLaboratorium Uji ModelHidrolika UniversitasBrawijaya.

Volume pengangkutansedimen yang terjadi adalahakibat adanya pengaruhkecepatan aliran, dimanakecepatan aliran bertambahbesar maka volumepengangkutan sedimennyasemakin besar pula.

8. Feirani Vironita, 2011Angkutan sedimen pada muaraSungai Bang

Angkutan sedimen padamuara Sungai Bang MetodeEngelund 15.370 m3/th danHansen 23.118 m3/th.

Muara Sungai Bang memilikimulut sungai yang tidak stabildan sangat sering tertutupkarena nilai S < 20.

9. Jaji Abdurrosyid, 2006Meninjau morfologi sungai diBendung Colo

Peninjauan morfologi sungaidengan UMH Fisik diLaboratorium Balai Sungai

Morfologi yang diakibatkanoleh sedimentasi yang cukupbesar

Bangunan paling efektifadalah dengan menambahkanbangunan kantong lumpur

Page 7: S941302017_bab2

11

10.

Rini Wahyu, 2012Penilaian kondisi fisik jaringanirigasi di Kali Jilu

Nilai kondisi fisik irigasi diKali Jilu sebesar 78,09 %(baik)

Pedoman penilaianmenggunakan penerapan polatata tanam dan penilaianpemberian air yang sesuaistandar dari Pusat Penelitiandan Pengembangan SumberDaya Air tahun 2003

11. Victor Tri K, 2012Penilaian kondisi fisik sistempolder Kota Lama dan BandarharjoSemarang

Sistem polder Kota Lama danBandarharjo Semarangmempunyai nilai kondisi fisiksebesar 50,02% (cukup)

Sebagian infrastruktur dalamkondisi rusak sehingga tidakberoperasi secara maksimal

12. Ruslan, 2011 Perilaku sedimen

Perilaku sedimen yangdianalisa di laboratorium padasaluran irigasi primer,sekunder dan tersier diJaringan Irigasi Waru-Turi

Berkurangnya kinerja padasaluran primer menjadi 76,93%, sekunder 94,2 % dansaluran tersier 91,47%.

13. Yullius heryant, 2014Penilaian kondisi fisik WadukLodan

standar pedoman penilaiankondisi fisik tahun 2010

menambahkan sub komponengardu pandang dan papanduga muka air

Penilaian kondisi fisik WadukLodan 91,11% (baik)

14. Imam Suprayogi, 2013Penentuan pola pengoperasianpintu pembilas terhadap lajusedimentasi

laju sedimentasi tahunan padaBendung Sei Tibun, Riausebesar 13.320,65 m3 /tahun

pembilasan secara rutin danberkala setiap 8 bulan sekali

Pengoperasian satu pintupembilas tinggi minimumbukaan pintu setinggi 31,7 cmselama 6 jam

Page 8: S941302017_bab2

12

15.

Jimmy Rafael, 2013Pengendalian sedimentasi diSungai Ular, Deli Serdang

Terjadi adanya sedimentasiarea pertanian menyebabkantertutupnya 8 free intakedalam mensuplei air

Koefisien kekasaran daripersamaan Manning 0,012dan Stickler 42,5 yangmengakibatkan kecepatanaliran yang cukup kecil danterjadi endapan sedimen padaintake

16. Sardi, 2008Penanganan sedimentasi di WadukWonogiri

Dibangunnya WadukPenampung Sedimen (WPS)di Waduk Wonogiri

WPS dapat menurunkanbesarnya deposisi nettosedimen yang terjadi padawaduk tersebut sebesar kuranglebih 30.41%

17. Wahyana, 2009perubahan kondisi Bendung GerakTirtonadi

kerusakan Daerah AliranSungai (DAS) mengakibatkanadanya sedimentasi di hilirBendung Tirtonadi

Perubahan kondisi tersebutmenyebabkan kecepatanaliran rata-rata 0,39 m/dt yangrelatif rendah

Untuk mengurangisedimentasi tersebutdiperlukan adanyapenambahan kecepatan alirandengan melakukanpenyempitan alur sungai dibagian hulu tubuh bendung

Penyempitan alur sungaimenjadi lebar 70 m, yang bisamencapai kecepatan minimumsekitar 1, 54 m/dt

Page 9: S941302017_bab2

13

18.

