s1-2014-281386-chapter1
TRANSCRIPT
Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara
Aghnia Granittia (09/281386/TK/Yugatha Halimawan Nurimam 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar energi yang digunakan rakyat Indonesia saat ini
berasal dari bahan bakar fosil yaitu minyak bumi, gas dan batu bara. Pada
masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus
meningkat, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
(domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri
(ekspor). Dari ketiga jenis bahan bakar fosil tersebut, sumber daya
yang paling banyak di Indonesia saat ini adalah batubara. Batubara yang
banyak terdapat di Indonesia adalah jenis batubara peringkat rendah, yaitu
sub-bituminous. Pemanfaatan batubara peringkat rendah dengan teknologi
gasifikasi adalah salah satu upaya untuk meningkatkan pemanfaatan
batubara sehingga dihasilkan produk yang mudah dikonversi menjadi
sumber energi dan berbagai macam bahan baku industri kimia.
Syntesis gas atau Syngas adalah hasil gasifikasi batubara yang
merupakan campuran gas karbon monoksida, hidrogen, metana, karbon
dioksida dan gas-gas lainnya. Selain dapat digunakan langsung sebagai
bahan bakar ramah lingkungan, syngas merupakan intermediate product
yang artinya produk yang berfungsi sebagai bahan baku dari produk
lainnya. Syngas dapat digunakan sebagain bahan baku pembuatan
methanol, pupuk urea, dan lain-lain.
Kebutuhan syngas di Indonesia dapat diperkirakan dari besarnya
produksi methanol dan pupuk urea di Indonesia, yaitu methanol sebesar 330
juta galon per tahun dan pupuk urea yang lebih dari 12,5 juta ton per tahun.
Berdasarkan kecenderungan tersebut, maka pendirian pabrik
gasifikasi batubara merupakan investasi yang cukup potensial.
Pendirian pabrik akan membantu mengurangi kebutuhan gas alam dan
memanfaatkan sumber daya batubara di Indonesia.
Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara
Aghnia Granittia (09/281386/TK/Yugatha Halimawan Nurimam 2
B. Tinjauan Pustaka
Proses gasifikasi dapat dilakukan dengan beberapa proses yang
dibedakan berdasarkan tipe reaktor yang digunakan. Tipe reaktor tersebut
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu moving-bed gasifiers, fluid-
bed gasifiers, dan entrained-flow gasifiers. Setiap tipe mempunyai
karakteristik tertentu yang membedakan satu dengan lainnya.
1. Moving-bed gasifiers
Moving-bed gasifiers (terkadang disebut fixed-bed gasifiers) mempunyai
karakteristik terdapat sebuah bed di mana batubara bergerak perlahan ke
bawah karena gravitasi diubah menjadi gas oleh aliran udara yang
kuat yang umumnya counter-current. Seperti pada counter-current pada
umumnya, gas sintesis panas dari hasil gasifikasi digunakan untuk
memanaskan dan pirolisis batubara yang bergerak ke bawah. Dengan
proses ini, konsumsi oksigen sangat sedikit, tetapi hasil pirolisis
terikut pada produk synthesis gas dan kebutuhan steam tinggi. Suhu
keluaran synthesis gas biasanya rendah sekitar 425–650°C dan
mempunyai lower
heating value sekitar 6500 kJ/Nm3. Adanya nitrogen sekitar 50% pada
hasil gas menjadi penyebabnya. Abu dikeluarkan melalui bagian bawah
reaktor. Keuntungan dari proses ini adalah prosesnya berjalan kontinyu.
Karena heating value yang rendah proses ini dianggap tidak
ekonomis.Proses ini dapat menggunakan jenis batubara apa saja, tetapi
lebih disarankan menggunakan high rank coal. Rentang ukuran umpan
sekitar 6-50 mm. Salah satu proses yang menggunakan moving-bed
gasifiers adalah Sasol-Lurgi dry bottom gasifiers (Higman and Burgt,
2007).
G
Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara
Aghnia Granittia (09/281386/TK/Yugatha Halimawan Nurimam 3
AS
Gambar 1. Sasol-Lurgi Dry Bottom Gasifiers
2. Fluid-bed gasifiers
Fluid-bed gasifiers dapat mencampur umpan dengan oksidan dengan baik,
termasuk transfer panas dan massa sehingga distribusi bahan di bed baik
dan karenanya sedikit jumlah tertentu yang hanya bereaksi secara parsial
terbuang bersama abu. Hal ini akan mengurangi konversi karbon. Operasi
dari fluid-bed gasifiers umumnya terbatas pada suhu di bawah softening
point dari abu yang dapat menimbulkan slagging yang akan mengganggu
fluidisasi bed. Beberapa usaha telah dilakukan untuk beroperasi pada ash-
softening zone untuk mengontrol abu dengan tujuan meningkatkan
konversi karbon. Suhu keluaran synthesis gas tergolong moderat, yaitu
sekitar 900 –
1050°C. Kebutuhan oksigen dan steam tergolong moderat. Ukuran partikel
berkisar antara 6-10 mm. Ukuran partikel yang terlalu kecil dapat terbawa
pada syngas dan meninggalkan bed. Biasanya dilengkapi dengan cyclone
dan dikembalikan ke dalam bed. Suhu operasi yang rendah berarti bahwa
proses ini dirancang untuk gasifikasi umpan yang reaktif, seperti low-rank
coals dan biomassa (Higman and Burgt, 2007).
Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara
Aghnia Granittia (09/281386/TK/Yugatha Halimawan Nurimam 4
Gambar 2. Bubble Fluid-Bed Gasifier
3. Entrained-flow gasifiers
Entrained-flow gasifiers beroperasi dengan umpan dan aliran udara secara
co-current. Waktu tinggal proses ini sangat singkat, hanya beberapa detik.
Umpan dihaluskan sampai ukuran 100 µm atau kurang untuk mendukung
transfer massa dan transportasi di gas. Dengan waktu tinggal yang singkat,
suhu tinggi dibutuhkan untuk konversi yang tinggi, yaitu sekitar 1250
–
1600°C dan karena itu semua entrained-flow gasifiers beroperasi pada
slagging range. Operasi pada suhu tinggi mengakibatkan kebutuhan
oksigen tinggi dan steam rendah. Proses ini tidak memiliki batas tipe
batubara yang digunakan (Higman and Burgt, 2007).
Gambar 3. Top-Fired Coal-Water Slurry Feed Slagging Entrained-Flow
Gasifier
Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara
Aghnia Granittia (09/281386/TK/Yugatha Halimawan Nurimam 5
Dari ketiga proses di atas, dipilih fluid-bed gasifiers. Proses pada
fluid-bed gasifiers menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi
dibandingkan dengan proses lainnya. Konversi karbon pada gasifier tidak
terlalu rendah. Umpan batubara yang dibutuhkan tidak perlu memakai
batubara high rank, cukup medium rank atau low rank yang banyak
terdapat di Indonesia, yaitu sub bituminous coal.