rengkak ronggeng · 2020. 9. 3. · 5 kata pengantar assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh....
TRANSCRIPT
1
RENGKAK RONGGENG
Oleh
Nurhabibah Sabandiah
NIM:1511539011
TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI S1 TARI
JURUSAN TARI FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
GASAL 2019/2020
2
RENGKAK RONGGENG
Oleh
Nurhabibah Sabandiah
NIM:1511539011
Tugas Akhir Ini Diajukan Kepada Dewan Penguji
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Mengakhiri Jenjang Studi Sarjana S1
Dalam Bidang Tari
Gasal 2019/2020
3
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana
di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau terdapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam kepustakaan.
Yogyakarta, 8 Januari 2020
Penulis,
Nurhabibah Sabandiah
1511539011
5
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karuniaNya, sehingga saya dapat
menyelesaikan karya tari Rengkak Ronggeng beserta skripsi tari sesuai target yang
diharapkan. Karya tari beserta Skripsi tari ini dibuat guna mendapatkan gelar
sarjana tari, dalam kompetensi penciptaan tari, di jurusan Tari Fakultas Seni
Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Proses karya ini banyak sekali hambatan dan kendala yang dirasakan,
tetapi dengan dukungan, doa, kerja keras dan kesabaran dari berbagai pihak yang
membantu dan akhirnya karya tari ini berjalan dengan baik berkat bantuan dan
dukungan dari pihak-pihak yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk dapat mewujudkan karya tari ini.
Pada kesempatan ini disampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung karya tari ini, yaitu
kepada :
1. Bapak Dindin Heryadi, M.Sn selaku pembimbing I yang selalu
meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan tentunya selalu sabar dalam
memberikan bimbingan, nasihat, semangat serta dorongan agar terus
berkembang sehingga timbul semangat dalam proses pengkaryaan tugas
akhir ini.
6
2. Ibu Dra. Erlina Pantja Sulistijaningtijas, M.Hum selaku dosen
pembimbing II yang selalu meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan
tentunya selalu sabar dalam memberikan bimbingan, nasihat, semangat
serta dorongan agar terus berkembang sehingga timbul semangat dalam
proses pengkaryaan tugas akhir ini.
3. Dr. Martinus Miroto, M.F.A selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan, ilmu yang bermanfaat dan telah meluangkan waktu, tenaga serta
pikiran dalam proses pengkaryaan tugas akhir ini.
4. Ibu Dr. Rina Martiara, M.Hum selaku dosen wali selama menjalani studi
dari awal masuk kuliah yang memberikan masukan dan arahan mengenai
perkuliahan, sehingga saya bisa sampai sejauh ini.
5. Ibu Dra. Supriyanti, M.Hum selaku Ketua Jurusan Tari yang telah banyak
membantu selama proses studi.
6. Seluruh Dosen Jurusan Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni
Indonesia Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu serta
pengalaman berharga selama menjalani studi.
7. Seluruh karyawan Jurusan Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni
Indonesia Yogyakarta yang telah memberikan waktu serta membantu
dalam hal peminjaman dan persiapan fasilitas yang dibutuhkan.
8. Bapak Agus Rahmat dan Ibu Enung Nurtoyibah, orang tua tercinta yang
tidak pernah lelah, berhenti dalam mememberikan dorongan dan dukungan
utama baik secara moril maupun materil demi kelancaran studi ini. (Hatur
nuhun ayah mamah, nuhun sagala-galana. Dede sayang kalian).
7
9. Para Pemusik, Andria, Ganjar, Panji, Salim, Candita, Roby, mamah RR,
Salim, A Iyan dan Yopi selaku kordinator latihan selama proses jarak jauh,
yang sudah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk berproses
bersama.
10. Para penari, Ifa, Fatma, Febby, Ariesta, Venny, Tiko, Niken, Tiyul,
Anggita, Muhklis dan Ibet yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga,
pikiran demi terciptanya karya tari ini. Tanpa kehadiran kalian karya ini
bukannlah apa-apa.
11. Kepada Teh Cucu Ayu, Umi Rina, Teh Ikok, Abah Karawang, Ridwan Ea,
yang telah memberikan ilmu dan sudah mau memberikan nasehat, berbagi
pengalaman, meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk bergabung dalam
karya tari ini.
12. Cak Eko , yang sudah rela untuk meluangkan waktu dari latihan sampai
hari pementasan untuk membantu penata cahaya dalam karya tari ini.
13. Om Cahyo, Zico, Pebri, Fadil, yang sudah meluangkan waktu, pikiran dan
tenaga demi terciptanya setting yang diinginkan terwujud.
14. Vio Wijaya yang sudah merelakan waktunya dalam pembuatan dan
perombakan notasi musik.
15. Rendy Bayo dan Candita Ebed, kakak yang paling baik dan selalu setia
memberikan semangat, mendengarkan curhatan, keluhan, meluangkan
waktu untuk mengingatkan segala hal. (Aa makasih atas semua yang
kalian berikan dan terimaksih sampai saat ini kalian selalu menjadi kakak,
sahabat dan segalanya buat dede, dede sayang kalian).
8
16. Dio, Zul, Abeng, Agung, yang telah membantu dalam penulisan skripsi
ini, saling bertukar pikiran dan saling mensuport satu sama lain, sukses
buat kalian semua dan akhirnya kita bisa wisuda bareng.
17. Fadhil Mahfudh, sahabat yang paling baik yang selalu mensuport, selalu
ada saat saya membutuhkan dan selalu memberikan nasehat. Maaf bila
dalam berproses ini dirimulah sasaran amarah yang keluar akibat
kepanikan yang ada pada diri saya. Dibalik itu saya berterimakasih atas
kesabaran dan dukungan yang sudah diberikan.
