motivasi puja bhakti bagi umat buddha theravada...
TRANSCRIPT
-
MOTIVASI PUJA BHAKTI BAGI UMAT BUDDHA
THERAVADA
STUDI KASUS VIHARA PUSDIKLAT BUDDHIS
SHIKKADAMA SANTIBHUMI BSD TANGERANG SELATAN.
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Imah Salamah
11150321000028
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2020/1441H
-
v
ABSTRAK
Imah Salamah. Motivasi Puja Bhakti Bagi Umat Buddha Theravada (Studi
Kasus Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi BSD), 2020.
Setiap agama memiliki ajaran tentang ibadah atau ritual. Ibadah yang
diajarkan atau diperintahkan oleh agama. Ada ibadah yang dilakukan sendiri-
sendiri atau berjamaah. Waktunya sudah ditentukan harian, mingguan, bulanan
atau tahunan (hari besar keagamaan). Dalam menjalankan ibadah umat beragama
didorong oleh motivasi yang bermacam-macam diantaranya, ada yang tulus
mengikuti perintah yang diajarkan oleh agamanya. Ada juga yang di dorong oleh
motivasi yang lain seperti motivasi ekonomi dan motivasi lingkungan.
Zakiyah Drajat berpendapat bahwa dalam diri manusia terdapat kebutuhan
pokok, selain kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Dalam agama-agama
untuk membina keseimbangan atau ketenangan bathin (spritual) dilakukan
dengan praktik ibadah atau ritual, diantaranya seperti yang diajarkan dalam agama
Buddha yaitu melakukan Puja Bhakti. Tetapi dalam melakukan Puja Bhakti
tersebut setiap umat memiliki motivasi yang berbeda-beda seperti yang dijelaskan
diatas. Oleh karena itu terkait dengan motivasi yang berbeda- beda dari setiap
umat Buddha yang melakukan Puja Bhakti. Penulis tertarik untuk meneliti
mendalam tentang motivasi-motivasi dari para peserta Puja Bhakti yang ada di
Vihara Pusdiklat Shikkadama Buddhis Santhibumi BSD.
Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian lapangan dan
kepustakaan. Pendekatan yang digunakan adalah psikologi agama. Dalam
melakukan pengumpulan data penulis menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data antara lain studi kepustakaan, wawancara dan observasi.
Dimana data yang didapat tersebut dianalisa secara deskriptif kualitatif. Adapun
untuk melihat atau menjelaskan motivasi dari para peserta Puja Bhakti. Penulis
menggunakan metode psikologi agama dengan teori ERG dari Alderfer yaitu
(Exsistence) Keberadaan, (Relatendness Needs) kebutuhan interpersonal yaitu
kepuasan dalam berinteraksi di lingkungan, (Growht) kebutuhan untuk
meningkatkan dan mengembangkan pribadi.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap tujuh responden dari
peserta Puja Bhakti dengan menggunakan teori ERG, penulis menemukan bahwa
motivasi masing-masing peserta Puja Bhakti berbeda-beda. Ada enam orang
responden yang memiliki motivasi untuk mengembangkan pribadinya menjadi
lebih baik lagi. Sesuai dengan teori ERG point “G” yaitu kebutuhan untuk
meningkatkan dan mengembangkan pribadi. Tetapi tidak dapat dipungkiri juga
bahwa ada satu responden yang melakukan Puja Bhakti karena aktif di organisasi
Vihara. Pernyataan ini sesuai dengan teori ERG point “R” yang dimaksud
(Relatendness Needs) yaitu kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam
berinteraksi dalam lingkungan. Dengan demikian penulis menegaskan dari
temuan ini bahwa betul teori ERG memberi gambaran bahwa setiap orang
memiliki motivasi yang berbeda-beda.
Kata Kunci: Puja Bhakti, Motivasi, Agama Buddha
-
vi
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah swt yang telah memberikan ribuan nikmat,
diantaranya nikmat kesempatan dan kesehatan. Tidak ada kekuatan dalam
diri ini kecuali atas Anugrah-Nya sehingga penulis bisa menyelasaikan
skripsi ini dengan Judul’’ Motivasi Puja Bhakti Bagi Umat Buddha
Theravada (Studi Kasus di Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama
Santibhumi BSD)’’ yang bertujuan untuk menggapai gelar Sarjana Agama
(S.Ag) di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sholawat serta salam dicurahkan kepada baginda Nabi besar
Muhammad SAW yang telah merubah wajah dunia dari zaman kegelapan
hingga terang benderang.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis
memberikan penghargaan ucapan terimakasih kepada:
1. Orang tua penulis yaitu ayahanda Asrori Caryanto dan ibunda Siti
Mujizah yang telah memberikan dukungan baik dari doa, kasih sayangnya
serta didikannya yang sangat luar biasa dengan penuh kesabaran kepada
penulis sehingga bisa menyelasaikan skripsi ini dengan baik.
-
vii
2. Untuk Devi Lutfiyati sebagai adik pertama dan Nurazmi Salsabila adik
kedua yang telah memberikan inspirasi dan dukungan kepada penulis.
3. Untuk keluarga besar Abah Makdum yang telah memberikan dukungan,
motivasi dan kasih sayang serta doa tulus ikhlas sehingga penulis
semangat dalam menyelesaikan tugas akhir kuliah dengan baik.
4. Kepada Prof. Dr. Hj. Amany Bruhanuddin Umar Lubis, M.A. yang telah
membantu memberikan kebijakan yang sampai sekarang membuat peneliti
mudah dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Kepada Ibu Siti Nadroh, S.Ag., M.Ag. Sebagai dosen pembimbing atas
kesabarannya membimbing dan membina penulis, sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan bisa dijadikan arsip umumnya
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan khususnya
untuk Fakultas Ushuluddin jurusan Studi Agama-agama.
6. Kepada Ibu Dra. Marjuqoh, M.A. yang membantu penulis dalam
merumuskan Judul pertama kali dan membantu penulis dalam mempelajari
Pendekatan Psikologi Agama.
7. Kepada Bapak Prof. Dr Kautsar Azhari Noer selaku dosen penasihat
akademik atas nasihat dan masukannya dalam memprluas wawasan
penulis.
8. Kepada Bapak Syaiful Azmi, S.Ag., M.A. selaku ketua jurusan periode
2019- 2023 yang telah memberikan saran, membantu birokrasi dan
-
viii
memberikan penjelasan atas kebutuhan penulis terkait selesainya skripsi
ini.
9. Kepada Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, M.A. Selaku sekertaris jurusan periode
2019-2023 yang banyak memberikan masukan-masukan terkait prosedur
penelitian skripsi ini sehingga skripsi ini bisa selesai.
10. Kepada Bapak Prof.Dr.M.Ihsan Tanggok, M.Si., selaku prnguji I dalam
sidang skripsi penulis.
11. Kepada Bapak Drs. M.Nuh Hasan, M.Ag., selaku penguji II dalam sidang
skripsi penulis.
12. Segenap Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Khususnya dosen Studi Agama-agama yang telah
berkenan membagi ilmunya dengan ikhlas kepada penulis.
13. Kepada seluruh staff Fakultas Ushuluddin yang telah menyediakan
fasilitas sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
14. Kepada staff Perpustakaan Fakultas Ushuluddin maupun Perpustakaan
Universitas yang rela memfasilitasi tempat dan berlaku ramah ketika
berkomunikasi dengan peneliti.
15. Kepada Miss Dewi selaku sekertaris di Vihara Pusdiklat Buddhis
Sikkhadama Santibhumi yang telah banyak membantu peneliti
mengubungkan dengan para narasumber dan responden serta telah
memberikan kebutuhan data-data yang peneliti butuhkan untuk
menyelesaikan penelitian skripsi ini.
-
ix
16. Kepada Attasilani Dhanasilani, selaku tokoh agama di Vihara Pusdiklat
Buddhis Sikkhadama Santibhumi, yang telah memberikan penjelasan Puja
Bhakti dan Dhamadesana.
17. Kepada Romo Puputan selaku pengurus di Vihara Pusdiklat Buddhis
Sikkhadama Santibhumi, yang telah memberikan keterangan tentang data-
data yang peneliti butuhkan untuk penulisan skripsi ini.
18. Kepada Jap Elltriana selaku pengurus di Vihara Pusdiklat Buddhis
Sikkhadama Santibhumi, yang telah memberikan penjelasan tentang
kegiatan yang dilakukan di Vihara tersebut.
19. Kepada seluruh narasumber yang sudah banyak memberikan keterangan-
keterangan sehingga skripsi ini bisa diteruskan hingga selesai.
20. Kepada seluruh pengurus Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama
Santibhumi, yang telah memfasilitasi peneliti terkait tempat dan atas
keramahannya dalam menyambut peneliti ketika tiba di lokasi penelitian
di Vihara tersebut.
21. Kepada Keluarga Besar UKM BAHASA-FLAT yang telah memberikan
pengalaman organisasi, kekeluargaan serta ilmu bahasa kepada penulis
yang tidak akan pernah penulis lupakan.
22. Kepada seluruh teman-teman KKN 115 (Sinamara) yang telah
memberikan pengalaman kehidupan, solidaritas, kekeluargaan dan
kerjasama yang hebat yang tak pernah terlupakan.
