s1-2014-285371-chapter1

20
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jalan (rute) merupakan hal vital dalam kegiatan penambangan batubara. Hal vital tersebut terkait dengan mobilisasi alat transportasi yang membawa batubara dari area penambangan menuju stock pile, waste dump area, ataupun untuk akses ke wilayah yang terkait lainnya. Rute yang begitu vital tersebut membutuhkan suatu desain yang baik sesuai spesifikasi standar agar diperoleh mobilisasi yang efektif dan efesien. Desain rute yang begitu vital tentu saja membutuhkan beberapa data dan parameter yang mendukung dalam desain yang baik. Data yang dibutuhkan berupa data kontur topografi, alat transportasi terbesar yang melintas, letak penambangan, dan lainnya. Parameter yang diperlukan adalah berupa kecepatan yang akan diterapkan, jumlah lengkungan yang mengikuti keadaan topografi, desain lengkung horisontal, lengkung vertikal, superelevasi, desain berm, bench, ramp, danlebar koridor jalan. Selain data dan parameter tersebut juga diperlukan perhitungan yang dijadikan sebagai acuan apakah kegiatan penambangan tersebut bernilai ekonomis atau tidak. Perhitungan tersebut dapat berupa jarak area dengan akses utama yang tersedia, luasan area, dan volume dari overburden dan interburden terhadap cadangan (stripping ratio). Kegiatan desain dan perhitungan yang begitu kompleks menjadikan kegiatan perencanaan harus dilakukan dengan tepat sesuai spesifikasi yang diminta. Salah satu perangkat lunak yang bisa digunakan untuk pekerjaan desain adalah surpac. Perangkat lunak surpac memiliki kemampuan dalam desain lengkung horisontal, lengkung vertikal, dan superelevasi yang belum dapat dilakukan oleh perangkat lunaksejenis. Kemampuan lainnya dari surpac adalah mampu melakukan perhitungan luas, volume, dan pembentukan DTM (Digital Terrain Model) yang sangat membantu untuk melihat kenampakan 3 dimensi dari data. Proyek ini akan membahas aplikasi perangkat lunak surpac untuk pembuatan jalur tambang (route design) dan untuk pembuatan desain pit dengan menggunakan

Upload: bayu-yudi-prasaja

Post on 16-Sep-2015

8 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

s1

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1. Latar Belakang

    Jalan (rute) merupakan hal vital dalam kegiatan penambangan batubara. Hal

    vital tersebut terkait dengan mobilisasi alat transportasi yang membawa batubara dari

    area penambangan menuju stock pile, waste dump area, ataupun untuk akses ke

    wilayah yang terkait lainnya. Rute yang begitu vital tersebut membutuhkan suatu

    desain yang baik sesuai spesifikasi standar agar diperoleh mobilisasi yang efektif dan

    efesien.

    Desain rute yang begitu vital tentu saja membutuhkan beberapa data dan

    parameter yang mendukung dalam desain yang baik. Data yang dibutuhkan berupa

    data kontur topografi, alat transportasi terbesar yang melintas, letak penambangan,

    dan lainnya. Parameter yang diperlukan adalah berupa kecepatan yang akan

    diterapkan, jumlah lengkungan yang mengikuti keadaan topografi, desain lengkung

    horisontal, lengkung vertikal, superelevasi, desain berm, bench, ramp, danlebar

    koridor jalan. Selain data dan parameter tersebut juga diperlukan perhitungan yang

    dijadikan sebagai acuan apakah kegiatan penambangan tersebut bernilai ekonomis

    atau tidak. Perhitungan tersebut dapat berupa jarak area dengan akses utama yang

    tersedia, luasan area, dan volume dari overburden dan interburden terhadap

    cadangan (stripping ratio).

    Kegiatan desain dan perhitungan yang begitu kompleks menjadikan kegiatan

    perencanaan harus dilakukan dengan tepat sesuai spesifikasi yang diminta. Salah satu

    perangkat lunak yang bisa digunakan untuk pekerjaan desain adalah surpac.

    Perangkat lunak surpac memiliki kemampuan dalam desain lengkung horisontal,

    lengkung vertikal, dan superelevasi yang belum dapat dilakukan oleh perangkat

    lunaksejenis. Kemampuan lainnya dari surpac adalah mampu melakukan

    perhitungan luas, volume, dan pembentukan DTM (Digital Terrain Model) yang

    sangat membantu untuk melihat kenampakan 3 dimensi dari data.

    Proyek ini akan membahas aplikasi perangkat lunak surpac untuk pembuatan

    jalur tambang (route design) dan untuk pembuatan desain pit dengan menggunakan

  • 2

    beberapa parameter desain pada penambangan batubara terbuka (open pit) di daerah

    Indragiri Hulu, Riau.