18. Bima, Razan, Ibnu dan Mahmudi yang selalu mendengarkan curhatanku,
ngeluh, sedih, nangis dan selalu meluangkan waktu untuk saya. Saya
berterimakasih sebanyak-banyaknya kepada kalian.
19. Teman-teman seperjuangan yang sedang menjalankan tugas akhir bersama
Lilis, Putri, Nada, Krisna, Widi dan Astika yang sering menghibur satu
sama lain dan saling bertukar fikiran.
20. Mak Fuad dan mbak Tika yang telah bersedia untuk direpotkan dalam
membantu pembuatan rias dan busana karya tari ini. Terimakasih atas ide
yang sangat membantu untuk berkembangnya konsep kostum yang saya
inginkan.
21. A Gigin selaku kakak yang senantiasa mendukung saya dalam proses
pengkaryaan karya tari ini.
22. Ulfa, Ajeng, Shindy, Poppy dan Mimi Tami yang sudah menjadi ibu
kesejahteraan perut para penari dan pemusik. Tanpa kalian perut kami
9
selalu mendemo oleh cacing yang nakal. Maaf atas kerepotan yang sering
saya buat. Terimakasih ceu haji.
23. Terimakasih kepada team dokumentasi Fadhil, Bima, Ibnu, Mahmudi,
Ricard, Razan yang selalu berbagi waktu untuk datang mengabadikan
momen-momen latihan, seleksi, sampai hari pementasan. Tanpa kalian
karya ini hampa.
24. Teman-teman Genjot Kawel, terimakasih sudah menjadi keluarga,
terimakasih juga atas semangat seperjuangan diberikan selama ini. Momen
dan pengalaman yang sudah kita ukir akan selalu saya kenang dalam hati,
ingatan dan sanubari saya. Untuk keluargaku terimakasih atas segala hal
yang pernah kita susun selama kita disini. Aku sayang kalian.
25. Hand Production yang telah memberikan bantuan untuk
menyelenggarakan proses ujian tugas akhir ini. Tenaga dan semangat
kalian luar biasa.
Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, selagi kita masih bisa dan mau
berusaha apapun yang kalian inginkan akan terwujud. Hidup adalah Misteri.
Yogyakarta, 8 Januari 2020
Penulis
Nurhabibah Sabandiah
1511539011
10
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………...…………. iii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………...……. iv
LEMBAR RINGKASAN ………………………………………………………. v
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. vi
DAFTAR ISI ………………………………………………...…………………. xi
DAFTAR GAMBAR ……………………..……….………………………..… xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………..…………………… xv
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
A. Latar Belakang ……………………………………………….....…… 1
B. Rumusan Ide Penciptaan ………………………………………….... 13
C. Tujuan dan Manfaat ………………………………………..………. 14
D. Tinjauan Sumber …………………………………………..……….. 15
BAB II. KONSEP PENCIPTAAN ………………………………...…………. 20
A. Kerangka Dasar Pemikiran …………………………………..…….. 20
B. Konsep Dasar Tari ………………………………………….……… 21
1. Rangsang Tari …………………………………………….……. 22
2. Tema Tari ………………………………………………….....… 22
3. Judul Tari ………………………………………………….…… 23
4. Bentuk dan Cara Ungkap ……………………………………..... 23
C. Konsep Garap Tari …………………………………………….…… 27
1. Gerak Tari ………...………………...……………………….… 28
2. Penari …………………………………………………………... 28
3. Iringan Tari …………………………...…………………...…… 29
4. Rias dan Busana …………………………………………..……. 33
5. Pemanggungan ………………………………………….……… 33
a. Setting …………………………………………………….... 34
b. Ruang Tari ……………………………………………….… 35
c. Area Lokasi Pementasan …………………………………... 35
11
BAB III. PROSES PENGGARAPAN KOREOGRAFI ……………….....… 37
A. Metode Penciptaan …………………………….…………………… 37
1. Eksplorasi ……………………………………………...……….. 37
2. Improvisasi ………………………………………………..……. 39
3. Komposisi …………………………………………..………….. 40
4. Evaluasi ……………………………………….……….……….. 41
B. Tahap Penciptaan ………………………………………………....... 42
1. Proses Penciptaan Tahap Awal ……………………………..….. 42
a. Penentuan Ide dan Tema Penciptaan…………………….…. 42
b. Pemilihan dan Penentuan Penari ………………………….... 44
c. Pencarian dan Penentuan Properti ………..…..…..………… 46
d. Penentuan dan Pemilihan Penata Iringan …………..………. 46
e. Pemilihan Rias dan Busana ………………………..……….. 47
f. Proses Studio Penata Tari …………………………...……… 47
2. Proses Kerja Tahap Lanjut …………………………...………… 48
a. Proses Studio Penata dengan Penari ………………...……... 48
b. Proses Penata Tari dan Penata Iringan …………...………… 54
c. Proses Penata Tari dan Penata Busana ……………...……… 56
d. Proses Penata Tari dan Penata Artistik ………………......… 57
e. Proses Penulisan Skripsi …………………………..……….. 57
C. Evaluasi ………………………………………………..…………… 57
1. Evaluasi Penari …………………………...…………………….. 57
2. Evaluasi Penata Iringan ……………………...…………………. 58
3. Evaluasi Koreografi ..…………………………………..………. 59
BAB IV. LAPORAN HASIL PENCIPTAAN ……………………………….. 60
A. Urutan Penyajian Tari …………………………..………………….. 60
1. Introduksi …………………………………..…………………... 60
2. Adegan I ……………………………………..…………………. 61
3. Adegan II …………………………...…………………………... 62
4. Adegan III ………………………………………..…………….. 63
5. Adegan IV ………………………………………..…………….. 64
6. Ending ………………………………………………..………… 67
B. Deskripsi Gerak ………………………………...…………………... 67
BAB V. PENUTUP ………………………………………...………………….. 73
