s sej 033370 bab iva-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 ·...

76
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kasepuhan Ciptagelar 4.1.1 Letak Geografis Kesatuan adat Kasepuhan Banten Kidul terletak di wilayah Taman Nasional Gunung Halimun yang merupakan wilayah hutan konservasi, mereka tinggal di daerah ketinggian yang sulit dijangkau oleh kendaraan. Jumlah penduduknya sekitar 30.000 jiwa dan menempati 569 lembur kecil yang termasuk kedalam 360 kampung besar. Kampung Adat Ciptagelar berada di bawah Kesatuan Adat Banten Kidul, terletak di lembah Gunung Halimun. Wilayahnya berada di Desa Sinaresmi, Kec. Cisolok, Kab. Sukabumi Kampung Gede Ciptagelar-Cikarancang berada pada posisi ketinggian 1200 m dpl (meter di bawah permukaan laut) dengan jumlah populasi 250 jiwa dalam 60 kepala keluarga dan luas wilayah sekitar 10 hektar. (BPS Kab. Sukabumi, 2006 : 15). Kampung Ciptagelar Terletak di bawah Gunung Halimun yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan Salak. Halimun adalah nama salah satu puncak gunung yang berarti kabut, karena setiap harinya pada pukul 16.00 WIB, kabut muncul dan menyelimuti area tersebut. Tempat ini berjarak 9 km dari Ciptarasa kearah utara memasuki hutan TNGH (Taman Nasional Gunung Halimun) dengan kondisi jalan yang hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua. (Departemen Kehutanan, 1992). Secara geografis, Kampung adat Kasepuhan Ciptagelar dikelilingi pegunungan, di sebelah utara ada gunung Kendeng, sebelah Barat gunung Halimun,

Upload: hoangdang

Post on 02-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kasepuhan Ciptagelar

4.1.1 Letak Geografis

Kesatuan adat Kasepuhan Banten Kidul terletak di wilayah Taman Nasional

Gunung Halimun yang merupakan wilayah hutan konservasi, mereka tinggal di

daerah ketinggian yang sulit dijangkau oleh kendaraan. Jumlah penduduknya sekitar

30.000 jiwa dan menempati 569 lembur kecil yang termasuk kedalam 360 kampung

besar. Kampung Adat Ciptagelar berada di bawah Kesatuan Adat Banten Kidul,

terletak di lembah Gunung Halimun. Wilayahnya berada di Desa Sinaresmi, Kec.

Cisolok, Kab. Sukabumi Kampung Gede Ciptagelar-Cikarancang berada pada posisi

ketinggian 1200 m dpl (meter di bawah permukaan laut) dengan jumlah populasi 250

jiwa dalam 60 kepala keluarga dan luas wilayah sekitar 10 hektar. (BPS Kab.

Sukabumi, 2006 : 15).

Kampung Ciptagelar Terletak di bawah Gunung Halimun yang merupakan

bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan Salak. Halimun adalah

nama salah satu puncak gunung yang berarti kabut, karena setiap harinya pada pukul

16.00 WIB, kabut muncul dan menyelimuti area tersebut. Tempat ini berjarak 9 km

dari Ciptarasa kearah utara memasuki hutan TNGH (Taman Nasional Gunung

Halimun) dengan kondisi jalan yang hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua.

(Departemen Kehutanan, 1992).

Secara geografis, Kampung adat Kasepuhan Ciptagelar dikelilingi

pegunungan, di sebelah utara ada gunung Kendeng, sebelah Barat gunung Halimun,

Page 2: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

dan sebelah Timur gunung Bongkok yang termasuk kedalam wilayah Kabupaten

Lebak, Banten. Jarak dari pusat kota kabupaten Sukabumi, Palabuhan Ratu melalui

kecamatan Cikakak sekitar 33 km ke arah utara. Untuk sampai ke Kasepuhan

Ciptagelar harus melewati kampung Ciptarasa terlebih dahulu, sebelumnya kampung

ini dihuni warga Ciptagelar sebelum melakukan perpindahan ke Cicemet. Sebagian

warga yang tidak ikut pindah menetap di kampung Ciptarasa dengan tetap menjadi

bagian warga adat kasepuhan Ciptagelar. Wilayah Kasepuhan Ciptagelar berbatasan

dengan Bogor, Sukabumi dan Banten oleh karena itu, untuk menuju kesana dapat

melalui beberapa jalur dari ketiga kota tersebut.

Sangiang dan Gunung Bodas, diketinggian 750 m dpl. Ciptagelar adalah nama

kampung Gede yang baru ditempati sejak bulan April 1982 sebagai pusat

pemerintahan sesepuh girang Kasepuhan Banten Kidul dengan ketua adatnya Abah

Anom. Sebelumnya, pusat pemerintahan berada di kampung Ciptarasa Desa

Sinaresmi kecamatan Cisolok kabupaten Sukabumi. Terdiri dari 2 RT dan 1 RW,

berada dipunggung Gunung

Kampung Ciptarasa didirikan tahun 1972 oleh Aki Ardjo yang merupakan

pindahan dari kampung Linggar Jati-Cisarua yang berjarak 350m dibawahnya.

Kampung Ciptarasa berada di gunung Halimun selatan pada ketinggian 1050 m dpl

yang mudah dijangkau dari Pelabuhan Ratu dengan berkendaraan roda empat hingga

halaman rumah eks Imah Gede. Setelah menetap selama kurang lebih 17 tahun,

kampung Gede berpindah kembali ketempat baru berdasarkan wangsit yang diterima

Abah Anom dan harus dilaksanakan oleh sesepuh girang atau baris kolot. Tempat

perpindahan tersebut tidak pernah diketahui oleh siapapun termasuk Abah Anom

sendiri. (Kusnaka, A. 1992 : 112).

Page 3: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

4.1.2 Awal Perkembangan Kasepuhan Ciptagelar

4.1.2.1 Sejarah Terbentuknya Kasepuhan Ciptagelar

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar merupakan salah satu masyarakat Sunda

yang berada di Jawa Barat yang memegang teguh aturan Sunda buhun. Masyarakat

Kasepuhan Ciptagelar sama dengan masyarakat Sunda lainnya, memiliki persamaan

bahasa yang sama-sama dapat dimengerti oleh seluruh orang Sunda, warna kulit,

bentuk dan ukuran tubuh serta wajah. Hal yang membedakan mereka dengan orang

Sunda lainnya adalah sistem dan pola hidup atau kebudayaannya. Dibandingkan

dengan masyarakat Sunda lainnya, masyarakat Kasepuhan masih banyak menyimpan

unsur, pola dan sistem masyarakat dan kebudayaan Sunda lama. Dengan kata lain,

masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar masih lebih mencerminkan tipe masyarakat

serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda

lainnya yang sudah mendapatkan pengaruh besar dari kebudayaan nasional. Lokasi

pemukiman yang terpencil, sikap hidup yang kukuh mempertahankan adat dari

leluhur dan sikap keras menolak pengaruh kebudayaan luar, serta cara hidup yang

mandiri yang berbeda dengan cara hidup masyarakat kebanyakan.

Ada beberapa komunitas masyarakat Sunda yang tinggal di kampung adat

dengan karakter yang hampir sama seperti masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar

salah satu kampung adat yang sangat terkenal di Jawa Barat karena

ketradisionalannya adalah masyarakat Kanekes atau sering kali di sebut Baduy.

Masyarakat Kanekes merupakan masyarakat yang sangat tertutup terhadap dunia luar,

mereka memiliki sikap menolak pengaruh luar sekecil apapun hingga saat ini. Dari

nenek moyangnya mereka dapat bertahan hidup hingga saat ini adalah karena pikukuh

atau aturan adat yang telah dijalankan oleh leluhurnya. Kasepuhan Ciptagelar dan

masyarakat Kanekes masih dalam kesatuan adat Sunda, mereka sama-sama

Page 4: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

menjunjung tinggi nilai dan norma Sunda kuno. Banyak kesamaan antara Kasepuhan

Ciptagelar dan Kanekes sehingga disaat membicarakan tentang Kasepuhan Ciptagelar

banyak yang tidak bisa membedakannya dengan masyarakat Kanekes.

Secara garis besar dan secara selintas tidak terdapat perbedaan antara

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dan masyarakat Kanekes, dari segi adat, tradisi,

kebiasaan dan seni bangunannya perbedaan yang nampak langsung adalah dari

pakaian adatnya yang berbeda warna. Sesungguhnya Kasepuhan Ciptagelar memiliki

perbedaan dengan Kanekes pada aturan-aturan hidupnya. Namun dari segi asal-usul

keberadaan kedua kampung adat ini memiliki persamaan, baik dari para ahli maupun

pengakuan masyarakatnya. Asal mula keberadaan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar

di wilayah Gunung Halimun memiliki beberapa versi, yaitu:

1. Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar berasal dari rakyat kerajaan Sunda

Padjadjaran, karena adanya invansi Islam dari Banten terhadap Kerajaan

Pakuan yang pada saat itu masih bercorak Hindu. Untuk menghindari

serangan kerajaan Islam Banten, sebagian rakyatnya yang tidak mau

memeluk Islam berpencar melarikan diri ke daerah pegunungan Kendeng

yang salah satunya kini menjadi sebuah kelompok, yaitu perkampungan

Ciptagelar yang telah mengalami beberapa kali perpindahan (

Darmawidjadja, 1968).

2. Masyarakatnya merupakan pengungsi pada masa penjajahan Belanda yang

menghindari serangan dari pemerintahan kolonial dan kaum pengungsi ini

membuka pemukiman baru di tempat persembunyian mereka dan disebut

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar.

3. Berdasarkan pengakuan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, bahwa mereka

sudah lama hidup sebagai masyarakat Kasepuhan Ciptagelar sejak nenek

Page 5: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

moyang mereka. Leluhur mereka tidak berasal dari mana-mana dan bukan

pula berasal sebagai pengungsi, Abah Anom mengatakan bahwa mereka

berasal dari Pancer pangawinan. Pancer Pangawinan yang dimaksud Abah

Anom berbeda dengan apa yang dimaksud oleh para sejarawan yang

merupakan punggawa pangeran Siliwangi. Melainkan adalah penyatuan

unsur bumi yang dilambangkan oleh dewi padi, yaitu dewi Sri sebagai

perempuan dengan unsur langit. Jadi nenek moyang masyarakat Ciptagelar

adalah cikal bakal dari beberapa raja di Nusantara yang kemudian seiring

waktu luruhnya kerajaan-kerajaan di Nusantara menjadi komunitas yang

kini menjadi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar.

Berdasarkan tradisi lisan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dan data

kepurbakalaan yang ada di wilayah Banten memberikan kesimpulan bahwa

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar berasal dari kelompok masyarakat pengungsi yang

terdesak oleh gerakan perluasan wilayah kekuasaan dan islamisasi kesultanan Banten.

Kelompok pengungsi ini berasal dari kerajaan yang bercorak Hindu terakhir di Jawa

Barat yang menganut agama Hindu. Keberhasilan invasi Islam tersebut membuat

sebagian masyarakat Pakuan yang tidak mau memeluk Islam melarikan diri ke

Selatan dan kini menjadi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar.

Hal ini sangat berbeda dengan pengakuan masyarakat setempat, mereka

berkeyakinan bahwa mereka merupakan keturunan dari raja-raja Nusantara dengan

perkembangan selanjutnya menjadi Kasepuhan Ciptagelar. Ada sedikit raut marah di

wajah masyarakatnya apabila dikatakan mereka berasal dari pengungsi, kami bukan

pengungsi bahkan seorang pelarian. Karena jauh dari itu bahwa mereka masih

keturunan dari cikal bakal raja-raja di Nusantara, bahkan abah mengatakan bahwa

apabila dilihat dari asal-usul maka kedudukan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar

Page 6: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

masih di atas masyarakat Kanekes karena masyarakat Kanekes memang berasal dari

punggawa pangeran Siliwangi.

Apa yang dikemukakan oleh Abah Anom mengenai asal-usul masyarakat

Ciptagelar tidak dapat dibenarkan menurut ilmu pengetahuan terutama ilmu sejarah

karena pendapat tersebut tidak memiliki bukti kongkrit. Adapun bukti yang terdapat di

daerah bogor hanya berupa peninggalan megalitikum tanpa tulisan seperti, batu

congklak, bak mandi, kursi dll. Tidak adanya bukti tulisan ini yang kemudian

pendapat Abah tidak diakui, adapun satu bukti adalah buku atau kitab mengenai asal-

usul masyarakat Kasepuhan yang diregang oleh Abah dan pemimpin adat lain pada

masa kepemimpinannya. Kitab tersebut selalu berpindah tangan setiap terjadi

pergantian pemimpin adat, namun isi kitab tersebut berbahasda Sunda kuno yang

Abah sendiri tidak dapat memahaminya. Karena hal inilah Abah Anom tidak

keberatan terhadap pendapat-pendapat yang beredar di luar menganai asal-usul warga

dan adatnya. Dengan keyakinan yang tumbuh disetiap warganya dirasa cukup karena

pendapat orang lain tidaklah penting.

4.1.2.2 Kondisi Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar

Jumlah penduduk Kasepuhan Ciptagelar sekitar 250 jiwa dalam 60 kepala

keluarga. Dengan keadaan letak geografisnya yang terisolir mengakibatkan mobilitas

penduduknya tidak berkembang. Selain dari letak geografis, kondisi sikap penduduk

yang tertutup juga turut mempengaruhi perkembangan laju penduduk.

Sistem kemasyarakatan di Kasepuhan Ciptagelar seperti sebuah kerajaan,

dimana pemimpin adat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi yang kemudian

membawahi pengurus pemerintahan adat yang bertugas membantu tugas pemimpin

adat. Pandangan penduduk terhadap pemimpin adatnya adalah berdasarkan kharisma

sehingga posisi raja dapat dikatakan memiliki kekuasaan mutlak dan semua

Page 7: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

perintahnya harus dipatuhi. Berbeda dengan kepemimpinan kontemporer yang

biasanya kriteria pemimpin dibentuk oleh pemimpin tersebut agar meyakinkan

massanya untuk memilih. Masyarakat “modern” akan memilih pemimpin yang

dianggap dapat bermanfaat dan kontribusi tersebut sudah dirasakan oleh massanya. Di

Kasepuhan Ciptagelar siapapun pemimpin yang dipilih entah itu dirasa pantas atau

tidak adalah sebuah harga mati yang harus dipatuhi karena pemimpin bagai orang

kepercayaan leluhur mereka.

Mata pencaharian masyarakat Kampung Ciptarasa adalah 90 % bertani, 5 %

berdagang, 5 % pegawai. Adapun dalam proses bertani, mereka memanfaatkan bahan

yang sudah ada. Untuk bertani biasanya menggunakan kerbau dan cangkul. Dalam

menanam padi mereka melakukannya hanya sekali dalam satu tahun. Selain bertani

mereka memanfaatkan sumber daya alam yang ada disekitarnya seperti mengolah

gula aren, menganyam peralatan rumah tangga, serta berdagang. Sedangkan barang

yang diperdagangkan merupakan barang yang diperlukan dalam kehidupan sehari-

hari.

Kegiatan harian masyarakat Kasepuhan Ciptagelar diwarnai dengan kegiatan

bertani sehingga pada pagi hari keadaan kampung terasa sepi karena mayoritas

warganya sedang menggarap ladang. Sedangkan di Imah Gede selalu ramai karena

sebagian ibu-ibu selalu membantu ema untuk menyediakan masakan untuk Abah dan

para tamu yang sesekali datang. Setiap harinya Imah Gede selalu ramai karena

kedatangan para tamu yang bertujuan meminta petuah dari Abah. Tamu yang meminta

petuah tersebut tidak hanya dari kalangan adat dan warga adat dari Kasepuhan lain di

wilayah gunung Halimun, tetapi banyak juga orang dari kota seperti dari kalangan

pemerintahan, masyarakat kota yang ingin berobat bahkan ada beberapa artis juga

yang sengaja datang dari jauh demi mendukung kariernya melalui petuah abah Anom

Page 8: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

tersebut. Makanan dan masakan yang tersedia di Imah Gede diperuntukan bagi para

tamu tersebut. Mereka dapat makan sepuasnya dengan gratis, oleh karena itu dapur

Imah Gede selalu mengepul setiap hari dalam 24 jam non-stop. Kebiasaan masyarakat

Kasepuhan untuk mendapatkan petuah dari sesepuh merupakan sebuah tradisi yang

diwariskan sejak nenek moyangnya. Permintaan petuah tersebut biasanya dilakukan

disaat kita hendak memiliki tujuan, seperti memimta restu atau ajian sebelum

melakukan perjalanan jauh agar dilimpahi keselamatan hingga tujuan, meminta

kesuksesan dalam berkarier dll. Pandangan hidup seperti ini sulit dirasioanalkan

namun saat ini pandangan hidup tersebut banyak dilakukan oleh orang kota yang

cenderung lekat terhadap pendidikan demi mencapai keinginan dengan cepat. Karena

memiliki tradisi tersendiri maka keyakinan masyarakatnya terhadap leluhur sangat

tinggi, mereka menyakini kepercayaan tersebut sebagaimana keyakinan mereka

menjalani hidup sehari-hari dengan pasrah pada jalan hidup yang telah diberikan oleh

Tuhan Yang Maha Esa, segala yang telah diberikan adalah yang terbaik bagi mereka.

Dengan cara bersyukur dan dapat menjalani hidup dengan seadanya kelak akan

mendapat rizki yang lebih.

Letak Kasepuhan Ciptagelar yang berada pada wilayah pegunungan dan di

tengah-tengah hutan lebat membuat aktifitas perekonomiannya tidak banyak

mengalami perkembangan, dikarenakan sikap masyarakatnya yang tertutup dengan

“dunia luar” sehingga untuk memenuhi kebutuhannya dilakukan dengan

memanfaatkan alam. Pekerjaan atau mata pencaharian masyarakat Kasepuhan

Ciptagelar mayoritas adalah berhuma atau bercocok tanam padi dan berladang. Di

Kasepuhan mewajibkan setiap warganya untuk menanam padi dalam memenuhi

kebutuhan pangan sehari-hari, selain bercocok tanam guna memenuhi kebutuhan

pangan harian dilakukan pula kegiatan berladang sayuran. Aturan tanam padi di

Page 9: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Kasepuhan Ciptagelar berbeda pada umumnya, warga Kasepuhan Ciptagelar hanya

berhuma satu tahun sekali selain dikarenakan aturan adat, hal ini disesuaikan dengan

keadaan geografis alamnya. Bila keadaan sawah sedang boyor atau berair cukup dapat

dipakai untuk memelihara ikan, bila indeks air kurang bagus akan ditanami jagung,

cabe, kacang panjang, mentimun atau tanaman yang berjangka pendek. Walaupun

berhuma hanya dilakukan satu tahun sekali tapi warga Kasepuhan tidak pernah

mengalami kekurangan dalam hal pangan. Terdapat larangan untuk menjual padi

kepada sesama warga Kasepuhan ataupun warga luar adat, bagi yang membutuhkan

dapat meminjam pada warga lain atau pada lumbung Abah dan lumbung komunal.

Oleh karena aturan inilah masyarakat Kasepuhan tidak pernah mengalami kekurangan

pangan sekalipun sedang ,mengalami musim paceklik. Disamping berhuma, mereka

menanam pisang dan membuat gula aren untuk kebutuhannya sehari-hari dan dijual

pada masyarakat setempat yang membutuhkan.