    I.2. Lingkup Kegiatan

    Lingkup dari kegiatan merupakan sebagai acuan kerja dan batasan yang akan

    dilaksanakan pada proyek ini. Berikut lingkup kegiatan dalam proyek ini :

    1. Perancangan jalur jalan yang dikombinasikan dengan lengkung horisontal

    dan lengkung vertikal pada area yang menghubungkan jalan akses kedua

    blok (Togan dan Payabenawa).

    2. Penentuan lebar berm dan lebar ramp sesuai lebar alat transportasi terbesar

    dengan double track pada ramp dan single track pada lebar berm. Alat

    transportasi terbesar yang digunakan adalah Truck Mining Caterpillar 797F.

    3. Perhitungan volume galian dan timbunan dengan metode report volume of

    solids pada area penambangan sedangkan pada akses jalan raya menuju ke

    dua area penambangan dengan metode net volume between DTMs yang

    terdapat di surpac.

    4. Pembuatan desain pit untuk kedua blok (Togan dan Payabenawa).

    5. Unsur-unsur geologi tidak dijadikan dasar dalam perancangan desain pit.

    6. Batas dari area penambangan merupakan hasil asumsi dari penulis.

    7. Garis kontur yang dipakai dianggap tidak memiliki kesalahan morfologis.

    I.3. Tujuan

    Tujuan dari proyek ini untuk membuat desain jalur tambang dan desain pit

    (open pit mining) secara digital menggunakan perangkat lunak surpac sesuai dengan

    standar desain jalur, yang mempertimbangkan jenis kendaraan, kecepatan,

    lengkungan (horisontal dan vertikal), elevasi (gradient), dan volume galian dan

    timbunan.

    I.4. Manfaat

    Metode desain secara digital menggunakan perangkat lunak surpac dapat

    memberikan alternatif dalam melakukan desain jalur (route design) tambang dan

    penyajian jalur sesuai spesifikasi kendaraan yang akan melintas.

  • 3

    I.5. Landasan Teori

    I.5.1. Jalan

    Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang

    dan/atau barang. Jalan angkut yang baik akan memperhatikan berbagai hal dasar

    yaitu berupa kondisi geometrik topografi. Keadaan topografi yang landai dan tidak

    banyak halangan akan menjadikan jalur lurus sedangkan keadaan gradian yang besar

    dan adanya halangan akan menjadikan jalur berbelok atau melengkung untuk

    mengurangi gaya berat yang diterima.

    Jalan pada area penambangan sebenarnya belum ada klasifikasinya, namun

    secara umum dapat dibagi menjadi : jalan hauling (akses ke inpit menuju port atau

    stockpile) dan jalan tambang (jalan di sekitar area penambangan). Kedua jalan

    tersebut memiliki konstruksi yang hampir sama dengan jalan raya pada umumnya

    tetapi yang membedakannya hanya pada permukaan jalannya (road surface) yang

    jarang dilapisi aspal atau beton. Hal tersebut dikarenakan jalan tambang sering

    dilalui oleh alat mekanis berat. Beberapa pertimbangan dalam desain jalan tambang

    dan jalan hauling yaitu letak jalan masuk dan keluar, lebar jalan cross slope, dan

    superelevasi.

    I.5.1.1. Letak Jalan Masuk dan Keluar. Suatu tambang yang baru, penting

    diperhitungkan dimana letak jalan-jalan masuk dan keluar dari tambang untuk akses

    yang baik ke lokasi pembuangan tanah penutup (waste dump) dan permukaan bijih

    crusher. Kondisi permukaan bumi merupakan faktor penting dalam penentuan

    berapa jalur (tinggi dan lebar) pada tiap level jalur (rute).

    I.5.1.2. Lebar Jalan. Lebar jalan angkut biasanya 4 kali lebar truk. Lebar jalan

    seperti di atas memungkinkan lalu lintas dua arah, ruangan untuk truk yang akan

    menyusul, juga cukup untuk selokan penyaliran dan tanggul pengaman seperti pada

    ilustrasi pada gambar I.1.

    a. Lebar jalan lurus

    Gambar I.1. menunjukkan alasan kenapa lebar pada jalan lurus yaitu 4 kali

    karena untuk kepentingan keamanan saat 2 kendaraan terbesar melintas dari

    dua arah. Penentuan lebar jalan angkut ditentukan dengan rumus (I.1).

