resume hasil pemeriksaan pt per modal an nasional madani2

Upload: dianherdiana2

Post on 17-Jul-2015

305 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RESUME HASIL PEMERIKSAAN PT PERMODALAN NASIONAL MADANI DI JAKARTA, MEDAN, BANDUNG DAN DENPASAR Berdasarkan surat tugas BPK RI Nomor. 37/ST/VII-XV.3/6/2006 tanggal 21 Juni 2006, BPK RI telah memeriksa pendapatan usaha, penyaluran kredit program, penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah serta tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK-RI pada PT Permodalan Nasional Madani yang selanjutnya disebut PT PNM tahun buku 2005 dan 2006 (semester I). Pemeriksaan dilakukan untuk menilai apakah entitas yang diaudit telah mematuhi persyaratan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang menjadi sasaran pemeriksaan, sistem pengendalian intern telah dirancang dan dilaksanakan secara memadai untuk mencapai tujuan pengendalian. Kondisi dan perkembangan perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Laporan keuangan PT PNM untuk tahun 2004 dan 2005 telah diperiksa KAP Aryanto Amir Jusuf & Mawar dengan opini Wajar dengan paragraf penjelasan. 2. Aset yang dikelola oleh PT PNM per 31 Desember 2004 dan 2005 adalah sebesar Rp2.016.738,50 juta dan Rp2.005.593,01 juta. 3. Laba (rugi) setelah pajak PT PNM tahun 2004 dan 2005 adalah sebesar Rp58.694,37 juta dan Rp40.573,23 juta. 4. Pendapatan PT PNM tahun 2004 dan 2005 adalah sebesar Rp178.967,57 juta dan Rp.176.906 juta. 5. Tingkat kinerja perusahaan yang dihitung berdasarkan SK Menteri BUMN No.KEP-100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 adalah di tahun 2004 sebesar 105,11 dengan klasifikasi Sehat dan tahun 2005 sebesar 103,95 dengan klasifikasi Sehat. Pokok-pokok hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan usaha Realisasi pendapatan usaha tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp176.906,76 juta dan Rp86.000,00 juta atau 94,42% dan 82,30% dari anggaran masing-masing sebesar Rp187.364,00 juta dan Rp104.500,00 juta. Pemeriksaan atas pendapatan usaha dilakukan secara uji petik yaitu tahun 2005 dan 2006 (semester I) sebesar masing-masing sebesar Rp21.103,68 juta dan Rp10.569,06 juta atau 11,93% dan 12,29% dari realisasi masing-masing sebesar Rp176.906,76 juta dan Rp86.000,00 juta. Pemeriksaan atas pendapatan usaha menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku yaitu pemberian pinjaman Sub Ordinate Loan (SOL) sebesar Rp 95.000,00 juta Kepada PT PNM Venture Capital berpotensi merugikan PT PNM sebesar Rp18.378,38 juta. 2. Penyaluran Kredit Program Realisasi penyaluran kredit program tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp208.753,02 juta dan Rp87.639,94 juta atau 112,84% dan 100,16% dari anggaran masing-masing sebesar Rp185.000,00 juta dan Rp87.500,00 juta. Pemeriksaan atas penyaluran kredit program dilakukan secara uji petik yaitu tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp100.510,00 juta dan Rp11.590,00 juta atau 48,14% dan 13,22% dari realisasi masing-masing sebesar

Rp208.753,02 juta dan Rp87.639,94 juta. Pemeriksaan atas penyaluran kredit program menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku sebagai berikut: a. Pembiayaan kepada PT Bank Unibank Tbk tidak sesuai dengan ketentuan dan merugikan PT PNM sebesar Rp4.853,19 juta b. Terdapat dana menganggur (idle) dalam pembiayaan Kredit Program pada BPD NTB yang tidak ditarik oleh PT PNM. 3. Penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah Realisasi penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp227.929,50 juta dan Rp107.899,00 juta atau 111,19% dan 84,96% dari anggaran masing-masing sebesar Rp205.000,00 juta dan Rp127.000,00 juta. Pemeriksaan atas penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah dilakukan secara uji petik yaitu tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp59.000,00 juta dan Rp8.400,00 juta atau 25,88% dan 7,78% dari realisasi masingmasing sebesar Rp227.929,50 juta dan Rp107.899,00 juta. Pemeriksaan atas penyaluran kredit program menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku sebagai berikut: a. Pembiayaan dana Surat Utang Pemerintah (SUP) kepada Koperasi Pegawai Kantor Pusat PT Pos Indonesia (Koppos) sebesar Rp10.000.,00 juta tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian. b. Restrukturisasi Pembiayaan kepada Koppos sebesar Rp7.972,86 juta tidak sesuai ketentuan c. Pemberian fasilitas tambahan pembiayaan dana Surat Utang Pemerintah kepada Koperasi Pengangkutan Umum Binjai (KPUB) sebesar Rp4.785,00 juta tidak sesuai ketentuan dan berpotensi menimbulkan kerugian. d. Penyelesaian pembiayaan bermasalah (macet) sebesar Rp4.232,67 juta kepada KPUB tidak sesuai ketentuan dan berlarut-larut. e. Pembiayaan kepada Koperasi Serba Usaha Tri Anugrah Citra di PT PNM Cabang Menado macet dan berpotensi rugi minimal sebesar Rp1.174,56 juta. f. Pembiayaan SUP Madani kepada Kopegtel Kandatel Bandung sebesar Rp10.000,00 juta belum sepenuhnya sesuai ketentuan. g. Pemberian pembiayaan kepada Usaha Simpan Pinjam Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) sebesar Rp6.600.,00 juta tidak sesuai ketentuan. h. Pemberian fasilitas pembiayaan Pengusaha Kecil Mikro (PMK) Madani sebesar Rp5.000.,00 juta kepada Koperasi Karyawan Biofarma tidak sesuai ketentuan. i. PT PNM Medan berpotensi menderita kerugian Rp191,55 juta dan tidak menerima penghasilan bunga sebesar Rp51,27 juta atas piutang macet Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi. j. Terdapat pembiayaan kepada Koperasi Seba Usaha (KSU) Permai Perdana Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP) sebesar Rp400,00 juta yang berpotensi macet. k. Penetapan tingkat suku bunga SUP dalam perjanjian Pemerintah RI dengan PT PNM merugikan untuk pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK). l. Terdapat penyaluran pinjaman kepada usaha kecil dan mikro (end user) yang tidak sesuai dengan ketentuan proporsi penyalurannya. m. Terdapat Pembiayaan kepada beberapa debitur (end user) melalui lembaga keuangan pelaksana tidak sesuai dengan ketentuan.

n. Cessie piutang yang dijadikan jaminan oleh lembaga keuangan pelaksana kepada PT PNM tidak sesuai ketentuan. o. Pembiayaan kepada PNM BMT tidak sesuai ketentuan. p. Pemberian fasilitas pembiayaan SUP syariah dari PT PNM kepada koperasi dan BPRS belum memenuhi ketentuan pembiayaan syariah. q. Pemberian fasilitas pembiayaan PMK Madani kepada Kopkar Manunggal Karsa dan PD BPR Blubur Limbangan tidak memiliki jaminan yang cukup. r. Terdapat tunggakan pokok sebesar Rp8.824,68 juta dan tunggakan margin sebesar Rp5.298,91 juta atas fasilitas pembiayaan kepada Koperasi Pasar Muka Amanah. 4. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI. Untuk lebih jelasnya temuan dan saran BPK RI dapat dibaca dalam hasil pemeriksaan BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Penanggung Jawab, Drs Aloysius Nugroho NIP. 140058218 3 HASIL PEMERIKSAAN PADA PT PERMODALANAN NASIONAL MADANI DI JAKARTA, MEDAN, BANDUNG DAN DENPASAR I. Gambaran Umum A. Tujuan Pemeriksaan Untuk menilai kewajaran-kewajaran nilai besaran dari pendapatan dan investasi serta kepatuhan terhadap peraturan perundangan dalam rangka klarifikasi kebenaran informasi-informasi adanya berbagai penyimpangan. B. Sasaran Pemeriksaan Sasaran Pemeriksaan terhadap PT Permodalan Nasional Madani (PT PNM) adalah : 1. Pendapatan usaha; 2. Penyaluran Kredit Program; 3. Penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah; 4. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI. C. Metode Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan analisa serta menguji sejumlah transaksi tertentu dan menguji kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku serta pengendalian intern dari entitas yang diperiksa. D. Jangka Waktu Pemeriksaan Pemeriksaan dilaksanakan terhadap PT PNM Kantor Pusat di Jakarta dan Kantor Cabang di Jakarta, Denpasar, Medan dan Bandung, sejak tanggal 3 Juli sampai dengan tanggal 5 September 2006. E. Uraian Singkat mengenai Entitas yang diperiksa 1. Pendirian Perusahaan PT Permodalan Nasional Madani (PT PNM) didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 1999 tanggal 25 Mei 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) dalam rangka pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi. Selanjutnya PT PNM didirikan berdasarkan Akte Notaris Ida Sofia, SH Nomor 1 tanggal 1 Juni 1999 yang telah diubah dengan Ake Notaris Nanda Fauz Iwan, SH Nomor 37 tanggal 27 Agustus 2004.

2. Tujuan Perusahaan Berdasarkan Akte Pendiriannya maksud dan tujuan perusahaan adalah turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di bidang pemberdayaan dan pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah dengan menerapkan prinsip-prinsip perseroan terbatas. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, PT PNM menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha yaitu jasa pembiayaan termasuk kredit program dan jasa manajemen untuk pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah serta kegiatan usaha lainnya guna menunjang kegiatan pelaksanaan tersebut di atas. 3. Organisasi a. Manajemen Susunan direksi PT PNM berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN No. KEP-176/M-PBUMN/1999 adalah sebagai berikut : 4 1) Direktur Utama : Ir. B. S. Kusmuljono, MBA 2) Direktur Bisnis I : Erwin Mardjuni, SE 3) Direktur Bisnis II : Abdul Salam, SE, MM 4) Direktur Bisnis III : Aries Muftie SE, SH, MH 5) Direktur Keuangan & SDM : Ir. Adil Tobing SE, MM 6) Direktur Operasi : Drs. Wiwin P. Soedjito, MBA Sesuai dengan keputusan Menteri tersebut, periode jabatan dari masing-masing direksi PT PNM telah habis masa waktunya yaitu pada tahun 2004. Sampai dengan Mei 2006 belum ada keputusan Menteri BUMN untuk memperpanjang masa jabatan direksi PT PNM. Disamping itu Direktur Utama dan Direktur Bisnis III sudah tidak aktif lagi di PT PNM. Sedangkan susunan manajemen terdiri dari : 1) Kepala Urusan Sekretaris Perusahaan dan Perencanaan 2) Kepala Urusan SPI dan Manajemen Mutu (MMT) 3) Kepala Grup Pembiayaan, Jasa Manajemen Regional I 4) Kepala Grup Pembiayaan, Jasa Manajemen Regional II 5) Kepala Grup Kredit Program, Pengembangan Usaha & Unit Usaha Syariah 6) Kepala Urusan Sumber Daya Manusia 7) Kepala Urusan Keuangan 8) Kepala Urusan Manajemen Resiko & Remedial 9) Kepala Urusan Manajemen Pendukung Teknologi & Operasi 10) Kepala Urusan Manajemen Pendukung Infrastuktur b. Organisasi Struktur Organisasi PT Permodalan Nasional Madani ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Direksi No No. SK-016/DIR-PNM/IV/2005 tanggal 19 April 2005, terdiri dari : 1) Kantor Pusat berkedudukan di Jakarta; 2) Kantor Cabang dan Perwakilan, berkedudukan di daerah-daerah terdiri dari 13 Kantor Cabang. Struktur organisasi Kantor Pusat antara lain : 1) Dewan Komisaris; 2) Dewan Direksi; 3) Urusan/Grup;

4) Deputi Struktur organisasi Kantor Cabang yaitu : 1) Kepala Cabang; 2) Kasie Supporting 3) Kasie Pembiayaan 4) Kasie Jasa Manajemen 4. Kondisi dan Perkembangan Perusahaan selama tiga tahun terakhir a. Opini Auditor Independen Tahun KAP Opini 2003 Amir Abadi Jusuf dan Aryanto WTPDPP*) 2004 Aryanto Amir Jusuf dan Mawar WTPDPP 2005 Aryanto Amir Jusuf dan Mawar WTPDPP *) Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan b. Perkembangan Aktiva, Ekuitas dan Laba/Rugi untuk tahun 2004, 2005 dan 2006 (Semester I) sebagai berikut : (dalam juta rupiah) No Uraian 2004 2005 2006 (Semester I) Perkembangan (%) 2004-2005 2005-2006 1 1. 2. 3. 4. 5. 2 Total Aktiva Total Ekuitas Laba Sbl.Pajak ROE ROA 3 2.016.738,49 421.943,35 80.903,54 19,17% 4,01% 4 2.005.593,02 429.318,28 54.511,90 12,70% 2,72% 5 2.109.549,61 456.296,56 25.300,00 11,09% 2,40% 6=(4-3)/3 (0,55) 1,75 (32,62) (33,75) (32,17) 7=(5-4)/4 5,18 6,28 (53,59) (12,68) (11,76) Dari daftar di atas diketahui bahwa :

