resume impaksi perikoronitis.docx

5
impaksi (impacted) yang memiliki pengertian bahwa jalur erupsi gigi tersebut terhalang (MacGregor, 1985). Gigi impaksi disebut impaksi penuh (completed impacted) apabila seluruh gigi tertutupi oleh jaringan lunak dan sebagian atau seluruhnya tertutup oleh tulang di dalam alveolus, erupsi sebagian (partially erupted) bila gigi tidak dapat erupsi sempurna dalam posisi normal fungsionalnya, dan ankilosis (ankylosed) bila menyatu dengan tulang alveolar (Faculty of Dental Surgery RCS, 1997). Perikoronitis merupakan inflamasi (peradangan) di sekitar mahkota gigi. Perikoronitis terjadi pada tahap erupsi saat folikel gigi terbuka dan berkontak dengan cairan rongga mulut. Seringkali gigi hanya erupsi sebagian tetapi dalam banyak kasus mahkota gigi tidak terdeteksi di dalam mulut walau menggunakan alat probe sekalipun (MacGregor, 1985). Perikoronitis umum terjadi pada daerah gigi molar ketiga bawah yang mengalami impaksi (Gutierrez-Perez, 2004; MacGregor, 1985; Juniper dan Parkins, 1996; Oviechina dkk., 2001). GEJALA Biasanya bila terjadi perikoronitis timbul pembengkakan kelenjar limfa di dekat sudut rahang bawah, di bawah dagu (submental) dan di bawah rahang bawah (submandibular). Apabila terdapat pireksia (demam) maka perlu diberikan antibiotik sistemik. Obat-obat topikal dapat dioleskan pada daerah yang sakit dan hal ini cukup membantu (Juniper dan Parkins, 1996). Perikoronitis biasanya menunjukkan gejala- gejala seperti rasa sakit atau tenderness pada gingiva atau tulang rahang, rasa yang tidak enak pada waktu menggigit atau pada daerah sekitarnya. Pada gigi yang tidak tumbuh tampak celah, nafas yang tidak enak, gingiva disekitar gigi impaksi berwarna merah dan bengkak, kadang-kadang terjadi pembesaran limfonodi, dan kesulitan untuk membuka mulut, serta sakit kepala atau sakit pada rahang yang berkepanjangan. Penampakan klinis perikoronitis dan komplikasi yang ditimbulkannya menunjukkan bahwa bakteri terlibat dalam patologi perikoronitis dan hal ini didukung oleh keberhasilan pemberian antibiotik jangka pendek dalam pengobatan perikoronitis. Keadaan

Upload: cusna-s-denfast

Post on 13-Feb-2015

88 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: RESUME IMPAKSI PERIKORONITIS.docx

impaksi (impacted) yangmemiliki pengertian bahwa jalur erupsi gigi tersebut terhalang (MacGregor, 1985). Gigi impaksi disebut impaksi penuh (completed impacted) apabila seluruh gigi tertutupi oleh jaringan lunak dan sebagian atau seluruhnya tertutup oleh tulang di dalam alveolus, erupsi sebagian (partially erupted) bila gigi tidak dapat erupsi sempurna dalam posisi normal fungsionalnya, dan ankilosis (ankylosed) bila menyatu dengan tulang alveolar (Faculty of Dental Surgery RCS, 1997).

Perikoronitis merupakan inflamasi (peradangan) di sekitar mahkota gigi. Perikoronitis terjadi pada tahap erupsi saat folikel gigi terbuka dan berkontak dengan cairan rongga mulut. Seringkali gigi hanya erupsi sebagian tetapi dalam banyak kasus mahkota gigi tidak terdeteksi di dalam mulut walau menggunakan alat probe sekalipun(MacGregor, 1985). Perikoronitis umum terjadi pada daerah gigi molar ketiga bawah yang mengalami impaksi (Gutierrez-Perez, 2004; MacGregor, 1985; Juniper dan Parkins, 1996; Oviechina dkk., 2001).

GEJALABiasanya bila terjadi perikoronitis timbul pembengkakan kelenjar limfa di dekat sudut rahang bawah, di bawah dagu (submental) dan di bawah rahang bawah (submandibular). Apabila terdapat pireksia (demam) maka perlu diberikan antibiotik sistemik. Obat-obat topikal dapat dioleskan pada daerah yang sakit dan hal ini cukup membantu (Juniper dan Parkins, 1996).

