riwayat syaikh nawawi al

11
Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi sangat kesohor. Disebut al- Bantani karena ia berasal dari Banten, Indonesia. Beliau bukan ulama biasa, tapi memiliki intelektual yang sangat produktif menulis kitab, meliputi fiqih, tauhid, tasawwuf, tafsir, dan hadis. Jumlahnya tidak kurang dari 115 kitab. Nama beliau semakin melejit ketika beliau ditunjuk sebagai pengganti Imam Masjidil Haram, Syaikh Khâtib al-Minagkabawi. Sejak itulah beliau dikenal dengan nama resmi ‘Syaikh Nawawi al- Bantani al-Jawi.’ Artinya Nawawi dari Banten, Jawa. Piawai dalam ilmu agama, masyhur sebagai ulama. Tidak hanya di kota Makkah dan Madinah saja beliau dikenal, bahkan di negeri Mesir nama beliau masyhur di sana. Itulah sebabnya ketika Indonesia memproklamirkan

Upload: badriyatunnikmah

Post on 21-Dec-2015

238 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

.

TRANSCRIPT

Page 1: Riwayat Syaikh Nawawi Al

Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi

Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi sangat kesohor. Disebut al-Bantani karena ia berasal

dari Banten, Indonesia. Beliau bukan ulama biasa, tapi memiliki intelektual yang sangat

produktif menulis kitab, meliputi fiqih, tauhid, tasawwuf, tafsir, dan hadis. Jumlahnya tidak

kurang dari 115 kitab.

Nama beliau semakin melejit ketika beliau ditunjuk sebagai pengganti Imam Masjidil

Haram, Syaikh Khâtib al-Minagkabawi. Sejak itulah beliau dikenal dengan nama resmi ‘Syaikh

Nawawi al-Bantani al-Jawi.’ Artinya Nawawi dari Banten, Jawa. Piawai dalam ilmu agama,

masyhur sebagai ulama. Tidak hanya di kota Makkah dan Madinah saja beliau dikenal, bahkan di

negeri Mesir nama beliau masyhur di sana. Itulah sebabnya ketika Indonesia memproklamirkan

kemerdekaannya. Mesir negara yang pertama-tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia.1

1 Nurul Huda, Sekilas tentang: Kiai Muhammad Nawawi al-Bantani, (Alkisah, No.4, 14 September 2003 M), h. 2

Page 2: Riwayat Syaikh Nawawi Al

 

RIWAYAT

Asal Usul dan Kelahiran

 Lahir dengan nama Abû Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin ‘Arabi.

Ulama besar ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat. Konon ulama yang lahir di

Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten

(Sekarang di Kampung Pesisir, desa Pedaleman Kecamatan Tanara depan Mesjid Jami’ Syaikh

Nawawi Bantani) pada tahun 1230 H atau 1813 M ini bernasab kepada keturunan Maulana

Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Keturunan ke-11 dari Sultan Banten. Nasab

beliau melalui jalur ini menurut beberapa referensi sampai kepada Baginda Nabi Muhammad

saw. Melalui keturunan Maulana Hasanuddin yakni Pangeran Suniararas, yang makamnya hanya

berjarak 500 meter dari bekas kediaman beliau di Tanara, nasab Ahlul Bait sampai ke Syaikh

Nawawi. Ayah beliau seorang Ulama Banten, ‘Umar bin ‘Arabi, ibunya bernama Zubaedah.

Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara,

Banten dan dikaruniai 3 anak: Nafisah, Maryam, Rubi’ah. Sang istri wafat mendahului beliau.

Pendidikan

Semenjak kecil beliau memang terkenal cerdas. Otaknya dengan mudah menyerap

pelajaran yang telah diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Pertanyaan-pertanyaan kritisnya

sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi yang begitu besar pada putranya, pada usia 8

tahun sang ayah mengirimkannya ke berbagai pesantren di Jawa. Beliau mula-mula mendapat

bimbingan langsung dari ayahnya, kemudian berguru kapada Kyai Sahal, Banten; setelah itu

mengaji kepada Kyai Yusuf, Purwakarta. 