Aktiva dari tahun 2004 s.d. 2005 relatif stabil, penurunan yang terjadi tidak signifikan. Aktiva per 2006 (semester I) meningkat cukup signifikan. Ekuitas juga meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan laba sebelum pajak tahun 2005 turun signifikan sebesar 32,62% dari tahun sebelumnya. ROE dan ROA cenderung turun dari tahun 2004 s.d. 2006 (semester I). c. Perkembangan pendapatan usaha dari penyaluran dana Anggaran dan realisasi pendapatan usaha terlihat pada tabel berikut : (dalam juta rupiah) Pendapatan Usaha Kredit Program Dana SUP Dana Equity Jasa Manajemen Jumlah Tahun 2005 Anggaran 86.952,72 78.353,20 70.372,79 23.976,00 259.654,71 Tahun 2006 (s.d semester I) (%) 103,32 36,36 24,57 76,95 59,33 Real 89.836,59 28.491,45 17.288,48 18.448,63 154.065,15 Anggaran 37.700,00 21.000,00 12.400,00 8.700,00 79.800,00 Real 44.200,00 16.800,00 12.100,00 2.400,00 75.500,00 (%) 117,24 80,00 97,58 27,59 94,61 Anggaran dan realisasi penyaluran kegiatan usaha sebagai berikut : (dalam juta rupiah) Penyaluran Kredit Program Dana SUP Dana Equity Jumlah Tahun 2005 Anggaran 185.000,00 108.000,00 97.000,00 390.000,00 Tahun 2006 (s.d semester I) (%) 112,84 107,24 115,58 111,97 Real 208.753,02 115.817,00 112.112,50 436.682,52 Anggaran

87.500,00 93.000,00 27.000,00 207.500,00 Real 87.639,94 61.269,00 46.630,00 195.538,94 (%) 100,16 65,88 172,70 94,24 Dari tabel di atas diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat pendapatan baik dari kredit program, SUP, equity maupun jasa manajemen meningkat signifikan baik dilihat dari segi nominalnya maupun pencapaian anggarannya. Sedangkan untuk penyalurannya juga meningkat kecuali dana SUP yang baru menyerap anggaran sebesar 65,88%. II. Temuan Pemeriksaan BPK-RI telah memeriksa terhadap pendapatan usaha, penyaluran kredit program, penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah dan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK-RI dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut : A. Pendapatan Usaha Realisasi pendapatan usaha tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp176.906,76 juta dan Rp86.000,00 juta atau 94,42% dan 82,30% dari anggaran masing-masing sebesar Rp187.364,00 juta dan Rp104.500,00 juta. 6 Pemeriksaan atas pendapatan usaha dilakukan secara uji petik yaitu tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp21.103,68 juta dan Rp10.569,06 juta atau 11,93% dan 12,29% dari realisasi masing-masing sebesar Rp176.906,76 juta dan Rp86.000,00 juta. Pemeriksaan atas pendapatan usaha menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku, sebagai berikut: Pemberian pinjaman SOL kepada PT PNM Venture Capital berpotensi merugikan PT PNM sebesar Rp18.378.366.667,00. PT PNM memberikan pinjaman kepada anak perusahaan PT PNM Venture Capital (PT PNM VC) dalam bentuk Sub Ordinate Loan (SOL) atau Pinjaman Sub Ordinasi sebesar Rp95.000.000.000,00 berdasarkan persetujuan dari Pemegang Saham (Menteri Keuangan) dan surat No.S-357/MK.05/2001, tanggal 20 Juni 2001. Selanjutnya pada tanggal 19 Juli 2001 PT PNM dan PT PNM VC menandatangani Perjanjian Pinjaman, tetapi perjanjian tersebut tidak notaril. Pencairan dana pinjaman oleh PT PNM VC dilakukan tidak sekaligus tetapi secara bertahap, yaitu sebagai berikut : a. Pinjaman tahap I sebesar Rp35.000.000.000,00 pada tanggal 24 Juli 2001. b. Pinjaman tahap II sebesar Rp30.000.000.000,00 pada tanggal 4 Juni 2002. c. Pinjaman tahap III sebesar Rp30.000.000.000,00 dilakukan 2 (dua) tahap yaitu sebesar Rp14.000.000.000,00 pada tanggal 2 Desember 2002 dan Rp16.000.000.000,00 pada tanggal 11 Desember 2002. Dari laporan keuangan PT PNM VC diketahui bahwa PT PNM telah menerima bunga pinjaman dari tahun 2001 sampai 2005 sebesar Rp17.279.829.855,00. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap dokumen pinjaman kepada PT PNM VC diketahui hal-hal sebagai berikut: a. Pinjaman Sub Ordinasi kepada PT PNM VC tidak melalui analisa. Sampai pemeriksaan berakhir (18 September 2006) tidak ditemukan surat permohonan pinjaman dan analisa pemberian pinjaman untuk pinjaman kepada PT PNM VC. b. Penurunan tingkat bunga SOL dari tingkat bunga deposito menjadi 6% belum mendapat persetujuan pemegang saham. Berdasarkan surat No.414/LGL-DIR/PNMVC/XII/02 tanggal 27 Desember 2002 diketahui bahwa PT PNMVC

mengajukan usulan perubahan tingkat bunga dari rata-rata deposito berjangka 6 (enam) Bank BUMN sebesar 13,69% menjadi 6% per tahun. PT PNM menyetujui permohonan tersebut dengan surat No.S-009/PNM-DIRUT/TRS/I/03 tanggal 14 Januari 2003. Dekom telah menyetujui penurunan tersebut, sedangkan Pemegang Saham (Menteri BUMN) belum menyetujui. c. Penurunan tingkat bunga pinjaman SOL dari 6% menjadi 3% belum mendapat persetujuan pemegang saham. Dengan Surat No.022/DIRUT/PNMVC/II/04 tanggal 16 Pebruari 2004, PT PNMVC mengajukan permohonan penurunan tingkat bunga pinjaman subordinasi dari 6% menjadi 3% pertahun kepada PT PNM. Penurunan tingkat bunga tersebut disetujui oleh Direksi PT PNM dengan surat No.S-119/PNMDirKDS/SPR/III/04 tanggal 29 Maret 2004, yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2004. Walaupun demikian PT PNM tidak meminta persetujuan dari Dewan Komisaris PT PNM dan Menteri BUMN (Pemegang Saham). Berdasarkan perhitungan tim audit BPK RI, penurunan suku bunga tersebut dari bulan 24 Juli 2001 sampai dengan 30 Juni 2006 sebesar Rp18.378.366.667,00 (perhitungan terlampir). d. PT PNM belum memberi keputusan terhadap permohonan perpanjangan jangka waktu pinjaman oleh PT PNM VC yang telah jatuh tempo. Pinjaman SOL PT PNM VC tahap I sebesar Rp35.000.000.000,00 telah jatuh tempo pada tanggal 23 Juli 2005 dan tahap II sebesar Rp30.000.000.000,00 telah jatuh tempo pada tanggal 7 a. b. c. a. b. 4 Juni 2006. PT PNMVC belum bisa melunasi pinjamannya dan mengajukan permohonan perpanjangan pinjaman dengan surat No.179/Dirut/PNMVC/VII/2005 tanggal 21 Juli 2005 dan surat No.124/PNMVC/DIRUT/VIII/06 tanggal 7 agustus 2006. Sampai dengan akhir pemeriksaan tanggal 3 September 2006, permohonan perpanjangan tersebut belum mendapat keputusan dari PT PNM. Hal tersebut tidak sesuai dengan: Tingkat bunga yang dipakai untuk pinjaman tidak sesuai dengan tingkat bunga yang wajar yaitu bunga deposito atau tingkat bunga SBI yaitu sekitar 12,6250% s/d 13,7500%, penurunan bunga ke tingkat kurang wajar tentunya harus dengan persetujuan RUPS. Anggaran Dasar PT PNM Pasal 11 point 11.10 menyebutkan Perbuatan-perbuatan di bawah ini hanya dapat dilakukan oleh Direksi setelah mendapat rekomendasi dari Komisaris dan persetujuan dari RUPS dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, yaitu (c.) Menerima dan/atau memberikan pinjaman jangka menengah/panjang serta memberikan pinjaman jangka pendek yang tidak bersifat operasional/melebihi jumlah tertentu yang ditetapkan oleh RUPS dengan memperhatikan ketentuan ayat 7 huruf b pasal ini. Perjanjian Pinjaman antara PT PNM dan PT PNMVC tanggal 19 Juli 2001 pasal 1 tentang Pengertian menyatakan Tanggal Pembayaran Kembali berarti tanggal (tanggal) 4 tahun setelah tanggal penarikan pinjaman yang dapat dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan PT PNMVC, dimana pada tanggal tersebut PT PNMVC berkewajiban untuk membayar

kembali kepada PT PNM jumlah pinjaman sesuai dengan jumlah nominal yang ditarik pada masingmasing tanggal tersebut. Hal tersebut mengakibatkan: PT PNM mengalami kerugian atas penurunan suku bunga sebesar Rp18.378.366.667,00 PT PNM tidak dapat menyalurkan dana yang sudah jatuh tempo sebesar Rp65.000.000.000,00 Kondisi tersebut terjadi disebabkan a. Direksi PT PNM tidak tegas membuat keputusan atas pinjaman SOL yang sudah jatuh tempo. b. Direksi PT PNM lalai untuk meminta persetujuan Pemegang Saham atas perubahan tingkat bunga pinjaman dari 6% menjadi 3% setahun. Direksi PT PNM menjelaskan bahwa a. Penurunan bunga menjadi 6% setahun mulai berlaku sejak Januari 2003, tetapi diperhitungkan oleh urusan keuangan sejak Januari 2002. 1) Penurunan bunga ditetapkan sesuai surat Komisaris PT PNM Persero no. 032/PNMKom/VIII/02 tanggal 27 Agustus 2002 tentang permohonan Rekomendasi atas Penurunan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Subordinasi sebesar Rp95.000.000.000,00 kepada PT PNM VC. Melalui surat tersebut Komisaris menyetujui penetapan bunga menjadi 6% pa sejak Januari 2002. 2) Atas rekomendasi Komisaris tersebut, PT PNM Persero mengajukan surat kepada Pemegang Saham melalui surat No. S-551/PNM-Dirut/CSR/IX/02 tanggal 9 September 2002. 3) Pada tanggal 3 September 2002 PT PNM Persero menyampaikan surat kepada Deputi Menteri Negara BUMN dibidang usaha Perbankan, Jasa Keuangan, Konstruksi dan Jasa Keuangan Lainnya No. S-551/PNM-Dir-Kom-V/02 sebagai laporan atas perubahan suku bunga menjadi 6%. 4) Laporan perubahan suku bunga kembali disampaikan pada RUPS RKAP 2003 tanggal 31 Januari 2003. 5) Atas laporan tersebut Pemegang Saham tidak menanggapi secara tertulis, namun dari hasil arahan dalam RUPS RKAP 2003 tanggal 21 Januari 2003, disampaikan bahwa perubahan tingkat suku bunga SOL merupakan kewenangan operasional Direksi. 6) Mengenai penurunan tingkat suku bunga yang menurut addendum perjanjian ditetapkan 8 Januari 2003 tetapi dalam pelaksanaannya diberlakukan sejak Januari 2002, disebabkan adanya kesalahan dalam penulisaan tahun mulai berlaku pada addendum perjanjian dimaksud yang seharusnya tertulis tahun 2002. PT PNM Persero telah menyetujui perubahan perjanjian pinjaman SOL melalui surat No S-009/PNM-Dirut/TRS/I/2003 tanggal 14 Januari 2003. b. Penurunan tingkat bunga pinjaman SOL dari 6% menjadi 3% tidak dimintakan persetujuan Komisaris dan Pemegang Saham karena merupakan kewenangan operasional Direksi, sesuai dengan informasi yang diperoleh Direksi PT PNM dari Kementerian BUMN. c. PT PNM VC tidak bisa melunasi pinjamannya pada saat jatuh tempo dan belum ada tindaklanjut dari PT PNM Persero. 1) Pinjaman SOL tersebut masih diperlukan oleh PT PNM VC. 2) PT PNM Persero belum memberikan keputusan menyetujui atau menolak perpanjangan SOL kepada PT PNM VC, mengingat PT PNM masih mengupayakan alternative pendanaan lainnya sebagaimana tercantum dalam RKAP 2005. 3) Tahun 2006 PT PNM telah meminta kepada PT PNM VC untuk membuat business plan terkait dengan rencana npengembalian SOL dan pengembangan bisnis ke depan dan PT PNM VC telah menunjuk Lembaga Manajemen UI untuk menyusun business plan. BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM mempertanggungjawabkan keputusan penurunan suku bunga dari tingkat bunga rata-rata deposito dengan jangka waktu enam bulan pada Bank BUMN menjadi hanya 3% dalam Rapat Umum Pemegang

