s geo 0608414 chapter2x - indonesia university of...
TRANSCRIPT
12
BAB II
TINJAUAN TEORETIK
A. Lokasi
1. Pengertian Lokasi
Menurut Sumaatmadja (1981:118), lokasi suatu benda dalam ruang
dapat menjelaskan dan dapat memberikan kejelasan pada benda atau gejala
geografi yang bersangkutan secara lebih jauh lagi. Pada studi geografi, lokasi
merupakan variabel penting yang dapat mengungkapkan berbagai hal tentang
gejala atau fenomena yang dipelajari. Lokasi sangat erat kaitanya dengan
jarak di permukaan bumi. Suatu gejala yang mempunyai nilai guna yang
tinggi jika suatu lokasi berada di tempat yang menguntungkan. Mempelajari
geografi sama artinya dengan mempelajari lokasi-lokasi di muka bumi,
apabila seseorang sedang membicarakan lokasi di permukaan bumi maka
seseorang tersebut sedang membicarakan mengenai fenomena di permukaan
bumi.
2. Teori Lokasi
Didasari oleh faktor-faktor geografi dan keadaan lingkungan. Menurut
Santosa (1993:17), bahwa : ”materi inti dalam geografi adalah mencoba
mengetahui karektristrik dan keunikan ruang serta perubahannya termasuk
strukturnya, mendapatkan bagian hubungan antara manusia dengan
lingkungannya serta secara sistematis menjelaskan interaksi antara lokasi
dengan kondisi geografi yang ada”. Teori lokasi yang banyak dibahasa
13
biasanya berkaitan dengan pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian
dari suatu lokasi ke lokasi lainnya. Biasanya lokasi tersebut memiliki daya
tarik tersendiri dimana orang masih ingin mendatangi pusat yang memiliki
daya tarik tersebut.
a. Jenis Lokasi
Menurut Sumaatmadja (1981:118), dalam bukunya yang berjudul
“studi geografi suatu pendekatan dan analisa keruangan” menyatakan bahwa
lokasi dalam suatu ruang dapat dibedakan menjadi dua jenis lokasi, yaitu:
1) Lokasi absolut adalah suatu tempat atau wilayah yang lokasinya berkaitan dengan letak astronomis yaitu dengan mengunakan garis lintang dan garis bujur, dan dapat diketahui secara pasti dengan menggunakan peta. Lokasi absolut suatu daerah tidak dapat berubah atau berganti sesuai perubahan jaman tetapi bersifat tetap karena berkaitan dengan bentuk bumi.
2) Lokasi relatif adalah suatu tempat atau wilayah yang berkaitan dengan karakteristik tempat atau suatu wilayah, karakteristik tempat yang bersangkutan sudah dapat diabstraksikan lebih jauh. Lokasi relatif memberikan gambaran tentang keterbelakangan, perkembangan dan kemajuan wilayah yang bersangkutan dibandingkan dengan wilayah lainnya. lokasi relatif dapat ditinjau dari site dan situasi (situation). Site adalah semua sifat atau karakter internal dari suatu daerah tertentu sedangkan situasi adalah lokasi relatif dari tempat atau wilayah yang bersangkutan yang berkaitan dengan sifat-sifat eksternal suatu region.
b. Jarak
Jarak merupakan pembatas yang mempunyai sifat alamiah. Jarak
mempunyai kaitan dengan lokasi dan upaya dalam pemenuhan kebutuhan
pokok kehidupan manusia.
14
c. Keterjangkauan
Keterjangkauan pada umumnya, tergantung pada kondisi permukaan
buminya suatu daerah tersebut dan pada umumnya pula, keterjangkauan
tersebut akan berubah perlahan sejalan dengan berkembangnya
perkembangan ilmu-ilmu, seperti Ilmu Ekonomi, Ilmu Komunikasi,
Teknologi (IPTEK), dan Transportasi.