Pada masyarakat Kasepuhan Ciptagelar status lahan adalah milik bersama dalam

artian kepemilikan tanah di Kasepuhan tidak dimiliki secara pribadi dan mengenal

sertifikat. Berhubung Kasepuhan terletak di kawasan hutan konservasi Taman

Nasional Gunung Halimun dan Salak, maka lahan yang ditempati oleh masyarakatnya

merupakan tanah milik pemerintah yang dinaungi oleh departemen kehutanan

sehingga status wilayah tersebut merupakan lahan ulayat atau lahan adat yang telah

disediakan oleh pemerintah. Mereka dapat menempati dan memanfaatkan wiayah

tersebut dengan turut menjaga kelestariannya. Setiap rakyatnya telah mendapat bagian

secara rata untuk keperluan pertanian mereka, adapun penggarapannya adalah

tanggungjawab pemilik tanah. Pihak Kasepuhan hanya memberikan bagian kepada

rakyatnya yang berasal dari lahan ulayat, masalah pemberdayaan lahan tersebut

diserahkan kepada masyarakat mengenai teknis dan pendanaannya.

Page 10: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Dalam masyarakat Jawa Barat umumnya dikenal istilah maro dan bawon. sistem

ini juga digunakan oleh masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dalam hal penggarapan

padi. Sistem maro adalah sistem bagi 2 (dua) untuk penggarap dan pemilik baik untuk

pertanian dan peternakan,bila penggarap mengerjakan lahan sejak penanaman hingga

memanen. Sistem bawon hanya berlaku saat panen padi, jika seseorang ikut memanen

dari 5 (lima) ikat yang diperoleh dikurangi 4 (empat) ikat/pocong untuk pemilik dan

1(satu) ikat untuk pemetik. Begitu pula untuk menumbuk -1(satu) ikat setara dengan 4

(empat) kg beras. Selesai panen setiap keluarga menyisihkan 2 ikat untuk diserahkan

kepada sesepuh girang sebagai gaji setahun. Padi - padi tersebut biasanya disimpan

dilumbung - lumbung kesatuan. Selain sebagai gaji, padi itu berfungsi sebagai

cadangan bila paceklik dan masyarakat Kasepuhan dan non Kasepuhan dibolehkan

meminjam dan mengembalikannya dengan jumlah yang sama. Terdapat satu lumbung

komunal milik Kasepuhan Ciptagelar. Lumbung komunal ini selalu digunakan untuk

upacara adat pada acara seren taun yang diadakan setiap tahun sekali.

Terdapat adat istiadat mengenai penggunaan padi di Kasepuhan Ciptagelar,

warga adat wajib menanam padi dan hasil panen tidak diperbolehkan untuk dijual

tetapi bagi warga yang membutuhkan boleh meminjam padi dari lumbung umum

Kasepuhan. Diberbagai kampung kelompok sosial Kasepuhan, terdapat lumbung

kelompok yang dapat digunakan oleh seluruh warga dalam keadaan mendesak.

Lumbung umum itu biasanya disebut leuit kasatuan atau leuit paceklik yang akan

digunakan apabila warga sudah mengalami kekurangan pangan atau terjadi musibah.

Lumbung umum itu merupakan cadangan pangan dikalangan anggota kelompok

sosial Kasepuhan Ciptagelar pada saat menghadapi masa paceklik. Lumbung umum

yang terbesar ada di Kampung Gede (pusat kegiatan sosial semua anggota kasepuhan

dimana sesepuh girang bermukim), lumbung tersebut bernama leuit Si Jimat yang

Page 11: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

selalu dibawa di setiap perpindahan Kampung Gede. Leuit Si Jimat adalah lumbung

yang digunakan dalam upacara Seren Taun dalam proses ngadiukeun pare.

Gambar 4.1Leuit Sijimat

Dok. Koleksi Pribadi 16 Juli 2006

Seluruh isi lumbung tersebut, selain padi pengembalian dari setiap

peminjam, juga diperoleh atas usaha gotong royong kalangan anggota kelompok

sosial Kasepuhan Ciptagelar. Usaha itu di dalam bentuk menyisihkan sebanyak 2

(dua) pocong untuk masing-masing rumah tangga (umpi) yang mereka sebut

sebagai tukuh tumbal. Seluruh hasil padi yang dituai dari sawah milik bersama

(milik) kasepuhan juga disimpan di lumbung umum sebagai cadangan kelompok

sosial atau kasepuhan.

Peminjaman padi dari lumbung umum hanya diperbolehkan untuk memenuhi

keperluan hidup dan bukan untuk dijual. Dikalangan anggota kelompok sosial

kasepuhan meminjam padi dari lumbung umum digunakan untuk kenduri, membayar

Page 12: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

upah buruh (kuli), kematian. Bagi siapa pun tidak tanpa kecuali boleh meminjam padi

dari lumbung umum dan mengembalikannya tanpa dikenakan bunga.

Setiap kepala keluarga rata-rata memiliki 2 – 3 lumbung dimana setiap lumbung

padi tersebut dapat menampung sekitar 7500 pocong/ikat padi kering atau sekitar 2.25

ton. Dengan hal ini sudah dapat ditarik kesimpulan mengenai sistem pangan yang

dimiliki masyarakat Kasepuhan sangat kuat sehingga tidak pernah ada kata kurang

dalam hal pangan.

Pekerjaan lainnya adalah beternak, jenis ternak seperti kambing, bebek dan

ayam. Adapun kerbau hanya dipelihara oleh beberapa orang yang mampu karena

dengan memiliki kerbau pemilik harus membayar pajak setiap tahunnya kepada

Kasepuhan Rp. 5000/ ekor. Pemberlakuan pajak ini didasarkan bagi barang yang

dapat menghasilkan. Kerbau dihitung dapat menghasilkan pwmasukan bagi

pemiliknya dengan kegiatan bertani. Sama seperti bertani, hasil ternakpun hanya

diperuntukan bagi kebutuhan hidup mereka, tidak untuk dijual. Terdapat hubungan

simbiosis mutualisme di dalam lingkungan alam Kasepuhan. Kotoran dari ternak itu

digunakan untuk pupuk tanaman sehingga tidak menggunakan pupuk kimia, selain

dilarang pupuk kimia tidak baik bagi manusia dalam jangka panjang. Adapun

pekerjaan jasa seperti pekerjaan sebagai buruh, dan tukang kuli bangunan hanya

sedikit karena dalam pengerjaan bangunan biasanya masyarakatnya bergotong

royong.

Pendidikan merupakan hal terpenting dalam hidup, dimana dengan pendidikan

kita dapat menjalani dan memenuhi kebutuhan hidup dengan layak. Sudah menjadi

kewajiban pemerintah pula dalam mencerdaskan bangsa, tak kenal usia dan jarak

rakyatnya harus mengenyam pendidikan formal melalui lembaga sekolah.

Sehubungan program tersebut, pemerintah mensosialisasikan program pendidikan ke

Page 13: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

seluruh pelosok salah satunya kepada masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Dengan

kondisi perekonomian yang rendah dan kondisi jarak yang sulit dan jauh pemerintah

setempat membuat kebijakan untuk membangun gedung sekolah bagi masyarakat

Kasepuhan Ciptagelar, namun hal tersebut awalnya tidak bersambut baik. Masyarakat

Kasepuhan Ciptagelar tidak mementingkan pendidikan formal seperti apa yang

dicanangkan pemerintah.

Dengan sikap masyarakatnya yang tertutup kepada dunia luar telah membuat

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar jauh dari pemahaman mengenai pendidikan formal.

Pengetahuan dan kesadaran akan pendidikan di masyarakatnya sangat rendah,

mayoritas dari mereka juga tidak bisa membaca. Pengetahuan yang dimiliki

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar berupa perangkat nilai yang dimiliki adalah hal

mengenai perlindungan dan pemanfaatan lingkungan yang dipengaruhi oleh adat

istiadat. Pengetahuan tradisional selama bertahun-tahun dan peraturan tata nilai

budaya yang dijalankan dalam sistem pertanian tradisional merupakan ciri yang

mendasar dari pola pengolahan tanah pertanian masyarakat Kasepuhan. Kearifan

ekologi dalam mengelola tanah pertanian memberi kontribusi yang besar terhadap

kelestarian lingkungan, keaneka-ragaman hayati, kontinuitas produksi, dan

kelangsungan adat budaya. Kearifan ekologi yang dijalankan tersebut tampak pada

pola tanam, pola pemilihan jenis tanaman, dan pola periode tanam (rotasi tanam)

selama mengolah tanah pertanian. Kelangsungan adat dan budaya di antaranya 10

peraturan adat (tabu) melalui pengaturan pola tanam, pemilihan jenis tanaman dan

periode tanam misalnya larangan penggunaan bahan kimia untuk pestisida yang

dipecahkan dengan mengatur waktu rotasi tanaman. Konsekuensi dari sistem

pertanian tradisional yang dijalankan tersebut adalah hanya tercukupi kebutuhan

Page 14: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

hidup sehari-hari dan tidak menjadi masalah, mengingat seluruh aktivitas pertanian

merupakan bagian dari kegiatan budaya.

Contoh pengetahuan tentang lingkungan dan adat istiadat yang mereka miliki

adalah mengenai sistem pertanian yang menyelaraskan dengan alam dan tidak mau

menanam padi jenis unggul versi pemerintah, seperti:

1. Upacara adat mengharuskan menggunakan padi lokal

2. Padi jenis unggul tidak dapat tumbuh dengan baik di daerah lembab dan

terlalu dingin. Tahun 1978-1979 dicoba padi jenis PB4, PB* dan Cisadane

hasilnya buruk

3. Padi lokal batangnya panjang memudahkan dietem. Mudah pengeringan

dan penyimpanannya, tahan disimpan walau sampai lima tahun tidak

rontok.

4. Melestarikan adat leluhur, ada sekitar 43 jenis pare rurukan (padi pokok)

dan 100 jenis padi hasil silang dari pare rurukan

5. Menanam padi satu tahun sekali yang bertujuan untuk menghentikan siklus

hama wereng yang biasanya jatuh pada bulan Mei, dan pada bulan April

warga sudah dapat memanen. Kondisi lahan yang berbukit bukit dan sulit

mendapat air cukup untuk menanam dua kali

6. Dalam menentukan masa tanam didasarkan pada perhitungan dengan

menggunakan bintang seperti yang diungkapkan oleh Kusnaka Adimihardja

(1992), yaitu tanggal Kerti Keuna Beusi, tanggal Kidung turun Kijang

(Agustus) untuk menyiapkan alat-alat pertanian dan pada bulan Kidang

Ngarangsang Ti Wetan, Kerti Ngarangsang Ti Kulon (September) untuk

lahan mulai digarap.

Page 15: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Pengetahuan mengenai pertanian padi ini sangat berharga, mengingat program

tanam padi yang hanya dilakukan satu tahun sekali tapi di Kasepuhan Ciptagelar

belum pernah merasa kekurangan akan padi. Padi mereka selalu melimpah tersimpah

rapi di leuit-leuit yang berjejer di belakang imah Gede. Oleh karena itu terdapat

larangan menjual padi, bagi yang membutuhkan dapat meminjam pada warga yang

lain atau pada lumbung komunal milik Kasepuhan.

Masyarakat Kasepuhan juga memiliki pengetahuan sendiri tentang hutan dan

mereka menggolongkan hutan ke dalam 3 golongan, yaitu:

1. Hutan Tua (Leuweung Kolot). Hutan asli dengan kerimbunan dan

kerapatan tinggi dan banyak satwa, tidak boleh di eksploitasi

2. Hutan Titipan/Kramat (Leuwueng Titipan). Hutan kramat yang harus

dijaga oleh setiap warganya dan tidak boleh digunakan tanpa izin sesepuh

girang, memungkinkan penggunaan hasil hutannya bila ada wangsit dari

leluhur.

3. Hutan Sempalan/Bukaan (Leuweung Sampalan). Hutan bukaan yang

boleh di eksploitasi untuk lading, mengembalakan ternak, mencari kayu

bakar dan dapat ditanami berbagai tumbuhan seperti bambu, petai, durian,

nangka,mangga dll yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh warga.

Selain pendidikan mengenai adat istiadat, terdapat pendidikan keluarga yang

berasal dari orang tua kepada anak-anaknya. Pelajaran yang terpenting adalah

mengenai aturan dan adat istiadat Kasepuhan yang harus dipatuhi sejak dini serta

etika kesopanan terhadap orang yang lebih tua. Sejak dini telah dibagi pembagian

kerja, bagi anak laki-laki di ajarkan oleh ayahnya untuk bertani, beternak kadang

berburu dengan tujuan untuk mencari nafkah kepada keluarga dan pemegang

tanggung jawab keluarga, sedang bagi anak perempuan di ajarkan oleh sang ibu untuk

Page 16: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

memasak dan mengurus rumah. Pembagian kerja di dalam keluarga mengikuti aturan

kodrat yang telah ditetapkan melalui religi, sehingga setiap perempuan dan laki-laki

telah mengetahui tugasnya masing-masing selain melalui pendidikan yang diberikan

orang tua mereka memahaminya dengan kebiasaan orang tuanya.

Pendidikan mengenai tradisi pun turut dipelajari sejak dini agar tumbuh

kecintaan dan ketaatan pada anak. Pengetahuan mengenai tradisi ini seperti larangan

menjual padi kepada dunia luar selain sudah menjadi aturan adat yang wajib dipatuhi

terdapat alasan yang rasional mengenai larangan tersebut, alasan yang sederhana

karena mereka hidup jauh dari perkotaan yang ramai dan menyediakan hampir segala

kebutuhan yang bisa didapat kapan saja, sedangkan di bagi mereka tidak mungkin

bisa mendapatkan waktu itu juga karena untuk mendapatkan beras butuh proses dan

waktu.

Selain tradisi mengenai larangan menjual beras, ada juga larangan atau aturan

mengenai pendirian rumah nagi warga Kasepuhan. Aturan adat Kasepuhan

mengahruskan masyarakatnya untuk membangun rumah, bentuk rumah tidak banyak

mengalami perbedaan dengan rumah warga non adat hanya saja bagi warga adat

Kasepuhan tidak boleh memakai atap yang berasal dari bahan baku tanah, tidak boleh

langsung berpijak pada tanah, harus memakai penyangga seperti rumah panggung dab

rungku memasak tidak boleh dibuat diatas tanah tetapi di atas panggung. Aturan

tersebut merupakan larangan karuhun dan dinggap pamali. Bila kita masih hidup

harus selalu berada di atas tanah dan pantang tinggal di bawah tanah oleh karena itu

unsur tanah dianggap sebagai indung tempat manusia hidup. Terdapat ajaran adat

yang menyebutkan bahwa jika atap memakai genting diibaratkan kita berzinah dengan

ibu karena tanah atau bumi merupakan ibu selama kita hidup dan dipercaya hidupnya

akan dingin dan tertutup kehidupannya (gelap).

Page 17: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Aturan adat ini tidak terlalu mengikat dalam artian terdapat beberapa

keringanan bagi warga Kasepuhan yang tinggal di luar adat. Seperti dalam bentuk

rumah, mereka diijinkan membuat rumah seperti di kota, yaitu langsung berpijak pada

tanah dan memakai genting namun diharuskan membuat satu ruangan yang atapnya

tidak memakai bahan dari tanah dan biasanya digunakan sebagai ruang tidur. Sama

halnya dengan aturan mengenai pemakaian tungky, bagi yang tinggal di kota dapat

memakai kompor atau alat lainnya, tetapi dalam setiap tahun mereka harus

mengadakan Rosulan (selamatan) yaitu izin untuk memakai alat-alat modern. Jelas

keringanan yang didapat bukanlah keputusan pemimpin adat dan baris kolot langsung,

melainkan didapat melalui negosiasi yang dilakukan dengan leluhurnya. Setiap

terdapat perubahan, sebelumnya Abah ataupun pemimpin adat lain harus melakukan

permohonan terhadap keinginan yang biasanya dilalui oleh bertapa atau berdiam diri

di hutan yang telah ditentukan dengan waktu yang telah ditentukan pula. Prosesnya

cukup memakan waktu lama, setelah didapat restu maka dibawa ke hadapan baris

kolot untuk dibicarakan yang kemudian tercapailah aturan baru tersebut.

Pendidikan tersebut telah dirasa cukup oleh warga Kasepuhan pada masa itu,

kehidupan yang serba tradisional tidak membutuhkan pengetahuan formal seperti

orang kota. Setiap perempuan dan laki-laki telah diberikan garis kodrat yang memiliki

tugas dan kewajibannya dalam keluarga. Pendidikan di lingkungan keluarga diberikan

secara bertahap sesuai usia si anak, pemberian pendidikan itu dilakukan hingga

dewasa, sampai anak dirasa cukup untuk menikah dan menjalani hidup berumah

tangga.

Terdapat kesulitan untuk membicarakan kepercayaan dengan masyarakat

Kasepuhan Ciptagelar. Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar rnenganggap sebagai Sunda

Wiwitan, urang girang, atau kolot seperti yang biasa disebut oleh orang Sunda

Page 18: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

lainnya. Tuhan atau sistem kekuasaan tertinggi dalam agama Sunda Wiwitan berada

pada Tuhan yang disebut sesuai dengan sifatnya, Sang Hyang Keresa (Yang Maha

Kuasa), Nu Ngersakeun (Yang Maha Berkehendak), Batara Jagat (Penguasa Alam),

Batara Seda Niskala (Yang Gaib), dan Batara Tunggal. Pedoman bagi tingkah laku

dan tindakan serta kehidupan sehari-hari ialah pikukuh yang bersumber dari karuhun,

yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi. Pikukuh itu menentukan bahwa

tempat bermukim mereka perlu dipelihara karena menjadi pancer bumi, atau inti

jagat, yaitu pusat bumi yang membuat sejahtera kehidupan dunia. Kelompok

masyarakat Sunda ini berdasarkan sistem budaya dan struktur sosialnya merupakan

kelompok masyarakat yang masih menjalankan tatanan kehidupan seperti masyarakat

Sunda lama, dari masa jauh sebeIum pengaruh Hindu masuk ke Jawa Barat.

Monoteisme sudah merupakan landasan beragama orang Sunda sejak dahulu

kala ketika karuhun orang Sunda menganut agama Sunda Wiwitan atau agama Sunda

Asli. Semua dewa dalam konsep agama Hindu (Brahma, Wisnu, Syiwa, Indra, Yama,

dan lain-lain) tunduk kepada Batara Seda Niskala (Edi S Ekadjati, 1995:73). Konsep

dewa dari India disesuaikan dengan sistem kepercayaan lokal yang monoteis. Akar

monoteisme itu sering dijadikan alasan logis bila orang mempertanyakan proses

masuknya Islam ke Tatar Sunda yang relatif mudah. Dari sembilan wali yang

menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, wilayah Tatar Sunda dahulu hanya perlu

satu, yaitu Sunan Gunung Jati. Hal ini sejalan dengan apa yang telah dikatakan oleh

sesepuh warga yang mengatkan bahwa kerutusan mereka untuk masuk Islam adalah

karena Islam mudah dan tidak memaksa. Walaupun awalnya mereka enggan memeluk

Islam namun seiring waktu dan berubahnya pandangan mereka terhadap Islam adalah

agama yang damai, mereka mau mengikuti dan menjalankan ajarannya.

Page 19: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Pada masa kepemimpinan Aki Ardjo masyarakatnya telah mengenal agama

Islam, bahkan ada sebagian dari mereka yang telah memeluk Islam. Seperti kita tahu

bahwa asal-usul masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang berasal dari rakyat Kerajaan

Sunda yang bercorak Hindu di Jawa Barat. Kedatangan mereka di pegunungan

kendeng merupakan penolakan mereka terhadap Islam, namun dalam perkembangan

selanjutnya Islam mulai diterima di tengah-tengah masyarakatnya. Islam yang datang

dengan damai dan tanpa paksaan menarik perhatian mereka pada akhirnya. Walaupun

begitu, masyarakat yang memeluk Islam masih menjadi kelompok minoritas. Selain

itu, dalam pelaksanaannya syariat Islam pada masyarakat Kasepuhan Ciptagelar

masih bercampur dengan tradisi Hindu, hal tersebut tidak menjadi kendala bagi

peraturan agama Islam karena Islam masuk secara damai penuh dengan penyesuaian

dan kemudahan tidak akan memberatkan umatnya selama itu tidak menyekutukan

Allah SWT.