Belajar ke Mekah ke pertama kali

Pada usia 15 tahun beliau menunaikan haji dan berguru kepada sejumlah ulama terkenal di

Mekah, seperti Syaikh Khâtib al-Sambasi, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, ‘Abdul

Page 3: Riwayat Syaikh Nawawi Al

Hamîd Daghestani, Syaikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Ahmad Dimyati, Syaikh

Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Muhammad Khatib Hambali, dan Syaikh Junaid Al-Betawi.

Tapi guru yang paling berpengaruh adalah Syaikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Junaid

Al-Betawi dan Syaikh Ahmad Dimyati, ulama terkemuka di Mekah. Lewat ketiga Syaikh inilah

karakter beliau terbentuk. Selain itu juga ada dua ulama lain yang berperan besar mengubah alam

pikirannya, yaitu Syaikh Muhammad Khâtib dan Syaikh Ahmad Zaini Dahlan

Murid Murid Beliau selama di Mekah

Banyak murid-muridnya yang di belakang hari menjadi ulama, misalnya K.H. Hasyim

Asy’ari (Pendiri Nahdhatul Ulama), K.H. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah),

K.H. Khalil Bangkalan, K.H. Asnawi Kudus, K.H. Tb. Bakrie Purwakarta, K.H. Arsyad

Thawil, dan lain-lainnya. Konon, K.H. Hasyim Asy’ari saat mengajar santri-santrinya di

Pesantren Tebuireng sering menangis jika membaca kitab fiqih Fath al-Qarîb yang dikarang oleh

Syaikh Nawawi. Kenangan terhadap gurunya itu amat mendalam di hati K.H. Hasyim Asy’ari

hingga haru tak kuasa ditahannya setiap kali baris Fath al-Qarib ia ajarkan pada santri-santrinya.

 Perjuangan

Tiga tahun bermukim di Makkah, beliau pulang ke Banten. Sampai di tanah air beliau

menyaksikan praktek-praktek ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan penindasan dari

Pemerintah Hindia Belanda. Ia melihat itu semua lantaran kebodohan yang masih menyelimuti

umat. Tak ayal, gelora jihad pun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan

terhadap penjajah. Tentu saja Pemerintah Belanda membatasi gara-geriknya. Beliau dilarang

berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh sebagai pengikut Pangeran

Diponegoro yang ketika itu memang sedang mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan

Belanda (1825- 1830 M).

Menyingkir ke Mekah, belajar kembali dan mengajar

Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan

kebenaran, apa boleh buat Syaikh Nawawi terpaksa menyingkir ke Negeri Mekah, tepat ketika

Page 4: Riwayat Syaikh Nawawi Al

perlawanan Pangeran Diponegoro padam pada tahun 1830 M. Ulama Besar ini di masa mudanya

juga menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme di kalangan Rakyat Indonesia.

Begitulah pengakuan Snouck Hourgronje. Begitu sampai di Mekah beliau segera kembali

memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya. Beliau tekun belajar selama 30 tahun, sejak

tahun 1830 hingga 1860 M. Ketika itu memang beliau berketepatan hati untuk mukim di tanah

suci, satu dan lain hal untuk menghindari tekanan kaum penjajah Belanda. Nama beliau mulai

masyhur ketika menetap di Syi'ib ‘Ali, Mekah. Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-

mula muridnya cuma puluhan, tapi makin lama makin jumlahnya kian banyak. Mereka datang

dari berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi sebagai ulama

yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf.

Ditemui oleh Snouck Hourgranje

Syaikh Nawawi masih tetap mengobarkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan para

muridnya yang biasa berkumpul di perkampungan Jawa di Mekah. Di sanalah beliau

menyampaikan perlawanannya lewat pemikiran-pemikirannya. Kegiatan ini tentu saja membuat

pemerintah Hindia Belanda berang. Tak ayal, Belandapun mengutus Snouck Hourgronje ke

Mekah untuk menemui beliau.

Ketika Snouck–yang kala itu menyamar sebagai orang Arab dengan nama ‘Abdul Ghafûr-

bertanya:

“Mengapa beliau tidak mengajar di Masjidil Haram tapi di perkampungan Jawa?”.