2. Aksesibilitas
Menurut Kencanawati (1998:4), aksesibilitas berasal dari kata
accessibility merupakan bahasa inggris yaitu hal yang dapat masuk/ hal yang
mudah dicapai/ hal yang mudah dijangkau. Asesibilitas dapat diartikan
sebagai kemudahan atau keterjangkuan terhadap suatu objek yang ada di
permukaan bumi.
Tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi saran dan prasrana
perhubungan seperti kondisi jalan dan lebar jalan, ketersediaan berbagai
sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta
kenyamanan untuk melaui jalur tersebut.
Apabila suatu tempat atau wilayah memiliki kondisi jalan yang baik,
bisa dilalui dengan berbagai jenis kendaraan, banyak terdapat alat transportasi
untuk menuju ke lokasi tersebut kapan saja siang atau malam, dan tingkat
keamanan dan kenyamanan yang tinggi dan tidak terdapat titik kemacetan
dan lain sebagainya maka aksesibilitas menuju lokasi tersebut cukup baik.
Menurut Jayadinata (1999:160), dalam analisis kota yang telah ada atau
15
rencana kota, dikenal standar lokasi (standard for location requirement) atau
jarak standar dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1
Standar Jarak Dalam Kota
No
Prasarana
Jarak dari tempat
tinggal (berjalan
kaki)
1 Pusat Tempat Kerja, Pusat Kota (dengan
pasar dan sebagainya), Pasar Lokal
20 sampai 30 menit, 30
sampai 45 menit, ¾ km
atau 10 menit
2 Sekolah Dasar ¾ km atau 10 menit
3 Sekolah Menengah Pertama 1 ½ km atau 20 menit
4 Sekolah Lanjutan Atas 20 menit atau 30 menit
5 Tempat bermain anak-anak dan taman lokal ¾ km atau 20 menit
6 Tempat olah raga dan pusat lalita (rekreasi) 1 ½ km atau 20 menit
7 Taman untuk umum atau cagar (seperti
kebun binatang, dan sebagainya)
30 sampai 60 menit
Sumber: Chapin dalam Jayadinata (1999:161)
3. Faktor Ekonomi Masyarakat
Pendidikan merupakan usaha utama dalam pembinaan sumber daya
manusia, yang merupakan faktor terpenting dalam pembangunan secara
menyeluruh termasuk pembangunan ekonomi. Sehingga antara pendidikan
dengan keadaan ekonomi keluarga terdapat hubungan dua arah. Dalam
masyarakat yang memiliki taraf kehidupan ekonomi yang baik, potensi
16
pengembangan pendidikan itu lebih besar karena orang-orang lebih siap dan
lebih banyak dana yang tersedia.
Melihat kenyataan sekarang, pemerintah berusaha meningkatkan taraf
hidup masyarakat seperti yang diungkapkan Koswara, (1992:28), menyatakan
bahwa pemerintah dewasa ini tengah bekerja keras dalam meningkatkan taraf
hidup masyarakatnya, dengan menggali sumber daya alam. Diketahui sekitar
27 juta penduduk Indonesia saat ini berada di bawah garis kemiskinan, hal ini
tentu saja memiliki implikasi yang kuat terhadap pertimbangan masyarakat
dalam mengeluarkan biaya untuk pendidikan anak-anak mereka. Dengan
kondisi seperti ini pula anak seringkali dijadikan sumber tenaga kerja yang
membantu kehidupan ekonomi keluarga. Dalam hubungan antara faktor
ekonomi dengan partisipasi pendidikan, Adiwikarta (1988:49),
mengungkapkan:
Hubungan antara keadaan ekonomi keluarga dan partisipasi pendidikan petani golongan ekonomi lemah di pedesaan, pada umumnya perhatian dan kegiatannya hanya tertuju pada pemenuhan hari ini, jangkauannya ke hari esok sangat terbatas. Anak-anak mereka diarahkan agar secepat mungkin dapat membantu kegiatan orang tuanya atau segera lepas dari tanggung jawabnya.