Hari Krisetyana, 2008 penggelontoran sedimen

Penggelontoran sedimenwaduk tersebut menggunakanflushing time efficiency

waktu efektif dalampenggelontoran ±15 menitdilakukan pada bulanpebruari, april, oktobermaupun pada bulan hujan(basah) pada 2 (dua) pintuintake

19. Indah Sri Amini, 2015

angkutan sedimen denganmetode Meyer Peter Muller diBendung Colo akibatpenggelontoran sedimen dariWPS

nilai kondisi fisik intakeBendung Colo akibatpenggelontoran sedimen dariWPS

konsep penanganan BendungColo

Angkutan sedimenberdasarkan metode MeyerPeter Muller sebelumpenggelontoran sedimen dariWPS di Bendung Colosebesar 3.991,16m3/hari dan sesudahpenggelontoran di BendungColo sebesar 4.299,89m3/hari, ini menunjukkanadanya peningkatan sedimensebesar 7,74%.

Nilai kondisi fisik BendungColo berdasarkan estimasisedimen setelah adanyapenggelontoran sedimentasidari WPS yaitu 82,70% >70%

pengurasan sedimen di dekatintake sesudahpenggelontoran sedimen dariWPS adalah 31 hari

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Angkutan Sedimen

1. Gerakan Butiran Sedimen

Perpindahan tempat bahan sedimen granular (non kohesif/terlepas satu sama

lain) oleh air yang sedang mengalir pada suatu tampang aliran secara umum

bergerak searah aliran. Banyaknya angkutan sedimen (T) dapat ditentukan dari

perpindahan tempat suatu sedimen melalui suatu tampang lintang selama periode

Page 10: S941302017_bab2

14

waktu yang cukup. Menurut ukuran butirnya angkutan sedimen dapat terjadi

dengan 2 cara (Cahyono Ikhsan, 2007):

1. Bed load

Perpindahan butir di dasar saluran secara menggelinding (rolling),

menggeser (sliding), meloncat (jumping).

2. Suspended load

Gerak butir di atas dasar saluran, dimana berat butir secara terus menerus

dikompensasi oleh gerak turbulen aliran atau oleh aksi difusi medan aliran

turbulen.

Gaya-gaya yang bekerja pada suatu butiran sedimen non-kohesif dalam

aliran air dapat dilihat pada Gambar 2.1.

1. Gaya berat (gravity force)

2. Gaya apung (buoyancy force)

3. Gaya angkat (hydrodynamic lift force)

4. Gaya seret (hydrodynamic drag force)

Sumber: Ferdian, 2010

Gambar 2.1 Gaya gaya yang bekerja pada butiran sedimen

Keterangan gambar:

FD = gaya seret,Fg = gaya berat di dalam air,f = sudut kemiringan dasar,q = sudut gesek (longsor) alam (the angle of repose),a1 = jarak antara pusat berat (CG) sampai titik guling (point of support),a2 = jarak antara pusat gaya seret (drag) sampai titik guling.

Menurut Graf, 1998 skematisasi terjadinya sedimentasi ditunjukan pada

Gambar 2.2.

Page 11: S941302017_bab2

15

Sumber: Graf, W.H, 1998

Gambar 2.2 Skematisasi terjadinya sedimen

Transpor sedimen, dalam hal ini erosi dasar sungai atau saluran, terjadi

manakala tegangan geser dasar sungai/saluran mencapai atau melebihi tegangan

geser kritis. Perbandingan antara bed load dengan suspended load menunjukan

variasi yang besar, tergantung sifat bahan dan alirannya. Pembedaan cara

transport sedimen, antara transport sedimen dasar dan transport sedimen suspensi,

tidaklah mudah dilakukan. Salah satu cara pembedaan antara kedua cara transport

tersebut adalah dengan memperhatikan nilai perbandingan antara kecepatan geser

(shear velocity) aliran (u∗) dan kecepatan endap butir sedimen (vss).