    L = n.Wt + (n + 1).(0,5.Wt) (I.1)

  • 4

    Keterangan :

    L : lebar jalan angkut minimum (meter)

    n : jumlah jalur

    Wt : lebar alat angkut (meter)

    Nilai 0,5 pada rumus di atas menunjukkan bahwa ukuran aman kedua

    kendaraan berpapasan merupakan sebesar 0,5 Wt, yaitu setengah lebar

    terbesar dari alat angkut yang bersimpangan. Ukuran 0,5 Wt juga digunakan

    untuk jarak dari tepi kanan atau kiri jalan kealat angkut yang melintasi secara

    berlawanan. Apabila tidak sesuai dengan ketentuan menurut perhitungan,

    maka harus dilakukan perubahan karena selain dapat menghambat dalam

    kegiatan pengangkutan juga berbahaya bagi keselamatan operator dan

    kendaraan yang beroperasi (Suwandi, 2004).

    a 1Gambar I.1. Lebar jalan lurus berdasarkan lebar angkutan

    (Suwandi, 2004)

    b. Lebar jalan pada tikungan

    Lebar jalan pada tikungan diberi nilai lebih lebar sesuai pada gambar I.2

    dikarenakan adanya gaya sentrifugal yang melawan pusat lengkungan.

    Berikut diuraikan rumus penentuan lebar jalan pada tikungan.

    Lt = n.(U+Fa+Fb+Z)+C (I.2)

    Z = C = (U+Fa+Fb) (I.3)

    Keterangan :

    Lt : lebar jalan angkut pada tikungan (meter)

    U : jarak jejak roda (meter)

  • 5

    Fa : lebar juntai depan (meter)

    Fb : lebar juntai belakang (meter)

    C : jarak antara alat angkut saat bersimpangan (meter)

    a 2Gambar I.2. Lebar jalan pada tikungan lebar angkutan

    (Suwandi, 2004)

    I.5.1.3. Cross slope dari Jalam Masuk Permukaan Kerja. Tujuan dari

    pembuatan cross slope adalah jika terdapat air pada jalan, maka air tersebut akan

    mengalir pada tepi jalan. Cross slope didapat dari perbandingan y:x. Cross slope

    dibuat dengan perbandingan 1:25 untuk jalan yang tidak berlapis salju atau jalan

    yang materialnya masih bisa meresap air. Jika jalan belum memenuhi cross slope di

    atas, maka perlu menimbun bagian tengah jalan, sehingga memenuhi persyaratan

    cross slope. Perbandingan besarnya nilai x dan y disajikan dalam gambar I.3.

    a 3Gambar I.3. Penampang cross slope

    (Suwandi, 2004)

    I.5.1.4. Superelevasi (Kemiringan Jalan). Superelavasi merupakan kemiringan

    jalan pada tikungan yang terbentuk oleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi

  • 6

    jalan terdalam karena perbedaan kemiringan. Tujuan dibuat superelevasi pada daerah

    tikungan jalan angkut yaitu untuk menghindari atau mencegah kendaraan tergelincir

    keluar jalan atau terguling. Superelevasi berguna untuk mengimbangi gaya

    sentrifugal (gaya yang mendorong keluar dari pusat) sewaktu kendaraan melintasi

    tikungan, dan menambah kecepatan. Penguraian besarnya resultan gaya yang bekerja

    pada kendaraan di lintasan miring dapat dilihat pada gambar I.4.

    a 4Gambar I.4. Superelevasi tikungan jalan angkut

    (Suwandi, 2004)

    Berdasarkan teori anti-Cos D.I.C. pada kondisi jalan kering nilai superelevasi

    merupakan harga maksimum yaitu 60 mm/m sedangkan pada kondisi jalan penuh

    lumpur atau licin nilai superelevasi terbesar 90 mm/m.

    Secara matematis kemiringan tikungan jalan angkut merupakan perbandingan

    antara tinggi jalan dengan lebar jalan. Besarnya kemiringan tikungan jalan dihitung

    berdasarkan kecepatan rata-rata kendaraan dengan koefisien friksinya (e). Persamaan

    yang digunakan untuk menghitung superelevasi yaitu :

    Tan = e = V2/(R.G) (I.4)

    Keterangan :

    V : kecepatan kendaraan saat melewati tikungan (m/s)

    R : radius tikungan

    G : gravitasi bumi = 9,8 m/s2

    Kemiringan jalan angkut (grade) merupakan salah satu faktor penting yang

    harus diamati secara detil dalam kegiatan kajian terhadap kondisi jalan tambang. Hal

  • 7

    ini dikarenakan kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan

    alat angkut, baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan.

    Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%) yang dapat

    dihitung dengan mempergunakan rumus sebagai berikut:

    Grade () =

    (I.5)

    Keterangan :

    h : beda tinggi antara dua titik yang diukur

    x : jarak antara dua titik yang diukurvertical

    I.5.2. Lengkungan (Curve)

    Lengkungan pada kegiatan transportasi adalah suatu busur yang terbentuk

    akibat dari titik belok yang membentuk sudut sebagai konsekwensi tidak terjadi

    pengurangan kecepatan secara signifikan (Meyer, 1980).

    I.5.2.1.Lengkung Sederhana. Lengkung sederhana terdiri dari dua busur

    lingkaran di mana tangent (menyinggung) pada dua bagian yang lurus dari lintas

    jalur (Meyer, 1980). Pengetahuan secara menyeluruh mengenai lengkungan

    sederhana yaitu geometri dasar, perhitungan, dan cara pematokan diperlukan untuk

    dapat memahami masalah-masalah lengkungan yang lebih kompleks.