Terlihat dari ungkapan di atas bahwa keluarga yang berasal dari
golongan ekonomi lemah ini mendidik anak-anaknya segera menjadi manusia
yang produktif meskipun tingkat produktivitasnya sangat rendah, taat dan
tahan penderitaan. Lain halnya dengan keluarga golongan menengah, mereka
biasanya menguasai-menguasai sumber-sumber sosial yang baik. Mereka
ialah orang yang memandang pendidikan sebagai suatu alat utama untuk
17
mencapai kemajuan serta merupakan warisan yang sangat berharga untuk
masa depan anak-anaknya. Payaman (1997:21), mengemukakan:
Hubungan pendidikan dan produktivitas tercermin dalam tingkat penghasilan pendidikan yang lebih tinggi mengakibatkan produktivitas kerja yang tinggi juga, pendapatan seorang serjana adalah 52,8% lebih tinggi dari pendapatan rata-rata seorang sarjana muda 139,6%, 187,7% dan 300% lebih tinggi daripada masing-masing pendapatan rata-rata SMU, SLTP dan tamatan SD.
Oleh karena itu, menyekolahkan anak adalah suatu kewajiban, anak-
anak diberi kesempatan menempuh pendidikan. Dan semakin besar
pendapatan yang diperoleh maka semakin tinggi pula masyarakat tersebut
untuk menyekolahkan anaknya.
Sedangkan keluarga kalangan atas lebih memiliki sumber kehidupan
ekonomi yang sangat baik, dan biasanya diperoleh secara turun temurun
dalam bentuk warisan. Dalam pendidikan ini biasanya keluarga ini terdorong
untuk mempertahankan statusnya yang sekarang. Dengan demikian,
pendidikan formal tidak lagi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk
mencapai kemajuan. Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM) yang
besar, tetapi dilihat dari kualitasnya kurang mendukung dalam pembangunan
nasional. Hal ini di sebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat Indonesia.
18
B. Partisipasi
Menurut Alport dan Davis (dalam Sastropoetro, 1988:20),
menyebutkan partisipasi adalah keterlibatan mental/pikiran, emosi/perasaan
seseorang didalam suatu kelompok yang mendorong untuk memberikan
sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut
bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. Dapat diartikan dari
pengertian diatas bahwa terdapat dua hal yaitu:
1. Adanya keterlibatan secara utuh dari pribadi-pribadi pada sebuah
masyarakat.
2. Adanya kesediaan memberikan sumbangan dalam bentuk apapun sehingga
sikap tanggung jawab ini melahirkan tindakan yang tidak dipaksa atau
dipaksakan.
Menurut Imron (1995:80), Partisipasi adalah suatu term yang menunjuk
kepada adanya keikutsertaan secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi
masyarakat dalam kebijaksanaan pendidikan adalah keikutsertaan masyarakat
dalam memberikan gagasan kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan
kebijaksanaan dalam pendidikan.
1. Partisipasi Masyarakat
Kata “partisipasi masyarakat” dalam pembangunan menunjukkan
pengertian pada keikutsertaan mereka dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemanfaatan hasil dan evaluasi program pembangunan (United Nation,
1975).
19
Dalam kebijakan nasional kenegaraan saat ini, melibatkan masyarakat
dalam berbagai kegiatan pembangunan atau partisipasi masyarakat dalam
kegiatan pembangunan adalah merupakan suatu konsekuensi logis dari
implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada umumnya dimulai
dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil, dan
evaluasi kegiatan (Cohen dan Uphoff.1980). Secara lebih rinci, partisipasi
dalam pembangunan berarti mengambil bagian atau peran dalam
pembangunan, baik dalam bentuk pernyataan mengikuti kegiatan, memberi
masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal, dana atau materi,
serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasilnya.