-
x
23. Kepada Laila Nihayati yang telah memberikan motivasi, menjaga dan
menyayangi penulis seperti adek kandung sendiri dari mulai penulis
masuk kuliah hingga sekarang.
24. Untuk teman seperjuangan gengs Kosan (Ratuners) yaitu Luluil Maknun,
Nurotun Aeni, Robiul Awaliyah, dan Julia Anggraini yang telah
menemani penulis dalam suka maupun duka selama kuliah.
25. Untuk teman teman seperjuangan SAA 2015 khususnya animatun
Fatimah, Maulana Akbar dan Ai Fauziyah yang selalu memberikan
motivasi, inspirasi serta menemani penulis dalam proses penyusunan
skripsi.
-
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................................... 5
C. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 7
E. Landasan Teori ............................................................................................. 8
F. Metodelogi Penelitian ................................................................................. 11
G. Sistematika Penulisan .................................................................................. 16
BAB II PROFIL VIHARA PUSDIKLAT BUDDHIS SHIKKHADAMA
SANTIBHUMI BSD, TANGERANG SELATAN ................................................ 18
A. Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama Santibhumi BSD .......................... 18
B. Asal Usul dan Sejarah Berdirinya Vihara ................................................... 18
-
C. Kegiatan Keagamaan Vihara ...................................................................... 21
D. Ajaran dan Aliran Buddha di Vihara .......................................................... 23
BAB III PUJA BHAKTI DALAM AJARAN BUDDHA THERAVADA .......... 27
A. Pengertian Puja Bhakti ............................................................................... 27
B. Tujuan dan Manfaat Puja Bhakti ............................................................... 29
C. Sarana dalam Pelaksanaan Puja Bhakti ..................................................... 32
D. Praktik Puja Bhakti di Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama ................. 35
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA MOTIVASI PUJA BHAKTI BAGI
UMAT BUDDHA THERAVADA VIHARA PUSDIKLAT BUDDHIS
SIKKHADAMA SANTIBHUMI BSD, SERPONG TANGERANG SELATAN
..................................................................................................................................... 56
A. Deskripsi Data ............................................................................................. 56
B. Analisa Data Penelitian ..................................................................................... 69
C. Analisa Data Komperenship ............................................................................. 74
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 76
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 76
B. Saran ...................................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 78
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................
Lampiran I .............................................................................................................. 83
Lampiran II .............................................................................................................. 84
Lampiran III .............................................................................................................. 93
-
Lampiran IV ..................................................................................................... 95
Lampiran V ............................................................................................................ 111
Lampiran VI .................................................................................................... 115
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Paritta suci pedoman Umat Buddha Theravada .................................................. 23
Gambar 2 : Isi Paritta suci berbahasa Pali pedoman umat Buddha Theravada ..................... 23
Gambar 3 : Kitab Tipitaka yang digunakan untuk pedoman Buddha Theravada .................. 24
Gambar 4 : Umat Buddha sedang melaksanakan proses upacara Puja Bhakti ...................... 39
Gambar 5 : Altar atau alat yang digunakan dalam pelaksanakan Puja Bhakti ....................... 40
Gambar 6 : 3 Rumpang Sang Buddha dan dua muridnya ....................................................... 41
Gambar 7 : Umat Buddha sujud 3 kali sebelum memulai pembacaan paritta ......................... 42
Gambar 8 : Seorang Umat Buddha sedang membaca pariita suci .......................................... 43
Gambar 9 : Umat Buddha membacakan paritta suci dipimpin oleh pemimpin Puja .............. 54
Gambar 10 : Attasilani Dhannasilani menyampaikan Dhammadesana kepada peserta Puja . 54
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap agama memiliki ajaran dasar untuk beribadah, ada ibadah
sendiri, jamaah (bersama-sama), rutin, mingguan, bulanan dan tahunan.
Ibadah yang dilakukan didasari oleh pemahaman dan motivasi beragama.1
Ada yang karena mengerti agama dijalankan sebagai kewajiban agama, ada
yang motivasinya lain di luar agama, misalnya untuk menambah teman,
mengisi kekosongan dan motivasi psikologi yaitu untuk ketenangan jiwa.2
Ada yang menjalankan ibadahnya dengan rajin, khusuk dan ikhlas. Ada yang
mengerjakan ibadahnya santai, malas, lalai bahkan tidak menjalakan ibadah.
Rajin dan malas seseorang dipengaruhi oleh dorongan (motivasi) dalam
dirinya dan lingkungan.3
Dalam realitanya, ada tiga faktor yang bisa mempengaruhi seseorang
dalam menjalankan ibadahnya yang pertama seseorang yang rajin dalam
beribadah termotivasi dalam dirinya untuk menjadi seorang yang beriman
terhadap agamanya, hal demikian menjadi bagian dari pemahaman keagamaan
nya, karena orang yang berusaha rajin ibadah berarti ia berusaha menjadi
1Pengertian Motivasi adalah faktor internal yang mengarah pada berbagai jenis perilaku
yang bertujuan, semua pengaruh internal, seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-
fungsi organisme, dorongan dan keiginan, aspirasi, dan sosial yang bersumber dari fungsu-fungsi
tersebut (Dikutip dari Malahayu Sp Hasibuan, Management Sumber Daya Manusia, (Jakarta:Edisi
Revisi Bumi Akasara.2012 hal 140). 2Ketenangan Jiwa menurut psikolog adalah lebih dihubungkan degan tingkah laku
sehingga oleh para psikolog adalah perbuatan-perbuatan yang dipandang sebagai gejala-gejala
jiwa. (Dikutip dari: Teori-teori kesehatan Mental, Perbandingan Psikologi Modern d pendekatan
pakar pendidikan Islam hal 9). 3Motivasi menurut Ramayulis berarti rangsangan atau dorongan untuk bertingkah laku.
( Dikutip Dari: Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal.79.
-
2
orang yang beriman terhadap agamanya. Itu semua karena motivasinya
memahami agamanya. Kedua ada juga termotivasi menjalankan ibadahnya
karena faktor lain misalnya kebutuhan ekonomi. Ketiga ada juga yang
beribadah karena lingkungan, karena malu takut tidak mendapatkan teman,
akan dikucilkan dan lainnya. Ketika seseorang yang tinggal dalam
lingkungannya orang yang rajin maka ia akan terbawa.
Dari fenomena-fenomena tersebut dirumuskan oleh Mitroff dan
Denton dalam bukunya Management Spiritual, bahwa manusia juga
membutuhkan motivasi dalam perbuatan yang akan ia lakukan karena pada
hakikatnya manusia mempunyai tiga dimensi dalam mengukur dirinya sendiri,
yaitu dari segi materi, intelektual dan spiritual.4 Dari dimensi diatas bahwa
seseorang bukan hanya membutuhkan asupan materi, juga spiritual.
Disebutkan juga oleh Zakiyah Drajat salah satu psikolog bahwa dalam
diri manusia terdapat kebutuhan pokok selain kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani, yakni kebutuhan akan keseimbangan dalam kehidupan jiwa
agar tidak mengalami tekanan salah satunya yaitu kebutuhan rasa kasih
sayang, kebutuhan rasa aman dan harga diri. Kebutuhan rasa kasih sayang ini
jika tidak terpenuhi maka akan menimbulkan dalam bentuk negatifnya yaitu
mengeluh, mengadu dan sebagainya, yang akan berpengaruh dalam
psikosomatis misalnya hilang nafsu makan, keras kepala, kurang tidur dan
lain-lain.5
4Heri Pratikto, Perilaku Konsumsi Berbasis Motiasi Spiritual Islami Guru-Guru Mata
Pelajaran Ekonomi Pada SMA/MA, ( Malang:Jurnal Ekonomi dan BIsnis Tahun 15 No. 1. Maret
2010), Hlm 73. 5Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, hal. 43
-
3
Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut menurut pandangan
psikolog Abraham A Maslow juga membagi dua klasifikasi motivasi, yaitu
Primer (kebutuhan pokok) dan Spiritual.6 Jadi jika seseorang sudah mencapai
ketenangan bathinnya akan berpengaruh terhadap perilakunya, seperti
melakukan kebaikan. Kebaikan tersebut berupa kebaikan terhadap orang lain,
tidak mencuri, tidak membunuh, semangat beribadah dan lainnya.
Untuk mendapatkan kondisi yang demikian perlu adanya pembinaan
supaya memberikan ketenangan dan kebahagiaan bathin seseorang.7 Dalam
agama-agama untuk membina keseimbangan atau ketenangan bathin (spritual)
dilakukan dengan praktik ibadah, salah satunya yaitu dalam agama Buddha
yaitu dengan melakukan Puja Bhakti. Puja Bhakti menjadi salah satu ibadah
rutin agama Buddha. Agama Buddha yang mengajarkan umatnya untuk
berbuat kebajikan, mengurangi perbuatan jahat, dan menyucikan hati dan
pikirkan.8 Dalam melakukan ibadah umat Buddha berpedoman pada kitab
Tipitaka karena dalam kitab Tipitaka membahas tata cara peribadatan, baik
dalam ibadah ataupun kegiatan keagamaan yang lainnya. Dalam melakukan
ibadah umat Buddha juga diwajibkan untuk melakukannya dengan ikhlas,
yakin dan sesuai dengan norma dalam kitab Tipitaka.9 Sang Buddha
memberikan gambaran akan realitas kehidupan, yakni ketidakpuasan atau
6Spiritual yang dimaksud penulis adalah seperti menurut rumusan dari Mitroff dan
Benton dari buku Management Spiritual, yaitu terkait secara integral kepada kedamaian dan
ketenangan batin. 7Wawancara dengan Miss Dewi Pengurus Vihara Pusdiklat pada tanggal 13 Oktober
2019.