    Pada gambar I.5 dijelaskan bagian-bagian dari lengkungan sederhana. V

    dinamakan puncak (vertex) atau titik perpotongan tangen-tangen (point of

    intersection), I merupakan sudut defleksi diantara tangen-tangenya yang sama

    dengan sudut pusat (central angle) dari lengkungan.

    a 5Gambar I.5. Tata letak lengkungan sederhana

    (Meyer, 1980)

  • 8

    Pada gambar I.5 arah dalam survai tangent sampai ke P.I. dinamakan tangen

    permulaan (initial tangent) atau tangen belakang (back tangent), sedangkan tangen

    sesudah P.I. dinamakan tangen muka (forward tangent). Permulaan dari busur

    lingkaran di A dikenal dengan T.C (tangent to curve), ujung akhir di B, merupakan

    C.T. (curve to tangent). Pada lengkungan sederhana T.C. dan C.T. sama jauh dari

    P.I. jarak dari P.I. ke T.C. atau C.T. dinamakan jarak tangen (T), jarak dari titik

    tengah K dari lengkungan dinamakan jarak luar (E), radius dari busur lingkaran

    dinyatakan dengan R, L.C. merupakan panjang tali busur yaitu jarak T.C dengan

    C.T.. M merupakan ordinat tengah yaitu jarak dari titik tengah C dari tali busur

    panjang ke titik tengah K dari lengkungan.

    Rumus-rumus dasar dapat diturunkan melalui gambar I.5 dalam segitiga siku-siku

    VAO, jadi

    T = R tan I (I.6)

    Dalam segitiga siku-siku VAO cos I = R/(R +E), jadi R cos I +E cos I=

    R. maka

    E = R(

    (I.7)

    Dalam segitiga siku-siku ACO sin I =1/2 L.C : R, jadi

    L.C = 2 R sin I (I.8)

    Dalam segitiga siku-siku ACO, cos I =(R M)/R, jadi

    M = R (1 cos I) (I.9)

    Kelengkungan dari busur lingkaran ditentukan oleh radiusnya. Tetapi, bila

    radiusnya panjang, seperti pada alinemen jalan raya modern dan jalan baja, pusat

    lengkungan tidak dapat dicapai atau jauh sekali. Dalam hal ini radius tak berguna

    untuk pelaksanaan survai, meskipun masih diperlukan bahan hitungan-hitungan

    tertentu, ia harus diganti oleh karakteristik lain dari kelengkungan yang langsung

    berguna di lapangan. Karakteristik yang biasa digunakan merupakan derajat dari

    lengkungan (degree of curve). Meskipun ada beberapa definisi-definisi dari derajat

    lengkungan, semuanya didasarkan bahwa lingkaran merupakan lengkungan dengan

    perubahan sudut yang konstan dalam arah pada tiap satuan jarak (Meyer, 1980).

  • 9

    Definisi tali busur (chord definition) dari D semula banyak digunakan untuk

    jalan baja dan agak kurang untuk jalan raya, tetapi definisi busur digunakan dalam

    praktek modern. Untuk definisi busur (arc definition), derajat lengkungan merupakan

    sudut pusat dengan busur 100. Dinyatakan dengan D seperti diperlihatkan pada

    gambar I.6.

    Sesuai dengan proporsinya, D : 100 = 360 : 2R didapat

    D=

    (I.10)

    a 6Gambar I.6. Definisi busur dari derajat lengkungan

    (Meyer, 1980)

    I.5.2.2.Lengkung Horisontal. Lengkung horisontal (trase) adalah garis proyeksi

    sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta, yang biasa disebut tikungan atau belokan.

    Lengkungan horisontal merupakan akibat dari kondisi daerah atau detil yang

    menghalangi untuk dibuatnya jalur lurus. Faktor utama yang menentukan lebar dari

    lengkungan merupakan lebar kendaraan maksimum yang melintas dan kecepatan

    yang diperbolehkan melintas pada jalur serta jarak pandang yang dapat dilihat

    pengendara.

    Bentuk geometrik dari lengkung horisontal sama seperti lengkung sederhana

    yang tidak mempertimbangkan adanya elevasi pada topografi.

    I.5.2.3. Lengkung Vertikal. Lengkung vertikal adalah garis potong yang

    dibentuk oleh bidang vertikal melalui sumbu jalan dengan bidang permukaan

    pengerasan jalan, yang biasa disebut puncak tanjakan dan lembah turunan (jalan

    turun). Lengkung vertikal sama halnya pada lengkung horisontal, hal yang

    membedakannya adalah adanya faktor ketinggian dalam proses perancangannya.