Masyarakat yang memeluk Islam dan Sunda Wiwitan hidup berdampingan,

mereka saling menghormati. Aki Ardjo tidak melarang dan membatasi warganya yang

berkeinginan memeluk agama Islam. Selama mereka dapat hidup berdampingan dan

mematuhi pikukuh Sunda yang merupakan aturan warisan nenek moyangnya. Namun

mengenai fasilitas ibadah di Kasepuhan Ciptagelar masih kurang, dikarenakan

minoritas ini hanya terdapat satu langgar dan tidak terlalu besar. Aktifitas sehari-hari

di langgar tersebut adalah shalat maghrib berjamaah dan kegiatan mengaji anak-anak

kecil yang masih sedikit kurang mendapatkan perhatian, pemeluk Islam yang benar-

benar menjalankan hukum Islam masih merupakan minoritas.

Disamping itu masyarakatnya memiliki beberapa ritual yang pada dasarnya

tidak ada dalam ajaran Islam. Seperti Ngembang, sebuah acara untuk meminta restu

dan perlindungan kepada leluhur sebelum melakukan kegiatan dengan cara

Page 20: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

mendatangi leluhur pemimpin adat dari generasi 1 hingga ke 10 dengan berarakan

yang diikuti sebagian warganya. Ritual Ngembang merupakan salah satu contoh

upacara ritual yang selalu dilakukan Abah beserta keluarga dan rakyatnya terutama

sebelum dilakukan acara Seren taun agar acara dapat berjalan lancar dan diberi

keselamatan bagi seluruh warganya.

4.1.3 Kondisi Sosial-Budaya

Kehidupan sosial masyarakat Kasepuhan Ciptagelar pada masa kepemimpinan

Aki Ardjo sangat sederhana dan bersahaja. Masyarakat Sunda yang mencerminkan

tipe masyarakat dan kebudayaan Sunda lama ini memiliki sikap hidup untuk menolak

masuknya kebudayan luar. Mereka tidak menginginkan mendapat pengaruh budaya

luar seperti masyaraktat Sunda lainnya yang akhirnya meninggalkan budaya aslinya.

Asas kemandirian yang membuat mereka sebisa mungkin untuk tidak bergantung

kepada pihak lain (masyarakat luar) tetapi tetap menjunjung tinggi nilai gotong

royong. Nilai gotong royong yang dimiliki masyarakat Kasepuhan Ciptagelar sangat

besar, selain di kehidupan sehari-hari keberadaan kampung Gede Kasepuhan

Ciptagelar yang berlokasi di Ciptarasa adalah hasil dari kerja bergotong royong dalam

pembangunan fisiknya menjadi bukti betapa besar rasa gotong royong mereka.

Kebersamaan diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan dengan ciri khas

kemandirian masyarakat. Mulai dari pertanian padi, pengairan sawah, pengadaan air

bersih, hingga membangun perekonomian terutama dalam mewujudkan ketahanan

pangan. Pembangunan infrastruktur pun mereka kerjakan sendiri melalui gotong

royong.

Tata cara hidup mereka berbeda dengan masyarakat kebanyakan, cara

hidupnya masih sederhana, seperti kehidupan sosial masyarakat Ciptagelar yang

memiliki prinsip kesederhanaan dan kemandirian serta memiliki sikap tertutup

Page 21: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

terhadap “dunia luar”. Artinya dalam melakukan segala aktifitasnya mereka lakukan

dengan cara konvensional, tidak melibatkan alat bantu yang bersifat modern seperti

barang-barang elektronik rumah tangga, kendaraan bermotor, dll.

Segala tingkah perilaku dan kebiasaan hidup sehari-hari diatur oleh aturan

adat, seperti dalam berpakaian, masyarakat Kasepuhan Ciptagelar selalu memakai

pakaian adat dengan setelan serba hitam dan ikat di kepala bagi laki-laki dan kebaya

sederhana dengan paduan samping atau semacam sarung tapi khusus perempuan bagi

kaum perempuan. Pembagian tugas dalam kegiatan sehari-hari telah berjalan

berdasarkan kodrat, kaum perempuan tidak boleh bekerja di luar rumah hanya

mengurus rumah dan memelihara anak dan suami. Sedangkan bagi kaum laki-laki

berkewajiban bekerja untuk mencari nafkah bagi seluruh keluarganya.

Di masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dalam satu atap rumah dapat diisi oleh

beberapa kepala keluarga, karena bagi anak yang sudah menikah tidak di wajibkan

pindah rumah selama mereka dirasa belum siap. Sistem kamasyarakatan dimaksud

adalah peraturan adat yang menjadi hukum bagi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar,

aturan yang digariskan leluhur dan mempunyai konsekuensi hukuman bagi yang

melanggar dan imbalan pahala bagi yang mematuhinya dimana sanksi bagi yang

melanggar biasanya bersifat magis.

Perkembangan jiwa di Kasepuhan dapat dikatakan tinggi karena aturan usia

nikah di masyarakatnya sangat muda. Bagi perempuan, usia nikah adalah 14-20 tahun

dan bagi laki-laki adalah 16-25 tahun usia nikah yang berlaku masih sangat muda,

disat anak-anak kota masih sibuk dengan kegiatan pendidikannya masyarakat

Kasepuhan dihadapkan dengan pernikahan. Karena sudah terjadi pernikahan pada usia

muda tersebut maka tingkat kelahiran tinggi dan mobilitas jiwa berkembang pesat.

Page 22: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Upacara pernikahan dilakukan secara sederhana hanya dihadiri keluarga, pemimpin

adat dan penghulu.

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar memiliki upacara adat yang telah terkenal ke

pelosok negeri bahkan manca negara, upacara tersebut adalah upacara Seren taun

yang sering dilaksanakan satu tahun sekali. Upacara ini dilakukan bertujuan untuk

memberikan rasa syukur kepada Tuhan YME atas limpahan panen yang didapat

masyarakat Kasepuhan pada tahun itu. Setiap tahunnya upacara Seren taun banyak

menyedot perhatian ratusan orang dari berbagai kalangan dan daerah. Mereka mau

datang ke Kasepuhan dengan melalui perjalanan dengan medan yang berat demi

keunikan budaya ini. Tidak hanya masyarakat biasa yang datang pada acara ini, pihak

pemerintahan, peneliti atau sejarawan, artis-artis yang biasa meminta petuah kepada

Abah Anom dan yang paling banyak datang adalah wartawan dan media massa untuk

mendapatkan berita.

4.1.3.1 Ajaran hidup Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar masyarakat tradisional yang lekat akan

aturan hidup dari leluhur. Tidak hanya sebagai hubungan mereka dengan leluhurnya

tetapi aturan tersebut selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Bagi mereka

pantang meninggalkan aturan nilai hidup dalam setiap kegiatannya sehari-hari karena

mereka percaya bahwa apa yang mereka dapat pada hari itu karena bukti kasih saying

leluhurnya begitu juga dengan keselamatan yang selalu menyertai kehidupan

masyarakatnya merupakan limpahan dari leluhur.

Pandangan dan ajaran hidup yang harus dipatuhi oleh masyarakat Kasepuhan

Ciptagelar adalah:

1. Yakin kepada amanat leluhur yang diberikan kepada anak cucu

2. Harus melestarikan adat leluhur

Page 23: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

3. Harus bisa mengayomi hidup dengan tata cara leluhur

4. “Nyaur kudu diukur, nyabda kudu di tunggang, bekasna bisi nyalahan”.

Berbicara harus benar, ucapan harus tepat jangan salah bicara karena

dapat mencelakakan

5. “Mipit kudu amit, ngala kudu menta, make suci, dahar halal, ulah maen

kartu, maen dadu, madat, jinah, ngrinah tampa wali”. Memetik harus

ijin, mengambil harus minta, pakai apa saja mesti yang suci atau bersih,

memakan yang halal, jangan berjudi, madat, berjinah sebelum ada

perkawinan

6. “Kudu boga rasa, rumasa, ngarasa kudu hate tekad, ucap jeung

lampah, kudu akur jeung dulur, hade carek jeung saderek, kabatur

tinggal makena”. Harus rukun dengan saudara, bicara baik dengan

orang, terhadap orang lain tinggal menerapkan.

7. “Kudu sarende, saigel, sababad, sapihancan”. Ringan sama di jinjing

berat sama dipikul.

8. “Kudu jadi takeucik saleuwi, kudu jadi buyur sacingkrung”. Harus jadi

satu wadah, tujuan dan haluan

Pandangan hidup mereka mengajarkan bahwa mereka harus dapat mensyukuri

anugrah dan rizki yang didapat sekecil apapun di setiap harinya, karena dengan rasa

syukur itu akan mendatangkan rizki yang lebih melimpah dan membuat rizki yang

mereka dapat lebih barokah atau lebih bernilai. Selain dengan harus pandai bersyukur,

dalam hidupnya masyarakat Kasepuhan dituntu untuk selalu sadar diri, dalam artian

tidak boleh sombong dan angkuh. Apa yang ada di dalam diri kita merupakansebuah

pemberian dan titipan yang harus dijaga dana akan di ambil kembali oleh Tuhan Yang

Page 24: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Maha Esa. Leluhur sangat benci terhadap kesombongan karena dapat meusak diri dan

menimbulkan penyakit hati.

Adapun adat istiadat dalam menanam padi yang harus dipatuhi oleh

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar adalah:

1. Menanam padi hanya satu tahun sekali

2. Dalam upacara harus menggunakan padi lokal yang sekarang jumlah

varietasnya ada 100 jenis

3. Padi tidak boleh digiling

4. Beras tidak boleh dijual

5. Tidak boleh memasak di atas tanah dan harus menggunakan tungku

Memakai ikat kepala adalah kebiasaan laki-laki di masyarakat Kasepuhan

Ciptagelar yang tidak boleh ditinggalkan, terutama bila berada di lingkungan imah

Gede. Makna dari kebiasan tersebut adalah sebagai simbol ajaran hidup yang

mengerti dirinya sendiri dan lingkungan hidup. Hal itu dilambangkan dengan kain

kepala yang mempunyai 4 sudut yang menunjukan 4 mata angin kehidupan dan

lipatan segitiga yang ujungnya mengarah ke bawah sebagai symbol pengingat diri.

Manusia adalah mahluk sosial yang sangat membutuhkan orang lain, artinya manusia

harus memiliki rasa saling menghormati dan menghargai kepada orang lain karena

manusia bersifat memiliki segala kekurangan yang tidak diperkenankan untuk

memiliki rasa angkuh. Tidak hanya untuk kaum laki-laki nilai ini diperuntukan bagi

seluruh warga Kasepuhan Ciptagelar bahwa setiap masyarakatnya harus bersadar diri

akan dirinya sendiri dan tidak boleh sombong dalam seluruh aspek kehidupannya.

Walaupun aturan-aturan tersebut hanya diturunkan secara lisan dari generasi

ke generasi selanjutnya, tetapi aturan tersebut mempunyai kekuatan mengikat

Page 25: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

masyarakatnya. Sesepuh girang sendiripun akan mendapatkan sanksi atau hukuman

bila melanggar adat dan berlaku tanpa kecuali.

4.1.3.2 Sistem Organisasi Kepemimpinan Adat

Setiap wilayah pasti memiliki seorang pemimpin yang bertanggung jawab

terhadap keamanan wilayahnya. Kasepuhan Ciptagelar dipimpin oleh seorang

pemimpin yang disebut sesepuh kampung dan sesepuh kampung dipimpin lagi oleh

seorang sesepuh adat yaitu sesepuh girang. Dimana tugasnya yaitu mengatur

keamanan dan kehidupan masyarakat sehari-hari serta membantu menjalankan proram

pemerintah dikampung tersebut.

Pemimpin adat atau sesepuh girang diharuskan laki-laki, pemilihan sesepuh

girang tidak dipilih secara langsung oleh rakyatnya tetapi dipilih menurut wangsit,

dalam hal ini biasanya yang terpilih menjadi kepala adat adalah salah satu anak dari

ketua adat yang menjabat sebelumnya. Aparatur sesepuh adalah orang-orang yang

terpilih dan dipercaya oleh ketua adat.

Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas adat tertentu yang sama memiliki

pemimpin adat guna menjaga keamanan dan kehidupan warganya, hal ini sejalan

dengan kampung adat Kasepuhan Ciptagelar yang bagi warganya keberadaan

Kasepuhan bagai negara kecil yang memiliki aparatur pemerintahan dan otonomi

tersendiri secara adat. Mereka mengakui kedaulatan Republik Indonesia dan

merupakan bagian dari warganya, namun secara adat mereka memiliki pemimpin dan

pengurus rumah tangga Kasepuhan Ciptagelar tersendiri yang harus dipatuhi.

Dalam pemilihan pemimpin adat di Kasepuhan Ciptagelar tidak dilakukan

secara demokratis yang melibatkan seluruh warganya dan dilakukan pemilihan

langsung. Sistem pengankatan pemimpin adat dilakukan atas dasar wangsit yang

diberikan oleh leluhur. Wangsit merupakan petunjuk atau perintah leluhur yang

Page 26: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

disampaikan kepada baris kolot atau calon pemimpin melalui mimpi. Keberadaan

wangsit di lingkungan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar sangat sakral, wangsit

merupakan perintah leluhur yang harus dipatuhi tanpa kecuali, tidak boleh ada

penolakan dan pelanggaran karena bagi yang melanggar akan mendapatkan bebendon

atau musibah. Calon pemimpin adat hanya berasal dari keluarga pemimpin adat

selanjutnya, hanya orang yang masih memiliki ikatan darah dengan pemimpin

sebelumnya yang dapat menggantikan tampuk kepemimpinan selanjutnya.

Untuk menunjang tugas pemimpin adat dibuat struktur pengurus rumah tangga

kampung adat ini merupakan sebuah upaya untuk mengatur seluruh aspek kehidupan

warga Kasepuhan Ciptagelar. Keberadaan Abah Anom sebagai pemangku adat

mendapat pengakuan dari pemerintah daerah. Dalam struktur adat masyarakat

Kasepuhan Ciptagelar untuk melakukan interaksi dengan dunia luar dibuat struktur

organisasi yang telah mengalami pengembangan sebagai adaptasi sesuai dengan

kebutuhan. Walaupun didalam struktur pemerintahan Kasepuhan Ciptagelar sudah ada

pembagian tugas secara turun-temurun yang dijalani oleh anggota dengan sepenuh

hati.

Gambar 4.2 Diagram struktur pemerintahan adat Kasepuhan

Dok. Kasepuhan yang Tumbuh diatas yang Luhur, Kusnaka Adimihardja.1995

Sesepuh Girang

Sesepuh Lembur - 568 kampung kecildalam 360 kampung besar

BendaharaSeikretaris I dan II Baris Kolot/KepalaUrusan 1 - 13

Page 27: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Struktur diatas sebagai tuntunan manajemen untuk memperlancar tugas-tugas

Abah Anom dalam mengayomi warganya. Ke 13 baris kolot atau kepala urusan di

atas adalah pembantu Abah secara turun temurun dan bersifat sosial, artinya kerja dan

jasanya bagi Kasepuhan tidak mendapatkan bayaran atau gaji karena tugas tersebut

merupakan kewajiban pengabdian rakyatnya terhadap Kasepuhan dan pemimpin adat

serta leluhurnya. Pelimpahan tugasnya dilakukan secara turun temurun berdasarkan

garis keturunan sehingga jika ada yang tidak melaksanakan tugasnya akan

mendapatkan kualat (sanksi). Ke-13 pengurus adat yang membantu tugas pemimpin

adat adalah:

1. Rorokan Pakakas atau petugas adat perawat pusaka yang bertugas untuk:

• Memeriksa perkakas

• Menyiapkan bahan dan alat-alat perdukunan dan pamakaiyaan

2. Rorokan Pamakayaan atau petugas adat pertanian yang bertugas untuk:

• Mewakili Abah dalam hal terkait dengan pertanian

• Menjalankan perdukunan atau pengobatan pada warga

3. Rorokan Paninggaran atau petugas keamanan dalam bidang pertanian yang

bertugas untuk:

• Mengontrol lahan pertanian

• Memberantas hama-hama yang mengganggu, misalnya babi

• Mencari ikan atau daging untuk kepentingan pemimpin adat (dengan

berburu) tapi sekarang ini tugas ini tidak lagi dilakukan karena warga sudah

memelihara ternak.

4. Rorokan Kapanghuluan atau petugas adat dalam keagamaan yang bertugas

untuk:

Page 28: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

• Membimbing warga dalam keagamaan

• Memimpin acara syukuran

• Menjalankan syukuran misalnya Rajaban, Mauludan dan Nadaran

5. Rorokan Kadukunan atau petugas adat dalam pengobatan yang bertugas untuk:

• Memeriksa rorokan pusaka di bagian perdukunan

• Mengobati warga yang tidak dapat ditangani oleh pamakayaan

6. Rorokan Bengkong atau petugas adat khitan yang bertugas untuk:

• Terbagi dua, yaitu untuk laki-laki dan perempuan

• Melaksanakan khitanan

• Mengatur hajatan disemua warga Kasepuhan

7. Rorokan Paraji / Nini Beurang atau petugas adat urusan dapur rumah

pemimpin adat yang bertugas untuk:

• Mengatur dapur di imah gede atau wakil emak (sebutan istri Abah)

• Menyiapkan sesaji yang diperlukan oleh Abah

8. Rorokan Paraji Hias atau petugas adat urusan merias yang bertugas untuk:

• Merias pengantin

• Selamatan pengantin yang terkait dengan adat

9. Rorokan Paraji atau petugas adat kelahiran atau dukun bayi yang bertugas

untuk:

• Mengurusi orang yang hamil

• Mengurus orang yang melahirkan

• Mengatur syukuran 40 hari kelahiran

10. Rorokan Panahaban atau petugas adat kebersihan lingkungan yang bertugas

untuk:

• Mengurus halaman rumah abah danlingkungan Leuit (lumbung)

Page 29: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

• Merawat bentengan (tembok batu untuk jalan atau pondasi)

11. Rorokan Ngebas atau petugas adat alam pertukangan yang bertugas untuk:

• Koordinator semua tukang bangunan

• Memimpin pembangunan dan perbaikan bangunan

12. Rorokan Tatabuhan atau petugas kesenian yang bertugas untuk:

• Mengatur grup kesenian yang ada

• Mengatur kesenian untuk hajatan

13. Rorokan Kapamukaan/Bebenteng atau petugas adat dalam keamanan yang

bertugas untuk:

• Menjaga rumah Abah atau imah Gede

• Mengatur tamu yang akan menghadap Abah

• Mengamankan semua kawasan warga

• Pada jaman dahulu bertugas memimpin pasukan unutk melakukan

penyerangan

Ke-13 perangkat adat tersebut bertugas membantu tugas Abah dalam

memimpin warga Kasepuhan Ciptagelar untuk memberikan yang terbaik bagi

warganya. Posisi ke-13 perangkat adat tersebut ditempati oleh orang yang telah

ditunjuk oleh pemimpin adat terdahulu dan posisi tersebut tidak dapat dirubah, apabila

pejabat adat tersebut meninggal akan digantikan oleh anaknya. Pejabat perangkat adat

dilakukan secara turun temurun sehingga dalam silsilah keluargapun menjadikan

ukuran dari posisi keluarga di lingkungan warga luas Kasepuhan Ciptagelar.

Selain perangkat adat di dalam Kasepuhan Ciptagelar, terdapat sesepuh

lembur akan menghadap secara rutin pada saat pelaksanaan upacara adat ngaseuk

(tanam Padi), mipit (potong padi), nganjaran (makan padi pertama), pongokan

(laporan tahunan) dan seren taun (serah tahun). Sesepuh girang dalam

Page 30: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

menjalankan tugasnya sebagai pemimpin selalu berusaha menerapkan sistem

demokrasi bagi hal-hal yang tidak terkait adat. Beliau mengundang masyarakat,

sesepuh lembur atau minimal baris kolot.