(transport sedimen dasar/Bed load) 2.1

(transport sedimen suspense/ Suspended load) 2.2

Salah satu yang mampu menggerakkan butir sedimen pada awal geraknya

adalah kecepatan. Kecepatan efektif untuk menggerakan butiran dapat ditulis

dalam rumus:

2.3

dengan:

U* = kecepatan geser (m/dt),g = gravitasi (m/dt2),R = jari-jari hidraulik (m),S = kemiringan dasar saluran.

Dengan mendapatkan hasil kecepatan geser (U*) tersebut akan dilanjutkan

dengan analisa untuk menentukan bilangan Reynolds dibawah ini.

Butiran wash load

Butiran bed load

Butiran suspended loadQqss

qsb

Page 12: S941302017_bab2

16

2.4

dengan:

Re = bilangan Reynolds,U* = kecepatan geser (m/dt),Ds = diameter butiran sedimen (m),υ = viskositas (m2/dt).

Bilangan Reynolds (Re) tersebut dimasukan kedalam grafik shield pada

Gambar 2.3 yang digunakan untuk menentukan dimensi tegangan geser (F*) untuk

menentukan tegangan geser kritisnya (τc).

2.5

dengan:

F* = dimensi tegangan geser,τc = tegangan geser kritis (kg/m2),γs = berat jenis butiran sedimen (kg/m3),γ = berat jenis air (kg/m3),Ds = diameter butiran sedimen (m).

Sumber: Mardjikoen , 1987

Gambar 2.3 Grafik shield

Sedangkan persamaan yang digunakan untuk menentukan tegangan geser

dirumuskan sebagai berikut:

2.6

dengan:

τ0 = dimensi tegangan geser (kg/m2),g = gravitasi (m/dt2),

Page 13: S941302017_bab2

17

ρw = massa jenis air (kg/m3),R = jari-jari hidraulik (m),S = kemiringan dasar saluran.

Dari hasil yang didapat maka untuk mengetahui gerak atau tidaknya butiran

sedimen dilakukan perbandingan antara τ0 dan τc dengan ketentuan sebagai

berikut, apabila:

τ0 > τc maka butiran bergerak

τ0 = τc maka butiran mulai bergerak (kondisi kritis)

τ0 < τc maka butiran diam

2. Sifat-sifat bahan yang diangkut

Karakteristik bahan-bahan sedimen:

a. Ukuran (size)

b. Bentuk (shape)

c. Rapat massa (density)

d. Kecepatan jatuh (fall velocity)

e. Porositas sesudah mengendap.

Karakteristik-karakteristik tersebut sulit untuk memperoleh hasil yang

representatif sesuai dengan yang ada dilapangan dibutuhkan analisa kesesuaian

metode statistik.

a. Ukuran (shape)

Skala butiran sedimen menurut sub-comite therminologi sedimen para ahli

hidraulika (American Geophysical Union) AGU adalah sebagai berikut:

Boulders = 4,000.00 – 250.00 mm

Cobbles = 250.00 – 64.00 mm

Gravel = 64.00 – 2.00 mm

Sand = 2,000.00 – 62.00 µm

Silt = 62.00 – 4.00 µm

Clay = 4.00– 0.24 µm

Penentuan ukuran butiran sedimen berdasarkan pengukuran langsung maupun

menggunakan saringan, mikroskopis berdasarkan ukuran butiran.

Page 14: S941302017_bab2

18

b. Bentuk (shape)

Variasi bentuk sedimen alam adalah tidak terbatas. Pengaruh bentuk terhadap

karakteristik hidraulis dari butiran yaitu kecepatan jatuh yang tergantung dari

angka reynold. Parameter-parameter untuk bentuk adalah perbandingan

sumbu-sumbu utama roundness, luas permukaan dibandingkan terhadap

volumen massa.

1) Diameter nominal (dn) merupakan diameter bola dengan massa dan isi

sama dengan butiran.