    Ketinggian akan mempengaruhi gaya berat yang akan bekerja pada kendaraan saat

  • 10

    melintas sehingga diperlukan adanya lengkungan vertikal yang memperhatikan tidak

    hanya kecepatan, jarak pandang, dan lebar kendaraan tetapi juga harus

    mempertimbangkan berat dari kendaraan yang akan melintas. Gaya berat yang

    bekerja di lintasan dapat diatasi dengan pembuatan lengkungan dengan jari-jari yang

    lebih besar untuk memberikan kelandaian pada lintasan dan mengurangi

    kemungkinan back slipped.

    Lengkung vertikal dapat dilakukan kombinasi dengan lengkungan horisontal di

    daerah yang berbukit, hal ini diterapkan untuk memberikan kemungkinan pada

    kendaraan berat yang susah apabila melintas pada kemiringan yang tajam. Kegiatan

    kombinasi dari kedua lengkungan inijuga diterapkan pada fly over, yang dinilai dapat

    mengurai kemacetan di daerah perkotaan.

    a 7Gambar I.7. Lengkung parabola vertikal

    (Meyer, 1980)

    Pada gambar I.7 lengkung vertikal direferensikan pada salib sumbu koordinat,

    sumbu X dan Y. Pusat salib sumbu pada titik A (PC). Jarak pada sumbu X

    dinyatakan dalam stasiun sedang tingginya (offset) dinyatakan dalam feet atau meter.

    g1 dan g2 dalam persen (%) kemiringan dari tangen AV dan BV, tanda plus (+) untuk

    kemiringan naik, dan tanda minus () untuk kemiringan menurun.

    Keterangan :

    A = g2 g1 = perbedaan secara aljabar dalam % kemiringan dari tangen.

    L = total jarak dari lengkungan, dalam stasiun

    e = vertikal offset (ft/m) dari vertek V atau PI ke tengah lengkungan.

  • 11

    Secara matematis dinamakan : kemiringan di akhir A dan B dari parabola

    direpresentasikan/dinyatakan masing-masing dengan g1 dan g2. Karena nilai

    perubahan kemiringan dari semua titik pada parabola dinyatakan konstan, maka dari

    rumus :

    y = kx2

    (I.11)

    kita dapatkan : 2

    2

    dX

    Yd= r = konstan (r = k)

    di integralkan : dX

    dY= r.X+C (I.12)

    apabila X= 0 maka dX

    dY= g1 ; bila X = L maka

    dX

    dY= g2 (I.13)

    dan g1 = 0 + c, g2 = rL+c; atau r =L

    gg 12

    (I.14)

    Dengan demikian, dX

    dY= 1

    12 . gXL

    gg

    (I.15)

    Di integralkan lagi, Y= '1

    2

    12

    2CXg

    X

    L

    gg

    (I.16)

    Tetapi C = 0, karena Y = 0 apabila X = 0.

    Dari kesamaan segitiga, (Y+y)/X =g1/1. Subtitusi harga ini terhadap Y pada

    persamaan (d), dan kemudian menurunkannya, kita dapatkan :

    y= -212 .

    2

    1X

    L

    gg

    (I.17)

    Karena y diasumsikan ke bawah (dari Q) dari pada keatas seperti Y, tanda di

    atas akan berubah dari minus ke plus. Juga, x akan menjadi X. Kemudian

    y=212

    2

    1x

    L

    gg

    (I.18)

    Oleh karenanya, offset vertikal dari tangen ke lengkung vertikal bervariasi

    sesuai dengan kuadrat jaraknya dari PC.

  • 12

    Pada V , y = e dan x = L2

    1, kemudian

    e = Lgg

    .8

    12

    = LA..

    8

    1 (I.19)

    I.5.3. Luas

    Luas atau area adalah besaran yang menyatakan ukuran dua dimensi suatu

    bagian permukaan yang dibatasi. Perhitungan luas area penambangan batubara

    sangat diperlukan dalam kaitannya proses perizinan pada instansi terkait. Luas yang

    dimaksud dalam hal ini adalah luas yang dihitung dalam peta, yang merupakan

    gambaran permukaan bumi dengan proyeksi ortogonal, sehingga selisih tinggi dari

    batas-batas yang diukur diabaikan (Basuki, 2006). Salah satu metode perhitungan

    yang sering digunakan adalah penentuan luas dengan koordinat.

    Pada gambar I.8 suatu bidang yang dibatasi oleh titik titik A, B, C, D yang

    diketahui koordinatnya : A (X1, Y1),B (X2, Y2),C (X3, Y3), dan D (X4, Y4).

    a 8Gambar I.8. Geometri bidang segi empat

    (Basuki, 2006)

    Luas segi empat ABCD = luas trapesium A1ABB1 + luas trapesium B1BCC1 luas

    trapesium D1DCC1 luas trapesium A1ADD1.