Selama ini, penyelenggaraan partisipasi masyarakat di Indonesia dalam
kenyataannya masih terbatas pada keikutsertaan anggota masyarakat dalam
implementasi atau penerapan program- program pembangunan saja. Kegiatan
partisipasi masyarakat masih lebih dipahami sebagai upaya mobilisasi untuk
kepentingan pemerintah atau negara. Partisipasi tersebut idealnya berarti
masyarakat ikut menentukan kebijakan pemerintah yaitu sebagai bagian dari
kontrol masyarakat terhadap kebijakan-kebijakannya.
Dalam implementasi partisipasi masyarakat, seharusnya anggota
masyarakat merasa bahwa tidak hanya menjadi objek dari kebijakan
pemerintah, tetapi harus dapat mewakili masyarakat itu sendiri sesuai dengan
kepentingan mereka. Perwujudan partisipasi masyarakat dapat dilakukan,
20
baik secara individu atau kelompok, bersifat spontan atau terorganisasi,
secara berkelanjutan atau sesaat, serta dengan cara-cara tertentu yang dapat
dilakukan. Apabila ada kemauan tapi tidak ada kemampuan dari warga atau
kelompok dalam suatu masyarakat, walaupun telah diberi kesempatan oleh
negara atau penyelenggara pemerintahan, maka partisipasi tidak akan terjadi.
Demikian juga, jika ada kemauan dan kemampuan tetapi tidak ada
ruang atau kesempatan yang diberikan oleh negara atau penyelenggara
pemerintahan untuk warga atau kelompok dari suatu masyarakat, maka tidak
mungkin juga partisipasi masyarakat itu terjadi. Perlu ditumbuhkan adanya
kemauan dan kemampuan keluarga/warga atau kelompok masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan. Sebaliknya juga pihak
penyelenggara negara atau penyelenggara pemerintahan perlu memberikan
ruang dan kesempatan dalam hal lingkup apa, seluas mana, melalui cara
bagaimana, seintensif mana, dan dengan mekanisme bagaimana partisipasi
masyarakat itu dapat dilakukan. Ada tidaknya kemauan keluarga atau warga
atau kelompok masyarakat dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
terkait dengan paradigma pembangunan yang dominan saat ini dan
sebelumnya.
Paradigma pembangunan yang sentralistik yang dianut pemerintah
sampai satu dekade yang lalu, telah menumbuhkan opini masyarakat bahwa
tanggung jawab utama pembangunan (dalam bidang pendidikan) adalah
terletak di tangan pemerintah. Warga dan kelompok masyarakat yang lebih
21
ditempatkan sebagai “bukan pemain utama” telah merasa terpinggirkan,
walaupun mengurus kebutuhan dan kepentingannya sendiri.
Kesan tersebut telah melemahkan kemauan berpartisipasi warga dan
kelompok-kelompok masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Kini,
paradigma pembangunan yang dominan telah mulai bergeser ke paradigma
desentralistik. Sejak diundangkan UU No.22/1999 tentang Pemerintah
Daerah maka menandai perlunya desentralisasi dalam banyak urusan yang
semula dikelola secara sentralistik.
Kemampuan berpartisipasi terkait dengan kepemilikan sumber daya
yang diperlukan untuk dipartisipasikan, baik menyangkut kualitas sumber
daya manusia maupun sumber daya lainnya seperti dana, tenaga, dan lain-
lain. Agar kemampuan untuk berpartisipasi dimiliki oleh masyarakat, maka
perlu peningkatan sumber daya manusia dengan cara memperbaharui dan
meluaskan tiga jenis pendidikan masyarakat baik formal, nonformal maupun
informal. Akses yang luas terhadap tiga jenis pendidikan tersebut akan
mempercepat tingginya tingkat pendidikan dan pada gilirannya masyarakat
akan mampu berpartisipasi dalam pembangunan.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, masyarakat dapat diartikan
sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh satu kebudayaan
yang mereka anggap sama. Menurut Ginting (1999:112), partisipasi adalah
”keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan kelompok baik secara mental
maupun emosional yang mendorongnya untuk membantu dan berbagi
tanggung jawab atas pencapaian tujuan organisasi”, sedangkan menurut Davis
22
(1989:179), memberikan pengertian bahwa partisipasi adalah “keterlibatan
mental atau pikiran secara emosi atau perasaan seseorang didalam suatu
situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada
kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut betanggung jawab
terhadap urusan yang bersangkutan”. Pengertian tersebut mengandung
gagasan penting yang meliputi keterlibatan, kontribusi, dan tanggung jawab.
