revisi 1 (2) mhs pkm kersen

18
A. JUDUL PERCOBAAN Telaah Aktivitas Hiperurisemia Buah, Daun dan Kulit Batang Tanaman Kersen (Muntingia calabura L.) secara In Vitro. B. LATAR BELAKANG Muntingia calabura L juga di kenal dengan nama Jamaican ceri merupakan spesies dari genus Muntingia yang dapat tumbuh di sepanjang musim. Muntingia calabura berasal dari benua Amerika yang memiliki iklim tropis, serta tersebar luas di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tumbuhan ini di Indonesia disebut kersen atau talok, di daerah Jakarta dikenal dengan nama ceri, di Lumajang di kenal dengan nama baleci, dan di daerah semarang dikenal dengan nama kresen. Tanaman kersen biasa ditanam di taman, sepanjang tepi jalan untuk hiasan, peneduh jalan dan tempat singgah burung. Selain itu, buahnya sering dikonsumsi anak-anak, disukai burung, dan codot (kelelawar). Berdasarkan penapisan fitokimia, tanaman kersen di identifikasi mengandung flavonoid, flavon, flavanon, flavan, kalkon, dan biflavan sebagai bagian terbesar (Chen, 2004). Di Asia timur bunga tanaman kersen telah lama di gunakan sebagai obat sakit kepala, dan obat flu (flavan). Bunga

Upload: sunflower

Post on 04-Jul-2015

1.866 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

Page 1: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

A. JUDUL PERCOBAAN

Telaah Aktivitas Hiperurisemia Buah, Daun dan Kulit Batang Tanaman Kersen

(Muntingia calabura L.) secara In Vitro.

B. LATAR BELAKANG

Muntingia calabura L juga di kenal dengan nama Jamaican ceri merupakan

spesies dari genus Muntingia yang dapat tumbuh di sepanjang musim. Muntingia

calabura berasal dari benua Amerika yang memiliki iklim tropis, serta tersebar luas

di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tumbuhan ini di Indonesia disebut kersen atau

talok, di daerah Jakarta dikenal dengan nama ceri, di Lumajang di kenal dengan nama

baleci, dan di daerah semarang dikenal dengan nama kresen.

Tanaman kersen biasa ditanam di taman, sepanjang tepi jalan untuk hiasan,

peneduh jalan dan tempat singgah burung. Selain itu, buahnya sering dikonsumsi

anak-anak, disukai burung, dan codot (kelelawar). Berdasarkan penapisan fitokimia,

tanaman kersen di identifikasi mengandung flavonoid, flavon, flavanon, flavan,

kalkon, dan biflavan sebagai bagian terbesar (Chen, 2004). Di Asia timur bunga

tanaman kersen telah lama di gunakan sebagai obat sakit kepala, dan obat flu (flavan).

Bunga tanaman kersen juga sering di gunakan sebagai obat anti tranquilizer, anti

histerik, antidispeptik, diaproretik dan anti spasmodik (Kaneda et all, 1991). Ekstrak

etanol daun kersen telah digunakan sebagai uji asam urat pada tikus putih. Dari uji

skrining juga telah dilaporkan bahwa senyawa flavonoid dari tanaman kersen

memiliki aktivitas sebagai obat penyakit jantung seperti stroke, penyakit pembuluh

arteri koroner, arterosklerosis, dan hipertensi (Shih et al., 2006).

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Veronika (2010), diketahui bahwa

ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) memiliki aktivitas

antihiperurikemia. Sementara itu telah diketahui bahwa, senyawa metabolit sekunder

di dalam tumbuhan terdistribusi di berbagai bagian seperti akar, batang, daun dan

buah. Namun kuantitas metabolit tersebut itu di tiap bagian tumbuhan berbeda. Oleh

Page 2: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

karena itu menarik untuk dibandingkan aktivitas antihiperurikemia antar bagian

tumbuhan kersen.

C. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Veronika (2010) bahwa

ekstrak etanol daun Muntingia calabura L mengandung senyawa metabolit sekunder

yang memiliki aktivitas antihiperurikemia, dan pada dasarnya senyawa metabolit

sekunder yang terdistribusi di daun relatif lebih sedikit di bandingkan dengan bagian

tumbuhan lainnya, untuk itu dilakukan penelitian terhadap daun, kulit batang, dan

buah daun kersen guna membuktikan kandungan metabolit sekunder pada bagian

tumbuhan kersen yang memiliki aktivitas antihiperurikemia lebih besar.