    = 0,5 (X2 X1) (Y2 + Y1) + 0,5 (X3 X2) (Y3 + Y2) 0,5

    (X4 X3) (Y4 + Y3) 0,5 (X1 X4) (Y1 + Y4).

    Luas ABCD disederhanakan menjadi :

    2 luas ABCD = [ (Xn X n-1) ( Yn + Yn-1)] (I.20)

  • 13

    Apabila gambar diproyeksikan terhadap sumbu Y maka akan menjadi :

    2 luas = [( Yn + Yn-1) (Xn X n-1)] (I.21)

    Kedua rumus di atas dapat disederhanakan menjadi :

    2 luas = [ Xn (Yn-1 Yn+1)]

    = [Yn (Xn+1 Xn-1) (I.22)

    I.5.4. Volume

    Volume merupakan salah satu besaran yang menyatakan seberapa banyak

    ruang yang bisa ditempati dalam suatu obyek. Perhitungan volume merupakan hal

    yang sangat lazim khususnya dalam poses kegiatan penambangan. Kegiatan

    menggali, menimbun, dan mengangkut membutuhkan biaya yang besar. Kegiatan

    penambangan yang baik harus memperhatikan nilai ekonomis dari setiap kegiatan

    khususnya yang terkait dengan volume, sehingga diperlukan kalkulasi yang benar

    terhadap volume tanah maupun cadangan yang akan ditambang terkait SR (stripping

    ratio) yang ditentukan (Meyer, 1980)

    Perhitungan volume batubara di dunia pertambangan kebanyakan

    menggunakan metode cut and fill dari dua surface (Aurelius, 2013). Prinsip

    perhitungan metode cut and fill serupa dengan metode trapezoidal. Terdapat dua cara

    yang dapat digunakan untuk menghitung volume dengan metode trapezoidal

    (trapesium), yaitu rectangular dan triangular prism (pfilipsen, 2006). Gambar I.9

    memperlihatkan geometri 3 buah triangular yang berimpit. Persamaan (I.23), (I.24),

    dan (I.25) merupakan rumus triangular prism. Rumus untuk rectangular prism,

    ditunjukkan oleh persamaan (I.26) dan (I.27).

    hi2

    hi1

    a 9Gambar I.9. Geometri triangular

  • 14

    hmi =

    (I.23)

    Vi = Fi . hmi (I.24)

    V = Vi = Fi . hmi (I.25)

    Keterangan :

    i : segitiga ke i

    n : jumlah seluruh segitiga

    hi1, hi2 : tinggi tiap titik pada suatu segitiga

    hmi : tinggi rata-rata dari suatu segitiga

    V : volume objek

    Vi : volume dari satu segitiga

    Fi : area dari suatu segitiga

    Hm = ( (I.26)

    V = F . (hm ho) (I.27)

    Keterangan :

    Hm : tinggi rata-rata semua verteks

    Gi : jumlah persegi panjang di sebelah verteks

    Hi : tinggi verteks

    N : jumlah seluruh persegi panjang

    V : volume dari seluruh objek

    F : luas area dari seluruh objek

    Ho : tinggi dari bidang referensi horisontal (Witte, 1995) dalam

    (Pfilipsen, 2006)

    I.5.5. Sistem Penambangan

    Sistem penambangan berpengaruh dalam tingkat kesulitan desain jalur

    tambang. Secara umum sistem penambangan dibagi menjadi penambangan terbuka

    dan tertutup. Dalam hal ini sistem penambangan terbuka merupakan konsentrasi dari

    perancangan proyek ini.

    I.5.5.1. Contour Mining. Tipe penambangan ini pada umumnya dilakukan pada

    penambangan batubara yang terdapat di pegunungan atau perbukitan dengan

    batubara yang tersingkap sejajar dengan kemiringan gunung. Penambangan batubara

  • 15

    dimulai dari singkapan lapisan batubara di permukaan atau crop line dan selanjutnya

    mengikuti garis kontur sekeliling bukit atau pegunungan tersebut seperti pada

    gambar I.10.

    a 10Gambar I.10. Contour mining

    (Tebay, 2011)

    I.5.5.2. Open Pit. Open pit mining merupakan penambangan secara terbuka

    dalam pengertian umumnya. Metode ini dilakukan dengan cara mengupas terlebih

    dahulu lapisan material penutup batubara kemudian dilanjutkan dengan menambang

    batubaranya (Tebay, 2011).

    a 11Gambar I.11. Open pit mining

    Sumber : http://visual.merriam-webster.com/

    Penambangan tipe ini biasanya dilakukan pada endapan batubara yang

    mempunyai lapisan tebal dengan arah batubara miring ke bawah dan dilakukan

    dengan menggunakan beberapa bench (jenjang) seperti pada gambar I.11.