A. Kesimpulan ……………………………………………………..….. 73
B. Saran ………………………………………..……………………… 74
DAFTAR SUMBER ACUAN ………………………………………………… 76
LAMPIRAN …………………………………………………...………………. 79
12
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1 Peta Jawa Barat mengenalkan Subang dan Karawang yang
bertitik dibagian utara Jawa Barat …………………………..........1
Gambar 2 Ronggeng Bajidor yang sedang asik bercanda dan saling
menertawakan bajidor yang sedang beraksi ………………...…… 3
Gambar 3 Ronggeng Bajidoran gaya Karawang yang sedang menari dan
mengeluarkan gaya atau ciri khas masing-masing ………………. 4
Gambar 4 Pementasan Ibing Pencak perguruan Sekar Mimitan Pasir Pogor
Kab. Bandung …………………………………………...……… 10
Gambar 5 Rias Korektif putri cantik ……………………………………….. 33
Gambar 6 Rias dan Kostum penari putra ………………………………….. 34
Gambar 7 Setting panggung yang menggunakan oncor dan kain berwarna
merah dan kuning ……………………………………………..... 35
Gamabr 8 Penari laki-laki dalam mencari gerak ibing pencak …………….. 38
Gambar 9 Eksplorasi penari perempuan dalam mencari kenyamanan gerak
geol, gitek dan goyang ………………………………………….. 39
Gambar 10 Gerak adegan 3 yang sudah dikomposisikan dan diterapkan
kepada penari …………………………………………………… 41
Gambar 11 Pada saat penata memberikan materi baru pada penari dan
menentukan hitungan …………………………………………… 51
Gambar 12 Pada saat penata memberikan materi dan memberikan gambaran
ekspresi seorang bajidor ……...………………………………… 53
Gambar 13 Pemusik sedang rekaman musik yang sudah dibuat sebelumnya. 55
Gambar 14 Pose pemusik memainkan musik dan memperhatikan hitungan
pada saat latihan ……………………………………………...… 56
Gambar 15 Pose penari putra yang sedang ibing pencak pada adegan I ….… 62
Gambar 16 Pose Penari Perempuan yang sedang ritual …………………….. 63
Gambar 17 Pose ketujuh penari saat mulai adegan III dari arah belakang
backdrop ………………………………………………..………. 64
Gambar 18 Pose ketujuh penari pada saat melakukan gerak salam untuk
mempersilahkan bajidor …………………………………...…… 65
13
Gambar 19 Gerak Gibrig Taktak ……………………………………………. 67
Gambar 20 Gerak Jedag …………………………………………………….. 68
Gambar 21 Gerak Geol ……………………………………………………… 69
Gambar 22 Gerak Gitek ……………………...……………………………... 70
Gambar 23 Gerak Goyang …………………………………………………... 71
Gambar 24 Bersama Kedua Orang Tua sebelum pementasan …………….. 119
Gambar 25 Bersama keluarga sebelum melaksanakan pementasan ……...... 119
Gambar 26 Penata bersama pemusik sebelum melaksanakan pementasan ... 120
Gambar 27 Penata bersama penari sebelum melaksanakan pementasan ….. 120
Gambar 28 Penata bersama tim dokumentasi sebelum melaksanakan
pementasan ……………………………….…………………… 121
Gambar 29 Penata bersama seluruh Pendukung karya Rengkak Ronggeng
sebelum pementasan ……………….………………………….. 121
Gambar 30 Penata bersama Dosen Pembimbing I setelah pementasan …… 122
Gambar 31 Bersama keluarga angkatan Seni Tari 2015 “Genjot Kawel”
setelah pementasan ……………………………………………. 122
14
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran I Pola Lantai ……………………………………………………. 80
Lampiran II Sinopsis Karya Rengkak Ronggeng …………...……………… 101
Lampiran III Pendukung Karya Rengkak Ronggeng ………………………... 102
Lampiran IV Jadwal Kegiatan ………………………………………………. 104
Lampiran V Leaflet ………………………………………………………… 106
Lampiran VI Tiket dan Co Card ………………………….…………………. 107
Lampiran VII Poster ……………………………………………….…………. 108
Lampiran VIII Pembiyaan Karya Tari Rengkak Ronggeng ………….………... 109
Lampiran XI Lighting Plot dan Masterplan …………………………………. 110
Lampiran X Kartu Bimbingan ……………………………………………… 120
Lampiran XI Foto Sebelum dan Sesudah Pementasan ……………………… 121
Lampiran XII Notasi Karya Rengkak Ronggeng ............................................... 125
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penciptaan
Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki bentuk
kesenian yang beragam. Ada bentuk kesenian sejenis dengan kesenian di
daerah lain, ada juga yang hanya terdapat di Jawa Barat yang menunjukan
keunikan dan ciri khas tersendiri. Kenyataan tersebut didukung pendapat Edi
Sedyawati bahwa seni tumbuh dalam lingkungan-lingkungan etnik yang
berbeda pula.1 Kekayaan dan keunikan bentuk-bentuk kesenian tidak jarang
dijadikan sebagai sumber penciptaan baru oleh para seniman tari maupun
seniman musik tradisi.
Gambar 1: Peta Jawa Barat mengenalkan Subang dan Karawang yang bertitik
dibagian utara Jawa Barat. (Dokumentasi: Dodo Rihanto,2019)
Karawang dan Subang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat
yang memiliki bentuk kesenian yang beragam. Frekuensi pemanggungan
1 Edi Sedyawati.Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Seri Ensi No. 4 Jakarta: Sinar Harpan,
1981:52
16
kesenian di Karawang lebih tinggi karena sebagian besar masyarakatnya
ketika menyelenggarakan pesta perkawinan atau khitanan umumnya
diramaikan dengan acara hiburan seperti mengundang grup kesenian.