8U. Tojalangkara, Ajaran-ajaran Dasar Buddhisme Tahun 2013.
9Yuliarrifadah, Ibadah Dalam Agama Budha, di akses dari:http:// yuliarrifadah.
wordpress.com/photos/michael-and-his-fans/ diakses pada tanggal 02 Desember 2019
-
4
penderitaan, penyebabnya dan setiap orang dapat mencapai kebahagiaan sejati
(nibbana) saat ini juga dengan melenyapkan penderitaan (dukkha).
Untuk dapat mencapai kebahagiaan sejati, Buddha mengajarkan suatu
cara yang dapat dilakukan setiap orang. Cara tersebut dinamakan Jalan Mulia
berunsur delapan yaitu pandangan benar, pikiran atau niat benar, ucapan
benar, perbuatan benar, mata pencaharian atau penghidupan benar, upaya
benar, perhatian atau perenungan benar, dan konsentrasi atau kesadaran
benar.10
Dari delapan unsur diatas salah satunya bisa didapatkan dalam
kegiatan Puja Bhakti, karena salah satu prosesnya yaitu dengan membacakan
paritta yaitu mengulang-ulang ajaran Sang Buddha, sehingga setiap orang
yang membacanya akan merasa tenang dan mengingat ajaran Sang Buddha.
Ketika sudah mengingat ajarannya maka akan berpengaruh dalam kegiatan,
tingkah laku keseharian nya, dan akan mengingat selalu kebaikan. Oleh
karenanya Puja bhakti rutin dilakukan setiap minggunya, agar setiap umat
yang dalam seminggunya sibuk dalam urusan duniawi di hari minggu diisi
dengan kegiatan untuk mengisi bathinnya yaitu dengan Puja Bhakti.11
Kegiatan Puja Bhakti yang dilakukan oleh umat Buddha di Vihara
Pusdiklat Shikkadama Buddhis Santhibumi rutin setiap minggu sekali dan
dilakukan secara jamaah (bersama-sama) pukul 08.00 sampai 11.00 WIB.
Dalam proses pelaksanaannya di awali dengan sujud kemudian membaca
paritta, meditasi dan mendengarkan Dhammadesana (Khotbah) yang berisi
tentang ajaran-ajaran Sang Buddha disampaikan oleh Bhikku dan Attasilani.
10https://dhammacitta.org/artikel/willy-yandi-wijaya/empat-kebenaran-mulia-sebuah-
pendekatan-moderen-html diakses pada taggal 11 Desember 2019.
11
Wawancara Pak Agus pengurus Vihara Pusdiklat pada tanggal 13 Oktober 2019.
https://dhammacitta.org/artikel/willy-yandi-wijaya/empat-kebenaran-mulia-sebuah-pendekatan-moderen-htmlhttps://dhammacitta.org/artikel/willy-yandi-wijaya/empat-kebenaran-mulia-sebuah-pendekatan-moderen-html
-
5
Puja Bhakti memang bukan menjadi ibadah yang wajib dilakukan di
Vihara12
Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi.13
Dilaksanakan boleh
secara individu di rumah ataupun bersama-sama bersama oleh umat Buddha
lainnya yang dipimpin oleh pemimpin Puja. Walaupun dalam praktiknya,
Vihara ini memfasilitasi tempat setiap minggu untuk umat yang ingin
melakukan Puja Bhakti Pesertanya dari mulai kalangan remaja, dewasa
sampai manula dari berbagai lokasi tempat tinggal yang berbeda-beda.
Penulis ingin meneliti Puja Bhakti yang dilakukan di Vihara Pusdiklat
Sikkhadama Santibhumi BSD Serpong. Sebagaimana dijelaskan di latar
belakang bahwa motivasi seseorang dalam melakukan ibadah berbeda-beda.
Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian mendalam
terhadap motivasi dari peserta Puja Bhakti di Vihara Pusdiklat Shikkadama
Buddhis Santhibumi. Dari Penjelasan latar belakang diatas skripsi ini diberi
judul.
‘’Motivasi Puja Bhakti Bagi Umat Buddha Theravada Vihara
Pusdiklat Buddhis Shikkadama Santhibumi di BSD, Tangerang
Selatan’’
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan
Guna menghindari meluasnya masalah dari penulisan ini, maka
peneliti membatasi objek penelitian pada peserta Puja Bhakti umat
Buddha Theravada Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi
12Vihara adalah Tempat beribadah umat Buddha.
13Wawancara Miss Dewi Pengurus Vihara Pusdiklat pada tanggal 13 Oktober 2019
-
6
BSD dengan dibatasi pada responden yang sudah dipilih yaitu tujuh orang
responden. Dengan harapan dari responden yang sudah ditentukan bisa
mewakili keseluruhan peserta Puja Bhakti, bahwa setiap yang melakukan
Puja Bhakti mempunyai motivasi yang berbeda-beda.
2. Rumusan Masalah
Apa Motivasi Puja Bhakti Bagi Umat Buddha Theravada di Vihara
Pusdiklat Sikkhadama Santibhumi BSD, Serpong?
C. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan peneliti menemukan
beberapa tulisan yang menginspirasi untuk melakukan penelitian tentang
motivasi Puja Bakhti bagi Umat Buddha Theravada. Yang menjadi rujukan
penulis antara lain:
1. Skripsi „‟Tradisi Sembahyang Umat Buddha di Vihara Dharma Bhakti
Gampong Peunayong Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh‟‟ yang ditulis
oleh Safari Maulidan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry
Darussalam, Aceh Tahun 2016. Menjadi rujukan penulis dalam membantu
memperdalam terkait Puja Bhakti.
2. Skripsi „‟Makna dan Tata Cara Puja Bhakti dalam Ajaran Buddha
Maitreya‟‟ditulis oleh Yoyoh Masruroh sebagai skripsi Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat jurusan studi Agama-agama tahun 2008. Menjadi
rujukan penulis dalam membantu memperdalam terkait Puja Bhakti.
3. Skripsi‟‟Faktor-faktor penyebab dominan jumlah kaum wanita dalam
kegiatan Puja Bhakti Umat Buddha di Vihara Dharma Mulia dan Windu
-
7
Paramita, Bogor‟‟ yang ditulis Oleh Puja Subekti. Tahun 2016. Menjadi
rujukan penulis dalam membantu memperdalam terkait Puja Bhakti.
4. Buku „‟Ajaran-ajaran Dasar Buddhisme „‟yang ditulis oleh U Jotalangkara
Tahun 2013. Menjadi rujukan penulis dalam konsep ajaran Buddha.
5. Buku „‟Psikologi Agama‟‟ ditulis oleh Bambang Syamsul Arifin April
2008. Menjadi rujukan penulis dalam mengambil pengertian dari motivasi
beragama bagi seseorang.
6. Jurnal Pelita Dahrma „‟faktor-faktor penyebab dominasi jumlah kaum
wanita dalam kegiatan Puja bhakti umat Budha di vihara dharma mulya
dan Windu paramita, bogor‟‟ ditulis oleh puja Subekti Vol.2 No 1
Desember 2016. Menjadi rujukan penulis dalam mendalami tentang
Manfaat Puja bhakti bagi umat Buddha.
7. Buku„‟Paritta Suci‟‟yang ditulis oleh Yayasan Sangha Theravada
Indonesia pada Tahun 2005. Digunakan oleh penulis untuk menjadi
rujukan Mantra Puja Bhakti dari umat Buddha secara umum.
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penelitian
Untuk memenuhi syarat kelulusan mahasiswa akhir
perkuliahan dalam menempuh gelar Strara Satu (SI) Sarjana Agama
(S.Ag) dalam program studi Agama-agama di Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
-
8
2. Manfaat Penelitian
Diharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangsih
pemikiran kajian tentang Motivasi Puja Bakhti bagi umat Buddha
Theravada di Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi BSD, serta
menumbuhkan minat melakukan Puja Bhakti di Vihara khususnya umat
Buddha di Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi BSD, Serpong.
E. Landasan Teori
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang
dapat menimbulkan tingkat persistent dalam melaksanakan suatu kegiatan,
baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik)
maupun luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang
dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang
ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan
lainnya.14
Motivasi juga merupakan proses psikologis yang meningkatkan dan
mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Manusia membutuhkan goal
porto folio tiga dimensi untuk mengukur dirinya sendiri dalam tiga lapisan,
yaitu : materi, intelektual dan spiritual. Beberapa penelitian juga menemukan
bahwa spritual15
seseorang dapat berpengaruh dalam psikis nya dalam bekerja
atau kinerjanya.
