review pembangunan internasional

11
Review Pembangunan Internasional Denia Ghaisani Awanis/1106016941 Bahan Utama : Zha Daojiong. China's Energy Security : Domestic and International Issues. ------------------------------------------------------------------------------------------------------- Ketahanan dan Keamanan Energi China Tulisan ini akan membahas tentang gejolak ketahanan energi yang terjadi di China. Zha Daojiong dalam jurnal nya yang berjudul China's Energy Security : Domestic and International Issues berargumen bahwa konsumsi energi yang semakin lama semakin tinggi berpotensi menjadi sebuah ancaman utama bagi keamanan energi China. Secara historis, Cina telah sangat mandiri dalam hal energi karena China merupakan negara yang dikaruniai kekayaan sumber daya alam, terutama cadangan sumber-sumber bahan bakar yang berlimpah. Bahkan sejak dekade 1950-an dan 1960-an, Cina sudah berhasil mencapai tahap energy self-sufficient 1 .Suatu kemampuan untuk memenuhi konsumsi energinya sendiri yang diwarisi sejak masa Mao Zedong. Bahkan pada pertengahan dekade 1960-an, Cina telah menjadi negara produsen minyak terbesar di Asia 2 Itulah mengapa dalam beberapa dekade tersebut, isu keamanan energi belum menjadi prioritas atau belum mendapat perhatian serius dalam kebijakan- kebijakan pemerintah atau masyarakat Cina pada umumnya 1 Zha Daojiong. China's Energy Security : Domestic and International Issues. 2010. 2 (Mikkal E. Herberg. Energy: Asia's Energy Insecurity- Cooperation or Conflict dalam Strategic Asia 2004-2005: Confronting Terrorism in the Pursuit Power. hal. 348

Upload: denia-ghaisani-awanis

Post on 10-Apr-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ekopolin

TRANSCRIPT

Page 1: Review Pembangunan Internasional

Review Pembangunan Internasional

Denia Ghaisani Awanis/1106016941

Bahan Utama : Zha Daojiong. China's Energy Security : Domestic and International

Issues.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ketahanan dan Keamanan Energi China

Tulisan ini akan membahas tentang gejolak ketahanan energi yang terjadi di

China. Zha Daojiong dalam jurnal nya yang berjudul China's Energy Security :

Domestic and International Issues berargumen bahwa konsumsi energi yang semakin

lama semakin tinggi berpotensi menjadi sebuah ancaman utama bagi keamanan energi

China. Secara historis, Cina telah sangat mandiri dalam hal energi karena China

merupakan negara yang dikaruniai kekayaan sumber daya alam, terutama cadangan

sumber-sumber bahan bakar yang berlimpah. Bahkan sejak dekade 1950-an dan 1960-

an, Cina sudah berhasil mencapai tahap energy self-sufficient1.Suatu kemampuan

untuk memenuhi konsumsi energinya sendiri yang diwarisi sejak masa Mao Zedong.

Bahkan pada pertengahan dekade 1960-an, Cina telah menjadi negara produsen

minyak terbesar di Asia2 Itulah mengapa dalam beberapa dekade tersebut, isu

keamanan energi belum menjadi prioritas atau belum mendapat perhatian serius

dalam kebijakan-kebijakan pemerintah atau masyarakat Cina pada umumnya sebab

mereka memiliki persepsi bahwa cadangan energi masih dalam kondisi yang cukup

“aman. Hasilnya, Cina mampu memenuhi kebutuhan energi yang tinggi dengan hanya

mengandalkan produksi energi domes-iknya, sehingga dampaknya terhadap pasar

energi global ketika itu juga masih minimal menurut laporan World Energy Outlook

2007. Kemandirian energi bahkan membuat Cina sempat mendapat julukan “New

Saudi Arabia”3 karena banyaknya ladang-ladang minyak yang dimiliki, terutama

ladang minyak di wilayah Daqing.