Volume butiran =

2) Diameter sedimen (ds) yaitu diameter bola kwarts dengan kecepatan jatuh

yang sama dengan butiran.

c. Rapat massa (density)

Sedimen umumnya berasal dari disintegrasi atau dekomposisi dari batu-

batuan. Rapat massa butiran sedimen yang umum (< 4cm) dan biasanya

kwarts terdapat paling banyak pada sedimen dimana ρs = 2650 kg/m3. Atau

dinyatakan sebagai specific gravity (s).

2.7

d. Kecepatan jatuh

Kecepatan jatuh sangat penting untuk sedimentasi rervoir dan proses

pengendapan yang merupakan parameter arus yang diperlukan untuk

menggerakan butiran sepanjang sungai. Gaya yang dialami butiran dalam

gerak relatif dalam air adalah:

2.8

dengan:

w = berat butir diudara,F = gaya hambatan,

= rapat massa air,A = luas arah gerak,Cd = drag coeefisient.

Page 15: S941302017_bab2

19

e. Porositas sesudah mengendap

Untuk menaksir suatu berat sedimen ke reservoir harus diubah dalam bentuk

volume. Untuk itu perlu ditaksir berat kering udara 1200–2000 kg/m3 dan

yang terndam air antara 500–1000 kg/m3. Porositas (α) adalah volume rongga

dengan bahan padat yang dikalikan 100%.

3. Perhitungan Angkutan Sedimen

Intensitas angkutan sedime pada saluran maupun sungai adalah banyaknya

sedimen yang lewat pada penampang tersebut per satuan waktu.

Untuk memperoleh nilai kecepatan aliran digunakan persamaan Manning

sebagai berikut:

2.9

dengan:

V = kecepatan aliran (m/det),n = angka kekasaran Manning,R = Jari – jari hidrolik (m),I = kemiringan penampang (m/m).

Nilai kekasaran Manning berdasarkan bahan material yang digunakan dapat

dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nilai n untuk aliran

No Penggunaan dasar permukaan N Manning Nilai yangdirekomondasikan

1 Beton 0.010 - 0.013 0.0112 Aspal 0.010 - 0.015 0.0123 Tanah terbuka 0.010 - 0.016 0.0104 Tanah berkerikil 0.012 - 0.030 0.0125 Tanah lempung berlanau dan terbuka

(mudah tererosi)0.012 - 0.033 0.012

6 Tanah tandus 0.020 - 0.016 0.0507 Tanah yang diolah 0.020 - 0.100 0.0608 Semacam lapangan tembak/golf (alami) 0.010 - 0.320 0.1309 Semacam lapangan tembak/golf yang

Dipangkas0.020 - 0.240 0.080

10 Padang rumput pendek 0.100 - 0.200 0.150

Page 16: S941302017_bab2

20

11 Rerumputan yang tebal 0.170 - 0.300 0.240Sumber: Chow dkk, 1988

Dalam penelitian ini, proses angkutan sedimen difokuskan pada angkutan

sedimen dasar. Pengaruh dari sedimen tersuspensi yang mengendap terhadap

seluruh endapan sangat kecil, sehingga dapat diabaikan. Analisis angkutan

sedimen yang digunakan adalah metode Meyer Peter Muller. Berdasarkan kajian

pustaka dari Nur Hidayah, 2013 menyatakan untuk lokasi Serenan Sungai

Bengawan Solo yang paling mendekati nilai angkutan sedimen dilapangan adalah

metode Meyer Peter Muller.

Metode Meyer-Peter dan Muller

Fungsi angkutan sedimen bed load Meyer-Peter Muller ini didasarkan pada

data hasil eksperimen yang diuji sesuai dengan kondisi sungai yang memiliki jenis

sedimen yang relatif kasar dengan persamaan seperti berikut ini.

2.10

dengan:γw = berat jenis air (kg/m3),γs = berat jenis butiran sedimen (kg/m3),g = percepatan grafitasi (m/s2),dm = diameter partikel rata-rata efektif d50 – d60 (mm),

= faktor koreksi berhubungan bentuk penampang sungai,

R = kedalaman tampang basah (m),µ = harga ripple factor,I = kemiringan lereng,Tb’ = berat butiran per satuan lebar (m3/m detik).