Kesenian tradisi yang masih populer sampai sekarang diantaranya: topeng
banjet, kliningan bajidoran, atau kliningan jaipongan, reog, sandiwara,
tanjidor, pencak silat, wayang golek, calung, degung, dan sisingaan.2
Dari beberapa bentuk kesenian yang masih hidup di Karawang seperti
disebutkan di atas, terdapat salah satu bentuk kesenian yang belakangan ini
berkembang pesat serta kelompoknya menjamur di mana-mana. Bentuk
kesenian tersebut adalah kliningan-bajidoran atau kliningan-jaipongan, yang
lebih dikenal masyarakat Priangan dengan sebutan bajidoran. Jenis kesenian
ini termasuk jenis kesenian rakyat yang memiliki fungsi utama sebagai seni
hiburan, sajiannya bersifat dinamis dengan lantunan musik dan tarian yang
gemulai dari seorang ronggeng yang menggambarkan keceriaan.3 Dalam
kesenian bajidoran terdapat peran penting di dalamnya yaitu seorang penari
bajidoran atau sering disebut Ronggeng bajidor.
2 Een Herdiani Bajidoran di Karawang Kontinuitas dan Perubahan, Bandung: Hasta
Wahana, 2003:13 3 Ayip Rosidi Ciri-ciri Manusia dan Kebudayaan Sunda, Jakarta: Girimukti Pasaka
1984:130
17
Gambar 2: Ronggeng Bajidor yang sedang asik bercanda dan saling
menertawakan bajidor yang sedang beraksi
(Dokumentasi: Nurhabibah Sabandiah, ISBI Bandung September 2019)
Kata Ronggeng berasal dari kata renggana, yang berarti wanita, dan
ronggeng adalah wanita-wanita pujaan yang mempunyai peranan sebagai
penghibur.4 Ronggeng berarti tari tradisional dengan penari utama wanita
yang sangat centil, lincah, dan pandai menggoda. Bajidor berarti para
penikmat jaipongan yang sangat fanatik dengan kesenian Jaipong. Dengan
senang hati mereka menunjukkan kebolehan mereka dalam hal ngabajidor
atau bisa dikatakan menari dengan gaya mereka sendiri yang diiringi tepakan
kendang. Selain karena hobi mereka akan kesenian jaipong, ngabajidor adalah
suatu bentuk eksistensi dan status sosial seseorang di masyarakat, karena
sinden akan dengan senang hati terus memanggil nama bajidor untuk nyawer.
Bajidor juga sangat lihai menari Jaipong dengan diiringi oleh musik gamelan.
Bajidor biasanya ditarikan oleh penari laki-laki. Walau terkadang ada juga
4Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ronggeng Gunung Sebuah Kesenian Rakyat
di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Direktorat Jendral Kebudayaan, 1981/1982:5
18
wanita tetapi sebagian besar bajidor adalah seorang laki-laki. Gerak-gerak
yang biasanya digunakan oleh bajidor ini adalah perpaduan antara ketuk tilu
dan pencak silat.
Gambar 3: Ronggeng Bajidoran gaya Karawang yang sedang menari dan
mengeluarkan gaya atau ciri khas masing-masing.
(Dokumentasi: Nurhabibah Sabandiah, ISBI Bandung September 2019).
Dalam sejarahnya, kesenian Ronggeng Bajidor lebih dikenal di
kawasan pantura (pantai utara Jawa Barat). Seperti pada buku Endang
Caturwati yang berjudul Perempuan dan Ronggeng, Raffles mengatakan
Ronggeng tidak ada bedanya dengan pelacur, dan menurut Spiler Ronggeng
hanya memikirkan uang dengan imbalan yang besar, menguras uang para
lelaki hingga bangkrut habis-habisan, serta perusak rumah tangga orang.5
Awal kemunculan bajidoran diduga dipelopori oleh mantan penari
laki-laki atau para penggemar ketuk tilu yang dahulu dikenal dengan istilah
pamogoran. Lama-kelamaan istilah pamogoran menghilang seiring dengan
5 Endang Caturwati Perempuan dan Ronggeng, Bandung: Pusat Kajian Lintas Budaya,
2006:4
19
berubahnya minat masyarakat Karawang terhadap seni ketuk tilu. Kemudian
muncul bajidoran yang memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan ketuk
tilu, terutama lagu-lagu maupun pola gerak yang digunakan adalah pola ketuk
tiluan. Dalam bajidoran muncul istilah baru untuk para penggemarnya atau
penari laki-laki yaitu bajidor yang dianggap sebagai transformasi dari
pamogoran.
Bajidor adalah sebutan bagi orang Subang yang suka bajidoran, dalam
arti mereka yang aktif dan ikut terjun di dalamnya. Diperkirakan pengertian
bajidor muncul dari pendekatan kesenian ianggap sebagai transformasi dari
pamogoran. banjet, tanji dan bodor (karena di dalam bajidoran terdapat
lawakan). Hal itu terbukti dari tari-tarian yang diungkapkan oleh para bajidor
itu mengundang gerak-gerak humor yang sering dilakukan oleh tokoh bajidor.
