s1-2014-301808-chapter1
DESCRIPTION
gsDGSDGSDFGTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, kanker payudara masih menjadi salah satu penyakit paling
mengancam manusia. Menurut prediksi WHO, pada 2030 penderita kanker
payudara mencapai angka 13,1 juta jiwa. Metode pengobatan kanker payudara
menggunakan kemoterapi masih dipilih hingga saat ini. Agen kemoterapi kanker
payudara yang kini masih banyak dipakai adalah doksorubisin. Doksorubisin
bersifat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara T47D (Abdolmohammadi
et al., 2008).
Doksorubisin menimbulkan efek samping merugikan berupa penurunan
sistem imun tubuh. Doksorubisin menurunkan sistem imun tubuh melalui
beberapa mekanisme, yaitu penurunan fungsi sel makrofag (Asmis et al., 2006),
penurunan proliferasi sel limfosit dan TCD4+/TCD8+ (Zhang et al., 2005) serta
hepatotoksik (Bagchi et al., 1995). Penelitian lain membuktikan bahwa
doksorubisin memiliki efek sitotoksik pada sel Vero (model sel normal) (Phonnok
et al., 2010). Oleh karena itu dibutuhkan usaha untuk meminimalisir efek
merugikan ini. Salah satunya dengan mengkombinasikan pemakaian doksorubisin
dan obat bahan alam.
Sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) merupakan tanaman yang
banyak tumbuh di daerah tropis, termasuk Indonesia. Sarang semut memiliki
berbagai khasiat untuk kesehatan. Penelitian membuktikan fraksi etil asetat
2
ekstrak sarang semut meningkatkan fagositosis sel makrofag dan proliferasi sel
limfosit (Hertiani et al., 2010). Ekstrak etanol sarang semut secara in vivo dapat
meningkatkan TCD4+ dan TCD8+ pada tikus galur SD (Sprague Dawley) setelah
diberikan doksorubisin (Sumardi et al., 2013). Sebagai agen antikanker, ekstrak
metanol dari spesies Myrmecodia platytyrea terbukti mampu menghambat
proliferasi sel hepatoma (HepG2) (Mizaton et al., 2010). Penelitian pada spesies
Hydnophytum formicarum dilaporkan adanya aktivitas induksi apoptosis sel
kanker payudara (MCF-7) (Hasmah et al., 2008). Selain itu, penelitian pada
ekstrak metanol Myrmecodia platytyrea dilaporkan tidak mempengaruhi sel Vero
(Mizaton et al., 2010).
Senyawa kimia dalam sarang semut yang bertanggung jawab pada aktivitas
peningkatan proliferasi sel limfosit dan antikanker adalah senyawa golongan fenol
dan flavonoid (Namgoong et al., 1994; Hasmah et al., 2008). Senyawa golongan
fenol dan flavonoid banyak terdapat dalam fraksi non n-heksan ekstrak etanol
sarang semut. Penelitian mengenai pengaruh fraksi non n-heksan ekstrak etanol
sarang semut sebagai ko-kemoterapi pengobatan doksorubisin terhadap proliferasi
sel limfosit, peningkatan aktivitas sitotoksik pada sel T47D dan pengaruhnya ke
sel Vero (model sel normal) belum pernah dilakukan. Pengujian ini dilakukan
dengan MTT assay dilanjutkan pembacaan memakai microplate reader. Pengaruh
kombinasi doksorubisin dan fraksi non n-heksan ekstrak etanol sarang semut pada
sel limfosit dilihat dari nilai indeks stimulasinya (IS). Sedangkan pada sel Vero
dan sel T47D dilihat dari nilai persen viabilitasnya. Hasil akhir penelitian
3
diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa informasi ataupun data untuk
pengatasan efek samping penurunan sistem imun tubuh akibat penggunaan
doksorubisin.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah fraksi non n-heksan ekstrak etanol sarang semut dapat meningkatkan
proliferasi sel limfosit akibat penggunaan doksorubisin?
2. Apakah fraksi non n-heksan ekstrak etanol sarang semut mampu
meningkatkan efek sitotoksik doksorubisin pada sel kanker payudara T47D?
3. Apakah fraksi non n-heksan ekstrak etanol sarang semut dapat mempengaruhi
pertumbuhan sel Vero (model sel normal) ketika dikombinasi dengan
doksorubisin?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan meneliti potensi bahan alam
sebagai agen ko-kemoterapi untuk meningkatkan efektivitas obat anti kanker.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efek pemberian kombinasi fraksi non n-heksan ekstrak etanol
sarang semut dan doksorubisin pada sel limfosit.
b. Mengetahui efek pemberian kombinasi fraksi non n-heksan ekstrak etanol
sarang semut dan doksorubisin pada sel T47D.
c. Mengetahui efek pemberian kombinasi fraksi non n-heksan ekstrak etanol
sarang semut dan doksorubisin pada sel Vero.
