s1-2013-284266-chapter1.pdf
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak Tahun 1961, Indonesia merupakan salah satu negara yang tergabung dalam
OPEC (Organization Petroleum Exporting Countries), dimana anggotanya merupakan
negara-negara eksportir minyak. Melimpahnya minyak pada masa itu menyebabkan
Indonesia memiliki ketergantungan pada energi yang bersumber dari minyak. Namun sejak
tahun 2008 Indonesia memutuskan untuk keluar dari organisasi ini. Hal ini disebabkan oleh
keadaan Indonesia sendiri yang kini menjadi net importir. Di sisi lain, hal ini menunjukkan
bahwa Indonesia tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri melalui minyak
bumi yang diproduksi dari dalam negeri. Impor sudah dilakukan oleh pemerintah namun hal
ini menjadikan Indonesia tidak mandiri di bidang energi.
Untuk memenuhi kebutuhan energi yang tinggi, maka Indonesia perlu berpikir untuk
menggunakan sumber energi alternatif. Indonesia sendiri merupakan negara dengan potensi
energi alternatif yang melimpah, diantaranya adalah tenaga panas bumi, angin, biomassa,
dan sebagainya. Salah satu potensi besar yang dimiliki Indonesia adalah panas bumi.
Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 28,1 GWe. Dari seluruh potensi yang ada,
hingga penghujung tahun 2009 baru sebesar 4% saja yang sudah dimanfaatkan. Selain itu,
energi panas bumi juga merupakan energi yang dapat diperbarui dan ramah terhadap
lingkungan.
PT. Pertamina Geothermal Energy merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang pemanfaatan energi panas bumi yang berada di Indonesia. PT. Pertamina Geothermal
Energy (PGE) akan membangun Fluid Collection and Reinjection System (FCRS) dan
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit-5 yang terletak di Area Karaha, Jawa
Barat. Pekerjaan ini merupakan “EPCI Total Proyek Panas Bumi Karaha 1 x 30 MW”. Fluid
Collection and Reinjection System (FCRS) akan mengirimkan uap ke pembangkit listrik
tenaga panas bumi 1 x 30 MW. Uap yang akan dimanfaatkan berasal dari produksi uap dari
kluster 4 dan 5 di area Karaha. Detail lokasi Fluid Collection and Reinjection System (FCRS)
dapat dilihat pada Gambar 1.1.
2
Gambar 1.1 Detail lokasi Fluid Collection and Reinjection System (FCRS)
Fluid Collection and Reinjection System (FCRS) akan terdiri dari dua sumur
produksi di kluster 4 (KRH 4-1 dan KRH 4-3) dan dua sumur produksi di kluster 5 (KRH 5-1
and KRH 5-2) serta satu sumur injeksi (KRH 2-1). Terdapat satu separator di setiap kluster
(PV-501 dan PV-401), separator disini adalah bejana tekan vertikal. Tekanan uap dan brine
di separator akan dikendalikan secara otomatis. Dari setiap sumur produksi, fluida dua fasa
akan mengalir ke separator yang akan memisahkan fase uap dan fase cair (brine). Proses
operasi pada Fluid Collection and Reinjection System (FCRS) dapat dilihat pada gambar
diagram alir proses sebagai berikut:
3
Gambar 1.2 Process Flow Diagram (PFD) Fluid Collection and Reinjection System (FCRS)
Dalam operasi normal, uap dan air dari sumur produksi akan mengalir ke separator
yang akan memisahkan fase uap dan cair. Uap dari kluster separator akan mengalir ke
scrubber, yang akan berlokasi di daerah pembangkit listrik. Di scrubber, kondensat yang
masih terbawa uap dipisahkan sehingga kualitas uap memenuhi persyaratan turbin uap. Brine
dari separator akan disuntikkan bersama dengan kondensat dari pembangkit tenaga listrik ke
sumur reinjeksi KRH 2-1.
Selain itu, terdapat pula brine yang mengalir dari masing-masing separator menuju
ke silencer dan selanjutnya dikirim ke kolam pendingin untuk mengurangi suhu brine oleh
konveksi alami. Brine dari kolam pendingin akan mengalir ke kolam penampung. Setiap
kluster akan memiliki satu kolam pendingin dan kolam penampung. Brine di kolam KRH
kluster 5 akan dipompa ke kolam KRH kluster 4. Selanjutnya, brine dari kolam penampung
KRH kluster 4 akan dipompa ke sumur reinjeksi KRH 2-1.