Di dalam masyarakat Karawang, istilah bajidor memilik arti atau
memiliki konotasi yang negatif bahwa bajidor akronim dari barisan jiwa
doraka artinya jajaran orang-orang durhaka, karena menurut ceritanya pada
zaman dahulu para bajidor itu umumnya memiliki tingkah laku kurang baik
seperti halnya pamogoran pada masa ramainya ketuk tilu. Hal itu
kemungkinan besar ditinjau dari tingkah laku para bajidor yang sering
melakukan perkelahian karena memperebutkan sinden dan ronggeng, mabuk-
mabukan, berkencan dengan ronggeng, menghambur-hamburkan uang dan
20
lain sebagainya. Akronim lain dari bajidor adalah abah haji ngador yang
artinya bapak haji yang suka keluyuran.6
Bajidoran dapat bertahan hidup dan sangat berkembang, terutama
setelah munculnya jaipongan. Hal tersebut dapat terjadi karena jaipongan
berpengaruh besar terhadap bajidoran dan sangat populer di kalangan
masyarakat. Di samping itu masuknya pengaruh jaipongan menambah variasi
pada bentuk gerak maupun bentuk tabuhan bajidoran. Dalam
perkembangannya saat ini bajidoran mengikuti selera massa. Pada akhirnya
bajidoran harus merelakan untuk dibumbui dengan sajian irama dangdut,
sehingga tidak heran bila unsur dangdut sangat mempengaruhi bajidoran.
Kesenian Ronggeng bajidor memiliki beberapa gaya, antara lain gaya
Karawang dan Subang. Gaya Karawang berasal dari kesenian ketuk tilu dan
pencak silat pada taun 1916-an di Karawang Jawa Barat dengan memiliki ciri
khas gerak lebih tajam pada pola-pola Pencak Silat atau lebih kepada gerak
gerak beladiri yang tidak berpola. Pada awalnya kesenian bajidoran gaya
karawangan lebih spesifik dilakukan oleh laki-laki yang sering dikenal bajidor
atau pamogor seperti penjelasan di atas.
Gaya Subang berasal dari kesenian ketuk tilu, jaipongan dan doger
dengan memiliki ciri khas lebih tajam pada gerak geol, goyang dan gitek yang
dipadukan dengan gerak Jaipongan berirama dan berpola. Pada awalnya
6Een Herdiani, Bajidoran dan Karawang Kontinuitas dan Perubahan, Bandung:Hasta
Wahana, 2003:22
21
kesenian Bajidoran di daerah Subang Jawa Barat itu sendiri berasal dari acara
pesta rakyat yang sering dilaksanakan setelah panen. Pesta panen di daerah
Subang Jawa Barat dilakukan di pinggir pantai dengan diawali upacara adat
lalu membawa sesajen dan bahan-bahan hasil panen yang akan dihanyutkan ke
tengah laut bagian Selatan. Setelah upacara selesai disitulah acara pesta rakyat
dimulai yang diawali oleh Ronggeng tersebut, lalu banyak petani-petani
nyawer pada saat ronggeng menari. Pada zaman dahulu jaban atau sering di
kenal nyawer menyimbolkan bahwa petani berbagi hasil kepada masyarakat
sekitar, akan tetapi semakin berkembangnya zaman pesta rakyat semakin
tenggelam. Pada akhirnya rangkaian dari pesta rakyat itu sendiri berubah
menjadi kesenian Bajidoran dan akhirnya jaban atau nyawer menjadi hal yang
negatif.7
Kesenian Ronggeng bajidor masuk ke dalam genre tari rakyat Ketuk
Tilu. Genre tari rakyat adalah tarian yang tumbuh dan berkembang di
kalangan rakyat. Jenis tarian rakyat berkembang menurut letak geografis
daerah tersebut, seperti daerah pegunungan, dan daerah pesisir. Ketuk Tilu
memiliki kekhasan dalam gerakan seorang ronggeng seperti geol, gitek, dan
goyang. Karakter tari rakyat yang khas membedakannya dengan tari genre
lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Rusliana:
“hal ini dapat membedakan bentuk dan dinamika tarian. Karakter tari
rakyat pada umumnya adalah gerak-gerak spontanitas, yang berbekal
pada empirik masing-masing. Penamaan tarian ditari rakyat
kebanyakan mengambil dari nama lagu-lagu tradisi ketuk tilu, seperti
7 Wawancara bersama Cucu Ayu 23 Juli 2019, diijinkan dikutip
22
Polostomo, Gaplék, Cikeruhan, Érang, Géboy, Bardin, dll. Struktur
tarian rakyat terdiri dari tiga bagian yaitu Bagian I biasa disebut
dengan arang-arang bubuka/nyorong, bagian II yaitu isi lagu misalnya
polostomo naék géboy, atau gaplék saja, dan diakhiri dengan arang-
arang panutup.”8
Ketuk tilu telah lama dikenal oleh masyarakat luas, khususnya
masyarakat Bandung dan sekitarnya. Pada mulanya ketuk tilu tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat pedesaan di Jawa Barat, tetapi lama
kelamaan banyak dikenal dan digemari oleh seluruh masyarakat.
Ketuk tilu adalah suatu bentuk kesenian yang di dalamnya merupakan
perpaduan antara gerak, lagu dan iringan. Nama ketuk tilu diambil dari suatu
unit waditranya yang terdiri dari tiga buah ketuk sebagai waditra baku yang
dilengkapi dengan rebab, kendang, kecrek dan sebuah gong besar. Para
penabuh ketuk tilu juga terdiri dari tiga orang, seorang memegang ketuk,
kecrek dan gong, dan yang lainnya masing-masing memegang kendang dan
rebab.
Ketuk tilu telah ada di Jawa Barat sekitar pertengahan abad ke-19.
Terbukti pada tahun 1914 rombongan ketuk tilu yang dipimpin oleh Abah
Madroi diundang mengisi acara peresmian rumah penjara Sukamiskin, pesta
peresmian jembatan Cisanggarung, peresmian pasar Ujungberung, pasar
Cicadas dan acara-acara lainnya.9 Dalam perkembanganya, ketuk tilu hidup
subur dan menyebar ke berbagai penjuru Jawa Barat, sehingga memunculkan
keragaman sekaligus keragaman dalam beberapa hal. Di beberapa daerah
8 Iyus Rusliana, Kompilasi Istilah Tari Sunda, Bandung: LPBB, 2009:55
9 Yoyo Yohana, Tari Rakyat Ketuk Tilu, dalam buku kawit. Buletin Kebudayan Jawa
Barat No. 24, Bandung: Proyek Peningkatan Kebudayaan Jawa Barat, 1979:35-36
23
muncul bentuk kesenian yang hampir sama. Baik itu mengenai fungsi maupun
bentuk pertunjukannya, akan tetapi penamaannya berbeda dengan ketuk tilu.