14Http://AkhamdSudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi diakses pada
tanggal 5 Desember 2019.
15
Menurut rumusan dari Mitroff dan Denton dari buku Management Spritual, spritual
yang dimaksud yaitu terkait secara integral kepada kedamain dan ketenangan batin. Orang bisa
mencapai ketenangan dan kedamaian semacam ini dengan mengaitkan pada dunia, tidak
memisahkan darinya, atau denganm melaklukan kebaikan.
http://akhamdsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi
-
9
Dalam melakukan penelitian tentang motivasi Puja Bhakti, penulis
juga menggunakan beberapa teori dalam psikologi. Teori tersebut adalah teori
motivasi dari Abraham A Maslow yang di populerkan oleh Clayton Alderfer
sehingga menjadi Teori ERG. Yang dimaksud teori ERG merupakan refleksi
dari tiga dasar kebutuhan, yaitu:
a. Existence Needs (existence ) yaitu suatu kebutuhan akan tetap bisa hidup.
Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi, seperti makan,
minum, pakaian bernafas, imbalan, keamanan kondisi kerja.16
Berdasarkan Existence Needs (existence) penulis menyingkat dengan “E”
penulis ingin melihat apakah umat Buddha yang melakukan Puja Bhakti
secara rutin karena dorongan kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis
dalam konteks Puja Bhakti yaitu kebutuhan rasa lapar, haus, bernafas dan
rasa aman atau bisa disebut juga kebutuhan ekonomi seseorang.17 Misalnya
motivasi seseorang melakukan Puja Bhakti karena ingin kaya agar bisa
memenuhi kebutuhan ekonominya ataupun diluar kebutuhan tersebut yaitu
seprti rasa aman.
b. Relatedness Needs (relatedness), kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan
dalam berinteraksi di lingkungan.
Berdasarkan Relatedness Needs (relatedness) penulis menyingkat dengan
“R” penulis ingin melihat apakah umat Buddha yang melakukan Puja
Bhakti karena adanya dorongan dalam dirinya ingin melakukan interaksi
16
Widayat Prihartanta, Teori-Teori Motivasi, Jurnal Adabiya Vol. 1 No. 83 Tahun 2015) 17
Widayat Prihartanta, Teori-Teori Motivasi, Jurnal Adabiya Vol. 1 No. 83 Tahun 2015)
-
10
dengan lingkungannya sebagai fitrah manusia yaitu mahluk sosial.18
Contoh menjalankan ibadah Puja Bhakti karena termotivasi oleh
lingkungan yang rajin ibadah kemudian terbawa menjadi rajin, ataupun
menjalankan ibadah Puja Bhakti karena ingin berinteraksi dengan banyak
orang seperti mendapat teman baru dengan aktif organisasi di Vihara
tersebut atau dengan yang lainnya. Ada juga yang karena kesepian di
rumahnya atau dengan niat lain seperti ingin di puji atau dianggap oleh
orang.
c. Grow Needs (pertumbuhan) Kebutuhan untuk meningkatkan dan
mengembangkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan.19
Yaitu jika individu membuat kontribusi yang produksi dan kreatif.20
Berdasarkan Grow Needs (pertumbuhan) penulis menyingkat dengan “G”
penulis ingin melihat apakah umat Buddha yang melakukan Puja Bhakti
karena dorongan dalam dirinya ingin mengembangkan pribadi menjadi
lebih baik lagi dari sebelumnya. Contoh motivasi melakukan Puja Bhakti
karena dorongan kesadaran sendiri untuk berkembang lebih baik melalui
proses Dhammadesana (ceramah) yang disampaikan oleh seorang Bhikku
atau Attasilani. Kemudian setelah mendengarkan ceramah tentang ajaran
Sang Buddha merubah tingkah laku kesehariannya lebih baik, selalu
mengingat ajaran Sang Buddha. Melakukan hal yang positif seperti
berbuat baik, berkata jujur, tidak bohong, tidak membunuh dan lainnya.
18
Widayat Prihartanta, Teori-Teori Motivasi, Jurnal Adabiya Vol. 1 No. 83 Tahun 2015) 19
Indra Kharis, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transfoirmasional Terhadap Kinerja
Karyawan dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Intervening, Vol.3 No.1 Maret 2015 20
Muhammad Busro, Teori Manajemen Sumber Daya Manusia, hal. 67.
-
11
Tiga dasar kebutuhan manusia yang disebutkan oleh Clayton Alderfer
tersebut akan menjadi landasan penulis untuk menganalisa motivasi dari
peserta Puja Bhakti.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat
kualitatif, menurut Denzin dan Lincold menyatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada. Erickson menyatakan bahwa
penelitian kualitatif berusaha untuk menemukan dan mengambarkan
secara naratif kegiatan yang dilakukan dan dampak dari tindakan yang
dilakukan terhadap kehidupan mereka.21
2. Sumber data
Pada penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data yaitu
sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber Primer adalah sumber yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat
pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi
yang dicari.22
Data dikumpulkan melalui pihak pertama yang didapat
melalui wawancara, Sumber data ini langsung diperoleh dari proses
melakukan wawancara oleh responden di Vihara Pusdiklat Buddhis
21Albi Anggito & Johan Stiawan, Metode Penelitian Kualitatif, Sukabumi. 2018. Hal 7
22
Saifuddin Anwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998) hal. 91.
-
12
Sikkhadama Santibhumi BSD Serpong. Total peserta Puja Bhakti
kategori Remaja dan Dewasa laki-laki maupun perempuan yaitu 80
peserta. Dengan sampel yang digunakan yaitu (total sampel 10%-15%
dari keseluruhan peserta Ritual Puja Bhakti) yaitu peserta yang aktif
dalam melakukan puja bhakti minimal 3 bulan rutin dan kategori
responden yaitu dari berbagai profesi guru, karyawan swasta, ibu
rumah tangga, aktivis.
b. Sumber Sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari hasil penelitian
orang lain yang sudah diolah menjadi data. Dalam penelitian ini yang
menjadi data sekunder adalah artikel, jurnal, buku-buku yang terkait,
skripsi, dokumentasi, serta situs internet yang berkenaan dengan
penelitian Puja Bhakti.23
3. Teknik pengumpulan data
Dalam melakukan proses mengumpulkan data, penulis
menggunakan beberapa teknik antara lain :
a. Studi Pustaka
Peneliti menggunakan studi pustaka24
. Studi pustaka yang
penulis lakukan yaitu mencari sumber informasi dengan membaca
buku-buku, jurnal, dokumen, kisah-kisah majalah yang berkaitan
dengan Puja Bhakti, landasan teori tata cara Puja bhakti dan lain-
23Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2010) hal. 225.
24
Studi Pustaka adalah mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai
amcam material yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, catatan, majalah, kisah-kisah
sejarah dsb.
-
13
lainnya yang berakitan dengan motivasi guna untuk memperkuat
landasan teoritis bagi penulis.
b. Observasi
Dalam penelitian menggunakan teknik observasi yang Penulis
lakukan adalah turun langsung ke lokasi dan mengikuti kegiatan Puja
Bhakti.25
Puja Bhakti diadakan setiap seminggu sekali serta bertatap
langsung dengan partisipan yang sedang melakukan Puja Bhakti rutin
setiap minggu guna mendapatkan informasi yang lebih mendalam.
Penulis melakukan observasi di Vihara Pusdiklat Shikkadama
Santibhumi BSD, Serpong selama 4 bulan lebih sejak tanggal 23 Juni
hingga akhir November. Alat bantu melakukan observasi (buku tulis
dan alat tulis, kamera ponsel, tape recorder).
c. Wawancara
Peneliti menggunakan wawancara.26
Kriteria responden dalam
Puja Bhakti adalah perempuan dan laki-laki yang aktif melakukan Puja
Bhakti minimal sudah 3 bulan rutin dalam seminggu sekali, baik laki-
laki dan perempuan, remaja ataupun dewasa dan manula dan
mewawancarai tokoh agama dan Pengurus aktif yang ada di Vihara
Pusdiklat Buddhis Sikkadama Santibhumi Serpong. Responden
memiliki kriteria sebagai berikut:
25Observasi yang dimaksud penulis dalam buku metode penelitian kualiatif karangan
Raco, observasi yaitu pengumpulan data langsung turun ke lapangan atau lokasi penelitian, dan
peneliti langsung bersama partisipan untuk memperoleh informasi yang lebih dalam.
26Wawancara yang dimaksud responden adalah metode mengumpulkan data dan
informasi yang lebih banyak mendalam secara langsung kepada responden.
-
14
1) Responden aktif dalam melakukan puja bhakti maksimal rutin
dalam 3 bulan.
2) Responden datang tepat waktu dan mengikuti proses puja bhakti
dari awal hingga akhir.
3) Responden berumur 23-65 tahun.27
4. Analisa Data
Teknik analisa data merupakan suatu langkah yang paling
menentukan dari suatu penelitian, karena fungsi dari analisa data adalah
menyimpulkan hasil penelitian. Analisa data bisa dilakukan dengan
tahapan berikut seperti :
a. Perencanaan
Pada tahap ini kegiatan yang akan dilakukan adalah seperti berikut:
- Peneliti menentukan lokasi Vihara yang akan diteliti
- Peneliti membuat instrumen-instrumen penelitian yang akan
digunakan untuk penelitian.
b. Pelaksanaan
Pada tahap ini kegiatan yang akan dilakukan adalah seperti berikut:
- Peneliti mempelajari subjek sampel untuk penelitian.