4
Silencer dapat digunakan untuk menurunkan tingkat kebisingan dan flash cairan dari
sumur dan brine dari separator. Sistem panas bumi terdiri dari dua fase fluida, yaitu uap
(steam) dan cair (brine) dalam tekanan dan suhu tinggi maka menyebabkan tingkat
kebisingan yang tinggi. Aliran fluida akan dialirkan pada unit silencer untuk mengurangi
tingkat kebisingan dan flash fluida sampai mencapai tekanan atmosfer. Brine yang keluar dari
silencer sudah pada tekanan atmosfer dan suhu air jenuh pada tekanan ini. Kemudian brine
akan mengalir ke dalam kolam pendingin di dekatnya untuk pendinginan lebih lanjut.
Separator, scrubber, dan silencer didesain dan ditempatkan dengan tepat sehingga
memungkinkan interkoneksi sempurna dengan pipa dan peralatan lainnya pada sebuah
kluster. Desain harus menggabungkan semua fitur yang dibutuhkan untuk interkoneksi.
Selain dari separator menuju ke kolam pendingin, terdapat juga aliran brine yang langsung
dialirkan dari separator menuju ke sumur reinjeksi baik dari kluster 4 maupun kluster 5.
Proses reinjeksi merupakan bagian yang penting dari proses produksi panas bumi,
karena dalam proses ini brine yang masuk ke dalam perut bumi dan nantinya akan kembali
menjadi uap setelah mengalami pemanasan kembali. Dalam melakukan reinjeksi, perlu ada
instalasi pompa dan jaringan perpipaan untuk membawa brine menuju kolam pendinginan
maupun langsung menuju ke sumur reinjeksi. Pompa yang digunakan untuk membawa brine
harus disesuaikan dengan tinggi tekan dan kapasitas yang sesuai dengan kebutuhan. Besarnya
kapasitas aliran didapatkan dari kerja separator yang memisahkan uap dengan brine.
Sedangkan besarnya tinggi tekan dari sistem ditentukan berdasarkan kondisi jaringan
perpipaan.
Salah satu permasalahan yang umum terjadi pada jaringan perpipaan PLTPB adalah
terjadinya scaling di dalam pipa. Hal ini terjadi karena kandungan silika pada fluida yang
keluar dari sumur produksi. Scaling ini menyebabkan diameter dalam pipa menjadi semakin
kecil. Ukuran diameter yang semakin kecil tersebut menyebabkan rugi-rugi akibat gesekan
semakin besar. Rugi-rugi gesekan ini menjadikan karakteristik dari jaringan perpipaan
menjadi berubah. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan hidraulik untuk mengetahui jenis
pompa yang dapat memenuhi kebutuhan tinggi tekan maupun kapasitas dari sistem.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Perhitungan hidraulik dari jalur perpipaan brine milik PT. Pertamina Geothermal
Energy yaitu dari cluster 5 menuju sumur reinjeksi. Sesuai dengan data Allignment
Sheet Brine Line from Cluster 5 to Cluster Reinjection Well ditambah dengan Data
Sheet Reinjection Pump.
2. Perancangan pompa yang dapat memenuhi kebutuhan tinggi tekan dan kapasitas dari
sistem. Hal ini didapatkan dari hasil perhitungan hidraulik terhadap jaringan
perpipaan yang dilakukan sebelumnya.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah perhitungan
hidraulik dilakukan berdasarkan kondisi jalur perpipaan yang membentang pada Pembangkit
Listrik Panas Bumi PT. Pertamina Geothermal Energy di Karaha, tepatnya jalur PV 501 yang
menuju ke sumur reinjeksi.
1.4 Tujuan
Tujuan tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui kondisi tinggi tekan yang sesuai dengan harga kapasitas yang telah
ditentukan pada sistem sebagai dasar perancangan pompa.
2. Melakukan pemilihan, perhitungan ukuran-ukuran komponen pompa dan membuat
detail rancangan pompa untuk keperluan sirkulasi brine di Unit Karaha milik PT.
Pertamina Geothermal Energy.
1.5 Manfaat Penelitian
Tugas akhir ini memiliki beberapa manfaat yaitu:
1. Memberikan rekomendasi kepada PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) dalam
perancangan pompa pada FCRS yang terletak di area Karaha.
2. Mengetahui pengaruh scaling pada jaringan perpipaan, khususnya pipa brine.
3. Memperluas khasanah ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi perkembangan
teknologi dan industri di Indonesia.