Patisipasi masyarakat menurut Mubyarto (1984:35), adalah “kesediaan
untuk membantu berhasilnya setiap program pembangunan sesuai dengan
kemampuan setiap orang atau anggota masyarakat tanpa disertai pengorbanan
kepentingannya sendiri maupun masyarakatnya”.
Partisipasi masyarakat merupakan inti dari sebuah program bersama,
dengan kata lain partisipasi masyarakat merupakan wujud pertanggung
jawaban masyarakat terhadap suatu program. Masyarakat diberi wewenang
untuk berpartisipasi dalam mengelola berbagai macam program terutama
yang berkaitan dengan pendidikan.
a. Jenis-jenis Partisipasi
Menurut Pasaribu dan Simanjuntak (1986:265), jenis partisipasi terbagi
kedalam :
1. Partisipasi buah pikiran. Diberikan orang dalam rapat atau pertemuan dengan cara memberikan saran, pendapat, gagasan, dan sejenisnya
2. Partisipasi tenaga. Diberikan dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan, pertolongan bagi orang lain, dengan menyumbangkan tenaga dalam kegiatan tersebut
3. Partisipasi harta benda. Diberikan dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan, pertolongan bagi orang lain, dengan menyumbangkan materi, uang, atau harta benda yang dimiliki.
23
4. Partisipasi keterampilan dan kemahiran. Diberikan untuk mendorong aneka ragam usaha dan industri dengan cara antara lain melalui penciptaan produk-produk baru yang disebut inovativ.
5. Partisipasi sosial. Diberikan orang sebagai tanda paguyuban melalui turut dalam arisan, layad (dalam peristiwa kematian), undangan,dan sebagainya.
Dari pernyataan di atas, anggota masyarakat tentu harus ikut dalam
partisipasi ini, tidak ada alasan bagi anggota masyarakat untuk tidak ikut
dalam partisipasi, hal tersebut dikarenakan bahwa partisipasi dilakukan
menurut kemampuan anggota masyarakat itu sendiri.
b. Pola-pola Partisipasi Masyarakat
Menurut Sofiyanto (2006:42), ada beberapa pola partisipasi masyarakat
dalam pembangunan , pola partisipasi tersebut meliputi :
1. Partisipasi organis, yakni pola partisipasi didasarkan pada solidaritas yang diatur oleh norma-norma sosial yang telah tertulis dan berlaku dalam komunitas yang ada.
2. Partisipasi Mekanis, yakni partisipasi yang didasarkan pada solidaritas mekanis dimana hak dan kewajiban tiap anggota diselenggarakan melalui berbagai aturan yang disepakati.
3. Partisipasi Parsial, yakni pola partisipasi dimana masyarakat hanya menjadi penonton dalam kegiatan pembangunan. Pemerintah mengambil alih inisiatif penyusunan rencana, remobilisasi dana, dan menangani pelaksanaan proyek.
c. Tahap-tahap Partisipasi Masyarakat
Menurut Bhaiduri dan Rahman dalam Syaidah (2001:16),
mengungkapkan tahapan partisipasi yang meliputi proses sebagai berikut :
1. Pengenalan : seseorang mengetahui atau mendapatkan informasi tentang adanya program dan memperoleh pengertian tentang kegunaan.