Namun, Prediksi beberapa pakar bahwa Cina adalah “New Saudi Arabia”

hanya terbukti sebentar saja Anggapan itu telah berakhir setelah Cina mulai

1 Zha Daojiong. China's Energy Security : Domestic and International Issues. 2010.2 (Mikkal E. Herberg. Energy: Asia's Energy Insecurity- Cooperation or Conflict dalam Strategic Asia 2004-2005: Confronting Terrorism in the Pursuit Power. hal. 3483 Vaclay Smil. Energy in Nature and Society : General Energetics of Complex System. 2007. hal.5

Page 2: Review Pembangunan Internasional

menghadapi penurunan kapabilitas untuk mencukupi keperluan energi domestiknya

sendiri4. Situasi ini membuktikan bahwa selama ini Cina tidak pernah benar-benar

mengalami situasi keamanan energi. Dengan kata lain, meskipun beberapa dekade

sebelumnya Cina telah mengalami energy self-sufficient(kecukupan energi), namun

bukan berarti energi Cina juga telah aman. Menurut Zha Daojiong5 :

Energy self-sufficiency is not the same thing as energy security. A country has

meaningful energy security when its management of energy supply and demand

serves the purpose of developing of its economy and society. This was not the

case in China....

Kemerosotan produksi energi Cina yang drastis semakin membuat banyak

pihak sangsi terhadap keamanan energi Cina. Contohnya Vaclay Smil yang

menyatakan bahwa harapan besar tentang prediksi “New Saudi Arabia” itu selama ini

terlalu dibesar-besarkan saja dan kini terbukti mengecewakan setelah melihat adanya

kontradiksi antara kebutuhan energi negara dengan turunnya produksi minyak mentah

dan gas alam Cina6. Juga seperti ditegaskan oleh Zha Daojiong (2006): “the era of

Chinese energy independence is gone, along with the ideology of self-reliance as a

viable guide for energy policymaking.” Karena itulah, kebijakan-kebijakan Cina

selanjutnya sangat dipengaruhi oleh kondisi energinya yang diwarnai oleh ke-

tergantungan besar terhadap bahan bakar untuk proses industri.

Pendapat Smill dan Zha Daojiong di atas terbukti sejak awal tahun 1990-an

ketika produksi minyak Cina mulai merosot sehingga terjadi kesenjangan antara

permintaan dan persediaan serta konsumsi dan produksi energi. Cina tidak dapat

memenuhi permintaan energi domestiknya sendiri sehingga mulai melakukan impor

minyak sejak tahun 1993 dan terus meningkat cepat di tahun-tahun selanjutnya, yang

awalnya sekitar 1% di tahun 1993 meningkat menjadi 48% di tahun 2004 (B. Kong

2008:9).

Kebergantungan terhadap minyak adalah hal yang paling serius di antara

keseluruhan situasi sumber energi Cina yang lain, sebagaimana ditunjukkan oleh

Joseph S.Y.Cheng. Menurut Cheng, impor minyak Cina diperkirakan akan meningkat

4 Vaclay Smil. Energy in Nature and Society : General Energetics of Complex System. 2007. hal. 5-65 Zha Daojiong. China's Energy Security : Domestic and International Issues. 2010.6 Vaclay Smil. Energy in Nature and Society : General Energetics of Complex System. 2007. hal 10.

Page 3: Review Pembangunan Internasional

sekitar 32,34% menjadi 37,02% dari jumlah penggunaan pada tahun 2010 menurut

enam skenario berbeda yang dibuat oleh para akademisi Cina7. Angka ini diprediksi

akan meningkat menjadi sekitar 57,55% hingga 68,36% dari jumlah keseluruhan

penggunaan pada tahun 2020. Laporan dari IEA (dalam Pollack 2008:232) juga

menunjukkan data yang serupa, yaitu bahwa permintaan minyak Cina diperkirakan

akan melonjak 50% di tahun 2030. Kebutuhan minyak Cina kini kebanyakan diimpor

dari Afrika (26%), Timur Tengah (17%), dan Rusia (8%), sementara dari Asia Tengah

diproyeksi akan meningkat hingga 15%.