2.2.2 Nilai kondisi fisik Intake Bendung

1. Komponen dan pembobotan

Mengacu pada Pedoman Penilaian Kondisi Fisik Jaringan Irigasi Subdit

SDA 1999 meliputi Penilaian kondisi jaringan irigasi dengan menghitung kondisi

bangunan utama, saluran pembawa, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, saluran

pembuang, dan bangunan sepanjang saluran pembuang. Untuk komponen maupun

sub komponen apa saja yang perlu dinilai adalah sebagai berikut:

Page 17: S941302017_bab2

21

a. Bangunan utama, dengan bagian-bagian yang merupakan sub

komponen dari bangunan tersebut yaitu:

1) Bangunan pengambilan

2) Bangunan penguras

3) Tubuh bendung

4) Sayap

5) Bangunan pelengkap

b. Saluran pembawa dengan sub komponen sebagai berikut:

1) Erosi dan sedimentasi

2) Profil saluran

3) Bocoran

c. Bangunan sadap dan bagi dengan bagian sub komponen yaitu:

1) Pintu sadap dan bagi

2) Bangunan pengukur debit

3) Tubuh bangunan

d. Saluran pembuang dengan bagian sub komponen yaitu:

1) Erosi dan sedimentasi

2) Profil saluran

e. Bangunan pada saluran dengan bagian sub komponen yaitu:

1) Profil pengatur

2) Tubuh bangunan

Setiap sub komponen yang ada akan dijadikan detail lagi dan akan dinilai

berdasarkan kondisi di lapangan yang akan memberikan kontribusi penilaian pada

jaringan irigasi. Pembobotan komponen maupun sub komponen kondisi fisik

jaringan irigasi merupakan acuan dalam menghitung indeks nilai pada jaringan

irigasi yang memiliki perbedaan dalam pembobotan. Pengaruh bobot pada

bangunan didasarkan pada fungsi pelayanan dan pertimbangan terhadap

kegagalan operasional bangunan. Pembobotan pada koponen maupun sub

komponen berdasarkan pedoman penilaian kondisi fisik jaringan irigasi, Subdit

1999 dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Page 18: S941302017_bab2

22

Tabel 2.2 Bobot komponen utama jaringan irigasi

No Komponen Bobot (%)

1 Bangunan utama 35a Bangunan pengambilan 12 Pintu/ pintu banjir 5 Endapan/ lumpur 3 Pengukur debit 3 Papan eksploitasi 1

b Bangunan penguras 6 Pintu 4 Endapan/ lumpur 2

c Tubuh bendung 10 Mercu 5 Ruang olakan 4 Papan skala 1

d sayap 4 Sayap 2 Koperan 2

e Bangunan pelengkap 32 Saluran pembawa 25

a Erosi dan sedimentasi 5b Profil saluran 12c bocoran 8

3 Bangunan bagi/sadap 25a Pintu sadap dan bagi 12b Bangunan pengukur debit 5

Tabel 2.2 Bobot komponen utama jaringan irigasi (lanjutan)

No Komponen Bobot (%)c Tubuh bangunan 8

4 Saluran pembuang 10a Erosi dan sedimentasi 6b Profil saluran 4

5 Bangunan sepanjang sal.pembuang 5a Profil saluran 2b Tubuh bangunan 3

Jumlah 100Sumber: Ditjen Air, 1999

Page 19: S941302017_bab2

23

Bobot untuk setiap komponen utama tersebut merupakan gabungan dari

masing masing komponen penyusunnya, dan distribusi bobot baik untuk

komponen utama maupun komponen penyusunnya (komponen yang lebih kecil)

untuk lebih jelasnya akan dibahas pada kajian selanjutnya.