4.1.3.3 Kesenian

Setiap suku bangsa dan masyarakat tradisional sekalipun memiliki kesenian

khas daerahnya. Kesenian dikenal berfungsi sebagai hiburan bagi warga daerah. Bagi

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar keberadaan Kesenian tidak hanya sebagai hiburan

tetapi juga berfungsi sebagai kegiatan-kegiatan ritual. Kesenian yang terdapat di

Kasepuhan Ciptagelar adalah sebagai berikut:

• Rengkong, bunyi-bunyi yang dikeluarkan dari bambu alat pikul padi,

dihasilkan dari gesekan tali gantungan dengan bambu yang berlubang dan

sering dipertunjukan pada Seren Taun

• Dog dog lojor, alat musik pukul dari bambu kendang dan angklung,

digunakan pada saat hendak tanam padi, panen,mengangkut hasil panen,

menyambut dan mengiring tamu

• Pantun buhun, berpantun dengan diiringi kecapi, isi pantun biasanya

bercerita tentang sejarah yang berkaitan dengan Kasepuhan. Seperti cerita

Raden Tanjung, Munding Jalingan, Badak Pemalang dll yang merupakan

cerita rakyat. Kesenian ini tidak ditampilkan sembarangan, karena

menyangkut cerita leluhur. Sebelum ditampilkan harus ada ijin dan sesaji

dahulu dan akan kena kualat bila melanggar.

• Seni Jipeng, kesenian seperti drama yang memainkan cerita rakyat dengan

alat-alat musik tradisional. Cerita diselingi dengan tarian seperti jaipong

dan kerap dipertunjukan pada bulan purnama pad halaman rumah sesepuh

girang

Page 31: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

• Topeng, mirip dengan Jipeng tetapi musik pengiringnya adalah gamelan

serta pemainnya menggunakan topeng

• Pencak silat

• Reog

• Debus dan Ujungan, kesenian bela diri dan kekebalan tubuh yang

dilakukan pada diri sendiri atau orang lain

• Seni Gondong, ibu-ibu memukul lesung dengan alu sambil menyanyi dan

berjoget dilakukanpada acara seren taun di halaman sesepuh girang.

Berikut adalah jenis kesenian yang umumnya sering di mainkan oleh

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, masih banyak kesenian lain seperti Toleat, Calung

rantai (Calung buhun). Kerinding, Suling, Celempung, Wayang Golek dan

Ketimpring. Kesenian tersebut biasanya dilakukan secara tertutup bagi lingkungan

Kasepuhan saja dan diperuntukan bagi keluarga besar pemimpin adat dan masyarakat

Kasepuhan.

4.2. Peran Abah Anom Sebagai Pemimpin Adat

4.2.1 Biografi Abah Anom

Abah Anom memiliki nama asli Encep Sucipta yang lahir dari pasangan Ki

Ardjo (alm) dan Ma Tarsih (alm) yang sering disebut eyang sepuh. Abah Anom

merupakan tiga bersaudara dengan dua adik perempuan, Abah adalah anak sulung dan

kedua adik perempuannya yang bernama Eli dan Euis. Abah Anom memiliki turunan

pemimpin kerajaan dari ayahnya Ki Ardjo yang memimpin Kasepuhan sebelum masa

kepemimpinan Abah Anom menggantikan ayahnya Aki Buyut Rusdi yang memimpin

Kasepuhan Ciptagelar periode tahun 1937-1960.

Pemimpin di Kasepuhan Ciptagelar berkuasa dengan proses pesan dari

wangsit dan yang akan menjadi pemimpin adat hanya orang yang memiliki ikatan

Page 32: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

darah dengan pemimpin terdahulu. Jadi tidak ada pencalonan yang berasal dari rakyat

atau anggota sesepuh lain kecuali pesan dari wangsit. Abah Anom lahir pada waktu

Kasepuhan Ciptagelar berada di Ciganas-Sukabumi tahun 1960 pada masa

kepemimpinan ayahnya Ki Ardjo. Masa kecil Abah Anom sama dengan anak-anak

lainnya yang membedakan adalah sikap segan warganya karena Abah merupakan

anak pemimpin adat. Abah tumbuh di lingkungan Kasepuhan yang masih sangat

sederhana, kala itu Kasepuhan masih tertutup dengan dunia luar sehingga Abah tidak

mengenal pendidikan formal.

Keluarga Abah Anom sangat ramah, tata bahasa dan tingkah laku sangat dijaga

dan lembut. Keluarga Abah Anom tinggal di Imah Gede atau disebut Imah Rurukan

oleh warga Kasepuhan yang terletak di tengah kampung adat. Sepeninggal

ayahhandanya, Abah Anom berpindah ke Ciptagelar sedangkan ibunya tetap tinggal di

Ciptarasa tempat pusat adat terdahulu. Eyang sepuh enggan meninggalkan tempat

peristirahatan suaminya sehingga Ma Tarsih tidak ikut pindah bersama Abah Anom.

Abah Anom muda merupakan pribadi yang bersahaja dan sederhana, beliau

sangat cinta pada kebudayaannya. Walapun Abah terlahir sebagai anak pemimpin adat

tapi hal itu tidak membuat beliau sombong, beliau tetap bermain berbaur dengan

remaja lainnya yang seumuran melakukan kegiatan bersama-sama. Menginjak remaja,

Abah sering diajarkan mengenai ritual-ritual yang dilakukan ayahnya Ki Ardjo seperti

mutih atau puasa untuk ragam makanan, hanya memakan nasi untuk beberapa waktu.

Ngembang terhadap makam leluhurnya sebelum melakukan sesuatu untuk mendapat

restu dan diberikan keselamatan selama kegiatan berjalan.

Pada saat usia Abah menginjak 17 tahun Abah ditinggalkan ayahnya Ki Ardjo.

Menurut wangsit Abah Anom terpilih untuk menduduki posisi sebagai pemimpin adat.

Walaupun pada saat itu Abah masih sangat muda tapi Abah faham bahwa keputusan

Page 33: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

wangsit tidak boleh di ganggu gugat dan merupakan harga mati sehingga mau tidak

mau harus dipatuhi. Abah Anom yang kala itu masih asik bermain dengan anak

seusianya harus rela meninggalkan dunia remajanya dan mengemban tugas berat,

yaitu beban besar untuk menentukan nasib warga Kasepuhan. Karena usianya yang

muda ini untuk kemudian Abah lebih dikenal dengan nama Abah Anom yang berarti

anak muda yang dituakan. Walaupun usianya yang masih muda namun kedudukannya

sebagai pemimpin adat dengan segala keputusannya yang telah dibuat bersama baris

kolot harus dipatuhi oleh seluruh warganya.

Karena umurnya yang masih muda masih dapat dikatakan idealisme, Abah

menginginkan perubahan terhadap rakyatnya, agar rakyatnya dapat berkembang

seperti kebanyakan warga luar yang pernah dilihatnya dalam berkunjung ke

Kasepuhan dengan tetap memegang teguh aturan adat. Keinginan Abah merupakan

perintah bagi rakyatnya namun permintaan dan keinginan Abah harus dilandasi oleh

tanggungjawab karena peraturan adat yang ketat berlaku bagi seluruh warga

Kasepuhan Ciptagelar tidak terkecuali Abah dan seluruh anggota keluarganya sendiri.

Abah Anom tidak pernah mengenyam pendidikan formal karena Abah Anom

tumbuh di lingkungan Kasepuhan yang masih tertutup dengan dunia luar. Abah hanya

mendapatkan pendidikan tradisional mengenai kelestarian dan tanggung jawab untuk

menjaga hutan sekitar dan pendidikan keluarga. Selanjutnya Abah mendapatkan

pelajaran dari alam, seperti apa yang dilakukan oleh anak rimba yang akrab dengan

kondisi hutan.

Abah Anom merupakan sosok yang sangat disegani dan dihormati, bagi

rakyatnya beliau adalah orang suci. Abah dipercaya oleh warganya dapat berjalan

diatas air, terbang dan menyembuhkan orang sakit. Tentu pada zaman sekarang hal

tersebut sulit dipahami oleh akal, jauh dari jangkauan rasional tapi itulah yang mereka

Page 34: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

pegang hingga sekarang. Abah Anom merupakan orang suci yang dipercaya oleh

leluhurnya untuk memimpin warga adat Kasepuhan Ciptagelar, Abah seringkali di

mintai petuah oleh warganya bahkan seluruh warga dari Kasepuhan lain di wilayah

gunung Halimun.beragam tujuan hidup seseorang mendorong mereka datang kepada

Abah untuk meminta petuah dan restu agar tujuan tersebut dapat dicapai dengan

lancar dan cepat. Beragam tujuan seperti, meminta diberikan jodoh, dipererat

perjodohannya, sukses dalam karier dan menjayakan usahanya, walaupun hal ini

diluar nalar karena tujuan yang kita inginkan adalah bergantung pada usaha yang kita

lakukan beserta doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tapi di setiap harinya rumah Abah

tidak pernah sepi dari tamu yang datang untuk memimta petuah. Pada kenyataannya

sering kali orang salah kaprah, doa dari Abah dijadikan jalan pintas dan hal ini tidak

hanya dipercaya oleh warganya saja tetapi banyak berdatangan orang-orang kota baik

dari pemerintahan bahkan artis. Mereka memimta bantuan Abah Anom untuk

menunjang kariernya dan bisa mendapatkan apa yang diinginkan dengan cepat. Abah

tidak pernah memimta imbalan kepada tamunya, apabila akan memberi adalah

seikhlasnya. Dari tamu yang datang untuk berkonsultasi inilah Abah medapatkan

imbalan dan menjadi pengasilan untuk Abah.

Abah Anom menikah dengan Ema Uyen Suyenti dan memiliki 3 orang anak, 3

laki-laki dan satu perempuan diantaranya Ugi Sugriwa Rakasiwi yang sekarang

menjadi pemimpin adat di Kasepuhan Ciptagelar menggantikan ayahnya Abah Anom,

putra yang kedua bernama Nde atau Ade Sofyan yang masih berkuliah di Bandung di

salah satu perguruan tinggi swasta jurusan kepariwisataan dan bungsu bernama Putri

yang masih duduk di kelas 3 SD Bank Jabar di Kasepuhan. Anak-anak Abah Anom

tumbuh disaat kondisi Kasepuhan Ciptagelar sudah mengalami pengaruh budaya luar.

Abah Anom sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya sehingga Abah

Page 35: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

mengirimkan anak sulungnya untuk bersekolah di daerah Sukabumi dan memasuki

sekolah unggulan di kota tersebut. Selulus SMU, ugi meneruskan ke perguruan tinggi

jurusan kedokteran di Sukabumi tapi hal itu tidak berjalan lama. Ugi yang merupakan

anak sulung Abah ini tidak betah berada di kota, Ugi lebih memilih berhenti kuliah

dan mengabdi bagi kampungnya dengan semua bekal yang dia bawa dari hasil

sekolahnya.

Sepeninggal ayahnya Ugi menduduki kursi pemimpin adat dengan sebutan

Abah Anom Ugi Sugriwa. Hasil dari wangsit dan rempugan para baris kolot telah

memutuskan bahwa Ugi yang akan meneruskan tugas Abah Anom. Setelah 2 bulan

meninggalnya Abah Anom, Ugi menikah dengan perempuan pilihannya yang telah

dipacarinya selama setahun yang berasal dari luar kampung Ciptagelar. Keluarga

Abah Anom sangat ramah, sangat mencerminkan karakteristik masyarakat Sunda

yang lemah lembut dan santun.

4.2.2 Kepemimpinan Abah Anom

Kepemimpinan Abah Anom yang di mulai pada tahun 1983 merupakan gaya

kepemimpinan baru dalam sejarah kepemimpinan Kasepuhan Cipatgelar. Adanya

perubahan terhadap gaya kepemimpinan ini telah mempengaruhi terhadap laju

perkembangan masyarakat Kasepuhan. Abah Anom adalah satu-satunya tokoh

pembaharu di Kasepuhan Ciptagelar. Para simpatisan yang telah mengikuti

perkembangan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar sejak lama, pada masa

kepemimpinan Abah Anom ini mereka mendapatkan tempat di dalam struktur

pemerintahan adat Kasepuhan untuk mengurusi kepentingan Kasepuhan Ciptagelar

yang berhubungan dengan dunia luar.

Abah Anom memimpin rakyatnya dengan gaya baru, adanya pemberlakuan

kebijakan baru yang menuntun masyarakatnya menuju masyarakat yang berkembang,

Page 36: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

masyarakat yang mengenal teknologi. Kehidupan Kasepuhan Cipategalar selama

periode 1983-2003 di bawah kepemimpinan Abah Anom diwarnai pasang surut

perubahan sosial pada masyarakatnya sebagai pengaruh perubahan pada budaya

materil. Dengan gaya pemimpin inilah Abah mengharuskan masyarakatnya untuk

beradaptasi dengan aturan dan perubahan yang terjadi.

Kepemimpinan di Kasepuhan Ciptagelar adalah kepemimpinan kharismatis,

dimana pemimpin adat memiliki wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu

suatu kemampuan khusus (wahyu, wangsit) yang ada pada diri seseorang.

Kemampuan khusus ini melekat pada orang tersebut karena sebuah anugrah dari

Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang sekitar yaitu warganya mengakui akan adanya

kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan dan pemujaan, karena mereka

menganggap bahwa sumber kemampuan tersebut adalah sesuatu yang berada diatas

kekuasan dan kemampuan manusia pada umumnya. Sumber kepercayaan dan

pemujaan karena kemampuan khusus tadi pernah terbukti manfaat serta kegunaannya

bagi masyarakat. Jadi, dasar wewenang kharismatik ini bukanlah terletak pada suatu

aturan atau hukum, akan tetapi bersumber pada diri pribadi individu bersangkutan.

Keberadaan Abah Anom sebagai pemimpin adat diakui oleh pemerintah oleh

karena itu banyak program pemerintah yang telah dicanangkan untuk pengembangan

Kasepuhan Ciptagelar yang kaya akan budaya Sunda tersebut. Pengembangan yang

telah dilakukan pemerintah salah satunya adalah dibuatnya jalan batu dari daerah

Pangguyangan menuju ke Ciptarasa atau eks kampung adat, tidak hanya jalan utama

tetapi juga gang-gang yang telah ada di perluas dan diberi batu.

Lokasi keberadaan kampung Gede selalu berpindah-pindah, alasan perpindahan

kampung gede hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Semua perpindahan

terjadi berdasarkan wangsit dari leluhur kepada sesepuh girang dan berpindahan akan

Page 37: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

terus terjadi sesuai pesan yang disampaikan melalui wangsit. Berdasarkan beberapa

petunjuk tempat yang kelak akan menjadi kampung Gede berikutnya, diantaranya

adalah Cicemet-Sukabumi (sudah ditempati saat ini dibawah pimpinan Abah Anom),

lembah Ciawitali-Sukabumi, Lebak Tipar-Banten dan Muara Tilu Cibareno-banten.

Menurut beberapa peneliti, apabila ditinjau secara ilmiah mengenai perpindahan

kampung Gede adalah didasarkan dari kualitas sumber daya alam di tempat tersebut

tidak lagi baik. Seperti indeks air yang sudah berkurang, kualitas kesuburan tanah

yang berkurang sehingga masyarakat Kasepuhan Ciptagelar mencari lahan baru. Tapi

penelitian tersebut tidak dapat dibenarkan karena eks kampung adat biasanya masih

dihuni oleh sebagian masyarakat Kasepuhan yang tidak melakukan perpindahan.

Seperti keberadaan kampung Ciptarasa yang masih dihuni oleh sebagian warga

Kasepuhan yang tidak turut berpindah, mereka masih mendapatkan air yang cukup

sekalipun pada musim kemarau dan melakukan kegiatan bercocok tanam tanpa

hambatan dari kualitas tanah. Perpindahan, pergantian pemimpin adat adalah sebuah

keputusan yang disampaikan oleh wangsit, sehingga mau tidak mau harus dipatuhi

karena apabila melanggar maka akan mendapatkan musibah dari leluhur.

Pada masa kepemimpinan Abah Anom, anak adat diberikan tempat di dalam

struktur pemerintahan adat. Komunitas anak adat ini diberi nama Baris Koboy yang

memiliki tugas membantu Abah mengurusi keperluan Abah dengan dunia luar. Karena

komunitas Baris Koboy berasal dari “luar” maka dianggap lebih faham untuk menjadi

mediator bagi Abah untuk melakukan interaksi dengan dunia luar.

Setiap pemimpin pada umumnya akan memimpin rakyatnya sesuai dengan

gayanya, sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya. Berbeda dengan pemimpin

Kasepuhan Ciptagelar karakteristik pemimpin Sunda yang bersahaja memiliki amanat

untuk menjalankan aturan atau adat Sunda kuno tanpa sentuhan perubahan dan gaya

Page 38: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

dari tiap pemimpin di setiap pergantian pemimpinnya. Gaya kepemimpinan di

Kasepuhan Ciptagelar bersifat baku, pergantian pemimpin hanya ditandai oleh

perpindahan tampuk kepemimpinan tanpa ada tambahan gaya kepemimpinan dan

kebijakan baru, hanya meneruskan pemimpin terdahulu. Dalam sejarah kepemiminan,

Abah Anom sebagai pengganti ayahnya Aki Ardjo mengadakan pembaharuan dalam

memimpin, Abah Anom ingin melakukan pembaharuan dengan memimpin

menyesuaikan perkembangan zaman dan kebutuhan warganya dengan tujuan

mensejahterakan rakyatnya. Adapun kebijakan-kebijakan yang dibuat pada masa

kepemimpinan Abah Anom, yaitu:

• Membuka wilayahnya kepada dunia luar

• Mengijinkan kepemilikan benda-benda modern ( kendaraan, mesin-

mesin dan alat-alat elektronik lain), dengan catatan diberlakukan pajak

tahunan atas kepemilikan barang tersebut

• Mengijinkan warga luar untuk menjadi warga adat Kasepuhan

• Menerima kedatangan orang asing (orang barat)

• Mengijinkan warganya bekerja di luar Kasepuhan

• Melibatkan warga adat ( warga Kasepuhan yang berasal dari waga

luar) untuk ikut berperan menjadi barisan pengurus keperluan

Kasepuahan, yaitu menjadi media antara Abah dengan kepentingan

dunia luar yang disebut dengan baris koboy

• Mengijinkan warganya menikah dengan warga luar.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Abah Anom tersebut merupakan kebijakan

yang tidak biasa bagi sejarah perkembangan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar.

Kebijakan yang berbeda dari kebijakan pemimpin sebelumnya yang telah dijalankan

secara turun temurun. Abah ingin melakukan pembaharuan bagi warganya dengan

Page 39: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

harapan warganya bisa lebih sejahtera seihngga memberlakukan peraturan baru

tersebut. Memasukan aturan-aturan baru yang membuka kesempatan terhadap dunia

luar. Kebijakan sesepuh girang atau Abah Anom ini telah dirundingkan terlebih

dahulu dengan para Baris Kolot, kebijakan yang dikeluarkan Abah Anom harus

dipatuhi oleh seluruh warga Kasepuhan Ciptagelar karena perintah yang diberikan

Abah merupakan perintah yang diberikan dari leluhur dengan melalui pemimpin adat.

Melalui kebijakannya Abah Anom mengharapkan pembaharuan bagi warganya

untuk meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas sumber daya

manusianya dengan tetap memegang teguh peraturan adat Sunda buhun. Terbuka dan

mengikuti perkembangan kemajuan zaman dengan tetap menjaga adat dan tradisi

leluhur agar tidak lagi menjadi masyarakat yang tertinggal dan tetap hidup dengan

sesuai perintah leluhur.