D. TUJUAN

1. Verifikasi khasiat tanaman kersen dalam menurunkan kadar asam urat.

2. Mengetahui bagian tumbuhan kersen yang paling berpotensi untuk

menurunkan kadar asam urat.

E. TINJAUAN PUSTAKA

E.1 Kersen (Muntingia calabur)

Muntingia calabura merupakan salah satu spesies dari Genus Muntingia yang

tumbuh selalu hijau sepanjang tahun. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah dan

tersebar secara luas di daerah tropis benua Asia termasuk Malaysia. Muntingia

calabura L. dapat tumbuh hingga tinggi 7-10 meter dengan cabang-cabang melebar

secara horizontal. Bagian-bagian tanaman ini telah diketahui di gunakan sebagai

obat-obatan di daerah Asia Tenggara dan di bagian tropis benua Amerika (Keneda et

al., 1991 ; Nishimo et al., 1993 dalam Zakaria et al., 2010) . Tumbuhan ini kaya

Page 3: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

senyawa flavonoid dengan jenis flavon, flavonon, flavan dan biflavon sebagai

kandungan yang penting, dan beberapa flavonoid menunjukkan aktifitas sitotoksik

(Chen et all., 2004).

Telah dilaporkan bahwa beberapa tipe senyawa flavonoid dan flavon telah

diisolasi dan diidentifikasi dari tanaman ini mempunyai aktivitas sebagai anti tumor

(Keneda et all., 1991 ; Su et al., 2003; Chen et al., 2004). Akar kersen telah

digunakan sebagai abortifacient di Malaysia. Bunga kersen telah biasa digunakan

untuk mengobati sakit kepala, antiseptik, antipasmodik, dan diaporetik. Cairan pada

bunga tanaman kersen di minum sebagai obat penenang (Kaneda et all., 1991).

1.a 1.b

Gambar (1.a) buah tumbuhan kersen dan, (1.b) daun dan bunga tumbuhan kersn

Menurut Steenis, 1981 taksonomi tumbuhan kersen adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Muntingiaceae

Genus : Muntingia L.

Spesies : Muntingia calabura L

Page 4: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

Ekstrak larutan dari tanaman ini juga memiliki opiod-mediated antinociception

(Zakaria et al., 2007,). ekstrak daun kersen juga mempunyai sifat sebagai anti

peradangan dan anti piretik (Zakaria et al.,2007), aktivitas anti bakteri (Zakaria et al.,

2006) dan aktivitas anti staphilokokal ( Zakaria et al., 2007).

E.4 Asam Urat

Asam urat merupakan molekul kompleks dengan dua sistem cincin terkondensasi

yang disebut nukleus. Substansi hasil pemecahan purin atau produk sisa dalam tubuh

yang merupakan hasil dari katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan

xanthine oxidase (Shamley, 2005).

Adapun jalur pembentukan asam urat dapat terjadi melalui tiga jalur, yaitu

sebagai berikut:

1) Sintesis purin de novo dan jalur penyelamatan.

2) Metabolisme DNA, RNA dan molekul yang terdapat dalam seperti ATP.

3) Pemecahan asam nukleat dari/diet makanan (Gaw et al, 2005).

Manusia mengubah nukleosida purin yang utama yaitu adenosin dan guanin

menjadi produk akhir asam urat yang diekskresikan keluar. Adenosin pertama-tama

mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosin deaminase. Fosforilase

ikatan N-glikosidat inosin dan guanosin, yang dikatalisis oleh enzim nukleosida purin

folilase, akan melepaskan senyawa ribose 1-fosfat dan basa purin. Hipoxanthine dan

guanin selanjutnya membentuk xanthine dalam reaksi yang dikatalisasi masing-

masing oleh enzim xanthine oksidase dan guanase. Kemudian xantin teroksidasi

menjadi asam urat dalam reaksi kedua yang dikatalisasi oleh enzim xanthine

oksidase. Dengan demikian, xanthine oksidase merupakan tempat yang essensial

untuk intervensi farmakologis pada penderita hiperurisemia dan penyakit gout

(Rodwell, 1997). Asam urat dapat di peroleh dari kotoran burung, primate, dan

reptilian. (Lehninger, 1982).