Saham. B. Penyaluran Kredit Program Realisasi penyaluran kredit program tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp208.753,02 juta dan Rp87.639,94 juta atau 112,84% dan 100,16% dari anggaran masing-masing sebesar Rp185.000,00 juta dan Rp87.500,00 juta. Pemeriksaan atas penyaluran kredit program dilakukan secara uji petik untuk tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp100.510,00 juta dan Rp11.590,00 atau 48,14% dan 13,22% dari realisasi masing-masing sebesar Rp208.753,02 juta dan Rp87.639,94 juta. Pemeriksaan atas penyaluran Kredit Program menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku sebagai berikut: 1. Pembiayaan kepada PT Bank Unibank Tbk tidak sesuai dengan ketentuan dan merugikan PT PNM sebesar Rp4.853.191.504,60. PT PNM menyetujui pembiayaan kepada PT Bank Unibank sebesar Rp5.000.000.000 yang dituangkan dalam 2 (dua) Perjanjian Kredit (PK) tanggal 25 Agustus 2000 yaitu Nomor 254 dan 255 yang diikat secara notariil oleh Notaris Arry Supratno, SH. PK No. 254 mengatur mengenai pembiayaan sebesar Rp3.500.000.000,00 dengan suku bunga 9% pertahun serta jangka waktu 6 tahun (s.d 25 Agustus 2006) bertujuan untuk kredit investasi, sedangkan PK No. 255 mengatur mengenai pembiayaan sebesar Rp1.500.000.000,00 dengan suku bunga 9% pertahun serta jangka waktu 2 tahun (s.d 25 Agustus 2002) bertujuan untuk kredit modal kerja. Di pihak lain, Keputusan Gubernur Bank Indonesia (BI) No. 3/9/KEP.GBI/2001 tanggal 29 Oktober 2001 menyatakan bahwa BI menyerahkan Unibank kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan membekukan kegiatan usahanya sebagai Bank Umum. Kemudian Keputusan Gubernur BI No. 6/57/KEP.GBI/2004 tanggal 23 April 2004 memutuskan bahwa izin usaha Unibank sebagai bank umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi dan memerintahkan BPPN untuk bertindak atas nama RUPS membubarkan badan hukum Unibank serta mengumumkannya dalam Berita Negara RI. Sehubungan dengan tata cara pengurusan piutang macet BUMN, PT PNM dengan surat No. S-025/PNM-DirKSR/MRR/I/05 tanggal 14 Januari 2005, memohon kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Jakarta V untuk dapat melaksanakan 9 pengurusan piutang bermasalah Unibank dengan tunggakan pokok sebesar Rp4.426.954.711,00. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang DKI Jakarta menanggapi dengan surat No. SP3N-258/PUPNC.10.5/2005 tanggal 24 Pebruari 2005 dengan menyatakan bahwa Panitia PUPN dapat menerima penyerahan pengurusan piutang negara Unibank tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut maka pengurusan piutang negara beralih kepada PUPN Cabang yang penyelenggaraannya dilakukan oleh KP2LN Jakarta V. Akan tetapi KP2LN dengan Surat KP2LN No. PSBDT2721/PUPNC.10.05/2005 tanggal 17 Oktober 2005 menyatakan bahwa mengingat barang jaminan milik Penanggung Hutang dan atau Penjamin Hutang tidak mempunyai kemampuan untuk menutup sisa hutangnya kepada Negara, maka pengurusan piutang negara atas nama Unibank sebesar Rp4.869.650.182,10 yang terdiri dari hutang pokok sebesar Rp4.426.954.711,00 dan biaya administrasi pengurusan piutang negara 10% sebesar Rp442.695.471,10 oleh KP2LN dimasukkan ke dalam Daftar Piutang Negara yang Untuk Sementara Belum Dapat Ditagih. Akhirnya Menteri Negara BUMN dengan suratnya kepada PT PNM No. S60/MBU/2006 tanggal 3 Pebruari 2006 menyatakan bahwa Menteri Negara BUMN menyetujui untuk menghapusbukukan (write off) Kredit

Pengusaha Kecil Mikro (KPKM) Unibank sebesar Rp4.426.954.711,00 diluar biaya administrasi dan tetap mengadministrasikan kredit yang dihapusbukukan dengan baik dan tetap melakukan upaya-upaya penagihan/recovery atas piutang yang dihapusbukukan tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pembiayaan Kredit Pengusaha Kecil Mikro Bank Umum (KPKM-BU) kepada Unibank diketahui hal-hal sebagai berikut : a. Analisa laporan keuangan tidak dilakukan secara menyeluruh/komprehensif serta tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian (prudent). Seksi III Bagian KP II PT PNM dalam mengajukan proposal KPKM melalui Bank Umum kepada Komite Kredit PT PNM hanya melakukan analisa financial highlights selama 2 (dua) tahun terakhir saja yaitu per tanggal 31 Desember 1998 dan 1999, dan hanya mendasarkan pada laporan Tingkat Kesehatan Bank (TKS) yang dikeluarkan oleh BI. b. Seksi III Bagian KP II PT PNM tidak melaksanakan Mitigasi yang telah dinyatakan dalam pengajuan proposal kepada Komite Kredit pada tanggal 3 Agustus 2000 seperti : 1) Pengamatan terhadap operasional Unibank serta rumor yang berkembang. 2) Likuidasi biasanya didahului oleh proses antara lain penurunan tingkat kesehatan sehingga PT PNM dapat menentukan langkah penyelamatan lebih lanjut. 3) Review secara berkala baik terhadap Unibank maupun terhadap Kredit Likuiditas yang disalurkan. 4) Pemeriksaan terhadap penyaluran KPKM. c. Seksi III Bagian KP II PT PNM lalai melakukan verifikasi terhadap syarat-syarat pencairan.: 1) Unibank tidak melampirkan daftar debitur Unibank calon penerima fasilitas kredit pada memohon pencairan. 2) Pencairan fasilitas kredit tahap II dan tahap III dilakukan sebelum Laporan Daftar Realisasi Pencairan Kredit yang dibuat oleh Unibank disampaikan kepada PT PNM dimana : a) Pencairan tahap II melalui BGBI No. CA 805419 tanggal 29 September 2000 sebesar Rp1.000.000.000,00 akan tetapi Laporan Daftar Realisasi Pencairan Kredit Tahap I baru disampaikan kepada PT PNM melalui surat No. 168/DIROP/BKR/X/2000 tanggal 19 Oktober 2000. b) Pencairan tahap III melalui BGBI No. CA 809681 tanggal 31 Oktober 2000 sebesar Rp1.500.000.000,00 akan tetapi Laporan Daftar Realisasi Pencairan Kredit Tahap II 10 baru disampaikan kepada PT PNM melalui surat No. 182/DIROP/BKR/XI/2000 tanggal 10 Nopember 2000. 3) PT PNM tidak mengenakan sanksi kepada Unibank atas kredit yang tidak dapat disalurkan sebesar Rp95.000.000. Hal tersebut tidak sesuai dengan: a. Analisa atas laporan keuangan menggunakan data keuangan yang memadai dan dilakukan secara menyeluruh/komprehensif serta mendalam dengan menggunakan prinsip kehatihatiannya (prudent). b. Perjanjian Kredit No. 254 Pasal 3.2.c. dan No. 255 Pasal 3.2.1.c. tanggal 25 Agustus 2000 dan Surat Keputusan No. 002/DIR/KP/VII/2000 tanggal 31 Juli 2000 Pasal 20 ayat (3) yang menyatakan bahwa apabila penarikan dilakukan secara bertahap maka bank wajib menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban pelimpahan sebelumnya. c. Perjanjian Kredit No. 254 dan 255 : 1) Pasal 3.6 yang menyatakan bahwa Unibank wajib menggunakan fasilitas kredit yang terhutang sesuai dengan maksud dan atau tujuan yang dicantumkan dalam Surat Persetujuan Kredit dan Perjanjian. 2) Pasal 10.4 yang menyatakan bahwa Apabila Bank tidak dapat menyalurkan kredit debitur maka atas fasilitas kredit yang terhutang yang tidak direalisasikan tersebut Unibank wajib membayar denda sebesar suku bunga deposito tertinggi yang berlaku pada Unibank kepada PT PNM sampai dengan fasilitas kredit yang

terhutang tersebut disalurkan kepada debitur Unibank atau sampai dengan fasilitas kredit yang terhutang tersebut dikembalikan kepada PT PNM. Kondisi tersebut mengakibatkan: a. PT PNM mengalami kerugian atas penyaluran KLBI yang macet sebesar Rp4.865.223.227,40 yaitu terdiri dari pokok sebesar Rp4.426.954.711,00 dan bunga sebesar Rp438.268.514,40. b. PT PNM kehilangan kesempatan untuk menyalurkan kembali KLBI yang telah jatuh tempo dibulan Agustus tahun 2006 ini. Hal tersebut disebabkan: a. Komite kredit tidak hati-hati dalam menyetujui pembiayaan kepada PT Bank Unibank. b. Seksi III Bagian KP II PT PNM tidak melaksanakan Mitigasi atas pembiayaan kepada PT Bank Unibank. Direksi PT PNM menjelaskan: a. Kondisi perbankan nasional tahun 1998 dan 1999 secara keseluruhan sedang menurun karena krisis moneter dan situasi politik b. Penyaluran KPKM kepada Unibank mengacu pada SK Dir Bank Indonesia no. 31/156/KEP/DIR tanggal 23 November 1998 tentang Persyaratan Bank Pelaksana Kredit Program. PT PNM memberikan pembiayaan kepada Unibank mengacu pada hasil TKS yang dikeluarkan BI dimana Unibank dinyatakan sehat c. Sesuai dengan PP No. 25 tahun 1999 tanggal 3 Mei 1999 tentang pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank dinyatakan dalam pasal 16 bahwa likuidasi bank dilakukan dengan cara: 1) Pencairan harta atau penagihan piutang kepada para debitur, diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para krediturnya dari hasil pencairan dan / atau penagihan tersebut atau 2) Pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui Bank Indonesia. 11 Akan tetapi pembayaran kewajiban kepada para kreditur tersebut selanjutnya diatur dalam pasal 17 yang menyatakan bahwa: 1) Pembayaran kewajiban kepada kreditur setelah dikurangi gaji pegawai yang terutang, biaya perkara di pengadilan, pajak terutang dan biaya kantor; 2) Sisa dana hasil pencairan harta atau penagihan piutang kepada debitur setelah dikurangi dengan pembayaran tersebut diatas dibayarkan secara berurutan kepada kreditur: a) Nasabah penyimpan dana b) Kreditur lainnya (termasuk PT PNM) BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM a. Memberikan sanksi kepada Komite kredit dan Seksi III Bagian KP II PT PNM yang lalai untuk melakukan mitigasi. b. Mengupayakan penagihan / recovery yang lebih intensif. 2. Terdapat dana menganggur (idle) dalam pembiayaan Kredit Program pada Bank Pembangunan Daerah NTB yang tidak ditarik oleh PT PNM Sesuai dengan Addendum perjanjian pengalihan pengelolaan KLBI nomor 8 tanggal 29 Januari 2004, PT PNM bertanggungjawab untuk mengawasi dan menyalurkan KLBI di masingmasing Bank Pelaksana sehingga penyaluran KLBI mencapai sasaran yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI terhadap salah satu Bank Pelaksana yaitu Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat (BPD NTB) yang menerima fasilitas pembiayaan KPKM BU Relending sebesar Rp33.000.000.000 diketahui hal-hal sebagai berikut: Bank BPD NTB Nasabah BPD NTB BPD NTB BPD NTB BPD NTB

Jenis Skim KPKM BU KPKM BU KPKM BU KPKM BU Th PK 2000 2001 2003 2004 Plafond 3.000.000.000,00 5.000.000.000,00 15.000.000.000,00 10.000.000.000,00 33.000.000.000,00 Status Sudah ditarik keseluruhannya Sudah ditarik keseluruhannya Sudah ditarik keseluruhannya Sudah ditarik keseluruhannya Dari perbandingan antara laporan penyaluran KPKM BPD NTB dengan pencatatan pada Manajemen Pendukung Operasi (MPO), diketahui hal-hal sebagai berikut : Terdapat selisih lebih antara posisi baki debet bank pelaksana di PNM dengan posisi baki debet end user di bank pelaksana (dana menganggur / idle) sebesar Rp1.533.217.670,76 dengan rincian: Uraian BPD NTB (TA-2000) BPD NTB (TA-2001) BPD NTB (TA-2003) BPD NTB (TA2004) 1 BPD NTB (TA-2004) 2 Fasilitas KPKM/KI KPKM/KI KPKM/KI KMK-KI KMK-KI O/S di PNM 70.000.000,00 541.651.647,00 3.333.333.333,40 2.571.428.571,36 O/S di Bank 45.500.482,00 2.064.171.328,00 2.873.524.070,00 Selisih 70.000.000,00 496.151.165,00 1.269.162.005,00 (302.095.499,64) 1.533.217.670,76 Total Dana Menganggur Hal tersebut tidak sesuai dengan : a. SK Dir. BI nomor 31/185/KEP/DIR tentang kredit kepada pengusaha kecil dan pengusaha mikro melalui bank umum, 1) Bab VIII Pasal 21 ayat (1) : atas pembayaran angsuran bunga dan atau pelunasan KPKM yang diterima dari debitur, kantor bank wajib mengembalikan KLBI tersebut kepada Kantor Bank Indonesia selambat-lambatnya pada setiap akhir bulan yang bersangkutan. 12 2) Bab X Pasal 23 ayat (4) : dalam hal kantor bank tidak menyetorkan angsuran bunga dan atau pelunasan KPKM yang telah diterima dari debitur dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada pasal 21 ayat (1), maka atas jumlah KLBI yang terlambat disetorkan, Bank dikenakan suku bunga deposito tertinggi yang berlaku pada kantor bank yang bersangkutan, yang dihitung sejak tanggal diterima angsuran bunga dan atau pelunasan KPKM oleh kantor bank sampai dengan tanggal dikembalikannya KLBI kepada Bank Indonesia b. Perjanjian kredit antara PT PNM dan Bank Pelaksana mengatur dalam hal sisa jangka waktu kredit dari PT PNM kepada bank lebih besar daripada jangka waktu KPKM dari bank ke debitur bank dan bank tidak mengembalikan dana KPKM ke PT PNM pada saat jatuh tempo di debitur bank, maka bank dikenakan denda sebesar 1,5%. Kondisi tersebut mengakibatkan PT PNM tidak dapat memanfaatkan dana mengganggur sebesar Rp1.873.524.070,00 dan memberikan peluang kepada BPD NTB menggunakan