4.3 Kehidupan Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar Pada Masa Kepemimpinan Abah Anom

4.3.1 Upaya Masyarakat Ciptagelar dalam menerapkan kebijakan yang dikeluarkan oleh Abah Anom

4.3.1.1 Berubahnya Kebiasaan Adat Sehari-hari 4.3.1.1.1 Gaya Hidup

Suatu peradaban baru yang sedang tumbuh dalam kehidupan saat ini telah

membawa gaya baru terhadap kehidupan keluarga, mengubah cara kerja, cara hidup,

membawa tatanan ekonomi baru, dan juga mengubah kesadaran manusia. Serpihan

peradaban itu telah ada sekarang ini dan orang-orang yang takut terhadap masa depan

itu terlibat dalam suatu pelarian ke masa lalu dan mencoba memulihkan kembali

dunia mereka yang telah berubah jauh dari yang diharapkan.

Pengaruh globalisasi pada umumnya selalu menyeret manusia ke arah negatif.

Pertukaran dan kontak kebudayaan antara budaya global dan budaya lokal tradisional

secara timbal balik menjadi sangat intensif dan mendalam. Sehingga di dalamnya

Page 40: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

unsur budaya global dan lokal bertukar dan bercampur menjadi satu. Sehingga

terdapat dua sisi pengaruh timbal balik antara budaya global dan budaya lokal, yaitu

satu sisi kuatnya identitas budaya lokal, sehingga budaya global tidak sampai

menghilangkan identitas budaya lokal, namun di sisi lain budaya global juga

menyerap unsur budaya lokal sehingga mampu beradaptasi bahkan menimbulkan

akulturasi budaya.

Masuknya pengaruh budaya luar terhadap lingkungan adat Kasepuhan

Ciptagelar telah melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru bagi warganya. Budaya luar

yang merupakan hal baru menjadi suatu yang menarik perhatian bagi warga adat dan

dijadikan pengetahuan yang menarik untuk diikuti bahkan diterapkan dalam hidup

kesehariannya. Ketertarikan ini menjadikan pengaruh budaya luar yang dibawa oleh

pengunjung mudah masuk dan diterima oleh warga adat tanpa adanya kesulitan yang

berarti. Hal ini tidak saja datang dari warga adat tetapi juga pengunjung yang datang

dimana ketertarikan wisatawan terhadap Kasepuhan telah mengakibatkan interaksi

dengan warga terjadi dengan intens. Interaksi ini yang sedikit demi sedikit telah

menerapkan pengaruh terhadap masyarakat adat sehingga pasti bergerak pada

perubahan.

Kebijakan baru yang dikeluarkan Abah Anom tersebut mengharuskan

rakyatnya untuk mengalami transisi terhadap perubahan aturan lama ke aturan baru.

Pada tahun 1984 mulai terjadi adaptasi pada seluruh warga Kasepuhan Ciptagelar,

yang semula bersikap tertutup dengan dunia luar secara drastis membuka diri pada

dunia luar. Bagi sebagain kalangan tertentu hal ini adalah kabar menggembirakan,

terutama bagi mereka yang memiliki ketertarikan terhadap dunia budaya lokal

tradisional, mereka tidak lagi sulit untuk memiliki izin masuk ke kampung adat yang

kaya akan budaya sunda kuno tersebut. Untuk mempersiapkan menyambut perubahan

Page 41: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

dengan masuknya warga luar ke Kasepuhan Ciptagelar, masyarakat Kasepuhan

Ciptagelar bekerja bergotong royong untuk memperluas jalan agar dapat dilalui oleh

kendaraan roda empat secara memadai. Pada tahun 1985 dilakukan pembangunan

jalan dari Pasir Kurai ke Gunung Batu dengan jarak 15 km dan lebar 4 m yang dapat

diselesaikan oleh masyarakat Kasepuhan dalam waktu 2 hari dengan tenaga kerja

10.000 orang per hari yang mayoritas masyarakat Kasepuhan dari 3 kabupaten Lebak,

Bogor dan Sukabumi.

Keterbukaan tersebut juga merupakan kabar baik bagi pemerintah, Kasepuhan

Ciptagelar telah menjadi salah satu tempat wisata budaya yang dimiliki kabupaten

Bogor, Sukabumi dan Banten. Selesainya pembangunan jalan telah mempermudah

jalur transportasi sehingga wisatawan dengan mudah silih bergantian mengunjungi

kampung adat ini. Mereka tertarik akan budaya Kasepuhan Ciptagelar yang lekat

dengan adat istiadat Sunda kuno. Kedatangan wisatawan ini telah menimbulkan

terjadinya interaksi antar wisatawan dan warga Kasepuhan, melalui interaksi ini

pertukaran budaya dimulai. Perubahan yang langsung terasa adalah dari gaya bahasa,

masyarakatnya terutama para remaja mulai tertarik terhadap bahasa Indonesia.

Dengan mulai banyaknya pengunjung yang datang ke Kasepuhan Ciptagelar menjadi

sebuah tuntutan bagi warga adat mengenal dan mulai mempelajari bahasa Indonesia

yang merupakan alat komunikasi antar warga adat dan masyarakat luar. Selain sebagai

bahasa nasional, di kalangan remaja bahasa Indonesia ini dipelajari sebagai tolak ukur

sebagai status sosial mereka. Selain keluarga pemimpin adat masyarakat Kasepuhan

Ciptagelar masih sedikit yang dapat berbahasa Indonesia karena dalam kesehariannya

warga adat hanya menggunakan bahasa Sunda.

Selain dari bahasa, gaya hidup masyarakatnya ikut berubah menjadi cenderung

lebih “praktis” adalah dari cara berpakaian hingga cara berkomunikasi yang berkaitan

Page 42: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

dengan media interaksi sosial yang mereka gunakan sehari-hari. Gaya hidup tersebut

jauh berbeda dengan apa yang dikenal masyarakat Kasepuhan Ciptagelar sebelumnya

yang lebih cenderung bersifat konvensional.

Dalam kesehariannya, tingkah perilaku dan kebiasaan hidup sehari-hari warga

Kasepuhan Ciptagelar diatur oleh aturan adat. Seperti dalam cara berpakaian,

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar diharuskan memakai pakaian adat dengan setelan

serba hitam dan ikat di kepala bagi laki-laki dan kebaya sederhana dengan paduan

samping atau semacam sarung tapi khusus perempuan bagi kaum perempuan. Untuk

memehuni kebutuhan sandang tersebut masyarakat Kasepuhan Ciptagelar memiliki

tradisi tersendiri dengan menenun. Mulai dari penyiapan bahan baku, pewarnaan,

pembuatan benang hingga menenun kain mereka lakukan sendiri dengan cara manual

tanpa adanya bantuan alat modern. Hasilnyapun sangat memuaskan walaupun

membutuhkan waktu yang cukup lama karena pengerjaannya menggunakan tangan

manusia dan di kerjakan di saat waktu senggang ibu-ibu.

Setelah terjadinya interaksi warga adat dengan wisatawan, cara berpakaianpun

turut mengalami perubahan. Wisatawan yang datang mayoritas memakai setelan

celana jeans dan kaos oblong. Cara berpakaian yang identik dengan gaya masyarakat

“perkotaan” tersebut telah diikuti oleh warga adat Kasepuhan Ciptagelar terutama

para remajanya. Perubahan tersebut diawali oleh pengunjung yang kerap kali dalam

kunjungannya ke Kasepuhan Ciptagelar selalu diakhiri dengan memberi barang pada

masyarakat sekitar sebagai tanda mata kenang-kenangan yang dijadikan ikatan

emosional oleh wisatawan guna kedatangan mereka selanjutnya. Pemberian

pengunjung inilah yang awalnya hanya digunakan oleh yang punya sebagai tanda

penghargaan kepada yang memberi, namun selanjutnya pemakaian kaos tersebut

berlanjut hingga masyarakat Kasepuhan Ciptagelar membeli sendiri pakaian tersebut

Page 43: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

dengan uang yang mereka miliki dengan mulai sering berkunjung ke pusat kota

terdekat yaitu Pelabuhan Ratu untuk berbelanja keperluan sandang dan lainnya.

Perubahan terhadap bahasa dan cara pakaian yang terjadi pada remajanya dijadikan

tren atau gaya baru berpakaian dengan image “gaul”.

Awalnya perubahan terhadap cara berpakaian yang terjadi pada

masyarakatnnya tidak dipandang sebuah masalah bagi Abah Anom dan sesepuh pada

waktu itu. Cara berpakaian baru ini telah memunculkan image baru, mereka lebih

merasa percaya diri dengan cara berpakaian seperti “orang kota” yang biasa memakai

kaos, kemeja dengan setelan celana pendek atau panjang baik laki-laki ataupun

perempuan dalam berhadapan dengan wisatawan yang datang.

Dengan berjalannya waktu dan perkembangan perekomian yang mengalami

peningakatan, pada tahun 1990-an perubahan cara berpakaian itu tidak hanya

dilakukan oleh para remaja bahkan diikuti oleh para orang tuanya. Walaupun telah

menggeser fungsi dari pakaian adat, hal ini tidak dianggap melanggar nilai adat

karena pada kenyataannya masyarakatnya menyukai perubahan tersebut dan yang

terpenting keyakinan dirinya sebagai orang Sunda tidak berubah. Oleh karena itulah

Abah Anom bersedia untuk “bernegosiasi” dengan leluhur mengenai perubahan cara

berpakaian warganya, Abah meminta keringanan terhadap perubahan tersebut, Abah

Anom memohon agar leluhur mengijinkannya. Seperti laki-laki paruh banya yang

bernama Edih yang biasa di sebut wa’Edih oleh masyarakat sekitar yang berprofesi

sebagai tengkulak, sudah biasa mengenakan setelan celana katun dan kaos berkerah

dalam kesehariannya. Ternyata tidak hanya gaya berpakaian yang berubah tetapi

wa’Edih juga sudah memakai kaca mata. Barang yang tidak biasa di Kasepuhan

Ciptagelar, sekalipun banyak warga yang bermasalah dengan penglihatannya tapi

mereka tidak memiliki keinginan untuk memakainya.

Page 44: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Pada tahun 2000, dapat dikatakan hampir seluruh warga adapt biasa

mengenakan kaos dan celana katun dalam kehidupan sehari-harinya, yang masih

bertahan di balik pakaian adapt hanyalah orang tua atau lansia yang memang menurut

mereka pakaian adatlah yang paling pantas dan sesuai. Pada tahun tersebut di hari-

hari biasa jarang sekali ditemukan warga yang memakai apakaian adat lengkap.

Mayoritas memakai setelan kaos dan celana katun dengan paduan iket kepala yang

memang tidak bisa di hilangkan. Pakaian adat bagi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar

kini hanya terlihat sesekali terutama pada saat akan dilaksanakannya upacara adat

atau sedang akan menghadap Abah.

Namun tidak disadari oleh masyarakatnya bahwa perubahan terhadap

berpakaian tersebut telah merubah nilai tradisi yang melekat pada kegiatan hidup

sehari-hari. Asas kemandirian yang lekat dengan seluruh warga adat Kasepuhan

Ciptagelar ini pada kenyataannya mulai menurun. Kemandirian yang menuntut

mereka memenuhi kebutuhan hidup sendiri tanpa menggantungkan kepada “dunia

luar”, seperti dalam pemenuhan kebutuhan sandang pakaian adat mereka. Baik bahan

baku hingga proses penyelesaian mereka lakukan sendiri, mulai dari penanaman

kapas, pembuatan benang, pewarnaan alami dan menenun. Gaya berpakaian yang

cenderung praktis ini tidak lagi membutuhkan proses dan waktu yang lama untuk

memiliki sebuah pakaian. Mereka cukup dengan memiliki uang yang cukup dan

membelinya di kota tanpa harus melakukan serangkaian proses penenunan yang

cukup rumit dan lama. Hal ini jelas menggeser nilai tradisi menenun yang merupakan

tugas para perempuan dan sebagai alat interaksi sosial antar warganya tidak lagi

dilakukan. Kebiasaan tradisional mereka mulai menghilang, kegiatan menenun kini

tidak lagi dapat di temukan di sekitar Kasepuhan Ciptagelar. Masyarakatnya lebih

senang memakai kaos dan kemeja, selain beragam model juga beragam warna yang

Page 45: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

menarik. Perubahan ini telah mengakibatkan produksi kain sarung khas Kasepuhan

Ciptagelar punah, padahal kain sarungnya terkenal dengan kehangatan dan tahan

lama. Karena pembuatannya secara tradisional membuat kain sarung tersebut

memiliki kualitas yang sangat baik, pewarnaan yang alami membuat warnanya tahan

lama, penenunan membuat rangkaian kainnya rapat sehingga hangat dipakai.

Selain hilangnya tradisi menenun, ragamnya model busana wanita turut

mempengaruhi gaya berpakaian remaja perempuan. Gaya busana tersebut beragam

mulai dari yang panjang tertutup hingga yang pendek dan super ngetat. Untuk

memenuhi keinginan berbusana yang elok, terdapat beberapa anak perempuan yang

berani memakai pakaian yang sedikit terbuka, seperti “ tank top” yaitu sejenis atasan

seperti kaos tetapi tidak berlengan dan ketat. Anak perempuan di Kasepuhan

Ciptagelar tidak diperkenankan memakai pakaian yang terbuka dan hal tersebut

merupakan pemandangan yang sangat jarang terlihat.

Kasepuhan Ciptagelar memiliki tradisi tersendiri dalam aturan berpakaian

bagi warganya. Dengan menggunakan kebaya merupakan lambang bagi perempuan

bahwa mereka adalah mahluk anggun, lemah lembut yang harus dihormati. Kesan

tersebut hilang disaat kebaya digantikan dengan pakaian sejenis singlet tersebut,

kebalikannya kesan yang muncul adalah rasa empati karena dengan berpakaian

tersebut dapat mengakibatkan dampak negatif bagi dirinya. Lebih lagi penilaian yang

datang dari pengunjung, mereka tidak merasa nyaman melihat perempuan di

Kasepuhan Ciptagelar dengan gaya seperti itu. Salah menempatkan, karena desa atau

kampung adalah tempat tinggal yang penuh aturan dan budaya. Seperti salah satu

remaja Kasepuhan Ciptagelar yang bernama Liah yang berusia 16 tahun. Liah

merupakan warga asli Kasepuhan, dengan usianya tersebut Liah belum pernah

mengenyam bangku sekolah. Liah sering melihatkan lekuk tubuhnya lewat baju

Page 46: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

ketatnya, agar terlihat seksi ulasnya, jelas pernyataan ini sangat ironis karena terlontar

dari mulut warga adat. Adanya wisatawan asing yang datang dengan setelah “tank

top” dianggap menarik oleh Liah tanpa berfikir panjang dia ingin bergaya seperti turis

yang datang. Liah tidak memikirkan ketepatan tempat serta resiko asusila dari yang

dia lakukan. Ketidak siapan remaja yang kemudian menerima dan menelan bulat-

bulat pengaruh yang masuk adalah salah satu bahaya baik bagi individu ataupun

masyarakat sekitar.

Bagi para remajanya pemakaian aksesoris mulai menggangu ”pemandangan”,

dalam artian pemakaian kalung dan gelang pada laki-laki. Jelas bukan hal yang biasa

karena secara umum yang mengenakan aksesoris tersebut adalah perempuan. Hal ini

juga tidak lepas dari apa yang mereka lihat dari wisatawan yang datang. Berbeda

dengan di perkotaan yang sudah biasa melihat laki-laki mengenakan gelang, kalung

bahkan anting. Memang aksesoris tersebut tidak terbuat dari emas seperti perhiasan

perempuan, namun hal ini memang bukan kebiasaan dan tradisi warga adat. Dalam

perkembangan selanjutnya yang semakin menghawatirkan dalam gaya para remaja

adalah piershing atau tindik. Anting yang biasa digunakan perempuan kini ikut

digunakan oleh remaja laki-laki bahkan tidak hanya satu biji tetapi terdapat 2-3 biji di

satu kuping. Tindik ini mereka lakukan sendiri berbeda dengan di kota yang

prosesnya benar-benar steril, karena ketidak tahuan dan terbatasnya alat mereka

lakukan sendiri tanpa ada pemahaman menindik. Padahal resiko kesehatannya besar,

apabila kita melakukan kesalahan maka akan menyebabkan kelumpuhan karena

kuping memiliki banyak saraf. Seperti yang terjadi pada Ardi, awalnya mereka hanya

coba-coba dengan satu lubang yang dilakukan dengan tiga kawannya, dan iyu

berhasil. Karena tidak puas dengan hanya memiliki satu lubang dia membuat lubang

Page 47: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

baru, karena ketidak fahaman Ardi inilah, disaat dilakukan piershing menusuk salah

satu urat sarafnya yang mengakibatkan kuping kiri Ardi tidak dapat mendengar.

Jiwa muda yang menggebu-gebu pada remaja Kasepuhan Ciptagelar ini telah

mengakibatkan budaya luar masuk secara bebas tanpa adanya filter. Mereka senang

dengan hal yang baru dan mencobanya. Tetapi mereka lupa satu hal bahwa semua

yang mereka dapat adalah bukan kebiasaan mereka, sehingga tidak memahami resiko

dari semua itu. Ketidak siapan mereka dalam menerima budaya luar menjadikan

mereka salah kaprah, yang awalnya ingin menjadi pusat perhatian malah bahaya yang

didapat.

4.3.1.1.2 Hubungan sosial Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar

Kebijakan Abah Anom telah menimbulkan masyarakat dekat dengan

modernisasi, hampir seluruh aspek tersentuh perubahan yang bersifat modern.

Kebijakan mengenai masuknya kemajuan teknologi berjalan mudah, kehidupan

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang tradisional seiring waktu turut berubah.

Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakatnya untuk bulak-balik ke pusat kota,

mau tidak mau mereka membutuhkan alat transportasi untuk mempermudah

menjangkau pusat kota. Untuk itu, Abah Anom membeli sebuah mobil untuk

keperluan transportasi bagi abah dan warganya.

Kepemilikan kendaraan bermotor ini kemudian diikuti oleh warganya, bagi

mereka yang mampu turut membeli kendaraan bermotor untuk mempermudah

kegiatan sehari-hari terutama bagi perekonomian karena motor dapat menjadi alat

angkut. Kendaraan bermotor ini yang menuju perkembangan selanjutnya menjadi

sebagai alat ukur kesejahteraan seseorang. Melalui kendaraan bermotor dapat menilai

seseorang mampu dalam segi ekonomi. Oleh karena itu, terdapat peningkatan

mengenai kepemilikan kendaraan bermotor di masyarakat Kasepuhan Ciptagelar,

Page 48: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

seperti pada tahun 1990 dimana untuk pertama kalinya Abah Anom membeli mobil

untuk kepentingan kasepuhan Ciptagelar. Pada tahun 1998 telah tercatat 12 sepeda

motor yang dimiliki masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Dan pada tahun 2000 tercatat

23 sepeda motor di Kasepuhan Ciptagelar. Dengan jumlah pemilik sepeda motor

tersebut diperoleh gambaran bahwa kesejahteraan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar

meningkat setelah mengadakan interaksi dengan ”dunia luar”.

Perubahan yang paling drastis dan menggeser aturan adat adalah masuknya

kemajuan teknologi, hal ini berhubungan dengan kondisi kampung adat yang berada

di tengah hutan lebat dan lokasinya sedikit terisolir sehingga pengaruh “luar” sulit

masuk. Dengan adanya pembangunan jalan antara pusat kota menuju eks kampung

adat hingga Kasepuhan Ciptagelar telah membuka akses terhadap dunia luar. Karakter

masyarakat Kasepuhan yang masih tradisional dapat menjalankan aktifitas hidupnya

secara konvensional. Setelah terbangun jalan dan adanya alat transportasi lambat tapi

pasti untuk pemenuhan kegiatan sehari-hari diwarnai alat-alat modern. Seperti

dipasangnya listrik agar memudahkan warga beraktifitas di malam hari melalui

pemberdayaan turbin, pembangunan stasiun radio, telivisi, tape, speaker, handphone

dan alat elektronik lainnya.