Dengan lembut Syaikh Nawawi menjawab:

“Pakaianku yang jelek dan kepribadianku tidak cocok dan tidak pantas dengan keilmuan

seorang professor berbangsa Arab”.

Lalu kata Snouck lagi:

”Bukankah banyak orang yang tidak sepakar seperti anda akan tetapi juga mengajar di sana?”.

Syaikh Nawawi menjawab :

“Kalau mereka diizinkan mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa".

Page 5: Riwayat Syaikh Nawawi Al

Dari beberapa pertemuan dengan Syaikh Nawawi, Orientalis Belanda itu mengambil

beberapa kesimpulan. Menurutnya, Syaikh Nawawi adalah Ulama yang ilmunya dalam, rendah

hati, tidak congkak, bersedia berkorban demi kepentingan agama dan bangsa.

 Gelar dan Penghargaan

Berkat kepakarannya, beliau mendapat bermacam-macam gelar. Di antaranya yang

diberikan oleh Snouck Hourgronje, yang menggelarinya sebagai Doktor Ketuhanan. Kalangan

Intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq (Tokoh dan

pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Syaikh Nawawi bahkan juga mendapat gelar

yang luar biasa sebagaia al-Sayyid al-‘Ulama al-Hijâz (Tokoh Ulama Hijaz). Yang dimaksud

dengan Hijaz ialah Jazirah Arab yang sekarang ini disebut Saudi Arabia. Sementara para

Ulama Indonesia menggelarinya sebagai Bapak Kitab Kuning Indonesia.

 Karya-Karya 

Kepakaran beliau tidak diragukan lagi. Ulama asal Mesir, Syaikh 'Umar 'Abdul Jabbâr

dalam kitabnya "al-Durûs min Mâdhi al-Ta’lîm wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Harâm” (beberapa

kajian masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa kini di Masjidil Haram) menulis bahwa

Syaikh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi

berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-

kitab klasik. Sebagian dari karya-karya Syaikh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut:

1. al-Tsamâr al-Yâni’ah syarah al-Riyâdl al-Badî’ah

2. al-‘Aqd al-Tsamîn syarah Fath al-Mubîn

3. Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh

4. Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf

5. al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb

6. Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn

7. Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah

8. Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd

9. Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄

10. Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân

Page 6: Riwayat Syaikh Nawawi Al

11. al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil

musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd

12. Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah

13. Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-

Jaliyyah

14. Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm

15. Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts

16. Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji

17. Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî

18. Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm

19. Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd

20. Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry

21. Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb

22. Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq

23. Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâal-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-

Îmâniyyah

24. ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain

25. Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits

26. Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd

27. al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah

28. Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah

29. Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman

30. al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah

31. al-Riyâdl al-Fauliyyah

32. Mishbâh al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm

33. Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd

34. al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny

35. Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm

36. al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah

Page 7: Riwayat Syaikh Nawawi Al

37. Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.2

Karya tafsirnya, al-Munîr, sangat monumental, bahkan ada yang mengatakan lebih baik

dari Tafsîr Jalâlain, karya Imâm Jalâluddîn al-Suyûthi dan Imâm Jalâluddîn al-Mahâlli yang

sangat terkenal itu. Sementara Kâsyifah al-Sajâ syarah merupakan syarah atau komentar terhadap

kitab fiqih Safînah al-Najâ, karya Syaikh Sâlim bin Sumeir al-Hadhramy. Para pakar menyebut

karya beliau lebih praktis ketimbang matan yang dikomentarinya. Karya-karya beliau di bidang

Ilmu Akidah misalnya Tîjân al-Darâry, Nûr al-Dhalam, Fath al-Majîd. Sementara dalam bidang

Ilmu Hadits misalnya Tanqih al-Qaul. Karya-karya beliau di bidang Ilmu Fiqih yakni Sullam al-

Munâjah, Niĥâyah al-Zain, Kâsyifah al-Sajâ. Adapun Qâmi’u al-Thugyân, Nashâih al-‘Ibâd dan

Minhâj al-Raghibi merupakan karya tasawwuf. Ada lagi sebuah kitab fiqih karya beliau yang

sangat terkenal di kalangan para santri pesantren di Jawa, yaitu Syarah ’Uqûd al-Lujain fi Bayân

Huqûq al-Zaujain.

