rikacantik.docx

Upload: oranguntung

Post on 03-Mar-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

begitulah

TRANSCRIPT

1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari:a. APGAR scoreInterpretasi Skor APGARAPGAR score adalah metode penilaian bayi baru lahir sesaat setelah lahir, biasanya di ukur pada satu menit dan lima menit setelah lahir, penilaian meliputi pernafasan, denyut jantung, warna kulit, tonus otot, dan respon terhadap stimulus. Skor 10 merupakan skor optimum. Bila skornya rendah maka tes diulang dalan interval waktu tertentu.Cara penilaian ApgarTANDA012

AppearanceBiru,pucatBadan pucat ,tungkai biruSemuanya merah muda

PulseTidak teraba< 100> 100

GrimaceTidak adaLambatMenangis kuat

ActivityLemas/lumpuhGerakan sedikit/fleksi tungkaiAktif/fleksi tungkai baik/reaksi melawan

RespiratoryTidak adaLambat, tidak teraturBaik, menangis kuat

Interpretasi:Penilaian dilakukan pada menit ke-1 dan ke-5.0 3: Asfiksia berat4 6: Asfiksia sedang7 10: Normal

Pada kasus ini: Menit pertama 5 = Asfixia mild-moderatePenyebab: Adanya transient asfixia (fisiologis) Pneumonia kongenital (di intra uterin)Menit kelima 8= normal, karena resusitasi sudah berhasilPerbaikan APGAR score setelah menit kelima menunjukkan prognosis yang baik.Bila nilai apgar dalam 2 menit tidak mencapai nilai 7 maka harus dilakukan tindakan resusitasi lebih lanjut oleh karena bila bayi mengalami asfiksia selama 5 menit kemungkinan akan mengalami gejala neurologik lanjutan di kemudian hari lebih besar.Penilaian 5 menit kemudian nilanya 8 berarti terjadi keberhasilan resusitasi terhadap bayi. Hubungan nilai APGAR dan keadaan yang dialami bayiApgar menit pertama = 5. Ini menunjukkan bayi mengalami asfiksia sedang yang kemungkinan disebabkan oleh terjadinya bronkopneumoni (terjadi kesulitan pengembangan paru yang disebabkan lumen bronkiolus yang menyempit karena infeksi).Apgar menit kelima = 8. Ini menunjukkan adanya perbaikan kondisi bayi setelah mendapatkan resusitasi (adanya proses adaptasi pada bayi tersebut).

b. HipoaktifPada kasus, karena kurangnya suplai O2 ke jaringan otot karena adanya obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh pneumonia dan karena adanya sepsis sehingga metabolisme tubuh meningkat, cadangan energi terpakai terus, kedua hal tersebutlah yang menyebabkan bayi Ny. Utami menjadi hipoaktif.

c. TakipneuTakipneu terjadi akibat peningkatan usaha bayi untuk memenuhi kebutuhan oksigen sehingga mengkompensasi dengan meningkatakan pernapasan.

d. Tidak ada refleks menghisap Refleks rooting: menyentuhkan ujung jari ke arah sudut mulut pasien pasien menengok ke arah rangsangan berusaha memasukkan ujung jari.

Sucking refleks: kalau ujung jari dimasukkan 3 cm ke dalam mulut akan dihisap

Refleks rooting dan sucking refleks saraf V, VII, XII Malas minum adalah salah satu tanda khas infeksi pada neonatus Pada kasus tidak ada refleks ini, bisa jadi karena bayi lemas kekurangan oksigen dan cadangan energi yang terus menipis, dan bisa jadi karena adanya gangguan saraf V, VII dan XII yang disebabkan oleh sepsis

e. Retraksi dinding dadaPergerakan otot antar tulang rusuk ke dalam sebagai hasil dari penurunan tekanan di dalam cavitis thoraxis merupakan tanda kesulitan bernafas akibat obstruksi jalan nafas karena pneumonia dan sepsis onset dini.Retraksi dinding dada adalah tanda adanya pneumonia berat dan menunjukkan usaha untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Adanya eksudat pada alveoli dan kapiler menyebabkan suplai oksigen menurun peningkatan resistensi jalan nafas tekanan intrapleura melawan resistensi jalan nafas retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat interkostal dan subkostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal.