Keberadaan kemajuan teknologi melalui alat-alat elektronik dapat memberikan

manfaat bagi kehidupan manusia dari segi efektifitas dan efisiensi. Sama halnya bagi

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, keberadaan kendaraan bermotor telah membuat

mobilitas mereka berjalan lancar. Mempermudah mereka untuk ke kota dan

mengakses banyak pengetahuan baru tentang modernisasi sehingga meningkatkan

kesejahteraan. Alat transportasi mungkin memberikan banyak manfaat bagi mereka,

namun berbeda dengan alat-alat elektronik yang telah masuk. Walaupun begitu

sedikitnya keberadaan kendaraan bermotor tetap memberikan dampak negatif atau

Page 49: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

merugikan. Posisi Kasepuhan Ciptagelar yang memiliki keadaan alam yang dikelilingi

hutan dan udara sejuk telah menerima asap polusi yang berasal dari kendaraan

bermotor tersebut.

Alat-alat elektronik yang dimiliki oleh warga adat cenderung bermanfaat

sebagai alat hiburan bukan alat pemenuhan kebutuhan yang bersifat premier. Mungkin

alat elektronik seperti TV, Radio dan Tape ini menambah hiburan mereka, namun efek

samping dari alat hiburan tersebut tidak baik bagi hubungan sosial mereka. Sebelum

mereka mengenal media hiburan elektronik, setiap sore ibu-ibu biasanya berkumpul

di samping Imah Gede, mereka menumbuk padi di atas lesung sambil memainkan

musik lewat pukulan dari lesung dan pegangannya. Selain sebagai alat hiburan

mereka dapat sambil bekerja menumbuk padi dan hal yang terpenting adalah menjaga

silaturahmi antar mereka. Ibu-ibu bekerja membuat tepung sambil memainkan musik

yang diselingi dengan obrolan kecil. Masuknya media hiburan elektronik telah

mempersempit hubungan interaksi mereka. Tidak lagi keluar rumah bersama menuju

Imah Gede dan menumbuk pagi bersama tetangga, kegiatan sore mereka di isi dengan

menonton TV bersama keluarganya saja.

Tape merupakan alat hiburan pula, biasanya digunakan untuk memutar lagu

dangdut melalui VCD player. Alat hiburan yang dapat melenyapkan kepenatan atau

sebaliknya memberikan semangat melalui alunan lagu, yang biasanya diputar adalah

lagu dangdut. Tape memang alat hiburan yang praktis dan menarik, tetapi di sisi lain

ada yang hilang. Alunan musik yang biasa mereka dengar dari suara angklung dan

kendang, kini digantikan oleh lempengan CD yang diputar oleh VCD player. Sama

halnya seperti kebiasaan ibu-ibu menumbuk padi dan menepung, bermain musik

angklung juga merupakan kebiasaan bapa-bapa bahkan para remaja di saat waktu

luang sambil sesekali bercanda dengan kerabat. Hal itu mulai hilang, mereka lebih

Page 50: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

memilih mendengarkan lagu dangdut yang leih beragam dan modern. Selain hiburan,

bagi beberapa orang keberadaan VCD dan tape ini menggangu, selain mereka

kesulitan untuk bermain alat musik tradidional karena kekurangan orang, terkadang

suara musik yang berasal dari tape ini terlalu kencang sehingga bising dan menggangu

yang lain.

Karena terlalu asyik, kadang pemilik tidak menyadari hal itu dengan begitu

sikap toleransi antar warganya terganggu. Tidak terlalu memikirkan perasaan orang

lain yang tidak memiliki bahkan yang tidak senang akan suara yang dikeluarkannya.

Penghasilan mereka tidak lagi diperuntukan membeli lahan untuk unvestasi tetapi

digunakan untuk membeli alat-alat elektronik untuk hibura. Pada tahun 2006 tidak

sedikit remaja di Kasepuhan Ciptagelar yang sudah mengenal dan memakai MP3 dan

MP4, yaitu alat pemutar musik. Mungkin jumlahnya tidak banyak hanya berasal dari

keluarga besar Abah Anom saja yang dapat mengakses lagu dari lap top milik a’Ugi.

Selain media hiburan, terdapat beberapa orang di Kasepuhan Ciptagelar yang

sudah memiliki handphone diantaranya adalah Abah Anom, beliau membutuhkan alat

komunikasi ini untuk mempermudah berhubungan dengan pihak luar, Kasepuhan lain

dan anak adat yang berada di luar Kasepuhan Ciptagelar. Tidak hanya Abah dan

keluarganya, warga Abah juga ada beberapa yang memiliki handphone terutama para

remaja, mereka lebih peka untuk menerima hal baru dari “luar”. Sebelum ada

handphone mereka bersosialisasi dengan baik walaupun dengan jarak yang jauh.

Bukan hanya antar warga bahkan antar Kasepuhan, mereka rela menempuh jarak jauh

dengan berjalan untuk menyampaikan pesan antar Kasepuhan dengan berjalan inilah

selama di perjalanan terdapat interaksi sosial dengan yang lainnya. Tidak hanya

menyampaikan pesan dan berolah raga melalui berjalan kaki, mereka dapat menyapa

saudara Kasepuhan yang ditemuinya selama perjalanan. Berbeda dengan sekarang,

Page 51: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

komunikasi antar Kasepuhan ataupun anatar warga Kasepuhan Ciptagelar dapat

dilakukan dengan handphone via sms atau telfon. Eketif dan efisien memang, namun

melewatkan interaksi sosial didalamnya yang sangat penting untuk menjaga

keharmonisan antar warganya.

Kepemilikan barang di masyarakat adat tidak hanya disebabkan pengaruh dari

masyarakat luar atau wisatawan saja. Untuk perkembangan selanjutnya, peningkatan

kepemilikan barang elektronik dipicu oleh pemimpin adat itu sendiri. Abah sendiri

banyak menggunakan barang elektronik, hal ini bisa kita lihat bila kita memasuki

rumah Abah Anom. Pas kita masuk kita bisa langsung menemukan barang elektronik

yang Abah miliki, yaitu TV 34 inc, jelas bukan barang yang murah tapi Abah dapat

memilikinya. Selain TV masih banyak barang elektronik yang Abah miliki,

handfhone, lap top, tape dll. Pemimpin adapt sebagai teladan sehingga kepemilikan

barang elektronik oleh Abah menjadi sebuah kelonggaran bagi warganya.

Kepemilikan barang-barang modern ini tentu tidak semudah itu, bagi warga

yang memilikinya diwajibkan setiap tahun membayar pajak atas barang-barang

tersebut. Di Kasepuhan Ciptagelar berlaku pajak setiap tahun untuk setiap jiwa dan

barang. Tidak hanya dari jiwa yang berasal dari Kasepuhan Ciptagelar, posisi

Kasepuhan Ciptagelar sebagai pusat pemerintahan Kasepuhan sehingga Kasepuhan

Ciptagelar mendapatkan pajak atau upeti dari Kasepuhan lain yang berada di wilayah

Gunung Halimun. Apabila aturan perpajakan terdahulu yang mewajibkan warga adat

Kasepuhan Ciptagelar untuk membayar pajak jiwa dan barang yang mereka miliki

memakai padi maka berbeda pada masa kekuasaan Aki Ardjo. Pajak ini kemudian

akan dipergunakan untuk biaya Seren Taun dan kas negara sebagai antisipasi dana

bencana alam.

Page 52: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Sesuai dengan perkembangan zaman, pada masa kepemimpinan Aki Ardjo

pembayaran pajak tersebut dilakukan dengan jumlah uang. Pada awal pemberlakuan

aturan pajak memakai uang, setiap jiwa diwajibkan membayar Rp. 250; dan binatang

peliharaan yang dapat mendatangkan penghasilan bagi warganya seperti kuda dan

kerbau adalah Rp. 750; setiap tahunnya. Pajak tersebut dibuat oleh pemimpin adat dan

Baris kolot, nominal yang rendah bertujuan agar tidak memberatkan warganya.

Menyusul dengan adanya barang-barang elektronik yang dimulai pada tahun

2000-an, maka terdapat perubahan terhadap aturan pajak, yaitu menambahkan item

yang diwajibkan membayar pajak. Pemberlakuan pajak bagi barang elektronik ini

dibuat sebagai syarat dari di ijinkannya memiliki barang elektronik. Setiap tahunnya

barang elektronik dikenai pajak Rp. 250; dan bagi kendaraan bermotor roda dua Rp.

15.000 per-tahunnya dan kendaraan bermotor roda empat Rp. 50.000 per tahunnya.

Pajak bagi kendaraan bermotor lebih mahal dari pada barang-barang elektronik karena

kendaraan dapat dipakai untuk keperluan usaha dan dapat mendatangkan penghasilan

bagi pemiliknya.Walaupun diberlakukan pajak, namun kelonggaran atau perubahan

aturan adat tersebut tetap mencerminkan bahwa terdapat pergeseran terhadap nilai-

nilai tradisi sehingga terjadi perubahan terhadap peraturan adat.

Pajak yang diberlakukan pada kendaraan bermotor adalah pajak adat, jadi

pemilik kendaraan bermotor masih memiliki kewajiban untuk membayar pajak

kendaraan kepada pihak pemerintah, dalam artian mereka harus membayar pajak dua

kali. Dari awal terbentuknya Kasepuhan Ciptagelar, masyarakatnya sudah mengenal

pajak. Mereka menganggap Kasepuhan sebagai sebuah kerajaan yang memiliki

kerajaan bawahan. Kasepuhan Ciptagelar merupakan pusat kepemimpinan dari 4

Kasepuhan yang ada di wilayah gubung Halimun. Sudah sejak dulu mereka selalu

menyerahkan upeti atau pajak kepada pusat pemerintahan. Upeti tersebut tidak

Page 53: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

berbentuk emas melainkan hanya hasil bumi terutama padi. Mereka sudah terbiasa

dan merupakan tradisi dari leluhur sehingga keikhlasalah yang mereka harapkan.

Sama seperti keberadaan pajak kendaraan bermotor, walaupun mereka harus

membayar dua jenis pajak tidak ada keberatan yang mereka rasakan untuk memenuhi

pajak adat. Itu mereka sadari sebagai konsekunsi kepemilikan barang di luar adat

sama seperti pemahaman mereka untuk membayar pajak kepada pemerintah.

Sebelumnya masyarakat Kasepuhan Ciptagelar tabu terhadap barang yang

bersifat modern namun adanya pengaruh modernisasi yang disampaikan oleh para

wisatawan telah meningkatkan kebutuhan hidup masyarakatnya sehingga mau tidak

mau mereka harus menggunakan hasil teknologi modern tersebut karena merupakan

tuntutan hidup. Seperti yang telah dijelaskan perubahan yang terjadi lebih bersifat

pada budaya materi sehingga turut mempengaruhi aspek lainnya yaitu terhadap

kehidupan sosial dan aturan adat.

4.3.1.1.3 Masuknya Program Pendidikan Pemerintah

Pendidikan adalah salah satu aspek terpenting bagi kehidupan manusia. Begitu

juga bagi warga adat Kasepuhan Ciptagelar yang membutuhkan pendidikan bagi

bekal menjalani hidupnya. Pemerintah memiliki tugas untuk mencerdaskan bangsa

tanpa batasan umur dan wilayah. Walaupun Kasepuhan merupakan tempat yang sulit

di jangkau namun sudah menjadi kewajiban pemerintah memberikan pendidikan

kepada warga Kasepuhan Ciptagelar. Sebelum pemerintahan Abah Anom, program

pendidikan ini sering kali disampaikan kepada masyarakat Kasepuhan dan sesering itu

pula di tolak. Pada masa kepemimpinan Abah Anom ini program pemerintah

mendapat sambutan baik, melalui izin dari pemimpin adat dan sesepuh lembur maka

disetujui untuk mendirikan sekolah dasar pada tahun 2000. Pembangunan ini

Page 54: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

didukung oleh Bank Jabar dan pemerintah setempat, dengan satu gedung sekolah

dasar yang terdiri dari 6 kelas dan 1 ruang guru.

Walaupun gedung sekolah tersebut telah rampung dan mendapat restu dari Abah

Anom selaku pemimpin adat, tapi masih terdapat kendala mengenai kesadaran

warganya mengenai pendidikan formal. Para orang tua enggan memasukan anaknya

ke sekolah, mereka lebih memilih agar anaknya membantu pekerjaan orang tuanya

sehari-hari di sawah. Para orang tua menginginkan waktu yang akan di gunakan untuk

bersekolah itu lebih baik digunakan untuk membantu orang tuanya di ladang. Setelah

perintah disampaikan langsung oleh Abah Anom agar para orang tua menyekolahkan

anaknya minimal sampai sekolah dasar, agar anaknya dapat menjadi pintar. Tidak

perlu berfikir panjang lagi mereka langsung memasukan anaknya ke sekolah, perintah

Abah adalah baik oleh karena itu warganya harus mematuhi. Selain perintah dari

Abah pihak simpatisan anak adatpun turut mensosialisasikan pentingnya pendidikan

formal demi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hingga saat ini hanya

terdapat 3 tenaga pengajar dan satu kepala sekolah, 3 guru tersebut merupakan guru

honorer yang datang dari Jakarta yang berkeiinginan mengabdikan dirinya demi

mengajar di Kasepuhan Ciptagelar yang jauh dari kota tersebut.

Sosialisasi pendidikan diberikan oleh para simpatisan atau anak adat, tamu atau

wisatawan, pemerintah bahkan Abah, agar p[ara orang tua dapat mengijinkan

anaknya bersekolah. Tujuannya adalah agar pelajaran tersebut dapat dipakai oleh

warga dalam melakukan interaksi dalam kegiatan jual-beli hasil panen. Dengan begitu

mereka dapat menghargai dan mendapatkan apa yang harus diterima oleh mereka.

Agar tidak terjadi penipuan dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan panen dan

kerja kerasnya tersebut.

Page 55: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Kesadaran pendidikan ini juga sangat berpengaruh terhadap pemimpin adat.

Dengan tujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan banyaknya

melakukan interaksi dengan orang-orang dari pemerintahan dan orang-orang perting

lain mendorong Abah untuk menyekolahkan anak-anaknya. Abah berharap anaknya

dapat menjadi orang yang berguna bagi negara dan Kasepuhannya. Anak-anak Abah

Anom mengenyam pendidikan hingga SMU dan perguruan Tinggi. Abah

memproritaskan pendidikan bagi anaknya, seperti anak sulungnya yang bernama Ugi

yang telah selesai di SMU dan anak keduanya yang kini masih berkuliah di Bandung

di jurusan kepariwisataan.

Karena di Kasepuhan Ciptagelar hanya terdapat sekolah dasar, maka untuk

melanjutkan ke jenjang SMP anak Abah Anom harus bersekolah di Pelabuhan Ratu

yang berjarak ± 33 km dari tempat tinggalnya. Setiap hari Ugi dan Nde di antar oleh

mobil pribadi Abah, mereka rela menempuh jarak sejauh itu untuk memenuhi

kebutuhan pendidikannya. Untuk memasuki jenjang SMU mereka pidah ke

Sukabumi, memasuki salah satu sekolah terbaik di kota Sukabumi agar maksimal

untuk meneruskan ke perguruan tinggi. Ugi dan Nde tinggal di rumah kontrakan

hingga lulus SMU, Ugi meneruskan kuliah di kota Sukabumi sedangkan adiknya Nde

kuliah di Bandung yang kini masih menginjak semester enam.

Pemikiran dan pemahaman Abah Anom terhadap pendidikan jauh lebih tinggi

dari pada warganya. Abah rela mengeluarkan banyak uang agar anak-anaknya bisa

bersekolah dengan layak. Kekaguman Abah terhadap tamu-tamu penting yang dating

ke Kasepuhan menjadi sebuah dorongan agar kelak anaknya bias menjadi seorang

yang membanggakan seperti orng yang Abah temui.

Page 56: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

4.3.1.2 Keterlibatan Anak Adat Dalam Kepemimpinan Adat

Jauh sebelum kepemimpinan Abah Anom, keindahan kehidupan masyarakat

Kasepuhan Ciptagelar telah menguras perhatian warga luar yang mencintai budaya

lokal. Kecintaan tersebut telah melahirkan komunitas yang loyal terhadap Kasepuhan

Ciptagelar, dalam artian mereka mau menempuh jarak Kasepuhan Ciptagelar yang

jauh dari kota dengan medan jalan yang berat. Mereka merupakan pemerhati

perkembangan kehidupan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang selalu ikut di saat

kampung Gede berpindah. Komunitas ini tidak memiliki hubungan apapun dengan

Kasepuhan dan murni merupakan warga luar adat yang memiliki ketertarikan akan

budaya.

Dalam aspek kemasyarakatan perubahan yang menonjol adalah mengenai

masuknya warga luar non adat menjadi anak adat. Keunikan kebudayaan yang

dimiliki oleh Kasepuhan seperti magnet bagi sebagian orang yang senang akan

budaya Sunda kuno. Kecintaan warga non adat terhadap budaya Kasepuhan ini

melahirkan beberapa komunitas yang setia menjadi pemerhati perkembangan

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang kemudian menjadikan mereka sebagai

simpatisan. Kesetiaan mereka dengan selalu mengikuti perkembangan kehidupan

Kasepuhan Ciptagelar telah menarik simpati Abah Anom, untuk menghargai kesetiaan

para simpatisan tersebut Abah mengangkat mereka menjadi anak adat, artinya disaat

mereka berada di wilayah Kasepuhan berarti mereka memiliki hak dan kewajiban

yang sama dengan warga adat. Disaat mereka berada di Kasepuhan Ciptagelar anak

adat harus mengikuti peraturan dan norma-norma adat dan disaat mereka berada di

lungkungannya yaitu di kota mereka harus tetap menjaga nama baik Kasepuhan

Ciptagelar dengan menjaga tingkah dan prilaku mereka. Keputusan Abah Anom ini

Page 57: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

adalah wajar, karena para simpatisan telah ada sejak Abah masih remaja jadi Abah

tahu perhatian mereka terhadap Kasepuhan ciptagelar.

Keterlibatan anak adat tersebut semakin lama semakin terasa, banyaknya

keperluan yang mengharuskan Abah melakukan kontak dengan dunia luar mendorong

Abah membutuhkan mediator utnuk berhubungan dengan pihak luar. Hal ini yang

kemudian menjadi pertimbangan Abah Anom untuk memasukan para simpatisan

tersebut penjadi salah satu pengurus pemerintahan adat yang akhirnya Abah

menambahkan dalam struktur pemerintahannya. Komunitas anak adat ini kemudian

diberi nama ”baris Koboy“ oleh Abah, mereka memiliki tugas untuk mengurusi

segala keperluan yang berhubungan dengan dunia luar. Seperti mengurus segala

sesuatu tentang kebijakan pemerintah yang dihadapkan kepada Kasepuhan Ciptagelar,

mengurus pembayaran pajak dari kendaraan-kendaraan yang dimiliki Abah ataupun

urusan lainnya.

Tujuan Abah Anom memasukan anak adat menjadi pembantu Abah dalam

kepemerintahan adalah agar mereka dapat berbagi ilmu dengan warga adat, agar

memajukan warga adat melalui pendidikan yang berkembang di kota. Keinginan

Abah sejalan dengan para ”baris Koboy“, mereka ingin berbagi dan berbakti untuk

warga adat. Mereka mengajarkan mengenai sanitasi yang baik, menggali potensi alam

yang ada. Dengan di bukanya Kasepuhan ke masyarakat umum dan mengundang

kedatangan wisatawan lokal dan asing telah membuka kesempatan untuk

memperkenalkan kerajinan tangan masyarakatnya. Baris koboy juga memperkenalkan

Abah Anom dengan organisasi swasta, seperti IOF atau Indonesia Offroader

Foundation, Torack dan lainnya semacam organisasi olah raga kendaraan berat.