  • 16

    I.5.5.3. Strip Mine. Merupakan tipe penambangan terbuka yang diterapkan

    pada endapan batubara yang lapisannya datar dan dekat dengan permukaan tanah.

    kegiatan penambangan dilakukan dengan cara menggali tanah penutup yang dibuang

    pada daerah yang tidak ditambang. Setelah endapan batubara dari hasil galian

    pertama diambil, kemudian dilanjutkan dengan pengupasan berikutnya yang sejajar

    dengan pengupasan pertama dan tanah penutupnya dibuang ke tempat penggalian

    pertama (Suwandi, 2004). Bagian-bagian dari strip mining dapat dilihat pada gambar

    I.12 yang memperlihatkan dimana letak cadangan (coal) dan arah drilling.

    a 12Gambar I.12. Strip mining

    (Tebay, 2011)

    I.5.6. Parameter DesainPit

    Informasi tentang topografi diperoleh dalam bentuk kontur hasil digitasi yang

    tersimpan dalam file komputer, atau berupa file surface titik ketinggian, termasuk

    drillholes collars. Alternatif lain yaitu memodelkan permukaan berdasarkan data

    titik ketinggian menggunakan perangkat lunak seperti AutoCAD, Surpac, atau

    Minescap.

    I.5.6.1. Kemiringan Jenjang (Batter). Pada awalnya sebuah desain pit dibuat

    dengan overall slope sebesar 45 dan kemudian dimodifikasi berdasarkan informasi

    geoteknik dari material yang ada dalam pit tersebut. Batter dapat diatur pada

    kemiringan 30-35% untuk overburden, meningkat 35-45 untuk batuan yang lapuk

    dan hingga 55 untuk batuan fresh.

    I.5.6.2. Tinggi Jenjang. Ketinggian jenjang berbeda-beda untuk setiap pit.

    Tergantung pada peralatan yang digunakan, kedalaman pit dan pada geologi lokal

  • 17

    atau derajat iklimnya. Lereng pada overburden yang lemah atau tidak terkonsolidasi

    atau pada tanah yang terekspos relatif lebih tipis kurang lebih 2-5 m. Hal tersebut

    menunjukkan lebar range dari beberapa badan bijih memiliki variasi ketinggian

    lereng 6-20 m pada operasi tambang yang besar. Pada kegiatan produksi dengan

    kapasitas 10.000 ton/hari ketinggian lereng dibuat sebesar 9 m pada continental pit,

    butter, dan Montana. Pada beberapa jenis batuan yang lain lereng dapat dirancang

    berketinggian 12 m pada alluvium hingga ketinggian 24 m pada batuan kompeten.

    I.5.6.3. Lebar Berm. Faktor ini biasanya mengikuti proses desain setelah

    kedalaman pit bottom didefinisikan. Jalan angkut dirancang pada jenjang dasar

    kemudian mengikuti naiknya jenjang ke arah permukaan dengan gradient

    (kemiringan) berkisar antara 8-12 %. Ramp ini dapat berupa jalan lingkar yang

    melingkar ke atas melalui dinding pit atau swich back yang hanya melalui salah satu

    dinding pit (kemungkinaan keberadaannya dikarenakan kekuatan material pada

    dinding tersebut atau kapasitas muat angkutnya yang cukup besar).

    I.5.7. Surpac 6.1.2 Gemcom

    Surpac 6.1.2 Gemcom adalah perangkat lunak yang dikeluarkan oleh

    Gemcom.inc, yang berguna dalam hal manajemen pertambangan baik operasi

    tambang terbuka dan bawah tanah. Perangkat lunak ini dapat memberikan

    kenampakan 3D (3 Dimensi) yang tentunya dengan pertimbangan dari aspek

    keakurasian dan keefisienan. Surpac 6.1.2 Gemcom menyediakan beberapa fasilitas

    untuk penggambaran lengkung horisontal dan lengkung vertikal, desain pit,

    perhitungan volume, dan pencetakan rancangan akhir (plotting design).

    I.5.7.1. Format File Data. Format file data yang dapat digunakan dalam

    perangkat lunak Surpac 6.1.2 Gemcom, yaitu :

    a. Supac Files formatnya meliputi .mdl, .DTM, .str

    b. Block Model Files formatnya meliputi .eco, .con, .res, .mod, .mdl, .fbm,

    .bmr

    c. Database Files formatnya meliputi .txt, .csv, .rej, .dbc, .sdb, .dsc, .ddb

    d. Plotting Files formatnya meliputi .pf, .lf, .cf, .dwf

    e. Macro And Script Files formatnya meliputi .tbc, .cmz, .cmd, .tcl

  • 18

    f. External Text Files formatnya meliputi .txt, .csv

    g. String Files formatnya meliputi .str

    h. DTM Files formatnya meliputi .DTM

    i. Surpac Work Areas formatnya meliputi .swa

    j. DXF Files formatnya meliputi .dxf

    k. Log Files formatnya meliputi .log

    l. Note Files formatnya meliputi .not

    m. System Files formatnya meliputi .ssi

    I.5.7.2. Penggambaran dan Pengeditan. Surpac memiliki beberapa tool yang

    digunakan untuk membantu dalam kegiatan penggambaran dan pengeditan. Beberapa

    tool yang digunakan dalam proses penggambaran dan pengeditan pada Surpac6.1.2

    Gemcom, yaitu :

    1. Digitise toolbar merupakan toolbar yang berisi beberapa tool yang

    digunakan dalam proses digitising.