Cina kemudian menyadari bahwa ia mempunyai ketergantungan pada minyak

dan akhirnya berubah dari eksportir minyak sejak tahun 1960-an menjadi importir

minyak sejak tahun 1993. Situasi energi domestik Cina selanjutnya semakin buruk,

sebab di tahun 2003 China telah melampaui Jepang sebagai konsumen minyak

terbesar kedua di dunia di belakang Amerika Serikat dan menjadi lima besar importir

minyak8. Peningkatan ketergantungan energi terhadap impor minyak merupakan

petunjuk utama berkurangnya keamanan energi Cina9

Perubahan status energi Cina dari negara eksportir menjadi negara importir

minyak mentah di tahun 1993 terjadi karena meningkatnya penggunaan energi Cina

akibat booming pembangunan ekonomi dan pertumbuhan industrinya yang pesat.

Konsumsi energi Cina meningkat drastis dalam sektor industri, pertanian, militer,

transportasi umum, keperluan kantor, maupun untuk masyarakat dan kebutuhan

rumah tangga. Dampaknya, permintaan tenaga oleh pemerintah, industri dan

masyarakat luas terus meningkat secara drastis dari tahun ke tahun sehingga mencapai

tahap yang mengkhawatirkan. Banyak pengamat energi Cina bersepakat bahwa

faktor-faktor tersebut adalah penyebab perubahan status energi Cina, ditambah lagi

dengan kerusakan alam sekitar sehingga banyak ladang-ladang minyak Cina terhenti

produksinya10 Dengan kata lain, rakyat dan pemerintah Cina dianggap gagal

mengontrol penggunaan energinya sehingga berdampak buruk secara internal dan

berimplikasi pada perilaku eksternalnya.

7 Joseph Y.S.Cheng. A Chinese View of China's Energy Security. Journal of Contemporary China. Vol. 17. Issue 55. 2008 hal. 3048 Mikkal E. Herberg. Energy: Asia's Energy Insecurity- Cooperation or Conflict dalam Strategic Asia 2004-2005: Confronting Terrorism in the Pursuit Power.hal. 3489 Susan L Craig. Chinese Perceptions of Traditional And Nontraditional Security Threats. March 2007. hal. 14110 ibid.

Page 4: Review Pembangunan Internasional

Selain gagal dalam pengontrolan penggunaan energi, menurut Daojiong, Cina

kehilangan ketahanan energi nya juga disebabkan karena absennya manajemen

pengaturan energi yang baik11. Sejak tahun 1993, Cina tidak mempunyai ministrial-

level agency yang mengurus segala kebijakan tentang pembangunan energi. Dengan

tidak adanya manajemen pengaturan pengembangan energi yang baik semakin

mempersulit pasar minyak internasional untuk berpartisipasi di dalam pasar energi

Cina, sehingga pasokan energi di Cina terbatas. Dengan demikian, pada tahun 1993

itu juga lah di mulai nya pengurangan ketahanan energi Cina ditunjukan dengan

ketidakmampuan Cina dalam mengatasi kebutuhan energi di wilayah domestik.

Menurut Daojiong, jika Cina ingin mengembalikan ketahanan energi nya,

Cina harus menjadikan isu energi sebagai top policy agenda12 demi mewujudkan

ketahanan energi Cina kembali seperti dulu. Mengutip perkataan Daojiong bahwa :

"Chinese government must learn how to guide its various vested interests in

the domestic energy market for its announced policy goals to be succesful. It is fair ro

say that the threat from ineffective energy industry governance is probably as great as

that from the international energy market"

Diakhir tulisan nya, Daojiong memberikan beberapa argumen, yang pertama,

Untuk mengurangi inefisiansi energi, Cina membutuhkan instrumen kebijakan dan

mekanisme yang baik dalam menangani industri energi. Karena menurut Daojiong

tanpa adanya improvement yang signifikan dari pemerintah Cina sendiri, China tidak

akan bisa keluar dari situasi kelangkaan energi. Daojiong berpendapat bahwa

gangguan struktural berasal tidak hanya dari badan sentral yang menyusun kebijakan

energi itu, tetapi juga terletak pada kebijakan energi itu sendiri. Sejak tahun 1955