2. Persuasi : seseorang membentuk sikap berkenaan atau tidak berkenaan terhadap program tersebut.
3. Keputusan : seseorang menentukan pilihan akan turut serta atau tidak dalam program tersebut.
4. Konfirmasi : seseorang mencari penguat bagi keputusan yang telah diambil untuk melakukan partisipasi.
24
5. Realisasi : seseorang memanifestasikan hasil keputusan yang diambil dalam suatu tindakan nyata.
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa keikutsertaan
anggota masyarakat dalam berpartisipasi tidak dapat dipaksakan, semua itu
dikembalikan pada keputusan yang telah diambil oleh anggota masyarakat
tersebut.
d. Syarat dan Prinsip dalam Partisipasi Masyarakat
Ada beberapa syarat keberhasilan partisipasi masyarakat seperti yang
dikemukakan oleh Davis (1989:183), yaitu :
1. Tersedianya waktu yang cukup untuk melakukan partisipasi 2. Manfaat yang lebih besar 3. Relevan dengan kepentingan 4. Kemampuan yang memadai untuk menangani bidang garapan partisipasi 5. Kemampuan berkomunikasi timbal balik 6. Tidak timbul perasaan terancam bagi kedua belah pihak 7. Masih dalam bidang keleluasaan pekerjaan
Dalam pelaksanaanya, partisipasi yang dilakukan tidak selamanaya
berhasil, hal tersebut mengacu pada pernyataan di atas. Dengan kata lain,
anggota masyarakat lah yang menjadi kunci pokok keberhasilan dari
partisipasi tersebut.
e. Fungsi Positif dari Partisipasi Masyarakat
Menurut Sumarno (dalam Syaidah 2001:10), terdapat dua buah fungsi
positif dari partisipasi masyarakat, yaitu :
1. Partisipasi berlaku sebagai suatu instrumen berharga untuk kegiatan memobilisasi, mengorganisir, dan mengembangkan yang dilakukan oleh rakyat sebagai pemecah masalah yang utama di lingkungan sosial mereka
2. Partisipasi sebagai saluran tempat kelompok-kelompok atau gerakan-gerakan lokal untuk memperoleh jalan masuk ke bidang-bidang yang lebih luas lagi. Berawal dari tingkat lokal, kekuatan dan solidaritas yang didapatkan dari analisis dan pemecahan tingkat lokal, berperan sebagai
25
batu loncatan kepercayaan untuk berharap dapat memperoleh kesempatan yang sama pada tingkat sektoral, regional maupun nasional.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi
masyarakat adalah keterlibatan seseorang baik individu atau kelompok dalam
memberikan bantuan, baik berupa materi, tenaga ataupun pemikiran untuk
menyelesaikan suatu permasalahan demi tercapainya tujuan bersama.
2. Angka Partisipasi Kasar (APK)
Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun
usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah
penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu.
APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu
tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk
mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang
pendidikan. Untuk meningkatkan angka partisipasi kasar yang belum
mencapai target dapat dilakukan, Misalnya dengan menambah fasilitas
pendidikan, kemampuan pendidik serta peningkatan anggaran pendidikan
yang berasal dari daerah maupun pusat.
APK didapat dengan membagi jumlah penduduk yang sedang
bersekolah (atau jumlah siswa), tanpa memperhitungkan umur, pada jenjang
pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan
dengan jenjang pendidikan tersebut.
26
3. Peranan Keluarga dan Masyarakat dalam pendidikan
Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan satu kesatuan hidup
(sisitem sosial), dan keluarga menyediakan situasi belajar sebagai suatu
kesatuan hidup bersama. Keluarga sendiri terdiri dari ayah ibu dan anak.