Di daerah Karawang terdapat dombret, bajidoran. Setelah jaipongan populer
di masyarakat, yaitu sekitar tahun 1980-an, masyarakat Karawang lebih
cenderung menggunakan istilah jaipongan untuk menyebut kesenian kliningan
bajidoran. Di daerah Subang terdapat kliningan bajidoran, dombret, belentuk
ngapung, dan doger.10
Dalam kesenian bajidor juga terdapat gerak gerak pencak silat atau
ibing pencak pada gaya Karawang. Ibing pencak memang berasal dari Jawa
Barat. Secara harfiah ibing pencak dapat diterjemahkan menjadi tari pencak.
Tapi para tokoh pencak silat di Jawa Barat kurang setuju jika ibing pencak
disebut tari pencak, karena kata tari cenderung menitik beratkan pada unsur
tarinya, yaitu suatu seni yang menampilkan keindahan gerak meskipun
geraknya diambil dari unsur-unsur pencak silat. Sedangkan ibing pencak lebih
menitik beratkan pada unsur pencak silat , yaitu gerak yang memiliki fungsi
serang bela atau lebih kepada bela diri, walau tidak di sangka didalamnya juga
mengandung unsur-unsur keindahan.
Seni ibing pencak tumbuh subur berkembang di perguruan pencak
silat, bukan di aliran asalnya. Sebagai contoh, aliran Cikalong tidak mengenal
ibing pencak, tetapi Gan Didi Muhtadi salah seorang tokoh menpo Cikalong
dari pasar baru Cianjur, melalui perguruannya Pusaka Siliwangi
10
Een Herdiani, Bajidoran di Karawang Kontinuitas dan Perubahan, Bandung:Hasta
Wahana, 2003:15
24
mengembangkan ibing pencak sehingga Gan Didi lebih dikenal sebagi guru
ibing pencak dari pada guru maenpo. Ibing pencak sebenarnya adalah
rangkaian jurus kejadian yang disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi
unsur estetika tanpa meninggalkan makna serang bela dalam setiap geraknya.
Ibing pencak yang baik harus dapat menggambarkan suatu bentuk teknik
perkelahian seolah-olah pesilat tersebut sedang berhadapan dengan lawannya.
Gambar 4: Pementasan Ibing Pencak perguruan Sekar Mimitan Pasir
Pogor Kab. Bandung. (Dokumentasi: Badoel MW,2017)
Dalam ibing pencak terdapat jurus-jurus pencak silat, namun
sebenarnya jenis jurus yang digunakan dalam ibing pencak adalah gerak dasar,
jurus dasar, jurus inti dan jurus kajadian. Akan tetapi gerak-gerak jurus
tersebut dimainkan sesuai dinamika musik kendang dan mengikuti patokan
gong atau dalam bahasa sunda sering dikatakan goong.
Sikap dan gerakan dalam pencak silat sebagai bela diri dilakukan
untuk melindungi diri dan menyerang, sedangkan dalam ibing pencak yang
bersikap dan gerak dilakukan untuk kenikmatan penari yang bergerak
mengikuti irama karawitan dan untuk kenikmatan yang menonton ibing
25
pencak. Mudah dipahami jika memiliki perbedaan-perbedaan. Pada umumnya
sikap dan gerakan dalam ibing pencak lebih terbuka, lebih distilasi dan
dilakukan dalam irama yang metrikal.
Dalam ibing pencak di Jawa Barat terdapat pola koreografi yang
umum, yaitu:
1. Bagian pertama: tepak dua atau paleredan, lebih memperlihatkan
unsur keindahan.
2. Bagian kedua: tepak tilu atau golempang, memperlihatkan teknik
serang bela yang masih terikat pada ketukan irama.
3. Bagian ketiga: padungdung, disini pesilat berimprovisasi secara bebas
seseuai dengan imajinasinya ketika itu.
Berdasarkan koreografi itu, ibing pencak adalah salah satu jenis
kesenian yang kaya segi kreatifitasnya karena masing-masing perguruan
memiliki gerakan ibing pencak yang berbeda walaupun berpatokan pada irama
yang sama. Koreografi bagian pertama biasanya sangat kental dengan jurus-
jurus yang berasal dari aliran Cimande, karena sifat geraknya lebih terbuka
sehingga cocok dibawakan dengan tempo yang lambat. Koreografi bagian
kedua lebih banyak bersumber pada aliran Cikalong, Sabandar dan Sera,
karena bersifat lebih mengikuti irama musik karawitan atau tepakan Kendang
yang mengalun mengikuti tempo gerak lebih kencang atau cepat. Koreografi
bagian ketiga memperlihatkan jurus kajadian atau jurus aplikasi yang
memperlihatkan teknik-teknik serang pola yang dilakukan dengan kecepatan
26
yang sebenarnya dan yang pada awalnya perkembangannya bersifat
improvisasi. Namun saat ini irama padungdung pun bisa diisi dengan gerakan
yang telah ditentukan sebelumnya.