2. Ketuban berbau tidak sedapEtiologi: Infeksi dan kuman yang sering ditemukan adalah Streptococcus, Staphylococcus (gram positif), E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob). Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar. Infeksi intraamnion yang bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion. Ibu dengan infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya sebagai predisposisi infeksi.Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

3. Pemeriksaan penunjang Rontgen dada CBC (Hb, leukosit, DC, trombosit, CRP, LED) Arterial blood gas Kadar gula darah Kadar bilirubin darah Kultur darah Pungsi lumbal (apabila kultur + untuk membuktikan sepsis)

LEARNING ISSUE RESPIRATORY DISTRESS

a. DefinisiGagal nafas (respiratory failure) dan distress nafas (respiratory distress) merupakan diagnosis yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan tidak mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan. Terminologi respiratory distress digunakan untuk menunjukkan bahwa pasien masih dapat menggunakan mekanisme kompensasi untuk mengembalikan pertukaran gas yang adekuat, sedangkan respiratory failure merupakan keadaan klinis yang lanjut akibat kegagalan mekanisme kompensasi dalam mempertahankan pertukaran gas atau tercukupinya aliran oksigen. b. EtiologiBayi khususnya neonatus rentan terhadap kejadian gagal nafas akibat: (1) ukuran jalan nafas yang kecil dan resistensi yang besar terhadap aliran udara, (2) compliance paru yang lebih besar, (3) otot pernafasan dan diafragma cenderung yang lebih mudah lelah , serta (4) predisposisi terjadinya apnea yang lebih besar. Gagal nafas pada neonatus dapat disebabkan oleh hipoplasia paru (disertai hernia diafragma kongenital), infeksi, aspirasi mekoneum, dan persistent pulmonary hypertension. Secara umum, etiologi distress nafas pada neonatus ditunjukkan pada tabel:Paru-paruAspirasi, pneumonia, transient tachypnea of the newborn, persistent pulmonary hypertension, pneumotoraks, perdarahan paru, edema paru, displasia bronkopulmonal, hernia diafragma, tumor, efusi pleura, emfisema lobaris kongenital

Jalan nafasLaringomalasia, trakeomalasia, atresia/stenosis choana, Pierre Robin Syndrome, tumor dan kista

Otot-otot respirasiParalisis nervus frenikus, trauma medulla spinalis, miasthenia gravis

Sistem saraf pusat (SSP)Apnea of prematurity, obat: sedatif, analgesik, magnesium; kejang, asfiksia, hipoksik ensefalopati, perdarahan SSP

Lain-lainPenyakit jantung bawaan tipe sianotik, gagal jantung kongestif, anemia/polisitemia, tetanus neonatorum, immaturitas, syok, sepsis

Sumber: Carlo

c. Manifestasi klinis dan diagnosisDiagnosis gagal nafas dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah. Gambaran klinis yang dapat terjadi pada neonatus yang harus meningkatkan kewaspadaan klinisi akan terjadinya gagal nafas antara lain: Peningkatan respirasi Peningkatan usaha nafas Periodic breathing Apnea Sianosis yang tidak berkurang dengan pemberian oksigen Turunnya tekanan darah disertai takikardi, pucat, kegagalan sirkulasi yang diikuti bradikardi Penggunaan otot-otot pernafasan tambahan.Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Silverman-Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD), sedangkan skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya.

Evaluasi Gawat Napas dengan skor DownesPemeriksaanSkor

012

Frekuensi napas< 60 /menit60-80 /menit> 80/menit

RetraksiTidak ada retraksiRetraksi ringanRetraksi berat

SianosisTidak ada sianosisSianosis hilang dengan 02Sianosis menetap walaupun diberi O2

Air entryUdara masukPenurunan ringan udara masukTidak ada udara masuk

MerintihTidak merintihDapat didengar dengan stetoskopDapat didengar tanpa alat bantu

Skor > 6 : Ancaman gagal nafas

Sumber: Mathai

Selain menilai beratnya distress nafas yang terjadi, diperlukan juga penilaian untuk memperkirakan penyebab dasar gangguan nafas untuk penatalaksanaan selanjutnya. Pada bayi yang baru lahir dan mengalami distress nafas, penilaian keadaan antepartum dan peripartum penting untuk dilakukan. Beberapa pertanyaan yang dapat membantu memperkirakan penyebab distress nafas antara lain: apakah terdapat faktor resiko antepartum atau tanda-tanda distress pada janin sebelum kelahiran, adanya riwayat ketuban pecah dini, adanya mekoneum dalam cairan ketuban, dan lain-lain.Pada pemeriksaan fisik, beberapa hasil pemeriksaan yang ditemukan juga dapat membantu memperkirakan etiologi distress nafas. Bayi prematur dengan berat badan lahir < 1500 gram dan mengalami retraksi kemungkinan menderita HMD, bayi aterm yang lahir dengan mekoneum dalam caian ketuban dan diameter antero-posterior rongga dada yang membesar beresiko mengalami MAS, bayi yang letargis dan keadaan sirkulasinya buruk kemungkinan menderita sepsis dengan atau tanpa pneumonia, bayi yang hampir aterm tanpa faktor resiko tetapi mengalami distress nafas ringan kemungkinan mengalami transient tachypnea of the newborn (TTN), dan hasil pemeriksaan fisik lainnya yang dapat membantu memperikirakan etiologi distress nafas.