dana tersebut untuk tujuan yang lain. Hal tersebut disebabkan PT PNM kurang cermat dalam membuat klausul Perjanjian Kredit (PK) yang tidak mengatur sanksi terhadap pengembalian dana idle. Direksi PT PNM menjelaskan a. Perjanjian Kredit (PK) antara PT PNM dengan BPD NTB dilakukan tahun 2000 s.d 2004 sehingga PK mengacu pada SK Dir PNM No. 002/DIR/KP/VII/2000 dan SK Dir PNM No. SK-001/PNM-DIR/I/04. Sehubungan perbedaan baki debet (O/S) antara PT PNM dengan BPD NTB adalah akibat adanya pelunasan dini oleh debitur bank maka tidak ada kewajiban dari bank untuk mengembalikan dana idle tersebut dan bank tidak dikenakan sanksi. b. Opini legal dari MPO yang disampaikan melalui memo No. M-223/PNM/MTOOPS/VIII/05 tanggal 31 Agustus 2005 menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi BPD NTB untuk mengembalikan dana idle KPKM akibat pelunasan dini dari debiturnya. BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM segera mengatur tata cara pengembalian dana menganggur (idle) agar dana tersebut dapat disalurkan (digulirkan) kepada Lembaga Keuangan Pelaksana (LKP) lain. C. Penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah Realisasi penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp227.929,50 juta dan Rp107.899,00 juta atau 111,19% dan 84,96% dari anggaran masing-masing sebesar Rp205.000,00 juta dan Rp127.000,00 juta. Pemeriksaan atas penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah dilakukan secara uji petik yaitu tahun 2005 dan 2006 (semester I) masing-masing sebesar Rp59.000,00 juta dan Rp8.400,00 juta atau 25,88% dan 7,78% dari realisasi masing-masing sebesar Rp227.929,50 juta dan Rp107.899,00 juta. Pemeriksaan atas penyaluran pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Syariah menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku sebagai berikut: 1. Pembiayaan dana Surat Utang Pemerintah (SUP) kepada Koperasi Pegawai Kantor Pusat PT Pos Indonesia sebesar Rp10.000.000.000,00 tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian. PT PNM cabang Bandung pada tahun 2005 memberikan pembiayaan SUP kepada Koperasi Pegawai Kantor Pusat PT Pos Indonesia (Koppos) sebesar Rp10.000.000.000 sebagai modal kerja. Pada awalnya, dalam proposal pengajuan pembiayaan dan memorandum Komite pembiayaan tanggal 8 Oktober 2004 diketahui bahwa rencana pembiayaan digunakan untuk pengambilalihan (take over) fasilitas kredit dari Bank Danamon sebesar Rp7.500.000.000 dan 13 sisanya untuk pembiayaan baru. Namun kemudian Koppos mengajukan perubahan tujuan pembiayaan menjadi pembiayaan take over pinjaman anggota Koppos ke BPR Daya Lumbung Asia dan disetujui oleh Komite Pembiayaan dalam SP3. Pembiayaan tersebut dituangkan dalam Akta Perjanjian Pembiayaan No. 9 tanggal 25 Januari 2005 dengan jangka waktu selama 36 bulan dengan suku bunga SBI 3 bulan ditambah 4% p.a efektif. Dari hasil pemeriksaan terhadap dokumen pembiayaan kepada Koppos, ditemukan halhal sebagai berikut : a. PT PNM cabang Bandung tidak melakukan pengawasan silang (cross cheking) kepada end user (anggota koperasi) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.. Laporan Kunjungan Usaha (LKU) tidak menjelaskan apakah calon end user (anggota koperasi) memang mempunyai usaha produktif atau tidak, apakah calon end user (anggota koperasi) sedang dibiayai oleh fasilitas pembiayaan dari bank lain atau tidak. Sumber pengembalian pembayaran angsuran adalah dengan mekanisme potong gaji. Menurut penjelasan Kepala Cabang PT PNM Cabang Bandung, persetujuan diberikan

tanpa pemeriksaan secara sampling terhadap daftar gaji calon debitur yang akan dibiayai. b. Usulan pembiayaan sebesar Rp10.000.000.000,00 kepada Koppos diragukan kewajarannya. Hal tersebut terlihat dari: 1) Koppos merupakan nasabah baru bagi PNM. Untuk pembiayaan baru, sewajarnya PT PNM memberikan pembiayaan dengan jumlah yang lebih kecil terlebih dahulu. 2) Laporan tingkat kesehatan koperasi yang dikeluarkan Departemen Koperasi tidak ada. 3) Debt to Equity Ratio (DER) Koppos per 30 Juni 2004 sebesar 18,4X melebihi standar PT PNM sebesar 5X. 4) Jaminan yang diberikan oleh Koppos berupa Cessie Piutang dengan pembiayaan dari PT PNM sebesar Rp10.000.000.000,00. Dengan demikian pembiayaan tersebut dapat dikatakan tanpa jaminan. c. Pencairan tahap II dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan, yaitu: 1) Account Officer (AO) tidak memverifikasi Daftar Nominatif. Pada tanggal 21 Maret 2005, Koppos menyampaikan surat Permohonan Pencairan tahap II sebesar Rp2.500.000.000,00, dengan menyertakan daftar nominatif pencairan pinjaman baru kepada anggota. Dari daftar nominatif tersebut, terdapat 2 nama yang sudah mendapat pinjaman pada pencairan tahap I dan terdapat pinjaman anggota dan pengurus telah melebihi batas kemampuan pembayaran gaji. 2) Laporan pertanggungjawaban penyaluran pembiayaan tahap I tidak ada. d. Pencairan pinjaman tidak disertai supervisi (pengawasan) yang memadai. Supervisi dilakukan setelah terjadi tunggakan pembayaran angsuran pokok dan bunga. Sampai dengan 30 Juni 2006 saldo baki debet Koppos sebesar Rp7.972.857.147,00 dan telah menunggak pembayaran angsuran bunga sebesar Rp884.921.831,68 serta denda sebesar Rp218.203.740,50 Kondisi tersebut tidak sesuai dengan a. Instruksi Kerja Kunjungan Usaha tentang Pelaksanaan tanggal 24 Maret 2003 menyatakan: 1) Kunjungi lokasi biaya yang akan dibiayai dan lakukan wawancara untuk mencari informasi lebih banyak dan lebih jelas. 2) Cari informasi lain (cross checking) tentang usaha sejenis yang telah dibiayai, dan alasan-alasan kenapa memilih usaha tersebut. b. Akta Perjanjian Pembiayaan No. 9 tanggal 25 Januari 2006, mengatur antara lain: Pasal 4 ayat 4.3.d. bahwa apabila penarikan tidak dilakukan secara sekaligus oleh LKP, maka LKP wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelimpahan (LPJ) 14 sebelumnya maksimal penarikan 2 kali.. c. Ketentuan jaminan cessie dalam pembiayaan SUP mengharuskan cessie piutang masuk kategori kolektibilitas lancar, tidak sedang dijaminkan kepada lembaga keuangan lain dan dananya bukan berasal dari pendanaan PT PNM d. Manual produk pembiayaan SUP LKM non bank menyebutkan bahwa monitoring internal wajib dilakukan selama jangka waktu pembiayaan, sedangkan monitoring eksternal (dengan kunjungan lapangan) dilakukan minimal 6 bulan sekali. Hal tersebut mengakibatkan a. Pembiayaan kepada Koppos tidak sesuai peruntukannya. b. PT PNM mengalami potensi kerugian sebesar Rp1.103.125.572,18 (bunga dan denda). Kondisi tersebut terjadi karena dalam proses pembiayaan PT PNM cabang Bandung tidak hati-hati dan kurang memperhatikan ketentuan yang berlaku. Direksi PT PNM menjelaskan a. Kunjungan usaha ke end user Koppos tidak dilakukan oleh PT PNM cabang Bandung karena tidak ada dalam prosedur pembiayaan, hanya ada dalam format Laporan kunjungan Usaha (LKU). Disamping itu pola pembiayaan adalah executing yaitu pola pembiayaan dengan Lembaga Keuangan Pelaksana bertanggungjawab penuh terhadap seleksi, penyaluran dan angsuran dari enduser atau UKM ( Usaha Kecil Mikro). b. Pembiayaan SUP sebesar Rp10.000.000.000 ditetapkan berdasarkan pada segi bisnis

PT Pos sebagai BUMN dan Koppos sebagai LKP dibawahnya yang memiliki unit bisnis waserda, transportasi, USP dan jasa lainnya serta jumlah kebutuhan pembiayaan yang besar serta keyakinan akan potensi anggota Kopos yang besar dengan sistem potong gaji. c. Mengakui tidak melakukan verifikasi terhadap daftar nominatif pencairan dan LPJ (Laporan Pertanggungjawaban). d. Skala prioritas ditetapkan untuk pembiayaan yang lebih awal dan adanya keterbatasan SDM sehingga supervisi tidak dilakukan secara memadai. BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM a. Memberikan sanksi kepada Account Officer dan meminta pertanggungjawaban komite kredit atas persetujuan pembiayaan SUP kepada Koppos. b. Menegosiasikan dengan Koppos untuk meningkatkan jumlah angsuran yang telah disepakati. 2. Restrukturisasi pembiayaan kepada Koppos sebesar Rp7.972.857.147,00 tidak sesuai ketentuan PT PNM Cabang Bandung memberikan pembiayaan kepada Koppos sesuai Akta Perjanjian Pembiayaan No. 9 tanggal 25 Januari 2005 sebesar Rp10.000.000.000,00. Dari hasil pemeriksaan diketahui Koppos tidak dapat melunasi pinjamannya dan meminta penjadwalan ulang (reschedulling). Permohonan awal untuk recshedulling yaitu pada tanggal 5 Agustus 2005. Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan antara PT PNM dan PT Pos, pada tanggal 4 April 2006, PT PNM mengirim Surat Persetujuan Rescheduling Pembiayaan (SPRP) kepada Koppos Banda, dengan ketentuan sebagai berikut : Plafond : Rp7.713.000.000,00 Tujuan : Penyelesaian kewajiban Jangka waktu : 120 bulan (10 tahun) Angsuran : minimal Rp130.000.000,00 Pengikatan : Addendum Perjanjian Surat Persetujuan tersebut tidak memuat ketentuan suku bunga yang akan dibayar oleh Koppos. Dari laporan rekap tunggakan pokok dan bunga per 30 Juni 2006 yang 15 dikeluarkan bagian MPO, diketahui sejak bulan Agustus 2005, Koppos telah menunggak pembayaran angsuran pokok sebesar Rp1.358.960.403,00 dan bunga sebesar Rp884.921.831,68. Berdasarkan pemeriksaan terhadap dokumen rescheduling pembiayaan kepada Koppos diketahui hal-hal sebagai berikut : a. Total eksposur (jumlah pembiayaan yang telah ada) yang diberikan kepada Koppos setelah restrukturisasi sebesar Rp7.972.857.147 melebihi credit line sebesar Rp6.622.000.000,00. Dari Memorandum Komite Pembiayaan tanggal 20 Februari 2006 diketahui bahwa Koppos masuk dalam Tier III dengan nilai 73 dan credit line sebesar Rp6.622.000.000,00. Total eksposur pinjaman kepada Koppos sesuai MKP adalah sebesar Rp7.972.857.147,00. Dengan demikian total eksposur pinjaman melebihi credit line yang disyaratkan. b. Jangka waktu restrukturisasi pembiayaan kepada Koppos selama 10 tahun melebihi jangka waktu pinjaman SUP dari Pemerintah. Berdasarkan Surat Persetujuan Rescheduling Pembiayaan (SPRP) No.001/PNM/BDG/SP3SUP/IV/06 tanggal 4 April 2006, disetujui penjadwalan ulang pembiayaan dengan jangka waktu 10 tahun atau sampai tahun 2016. Padahal jangka waktu pinjaman SUP jatuh tempo dan harus dikembalikan kepada pemerintah pada tanggal 10 Desember 2009. c. Jaminan yang disyaratkan kepada Koppos tidak sesuai ketentuan. Sesuai ketentuan di PNM untuk kategori III, agunan yang harus diserahkan oleh Koperasi diantaranya agunan dengan SCR minimum 80%, dimana agunan tersebut harus ada berupa fixed asset, namun Koppos hanya menyampaikan agunan berupa cessie piutang. d. Cessie piutang yang dijaminkan diragukan kewajarannya. Sesuai MKP tanggal 20 Februari 2006, diketahui pembiayaan dari PNM setelah restrukturisasi sebesar Rp7.973.857.147,00. Pembiayaan