2. Metode perhitungan

Penilaian kondisi jaringan irigasi keseluruhan dilakukan dengan menghitung

kondisi bangunan utama, saluran pembawa, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap,

saluran pembuang, dan bangunan sepanjang saluran pembuang, dengan metode

perhitungan sebagai berikut:

K = Kms + Kto + Kcc + Kdc + Ksd 2. 11

dengan:

K = kondisi Jaringan (%),Kms = kondisi bangunan utama (%),Kto = kondisi bangunan bagi atau sadap (%),Kcc = kondisi saluran pembawa (%),Kdc = kondisi saluran pembuang (%),Ksd = kondisi bangunan sepanjang saluran pembuang (%).

Sedangkan metode perhitungan tiap-tiap kondisi dapat dihitung

menggunakan rumus-rumus di bawah ini:

a. Kondisi bangunan utama

2.12

dengan:

Kms = kondisi bangunan utama (%),N1 = jumlah bangunan utama yang berkondisi baik,Kms1 = kondisi rata-rata bangunan utama yang baik (%),N2 = jumlah bangunan utama yang berkondisi cukup,Kms2 = kondisi rata-rata bangunan utama yang berkondisi cukup (%),N3 = jumlah bangunan utama yang berkondisi rusak,Kms3 = kondisi rata-rata bangunan utama yang berkondisi buruk (%).

b. Kondisi bangunan bagi

2.13

dengan:

Kto = kondisi bangunan bagi/sadap (%),N1 = jumlah bangunan bagi/sadap yang berkondisi baik,

Page 20: S941302017_bab2

24

Kto1 = kondisi rata-rata bangunan bagi/sadap yang baik (%),N2 = jumlah bangunan bagi/sadp yang berkondisi cukup,Kto2 = kond. rata-rata bangunan bagi/sadap yang berkondisi cukup (%),N3 = jumlah bangunan bagi/sadap yang berkondisi rusak,Kto3 = kondisi rata-rata bangunan bagi/sadap berkondisi rusak (%).

c. Kondisi saluran pembawa

2.14

dengan:

Kcc = kondisi saluran pembawa (%),N1 = jumlah saluran pembawa yang berkondisi baik,Kcc1 = kondisi rata-rata saluran pembawa yang baik (%),N2 = jumlah saluran pembawa yang berkondisi cukupbaik,Kcc2 = kondisi rata-rata saluran pembawa yang berkondisi cukup (%),N3 = jumlah saluran pembawa yang berkondisi rusak,Kcc3 = kondisi rata-rata saluran pembawa yang berkondisi rusak (%).

d. Kondisi saluran pembuang

2.15

dengan:

Kdc = kondisi saluran pembuang (%),N1 = jumlah saluran pembuang yang berkondisi baik,Kdc1 = kondisi rata-rata saluran pembawa yang berkondisi baik (%),N2 = jumlah saluran pembuang yang berkondisi cukup,Kdc2 = kondisi rata-rata saluran pembuang yang berkondisi cukup (%),N3 = jumlah saluran pembuang yang berkondisi rusak,Kdc3 = kondisi rata-rata saluran pembuang yang berkondisi rusak (%).

e. Kondisi saluran pembuang

2.16

dengan:

Ksd = kondisi bangunan pembuang (%),N1 = jumlah bangunan pembuang yang berkondisi baik,Ksd1 = kondisi rata-rata bangunan pembuang yang berkondisi baik (%),N2 = jumlah bangunan pembuang yang berkondisi cukup,Ksd2 = kondisi rata-rata bang. pembuang yang berkondisi cukup (%),

Page 21: S941302017_bab2

25

N3 = jumlah bangunan pembuang yang berkondisi rusak,Ksd3 = kondisi rata-rata bangunan pembuang yang berkondisi rusak (%).

2.2.3 Konsep penanganan Bendung

Konsep penanganan akan dilaksanakan berdasarkan dari hasil analisa nilai

kondisi fisik dari bangunan Bendung Colo dengan standar nilai.

a. Apabila nilai kondisi fisik >70 % maka tidak perlu adanya rehabilitasi

cukup dilakukan pemeliharaan pencegahan.

b. Apabila nilai kondisi fisik <70 % maka perlu adanya rehabilitasi pada

bangunan tersebut pemeliharaan darurat atau pemeliharaan korektif.