d. EpidemiologiInsidensi gagal napas di Amerika adalah 18 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun insidensinya lebih tinggi pada bayi dengan berat badan lahir rendah, sepertiga kasus terjadi pada bayi dengan berat badan normal. Insidensi tertinggi terdapat pada ras kulit hitam dan sangat berhubungan dengan kemiskinan. Di Indonesia, sepertiga dari kematian bayi terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran, dan 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama dengan penyebab utama kematian diantaranya adalah infeksi pernafasan akut dan komplikasi perinatal. Pada suatu studi kematian neonatal di daerah Cirebon tahun 2006 disebutkan pola penyakit kematian neonatal 50% disebabkan oleh gangguan pernapasan meliputi asfiksia bayi baru lahir (38%), respiratory distress 4%, dan aspirasi 8%. Meskipun angka-angka tersebut masih tinggi, Indonesia sebenarnya telah mencapai tujuan keempat dari MDG, yaitu mengurangi tingkat kematian anak. Dengan pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat, serta sistem rujukan yang baik, kematian neonatus khususnya akibat gangguan pernafasan diharapkan dapat terus berkurang.

e. KomplikasiKomplikasi jangka pendek dapat terjadi: Kebocoran alveoli: Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. Jangkitan penyakit kerana keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi: Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

f. PenatalaksanaanPenatalaksanaan neonatus dengan gagal nafas sebaiknya ditujukan pada penyakit yang mendasarinya. Saat ini terapi gagal nafas pada neonatus ditujukan untuk mencegah komplikasi dan memburuknya keadaan yang terjadi akibat penyakit paru-paru pada neonatus, seperti hipoksemia dan asidemia, sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung. Bayi baru lahir yang mengalami gangguan nafas berat harus dirawat di ruang rawat intensif untuk neonatus (NICU), bila tidak tersedia bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas NICU. Sebelum dirujuk atau dipindahkan ke NICU, penatalaksanaan yang tepat sejak awal sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan perawatan.

Penatalaksanaan Non RespiratorikMonitoring temperatur merupakan hal yang penting dalam perawatan neonatus yang mengalami distress pernafasan. Keadaan hipo maupun hipertermi harus dihindari. Temperatur bayi harus dijaga dalam rentang 36,537,5oC.Enteral feeding harus dihindari pada neonatus yang mengalami distress nafas yang berat, dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk mencegah keadaan hipoglikemia. Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus diperhatikan. Pemberian cairan biasanya dimulai dengan jumlah yang minimum, mulai dari 60 ml/kgBB/hari dengan Dekstrose 10% atau dari kebutuhan cairan harian. Kalsium glukonas dengan dosis 6-8 ml/kgBB/hari dapat ditambahkan pada infus cairan yang diberikan. Pemberian nutrisi parenteral dapat dimulai sejak hari pertama. Pemberian protein dapat dimulai dari 3,5 g/kgBB/hari dan lipid mulai dari 3 g/kgBB/hari.Prinsip lain perawatan neonatus yang mengalami distress nafas adalah minimal handling. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan monitor sekaligus untuk menilai keadaan kardiorespiratorik, temperatur, dan saturasi oksigen pada bayi.Gejala dan hasil pemeriksaan radiologis pada bayi yang mengalami distress nafas sering tidak spesifik sehingga penyebab lain terjadinya distress nafas seperti sepsis perlu dipertimbangkan, dan pemberian antibiotik spektrum luas sedini mungkin harus dimulai sampai hasil kultur terbukti negatif. Pemilihan antibiotik inisial yang dianjurkan adalah ampicillin dan gentamicin.

Penatalaksanaan RespiratorikPenanganan awal adalah dengan membersihkan jalan nafas, jalan nafas dibersihkan dari lendir atau sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selama diperlukan, serta memastikan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Monitoring saturasi oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan pulse oxymetri secara kontinyu untuk memutuskan kapan memulai intubasi dan ventilasi. Semua bayi yang mengalami distress nafas dengan atau tanpa sianosis harus mendapatkan tambahan oksigen. Oksigen yang diberikan sebaiknya oksigen lembab dan telah dihangatkan.

Panduan untuk monitoring saturasi oksigen dengan pulse oxymetri> 95%Bayi aterm

88-94%Bayi pre term (28-34 minggu)

85-92%< 28 minggu

Sumber: MathaiTujuan utama dalam penatalaksanaan gagal nafas adalah menjamin kecukupan pertukaran gas dan sirkulasi darah dengan komplikasi yang seminimal mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan menangani dan mengatasi etiologi gagal nafas. Indikasi untuk memulai ventilasi mekanis pada pasien yang mengalami gagal nafas biasanya didasari atas menetap atau memburuknya keadan klinis akibat proses pertukaran gas di paru-paru yang terganggu.