tersebut dijamin dengan cessie piutang anggota yang dibiayai PNM sebesar Rp16.000.000.000,00. 1) Dari jumlah cessie sebesar Rp16.000.000.000,00, tersebut sebesar Rp8.000.000.000,00 berasal dari pembiayaan PT PNM. Seharusnya cessie berasal dari pembiayaan di luar PT PNM . 2) Setelah di telusuri ke daftar cessie piutang yang dijaminkan Koppos per Maret 2006 sebesar Rp16.000.000.000,00, diketahui sebesar Rp2.310.419.589,00 sudah menunggak pembayaran (bukan kolektibilitas I). e. Perubahan atau Addendum Perjanjian Pembiayaan No. 4 tanggal 17 April 2006 belum mengatur klausul pembayaran pokok dan bunga. f. Pengembalian pinjaman kepada Koppos setelah restrukturisasi berpotensi macet. Dari data pinjaman pegawai PT Pos Indonesia kepada PNM melalui Koppos diketahui sebanyak 138 debitur dengan total plafond pinjaman sebesar Rp5.377.000.000,00 membayar dengan sistem angsuran tunai. Hal tersebut sangat beresiko dan berpotensi macet, karena sumber pembayaran yang tidak pasti dan jangka waktu pengembalian yang lama. Hal tersebut tidak sesuai dengan a. Perjanjian Pinjaman antara Pemerintah RI dan PT PNM dalam rangka pendanaan kredit usaha mikro dan kecil No. KP-018/DP3/2004 tanggal 14 Mei 2004 yang menyebutkan bahwa jangka waktu pinjaman adalah sejak Perjanjian ini ditandatangani sampai dengan tanggal 10 Desember 2009. b. Surat Keputusan Direksi Nomor SK009/PNM-DIR/III/05 tanggal 4 Maret 2005 tentang penerapan rating dan credit line dan ketentuan jaminan yang terkait dengan rating, Pasal 18 ayat 3.c yang menyatakan agunan untuk Kategori III antara lain yaitu 16 1) Agunan dengan SCR minimum 80%, dimana agunan tersebut harus ada yang berupa jaminan fixed asset. 2) Ketentuan Agunan KSP/BMT menyatakan bahwa piutang yang dijadikan jaminan haruslah memenuhi ketentuan antara lain piutang harus dalam kondisi lancar (kolektibilitas 1). Hal tersebut mengakibatkan PT PNM berpotensi rugi minimal sebesar Rp5.377.000.000,00 karena proses reschedulling pembayaran pembiayaan yang dilakukan dengan angsuran tunai. Kondisi tersebut disebabkan Komite Kredit PT PNM tidak tegas dalam penanganan pembiayaan bermasalah dari awal pembiayaan. Direksi PT PNM menjelaskan a. Pelampauan Kredit line pada usulan restrukturisasi Koppos dikarenakan kondisi debitur yang telah bermasalah (abnormal) dimana diperlukan tindakan rescue secara cepat untuk menghindari kerugian yang lebih besar. b. PT PNM cabang Bandung berusaha agar terjadi percepatan pelunasan melalui upaya-upaya strategis. c. PT PNM cabang Bandung mengusahakan memperoleh hak preferen atas jaminan aset milik end user. d. PT PNM memprioritaskan pembayaran angsuran untuk pelunasan pokok terlebih dahulu, mengingat saat ini account pembiayaan Koppos sedang dalam kondisi menunggak dan dalam upaya penyelamatan. e. PT PNM melakukan upaya penagihan dan penarikan jaminan ke anggota secara intensif (bagi anggota Koppos yang tidak mampu lagi membayar dari potong gaji) bersama-sama atau berkoordinasi dengan pengurus Koppos dan bantuan pihak-pihak yang berkompeten dengan tujuan agar pelunasan bisa dipercepat dari penjualan asset anggota. BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM a. Meminta pertanggungjawaban komite kredit atas pola restrukturisasi pembiayaan kepada Koppos. b. Membuat Standar Operasional Perusahaan (SOP) mengenai restrukturisasi atas pembiayaan yang bermasalah. c. Mengintensifkan upaya penagihan dan penarikan jaminan kepada anggota koperasi dengan berkoordinasi dengan pengurus Koppos dan pihak-pihak yang berkompeten. d. Mengusahakan hak

preferen atas jaminan aset milik anggota koperasi (enduser) 3. Pemberian fasilitas tambahan pembiayaan dana Surat Utang Pemerintah (SUP) kepada Koperasi Pengangkutan Umum Binjai (KPUB) sebesar Rp4.785.000.000,00 tidak sesuai ketentuan dan berpotensi menimbulkan kerugian PT PNM memberikan tambahan pembiayaan SUP kepada KPU sebesar Rp4.785.000.000,00. Pembiayaan tersebut tertuang dalam perjanjian pembiayaan no. 86 tanggal 22 Oktober 2004 yang diaddendum pada tanggal 23 Juni 2005 dengan perjanjian nomor 001/SUP/ADD/VI/05 yang merubah pasal 10.5 menjadi jangka waktu pembiayaan debitur untuk pembiayaan investasi maksimum 42 bulan untuk kendaraan jenis bus AKDP dan 48 bulan untuk kendaraan jenis mikrolet, termasuk masa tenggang pembayaraan angsuran maksimum 1 tahun dan dapat diperpanjang maksimum 2 kali. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas pemberian fasilitas pembiayaan tambahan tersebut diketahui hal-hal sebagai berikut: a. Laporan keuangan KPUB yang digunakan sebagai dasar analisis proposal pembiayaan tidak layak. Dari hasil analisa awal proposal pembiayaan terhadap laporan keuangan KPUB tahun 17 b. c. d. e. a. b. c. d. 2003 diketahui KPUB memiliki asset lebih dari Rp10.000.000.000. Sesuai ketentuan, maka laporan keuangan KPUB harus diaudit Kantor Akuntan Publik. Hasil rating menyebutkan KPUB tidak layak mendapat pembiayaan. Group PJM I Bagian Jasa Manajemen dengan Memo M-441/PNM/PJM-I/VII/04 tanggal 20 Juli 2004 menyampaikan hasil rating KPUB per 30 Juni 2004 kepada PT PNM cabang Medan dengan hasil NC (Not Comply) atau KPUB tidak layak mendapat pembiayaan. Penilaian terhadap jaminan diragukan kewajarannya: 1) Penilaian jaminan cessie piutang tidak didasarkan data piutang yang terverifikasi. Berdasarkan review laporan keuangan diketahui bahwa KPUB juga mendapatkan pembiayaan dari Bank Bukopin sebesar Rp2.975.252.000 dan PT PNM sebesar Rp500.000.000 dengan jaminan berupa cessie piutang. Dari total cessie piutang yang dijadikan jaminan senilai Rp4.942.000.000 tersebut, hanya sebesar Rp1.466.748.000 yang dapat dijadikan jaminan. 2) Terdapat cessie piutang atas 21 orang senilai Rp393.762.600 memiliki jangka waktu jatuh tempo 18 bulan. 3) Penilaian jaminan kendaraan angkutan umum disamakan dengan kendaraan pribadi. Padahal resiko

penurunan nilai ekonomis, teknis, dan fungsional antara angkutan umum lebih tinggi daripada kendaraan pribadi. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tingkat risiko, mitigasi, penyusunan term perjanjian dan pelaksanaan tugas profesional, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut : 1) Tingkat risiko pembiayaan KPUB terlalu tinggi. 2) Mitigasi risiko tidak dilaksanakan seperti yang seharusnya, dimana pencairan dana dilakukan tanpa adanya bukti bahwa : a) D/P telah dipenuhi oleh debitur dan telah dibayarkan pada dealer b) Izin operasional kendaraan telah lengkap c) Pembentukan rekening escrow d) Bukti pemeriksaan fisik kendaraan dari dealer yang siap beroperasi e) Pencairan kedua tidak didasarkan pada laporan pertanggungjawaban penyaluran dana tahap pertama kepada nasabah 3) Perjanjian pembiayaan kurang mengakomodasi syarat-syarat pembiayaan dan pencairan yang pernah dirumuskan dalam evaluasi proposal, MKP, MRP, SP3. 4) Cabang Medan tidak melaksanakan prosedur mutu dengan sepenuhnya (due professional care). Cabang Medan tidak melakukan eksekusi ketika KPUB lalai dalam menjalankan kewajibannya. Hal tersebut tidak sesuai dengan: Manual produk pembiayaan SUP LKM Non Bank mengenai syarat laporan keuangan dalam permohonan pembiayaan yaitu khusus LKM Non Bank yang memiliki asset diatas 1 (satu) milyar harus diaudit oleh akuntan publik. Ketentuan jaminan cessie dalam pembiayaan SUP mengharuskan cessie piutang masuk kategori kolektibilitas lancar, tidak sedang dijaminkan kepada lembaga keuangan lain dan dananya bukan berasal dari pendanaan PT PNM. Prinsip kehati-hatian dalam pemberian pembiayaan untuk meminimalisasi risiko sebagaimana mitigasi risiko yang telah disusun PT PNM cabang Medan dalam proposal antara lain pembentukan rekening escrow, dan pemeriksaan fisik kendaraan sebelum pembiayaan dilakukan. Pasal 4 dan pasal 11 perjanjian pembiayaan no 86 tanggal 22 Oktober 2004 antara PT PNM dengan KPUB tentang tata cara pelimpahan pembiayaan yaitu pasal 4, pelimpahan 18 dilakukan segera setelah PNM menerima semua dokumen yang dipersyaratkan, pasal 11, dalam hal cidera janji oleh LKP atau PNM beranggapan telah terjadi perubahan keadaan atau adanya suatu hal yang baru diketahui oleh PNM mengenai LKP, yang mengakibatkan suatu penarikan fasilitas pembiayaan oleh LKP akan merugikan kepentingan PNM maka PNM berhak menolak permohonan penarikan pembiayaan yang sudah disetujui.sebelumnya. Kondisi tersebut mengakibatkan PT PNM berpotensi menanggung kerugian atas pembiayaan yang macet per 30 Juni 2006 sebesar Rp4.562.459.048,79 (pokok + bunga + denda). Kondisi tersebut terjadi karena PT PNM cabang Medan lalai melaksanakan ketentuan pembiayaan SUP dan kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam proses pembiayaan. Direksi PT PNM menjelaskan a. PT PNM mengakui telah terjadi kesalahan pengambilan data keuangan sebagai dasar penyusunan analisis keuangan didalam proposal pembiayaan kepada KPUB. b. Penilaian jaminan: 1) Jaminan cessie piutang berasal dari Bank Bukopin dan leasing serta pembiayaan USP (dana sendiri). PT PNM mengakui hal tersebut sebagai kekeliruan. 2) PT PNM akan mereview cessie piutang setiap tahun, untuk memastikan pemenuhan jaminan yang dipersyaratkan. 3) Penilaian jaminan kendaraan dilakukan sesuai SK Direksi No. 11/PNM-DIR/III/04 tanggal 17 Maret 2004, dimana tidak dibedakan antara kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Selanjutnya akan dilakukan penyempurnaan dalam prosedur penilaian jaminan. c. Pemenuhan ketentuan mitigasi

dilakukan sebagai berikut: 1) D/P anggota sebagian ditalangi KPUB 2) Saat pencairan izin operasional per kendaraan belum ada. 3) Escrow baru dibuka tanggal 1 Januari 2006. 4) LPJ I telah disampaikan tanggal 4 Pebruari 2005 dan tanggal 22 Maret 2005. d. PT PNM belum bisa melakukan eksekusi sesuai perjanjian, namun PT PNM berusaha melakukan perbaikan dan pembinaan kepada KPUB agar dimasa datang KPUB dapat memenuhi kewajiban. BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM a. Memberikan sanksi kepada Account Officer dan meminta pertanggungjawaban komite kredit atas persetujuan pemberian pembiayaan. b. Segera mengganti cessie piutang yang tidak sesuai ketentuan dan mereview secara periodik cessie piutang tersebut. c. Membuat program pembinaan dan perbaikan KPUB 4. Penyelesaian pembiayaan bermasalah (macet) kepada KPUB sebesar Rp4.232.662.955,00 tidak sesuai ketentuan dan berlarut-larut. PT PNM memberikan fasilitas pembiayaan equity dan SUP kepada KPUB terdiri dari: (dalam ribu) Fasilitas 1. Pembiayaan Modal Kerja 2. Pembiayaan Investasi Dana SUP 42 bln & 48 bln Plafond 500.000 4.785.000 O/S Per Juni 06 194.611 4.232.663. Tunggakan pokok 27.778 1.353.924 Tunggakan bunga 5.632 123.453 Tunggakan denda 206.342 Sumber dana Equity SUP 19 Berdasarkan laporan bulanan kolektibilitas debitur cabang Medan per Juni 2006, KPUB dalam kolektibiltas 1 (lancar) untuk pembiayaan equity sebesar Rp500.000.000 namun untuk pembiayaan SUP sebesar Rp4.785.000.000 masuk dalam kolektibilitas 4 (diragukan). Permasalahan pembiayaan SUP ini lebih banyak disebabkan kelalaian pengurus KPUB dalam menjalankan kesepakatan yang telah dibuat dengan PT PNM. Tunggakan pembiayaan terjadi dari bulan April 2005 dan pembayaran angsuran dilakukan KPUB dengan jumlah yang tidak signifikan dan waktu yang tidak pasti. Dengan surat nomor 35/KPU-B/II/2006 tanggal 6 Februari 2006, KPUB mengajukan permohonan agar tunggakan kredit dapat direstrukturisasi (reschedulling) dengan suku bunga minimum, dengan pembayaran sebesar Rp100.000.000,- sesuai dengan kondisi dan kemampuan pembayaran dari anggota KPUB. PT PNM cabang Medan memberikan Memo nomor M174/PNM-MES/IV/2006 tanggal 28 April 2006 kepada Komite Pembiayaan perihal jangka waktu reschedulling KPUB menjelaskan bahwa rescheduling hanya bisa sampai tahun 2009 karena SUP hanya sampai tahun 2009. Oleh karenanya pada bulan Januari 2010, pembiayaan akan dikonversi menggunakan dana equity dengan konsekuensi bahwa suku