Dalam suatu ikatan keluarga membantu anak mengembangkan sifat seperti
persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerjasama, disiplin,
tingkah laku yang baik, serta pengakuan kewibawaan. Sedangkan menurut
Hasbullah (1999:88), sumbangan keluarga bagi pendidikan ialah sebagai
berikut:
a. Cara orang tua melatih anak untuk menguasai cara-cara mengurus diri.
b. Sikaf orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak.
Sejalan Dengan berkembangnya wawasan tentang pendidikan berarti
meningkatkan kemampuan berfikir, emosi, dan keterampilan untuk
mengembangkan kehidupan ketingkat yang lebih sejahtera dengan
memperhatikan keserasian antara kehidupan dengan sumber daya lingkungan.
Dapat meningkatnya kemampuan berpikir dalam arti luas meliputi
peningkatan mutu pengetahuan dan teknologi tepat guna bagi kehidupan umat
manusia, harus dirintis sejak dini melalui pendidikan anak pada kesempatan
formal dan nonformal.
Memperhatikan kenyataan kehidupan yang penuh masalah dan
tantangan dewasa ini, kehidupan tersebut pada masa-masa yang akan datang
tidak akan reda dari masalah dan tantangan. Oleh sebab itu peserta didik yang
27
sedang di bina sekarang harus memiliki kemampuan dan mental yang kuat
agar memilikim ketahan yang kuat dalam menghadapi segala masalah dan
tantangan. Hal ini pendidikan dengan segala prangkatnya harus berwawasan
ke hari mendatang. Oleh sebab itu pendidikan sekarang harus menggunakan
inovasi-inovasi yang baru dalam pengajaran agar peserta didik tidak
ketinggalan informasi dan pengetahuan dan bahan pengajaran yang
sebelumnya dijadikan perbandingan biar pengajaran yang baru lebih bagus
dari sebelum-sebelunnya untuk menciptakan generasi muda yang lebih baik
lagi. Berikut ini beberapa peran dari masyarakat terhadap pendidikan
(sekolah) menurut Hasbullah (1999:100),
a. Masyarakat berperan serta dalam mendirikan dan membiayai sekolah.
b. Masyarakat berperan dalam mengawasi pendidikan agar sekolah tetap
mendukung cita-cita dan kebutuhan masyarakat.
c. Masyarakat lah yang ikut menyediakan tempat pendidikan seperti gedung,
musium, perpus dan lain-lain.
d. Masyarakat yang menyediakan berbagai sumber untuk sekolah.
e. Masyarakatlah sebagai sumber pelajaran atau laboratorium tempat belajar.
28
C. Pengertian Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses belajar seseorang dari
sejak lahir hingga akhir hayatnya, untuk mengembangkan budi pekerti dan
kemampuan intelektualnya. Kihajar Dewantoro (Dalam Suarno, 1992:3),
mengungkapkan bahwa pendidika berarti daya upaya untuk memajukan
perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani
anak-anak.
Pendidikan berlangsung sebagai suatu proses, oleh karena itu memiliki
suatu tujuan yang hendak dicapai. Dasar dari pendidikan yang ada di
Indonesia adalah pancasila dengan tujuan mewujudkan manusia Indonesia
yang seutuhnya yang dapat membangun diri dan bangsa. Secara lengkap
tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Undang-undangan No. 20 tahun
2003 sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dari tujuan pendidikan nasional tersebut diharapkan pendidikan
mampu menciptakan manusia yang berkualitas tanpa meninggalkan
ketakwaan terhadap tuhan yang maha Esa, serta memiliki rasa cinta tanah air.
Sasaran pendidikan adalah manusia, pendidikan bermaksud membantu
peserta didik untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi yang ada pada
dirinya. Pendidikan banyak mengandung aspek dan sifatnya sangat kompleks.
29
Karena sifatnya yang kompleks maka tidak adanya batasan yang cukup
memadai tentang pendidikan secara lengkap. Batasan tentang pendidikan
yang dibuat oleh para ahli beranekaragam dan kandungannya berbeda yang
satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orentasinya,
konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan atau karena
falsafah yang melandasinya berbeda.
Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan memuat
gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, indah, dan benar untuk
kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu
memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan
sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah
dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola
pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat
berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.
Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara
mengungkapkan konsep dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk
mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Kamus Bahasa Indonesia (1991:232), Pendidikan berasal dari kata
"didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi
"mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan
memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai
akhlak dan kecerdasan pikiran.
30
Menurut bahasa Yunani ‘pendidikan’ berasal dari kata "Pedagogi"
yaitu kata "paid" artinya "anak" sedangkan "agogos" yang artinya
membimbing "sehingga "pedagogi" dapat di artikan sebagai "ilmu dan seni
mengajar anak".
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari pernyataan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat
mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
a. Sekolah Menengah Atas (SMA/Sederajat)
Sekolah menengah atas terdiri dari SMA, SMK, MA. Menurut Standar
Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan
berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni:
a) Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan
SMP/MTs./SMPLB/Paket B bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan,
31
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b) Pendidikan Menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C
bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
c) Pendidikan Menengah Kejuruan yang terdiri atas SMK/MAK
bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
b. Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) untuk
SMA/Sederajat selengkapnya adalah:
a) Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan
perkembangan remaja
b) Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan
diri serta memperbaiki kekurangannya
c) Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku,
perbuatan, dan pekerjaannya
d) Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial
e) Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan
sosial ekonomi dalam lingkup global
f) Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis,
32
kritis, kreatif, dan inovatif
g) Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
dalam pengambilan keputusan
h) Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk
pemberdayaan diri
i) Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil
yang terbaik
j) Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah
kompleks
k) Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial
l) Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab
m) Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia
n) Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya
o) Mengapresiasi karya seni dan budaya
p) Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
q) Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta
kebersihan lingkungan
r) Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun
s) Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di
masyarakat
33
t) Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang
lain
u) Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara
sistematis dan estetis
v) Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan
berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris
w) Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan
tinggi
D. Partisipasi Pendidikan
Patisipasi masyarakat menurut Mubyarto (1984:35), adalah “kesediaan
untuk membantu berhasilnya setiap program pembangunan sesuai dengan
kemampuan setiap orang atau anggota masyarakat tanpa disertai pengorbanan
kepentingannya sendiri maupun masyarakatnya”. Partisipasi masyarakat
merupakan inti dari sebuah program bersama, dengan kata lain partisipasi
masyarakat merupakan wujud pertanggung jawaban masyarakat terhadap
suatu program.
Masyarakat diberi wewenang untuk berpartisipasi dalam mengelola
berbagai macam program terutama yang berkaitan dengan pendidikan.
Partisipasi masyarakat dalam pendidikan merupakan keikutsertaan masyarakat
dalam suatu pembangunan yang berkaitan dengan suatu pendidikan dan
masyarakat sekitar ikut berperan dalam suatu kegiatan yang ada di daerahnya
34
sehingga terwujud pembangunan tersebut untuk memajukan sekolah yang
sudah dibangun di daerah setempat.
Pendidikan berlangsung sebagai suatu proses, oleh karena itu memiliki
suatu tujuan yang hendak dicapai. Dasar dari pendidikan yang ada di
Indonesia adalah pancasila dengan tujuan mewujudkan manusia Indonesia
yang seutuhnya yang dapat membangun diri dan bangsa. Sasaran pendidikan
adalah manusia, pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk
menumbuh kembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.
Pendidikan banyak mengandung aspek dan sifatnya sangat kompleks.
Karena sifatnya yang kompleks maka tidak adanya batasan yang cukup
memadai tentang pendidikan secara lengkap. Batasan tentang pendidikan
yang dibuat oleh para ahli beranekaragam dan kandungannya berbeda yang
satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orentasinya,
konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan atau karena
falsafah yang melandasinya berbeda.