- Peneliti menguji coba, menganalisa dan menetapkan instrumen
penelitian.
c. Evaluasi
27Maksud peneliti menentukan responden umur tersebut agar peneliti bisa mendapatkan
informasi yang lebih aktual dan sudah bisa berfikir secara matang.
-
15
Pada Tahap ini, peneliti menganalisa dan mengolah data yang
telah terkumpul dengan metode yang telah ditentukan.
d. Penyusunan Laporan
Pada tahap ini, kegiatan selanjutnya adalah menyusun dan
melaporkan hasil daripada penelitian yang didapatkan Dalam
penulisan ini peneliti akan menggunakan pendekatan Psikologis.
5. Pendekatan Penelitian
a. Pendekatan Psikologis
Pendekatan Psikologis adalah pendekatan yang bermaksud
mencari hubungan agama terhadap kejiwaan pemeluk agama atau
sebaliknya pengaruh kejiwaan pemeluk terhadap keyakinan
keagamaaya. Para psikolog religius meyakini ada dimensi yang sakral,
spiritual, divine, transenden, supernatural yang dapat mempengaruhi
kejiwaan manusia.28
Peneliti menggunakan pendekatan psikologis ingin meneliti
adanya pengaruh kepada perilaku dan psikis umat Buddha di Vihara
Pusdiklat Shikkadama Buddhis Santhibumi, setelah melakukan ibadah
Puja bhakti. Makna puja bhakti bagi orang yang melakukannya adalah
tergantung bermacam-macam motivasi seseorang. Seperti yang
dirumuskan oleh Mitroff dan Denton dalam bukunya Management
Spiritual, bahwa manusia juga membutuhkan motivasi dalam
perbuatan yang akan ia lakukan karena pada hakikatnya manusia
28
Media Zaenul Bahri, wajah Studi Agama-agama,hal. 57.
-
16
mempunyai tiga dimensi dalam mengukur dirinya sendiri, yaitu dari
segi materi, intelektual dan spiritual.29
Oleh karenanya penulis
mengambil pendekatan psikologis ini karena berdasarkan teori yang
diambil dalam teori motivasi Puja bhakti yaitu teori Abraham A
Maslow adalah juga membagi dua klasifikasi motivasi: motivasi
primer dan motivasi spiritual.30
Spiritual yang dimaksud adalah terkait
secara integral ketenangan bathin seseorang.
G. Sistematika Penulisan
Bab I: Pendahuluan
Dalam pembahasan bab ini, penulis memaparkan beberapa sub bab
antara lain latar belakang masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Landasan Teoritis, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
Bab II: Profil Vihara Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi
Berisi tentang Sejarah berdirinya vihara, Struktur Kepengurusan
Vihara, di Vihara, dan Aliran Buddha Vihara.
Bab III: Puja Bhakti dalam ajaran Buddha Theravada.
Berisi tentang Pengertian Puja Bhakti, Tata Cara Puja Bhakti, Tujuan
dan Manfaat Puja Bhakti, Sarana dalam pelaksanaan Puja Bhakti dan Praktik
dalam Pelaksanaan Puja Bhakti di Vihara Shikkadama BSD.
29
Heri Pratikto, Perilaku Konsumsi Berbasis Motiasi Spiritual Islami Guru-Guru Mata
Pelajaran Ekonomi Pada SMA/MA, ( Malang:Jurnal Ekonomi dan BIsnis Tahun 15 No. 1. Maret
2010), hal 73. 30
Chablullah Wibisono, Pengaruh Motivasi Mu’amalat (Bekerja dan Berproduksi,
Kebutuhan Sekunder, kebutuhan primer) terhadap prestasi kerja yang religius, Jurnal Wacana
Hukum Islam dan Kemanusiaan, Volume 13, No. 2, Desember 2013: 233-252.
-
17
Bab IV: Deskripsi dan analisa Motivasi Puja Bhakti umat Budha Theravada
Vihara Pusdiklat Buddis Sikkhadama Santibhumi BSD, Serpong Tangerang
Selatan.
Berisi Tentang Deskripsi dan Analisa data peserta Wawancara peserta
Puja Bhakti bagi laki-laki dan perempuan Remaja dan Dewasa.
Bab V : Penutup
Dalam Pembahasan ini berisi tentang kesimpulan terhadap hasil
penelitian penulis terhadap kegiatan Puja Bhakti Di Vihara tersebut. Penulis
juga akan menjawab secara deskriptif dan mendetail rumusan masalah yang
penulis sampaikan pada bab Pertama.
-
18
BAB II
PROFIL VIHARA PUSDIKLAT BUDDHIS SHIKKADAMA
SANTIBHUMI BSD
A. Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama Santibhumi BSD
Vihara ini dinamakan Vihara Pusdiklat karena selain tempat ibadah
juga tempat untuk pendidikan pelatihan Samanera (Bhikku) selama tiga
bulan sebelum menjadi Bhikku yaitu bulan tujuh, delapan, sembilan dan
untuk tempat sekolah Minggu. Disebut sekolah minggu karena kegiatan
sekolah yang ada di Vihara ini aktif setiap hari minggu saja dengan
fasilitas kelasa dan guru-guru yang baik di dalamnya. Selain untuk
pelatihan dan pendidikan vihara ini menjadi tempat kegiatan non
kegamaan seperti acara pernikahan, Thalkshaw dan lainnya.
Bangunan ini dibangun atas dasar suka rela tanpa paksaan, tidak
ada sumber pasti dan tanpa bantuan dana pemerintahan yaitu dari umat
untuk umat. Maka dari itu tahapan untuk membangun bangunan atau
Pusdiklat ini berlangsung lumayan lama yaitu dari tahun 2008 hingga
diresmikan pada tahun 2011. Dalam pembangunan Vihara ini sama sekali
tidak melibatkan instansi pemerintahan seperti Kementerian Agama, jadi
semua dana dan tenaga murni hasil jeri payah umat yang ingin Vihara
berdiri di sini. Kegiatan sosial di Vihara Pusdiklat ini dihitung dalam
setahun hanya 14 kali dan tidak terlalu banyak. Karena difokuskan hanya
-
19
untuk kegiatan pendidikan dan latihan, jadi tidak terlalu banyak kegiatan
sosialnya.1,2
Bangunan ini ada tuga lantai, laintai pertama digunakan untuk
kegiatan non keagamaan seperti, pelatihan, Talk Show, pernikahan atau
pemberkatan. Lantai dua digunakan menjadi ruangan Dhammadesana
yaitu untuk tempat beribadah seperti meditasi, Puja Bhakti dan kegiatan
keagamaan lainnya yang dilaksanakan setiap bulan ataupun tahunan.
Lnantai tiga digunakan untuk untuk tempat tinggal para Bhikku yang
sedan dalam tahap pendidikan dan latihan.
B. Asal Usul dan Sejarah Berdirinya Vihara
Di tengah kondisi Indonesia yang terus digerus isu intoleransi antar
umat beragama, tak jauh dari Ibu Kota Jakarta terdapat sebuah bentuk
toleransi antara umat beragama. Toleransi tersebut sudah berlangsung sampai
ratusan tahun sampai saat ini. Kawasan Banten merupakan wilayah
kekuasaan Kesultanan Banten yang berdiri sejak abad 16 Masehi oleh Sultan
Maulana Hasanuddin, putra salah satu Wali Songo, Sunan Gunung Jati.3
Di tengah Kesultanan Banten tersebut, berdiri sebuah Vihara bagi
agama Buddha dengan nama Avalokitesvara yang telah berdiri sejak 1652
sampai sekarang. Sekitar 800 meter dari Vihara, berdiri sebuah masjid yang
juga ikon Banten, yakni Masjid Agung Banten. Berdirinya Vihara tersebut
1Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada 23 Juni 2019.
2Struktur kepengurusan Vihara terdapat pada bab V bagian lampiran.
3Https://regional.kompas.com/red/2017/06/17/03320011/jejal.toleransi.Islam.dan.Buddha.
di.kawasan.banten.lama?page=all
-
20
tak terlepas dari kedatangan penguasa dari Cina bersama dengan para anak
buahnya ke Kesultanan Banten.4
Ratusan tahun sejak runtuhnya kesultanan Banten, Kawasan Banten
Lama telah menjadi satu destinasi wisata historis dan religi yang ada di
Banten. Ibadah umat Buddha di Kawasan Banten Lama diakui Sutanta tak
pernah terganggu sedikitpun sampai saat ini. Hingga kemudian berkembang
4Https://regional.kompas.com/red/2017/06/17/03320011/jejal.toleransi.Islam.dan.Buddha.
di.kawasan.banten.lama?page=all
-
21
dengan adanya Vihara-Vihara lainnya yang ada Tangerang. Salah satunya
yaitu Vihara Pusdiklat Shikkadama Buddhis.5
Sejarah berdirinya Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama ini
diawali dari umat Buddha yang bersedia menghibahkan tanahnya yaitu Bapak
Pranoto, dengan mendatangi organisasi kumpulan para Bhikku yaitu Sangha.