bunga disesuaikan dengan ketentuan suku bunga equity. Komite Pembiayaan menyetujui rescheduling dengan tenor (jangka waktu pembiayaan) tetap 72 bulan. Selanjutnya KPP memberikan persetujuan pada MKP tanggal 12 Mei 2006. PT PNM mengirimkan persetujuan permohonan rescheduling yang tertuang dalam Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan (SP3) reschedulling nomor S-266/PNM-MES/VI/06 tanggal 6 Juni 2006 , namun KPUB tidak menanggapi SP3 tersebut tersebut. KPUB pada tanggal 29 Juni 2006 menyampaikan notulen rapat pleno pengurus KPUB tentang pembahasan rescheduling pembiayaan investasi pengadaan kendaraan angkot dan bus AKDP KPU Binjai. PT PNM belum memberikan tanggapan terhadap notulen tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas proses reschedulling pembiayaan terhadap KPUB yang macet tersebut, dapat disampaikan hal-hal : a. Analisa kelayakan keuangan tidak didasarkan pada laporan keuangan KPUB yang sebenarnya. Analisa kinerja keuangan dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan Unit Simpan Pinjam (USP) KPUB tahun 2002, 2003 dan 2004. Hal ini berbeda dengan analisis kinerja keuangan dalam proposal pembiayaan investasi awal tahun 2004 dimana pada saat itu digunakan laporan keuangan KPUB tahun 2002, 2003 dan 2004. b. Total exposure pinjaman KPUB telah melebihi credit line yang ditetapkan. Berdasarkan MKP nomor M-063/PNM-MES/II/2006 tanggal 6 Pebruari 2006 disebutkan credit line Rp1.072.829.000, sedangkan total eksposur sebesar Rp4.356.000.000. c. Jaminan tidak memenuhi syarat SCR 120% untuk tier 4 kategori V KPUB termasuk dalam tier IV dengan kategori V dengan SCR 120% dimana agunan tersebut harus ada fixed asset. Total jaminan yang diberikan sebesar Rp4.856.500.000 atau 111% dari total pembiayaan dengan rincian sebagai berikut: Kendaraan Minibus sebanyak 15 unit Kendaraan bus AKDP sebanyak 25 unit Tanah seluas 424 m2 berdasarkan SHM no.388 terletak di Jl. MT Haryono a.n. Azan Sudirman Ginting Cessie atas piutang Personal Guarantee Nilai Pasar Rp 942.000.000,Rp 3.000.000.000,Rp53.000.000,Rp3.000.000.000,Nilai Likuidasi Rp659.400.000,Rp2.660.000.000,Rp37.100.000,Rp1.500.000.000,d. Penilaian jaminan kendaraan diragukan kewajarannya. Jaminan Nilai Pasar dikurang penyusutan Nilai Likuidasi (70%) 20 Angkutan kota AKDP (20%) (Rp78,5 juta 20%) = Rp62,8 juta (Rp190 juta 20%) = Rp152 juta (Rp62,8 juta x 70%) = Rp43.960.000,(Rp152 juta x 70%) = Rp106,4 juta,Penilaian ini hanya berdasarkan judgement petugas penilai, dengan umur kendaraan sebesar 5 tahun. Pada saat penilaian dilakukan kembali terhadap kendaraan yang dijaminkan, petugas penilai hanya melakukan penyusutan 1 tahun (20%) dari nilai pasar kendaraan awal dengan asumsi operasional berjalan mulus. e. Pemberian jangka waktu reschedulling sebanyak 72 bulan (sejak realisasi recshedulling pembiayaan) tidak sesuai ketentuan. Pemberian rescheduling pebiayaan SUP selama 72 bulan akan berakhir Januari 2010. hal ini bertentangan dengan memo nomor M-174/PNM-MES/IV/2006 tanggal 28 April 2006 dari cabang Medan kepada Komite Pembiayaan perihal jangka waktu rescheduling KPUB menjelaskan bahwa rescheduling hanya bisa sampai tahun

2009. PT PNM lalu mengkoversi pembiayaan tersebut menjadi dana equity dan disetujui Komite Pembiayaan. f. Tindak lanjut atas diterbitkannya SP3 tanggal 6 Juni 2006 berlarutlarut Sampai dengan akhir pemeriksaan (3 September 2006) KPUB belum menandatangani SP3 yang berdampak terhadap belum adanya kepastian Restrukturisasi. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan: a. Manual produk pembiayaan SUP b. SK-009/PNM-DIR/III/05 tanggal 4 Maret 2005 tentang penerapan rating dan credit line dalam proses pengajuan kredit pembiayaan dan ketentuan jaminan yang terkait dengan rating untuk koperasi simpan pinjam, bahwa total exposure tidak boleh melebihi credit line. c. SK-011/PNM-DIR/III/04 tanggal 30 Maret 2004 tentang ketentuan agunan KSP/BMT. d. SK-024/PNM/VIII/02 tanggal 23 Agustus 2002 tentang kebijakan penanganan pembiayaan bermasalah divisi LKMS yang menjelaskan bahwa reschedulling adalah perubahan persyaratan pembiayaan yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan/atau jangka waktu pembiayaan. e. Perjanjian pinjaman antara PT PNM dengan Pemerintah RI tentang maksimal jangka waktu pemberian kredit investasi yaitu maksimal 5 tahun f. Prosedur mutu pembiayaan tentang jangka waktu maksimal pengembalian SP3 oleh debitur yaitu 3 bulan. Kondisi tersebut mengakibatkan: a. Penyelesaian pembiayaan bermasalah pada KPUB berlarut-larut. b. PT PNM tidak dapat menyalurkan dana tersebut untuk pembiayaan Lembaga Keuangan Pelaksana (LKP) yang lain. Hal-hal tersebut terjadi karena: a. Komite Kredit PT PNM tidak tegas dalam proses penyelesaian pembiayaan bermasalah. b. PT PNM belum membuat petunjuk teknis penilaian jaminan dalam Standar Operasional Perusahaan. c. Komite Kredit PT PNM kurang hati-hati dalam menyusun rencana reshedulling Atas masalah ini Direksi PT PNM akan menganalisa ulang proses rescheduling pembiayaan KPUB sebagai langkah korektif dan atas dasar jaminan yang ada akan dilakukan taksasi ulang sesuai kondisi sebenarnya. Berlarut-larutnya proses rescheduling disebabkan adanya proses banding dari KPUB terkait penetapan tingkat suku bunga. PT PNM akan berusaha menyelesaikan proses reschedulling selambat-lambatnya akhir bulan Maret 2007. BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM a. Menegur komite kredit agar lebih tegas dalam penyelesaian proses restrukturisasi pembiayaan KPUB 21 b. Segera menyelesaikan proses restrukturisasi tersebut dan menyempurnakan Standar Operasional Perusahaan (SOP) tentang penilaian jaminan. c. Menganalisa kembali proses rescheduling pembiayaan KPUB dan melakukan taksasi ulang jaminan sesuai dengan keadaan sebenarnya. 5. Pembiayaan pada koperasi Serba Usaha Tri Anugrah Citra Di PT PNM Cabang Manado macet dan berpotensi rugi minimal sebesar Rp1.174.555.472. PT PNM cabang Manado memberikan pembiayaan kepada Koperasi Serba Usaha Tri Anugrah Citra (KSU TAC) sebesar Rp2.500.000.000. Pembiayaan tersebut dituangkan dalam Akta Perjanjian Kerjasama Penerusan nomor 61 tanggal 30 Juni 2004 dengan jangka waktu pinjaman 36 bulan serta tingkat bunga 18% pertahun. Tujuan pembiayaan untuk pemilikan sepeda motor merk Kymco. Dari hasil pemeriksaan atas pembiayaan pada KSU TAC tersebut diketahui hal sebagai berikut: a. Pencairan pembiayaan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian Kredit. 1) PT PNM cabang Manado tidak meminta dan memotong Cash Collacteral Berdasarkan surat No. 045/KSUTAC/6/04 tanggal 30 Juni 2004 KSU TAC meminta agar PT PNM memotong Cash Collacteral dari pencairan dana tersebut sebesar 10%. Namun hal tersebut tidak

dilakukan oleh PT PNM. 2) PT PNM cabang Manado tidak menahan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) Dalam Memorandum tersebut, dilampirkan juga Daftar Nasabah Yang Telah Dibiayai dengan rincian sebagai berikut: Pembelian motor pada tahun 2003 dan sampai dengan Maret 2004 pada umumnya BPKB sudah ada karena proses penyelesaian BPKB paling lama 3 bulan. Dengan demikian seharusnya PT PNM cabang Manado meminta dan menahan BPKB kendaraan tersebut dari Dealer sebelum KSU TAC memohon pencairan pada bulan Juni 2004. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh PT PNM cabang Manado. b. Jumlah pencairan pembiayaan tahap I melebihi ketentuan dalam Memorandum Komite Pembiayaan (MKP). Dalam MKP disebutkan bahwa penarikan per termin dengan jumlah Rp500.000.000, tetapi pada kenyataannya jumlah pencairan sebesar Rp995.000.000 KSU TAC telah menunggak pembayaran angsuran baik pokok maupun bunga. Berdasarkan Kartu Tata Usaha KSU TAC terlihat bahwa KSU TAC baru 1 (satu) kali membayar angsuran pokok sebesar Rp55.277.778 pada tanggal 22 September 2004 dan untuk pembayaran margin sebesar sebesar Rp133.316.750. Sampai dengan Agustus 2006 jumlah baki debet KSU TAC sebesar Rp939.722.222 dan pendapatan bunga sebesar Rp234.833.250 belum dibayar oleh KSU TAC. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan: a. Memorandum Komite Pembiayaan (MKP) dengan nomor 001A/PNM-MDO/IV/04 yang salah satu isinya menyatakan penarikan per termin adalah sebesar Rp500.000.000 b. Akta Perjanjian Kerjasama Penerusan antara PT PNM dengan KSU TAC nomor 61 tanggal 30 Juni 2004 pasal 11 tentang Jaminan. Kondisi tersebut mengakibatkan PT PNM cabang Manado berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp1.174.555.472 (Rp939.722.222 + Rp234.833.250) berupa jumlah pembiayaan yang macet dan bunga yang tidak dibayar. Hal tersebut disebabkan Account Officer dan Kepala Cabang PT PNM cabang Manado lalai memverifikasi jaminan. Direksi PT PNM menjelaskan 22 a. Mengakui adanya kondisi tersebut dan telah memberikan sanksi kepada kepala cabang Manado dan pejabat terkait. b. Mengakui adanya perbedaan antara MKP dan SP3 c. Mengakui tidak adanya jaminan BPKB BPK RI menyarankan Direksi PT PNM a. Mengupayakan penagihan atas pembiayaan kepada KSU TAC dan selanjutnya meningkatkan pengawasan dalam memverifikasi jaminan dalam setiap pembiayaan. b. Menegosiasikan kepada KSU TAC agar memberikan jaminan untuk mengganti Cash Collateral dan BPKB. 6. Pemberian pembiayaan sarana usaha produktif Madani kepada Kopegtel Kandatel Bandung sebesar Rp10.000.000.000,00 belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan PT PNM cabang Bandung memberikan pembiayaan sarana usaha produktif kepada Kopegtel Kandatel Bandung sebesar Rp10.000.000.000 untuk tujuan modal kerja. Pembiayaan tersebut dituangkan dalam Perjanjian Kredit No. 10 tanggal 12 Oktober 2004 dengan jangka waktu 48 bulan serta suku bunga SBI 3 bulan ditambah 4% per tahun yang diaddendum dengan perjanjian No. 07/SUP/Add-PP/2005 tanggal 4 Pebruari 2005 untuk seluruh pembiayaan penarikan selambat-lambatnya sampai tanggal 31 Januari 2005. Apabila lebih dari tanggal yang ditentukan maka fasilitas pembiayaan yang belum ditarik (LCU) dinyatakan tidak berlaku. Sampai dengan bulan Juni 2006, pembayaran angsuran Kopegtel Kandatel Bandung baik pokok maupun bunga termasuk dalam kategori lancar, dengan posisi baki debet per 30 Juni 2006 sebesar Rp6.534.040.898. Dari hasil pemeriksaan dokumen kredit sarana usaha produktif Madani