Perikoronitis biasanya menunjukkan gejala- gejala seperti rasa sakit atau tenderness pada gingiva atau tulang rahang, rasa yang tidak enak pada waktu menggigit atau pada daerah sekitarnya. Pada gigi yang tidak tumbuh tampak celah, nafas yang tidak enak, gingiva disekitar gigi impaksi berwarna merah dan bengkak, kadang-kadang terjadi pembesaran limfonodi, dan kesulitan untuk membuka mulut, serta sakit kepala atau sakit pada rahang yang berkepanjangan.Penampakan klinis perikoronitis dan komplikasi yang ditimbulkannya menunjukkan bahwa bakteri terlibat dalam patologi perikoronitis dan hal ini didukung oleh keberhasilan pemberian antibiotik jangka pendek dalam pengobatan perikoronitis. Keadaan gigi impaksi yang khas cenderung menyebabkan terjadinya kontaminasi oleh debris makanan dan mikroorganisme (MacGregor, 1985).

PERAWATAN PERIKORONITIS

Pengobatan perikoronitis dapat bersifat symptomatis, antimikrobial dan surgikal (Gutierrez-Perez, 2004).

Apabila terdapat keterlibatan secara sistemik maka diperlukan penggunaan antibiotik. Penisilin merupakan pilihan utama dan metronidazole merupakan alternatif yang memadai (MacGregor, 1985). Amoxicillin dan pristinamycin merupakan obat paling efektif terhadap bakteri aerob sedangkan metronidazole atau kombinasinya dengan spiramycin merupakan obat paling efektif terhadap bakteri anaerob obligat (Sixou dkk., 2003). Keys dan Bartold (2000) memilih metronidazole sebagai pilihan ideal pengobatan perikoronitis.

Jika gigi yang impaksi ingin dipertahankan (perawatan secara konservatif) maka perikoronitis yang terjadi dirawat berdasarkan keterlibatan sistemik yang dialami pasien. Gejala-gejala lokal

Page 2: RESUME IMPAKSI PERIKORONITIS.docx

ringan tanpa limfadenitis yang teraba atau peningkatan suhu tubuh dapat diatasi dengan penanganan secara lokal. Asam triklorasetat(trichloracetic acid) merupakan senyawa kaustik yang populer digunakan namun hampir semua senyawa sejenis dapat digunakan (MacGregor, 1985).Irigasi dapat dilakukan di bawah gusi yang bengkak. Hal ini kadang sukar dilakukan bila terjadi trismus yangparah. Pemberian asam triklorasetat harus selalu dinetralisir dengan gliserin agar tidak menciderai pasien (Juniper dan Parkins, 1996).Debris makanan yang ada harus dihilangkan (debridement) dan perlu dilakukan drainase bila dijumpai pus. Irigasi juga dapat dilakukan menggunakan 0,12% klorheksidin (Mansour dan Cox, 2006) dan kumur-kumur dengan air garam hangat (Wetherell dkk., 2001).

Apabila gigi impaksi akan dicabut maka perlu ditentukan waktu yang tepat untuk pencabutan. Sebelum era antibiotik para praktisi meyakini bahwa inflamasi harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum melakukan operasi

PASCA OPERASI

Respon tubuh yang biasa terjadi pasca operasi adalah pembengkakan dan trismus (kesulitan membuka mulut). Pembengkakan dapat dikurangi dengan kompres dingin pada daerah pipi atau lokasi lain di sekitar daerah operasi namun pada saat pembengkakan baru mulai terjadi perlu dilakukan kompres hangat untuk mempercepat proses mobilisasi cairan radang. Komplikasi lain yang mungkin timbul pasca operasi adalah perdarahan, dry socket, rasa nyeri, dehisensi, fraktur Angulus Mandibula pada odontektomi molar ketiga bawah, cedera saraf gigi bawah (nervus alveolaris inferior) atau nervus mentalis pada odontektomi gigi molar dan premolar bawah, oroantral fistula pada odontektomi molar dan premolar atas, dan oronasal fistula pada odontektomi insisivus dan kaninus atas (Usri dkk, 2006).

KOMPLIKASI PERDARAHANPerdarahan

Pasien dengan gangguan pembekuan darah sangatlah jarang ditemukan, kebanyakan adalah individu dengan penhyakit hati, misalnya seorang alkoholik yang menderita sirosis, pasien yang menerima terapi antikoagulan, atau pasien yang mengkonsumsi aspirin dosis tinggi atau agen antiradang nonsteroid. Semua itu mempunyai resiko perdarahan.

Pembedahan merupakan tindakan yang dapat mencetuskan perdarahan, untuk penderita dengan kondisi yang normal, perdarahan yang terjadi dapat ditangani. Hal yang berbeda dapat terjadi apabila pasien mengalami gangguan sistem hemostasis, perdarahan yang hebat dapat terjadi dan sering mengancam kelangsungan hidupnya.