Penulis memiliki pengalaman empiris dalam menari bajidor dan
menari pencak silat atau ibing pencak, yang menjadikan rasa ingin tahu lebih
dalam lagi tentang seorang ronggeng dalam bajidoran. Hal ini yang menjadi
dasar ketertarikan pada ronggeng untuk dijadikan sumber atau ide penciptaan
karya tari. Konsep penciptaan karya tari ini adalah tentang karakter dari
seorang ronggeng yang centil, lincah dan genit, dan demi memenuhi
kebutuhan hidupnya ia mempertahankan profesinya sebagai ronggeng, karena
zaman dahulu dimata masyarakat seorang ronggeng dinilai negatif. Pada
garapan karya tari ini penata menggambungkan dua gaya kesenian Bajidor
yaitu gaya Karawang dan gaya Subang dalam aspek gerak gitek, goyang, geol
dan gerak ibing pencak .
Dari paparan ini, maka dapat dikatakan ada rangsang tari yang dapat
dijadikan landasan karya tari yaitu rangsang kinestestik. Rangsang kinestetik
berkait dengan penetapan motif gerak geol, gitek, goyang dan ibing pencak.
Salah satu gerak tari ketuk tilu dan gerak ibing pencak sebagai motif dasar.
Karya tari ini diciptakan dalam bentuk koreografi kelompok dengan sembilan
orang penari yaitu tujuh penari perempuan yang menggambarkan sosok penari
ronggeng dan dua penari laki-laki yang menggambarkan sebagai bajidor.
Akan tetapi ada satu penari perempuan menjadi satu tokoh utama yang
27
menggambarkan seorang ronggeng yang dapat memikat perhatian di antara
penari ronggeng yang lain dan menjadi rebutan bajidor.
Berdasarkan uraian di atas, maka didapatkan beberapa pertanyaan
kreatif untuk diwujudkan dalam karya antara lain:
1. Bagaimana mengembangkan motif pada tari Ketuk Tilu ( geol, gitek
dan goyang) dan Ibing Pencak ?
2. Bagaimana mengkomposisikan hasil eksplorasi gerak motif geol, gitek,
goyang dan Ibing Pencak menjadi sebuah koreografi kelompok ?
3. Bagaimana memvisualkan sosok penari ronggeng yang biasa
diperebutkan oleh bajidor ?
B. Rumusan Ide Penciptaan
Pertanyaan kreatif di atas menghantarkan pada sebuah rumusan ide
penciptaan karya tari yaitu menciptakan koreografi kelompok yang
memanfaatkan hasil pengembangan motif geol, gitek dan goyang untuk
mempresentasikan kosep karakter ronggeng itu sendiri. Tipe tari dramatik
untuk memvisualkan karakteristik ronggeng yang lincah, centil dan genit,
serta menemukan sebuah teknik geol, gitek dan goyang yang berbeda dari
tradisinya. Pengembangan teknik, pengembangan gerak, pengembangan ritme
gerak dikombinasikan untuk membentuk kesatuan motif gerak dalam karya
tari berjudul RENGKAK RONGGENG.
28
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan koreografi ini adalah:
a. Menciptakan koreografi yang mengembangkan motif dari gerak
geol, gitek dan goyang yang terdapat pada Ketuk Tilu dan Ibing
Pencak, sebagai salah satu bentuk kebudayaan Sunda.
b. Memvisualkan sosok ronggeng yang biasa diperebutkan oleh
bajidor.
c. Memvisualkan sosok bajidor atau pamogoran yang gagah.
d. Menciptakan karya tari yang bersumber dari tari rakyat.
e. Memperkenalkan kesenian bajidoran dan Ibing Pencak.
f. Membuat koreografi baru yang berpijak pada perpaduan beberapa
gerak dasar Ketuk Tilu dan Ibing Pencak.
2. Manfaat koreografi ini adalah:
a. Memberikan pengalaman baru kepada penata dan penari dalam hal
mengenal dan menarikan gerak-gerak tari Sunda atau ketuk tilu.
b. Mendeskripsikan landasan teori koreografi ke dalam koreografi
tradisi untuk menguatkan hadirnya karya tari yang baru.
c. Menambah wawasan dan pengalaman dalam proses penciptaan
karya tari ini.
d. Dapat menginterpretasikan makna tentang seorang ronggeng
bajidor yang melekat pada diri masyarakat Jawa Barat khususnya
daerah Karawang dan Subang.
29
e. Masyarakat luar dapat mengetahui tentang kesenian Bajidoran dan
ronggeng yang berasal dari Jawa Barat.
D. Tinjauan Sumber
Menciptakan sebuah karya tari seorang penata tari membutuhkan
landasan-landasan ataupun tinjauan yang dapat menjadi rangsangan awal
ataupun ide dalam menciptakan karya tari. Tinjauan tersebut dapat berupa
sumber pustaka, sumber karya, dan sumber wawancara. Sumber dalam karya
tari ini diantaranya:
1. Sumber Tertulis
Buku yang berjudul Kompilasi Istilah Tari Sunda oleh Iyus Rusliana
membahas tentang Genre tari rakyat dalam membedakan bentuk dan dinamika
tarian, karakter tari rakyat dan sejarah tari rakyat Ketuk Tilu. Tari Rakyat
Ketuk Tilu memiliki kekhasan dalam gerakan seorang ronggeng seperti geol,
gitek, dan goyang. Manfaat pada buku Iyus Rusliana pada penulis ialah
mengenalkan tentang apa tari rakyat lebih dalam dan mengenalkan sosok-
sosok seniman jaman dahulu yang berperan penting pada tari rakyat. Buku ini
juga menjelaskan asal-usul tari ketuk tilu ditemukan.
Buku yang berjudul Ronggeng Gunung Sebuah Kesenian Rakyat di
Kabupaten Ciamis yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, membahas tentang Ronggeng. Manfaat buku ini adalah
mengenal sosok ronggeng itu sendiri kepada penulis dan memahami siapakah
30
sosok ronggeng tersebut. Dalam pembuatan karya tari ini buku yang berjudul
Ronggeng Gunung Kesenian Rakyat di Kabupaten Ciamis menjelaskan bahwa
ronggeng itu berbeda-beda tidak semua sama dalam hal sifat maupun sikap
ronggeng itu sendiri.