atas Kopegtel Kandatel Bandung ditemukan beberapa hal yaitu : a. Persetujuan pemberian tenor (jangka waktu pembiayaan) kepada Kopegtel selama 48 bulan tidak sesuai ketentuan. Permohonan perpanjangan tenor menjadi 48 bulan dari Kopegtel disetujui oleh Komite Pembiayaan. Hal tersebut bertentangan dengan dengan manual produk SUP 2004 dimana tenor maksimal 36 bulan. b. Pencairan tidak sesuai ketentuan. Syarat setiap pencairan adalah LKP harus menyampaikan LPJ pencairan sebelumnya. Pencairan pembiayaan tahap II sebesar Rp5.000.000.000 dilakukan tanggal 18 April 2005 sedangkan LPJ I diterima tanggal 15 Juni 2005. Berdasarkan laporan bulan Agustus 2005 jumlah penyaluran pembiayaan sebesar Rp9.962.250.000 atau hampir sebesar total pencairan. c. Pengenaan suku bunga ke anggota tidak sesuai ketentuan . Baik dalam SP3 maupun dalam perjanjian pembiayaan yaitu pasal 10 mengenai penyaluran pembiayaan ayat 10.4 yang menyebutkan bahwa Suku bunga atas pembiayaan debitur setinggitingginya sebesar 9% diatas suku bunga yang dikenakan PNM kepada LKP. Dalam laporan supervisi tanggal 25 April 2005 ditemukan pengenaan suku bunga pinjaman dari Kopegtel ke anggota sebesar 12% flat pa. Sedangkan menurut PK, Kopegtel mengenakan suku bunga ke anggota maksimum 10,37% flat p.a (setara dengan 20,31% sliding). Hal tersebut bertentangan dengan: a. Perjanjian pinjaman antara Pemerintah RI dengan PT PNM tanggal 14 Mei 2004 tentang pendanaan kredit usaha mikro dan kecil. b. Manual produk sarana usaha produktif Madani 2004 tentang jangka waktu pembiayaan yaitu maksimum 36 bulan (3 tahun). Kondisi tersebut mengakibatkan: a. PT PNM tidak dapat memanfaatkan dan menyalurkan baki debet akhir tahun ketiga sebesar Rp2.500.000.000 kepada UKM. 23 b. PT PNM dapat dikenakan pasal 10 tentang pelanggaran dan sanksi perjanjian antara Pemerintah RI dengan PT PNM, karena membiarkan pelanggaran atas pembiayaan sarana usaha produktif pada Kopegtel. Hal tersebut terjadi karena Kepala cabang PT PNM cabang Bandung kurang teliti memberikan pembiayaan karena bertujuan untuk mencapai target penyaluran sesuai RKAP tanpa memperhatikan ketentuan yang ada. Direksi PT PNM menjelaskan a. PT PNM mengakui adanya ketidaksesuaian jangka waktu pembiayaan dengan manual produk sarana usaha produktif dengan alasan pada kepentingan bisnis dan terhadap hal tersebut telah disetujui oleh Komite Kredit Kantor Pusat. b. PT PNM akan melakukan renvoi atas PK untuk poin tenor dari LKP ke enduser menjadi 4 tahun. c. Adanya keterlambatan pencairan dana sarana usaha produktif di Departemen Keuangan, sehingga pembiayaan ditalangi lebih dahulu dengan dana dari Kopegtel sendiri. d. PT PNM mengakui belum ditetapkan standar pelaporan per debitur per sektor usaha, asset dan omzetnya. Saat ini kantor cabang dan kantor pusat sedang berupaya membuat format laporan standard untuk mengklasifikasi enduser SUP dengan berdasarkan kategori asset dan omzet. e. Pembiayaan dari LKP ke enduser belum mengakomodir perjanjian kredit yang memuat ketentuan bunga sesuai SUP. PT PNM akan melakukan pembinaan kepada Kopegtel. BPK RI menyarankan agar Direksi PT PNM a. Memberi sanksi kepada Kepala Cabang PT PNM cabang Bandung dan selanjutnya lebih memperhatikan ketentuan yang ada. b. Membuat standard pelaporan per debitur, per sektor usaha untuk dapat mengklasifikasikan anggota koperasi berdasarkan kategori omzet dan hasil penjualan. c. Melakukan renvoi (koreksi) atas PK untuk poin tenor dari LKP ke enduser menjadi 4 tahun.

7. Pemberian pembiayaan kepada Usaha Simpan Pinjam Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) sebesar Rp6.600.000.000,00 tidak sesuai ketentuan PT PNM telah menyalurkan pembiayan kepada Unit Usaha Simpan Pinjam Koperasi Pengangkutan Umum Medan (USP-KPUM) dengan rincian sebagai berikut: : Jenis Fasilitas EQU No. & Tgl Perjanjian No. 64 20 Juli 04 No. 19 8 Okt 04 No. 73 24 Okt 05 Total Plafond (Rp) 3.000,00 Jangka Waktu 36 Bulan 48 Bulan 36 Bulan Tahap Pencairan Tahap I Tahap II Tahap III Tahap I Tahap II Tahap I Pencairan (Rp) 750,00 1.250,00 1.000,00 2.112,00 4.488,00 1.500,00 11.100,00 Tgl Cair 28 Jul 04 23 Agt 04 10 Sep 04 5 Nop 04 10 Des 04 28 Okt 05 (dalam juta rupiah) Tgl Jth Baki Debet Tempo Per 30 Jun 2006 28 juli 07 312,50 28 juli 07 520,83 28 juli 07 416,67 5 Nop 08 5 Nop 08 28 Okt 08 1.276,00 2.769,19 1.250,00 6.545,19 SUP 1 SUP 2 6.600,00 1.500,00 11.100,00 Adapun jaminan-jaminan yang diberikan pada masing-masing fasilitas adalah sebagai berikut : Jenis Fasilitas EQU No. & Tgl Perjanjian No. 64 20 Juli 04 Jaminan 1. Tanah beserta bangunan HGB No. 9/Sitirejo I, luas 1.552 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2010 HGB No. 10/Sitirejo I, luas 242 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2010 24 SUP 1 SUP 2 No. 19 8 Okt 04 No. 73 24 Okt 05 HGB No. 26/Sitirejo I, luas 952 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2017 Jaminan tersebut telah dikuatkan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan untuk pemasangan Hak Tanggungan Peringkat II. 2. Personal Guarantee dari Pengurus Inti KPUM 1. Cessie piutang sebesar Rp6.600.000.000,00. 2. 100 unit mobil angkutan umum tercatat atas nama KPUM. Jaminan ini dikuatkan dengan Akta Jaminan Fidusia Jaminan dari Jaminan pembiayaan sebelumnya (Cross Collateral) 1. Tanah beserta bangunan HGB No. 9/Sitirejo I, luas 1.552 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2010 HGB No. 10/Sitirejo I, luas 242 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2010 HGB No. 26/Sitirejo I, luas 952 m2 a.n. KPUM lama hak 20 thn s.d. th 2017 Jaminan tersebut telah dikuatkan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan untuk pemasangan Hak Tanggungan Peringkat II. Sedangkan nilai jaminan yang diberikan oleh KPUM kepada PT PNM sampai dengan tanggal 30 Juni 2006 adalah sebesar nilai pasar dengan rincian sebagai berikut : No. 1. 2. 3. 4. Jaminan Tanah Bangunan Cessie Piutang Mobil Angkot TOTAL Jumlah 2.746 M2 483 M2 1.129 Debitur 100 Unit Nilai Pasar (Rp) 4.393.600.000,00 144.900.000,00 6.600.000.000,00 7.755.000.000,00 18.893.500.000,00 Nilai Likuidasi (Rp) 70% atau 3.075.520.000,00 70% atau 101.430.000,00 50% atau 3.300.000.000,00 70% atau 5.428.500.000,00 11.905.450.000,00

Berdasarkan pemeriksaan atas dokumen-dokumen pembiayaan kepada USP KPUM diketahui hal-hal sebagai berikut : a. Terdapat dana pembiayaan sebesar Rp89.000.000 (Rp23.000.000 +[Rp132.000.000:2]) diragukan penyalurannya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan sampling surat perjanjian antara KPUM dengan debitur yang menerima dana dari PT PNM, terdapat 29 debitur dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) tidak sesuai dengan Surat Perjanjian Pinjaman antara KPUM dengan debitur, sehingga penyaluran atas dana pembiayaan fasilitas produk equity tersebut diragukan. b. Penilaian terhadap jaminan diragukan kewajarannya. Berdasarkan pemeriksaan atas 2 (dua) Laporan Penilaian Jaminan yang berbeda waktu lebih dari 1(satu) tahun atas tanah dan bangunan yang sama diketahui bahwa nilai pasar yang diberikan tetap dan tidak berubah serta dasar penilaian atas besarnya nilai pasar tersebut tidak didokumentasikan dengan baik sebagai bukti penilaian jaminan. c. Pengenaan biaya administrasi tidak sesuai ketentuan. PT PNM mengenakan biaya administrasi sebanyak 2 (dua) kali yaitu tanggal 5 Nopember 2004 sebesar Rp66.000.000,00 atau 1% dari plafon pembiayaan dan tanggal 20 Maret 2006 sebesar Rp51.611.064,00 atau 1% dari baki debet pencairan tahap I bulan Nopember 2006 dan pencairan tahap II bulan Desember 2006. Hal tersebut tidak sesuai dengan Manual Produk Pembiayaan SUP yaitu biaya administrasi dikenakan satu kali dimuka. d. Jangka waktu pembayaran angsuran tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen secara sampling atas Perjanjian Sewa Beli antara KPUM dengan debitur diketahui bahwa pembayaran angsuran atas angsuran sewa beli kendaraan angkutan untuk jangka waktu selama 48 bulan. Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan jangka waktu pembiayaan SUP yaitu maksimum 3 tahun termasuk masa tenggang pembayaran angsuran 1 tahun. a. Penilaian jaminan untuk SUP I dan II tidak sesuai ketentuan. Berdasarkan Perjanjian Pembiayaan No. 19 tanggal 18 Oktober 2004 Pasal 10 mengenai jaminan KPUM saat memperoleh pembiayaan produk SUP I dan II sebesar Rp6.600.000.000,00 dan Rp1.500.000.000,00 yang dijaminkan kepada PT PNM yaitu : 25 1) BPKB 100 unit kendaraan angkutan kota (angkot) baru dengan total harga pasar sebesar Rp7.755.000.000,00 dan nilai likuidasi 70% dari total harga pasar yaitu sebesar Rp5.428.500.000,00 tanpa mengatur jenis kendaraan apakah untuk angkutan kota atau mobil pribadi. 2) Piutang KPUM sebanyak 1.242 Debitur dengan nilai piutang sebesar Rp6.628.770.150,00 dan jangka waktu angsuran dibawah 12 bulan dijadikan jaminan sebagai Cessie Piutang kepada PT PNM. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa jumlah piutang yang seharusnya tidak dapat dijadikan jaminan ke PT PNM minimal sebesar Rp4.017.598.000,00 karena telah macet sehingga cessie piutang yang sebenarnya dijaminkan kepada PT PNM hanya sebesar Rp2.611.172.150,00 (Rp6.600.000.000,00 Rp4.017.598.000,00). b. Cessie piutang yang dijaminkan KPUM kepada PT PNM per 30 Juni 2006 sebesar Rp6.628.770.150,00 mulai dari pembiayaan SUP I 8 Oktober 2004 atau selama 20 bulan. KPUM baru sekali mengevaluasi cessie piutang tersebut yaitu pada tanggal 31 Mei 2006 dengan nilai cessie piutang menjadi Rp6.645.292.050,00. Akan tetapi cessie piutang sebagian besar masih merupakan piutang macet dan jangka waktu angsuran dibawah 12 bulan diantaranya yang material adalah sebagai berikut : No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nama Debitur KPUM/Oli Graha Unit Taksi-KPUM Unit Perumahan KPUM Unit Perumahan Proyek Perum Marelan Tepu Kaban Drs. T.M.A Naibaho

Ferdinand Simangunsong Total Jangka waktu 12 bulan 12 bulan 12 bulan 12 bulan 24 bulan 36 bulan 24 bulan Jatuh Tempo 4 April 2002 15 Juli 2003 1 Sept 2005 4 Juli 2005 11 Agust 2005 Baki Debet 50.000.000,00 700.000.000,00 1.410.104.000,00 1.707.494.000,00 69.433.000,00 22.000.000,00 92.000.000,00 4.051.031.000,00 Berdasarkan tabel diatas jumlah piutang yang seharusnya tidak dapat dijaminkan ke PT PNM sedikitnya sebesar Rp4.051.031.000,00 sehingga cessie piutang yang sebenarnya dijaminkan kepada PT PNM hanya sebesar Rp2.548.969.000,00 (Rp6.600.000.000,00 Rp4.051.031.000,00). Hal tersebut tidak sesuai dengan: a. Manual Produk Pembiayaan SUP kepada LKM Non Bank yang menyatakan bahwa biaya administrasi 1% dari plafon pembiayaan dikenakan satu kali dibayar dimuka. b. Dalam menilai jaminan atas aktiva tetap seharusnya didokumentasikan dengan baik sebagai bukti dasar penilaian jaminan dengan memperhatikan kondisi dan masa manfaat aktiva tetap tersebut pada saat dilakukan penilaian. c. Surat Keputusan Direksi PT PNM No. 009/PNM-DIR/III/05 tanggal 4 Maret 2005 yang menyatakan diantaranya bahwa piutang yang dapat dijadikan jaminan kepada PT PNM adalah piutang yang jumlahnya sama dengan jumlah pembiayaan dengan status lancar (Kolektibilitas 1) dan jangka waktu piutang tidak boleh kurang dari jangka waktu pinjaman yang diberikan PT PNM. Kondisi tersebut mengakibatkan pembiayaan kepada KPUM beresiko tinggi karena tidak memiliki jaminan yang memadai. Hal tersebut terjadi karena: a. PT PNM cabang Medan pada saat melakukan penilaian jaminan tidak mendokumentasikan secara baik dokumen atau data pendukung sebagai bukti dasar penilaian. b. PT PNM cabang Medan tidak melakukan review/analisa atas piutang KPUM yang dijadikan sebagai jaminan. Direksi PT PNM menjelaskan 26 a. Ketidaksesuaian jumlah pinjaman yang diberikan kepada 29 debitur KPUM yang terdapat dalam LPJ dibandingkan Surat Perjanjian Pinjaman merupakan kelalaian PT PNM cabang Medan yang tidak evaluasi atau review atas LPJ yang diterima dari KPUM. b. PT PNM tidak melakukan pendokumentasi sumber informasi dalam melakukan appraisal atas tanah dan bangunan sebagai bukti dasar penilaian jaminan dikarenakan pendokumentasian sumber informasi tersebut belum diatur dalam Form Mutu. c. Pengenaan biaya adminsitrasi sebesar 1% setiap tahunnya dari jumlah pembiayaan atau baki debet telah difasilitasi SE Internal No. SE-008/PNM-SPR/VII/04 tanggal 26 Juli 2004. d. PT PNM akan melakukan renvoi (koreksi) terhadap Perjanjian Pembiayaan SUP I No. 19 tanggal 8 Oktober 2004 pasal 10.5 menjadi 4 tahun. e. Masukan tentang penilaian jaminan kendaraan dengan nilai likuidasi sebesar 70% dari harga pasar tidak dapat digunakan untuk semua kendaraan merupakan masukan untuk unit terkait pembuat ketetntuan/kebijakan. Sedangkan cessie piutang KPUM dari debitur bermasalah, PT PNM akan melakukan koreksi dan selanjutnya akan dilakukan monitoring dan evaluasi atau review setiap up date cessie. BPK RI menyarankan Direksi PT PNM a. Meminta pertanggungjawaban Kepala cabang dan komite pembiayaan PT PNM cabang Medan atas persetujuan pembiayaan KPUM tersebut dan mereview dan mengendalikan jaminan atas setiap pembiayaan. b. Melakukan koreksi cessie piutang yang bermasalah dan memonitor serta mengevaluasi atau mereview setiap up date cessie. c. Merenvoy Perjanjian Pembiayaan SUP I No. 19 tanggal 8 Oktober 2004 pasal 10.5.