    2. Edit toolbar merupakan toolbar yang berisi beberapa tool yang digunakan

    dalam proses editing.

    3. Inquiry toolbar merupakan toolbar yang berisi beberapa tool yang

    digunakan untuk mengetahui informasi dari point dan segment.

    I.5.7.3. Pembuatan DTM dan Boundary. Surpac mempunyai kemampuan

    dalam membentuk DTM dari data kontur atau data ketinggian dalam format .str yang

    akan diubah menjadi .dtm. Beberapa tool yang digunakan dalam pembuatan DTM

    dan boundary pada perangkat lunak Surpac 6.1.2 Gemcom, yaitu : create dtm from

    layer, create dtm from string file, clip dtm by boundary string, line of intersect

    between 2 dtms, drape string over dtm, drape segment over dtm, dan drape string

    range over dtm.

    I.5.7.4. Pembuatan Kontur. Pembuatan kontur dalam format .str dibentuk dari

    data interpolasi DTM dalam format .dtm. Beberapa tool yang digunakan dalam

    pembuatan DTM dan boundary pada perangkat lunak Surpac 6.1.2 Gemcom, yaitu :

    contour dtm in layer, contour dtm file, smooth string file, dan smooth strings in layer.

  • 19

    I.5.7.5. Perhitungan Volume. Perhitungan volume dalam perangkat lunak ini

    dimungkinkan dengan menggunakan data dari 2 DTM dalam format .dtm dan satu

    string boundary sebagai batas dalam format .str. Beberapa tool yang digunakan

    dalam perhitungan besarnya volume dan metode yang digunakan pada perangkat

    lunak Surpac 6.1.2 Gemcom, yaitu : cut and fill between dtms, net volume between

    dtms, report volume of solids, end are method, dan by elevation from sections.

    I.5.7.6. Desain Pit.Perangkat lunak ini mempunyai kemampuan desainpit

    berupa pembuatan lebar bermdanramp, kemiringan jenjang (set slope), dan tinggi

    bench. Beberapa tool yang digunakan dalam desain pit pada perangkat lunak Surpac

    6.1.2 Gemcom, yaitu : new ramp, set slope gradient, by bench height, dan by berm

    width.

    I.5.7.7. Desain Lengkungan (Horisontal dan Vertikal).Perangkat lunak ini

    mendukung dalam perencanaan jalur berupa lengkung vertikal dan horisontal dalam

    format .str yang nantinya akan dapat disesuaikan dengan keadaan topografi dalam

    format .dtm. Beberapa tool yang digunakan dalam pembuatan route (jalan lurus,

    lengkung horisontal, dan lengkung vertikal) dan boundary pada perangkat lunak

    Surpac 6.1.2 Gemcom, yaitu : design horizontal alignment, design vertical

    alignment, drape segment over dtm, create road outline, dan create longitudinal

    profile.

    I.5.8. DTM (Digital Terrain Model)

    Terdapat banyak istilah yang memiliki pengertian hampir sama tentang model

    permukaan digital, yaitu Digital Elevation Model, Digital Height Model, Digital

    Surface Model, Digital Terrain Model, dan juga Digital Ground Model. Istilah-

    istilah tersebut diartikan berbeda di setiap negara (Li dan Zhu, 2005). MTD (Digital

    Terrain Model) mempunyai arti representasi terin permukaan bumi gundul dengan

    spasi grid seragam pada nilai z, dengan elevasi fitur topografi pada permukaan tanah

    yang mempunyai koordinat x, y, z dan breaklines yang mempunyai spasi koordinat

    tidak teratur yang secara karakteristik membentuk terin permukaan bumi sebenarnya

    (Istarno, 2014).

  • 20

    MTD dalam perkembangannya digunakan oleh praktisi sipil untuk desain yang

    berkaitan langsung dengan permukaan bumi (topografi). Desain lengkungan vertikal

    membutuhkan data topografi yang dimodelkan secara matematis salah satunya DTM,

    dari data DTM tersebut orang sipil dapat memperkirakan juga berapa volume dan

    jari-jari yang dibutuhkan sehingga tercapai suatu keselamatan desain dan tercapainya

    nilai ekonomis.Gambar I.13 memperlihatkan contoh DTM topografi daerah Indragiri

    Hulu, Riau yang telah diclip.

    a 13Gambar I.13. Clipping area dari DTM topografi daerah Indragiri Hulu, Riau