Kemudian dibangunlah sebuah bangunan yang atas nama Sangha yaitu
Vihara Pusdiklat Shikkadama Santhibumi yang terletak di Bumi Serpong
Damai (BSD) City Sektor VII Blok C nomor 6 pada tahun 2008, karena
untuk membangun bangunan tersebut masih membutuhkan banyak dana dan
dianggarkan menghabiskan dana sekitar 2 M. Kemudian diadakanlah
penggalangan dana atau tenaga bagi yang ingin membantu, berupa materi
atau tenaga. Ada juga pembentukan panitia di dalamnya dan melibatkan
banyak orang.6
C. Kegiatan Keagamaan di Vihara
Ada beberapa kegiatan-kegiatan di Vihara Pusdiklat Shikkadama
Pusdiklat Santibhumi yaitu perayaan keagamaan yang dilaksanakan setiap
bulan, sesuai bulan yang ditentukan yaitu seperti Perayaan Waisak, perayaan
Katina dan perayaan Asada Puja dan Maga Puja.
a) Perayaan Hari Waisak
Hari raya Waisak sendiri dikalangan umat Buddha sering
disebut dengan hari raya Trisuci Waisak. Disebut demikian karena pada
hari Waisak terjadi tiga peristiwa penting, yakni kelahiran Pangeran
5Https://regional.kompas.com/red/2017/06/17/03320011/jejal.toleransi.Islam.dan.Buddha.
di.kawasan.banten.lama?page=all 6Wawancara Miss Dewi Pengurus di Vihara Pusdiklat pada tanggal 13 Okt 2019.
-
22
Sidhartha Gautama, tercapainya penerangan sempurna oleh Pertapa
Gautama, dan mangkat nya Sang Buddha Gautama. Tiga kejadian
tersebut—kelahiran, penerangan, kematian— terjadi pada hari yang
sama ketika bulan purnama di bulan Waisak. Biasanya pada hari waisak,
umat Buddha merayakannya dengan pergi ke Vihara dan melakukan
ritual Puja-Bhakti.7
b) Perayaan Katina
Perayaan Kathina adalah upacara yang dirayakan setahun
sekali, dan yang biasa diartikan yaitu Sanggadana yaitu berdana kepada
Sangha di bulan Kathina. Berdana 4 kebutuhan pokok kepada Bhikku,
penyerahan jubbah dan makanan pokok.8
c) Asada Puja
Perayaan hari Asada Puja dalam agama Buddha adalah
kegiatan keagamaan Asada berhubungan dengan bulan Asada atau
bulan umat Budhha , seperti bulan Asada, Waisak, Kathina. Asadha atau
disebut Asadha Puja/Asalha Puja diperingati dua bulan setelah hari raya
Waisak, umat Buddha merayakannya. Asadha adalah hari Dhamma,
karena memperingati pembabaran Dhamma yang pertama kali. Di
Taman Rusa Isipatana, Sarnath dekat Benares, Buddha menyampaikan
khotbah pertama yang disebut Dhammacakka ppavattana sutta
(pemutaran roda dhamma) kepada lima orang pertapa pada tahun 588
SM. Mereka adalah Kondanna, Vappa, Bhaddiya, Mahanama dan Assaji,
7Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada 23 Juni 2019
8Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada 23 Juni 2019.
-
23
teman-teman nya bertapa yang menempuh cara menyiksa diri, setelah
mendengarkan Dhamma dari Sang Buddha, mereka mencapai Arahat.9
d) Maga Puja
Upacara yang mendatangkan 1.250 Bhiku tanpa diundang.
Yaitu Bhiku yang sudah mencapai arahat atau kesucian tertinggi, dan
berkumpul di bulan purnama. Kathina yaitu berhubungan dengan umat
berdana jubah dan kebutuhan pokok. Dilaksanakan ketika setelah selesai
para Bhiku puasa atau menetap di suatu tempat selama tig bulan, karena
pada zaman Sang Buddha itu masih jalan-jalan terbuat dari tanah,
keseringan ketika para Bhiku keluar tanpa sengaja menginjak hewan-
hewan yang masih hidup. dan kemudian tanah terkena hujan karena pada
waktu itu musim hujan oleh karena itu Sang Buddha diperintahkan untuk
menginap selama 3 bulan, supaya hewan-hewan tidak terinjak mati.
Kemudian setelah itu umat diminta untuk berbuat kebajikan dengan
menghibahkan jubah dan makanan pokok.10
Dalam praktek ibadah yang
dilakukan di hari-hari besar keegamaan ini semuanya dengan melakukan
Puja Bhakti, dari pelaksanaanya waktunya berbeda-beda.
D. Ajaran dan Aliran Buddha di Vihara Pusdiklat Shikkadama Buddhis
Santhibumi
Aliran agama Buddha yang berkembang di Indonesia umumnya
Theravada dan Mahayana. Kedua aliran Buddha tersebut mempunyai tempat
9Mukti, Krishnanda, Wacana Buddha Dhamma. Jakarta: Yayasan Dhamma
Pembangunan Dan Ekayana Buddhast Centre, 2003.
10
Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pudiklat Shikkadama , pada tanggal 3
November 2019.
-
24
ibadah yaitu Vihara. Vihara tempat sembahyang umat Buddha ini pun
berkembang di Provinsi Banten, adapun jumlah Vihara yang ada di
Kabupaten/Kota yaitu: Kab. Serang berjumlah 5 Vihar. Kab. Tangerang
berjumlah 19 Vihara, Kota Tangerang berjumlah 34 Vihara, kota Cilegon.
Berjumlah 58 Vihara tersebut salah satunya vihara Avalokitesvara di Serang
merupakan Vihara tertua di Banten diperkiraan pada abad ke-16 dan sampai
saat ini. Salah satu Vihara yang berkembang saat ini di Serpong Banten yaitu
Vihara Pusdiklat Shikkadama Santhibumi.11
Vihara Pusdiklat Shikkadama yang ada di BSD adalah aliran
Theravada, Penulis menyebut Aliran Theravada karena penulis mengamati
secara langsung kitab yang digunakan oleh umat Buddha di Vihara Pusdiklat
adalah kitab Tipitaka yang berbahasa pali dan Mantra Paritta Suci berbahasa
Pali. Dalam Praktik ibadahnya seperti Puja Bhakti menggunakan Paritta Suci
yang berbahasa Pali kemudian pemimpin Puja menerjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia agar lebih mendalam dalam memaknai nya.12
Gambar 1 Paritta Suci pedoman Umat Buddha dalam menjalankan Puja Bhakti (Sumber:
Dokumentasi Pribadi).
11
Nurman Kholis, Vihara Avalokitesvara Serang, Arsitektur dan Peranan dalam Relasi
Buddhis-Tionghoa dengan Muslim di Banten, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2. 12
http://www.Sariputta.com/artikel/ajaran-dsar/konten/perbedaan-persamaan-anatara -
theravada-dan-mahayana/340 diakses pada tanggal 9 Desember 2019.
http://www.sariputta.com/artikel/ajaran-dsar/konten/perbedaan-persamaan-anatara%20-theravada-dan-mahayana/340http://www.sariputta.com/artikel/ajaran-dsar/konten/perbedaan-persamaan-anatara%20-theravada-dan-mahayana/340
-
25
Gambar 2 Isi Paritta Suci berbahasa Pali pedoman Umat Buddha Theravada dalam menjalankan
Puja Bhakti. (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
Gambar 3 Kitab Tipitaka yang digunakan untuk pedoman Buddha Theravada di Vihara Pusdiklat
Buddhis Shikkadama BSD. (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
Para Bhikku di Vihara Pusdiklat menggunakan civara dan antara
vasaka dan dua kain panjang dikenakan sebagai jubah pada kesempatan
resmi, kain panjang jubah dikenakan di bahu kiri (seperti memakai
selendang), jubahnya kuning kulit kayu, kuning kemerahan atau merah hati.
Ini merupakan ciri dari Aliran Theravada.13
Aliran Theravada14
tidak memuja
13
Wawancara Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Shikkadma pada tanggal 3 November
2019.
-
26
para Bodhisatva walaupun mereka memberikan rasa hormat karena
kebijaksanaan dan kasih sayangnya yang besar. Ciri diatas Penulis
menemukan di Vihara Pusdiklat Shikkadama. Dalam menggunakan sujud
tiga kali sebelum melakukan Puja Bhakti, itu artinya Buddha Theravada
menghormati Sang Buddha dan memberikan kasih sayang dan kebijakannya.
Kemudian jika ada anggota keluarganya yang sudah meninggal,
umat Theravada biasanya tampak sederhana dan tidak ada dekorasi. Penulis
meneliti secara langsung ke Vihara Pusdiklat dan menemukannya pada
Vihara Pusdiklat Shikkadama yaitu menggunakan Mazhab Theravada,15
karena terlihat jelas dari Viharanya yang sederhana tanpa hiasan-hiasan jika
ada salah satu keluarga yang meninggal yang ada hanya patung tiga
Rumpang Buddha diartikan sebagai Sang Buddha dan dua murid setianya.