Berdasarkan Pedoman Pemeliharaan Bangunan Persungaian

Pd-T-11-2004-A dijelaskan bahwa, konsep usulan program pemeliharaan adalah:

a. Pencegahan terjadinya permasalahan (kerusakan) walaupun kerusakan

belum terlihat.

b. Perbaikan kerusakan yang tidak diharapkan segera setalah kejadian

sehingga kerusakan yang lebih parah tidak terjadi.

Jadi pemeliharaan merupakan pencegahan dan koreksi, baik yang bersifat

permanen maupun yang dilaksanakan untuk sementara (darurat). Sedangkan jenis

pemeliharaan adalah sebagai berikut:

a. Pemeliharaan Pencegahan

Pemeliharaan pencegahan adalah kegiatan yang dilakukan untuk

memelihara fungsi bangunan persuangaian (termasuk bendung) agar tetap

optimal. Kegiatan tersebut termasuk pekerjaan yang bersifat rutin.

Pemeliharaan pencegahan juga termasuk pemeliharaan berkala yang

dilakukan dengan interval yang terputus-putus dengan tujuan untuk

melestarikan fungsi dari bangunan. Selain itu, pekerjaan perbaikan yang

kecil pada bangunan bendung dan bagian bendung bertujuan untuk

mengembalikan bangunan itu sesuai dengan kapasitas semula.

Pemeliharaan pencegahan meliputi; pengecatan pintu, pengurasan rutin,

pengerukan dll. Sistem pengopersian pintu-pintu di Bendung Colo

disajikan pada Gambar 2.4 dan Tabel 2.3.

Page 22: S941302017_bab2

26

Sumber: PJT 1 Surakarta, 2010

Gambar 2.4 Letak pintu Bendung Colo

Tabel 2.3 Petunjuk pengoperasian pintu Bendung Colo

NOTASI NAMAPINTU/FUNGSI

PENGOPERASIAN

KONDISI MUSIM HUJAN

A Pintu Intake Lama Bendung dibukaB Pintu Penguras Bendung dibuka/ditutup untuk pengurasanC Penguras Kantong Pasir dibuka/ditutup untuk pengurasanD Pintu Penerus dibuka/diaturE Pintu Intake Baru Bendung dibukaF Penguras Kantong Pasir dibuka/ditutup untuk pengurasanG Pintu Penerus dibuka/diatur

KONDISI HUJAN LEBAT/BANJIRA Pintu Intake Lama Bendung ditutupB Pintu Penguras Bendung dibukaC Penguras Kantong Pasir ditutupD Pintu Penerus ditutupE Pintu Intake Baru Bendung ditutupF Penguras Kantong Pasir ditutupG Pintu Penerus ditutup

KONDISI MUSIM KEMARAUA Pintu Intake Lama Bendung dibukaB Pintu Penguras Bendung ditutupC Penguras Kantong Pasir dibuka/ditutup untuk pengurasanD Pintu Penerus dibuka/diaturE Pintu Intake Baru Bendung dibukaF Penguras Kantong Pasir dibuka/ditutup untuk pengurasanG Pintu Penerus dibuka/diatur

Sumber: PJT 1 Surakarta, 2010

Page 23: S941302017_bab2

27

b. Pemeliharaan Darurat

Pemeliharaan darurat adalah pemeliharaan pencegahan yang harus segera

dilaksanakan untuk melindungi keutuhan dan kekuatan bangunan (dalam

skala besar) yag akan atau telah mengalami kerusakan sehingga kerusakan

bangunan tidak menjadi lebih parah dan dapat mengancam fungsi dari

bangunan tersebut. Pekerjaan pemeliharaan darurat bisa bersifat

pemeliharaan pencegahan atau pemeliharaan korektif yang berskala besar,

tetapi pelaksanaannya bersifat sementara.

c. Pemeliharaan Korektif

Pemeliharaan korektif adalah pemeliharaan yang mencoba untuk

mengembalikan ke fungsi semula bangunan persungaian yang rusak atau

terkena pengaruh aliran sungai atau akibat ulah manusia. Pemeliharaan

korektif ini biasanya terdiri dari beberapa pekerjaan penting. Pemeliharaan

korektif dibagi dalam tiga kategori, yaitu pemeliharaan khusus, rehabilitasi

dan rektifikasi.