8. Pemberian fasilitas pembiayaan Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) Madani sebesar Rp5.000.000.000,- kepada Koperasi Kesejahteraan Karyawan Biofarma (K2BF) tidak sesuai ketentuan PT PNM cabang Bandung memberikan pembiayaan kepada Koperasi Karyawan Bio Farma (K2BF) sebesar Rp5.000.000.000,00 untuk modal kerja dengan jangka waktu pembiayaan 48 bulan serta suku bunga 15,5% p.a efektif. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap dokumen pembiayaan kepada K2BF diketahui permasalahan sebagai berikut : a. Account Officer (AO) tidak melakukan business checking dan crosscheking kepada nasabah K2BF dalam proses kunjungan usaha ke K2BF. b. Pembiayaan PNM digunakan untuk tujuan konsumtif oleh anggota K2BF . Sebagai salah satu syarat pencairan dana di dalam SP3, K2BF diharuskan membuat surat permohonan pencairan dana dengan melampirkan daftar nominatif anggota koperasi yang akan menerima pembiayaan. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa tujuan pembiayaan dalam permohonan pencairan berubah-ubah dari tujuan untuk komsumtif hingga menjadi modal usaha. c. Pembiayaan kepada K2BF tidak dicover dengan jaminan (collateral). Sesuai manual produk ketentuan agunan KSP/BMT dari Divisi MRR, diketahui bahwa terdapat pengecualian terhadap persyaratan agunan untuk USP dari Koperasi Pegawai yang berada dibawah naungan BUMN yang melayani public sector. Untuk itu PT PNM cabang Bandung mengecualikan K2BF dalam hal jaminan pembiayaan. Namun pada kenyataannya PT Bio Farma tidak memiliki asset sama atau lebih dari Rp 3 trilyun dan tidak berbentuk layanan publik. d. Pencairan dana tidak sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian. 27 e. a. b. c. d. e. a. b. a. b. a. b. c. d. e. a. b. Sebagai salah satu syarat pencairan yang juga dicantumkan dalam perjanjian adalah polis asuransi atau bukti pembayaran asuransi jiwa atas nama anggota peminjam dengan Bankers Clause PT PNM harus sudah diterima sebelum pencairan. Hingga pembiayaan kepada K2BF ini efektif berjalan, polis asuransi asli dimaksud belum diterima PT PNM. PT PNM cabang Bandung tidak mengenakan sanksi kepada K2BF atas pelanggaran perjanjian pembiayaan. K2BF tidak menyampaikan laporan realisasi pembiayaan (LPJ) dalam jangka waktu 45 hari setelah pencairan, laporan triwulanan penyaluran pembiayaan yang berasal dari PT PNM beserta laporan kolektibilitasnya dan laporan

keuangan. Hal tersebut bertentangan dengan: Instruksi Kerja untuk Kunjungan Usaha Manual produk PMK Madani, bahwa obyek kredit/pembiayaan yang dapat dibiayai dengan fasilitas ini adalah usaha produktif. SK-009/PNM-DIR/III/05 tentang penerapan rating dan crelit line dalam proses pengajuan persetujuan kredit (pembiayaan) untuk koperasi simpan pinjam & baitul maal wat tamwil dan ketentuan jaminan yang terkait dengan rating Pasal 18 ayat 2 dan 3 : KSP/BMT dengan rating tier 3 dan kategori III maka agunan minimum SCR 80%, dimana agunan tersebut harus ada yang berupa jaminan fixed asset Pasal 20 : pengecualian terhadap persyaratan agunan untuk unit simpan pinjam dari koperasi pegawai dapt diberlakukan kepada USP yang memenuhi salah satu dari kondisi berikut : USP dari koperasi pegawai yang berada di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Perjanjian pembiayaan pasal 8 mengenai syarat pencairan Perjanjian pembiayaan pasal 8 ayat 9, 10, 12 mengenai syarat pembiayaan dan pasal 13 ayat 1 tentang penghentian perjanjian karena kelalaian pihak debitur Kondisi tersebut mengakibatkan: Pembiayaan PT PNM kepada K2BF tidak sesuai peruntukannya. Risiko pembiayaan PT PNM kepada K2BF tinggi karena tidak memiliki jaminan yang memadai. Hal tersebut disebabkan: PT PNM cabang Bandung kurang hati-hati dalam pemberian pembiayaan kepada K2BF. PT PNM cabang Bandung kurang cermat dalam memahami ketentuan jaminan dan lalai dalam menerapkan syarat pencairan sesuai perjanjian pembiayaan. Direksi PT PNM menjelaskan Kunjungan usaha ke end user K2BF tidak dilakukan oleh PT PNM cabang Bandung karena tidak ada dalam prosedur pembiayaan (hanya ada di format LKU). PT PNM cabang Bandung akan melakukan verifikasi atas pengaruh versi-versi daftar nominatif. Pengecualian terhadap K2BF tentang syarat jaminan telah mendapat persetujuan one up approval dari Komite. PT PNM cabang Bandung akan meminta polis asuransi yang dimaksud. PT PNM cabang Bandung akan melakukan verifikasi hitungan bunga dan akan melakukan perbaikan konsep perjanjian. BPK RI menyarankan Direksi PT PNM Menegur Kepala Cabang dan komite pembiayaan PT PNM cabang Bandung atas permasalahan tersebut. Melakukan verifikasi atas pengaruh versi daftar nominatif, hitungan bunga serta memperbaiki konsep perjanjian. 28 c. Meminta polis asuransi yang asli sebagai bukti pembayaran asuransi jiwa. 9. PT PNM Cabang Medan berpotensi menderita kerugian Rp191.550.000 dan tidak menerima penghasilan bunga sebesar Rp51.270.311 atas piutang macet Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi. PT PNM cabang Medan memberikan pembiayaan kepada Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSU JA) dengan rincian sebagai berikut: a. Pembiayaan I sebesar Rp150.000.000 yang dituangkan dalam akta perjanjian kredit No. 13 tanggal 7 Juli 2004 dengan jaminan sebagai berikut: No 1. 2. 3. 4. Jenis Jaminan Tanah dan Bangunan Cessie piutang Lembaga Penjaminan PT PKPI Personal Guarantee Jumlah N. Pasar 71.500.000 87.500.000 Coverage (%) 70 50 Nilai Likuidasi 50.050.000 43.750.000 60.000.000 153.800.000 b. Permohonan II sebesar Rp350.000.000 yang dituangkan dalam dalam akta perjanjian kredit No.41 tanggal 16 Pebruari 2005 dengan jaminan sebagai berikut:

No 1. 2. 3. 4. Jenis Jaminan Tanah & Bangunan Tanah & Bangunan Cessie Piutang Personal Guarantee N. Pasar 250.600.000 171.200.000 300.000.000 Jumlah Coverage (%) 50 50 50 Nilai Likuidasi 125.300.000 85.600.000 150.000.000 360.900.000 Sampai dengan akhir pemeriksaan (9 Agustus 2006), dapat diketahui bahwa baki debet per 30 Juni 2006 sebesar Rp452.500.000 dengan rincian pembiayaan I sebesar Rp102.500.000 dan pembiayaan II sebesar Rp350.000.000. Sedangkan jaminan total nilai likuidasi jaminan yang dapat dieksekusi sebesar Rp260.950.000 (Rp50.500.000 + Rp125.300.000 + Rp85.600.000). Ditambah dengan penghasilan bunga yang belum dibayar oleh KSU JA minimal sebesar Rp51.270.311. Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa PT PNM cabang Medan kurang hatihati dalam pemberian pembiayaan pada KSU JA terlihat hal-hal sebagai berikut: a. PT PNM cabang Medan tidak mereview jaminan berupa cessie piutang dalam pembiayaan I dan pembiayaan II dan tidak memperpanjang jangka waktu jaminan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin PKPI. b. PT PNM cabang Medan tidak memverifikasi perjanjian kredit antara KSU JA dengan nasabahnya dan apakah jaminan yang diberikan nasabah tersebut sudah memadai, baik untuk pembiayaan I maupun II. c. PT PNM cabang Medan tidak mengenakan sanksi kepada KSU JA terhadap pelanggaran yang dilakukan KSU JA yaitu tidak menyampaikan laporan pembiayaan setiap 1 bulan sekali dan laporan keuangan (neraca dan rugi laba) setiap 1 bulan sekali. d. Akta Perjanjian no. 41 tanggal 16 Pebruari 2006 tidak memuat klausula Pengalihan Hak Piutang (subrograsi) seperti yang tertuang dalam SP3 No. S037/PNM-MES/II/2005 tanggal 2 Pebruari 2005. e. PT PNM tidak melakukan supervisi baik untuk pembiayaan I maupun II Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan atau peraturan: a. Akta perjanjian kredit antara PT PNM dengan KSU JA nomor 13 tanggal 7 Juli 2004 dan nomor 41 tanggal 16 Pebruari 2005 pasal 6 ayat b yang berbunyi peminjam wajib membuat dan menandatangani perjanjian pembiayaan tertulis antara peminjam dengan nasabahnya dan dicover dengan jaminan yang memadai. 29 b. Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan (SP3) no. S-037/PNM-MES/II/2005 tanggal 2 Pebruari 2005 untuk pembiayaan II. c. Piutang yang dijadikan jaminan harus mempunyai jangka waktu atau belum jatuh tempo. d. PT PNM cabang Medan harus menerapkan sikap hati-hati (prudent) dalam proses pembiayaan. Kondisi tersebut mengakibatkan PT PNM cabang Medan berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp242.820.311 (Rp191.550.000 + Rp51.270.311). Hal tersebut terjadi karena: a. Kepala Cabang PT PNM Medan tidak melakukan supervisi dan tidak tegas terhadap KSU JA yang tidak menyampaikan laporan. b. Bagian Legal tidak melakukan reviuw cessie piutang KSU JA yang telah jatuh tempo untuk pembiayaan I dan tidak memasukan Hak Pengalihan Piutang (Hak Subrograsi) pada perjanjian pembiayaan ke II. c. Account Officer (AO) PT PNM cabang Medan tidak melakukan verifikasi terhadap perjanjian kredit antara KSU JA dengan nasabahnya dan memeriksa jaminan. Direksi PT PNM menjelaskan a. PT PNM telah berusaha mencari informasi melalui telepon mengenai perpanjangan penjaminan atas pembiayaan KSU JAYA ABADI kepada PKPI. Dengan kondisi pembiayaan KSU JA macet maka PKPI tidak bisa memperpanjang masa penjaminan pembiayaan. Dimasa datang seluruh kegiatan-kegiatan akan didokumentasi dengan lebih baik. b. PT PNM memang tidak melakukan review terhadap cessie piutang karena pada tahun 2004 belum

ketentuan yang disahkan PT PNM kantor pusat yang mengatur kegiatan tersebut. c. PT PNM mengakui bahwa dalam Perjanjian Kredit (PK) tahun 2005 tidak mencantumkan klausul hak subrograsi yang dalam SP3 hak tersebut tercantum. Kedepannya PT PNM akan mengajak bersama sama dengan Jaya Abadi akan melakukan penagihan ke end user dan PT PNM akan lebih cermat untuk membuat PK. d. PT PNM tidak memverifikasi perjanjian kredit antara Lembaga Keuangan Pelaksana (LKP) dengan end user yang disertai jaminan yang memadai. e. Keterbatasan jumlah karyawan di PT PNM cabang Medan sehingga tidak dapat melakukan Supervisi. f. PT PNM melakukan penagihan bulan Maret April 2005 yang merupakan penagihan rutin setiap minggunya tetapi tidak membuat laporan kunjungan tersebut. BPK RI menyarankan Direksi PT PNM a. Menegur Kepala cabang, bagian legal dan Account Officer PT PNM cabang Medan atas pelanggaran ketentuan dalam pembiayaan kepada KSU Jaya Abadi tersebut. b. Melakukan penagihan kepada end user dengan berkoordinasi dengan KSU Jaya Abadi. c. Mereview secara periodik cessie piutang. d. Memverifikasi perjanjian kredit antara LKP dengan end user . 1