Page 5: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

Adapun mekanisme reaksi dari pembentukan asam urat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pembentukan Asam Urat dari Nukleosida Purin Melalui Basa Purin Hipoxantin, Xantin dan Guanin (Rodwell, 1997)

E.5 Hiperurisemia

Page 6: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

Hiperurisemia adalah suatu kondisi terjadinya peningkatan kadar asam urat serum

di atas nilai normal (Wortmann, 1998), dimana nilai normal asam urat dalam darah

untuk pria adalah 0,20-0,45 mMol/l dan wanita mempunyai kadar asam urat 10%

lebih rendah daripada pria yaitu 0,15-0,38 mMol/l (Tjay dan Raharja, 2002). Ada

beberapa hal yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan merupakan

faktor resiko terjadinya hiperurisemia. Faktor–faktor tersebut dapat dikelompokkan

menjadi tiga mekanisme, yaitu:

1) Peningkatan produksi asam urat

Hal ini terjadi karena faktor idiopatik primer, makanan yang kaya purin (banyak

mengandung protein), obesitas, alkohol, polisitemia vera, paget’s disease, proses

hemolitik, psoriasis.

2) Penurunan ekskresi asam urat

Penurunan ekskresi asam urat merupakan sebagian besar penyebab

hiperurisemia (hampir 90% kasus). Penyebabnya antara lain: idiopatik primer,

insufusiensi ginjal, ginjal polikistik, diabetes insipidus, hipertensi, asidosis, toksik

pada kehamilan, penggunaan obat–obatan seperti salisilat < 2 gram/hari, diuretik,

alkohol, levodopa, ethambutol, pirazinamid.

3) Kombinasi antara kedua mekanisme tersebut

Dapat terjadi pada defisiensi glukosa 6-fosfat, defisiensi fruktosa 1-fosfat

aldosi, konsumsi alkohol dan shock (Wortmann, 1998). Jika pada hiperurisemia

didapatkan hasil bentukan kristal asam urat, maka hiperurisemia dapat berkembang

menjadi gout (Gaw et al, 2005).

E.5.2 Diagnosis Hiperurusemia

Hiperurisemia tidak selalu tampak sebagai encok dan agak sering tidak

memperlihatkan sesuatu gejala luar. Hal demikian mempunyai resiko besar akan

kerusakan ginjal karena kristal–kristal urat sudah mengendap dijaringan kemih

urikosurik tanpa diketahui (Tjay dan Raharja, 2002). Dengan adanya kesulitan untuk

Page 7: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

mengidentifikasi terjadinya pengendapan kristal urat, maka dapat dilakukan tiga

pemeriksaan, yaitu sebagai berikut:

1) Pemeriksaan laboratorium

Seseorang dikatakan menderita asam urat jika pemeriksaan laboratorium

menunjukkan kadar asam urat dalam darah diatas 7 mg/dl untuk pria dan 6 mg/dl

untuk wanita.

2) Pemeriksaan cairan sendi

Pemeriksaan cairan sendi dilakukan dibawah mikroskop. Untuk melihat adanya

kristal urat dalam monosodium urat (kristal MSU) dalam cairan sendi.

3) Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologis digunakan untuk melihat proses yang terjadi dalam

sendi dan tulang serta untuk melihat proses pengapuran di dalam tophus (Utami,

2003).

E.5.3 Pengobatan Hiperurisemia

Tindakan umum pertama dianjurkan diet dengan pembatasan kalori, khususnya

bagi pasien gemuk atau overweight. Diet purin dengan hanya sedikit daging atau

ikan. Tetapi tanpa organ dalam, seperti otak, hati, ginjal. Tetapi kini diketahui bahwa

kebanyakan purin dibentuk dalam tubuh dan hanya sedikit berasal dari makanan. Bila

mungkin jangan menggunakan diuretika tiazid, dan hindari alkohol dan kopi (Tjay

dan Raharja, 2002).

Pengobatan pirai dapat juga dilakukan dengan meningkatkan ekskresi asam urat

melalui kemih atau dengan konversi xanthine dan hipoxanthine menjadi asam urat

(Katzung dan Trevor, 1994). Obat pilihan utama adalah allopurinol yang

menghambat sintesis urat, sehingga kadar urat dalam darah maupun dalam kemih

diturunkan. Bila obat ini memberikan efek samping yang tidak dapat diterima,

barulah digunakan urikosurika, khususnya probenezid dan sulfinpirazon, yang

Page 8: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

memperbanyak ekskresi urat darah tetapi kadar urat dalam kemih tetap tinggi (Tjay

dan Raharja, 2002).

E.7 Xanthine oxidase

Xanthine oxidase yaitu suatu enzim flavoprotein yang mengandung molybdenum

dan besi, mengoksidasi hipoxanthine dan selanjutnya menjadi asam urat. Molekul

oksigen yang menjadi oksidan pada kedua reaksi itu direduksi menjadi H2O2, yang

kemudian dipecah menjadi H2 dan O2 oleh katalase. Asam urat bentuk keto terdapat

dalam keadaan seimbang dengan bentuk enol, yang akan kehilangan sebuah proton

pada pH fisiologis untuk membentuk urat. Pada manusia urat merupakan hasil akhir

pemecahan purin dan diekskresikan melalui urin (Stryer, 2000).

F. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukakan dalam beberapa tahapan, tahap pertama adalah pembuatan

ekstrak etanol, dari buah, daun, dan kulit batang Muntingia calabura L. Tahap kedua

adalah karakterisasi ekstrak meliputi penentuan kadar air, kadar abu, kadar sari, serta

penapisan fitokimia. Tahap ke tiga adalah pengujian aktivitas anti hiperurisemia

ketiga ekstrak bagian tumbuhan kersen menggunakan enzim xanthine oxidase secara

In Vitro.

F.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Diponegoro.

Page 9: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

F.2 Alat dan Bahan

F.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan mikro pipet, kurs poselin, corong gelas, plat tetes,

Bunsen, corong pisah, gelas beker, tabung reaksi, gelas ukur, pipet ukur, botol vial,

rotary evaporator untuk ekstraksi atau pemekatan,

F.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah buah, daun, dan kulit batang tanaman kersen

(Muntingia calabura L.), aquades, kloroform, pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer,

serbuk Mg, FeCl3 1%, larutan gelaton, pereaksi Steasny, NaOH 1M, asam asetat

anhidrat, H2SO4 pekat, etanol, HCl, NH3, kertas saring Whatman 42, enzim xanthin

oksidase.

F.3 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini di gunakan beberapa variable yaitu:

1. Variabel tetap: meliputi waktu ekstraksi, golongan pelarut, masa serbuk

sampel, kadar enzim xantin oksidase.

2. Variabel bebas: meliputi komposisi campuran ekstrak sampel.

3. Variabel yang dinilai: Aktivitas penghambatan kerja enzim xantin oksidase

dari setiap variasi sampel.

F.4 Prosedur Penelitian

F.4.1 Pembuatan ekstrak etanol dan air (Daun, Kulit Batang, dan Buah).

Simplisia diangin-anginkan pada suhu ruang selama 2 hari,dan simplisia kering

dijadikan serbuk menggunakanblender. Sebanyak 1 kg serbuk simplisia diekstraksi

menggunakan etanol (3 x 24 jam) secara maserasi. Filtrat etanol yang diperoleh di

evaporasi menggunakan rotavapor vakum pada suhu 40°C.

Page 10: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

F.4.2 Karakterisasi Ekstrak

Ekstrak dikarakterisasi sesuai Materia Medika Indonesia (1997) meliputi

penentuan kadar air, kadar abu, kadar sari, serta penapisan fitokimia (alkaloid, tannin,

saponin, kuinon, flavonoid, dan steroid/ triterpenoid).

F.4.3 Uji Aktivitas Enzim Xantin Oksidase

Ketiga ekstrak yang telah dikarakterisasi ditentukan aktivitas antihiperurisemia

menurut metode yang dikembangkan oleh Zhu, et al.(2004). Sampel ekstrak,

pembanding (allopurinol) dalam DMSO 5% dibuat konsentrasi 0,01; 0,02; dan 0,2

μg/mL. Sampel ditambah 1 unit (10 μL) enzim xanthin oksidase, 40 μL EDTA dan

1750 μL larutan dapar fosfat (pH 7,8), dikocok selama 30 detik kemudian diinkubasi

selama 15 menit. Untuk larutan kontrol tanpa sampel uji. Kemudian tambahkan 100

μL xanthin 1,2 mM (xantin dilarutkan dalam dapar fosfat dikocok pelan-pelan dengan

pemanasan (shaker) sampai larut sempurna). Volume akhir adalah 2 mL. Penentuan

aktivitas bahan uji dalam meredam aktivitas xanthin oksidase dilakukkan

menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 293 nm. Persen peredaman

xantin oksidase ditentukan dengan menentukan konsentrasi ekstrak yang dapat

menghambat kerja xantin oksidase sebanyak 50%. Persen peredaman xantin

oksidase yang diperoleh dihitung dari persamaan regresinya terhadap konsentrasi

larutan uji, mengikuti persamaan :

Y = aX + b

Dimana : Y = % peredaman xantin oksidase (absorbansi)

X = log konsentrasi larutan uji

Dari data hasil percobaan kemudian ditentukan IC50 yaitu konsentrasi inhibisi larutan

uji yang mampu meredam 50% enzim xanthin oksidase.