Hampir semua pesantren memasukkan kitab ini dalam daftar paket bacaan wajib, terutama

di Bulan Ramadhan. Isinya tentang segala persoalan keluarga yang ditulis secara detail.

Hubungan antara suami dan istri dijelaskan secara rinci. Kitab yang sangat terkenal ini menjadi

rujukan selama hampir seabad. Tapi kini, seabad kemudian kitab tersebut dikritik dan digugat,

terutama oleh kalangan muslimah. Mereka menilai kandungan kitab tersebut sudah tidak cocok

lagi dengan perkembangan masa kini. Tradisi syarah atau komentar bahkan kritik mengkritik

terhadap karya beliau, tentulah tidak mengurangi kualitas kepakaran dan intelektual beliau.3

2Kiai Muhammad Syafi’i Hadzami, Majmu’ah Tsalâtsa Kutub Mufîdah, (Jakarta, Maktabah al- Arba’in, 2006 M/1427

H),

3 Habib ‘Utsman bin ‘Aqil bin ‘Umar bin Yahya dilahirkan di Pekojan, Jakarta pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal 1238 H/ 1822 M. Ibunya bernama Aminah binti Syaikh ‘Abdurrahman bin Ahmad al-Mishri, putri seorang ulama dari Mesir. Habib ‘Utsman bermukim di Makkah selama 7 tahun. Guru-guru beliau di antaranya ayahnya sendiri, Habib ‘Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya dan seorang Mufti Syafi’iyyah di Makkah, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Pada tahun 1848 beliau berangkat ke Hadramaut menuntut ilmu kepada sayyid ‘Alwi bin Saggaf al-Jufri dan Sayyid Hasan bin Shaleh al-Bahr. Dari Hadramaut berangkat lagi ke Mesir dan belajar di Kairo selama 8 bulan. Perjalanan menuntut ilmu dilanjutkan lagi ke Tunis, Aljazair, Istanbul, Persia dan Syria. Setelah itu beliau kembali lagi ke Hadramaut. Habib ‘Utsman adalah pengarang kitab yang sangat produktif. Hal ini dikemukakan oleh L.W.C Van Den Berg (1845-1927) di dalam bukunya yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Hadramaut dan koloni Arab di Indonesia (1989). Ia telah mencatat bahwa Habib ‘Utsman memiliki 38 karya, 11 buah karyanya ditulis dalam Bahasa Arab, sedang sisanya disusun dalam Bahasa Melayu. Buku tersebut diterbitkan di Betawi pada tahun 1886 M, ketika itu Habib ‘Utsman masih hidup dan masih terus menghasilkan karya-karyanya. Beliau pada tahun 1862 M/ 1279 H selepas dari hadramaut pulang ke Betawi dan menetap di Pekojan. Kemudian diangkat menjadi

Page 8: Riwayat Syaikh Nawawi Al

Wafat 

Masa selama 69 tahun mengabdikan dirinya sebagai guru Umat Islam telah memberikan

pandangan-pandangan cemerlang atas berbagai masalah umat Islam. Syaikh Nawawi wafat di

Mekah pada tanggal 25 syawal 1314 H/ 1897 M. Tapi ada pula yang mencatat tahun wafatnya

pada tahun 1316 H/ 1899 M. Makamnya terletak di pekuburan Ma'la di Mekah. Makam beliau

bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar al-Siddiq, Asma΄ binti

Abû Bakar al-Siddîq.4

Mufti Betawi menggantikan Syaikh Abdul Ghani. Hingga wafat pada tahun 1331 H/ 1913 M. “Sekilas tentan Habib ‘Utsman”, Alkisah, No. 3, 02-15 februari 2004 M, h. 108.4 Nurul Huda, Sekilas tentang: Kiai Muhammad Nawawi al-Bantani, (Alkisah, No.4, 14 September 2003 M), h. 2