Semakin mudahnya akses masuk ke Kasepuhan Ciptagelar membuat semakin

banyak juga orang yang menjadi pemerhati dalam artian simpatisan, mereka setia

Page 58: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

hadir di setiap keramaian yang dilaksanakan oleh Kasepuhan Ciptagelar. Awal

terbentuknya ”Baris Koboy“ pada tahun 1985 jumlah anak adat hanya 11 orang.

Jarak dan medan perjalanan yang cukup sulit bukan lagi halangan mengingat

ketertarikan mereka terhadap budaya Kasepuhan Ciptagelar. Tahun berjalan demi

tahun keloyalitasan simpatisan semakin diperhitungkan, karena loyalitas ini juga

simpatisan di Kasepuhan Cipatgelar bertambah. Simpatisan yang di angkat menjadi

anak adat bertambah jumlahnya, pada tahun 2000 anak adat menjadi 46 orang dan

tahun 2003 anak adat bertambah menjadi 78 orang, mereka berasal dari kalangan dan

lingkungan yang berbeda. Mereka berkeinginan menjadi warga adat karena

kecintaannya terhadap seluruh unsur yang menyangkut Kasepuhan Ciptagelar.

Mereka dapat menikmati menjadi warga adat dengan di akui oleh seluruh warga asli

dan pemimpin adat. Hak ini yang menjadikan mereka istimewa diantara masyarakat

luar terutama disaat diadakannya upacara adat. Mereka bangga menjadi bagian dari

masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar yang kaya budaya Sunda asli dan keramah

tamahan yang sangat tulus.

Berbedanya latar belakang anak adat tidak selamanya tidak berpengaruh bagi

Kasepuhan Ciptagelar pada umumnya. Dasar mereka yang berasal dari kota yang

memiliki banyak perbedaan dari berbagai aspek dengan kehidupan warga adat tidak

selamanya berjalan baik. Karena mereka warga asli kota maka mereka hilir mudik ke

Kasepuhan dan kota, mobilitas inilah yang secara tidak sadar telah merubah cara

pandang dan penilaian atas kepentingan mereka. Sedikit banyak mereka telah

membawa budaya kota ke Kasepuhan Ciptagelar, beberapa anak adat tidak lagi

terbiasa lagi terikat aturan adat. Timbul penyimpangan-penyimpangan oleh beberapa

anak adat yang telah merusak penilaian terhadap keberadaan anak adat itu sendiri.

Page 59: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

4.3.1.2.1 Peran Baris Koboy

Keterlibatan anak adat dalam Kasepuhan Ciptagelar ini juga merupakan gerbang

perubahan, dimana anak adat yang berdomisili di daerah perkotaan ini hanya datang

ke Kasepuhan di saat-saat tertentu terutama pada saat akan dilaksakannya upacara

”Seren Taun”. Walaupun mereka mengikuti aturan yang ada namun anak adat juga

yang kemudian mengenalkan warga adat terhadap perkembangan teknologi. Hal ini

mungkin bersifat positif karena mereka bertujuan untuk memberikan pengetahuan

yang bermanfaat bagi kehidupan warga adatnya. Contoh pengenalan yang dilakukan

anak adat adalah didirikannya stasiun radio swasta, tidak besar tapi cukup untuk

dijadikan media hiburan bagi warga sekitar. Mendirikan perpustakaan,

membudayakan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar untuk membaca dan

menumbuhkan cinta terhadap ilmu pengetahuan. Banyak yang diberikan oleh anak

adat, pengetahuan teknologi, pertanian hingga perekonomian.

Dengan keterbatasan anak adat yang dominan menjalani hidup di luar lingkup

adat terhadap nilai-nilai hidup di Kasepuhan telah menimbulkan penyimpangan. Anak

adat yang akrab dengan dunia luar menjadikan pemikiran mereka mengenai potensi

yang ada di Kasepuhan Ciptagelar berbeda dengan tujuan awal. Pemikiran mereka

menjadi cenderung ”komersil”, daya tarik Kasepuhan Ciptagelar sebagai wisata

budaya yang dapat menyedot pengunjung mulai dimanfaatkan oleh mereka. Oknum

dari anak adat mengemas potensi wisata tersebut menjadi komersial, satu sisi

Kasepuhan menjadi lebih eksis di segala kalangan masyarakat. Namun unsur

komersialitas tersebut telah mempengaruhi warga adat untuk berfikir “matrelialis”.

Suguhan kudapan tradisional serta keramah tamahan adalah biasa, mereka

memberikannya dengan iklas pada setiap tamu. Main setting yang ajarkan oleh anak

adat ini yang kemudian merubah ketulusan mereka dalam bersikap kepada tamu.

Mereka tidak lagi menikmati dengan Cuma-Cuma, panganan ataupun gelang yang

Page 60: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

terbuat dapi tumbuhan paku harus dibayar, mereka mulai menguangkan yang mereka

keluarkan.

Perubahan sikap yang seperti itu yang menumbuhkan pemahaman mereka

terhadap nilai uang seperti yang terjadi di kota-kota besar. Jakarta kota metropolitan

yang penuh dengan hingar-bingar menjadikannya sebagai ladang uang. Apapun

menjadi uang, jasa, barang yang tidak berhargapun menjadi uang seperti air minum

yang biasa bebas didapat, tidak di Jakarta mereka harus mengeluarkan uang untuk

segelas air putih. Sisi sulit dari pemahaman nilai mata uang yang akhirnya dapat

berakibat buruk karena terbatasnya lahan pekerjaan. Persaingan membuat orang

berlomba-lomba mengumpulkan uang, menghalalkan berbagai cara entah itu benar

atau salah yang bernilai akhir melalui kriminalitas, sebuah sikap tercela yang

merugikan diri sendiri dan masyarakat luas.

Masuknya anak adat menjadi pengurus dalam pemerintahan adat Kasepuhan

Ciptagelar telah menimbulkan kecemburuan sosial, hal ini sangat dimengerti karena

seperti pada saat diadakannya upacara Seren Taun anak adat yang tergabung dalam

”baris Koboy“ ini terlihat lebih mendominasi untuk menjadi panitia Seren Taun. Pada

saat pelaksanaan upacara Seren Taun memang banyak mengundang warga luar adat,

oleh karena itulah Abah Anom mempercayakan kepada ”baris Koboy“. Namun

penanganan tersebut telah menimbulkan masalah baru pada masyarakatnya karena

secara tidak sadar keterlibatan baris koboy telah menggeser panitia warga asli. Seisi

Imah Gede dipenuhi oleh tamu sedangkan warga asli hanya dapat menikmati upacara

Seren Taun dari luar, jelas hal ini cukup ironis karena seakan warga asli terpinggirkan

oleh para tamu yang harusnya tamu lah yang lebih menghormati warga adat. Disaat

penulis turut menghadiri upacara Seren Taun pada tahun 2005, mendapatkan beberapa

pengunjung yang bertanya mengenai keterlibatan warga luar. Mereka bertanya-tanya

Page 61: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

mengenai jumlah baris koboy yang menjadi panitia pelaksanaan uparaca Seren Taun,

jumlah itu lebih besar daripada panitia dari warga adat sendiri. Hal ini sejalan dengan

apa yang dikatakan oleh Koentjaraningrat seperti yang dikutip oleh Soerjono

Soekanto (1990:364) menyatakan bahwa lembaga kemasyarakatan adalah suatu

sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktifitas-aktifitas untuk

memenuhi kebutuhan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu perubahan

pengurus pemerintahan adat Kasepuhan yang melibatkan anak adat telah turut

merubah hubungan antar warganya.

4.3.1.3 Perubahan Etos Kerja

Mayoritas masyarakat Kasepuhan Ciptagelar adalah bertani, keadaan geografis

yang berada di tengah hutan dimanfaatkan untuk mengolah lahan yang ada.

Dijadikannya Kasepuhan Ciptagelar sebagai salah satu tempat wisata budaya telah

banyak menarik minat wisatawan. Dengan banyaknya wisatawan yang datang,

masyarakatnya mulai memikirkan untuk mengais rezeki dari wisatawan tersebut.

Kerajinan rotan yang biasanya hanya digunakan sebagai hiasan rumah dan aksesoris

seperti gelang tangan, gelang kaki dan kalung kini mulai dijual. Awalnya pembuatan

gelang bagi wisatawan tidak di patok harga tapi cukup dengan sebungkus rokok atau

keikhlasan wisatawan si pengrajin sudah merasa senang. Seiringnya waktu minat

wisatawan terhadap aksesoris meningkat, mereka sengaja membeli untuk buah tangan

kerabatnya di kota dari situlah produksi aksesoris meningkat dan mulai diberi harga.

Masyarakatnya mulai mengerti nilai uang dalam artian uang merupakan hal yang

berharga bagi mereka dan mereka mulai memasukan uang dalam kebutuhan

hidupnya.

Mata pencaharian masyarakat Kasepuhan Ciptagelar turut mengalami

pergeseran, mayoritas masyarakatnya yang bertani bertujuan untuk memenuhi

Page 62: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

kebutuhan hidup sehari-hari bukan untuk dijual. Berkembangnya pengetahuan warga

adat terhadap nilai mata uang telah meningkatkan kebutuhan hidup warganya. Untuk

memenuhi kebutuhan hidup inilah yang mendorong warga untuk bergeser dari aturan

adat untuk menjual hasil buminya demi mendapatkan penghasilan lebih. Warga adat

mulai menjual hasil panennya ke luar adat, namun yang dapat dijual hanya sayuran,

buah-buahan dan umbi-umbian sedangkan untuk padi tetap di larang. Kegiatan jual-

beli inilah yang menambah interaksi warga adat dengan warga luar sehingga

memungkinkan budaya luar mudah masuk.

Adanya aktifitas perekonomian warga adat yang mengharuskan menjual hasil

bumi ke luar lingkungan Kasepuhan Ciptagelar, seperti ke kota atau alun-alun

Pelabuhan Ratu, telah menambah pengetahuan mereka. Di saat kegiatan jual-beli

terjadi di pasar maka muncul informasi mengenai potensi pasar, hal inilah yang

menjadikan informasi bagi peningkatan aktifitas ekonomi mereka. Pengetahuan

mengenai potensi perdagangan yang berhubungan dengan keinginan pasar inilah yang

dijadikan acuan mereka dalam kegiatan bertanam. Mereka menanam yang menjadi

keinginan pasar, mereka mulai memahami strategi pasar. Pengetahuan pertanian inilah

yang meningkatkan etos kerja warga adat. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

mereka meningkatkan hasil pertanian demi mendapatkan pengahsilan yang lebih

besar.

Karena tuntutan pemenuhan kebutuhan mengakibatkan keinginan terhadap

warga adat untuk bekerja ke luar Kasepuhan agar mendapatkan pengahasilan yang

besar. Awalnya hanya beberapa orang saja karena untuk bekerja di luar adat atau di

daerah perkotaan dibutuhkan kemampuan dan keberanian untuk bertahan hidup. Tentu

untuk bertahan hidup di kota tidak sama dengan bertahan di hutan yang dapat

mengandalkan alam. Untuk bertahan di kota dibutuhkan kemmpuan finansial jadi

Page 63: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

sebelum berangkat ke kota kita harus memiliki bekal uang untuk bertahan hidup.

Keinginan untuk bekerja di kota ini tidak muncul begitu saja di lingkungan warga

adat, lagi-lagi karena interaksi dengan warga luar adatlah yang telah memberikan

pengetahuan dan gambaran mengenai kehidupan dan pekerjaan yang ada di kota.

Informasi tersebut menarik perhatian warga adat karena hasil bekerja di kota cukup

menjanjikan apalagi untuk dikirim ke kampung.

Pandangan mereka terhadap lapangan pekerjaan di daerah perkotaan bukan

merupakan pergerakan dalam sistem mata pencaharian warga adat Kasepuhan.

Namun perubahan mengenai pandangan lahan pekerjaan ini telah menjelaskan

perubahan terhadap nilai tradisi karena dalam sejarah Kasepuhan Ciptagelar tidak

diperbolehkan untuk bergerak ke luar Kasepuhan Ciptagelar dalam bentuk apapun.

Entah apa yang pantas untuk mengungkapkan perubahan tersebut apakah terjadi

pergeserab terhadap kecintaan mereka terhadap lingkungannya ataukah rasa

bersyukur yang merupakan perintah leluhurnya yang mulai berkurang. Tetapi apapun

itu perubahan pada satu unsur akan diikuti oleh unsur lain sehingga sebuah hal yang

lumrah karena itu merupakan konsekuensi dalam kehidupan. Hal yang telah terjadi

sebagai efek dari warga yang bekerja di luar adalh melakukan pernikahan dengan

warga luar yang mana pernikahan ini masih merupakan pergeseran nilai adat yang

disampaikan leluhur.

Perubahan yang telah terjadi pada masyarakat Kasepuhan awalnya berbuah baik

karena dengan pengaruh modernisasi masuk melalui alat-alat modern telah dapat

mempermudah aktifitas sehari-hari mereka. Namun sejalan waktu perubahan tersebut

telah menyeret masyarakatnya untuk menyentuh aspek kehidupan lain seperti aspek

sosial yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Hubungan kemasyarakatan mereka

secara tidak sengaja telah berubah, dengan masuknya alat-alat modern atau alat-alat

Page 64: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

ektronik telah menimbulkan kesenjangan sosial karena melalui kepemilikan barang

elektronik ini menjadi suatu persaingan atau cerminan dari kemampuan perekonomian

sebuah keluarga. Tidak seperti sebelum terjadinya perubahan, masyarakatnya tidak

terpisahkan dari herarki kemampuan perekonomian, mereka sama tinggi dan sama

rata. Selain kesenjangan sosial, modernisasi telah mempengaruhi beberapa aturan

adat. Perubahan yang mendasar adalah kepemilikan barang modern atau secara

keseluruhan adalah kebijakan yang dibuat Abah Anom yang telah merubah nilai

tradisi yang sudah ada sejak nenek moyang Kasepuhan Ciptagelar.

Kondisi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang dapat dikatakan sebagai

masyarakat yang tradisional telah memunculkan image di kalangan awam bahwa

Kasepuhan Ciptagelar merupakan masyarakat yang tertinggal. Image inilah yang

ingin dirubah oleh Abah, agar masyarakatnya mengalami peningkatan kualitas

perekonomian dan sumber daya manusianya. Bagi para baris kolot yang setuju dengan

kebijakan yang dikeluarkan Abah Anom berharap kehidupannya dapat meningkat dan

menjadikan Kasepuhan Ciptagelar mendapat tempat di pemerintah sebagai budaya

unik yang harus dijaga seperti keberadaan masyarakat Kanekes yang dapat bertahan

dalam perkembangan zaman yang semakin modern dan praktis. Dengan begitu

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dapat dibedakan dengan masyarakat Kanekes

Karen masyarakat luas mengtahui kedua komunitas masyarkat tradisional tersebut.

4.4 Dampak Kebijakan Abah Anom Terhadap Kehidupan Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar

4.4.1 Aspek sosial – Budaya

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar mengalami masa transisi terhadap perubahan

kebijakan pemimpin adat dari yang terdahulu. Perubahan gaya kepemimpinan yang

merupakan pertama dalam sejarah perkembangan Kasepuhan Ciptagelar ini dilakukan

Page 65: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

oleh Abah Anom, yaitu membuka diri kepada “dunia luar”. Masyarakat adat

Kasepuhan Ciptagelar dapat melakukan adaptasi dengan cepat, mereka tidak

menemukan kesulitan untuk berinteraksi dengan warga kota sehingga pertukaran

informasi berlangsung dengan cepat. Salah satu pengaruh yang di bawa warga kota

adalah kemajuan teknologi yang merupakan hal baru bagi masyarakat Kasepuhan

Ciptagelar, sudah pasti hal tersebut menjadi perhatian masyarakat Kasepuhan. Selain

itu pengaruh yang cepat diresap adalah dari cara berpakaian orang kota dimana anak

remaja tidak lagi memakai pakaian setelah hitam tetapi mulai memakai kaos dan

celana jeans dengan demikian secara otomatis mereka mulai mengerti nilai mata uang

dan sistem barter mulai berkurang.

Kebijakan Abah Anom telah membawa masyarakat Kasepuhan Ciptagelar

menjadi masyarakat yang berkembang, masyarakat yang mulai mengenal kemajuan

teknologi dan pengetahuan. Perubahan terjadi satu demi satu terhadap aspek

kehidupan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Pengaruh modernisasi masuk dan

berkembang di Kasepuhan Ciptagelar tidak tertahankan, mulai dari pemimpin adat

hingga warganya mengalami perubahan tersebut. Perubahan tersebut muncul pada

beberapa aturan adat seperti mengenai penerimaan masyarakat luar, kepemilikan

barang dan penambahan di bidang kesenian.

Perubahan sosial selalu diikuti dengan perubahan budaya karena budaya

merupakan bagian dari manusia yang tidak terpisahkan. Perubahan-perubahan sosial

dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama, yaitu kedua-duanya bersangkut

paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu

masyarakat memenuhi kebutuhannya (Soemardjan dan Soemardi 1964:XVII). Oleh

karena itu perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Kasepuhan Ciptagelar turut

diikuti dengan perubahan budaya yang mengarah kepada akulturasi melalui

Page 66: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

penambahan jenis kesenian pongdut, yaitu tarian jaipong yang diiringi oleh musik

dangdut. Seperti kita tahu bahwa tarian jaipong adalah kesenian tradisional khas

masyarakat Sunda sedangkan musik dangdut adalah jenis musik kontemporer.

Dari tahun 1985 menuju tahun-tahun berikutnya masyarakat kasepuhan

Ciptagelar telah banyak mengalami perubahan yang signifikan. Masyarakat adat yang

sederhana tersebut telah mengenal kemajuan teknologi bahkan sudah menikmati dan

menjadi suatu tren gaya hidup yang dapat dijadikan tolak ukur bagi derajat seseorang.

Dengan banyak memiliki barang-barang elektronik akan menandakan bahwa mereka

seorang berada. Kepemilikan barang elektronik dalam perkembangannya dijadikan

tolak ukur kesejahteraan seseorang. Dengan mengenalnya masyarakat Kasepuhan

Ciptagelar terhadap teknologi secara otomatis mereka mengenal mata uang dan

sekarang bagi mereka nilai mata uang tersebut menjadi sesuatu yang berharga.

Kepemilikan barang elektronik seperti televisi, radio, VCD player, tape, laptop,

handphone dll di lingkungan warga adat semakin tahun semakin bertambah.

Keberadaan barang elektronik tersebut banyak membantu warga adat, seperti

keberadaan televisi yang memungkinkan warga adat mendapatkan banyak informasi

mengenai perkembangan ilmu pengetahuan, informasi perkembangan dunia dan

sebagai sarana hiburan. Manfaat dari sarana hiburan ini tidak semuanya positif atau

bermanfaat, dimana pengaruhnya lebih dirasakan oleh para remaja. Tayangan sinetron

Indonesia yang disukai oleh mereka cenderung membawa pengruh buruk, seperti gaya

berpakaian, gaya bicara yang kemudian diikuti dan diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari mereka. Perbedaan tempat dan budaya ini yang kemudian penempatan

gaya hidup mereka tidak sesuai dan menyalahi peraturan adat. Selain berpengaruh

buruk terhadap gaya hidup remajanya, alat elektronik seperti handphone dan

kendaraan bermotor roda dua memberikan pengaruh buruk terhadap hubungan sosial

Page 67: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

masyarakatnya. Walaupun keberadaan motor tersebut bermanfaat bagi mobilitas

warga dan peningkatan hasil perekonomian namun mengakibatkan penurunan kualitas

terhadap hubungan sosial mereka. Hubungan sosial antar warga adat Kasepuhan

Ciptagelar dihasilkan melalui interaksi yang dilakukan dalam kesehariannya, dengan

menjalankan kegiatan rutin harian, warganya akan sering bertatap muka dan

menghasilkan komunikasi yang dalam.