4
D. Tinjauan Pustaka
1. Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa Jack)
Gambar 1. Sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) (Tanaman Karnivora, 2008)
Sarang semut telah banyak digunakan masyarakat Papua dalam
pengobatan tradisional. Masyarakat Papua mengolah bagian hipokotil sarang
semut lalu diminum untuk tujuan pengobatan. Sarang semut bersifat epifit
pada batang tanaman misalnya pohon kayu putih (Melaleuca), cemara
gunung (Casuaria), Kaha (Castasinopsis) dan Nothopagus (Soeksmanto et al.,
2010). Sarang semut termasuk dalam klasifikasi sebagai berikut:
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Lamiidae
Ordo : Gentanales
Famili : Rubiaceae
Genus : Myrmecodia
Spesies : Myrmecodia tuberosa Jack
(Systema naturae, 2000)
5
Sarang semut bersimbiosis mutualisme dengan hewan semut (Iridomyrmex)
untuk memenuhi kebutuhannya (Soeksmanto et al., 2010). Terdapat beberapa
spesies sarang semut dari genus Myrmecodia antara lain spesies Myrmecodia
pendans dan Myrmecodia tuberosa.
Penelitian mengenai potensi sarang semut telah banyak dilakukan.
Sarang semut berpotensi sebagai imunomodulator (Hertiani et al., 2010).
Pengujian efek toksisitas akut dan subkronis ekstrak terpurifikasi sarang
semut (Myrmecodia tuberosa Jack) pada dosis 800 mg/kgBB pada mencit
Balb/c dilaporkan tidak muncul efek toksik (Ediati et al., 2012). Ekstrak
etanol sarang semut mengandung senyawa fenolik, saponin, terpenoid,
antosianidin, flavonoid dan iridoid (Hertiani et al., 2010; Effendi et al.,
2013). Senyawa golongan fenol memiliki kemampuan menghambat
perkembangan kanker melalui penghambatan angiogenesis dan
perkembangan menjadi metastasis (Wahle et al., 2010). Senyawa fenol
memiliki kemampuan memodulasi aktivitas antikanker melalui interaksi
dengan growth factor receptor dan cell signaling cascade termasuk kinase
dan faktor transkripsinya (Wahle et al., 2010). Sedangkan golongan senyawa
flavonoid telah terbukti memiliki aktivitas sebagai agen kemoprevensi
maupun kemoterapi. Aktivitas flavonoid terjadi melalui inaktivasi
karsinogen, antiproliferatif, cell cycle arrest, induksi apoptosis dan
diferensiasi, penghambatan angiogenesis, antioksidan serta mencegah
resistensi pada saat dikombinasi dengan obat lain (Ren et al., 2003).
6
2. Sistem Imun Tubuh
Sistem imun merupakan mekanisme pertahanan tubuh mencegah
kerusakan. Sistem imun tubuh berfungsi melindungi tubuh dari masuknya
benda asing berbahaya misalnya bakteri, virus dan alergen. Sistem imun tubuh
digolongkan menjadi sistem imun bawaan (innate immune system) dan sistem
imun spesifik (spesific immune system) (Schultz et al., 1987).
Sistem imun bawaan adalah sistem imun yang pertama kali muncul
setelah tubuh terpapar zat asing. Sistem imun bawaan bersifat tidak spesifik
dan bekerja cepat (Nyland, 2009). Sistem imun bawaan terdiri dari sel natural
killer (NK), sel mast, sel dendritik, dan fagosit (Heath, 2002). Sistem imun
bawaan juga berperan sebagai antigen presenting cell (APC). APC bekerja
melalui tiga mekanisme, yaitu mengekspresikan antigen melalui permukaan sel
agar mudah dikenali oleh sel limfosit, memproduksi limfokin (IL-1) dan
melakukan interaksi dengan sel limfosit melalui MHC II (Schultz et al., 1987).
Sel dendritik, sel makrofag, sel B dan FDC (Follicular Dendritic Cells)
bertanggung jawab pada fungsi APC ini (Stagg and Knight, 2001).
Sistem imun spesifik adalah sistem imun yang dibentuk tubuh setelah
mengenali zat asing (antigen). Sistem imun spesifik bekerja pada antigen
spesifik (Alberts et al., 2002). Komponen sistem imun spesifik adalah sel
limfosit. Sel limfosit dibagi menjadi sel limfosit B dan sel limfosit T (Heath,
2002).
7
3. Sel Limfosit
Sel limfosit adalah bagian sistem imun spesifik tubuh. Sel limfosit dibagi
menjadi dua komponen, yaitu limfosit T dan limfosit B (Kersey et al., 1987).