Madzhab Theravada tidak boleh menikah dan para Bhikku nya
membujang.16
Yang ditemukan penulis dari penjelasan diatas dilihat dan
14
Perbedaan ciri aliran Theravada dan Mahayana aliran keduanya mempunyai kitab
pedoman yang sama Tipitaka, namun perbedaannya adalah Mahayana menggunakan bahasa
Sansekerta sedangkan Theravada bahasa pali. Penganut aliran Mahayana menghormati Buddha
Sakyamuni dan berbagai Boddhisattva sedangkan Theravada memuja Buddha yang disebutkan
dalam Tipitaka, khususnya Buddha Sakyamuni, yang dikenal juga sebagai Buddha Gotama.
Vihara Mahayana berisi berbagai macam simbol yang sakral, sebagian besar adalah patung
Buddha Sakyamuni ditambah lilin, bunga, dan dupa yang biasa dipersembahkan, sebagai simbol-
simbol ajaran. Praktik ritual Theravada tidak begitu sulit dibandingkan dengan Mahayana. Para
penganut agama Buddha Theravada bertujuan mencapai Nirvana (Nibbana) dengan menjadi
Arahat (orang yang mencapai kesucian tertinggi, juga disebut Savaka Buddha). Theravada
menekankan bahwa pencapaian Arahat adalah tujuan terakhir hidup ini, setelah itu tidak ada
kelahiran lagi. Sedangkan Mahayana menekankan bahwa terdapat kelahiran kembali bagi seorang
Arahat, seperti Sariputra, Moggalana, dan orang-orang suci lainnya, dan juga menekankan bahwa
benih-benih Kebuddhaan ada pada semua orang. (Dikutip dari: Situs konten Buddhis dan Motivasi
https://nibbana.id/theravada-dan-mahayana-perbedaan-dan-persamaan/ diakses pada 10 -01-2020) 15
Penulis menyebut Madzhab Theravada karena setiap penulis datang untuk observasi
secara mendalam dan melihat suasana serta kegiatan keagamaan umat Buddha di Vihara Pusdiklat.
Menunjukan ciri-ciri AliraN Theravada. 16
http://www.Sariputta.com/artikel/ajaran-dsar/konten/perbedaan-persamaan-anatara
theravada-dan-mahayana/340 diakses pada tanggal 9 Desember 2019.
https://nibbana.id/theravada-dan-mahayana-perbedaan-dan-persamaan/http://www.sariputta.com/artikel/ajaran-dsar/konten/perbedaan-persamaan-anatara%20-theravada-dan-mahayana/340http://www.sariputta.com/artikel/ajaran-dsar/konten/perbedaan-persamaan-anatara%20-theravada-dan-mahayana/340
-
27
mewawancarai Bhikku dan Bhikkuni Theravada mereka semua tidak
menikah. Oleh karenanya Vihara Pusdiklat Shikkadama BSD ini disebut
madzhab Theravada.17
Dalam upacara yang dilakukan umat Buddha Theravada lebih
menitik beratkan upacara meditasi sedangkan mazhab Mahayana menjalakan
upacara-upacara yang menitikberatkan pada tiga ajaran yaitu Buddha,
Sangha dan Dhamma.18
17
Wawancara dengan Romo Puputan pada tanggal 3 November 2019. 18
Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma. hal. 333-335.
-
27
BAB III
PUJA BHAKTI DALAM AJARAN BUDDHA THERAVADA
A. Pengertian Puja Bhakti Menurut Ajaran Buddha Theravada
Puja Bhakti terdiri dari kata „‟puja‟‟ yang bermakna menghormat dan1
Bhakti‟ yang lebih diartikan sebagai melaksanakan ajaran Sang Buddha dalam
kehidupan sehari-hari. Agama Buddha mengajarkan tata cara peribadatan,
yang biasanya disebut sebagai “puja” dalam masyarakat umum dikenal
dengan istilah “Puja Bhakti” istilah pūjā disini mengacu pada upacara sebagai
sarana untuk menguatkan dan menuangkan keyakinan serta mengingatkan kita
kepada Sang Triratana (Buddha, Dhamma dan Saṅgha).2
Dalam melakukan Puja Bhakti, umat Buddha melaksanakan tradisi
yang telah berlangsung sejak zaman Sang Buddha masih hidup yaitu umat
datang, masuk ke ruang penghormatan dengan tenang, melakukan namaskara
atau bersujud yang bertujuan untuk menghormat kepada lambang Sang
Buddha, jadi bukan menyembah patung atau berhala.3
Kebiasaan bersujud dilakukan karena Sang Buddha berasal dari India.
Sudah menjadi tradisi di berbagai negara timur termasuk India, ketika
seseorang bertemu dengan mereka yang dihormati, maka akan melakukan
sujud yaitu menempelkan dahi ke lantai sebagai tanda menghormati mereka
yang layak dihormati dan menunjukkan upaya untuk mengurangi keakuan
1Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id // oleh: Bhikkhu Uttamo diakses pada tanggal 5
Desember 2019. 2Dhamma Ananda Arif Kurniawan Hadi Santosa, Seri Dhamma Praktis Puja, hal.38.
3Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id // oleh: Bhikkhu Uttamo diakses pada tanggal 5
Desember 2019.
-
28
sendiri. Karena bersujud di depan altar ataupun arca Sang Buddha hanyalah
bagian dari tradisi, maka para umat dan simpatisan dapat saja tidak melakukan
bersujud di depan altar apabila bathinnya tidak berkenan untuk melakukan
tindakan demikian. Sebentuk arca tidak akan menuntut dan memaksa
seseorang yang berada di depannya untuk bersujud. Namun, dengan mampu
bersujud, maka seseorang akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk
berbuat baik dengan badannya yaitu dengan belajar bersikap rendah hati.4
Setelah memasuki ruangan dan bersujud, umat Buddha dapat duduk bersila di
tempat yang telah disediakan. Umat kemudian secara sendiri atau bersama-
sama dengan umat yang ada dalam ruangan membaca paritta yaitu mengulang
khotbah Sang Buddha.5
Diharapkan dengan pengulangan khotbah Sang Buddha, umat
mempunyai kesempatan untuk merenungkan isi uraian Dhamma Sang Buddha
serta berusaha melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Semakin lama
seseorang mengenal Dhamma, semakin banyak melakukan Puja Bakti,
semakin banyak khotbah Sang Buddha yang diulang, maka sudah seharusnya
semakin baik pula dalam tindakan, ucapan maupun pikiran.
Contoh yang paling mudah ditemukan adalah kebiasaan umat
membaca Karaniyametta Sutta di Vihara. Sutta atau khotbah Sang Buddha ini
berisikan cara memancarkan pikiran penuh cinta kasih kepada semua makhluk
di setiap waktu, ketika seseorang sedang berdiri, berjalan, berbaring, berdiam
4Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id // oleh: Bhikkhu Uttamo diakses pada tanggal
5Desember 2019. 5Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id // oleh: Bhikkhu Uttamo diakses pada tanggal 5
Desember 2019.
-
29
selagi ia tidak tidur. Diharapkan, dengan sering membaca sutta tersebut
seseorang akan selalu berusaha memancarkan pikiran cinta kasih kepada
lingkungannya. Ia hendaknya menjadi orang yang lebih sabar dari
sebelumnya.
Itulah makna sesungguhnya dari pengertian „Puja Bhakti‟ yaitu
menghormat dan melaksanakan ajaran Sang Buddha. Namun pada praktiknya
umat Buddha mempunyai keinginan atau permintaan yang lain , misalnya
ingin banyak rezeki, ingin kaya, dan masih banyak lagi keinginan lainnya.6
B. Tujuan dan Manfaat Puja Bhakti
Puja Bhakti merupakan satu kegiatan umum yang dilakukan oleh umat
Buddha sebagai sarana untuk memberikan penghormatan yang tertinggi
kepada Triratna : Buddha, Dhamma, Saṅgha.
Tujuan mengikuti Puja Bhakti di Vihāra secara teratur, seseorang
akan:
1. Meningkatkan dan memperkuat Saddhā ( keyakinan ) kepada Triratna :
Buddha, Dhamma, Saṅgha.
2. Dengan mengulang pembacaan paritta, seseorang akan menumbuh-
kembangkan pengertian dan pandangan benar, karena di dalam paritta
mengandung kata-kata kebenaran, ajaran Sang Buddha.
3. Menghindari perbuatan tidak bajik dengan menjalankan Pancasila
Buddhis, sehingga menjauhkan seseorang dari akibat kamma buruk.
6Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id // oleh: Bhikkhu Uttamo diakses pada tanggal 5
Desember 2019.
-
30
4. Mengembangkan konsentrasi dan perhatian penuh ketika melakukan
meditasi bersama.
5. Menambah pengetahuan Dhamma, pandangan benar dan juga
kebijaksanaan ketika mendengarkan ceramah Dhamma.7
6. Berkembangnya pengendalian diri. (saṁvara)
7. Berkembangnya perasaan puas. (santutthi)
8. Berkembangnya kesabaran. (khanti)
9. Berkembangnya kebahagiaan. (sukha)8
Manfaat :
Untuk memohon keselamatan, pengampunan, dan petunjuk menuju hidup
yang lebih baik.