Etiologi Perdarahan

Faktor lokal dapat berupa kesalahan dari operator ataupun juga kesalahan yang dilakukan oleh pasien ekstraksi sendiri. Faktor lokal akibat kesalahan operator dapat berupa trauma yang

Page 3: RESUME IMPAKSI PERIKORONITIS.docx

berlebihan (pada jaringan lunak khususnya) akibat tindakan ekstraksi yang dilakukan secara tidak hati-hati atau traumatik.6,10 Sedangkan faktor lokal yang diakibatkan oleh kesalahan pasien dapat berupa tidak dipatuhinya instruksi pasca ekstraksi oleh pasien, tindakan pasien seperti penekanan socket dengan menggunakan lidah atau kebiasaan pasien menghisap-hisap area socket gigi, serta kumur-kumur yang berlebihan oleh pasien pasca ekstraksi.

. Faktor sistemik ini merupakan keadaan pasien dengan kelainan-kelainan sistemik tertentu, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan, seperti pasien dengan kelainan hemoragik, seperti: hemofilia atau terjadi gangguan pembekuan darah; pasien Diabetes Mellitus, pasien dengan hipertensi, pasien dengan kelainan kardiovaskular; pasien dengan penyakit hati dan menderita sirosis; pasien yang sedang menkonsumsi obat-obatan anti-koagulan; atau pasien yang sedang mengkonsumsi agen-agen nonsteroid.

Tata Laksana PerdarahanApabila terjadi perdarahan ringan dalam kurun waktu 12 – 24 jam setelah pencabutan gigi, dapat dilakukan penekanan oklusal dengan menggunakan kasa. Dengan demikian perdarahan dapat dikontrol dan juga dapat merangsang pembentukan bekuan darah yang stabil.3 Pasien tidak diperkenankan untuk berkumur-kumur selama 6 jam setelah operasi, karena berkumur akan menghancurkan bekuan darah, terutama bekuan darah yang belum sempurna terbentuk dan akan mengakibatkan perdarahan.

Namun, apabila perdarahan cukup banyak, lebih dari 1 unit (450 ml) pada 24 jam pertama pada pasien dewasa, harus dilakukan pemeriksaan sesegera mungkin. Tenangkan pasien, periksa tanda-tanda vital yang meliputi denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah.Setelah dilakukan observasi pada pasien, apabila pasien dinilai stabil, perhatikan bagian yang mengalami perdarahan. Apabila bagian yang mengalami perdarahan telah ditemukan, lakukan anastesi lokal agar perawatan tidak terasa sakit. Vasokonstriktor yang digunakan pada obat anastesi hanya boleh sedikit saja (1:100,000 epinefrin).5,11 Setelah itu, bekuan darah yang ada dibersihkan dan bagian tersebut diperiksa apakah perdarahan berasal dari gingiva (jaringan lunak), dinding tulang, atau keduanya. Perdarahan dari gingiva dapat dikontrol denganmenjahit tepi atau margin luka. Apabila perdarahan bersumber dari tulang maka soket diisi dengan spons gelatin atau oxidized cellulose gauze, material yang dapat diabsorbsi, seperti gelfoam dan kemudian dijahit. Kemudian kasa yang besar ditempatkan diatas soket kemudian dilakukan tekanan selama 15 hingga 30 menit.Apabila perdarahan telah berhenti, kasa dipindahkan kemudian lakukan observasi pada pasien selama 10-15 menit untuk melihat apakah terjadi perdarahan kembali.

Jika pasien syok, yang ditandai dengan kehilangan kesadaran, berkeringat dengan denyut yang lemah dan cepat serta pernapasan yang dangkal dan cepat, disertai dengan turunnya tekanan darah, pasien harus sesegera mungkindimobilisasikan ke rumah sakit terdekat.Apabila dari riwayat kesehatan pasien dicurigai terdapat penyakit tertentu, sebaiknya menghubungi dokter yang sebelumnya melakukan perawatan sebelum pasien dilakukan operasi. Selain itu juga dapat dilakukan berbagai macam tes laboratorium untuk mengetahui bagaimana mekanisme pembekuan darah pada pasien. Tes tersebut dapat berupa tes waktu perdarahan, hitung platelet, waktu, protrombin, atau waktu paruh tromboplastin. Jika diketahui terdapat gangguan dalam mekanisme pembekuan darah pada pasien, maka dokter gigi perlu mengkonsultasikan hal tersebut dengan dokter spesialis.