Komunikasi antar sel imun dilakukan melalui molekul permukaan sel dan zat-
zat mediator. Sel limfosit berperan dalam pertahanan, homeostasis, dan
surveillance (Kersey et al., 1987).
Gambar 2. Proses produksi dan diferensiasi sel limfosit T dan B (Kersey, 1975)
Kedua tipe sel limfosit pada tubuh manusia memiliki beberapa
perbedaan. Sel limfosit T diproduksi di kelenjar timus lalu dimatangkan di
limpa (Benjamin et al., 2000). Sedangkan sel limfosit B diproduksi di bursa
fabrisius (Kersey et al., 1987).
Sistem imun spesifik menghasilkan produk imunitas yang bekerja pada
antigen tertentu. Sel limfosit T berfungsi mengenali antigen dan
mempresentasikannya kepada sel limfosit B. Sel T berdasarkan fungsinya
8
dikelompokkan menjadi T helper, T cytolitic dan T memory. T helper
berfungsi membantu sel limfosit B mengenali antigen. Sel T cytolitic
berfungsi menyerang secara langsung antigen. Lalu, sel T memory berfungsi
menyimpan informasi mengenai antigen yang pernah masuk (Alberts et al.,
2002). Setelah antigen dikenali, sel B membentuk sel plasma kemudian
menghasilkan antibodi untuk mengeliminasi antigen (Kersey et al., 1987).
4. Sel T47D
Sel T47D merupakan sel kanker payudara yang diisolasi dari jaringan
tumor duktal payudara wanita berumur 54 tahun pada tahun 1970 (Abcam,
2013). Sel T47D membawa reseptor untuk senyawa-senyawa steroid dan
calcitonin (Abcam, 2013). Sel T47D mengekspresikan protein p53 yang telah
bermutasi. Sehingga kemampuan p53 untuk meregulasi siklus sel hilang dan
sel kanker dapat berkembang lebih cepat. Hilangnya kemampuan p53 juga
mengakibatkan regulasi protein Bax dan Puma terhambat (Gewies, 2003).
Kedua protein ini merupakan protein regulator protein proapoptosis.
Sel T47D merupakan sel kanker tergolong ER/PR positif (Schafer et al.,
2000). ER positif berarti sel kanker tersebut merespon adanya hormon
estrogen (Chen et al, 2013). Semakin besar kadar estrogen, peningkatan
proliferasi sel juga meningkat. Induksi estrogen dari luar pada sel T47D dapat
meningkatkan proliferasinya (Verma et al., 1998). Sedangkan PR positif
berarti sel kanker tersebut merespon adanya hormon progesteron. Beberapa sel
9
kanker dapat bersifat lebih agresif karena adanya gen HER2. Gen HER2
menyebabkan sel tumbuh dan berkembang lebih cepat (Chen et al., 2013).
Gambar 3. T47D cell line dilihat secara mikroskopi (Anonimc, 2014)
Sel T47D cocok menjadi objek uji in vitro. Sel kanker T47D mudah
dalam penanganannya, kemampuan replikasinya tinggi dan tak terbatas.
Suspensi sel T47D memiliki homogenitas tinggi.
Selama ini kanker payudara dapat disembuhkan melalui terapi
hormon/endokrin dan kemoterapi. Terapi endokrin biasa diberikan pada
wanita setelah operasi kanker payudara, atau pendamping pasca kemoterapi.
Terapi endokrin mencegah kambuhnya kanker payudara melalui
penghambatan efek estrogen. Sedangkan pada proses kemoterapi, sel T47D
terbukti sensitif pada kemoterapi doksorubisin (Zampieri et al., 2002).
10
5. Sel Vero
Sel Vero merupakan sel yang didapatkan dari ginjal African Green
Monkey oleh peneliti Jepang pada tahun 1962 (Philips, 2013). Sel Vero
berfungsi sebagai kontrol positif yang mewakili sel normal pada tubuh
manusia. Sel Vero dipakai juga pada penelitian bidang virus, bakteri
intraseluler dan parasit. Pada pengembangan vaksin, sel Vero digunakan untuk
mengembangkan vaksin virus influenza (Philips, 2013). Hingga kini telah
dikenal beberapa tipe sel Vero, yaitu Vero 76 dan Vero E6.
Tiap tipe sel Vero memiliki karakteristik dan sifat tertentu. Vero 76
memiliki karakteristik pertumbuhan yang lebih lambat daripada sel Vero awal
(Anonima, 2013). Vero 76 biasa digunakan pada deteksi dan penghitungan
virus demam hemoragi dengan uji plaque. Vero E6 menunjukkan efek
penghambatan kontak sehingga sesuai untuk propagasi virus yang bereplikasi
lambat (Anonimb, 2013).