Buku yang berjudul Perempuan dan Ronggeng oleh Endang Caturwati
Dalam sejarahnya kesenian Ronggeng Bajidor lebih dikenal di kawasan
pantura (pantai utara Jawa Barat). Manfaat buku ini adalah memperlihatkan
bahwa pandangan masyarakat terhadap ronggeng bajidor sangat negatif.
Dalam penciptaan karya tari ini membutuhkan referensi sosok ronggeng yang
genit dan lincah, buku ini lah yang menjelaskan bagaimana sosok ronggeng
yang genit dan lincah pada saat menari sembari menggoda sang bajidor.
Buku yang berjudul Koreografi Bentuk - Teknik – Isi oleh Y
Sumandiyo Hadi. Buku ini menjelaskan tentang teknik penari, bentuk dari
sebuah karya, dan isi atau makna yang ada didalamnya. Penata sangat terbantu
dengan meninjau buku tersebut karena sangat memudahkan penata dalam
proses koreografi. Buku tulisan Y Sumandiyo lainnya juga sangat membantu
penata dalam mengolah tata ruang imajinatif untuk karya ini yakni buku yang
berjudul Koreografi Ruang Prosenium. Buku tersebut memudahkan penata
memahami tentang koreografi yang akan ditunjukan dalam ruang prosenium.
Buku yang berjudul Aspek-aspek Dasar Koreografi Kelompok. Hal-hal
yang sangat mendasar dalam penciptaan koreografi kelompok dijelaskan
dalam buku ini, diantaranya pertimbangan jumlah penari, jenis kelamin dan
31
postur, aspek ruang, wujud kesatuan kelompok di dalam aspek ruang dan
waktu, hingga proses penggarapan koreografi kelompok. Banyak aspek dalam
buku tersebut yang berguna untuk memeberi wawasan tentang koreografi
kelompok. Teori yang ada di dalam buku ini menjadi acuan untuk penentuan
komposisi kelompok.
Buku yang berjudul Tari Di Tatar Sunda oleh Endang Caturwati. Buku
ini menjelaskan tari Sunda dan peristilahannya, terutama bagaimana tari itu
terbentuk sebagai ekspresi kreatif senimannya, sehingga dapat dijadikan
sumber penciptaan tari dengan latar belakang tari Sunda.
Buku yang berjudul Bajidoran Di Karawang Kontinuitas Dan
Perubahan oleh Een Herdiani. Buku ini menjelaskan bagaimana awal
munculnya bajidoran di tanah Sunda terutama di daerah Karawang. Penata
sangat terbantu dengan meninjau buku tersebut karena komponen mendukung
dalam kesenian tersebut, serta ada beberapa ragam gerak yang terdapat di
dalamnya seperti gerak geol, gitek, goyang dan gerak gerak pencak silat dasar
beladiri yang menjadi gerak motif dalam ibing pencak. Bahasan tersebut
membantu penata sebagai sumber referensi data.
2. Sumber Lisan
Cucu ayu, 32 tahun, seorang Ronggeng Bajidor berkediaman di Jalan
Otista Rt 26/95 No 263 Sukamulya Kec. Subang Kab. Subang Jawa Barat,
sudah berkecimpung secara aktif dalam dunia tari sejak beliau lulus SMA,
32
beliau mempunya ciri khas dalam menari bajidor dalam gerak yang selalu
tajam pada bagian pinggul dan selalu menjadi penari yang membuka acara
bajidoran tersebut. Beliau memiliki karater tersendiri saat menggunakan
kostum dan sanggul yang berbeda dengan ronggeng bajidor lainnya, Beliau
juga yang menjadi inspirasi penata dalam membuat karya tari ini.
Abah Karawang, 69 tahun, seorang Seniman sekaligus penerus pendiri
atau pimpinan grup bajidoran di daerah Karawang Jawa Barat. Beliau adalah
penerus turunan ke tiga dalam memimpin grup bajidoran di daerah Karawang.
Beliau sudah berkecimpung secara aktif dalam dunia kesenian bajidoran sejak
beliau masih duduk di Sekolah Dasar (SD). Pada saat itu Beliau hanya ikut
bersama almarhum bapaknya yang pada saat itu Beliau hanya sebagai
penikmat atau penonton kesenian tersebut dan akhirnya Beliau mengikuti
jejak almarhum sampai saat ini. Beliau juga seorang bajidor atau pamogor
yang sudah dikenal oleh masyarakat karena jurus beliau yang mempunyai ciri
khas lebih keras dan memiliki karakter tersendiri pada saat melakukan
mencug. Beliau juga yang menjadi inspirasi dan menjadi narasumber penata
dalam membuat karya tari ini.
3. Tinjauan Audiovisual
Video tari yang berjudul Tari Gaplek dengan Penari Rizky Oktaviani
Purnomo (2018), Tari Gaplek ini diciptakan oleh seniman yang berasal dari
Jawa Barat yaitu Mas Nanu Munajar Dahlan atau sering dikenal Mas Nanu
Muda. Tari Gaplek memiliki ide penciptaan yang hampir sama yaitu
33
pengolahan dan pengembangan esensi dan motif gerak dasar tari rakyat. Karya
tari ini mengambil kehidupan seorang ronggeng. Pengolahan gerak dan desain
kostum yang menjadi keunikan bagi karya tari ini.
Video Kesenian Bajidoran grup Giler Kameumeut (2018), pada saat
pementasan acara hari 17 agustus di Subang Jawa Barat. Dengan memiliki 9
ronggeng , salah satu penari Giler Kameumeut yaitu Cucu Ayu.