1) Pemeliharaan khusus adalah, pekerjaan pemeliharaan dengan cara

memperbaiaki kerusakan yang saat itu fungsinya antara 70% sampai

dengan 50% dari desain aslinya.

2) Rehabilitasi adalah, pekerjaan perbaikan untuk mengembalikan fungsi

bangunan persungaian yang telah turun sampai kurang dari 50% dari

desain asli.

3) Rektifikasi adalah, merupakan kegiatan pemeliharaan bangunan sungai

yang mengalami kerusakan atau belum rusak tetapi kondisinya sudah

tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, sistemnya

harus diperbaiki secara keseluruhan dengan menggunakan perencanaan

baru yang menyeluruh dan terpadu.

Pemeliharaan korektif akan dilakukan berdasarkan hasil penilaian

dilapangan. Tindakan pemeliharaan korektif apabila diperlukan pada kajian ini

adalah analisa dimensi bangunan pada bangunan intake, penguras maupun mercu

bendung, dengan rumusan sebagai berikut:

Page 24: S941302017_bab2

28

1. Bangunan intake

Pintu intake harus mampu mengalirkan air minimal Q = 0,40 m3/dt.

kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan

pengambilan guna menambah fleksibilitas dan memenuhi kebutuhan yang cukup

selama umur layan. Adapun persamaannya adalah:

2. 17

dengan:

Qn = debit rencana (m3/dt),µ = koefisien debit = 0,8 (untuk bukaan dibawah permukaan air

dengan kehilangan energi),a = tinggi bukaan,b = lebar bukaan,z = kehilangan energi pada bukaan,

antara 0,15 - 0,30,g = percepatan gravitasi 9,81 m/dt2.

2. Bangunan Penguras

Pelaksanaan penguras ini diadakan pada kondisi; pintu dibuka setinggi

under sluice atau pintu dibuka setinggi mercu. Adapun dimensi-dimensi dasar dari

bangunan penguras adalah:

a. tinggi saluran bawah hendaknya lebih besar 1,5 kali diameter butir

sedimen dasar sungai.

b. tinggi saluran pembilas bawah sekurang-kurangnya 1,0 meter.

c. tinggi sebaiknya diambil 1/3 sampai ¼ dari kedalaman air didepan pintu

pengambilan selama debit normal.

d. 5 sampai 20 meter untuk panjang saluran penguras bawah.

e. 1 sampai 2 meter untuk tinggi saluran penguras bawah.

f. 0,20 sampai 0,35 tebal untuk beton bertulang.

a. Pada pintu dibuka setinggi undersluice.

2.18

dengan:Q = debit yang mengalir pada pintu (m3/dt),koefisien kontraksi = 0,62,

Page 25: S941302017_bab2

29

b = lebar pintu penguras,y = tinggi under sluice,p = tinggi mercu,g = gravitasi,Vc = Q/F.

diameter yang dapat dikuras sebagai berikut

2.19

dengan:

Vc = kecepatan kritis yang diperlukan untuk menguras,C = koefisien sedimen antara 3,2 - 5,5,d = diameter butiran yang dapat dikuras.

b. Pada pintu dibuka setinggi undersluice.

2.20

dengan:Q = debit yang mengalir pada pintu (m3/dt),b = lebar pintu penguras,h = tinggi mercu,g = gravitasi,z = 1/3 h, µ = 0,75.

3. Mercu Bendung

Lebar bendung yaitu jarak antara pangkal (abutment) dengan lebar total

bendung antara 1,0-1,2 dari lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil.

Sedangkan aliran per satuan lebar hendaknya dibatasi sekitar 12-14m3/det/m.

Dengan persamaan lebar efektif bendung.

2.21

dengan:Be = lebar efektif bending,B = lebar bendung (lebar total - lebar pilar),n = jumlah pilar,Kp = Koef. kontraksi pilar,Ka = Koef. kontraksi pangkal bending,H1 = tinggi energi.