Page 11: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

DAFTRA PUSTAKA

Chen, J.J. et all, 2004. Flavones and Cytotoxic Constituents from the Stem Bark of Mutingia calabura. Department of Pharmacy, Tajen Institute of Technology, Pingtung, Taiwan

Elion G.B., Kovensky A. dan Hitchings G.H., 1966, Metabolic studies of allopurinol an inhibitor of xanthin oxidase. Biochem. Pharm, 15, 863-880

Farnsworth N.R., 1966, Biological and phtyochemical screening of plants, Pharm Sci, 55(3) : 245-264

Fields M., Charles G.L., dan Mark D.L., 1996, Allopurinol, an inhibitor of xanthine oxidase, reduces uric acid levels and modifies the signs associated with copper deficiency in rats fed fructose, Free Radical Biol & Med, 20(4) : 595-600

GAW, Allan et.al. 2005. Clinical biochemistry: an illustrated colour text. ed.3 Edinburgh Churchill : Livingstone

Kaneda, Norito et all. 1991. Plan Anticancer Agents, XLVIII, New Cytotoxic Flavonoids from Muntingia Calabura Roots. Department of Chemistry, Faculty of Science, Mahidol University : Bangkok, thailand

Kong L.d., Zhang Y., Pan X., Tan R.X., dan Cheng C.H.K., 2000, Inhibition of xanthine oxidase by liquiritigenin and isoliquiritigenin isolated from Sinofranchetia chinensis, Cell Mol. Life Sci., 57: 500-505.

Osada Y., Tsuchimoto M., Fukushima H., Takahshi K., Kondo S., Hasegawa M., dan Komoriya K., 1993. Hypouricemic effect of the novel xanthine oxidase inhibitor, TEI-6720, in roddents, Europ Journal of Pharm. 241 : 183-188

Rodwell, V.W. 1997. Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimidin, dalam Murray R. K., Granner, D. K., Mayer, P. A., dan Rodwell, V. W. Biokimia Harper, Edisi 24, 339-426, diterjemahkan oleh Hartono, A., penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Shamley. D. 2005, Pathophysiology an Essential Text for the Allied Health Professions, 198-414. Elsevier Limited : USA.

Shih, et all. 2006. Activation of Nitric Oxide Signaling Pathway Mediates Hypotensive Effect of Mutingia calbura L. (Tiliaceae) Leaf Extract. Department of Pharmacy and Graduate Institute of Pharmaceutical Technology Graduate Institute of Pharmaceutical Technology, Tajen University : Taiwan.

Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. Pradnya Paramita, Jakarta.

Page 12: Revisi 1 (2) Mhs Pkm Kersen

Stryer, Lubert. 2000. Biokimia. Edisi IV, Volume 2. EGC: Jakarta

Su et al. 2003. Activity-guided Isolation of the Chemical Constituents of Muntingia calabura Using a Quinone Reductase Induction Assay. Elsevier Science, 63 (3) : 335-341

Sulistyowati, Veronika Y. 2010. http://digilab.uns.ac.id//abstrak_11917_efek-pemberian-ekstrak-etanol-daun-talok-(muntingia calabura l)-terhadap-kadar-asam-urat-serum-tikus-putih-(ratus norvegicus L.)-galur-wistar hiperurikemia. html.

Tjay, T.H dan Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting, Edisi 5. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.  

Utami, Prapti dan Tim Lentera. 2003. Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes Mellitus. Agro Media Pustaka : Jakarta

Wortmann, R. L. 1998. Gout and Other Disorder of Purin Metabolism, Dalam Principle’s Of Internal Medicine. Edisi XIV, Mc Graw-Hill Companies, USA, 2158-2166,

Zakaria et all. 2006. The In Vitro Antimicrobial Activity of Mutingia Calabura Extracts. School of Biotechnology and Life Science : University industry Selangor, Malaysia.

Zakaria et all. 2007. Antinociceptive, anti-inflammatory and antipyretic effects of Muntingia calabura aqueous extract in animal models. The Japanese Society of Pharmacognosy and Springer

Zakaria et all. 2010. In vitro antimicrobial activity of Mutingia calabura extracts and fraction, Faculty of Medicine and Health Sciences : Universiti Putra Malaysia, 43400 UPM Serdang, Selangor, Malaysia.

Zhu, J.X., Ying W, Ling, D.K., Cheng Y, dan Xin Z, 2004, Effects of Biota orientalis extract and its flavonoid constituents, quercetin and rutin on serum uric acid levels in oxonate-induced mice and xanthine dehydrogenase and xanthine oxidase activities in mouse liver, J. Ethno pharm, 93:133-140.