Sel Vero dapat disimpan dalam nitrogen cair atau pada suhu 80oC dalam
waktu lama (Ammerman et al., 2009). Stok beku ini memerlukan
pengembangbiakan terlebih dahulu sebelum dilakukan eksperimen. Sel Vero
merupakan sel yang tak dapat berkembang apabila berada dalam suspensi
(Ammerman et al., 2009). Kondisi percobaan juga harus dipertahankan
sterilisitasnya agar terhindar dari kontaminasi.
11
Gambar 4. Vero cell line dilihat secara mikroskopi (Anonimd, 2014)
Sel Vero bukan merupakan sel kanker (Sheets, 2000). Mekanisme
pertumbuhan dan penghambatannya sama dengan sel normal, oleh karena itu
terdapat pula mekanisme penghentian pertumbuhan. Sel Vero yang terus
berkembang semakin lama akan memenuhi luas area media yang digunakan.
Kemudian terjadi kontak antar sel yang mengakibatkan sel menerima sinyal
untuk menghentikan pertumbuhan.
6. Doksorubisin
Doksorubisin adalah agen kemoterapi yang banyak dipakai dalam terapi
kanker. Doksorubisin termasuk golongan antibiotik antrasiklin. Doksorubisin
memiliki efek pada leukemia limfoblast akut, kanker payudara, kanker
ovarium dan karsinoma hepatoseluler (Zhang et al., 2005). Doksorubisin
bekerja melalui mekanisme pengikatan DNA, pengeblokan topoisomerase II,
12
terganggunya perbaikan DNA dan pembentukan radikal bebas (Thorne et al.,
2011).
Gambar 5. Struktur Doksorubisin (Arcamone, 1972)
Doksorubisin menimbulkan efek samping pada pemakaiannya.
Doksorubisin memiliki pengaruh pada kardiotoksisitas yang menyebabkan
kardiomiopati dan gagal jantung kongesti (Ibsen et al., 2011). Doksorubisin
berefek merusak kelenjar timus (Sultana et al., 2010). Doksorubisin juga dapat
menekan sistem imun tubuh melalui penurunan fungsi sel makrofag (Asmis et
al., 2006), penurunan proliferasi sel limfosit dan CD4+/CD8+ (Zhang et al.,
2005) serta menyebabkan hepatotoksik (Chen et al., 2011).
Doksorubisin dipakai secara kombinasi lebih efektif daripada pemakaian
secara tunggal (Bruton et al., 2005). Efek samping doksorubisin dapat
dikurangi dengan cara mengkombinasikannya bersama obat lain.
Doksorubisin dikombinasi bersama senyawa fitokimia yang diharap dapat
mengurangi efek sampingnya.
13
E. Landasan Teori
Doksorubisin saat ini masih menjadi obat utama dalam proses pengobatan
kanker payudara. Pemakaian doksorubisin dalam pengobatan kanker payudara
memiliki keunggulan dalam aksinya yang cepat dan efektif. Doksorubisin bekerja
menghambat proliferasi sel melalui mekanisme pengikatan DNA, pengeblokan
topoisomerase II, terganggunya perbaikan DNA dan pembentukan senyawa
radikal bebas. Doksorubisin menimbulkan efek samping pada sistem imun tubuh
melalui penurunan jumlah sel limfosit. Doksorubisin juga terbukti bersifat
sitotoksik pada sel Vero (model sel normal). Sel limfosit adalah bagian sistem
imun tubuh adaptif. Penurunan jumlah sel limfosit menimbulkan penurunan
kemampuan tubuh melawan serangan penyakit dari luar.
Sarang semut merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang
menyimpan manfaat kesehatan. Sarang semut terbukti dapat meningkatkan
proliferasi sel limfosit dan kadar TCD4+ dan TCD8+. Sarang semut memiliki
kemampuan menghambat perkembangan sel kanker payudara dan tidak
memberikan pengaruh pada sel Vero (model sel normal). Fraksinasi dengan n-
heksan pada ekstrak etanol sarang semut berfungsi mengeliminasi lemak, resin
dan senyawa non polar di dalam ekstrak, sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi senyawa yang bersifat lebih polar dari n-heksan yaitu senyawa
golongan fenol dan flavonoid. Keberadaan senyawa golongan fenol dan flavonoid
di dalam sarang semut menimbulkan aktivitas peningkatan sistem imun tubuh dan
penghambatan pertumbuhan sel kanker.
14
F. Hipotesis
1. Fraksi non n-heksan ekstrak etanol sarang semut dapat meningkatkan
proliferasi sel limfosit ketika dikombinasikan dengan doksorubisin.
2. Fraksi non n-heksan ekstrak etanol sarang semut dapat meningkatkan efek
sitotoksik doksorubisin pada sel T47D .
3. Kombinasi Fraksi non n-heksan ekstrak etanol sarang semut dengan
doksorubisin tidak berpengaruh pada sel Vero.