Hubungan sosial masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dapat diibaratkan bagai

sekawanan semut yang identik dengan sifat gotong royong dan selalu bersalaman

disaat berhadapan dengan rekannya dengan tidak pernah melewatkan satupun.

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar sebelum mengalami perkembangan seperti

sekarang adalah gambaran dari kharakteristik orang Sunda, selalu mencintai dan

menghayati kesenin dan bahasanya, bersikap optimis, suka dan mudah gembira,

memiliki watak terbuka. Mereka terkenal dengan keramah-tamahan yang sangat,

dengan danya alat bantu modern tersebut masyarakatnya kini menjadi cenderung

individualis, jiwa kegotong royongannya berkurang karena memiliki kepentingan

sendiri.

Keberadaan alat-alat elektronik sebagai pelengkap kebutuhan rumah tangga

dalam kehidupan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar telah merubah etos kerja

masyarakatnya. Keadaan alam yang subur dan berad di tengah-tengah hutan menuntut

warganya beragraris, seluruh warga adat Kasepuhan Ciptagelar bertani untuk

memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Baik dari padi, hingga sayur-mayur dan

buah-buahan mereka hasilkan sendiri dengan cara organik atau tanpa pupuk kimia.

Adanya barang elektronik sebagai tolak ukur kesejahteraan seseorang di Kasepuhan

ciptagelar telah meningkatkan etos kerja warganya, mereka leih bersemangat untuk

bertani sehingga hasil tani tidak lagi hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-

Page 68: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

hari tetapi mereka meningkatkan hasil taninya untuk dijual ke kota agar mendapatkan

pengasilan besar dari hasil taninya tersebut. Etos kerja tersebut juga terlihat dari

terbukanya pemikiran masyarakatnya terhadap pengetahuan pertanian, mereka lebih

memahami potensi desanya.

Bertambahnya pengetahuan ekologi telah membuat pemikiran warga adat

terhadap potensi desa berkembang, memiliki banyak variasi tumbuhan. Pembukaan

lahan mulai digalakan, mereka benar-benar memanfaatkan lahannya. Hasil bumi yang

diproduksi di Kasepuhan Ciptagelar secara berlanjut adalah padi, gula dan sayur

mayur. Pada tahun 2000 Kasepuhan Ciptagelar mulai menanam pohon jarak, pohon

yang sebelumnya tidak dikenal manfaat mendalam bagi warga adat. Adanya relasi

Abah yang merupakan orang asing bernama Jr. Jason inimemberi pemahaman

mengenai potensi keadaan tanah untuk pohon jarak. Abah mulai membuka lahn untuk

menanam pohon jarak yang kemudian akan dijadikan komoditas ekspor sebagai bahan

baku minyak pelumas.

Pada dasarnya dalam sistem organisasi pemerintahan tidak banyak yang

berubah. Jabatan pokok masih dipegang oleh warga asli Kasepuhan Ciptagelar.

Namun dengan adanya kebijakan Abah Anom mengenai pengangkatan simpatisan

menjadi anak adat yang memiliki hak yang sama dengan warga adat Kasepuhan

Ciptagelar lainnya yang telah menggeser posisi warga asli dalam sistem birokrasi.

Masuknya anak adat menjadi pengurus pemerintahan telah menimbulkan sebuah

dilema. Di dalam sistem birokrasi pemerintahan Kasepuhan Ciptagelar posisi anak

adat di sebut sebagai Baris Koboy, pengurus Kasepuhan yang rada modern. Tugas

baris Koboy adalah sebagai media Abah Anom dengan dunia luar, dengan terbuka

kepada dunia luar telah terjadi peningkatan kebutuhan hidup. Untuk akses dengan

Page 69: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

dunia luar tersebut adalah tugas baris Koboy karena mereka dianggap lebih mengerti

kondisi dunia luar.

Seiring waktu, perkembangan selanjutnya dalam setiap tahunnya pengurus baris

koboy ini tidak terasa telah menggeser posisi pengurus lain. Banyak kebijakan yang

muncul dari baris Koboy, hal ini disebabkan membludaknya pengunjung yang datang

ke Kasepuhan Ciptagelar. Ketidaktahuan mereka terhadap masyarakat luar

membiarkan baris Koboy untuk mengurusnya. Melalui baris Koboy ini juga yang

telah memperkenalkan Abah dengan organisasi-organisasi swasta seperti IOF sebuah

organisasi offroader, artis-artis dan kalangan pemerintahan.

Pada setiap acara Seren Taun nampak jelas bahwa anggota baris Koboy

bertambah, berawal dari kecintaan mereka terhadap Kasepuhan Ciptagelar hingga

loyalitas terhadap Kasepuhan bukan lagi hal yang baru. Muncul beberapa pertanyaan

dari pengunjung pada waktu Seren Taun, mereka terheran dengan jumlah warga luar

yang menjadi panitia upacara Seren Taun. Jumlah mereka lebih besar daripada warga

aslinya, hal ini menjadi aneh ketika anak adat menjadi bagian Kasepuhan Ciptagelar

sedangkan warga aslinya seolah-olah asing dan sebagai tamu di negaranya sendiri.

Namun keberadan anak adat ini tidak dapat ditolak, warga asli mau tidak mau harus

menerima mereka karena Abah Anom yang telah mengangkat mereka sebagai bagian

dari warga Kasepuhan.

4.4.2 Aspek Ekonomi

Pemahaman mengenai nilai mata uang tersebut mempengaruhi sistem mata

pencaharian mereka, aktifitas hidup mereka lebih kepada “money oriented”. Terdapat

perubahan terhadap mata pencaharian masyarakat Kasepuhan Ciptagelar tidak hanya

bertani dan beternak untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri tapi sebagian besar

hasil buminya mereka jual guna mendapatkan pengasilan lebih. Untuk memenuhi

Page 70: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

kebutuhan hidup tertier, mereka mencari lapangan pekerjanan di luar adat seperti

bekerja merantau ke luar kampung adat karena mereka percaya di kota lebih mudah

mendapatkan pengasilan yang besar. Hal ini jelas telah mendapatkan restu pemimpin

adat terdahulu, namun meningkatnya kebudayaan mereka sejalan dengan

meningkatnya kebutuhan hidup mereka dengan begitu mau tidak mau akan terjadi

perubahan terhadap cara pemenuhan kebutuhan.

Perubahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup ini turut mempengaruhi sistem

ekonomi Kasepuhan Ciptagelar, mengadu nasib di kota menjadi jalan keluar bagi

mereka untuk sejahtera. Bekerja di kota telah menghadapkan masyarakatnya dengan

hal yang baru lagi, banyak dari mereka yang menikah dengan orang luar adat dan ada

yang tetap tiggal di Kasepuhan Ciptagelar ada juga yang berpindah menetap ke kota.

Perpindahan inilah yang akhirnya menimbulkan percampuran adat dan budaya antar

masyarakatnya yang mereka bawa dari luar.

Selain itu, keberadaan barang-barang elektronik dijadikan sebagai tolak ukur

dari masyarakatnya. Harga barang elektronik yang tinggi membuat barang elektronik

di Kasepuhan Ciptagelar menjadi sangat berharga. Sehingga kondisi masyarakatnya

sangat mencolok dari yang mampu hingga kurang mampu.

Dijadikannya Kasepuhan sebagai tempat wisata budaya serta adanya campur

tangan Baris Koboy dalam pengkondisian situai Kasepuhan saat ini, beberapa oknum

dari mereka yang tidak bisa konsisten terhadap aturan adat telah mengakibatkan

manipulasi. Pemahaman yang diberikan oleh mereka cenderung mengajarkan

warganya menjadi komersil sehingga keikhlasan dalam warga adat berkurang.

Dengan adanya alat transportasi dapat meningkatkan perekonomian

masyarakatnya dengan begitu kesejahteraan warganya ikut meningkat. Namun

kesejahteraan masyarakat yang diukur dari kepemilikan barang-barang modern ini

Page 71: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

telah menimbulkan kesenjangan sosial karena perbedaan kemampuan finansial

menjadi lebih terlihat jelas. Yang di khawatirkan dari kesenjangan sosial ini adalah

daya saing masyarakat yang tidak shat serta menumbuhkan sikap kriminalitas.

4.4.3 Aspek Pendidikan

Dalam adat masyarakat Kasepuhan Ciptagelar tidak mementingkan

pendidikan formal yang didapat melalui bangku sekolah. Pendidikan mereka yang

utama adalah menjaga alam, sebagai perangkat nilai yang dimiliki masyarakat dalam

memandang dan memanfaatkan lingkungan banyak dipengaruhi oleh adat-istiadat

serta lingkungan dimana mereka tinggal. Pengetahuan yang mereka miliki adalah

mengenai pemahaman masyarkatnya akan sistem pertanian yang menyelaraskan

dengan alam, seperti dalam tradisi menanam padi, mereka menolak menanam padi

jenis pemerintah karena alasan adat, teknis dan fungsi. Pada masa Kepemimpinan

Abah Anom aspek pendidikan juga tersentuh oleh kebijakan pendidikan dari

pemerintah. Program pendidikan pemerintah yang digulirkan melalui Bank Jabar

dapat diterima oleh masyarakatnya.

Bank Jabar membangun satu gedung sekolah dasar dengan enam kelas,

walaupun warga dapat menerima kebijakan pendidikan tersebut dan gedung

sekolahpun sudah rampung diselesaikan dengan tiga tenaga pengajar yang terdiri dari

satu kepala sekolah dan dua guru. Hambatan mengenai kesadaran masyarakatnya

masih kurang terhadap kepentingan pendidikan yang masih kurang. Sosialisasipun

dilakukan yang pada akhirnya mereka mengirimkan anak-anaknya untuk bersekolah,

karena dengan bersekolah anak-anak mereka dapat membuka pengetahuan dunia,

dapat membaca dan berhitung.

Dengan program WAJAR DIKDAS pemerintah mengharapkan tidak ada lagi

warga Kaepuhan Ciptagelar yang buta huruf, mereka berhak mendapatkan pendidikan

Page 72: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

dengan segala kondisi. Kualitas pendidikan warga Kasepuhan Ciptagelar merupakan

tolak ukur pemerintahan dalam kesuksesan mensejahterakan masyarakatnya. Setiap

warga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan termasuk masyarakat adat yang

berada di pelosok.

Perubahan dalam aspek pendidikan juga di tandai oleh anak-anak Abah Anom,

kedua anak laki-laki Abah Anom merasakan mengenyam pendidikan. Abah Anom

memiliki kepedulian dalam pentingnya pendidikan, hal ini terlihat pada putra sulung

Abah yang bernama Ugi Sugriwa yang rela merantau ke luar kampung adat

Kasepuhan Ciptagelar menuju Sukabumi untuk bersekolah. SD hingga SMP Ugi

bersekolah di Pelabuhan Ratu sedangkan SMU di Sukabumi SMA 1 Sukabumi yang

merupakan sekolah pavorit. Ugi melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di

Sukabumi tapi tidak bertahan lama. Ugi tidak merasa kerasan dengan kehidupan kota,

lalu kembali ke Kasepuhan Ciptagelar dengan membawa pengetahuannya ke

kampung aslinya. Anak kedua Abah juga saat ini sedang bersekolah di Kepariwisataan

di Bandung. Hal ini mebuktikan bahwa perubahan pendidikan tidak hanya dilakukan

warganya tetapi juga pemimpin adatnya. Apabila pemimpin adatnya menghendaki

sesuatu maka secara otomatis warganya akan mengikutinya tanpa harus memiliki

alasan, dengan mengikuti perintah pemimpin adat berarti ketaatan mereka kepada

leluhurnya.

4.4.4 Kembalinya Kasepuhan Menuju Aturan Awal

Perubahan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang tradisional menuju

masyarakat yang berkembang, masyarakat yang mengerti akan kemajuan teknologi ini

tidak bertahan lama. Dengan telah mengenal perkembangan zaman Kasepuhan

Ciptagelar tidak lagi menjadi perkampungan adat yang menarik dari segi budaya dan

adat karena dirasa tidak dapat bertahan dari gerusan modernisasi. Kredibilitas

Page 73: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

Kasepuhan Ciptagelar meluntur tidak lagi menarik para wisatawan lokal maupun

domestik karena terlalu banyak budaya luar yang masuk sehingga tidak ada lagi

perbedaan antara masyarakat Kasepuhan dengan masyarakat kota. Selain itu terjadi

terhadap pola kehidupan sosial mereka yang dijalankan sehari-hari, kesenjangan

sosial dan individualisme semakin terasa sehingga menimbulkan krisis moral dan

kepercayaan.

Perubahan yang awalnya diinginkan dan bertujuan untuk membawa warga

adat ke kehidupan yang lebih baik ternyata tidak sejalan dengan aturan adat yang

telah dijalankan oleh masyaraktnya sejak lama. Perubahan yang menuntut dari

berbagai aspek kehidupan ini tidak mampu dijalankan oleh wagra adat. Ketidak

siapan mereka menjadikan konsekuensi dari perubahan tersebut sebuah

“penyimpangan” di masyarakatnya.

Pada tahun 2003 pemimpin adat abah Anom memutuskan untuk mengeluarkan

kebijakan baru yaitu mengenai pemberlakuan peraturan yang telah dijalankan oleh

leluhurnya. Memimpin warganya dengan menyesuaikan perkembangan zaman dirasa

gagal karena tidak dapat mempertahankan tradisi nenek moyangnya dan berakibat

buruk terhadap warganya. Abah Anom menginginkan kembali ke peraturan dulu

dimana warga dan pemimpinnya harus berusaha semaksimal mungkin menjaga

keutuhan dan kemurnian adat dan budayanya. Krisis moral dan kepercayaan yang

muncul kala itu mendorong Abah Anom sebagai Pemimpin adat untuk menutup

Kasepuhan Ciptagelar terhadap dunia luar sebagai cara pemulihan terhadap kehidupan

sosialnya terutama dari pihak media massa.

Terdapat degradasi nilai budaya dan kehidupan sosial mereka, bergeser terlalu

jauh. Walaupun pada dasarnya keyakinan mereka terhadap leluhur masih dipegang

erat, namun nilai-nilai asal yang diajarkan leluhur mulai bergeser. Sartono Kartodirdjo

Page 74: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

(1993:160) menyatakan bahwa proses perubahan sosial bukanlah suatu proses yang

gampang dan tanpa resiko. Proses perubahan sosial selalu disertai terjadinya

pertentangan (konflik) dan selalu mengambil resiko, yaitu adanya nilai-nilai yang

ditinggalkan oleh pengikut-pengikutnya. Konflik ini, menurut terjadinya karena baik

nilai-nilai baru ataupun lama berada dalam proses menyesuaikan diri. Perubahan

positif yang didapatkan warga adat di ikuti oleh efek negatif yang merupakan sebuah

konsekuensi dilakukan perubahan tersebut.

Banyak budaya luar yang masuk sehingga mempengaruhi aspek sosial,

kehidupan masyarakatnya cenderung bersifat modern, muncul persaingan yang

bersifat materil di masyarkatnya. Jelas hal ini tidak sesuai dengan nilai leluhur yang

mengharuskan masyarakatnya untuk selalu bersyukur atas apa yang ada dan yang

telah didapatkan tanpa menuruti rasa kepuasan yang tidak pernah ada ujungnya.

Perubahan sosial disebabkan oleh adanya ketidak sesuaian di antara unsur-

unsur yang saling berbeda yang ada dalam kehidupan sosial sehingga menimbulkan

suatu pola kehidupan sosial yang tidak serasi fungsinya bagi masyarakat yang

bersangkutan. Ketidak sesuaian kehidupan sosial yang terjadi pada masyarakat

Kasepuhan Ciptagelar adalah berubahnya pola prilaku yang mempengaruhi hubungan

masyarakatnya. Nilai gotong royong yang selama ini lekat terhadap masyarakat

Kasepuhan Ciptagelar telah sedikit berubah, begitu juga dengan kecintaan mereka

terhadap budaya Sunda terutama bagi para remaja ikut berubah.

Para remaja yang merupakan generasi muda sebagai penerus dan pewaris

kebudayaan yang seharusnya memiliki bekal dalam melestarikan dan tetap

mempertahankan kebudayaan adat Sunda ini tersentuh pengaruh modernisasi

sehingga menimbulkan dampak negatif bagi kelangsungan eksistensi budaya Sunda

kuno di lingkungan Kasepuhan. Kesadaran akan kecintaan terhadap budaya asli ini

Page 75: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

yang menimbulkan generasi muda atau para usia produktif di Kasepuhan Ciptagelar

berbondong-bondong mencari pekerjaan di luar adat yaitu di kota dan kembali

membawa budaya baru yang berdampak merusak budaya aslinya secara tidak sadar.

Perubahan pada suatu masyarakat itu tidak akan berhenti pada satu titik karena

perubahan lain akan segera mengikutinya. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi

(1964 : 486) mengemukakan bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan sifatnya saling

berkaitan dan juga memiliki proses saling mempengaruhi secara timbal balik. Itulah

sebabnya Mead menyimpulkan bahwa perubahan pada suatu aspek akan

menimbulkan reaksi pada aspek lainnya.

Perubahan-perubahan yang telah masuk dan dipakai oleh masyarakatnya tetap

dipertahankan, seperti perubahan seperti cara berpakaian, pemakaian listrik, alat-alat

elektronik, kendaraan bermotor, pendidikan, masuknya warga non adat sebagai

pengurus di Kasepuhan Ciptagelar dan kesenian. Perbaikan yang diutamakan adalah

mengenai pemulihan tradisi, adat istiadat yang mendapat pengaruh terhadap

kehidupan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Pemakaian listrik, pembaharuan di

bidang pendidikan dan kepemilikan alat transportasi tetap dipertahankan. Namun

untuk alat transportasi hanya untuk kepentingan “Negara” Kasepuhan Ciptagelar

bukan bagi Abah pribadi atau warganya walaupun mereka mampu untuk membeli.

Keberadaan listrik dan perubahan di bidang pendidikan tetap dipertahankan bahkan

dunia pendidikan dapat dikembangkan. Walaupun mereka merupakan masyarakat adat

tetapi harus memahami pendidikan demi bekal hidupnya. Hanya keberadaan barang-

barang elektronik yang dibatasi bahkan dihilangkan di lingkungan warganya.

Keputusan pemimpin adat untuk kembali ke peraturan lama dapat diterima

oleh warganya dengan lapang dada, tidak ada sikap keberatan yang ditunjukan.

Kembali ke asal, kembali menjalani kehidupan tradisional tidak sulit bagi warganya

Page 76: s sej 033370 BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033370_bab_iv.pdf · 2018-10-25 · serta kebudayaan Sunda asli dibandingkan dengan kelompok masyarakat Sunda lainnya

karena mereka awalnya berasal dari sana. Mereka ingin menjadi masyarakat Sunda

seutuhnya yang menjunjung tinggi tradisi Sunda buhun. Masyarakat yang memiliki

sistem dan pola masyarakat dan kebudayaan lama. Dengan kembalinya ke peraturan

lama berarti tidak diperbolehkan adanya penambahan instrumen elektronik atau

barang-barang modern.

Abah mengaharapkan keadaan kehidupan sosial warganya dapat seperti dulu,

menjunjung nilai kegotong royongan dan kemandirian tanpa menggantungkan diri

kepada pihak luar. Mencerminkan masyarakat Sunda asli yang penuh dengan ramah

tamah sebagaimana kharakteristik masyarakat Sunda. Kini tujuan Abah dan warganya

adalah kembali ke aturan awal Kasepuhan sesuai dengan apa yang diinginkan leluhur

dan mempertahankannya. Ketidaksiapan warga terhadap perubahan yang ada

membuat konsekuensi dari perubahan tersebut menjadi sebuah “penyimpangan” pada

warganya. Sekarang warga adat siap untuk kembali kepada kehidupan tradisional

yang selama ini mereka jalankan.