hingga 2005 ,pemerintah China beberapa kali mereformasi badan pembuat kebijakan

energinya. Proses reformasi ini membawa konsekuensi serius yakni tumpang tindih

otoritas dalam kebijakan energi13. Persoalan ini diperparah dengan kekosongan

otoritas tunggal yang merencanakan kebijakan energi sejak tahun 1993. Akibatnya,

banyak kebijakan energi yang belum terimplementasi sepenuhnya ditambah

pemerintah china lebih mengedepankan pencapaian stabilitas politik dan sosial

sebagai agenda utama dibandingkan merumuskan kebijakan untuk mengatasi

persoalan energi.14

11 Zha Daojiong. China's Energy Security : Domestic and International Issues. 2010.12 ibid.13 ibid.14 Zha Daojiong. China's Energy Security : Domestic and International Issues. 2010.

Page 5: Review Pembangunan Internasional

Yang kedua, Daojiong mengatakan bahwa ancaman utama bagi ketahanan

energi Cina bukan berasal dari ketergantungan akan sumber daya energi yang berasal

dari asing melainkan berasal dari konsumsi energi yang semakin besar tanpa adanya

kebijakan efisiensi energi. Karena dengan penggunaan konsumsi energi yang tidak

efisien membuat Cina membutuhkan pasokan energi yang lebih banyak, dan

terkadang dalam mendapatkan kebutuhan suplai energi nya, Cina bertindak agresif

bahkan sampai berujung konflik sehingga komunitas internasional berharap Cina

bersikap tanggung jawab dan politically acceptable dalam mencapai suplai energi nya

tanpa merugikan negara tetangga nya.

Apabila Daojiong mengatakan bahwa ancaman ketahanan energi Cina berasal

dari buruknya manajemen kebijakan pengembangan Energi, Stein Tonnesson dan

Ashild Kolas mengatakan hal yang cukup berbeda. Tonnesson dan Kolas mengatakan

bahwa sumber ketidakamanan energi pada Cina terletak pada gangguan eksternal15.

Gangguan eksternal yang diungkapkan Tonnesson dan Kolas antara lain: yang

pertama, hambatan eksploitasi sumber-sumber minyak domestik dan transportasi

energi ke wilayah dengan permintaan yang tinggi, Sarana infrastruktur dan jalan yang

kurang memadai menjadi kendala utama menyalurkan sumber energi ke kota-kota

dengan tingkat permintaan energi yang tinggi16. Kedua, pertambahan jumlah pemilik

kendaraan menyumbang peningkatan konsumsi bahan bakar minyak. Ketiga,

keamanan energi Cina juga dapat terancam jika ada gangguan jalur transportasi laut

yang dilalui oleh kapal-kapal minyak China. Keempat, pengaruh kuat Amerika

Serikat di negara-negara produksi minyak seperti wilayah Timur Tengah dan selat

Taiwan dapat dijadikan alat politis untuk menekan Cina. Sebagian besar sumber

minyak domestik China didatangkan melalui kapal tanker yang harus melewati jalur

laut yang didominasi oleh AS dan Jepang. Gangguan suplai potensial terjadi jika AS

dan Jepang menginterupsi jalur strategis tersebut untuk mengancam China. Faktor

terakhir menurut Tonnesson dan Kolas yaitu komposisi sumber energi China saat ini

mayoritas berasal dari timur tengah. perubahan politik yang menjadi sumber

ketidakstabilan politik di timur tengah merupakan proses yang akan memakan waktu.

Hal ini yang kemudian menginisiasi China untuk mencari cadangan strategis energi

dengan cara memperoleh suplai dari kawasan lain.

15 Stein Tonnesson & Ashild Kolas. Energy Security in Asia: China, India, Oil and Peace. International Peace Research Institute. April 2006. 16 ibid.

Page 6: Review Pembangunan Internasional

Setelah adanya paparan tersebut,dapat dibandingkan bahwa analisis faktor

yang mengancam ketahanan energi Cina menurut Daojiong lebih ke masalah

struktural seperti masalah kebijakan pemerintahan tentang pengembangan energi yang

bermasalah, namun Tonnesson dan Kolas berargumen bahwa ada unsur eksternal di

luar negara Cina yang menghambat ketahanan energi china.