Penatalaksanaan di ruang NICUPenatalaksanaan gagal nafas pada neonatus di ruang perawatan intensif neonatus (NICU) saat ini telah mengalami perkembangan. Penggunaan surfaktan, high frequency ventilator, inhaled nitric oxide (iNO), telah banyak dilakukan dan berakibat pada berkurangnya penggunaan extracorporeal membrane oxygenation yang memiliki banyak efek samping. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi gagal nafas pada neonatus (misalnya dengan pemberian nitrat oksida, extracorporeal membrane oxygenation), 25-30% penderita yang berhasil bertahan hidup mengalami gangguan kognitif, 6-13% mengalami cerebral palsy, 6-30% mengalami gangguan pendengaran, dan pada usia sekolah banyak yang mengalami gangguan perhatian, pendengaran, disfungsi neuromotorik dan perilaku.

Ventilasi MekanisVentilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan berbagai efek pada sistem kardiopulmonal. Tujuan ventilasi mekanis adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan pada FiO2 (fractional concentration of inspired oxygen) yang minimal, serta tekanan ventilator/volume tidal yang minimal. Derajat distress pernafasan, derajat abnormalitas gas darah, riwayat penyakit paru-paru, dan derajat instabilitas kardiopulmonal serta keadaan fisiologis penderita harus ikut dipertimbangkan dalam memutuskan untuk memulai penggunaan ventilator mekanik. Berbagai mode ventilasi mekanik dapat ditentukan oleh parameter yang diatur oleh klinisi untuk menentukan karakteristik pernafasan mekanis yang diinginkan.Indikasi absolut penggunaan ventilasi mekanis antara lain: (1) prolonged apnea, (2) PaO2 kurang dari 50 mmHg atau FiO2 diatas 0,8 yang bukan disebabkan oleh penyakit jantung bawaan tipe sianotik, (3) PaCO2 lebih dari 60 mmHg dengan asidemia persisten, dan (4) bayi yang menggunakan anestesi umum. Sedangkan indikasi relatif untuk penggunaan ventilasi mekanis antara lain: (1) frequent intermittent apnea, (2) bayi yang menunjukkan tanda-tanda kesulitan nafas, (3) dan pada pemberian surfaktan.

SurfaktanSurfaktan dibentuk oleh pneumosit alveolar tipe II dan disekresikan kedalam rongga udara pada usia kehamilan sekitar 22 minggu. Komponen utama surfaktan adalah fosfolipid, sebagian besar terdiri dari dipalmitylphosphatidylcholine (DPPC). Surfaktan disekresi oleh eksositosis dari lamellar bodies pneumosit alveolar tipe II dan mielin tubuler. Pembentukan mielin tubuler tergantung pada ion kalsium dan protein surfaktan SP-A dan SP-B. Surfaktan lapisan tunggal berasal dari mielin tubuler dan sebagian besar terdiri dari DPPC. Fungsinya adalah untuk mengurangi tegangan permukaan dan menstabilkan saluran nafas kecil selama ekspirasi yang memungkinkan stabilisasi dan pemeliharaan volume paru. Surfaktan juga berperan dalam mekanisme pertahanan paru dengan meningkatkan mucociliary clearance.Fungsi surfaktan yang paling penting adalah menurunkan tegangan permukaan alveolar sehinggga terjadi stabilisasi volume paru pada tekanan transpulmonal yang rendah. Surfaktan akan mencegah kolapsnya jalan nafas saat ekspirasi dan memungkinkan tekanan yang lebih rendah untuk mengembangkan paru-paru, sehingga peregangan yang berlebihan dari paru-paru dapat dicegah dan resiko terjadinya ruptur alveolus berkurang akibat surfaktan mengurangi tekanan negatif yang diperlukan untuk membuka jalan nafas dan kerja pernafasan.Terapi surfaktan diberikan pada kedaan defisiensi surfaktan pada bayi prematur seperti pada hyaline membrane disease (HMD), neonatal lung injury yang tidak berhubungan dengan prematuritas, seperti hernia diafragma kongenital, dan meconeum aspiration syndrome (MAS). Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah surfaktan sintetis dan surfaktan natural yang berasal dari ekstrak paru-paru sapi atau dari bilas paru-paru domba atau babi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan surfaktan dapat menurunkan penggunaan extracorporeal membrane oxygenation pada neonatus yang mengalami kegagalan nafas. Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir apabila bayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30% atau lebih.