Argumen Daojiong didasarkan pada fakta sejarah. Selama dua dekade,menurut

Daojiong, tidak ada kendala politis yang menghalangi akses impor minyak China

seperti yang dikatakan oleh Tonnesson dan Kolas. Daojiong juga mengatakan bahwa

tidak adanya ancaman serius pada jalur transportasi. Walaupun demikian, Daojiong

menambahkan bahwa tidak menutup kemungkinan adanya ancaman-ancaman lain

yang bersifat struktural. Tulisan Daojiong ini patut diapresiasi karena memberikan

pandangan baru dalam kerangka ketidakamanan energi Cina yang menarik dibahas

saat ini. Satu hal utama yang tulisan ini telaah menjadi salah satu argumen utama

Daojiong adalah tumpang tindih otoritas karena pergantian badan pembuat kebijakan

menandakan struktur sistem energi China yang masih belum siap bersaing secara

internasional.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik lima

kesimpulan. Pertama, Cina menghadapi tantangan besar dalam melanjutkan

momentum kebangkitan ekonominya untuk menjadi negara adidaya di masa depan.

Tantangan itu adalah ketidakseimbangan jumlah produksi sumber energi yang sangat

sedikit dengan jumlah konsumsi yang amat tinggi. Akibatnya, Cina sangat tergantung

pada pasokan energi dari luar untuk mencukupi kebutuhan konsumsi domsetik,

terutama di sektor minyak dan gas.Kedua, untuk mengatasi tantangan itu, Cina aktif

berburu minyak dan gas ke seluruh dunia dengan mendorong perusahaan-

perusahaannya untuk berinvestasi di ladang-ladang minyak dan gas di berbagai negara

serta menjalin kemitraan untuk membangun jalur pipa yang menghubungkan ladang

minyak dan gas di negara kaya energi dengan daratan Cina. Investasi diarahkan ke

negara-negara di Timur Tengah, Amerika Latin, dan Afrika yang berseberangan

dengan AS seperti Iran, Venezuela, dan Sudan. Kemitraan untuk jalur pipa minyak

dikonsentrasikan ke negara-negara tetangga yang memiliki energi berlimpah seperti

Kazakhstan dan Rusia.Ketiga, tantangan ketika berinvestasi adalah ancaman

tersendatnya pengiriman minyak ke Cina karena melewati lautan yang dikuasai

angkatan laut AS sebagai kompetitor utama. AS yang merasa terancam oleh Cina

dapat sewaktu-waktu mengganggu distribusi minyak impor ke Cina jika terjadi krisis

Page 7: Review Pembangunan Internasional

di Semenanjung Taiwan atau jika konflik di antara kedua negara semakin memanas.

Keempat, tantangan pembangunan jalur pipa minyak adalah agresifitas Jepang yang

juga berburu minyak di kawaan yang sama dengan Cina dan ketidakpercayaan Rusia

kepada Cina karena negara ini dipandang sebagai ancaman Rusia yang juga

berkeinginan bangkit sebagai salah satu negara besar. Karena itu, Cina praktis hanya

bisa mengandalkan Kazakhstan untuk menjamin keamanan energinya.Kelima, krisis

energi yang dialami Cina tampaknya dimanfaatkan para kompetitornya untuk

menghambat pertumbuhan ekonomi negara ini. AS dan Jepang sebagai negara yang

juga membutuhkan energi berkepentingan agar Cina tetap kesulitan dalam memenuhi

kebutuhan energinya. Sebab, jika hal itu terjadi, jalan Cina menuju kebangkitan dapat

ditangkal agar tidak semakin pesat, bahkan dapat dihentikan jika AS dan Jepang

mampu menutup pintu-pintu masuknya minyak ke Cina. Konstelasi geoekonomi

minyak di masa depan akan diramaikan oleh tiga kekuatan ekonomi dunia ini.

Mencermati masalah energi yang dihadapi Cina serta upaya-upaya yang dilakukan AS

dan Jepang dalam melawan negara ini, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya

kebangkitan Cina sesungguhnya tidak bergerak dalam sebuah topangan yang kokoh

sehingga tampak rapuh dalam perjalanannya.