2. Untuk mewujudkan rasa Bhakti kehadapan Tuhan beserta segala
manisfestasi nya.
3. Menyerahkan diri secara bulat karena menyadari akan kelemahan dan
keterbatasan nya.
4. Untuk mengadakan penebusan dosa atas yang dilakukan umatnya.
5. Untuk menyucikan Lahir dan Bathin.
6. Untuk menolong makhluk-makhluk yang lainnya menuju Pelepasan.9
7. Berdana
Kehendak baik (kusalacetana) adalah faktor yang terpenting dalam
berdana. Jika memberikan sesuatu tanpa mengarapkan imbalan apapun,
7https://www.dhammadayada.org/manfaat-puja-bakti diakses pada tanggal 5
Desember 2019. 8http://www.dhammacakka.org/?channel=ceramah&mode=detailbd&id=520
diakses pada tanggal 5 Desember 2019. 9Sri Dhammananda, Keyakinan umat Buddha, hal. 39
https://www.dhammadayada.org/manfaat-puja-baktihttp://www.dhammacakka.org/?channel=ceramah&mode=detailbd&id=520
-
31
itulah kedermawanan yang sejati. Umat Buddha mengembangkan
kemurahan hati bukanlah untuk mengharapkan keuntungan materi sebagai
imbalan, melainkan untuk menakan keserakahan yang menghalangi
kemajuan batin. Kelekatan pada kekayaan adalah salah satu penyebab
penderitaan di dunia ini.10
9. Sila
Dalam pelaksanaan Puja Bhakti, Selalu dibacakan Pancasila, pembacaan
Pancasila ini bertujuan untuk lebih mengingatkan pada moral tingkah-laku
yang pantas serta tidak pantas untuk dilakukan. Dengan melaksanakan
sila, manusia akan menjadi manusia yang manusiawi. Kemoralan inilah
yang membedakan manusia dengan makhluk lain yang tidak
melaksanakan sila. Manusia malu untuk berbuat jahat serta takut akan
akibat perbuatan jahat.
10. Meditasi
Dalam pelaksanaan Puja Bhakti selalu ada ritual Meditasi di dalamnya.
Meditasi menurut bahasa pali artinya pengembangan mental dari yang
buruk menjadi menjadi lebih baik, maksudnya adalah perubahan dari
sebelumnya yang buruk dari fikiran kasar, liar, malas, penuh nafsu dunia,
lambat, pengeluh dan sebagainya. Konsentrasi dalam agama Buddha
adalah salah satu bentuk latihan mental dan fikiran agar dapat mencapai
tingakatan yang lebih dalam yaitu samadhi.11
10
Dhamma Ananda Arif Kurniawan Hadi Santosa, Seri Dhamma Praktis Puja, hal 27. 11
Sri Dhammananda, Keyakinan umat Buddha, hal. 39
-
32
C. Sarana dalam Pelaksanaan Puja Bhakti..
Di negara-negara Buddhis, hampir setiap keluarga memiliki ruang Puja
Bhakti dengan segala perlengkapannya, biasanya keluarga Buddhis yang
cukup berada memiliki sebuah ruangan kecil untuk melaksanakan Puja Bhakti
harian atau setidaknya sebuah ruangan yang disekat. Pun mereka yang kurang
mampu, di dalam ruangannya yang sempit masih memiliki selapis papan yang
dipasang tinggi-tinggi pada dinding, tempat mereka menaruh rupang, berupa
patung atau gambar Sang Buddha, dengan perlengkapan lainnya.
Dalam melaksankan Puja Bhakti di Vihara Pusdiklat juga
menggunakan Altar dan sarana lainnya. Dipahami bahwa altar disini adalah
meja untuk melaksanakan Puja Bhakti Buddhis. Sebuah altar dengan tradisi
Theravada pasti menempatkan patung Sang Buddha sebagai satu-satunya
obyek pemujaan. Selain patung Sang Buddha dapat pula ditempatkan patung
kedua murid utama Sang Buddha (aggasāvaka) yaitu Bhikkhu Sāriputta Thera
disebelah kanannya dan Bhikkhu Moggalāna Thera disebelah kirinya.
Dibelakang altar Sang Buddha diusahakan tidak terdapat hiasan-hiasan atau
gambar-gambar yang dapat merusak konsentrasi pada waktu melaksanakan
Puja Bhakti.12
Banyak cerita di negara-negara Buddhis yang mengisahkan asal mula
dibuatnya patung Sang Buddha. Salah satunya adalah sebagai berikut: Setelah
Sang Buddha mencapai Pencerahan Sempurna, Beliau pergi ke surga selama
tiga bulan masa vassa (musim hujan) untuk memberikan khotbah Dhamma
12
Dhamma Ananda Arif Kurniawan Hadi Santosa, Seri Dhamma Praktis Puja, hal 27.
-
33
demi membalas kebajikan ibunya, sehingga ibunya mencapai tingkat kesucian
tertinggi (Arahat) di alam surga. Raja Udayana merenungkan tentang kasih
sayang Beliau dan ingin membuat gambaran tentang Beliau. Ia meminta
kepada Yang Ariya Bhikkhu Moggalāna Thera dengan kekuatan batinnya
mengirim seorang seniman ke surga untuk mencari tahu bagaimana ukuran
tubuh Sang Buddha, lalu memerintahkan untuk membuat patungnya dari kayu
cendana. Ketika Sang Buddha kembali dari Surga Tavatimsa dan masuk ke
Vihara, patung diri Sang Buddha datang menyambut Sang Buddha. Sang
Buddha kemudian berkata: “Kembalilah, Aku memberkatimu, kembalilah ke
tempatmu. Setelah Aku, mencapai Parinibbāna (mangkat) nanti, kamu akan
menjadi contoh diriKu bagi para pengikutKu, semoga mereka akan mengukir
perbuatan mereka sesuai dengan patungku. ”Kemudian patung itu kembali ke
tempatnya semula. Sesungguhnya, tujuan membuat patung Sang Buddha
adalah untuk membantu seseorang melaksanakan perenungan terhadap sifat-
sifat Agung Sang Buddha (Buddhānussati).13
Pada sarana Puja Bhakti menggunakan Altar, diatas Altar banyak
sarana pemujaan antara lain:
a. Lilin atau dupa artinya ketika berbuat kebajikan itu bisa diberikan kepada
siapa saja dan tidak memilih-milih. Nyala lilin melambangkan penerangan
Dhamma yang akan meresap ke dalam batin seseorang, menggantikan
kegelapan (moha) dan mengusir ketidaktahuan (avijjā).14
13Dhamma Ananda Arif Kurniawan Hadi Santosa, Seri Dhamma Praktis Puja, hal 27.
14Dhamma Ananda Arif Kurniawan Hadi Santosa, Seri Dhamma Praktis Puja, hal 37.
-
34
b. Bunga yang artinya ketidak kekalan yang artinya setiap sesuatu tidak ada
yang kekal. Bunga lama kelamaan akan layu, seperti apa yang kita miliki
tidak akan kekal, Bunga segar yang diletakkan di altar setelah beberapa
hari akan layu dan kering. Bunga adalah jembatan untuk memahami
ketidak-kekalan jasmani ini, satu waktu kelak menjadi tua, lapuk akhirnya
mati. Bunga biasanya di tempatkan di dalam vas, namun beberapa tradisi
di negara Buddhis, bunga-bunga itu akan diletakkan di atas piring atau
nampan, sehingga akan lebih cepat tampak ketidak-kekalannya. Terdapat
suatu syair yang sangat baik dalam mengungkapkan simbol dari bunga
ini.15
c. Buah diartikan sebagai proses karma bahwa apa yang kita tanam maka itu
yang kita menuai hasilnya. Seperti menanam apel akan menghasilkan apel,
menanam jeruk akan menghasilkan jeruk. Begitupun sebaliknya jika
menanam keburukan makan akan menuai hasil buruk jika kebaikan maka
akan menuai kebaikan.16
d. Dalam tradisi Theravada, air yang disediakan di altar digunakan untuk
pemberkahan, air ini harus disiapkan sebelum Puja Bhakti dimulai.
Air antara lain mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
- Dapat membersihkan noda-noda.
- Dapat memberikan tenaga hidup bagi makhluk-makhluk.
15
Dhamma Ananda Arif Kurniawan Hadi Santosa, Seri Dhamma Praktis Puja, hal 35. 16
Wawancara Attasilani Dhanasilani di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada tanggal 13
November 2019.
-
35
- Dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan.17
- Selalu bergerak atau mencari tempat yang rendah (sifat tidak
sombong).
- Meskipun kelihatan lemah, tetapi dalam keadaan tertentu dapat bangkit
menjadi tenaga yang maha dahsyat.
e. Buku Paritta Suci untuk membaca bersama dan mengingat kembali
khotbah sang Buddha.18
D. Praktik dan Tata Cara Puja Bhakti Vihara Pusdiklat Shikkadama
Santhibumi BSD.
Ibadah Puja Bhakti pada umumnya dilaksanakan bermacam-macam.
Ada yang melaksanakan sendiri di rumah masing-masing. Ada juga yang
melaksanakan secara berjamaah dan dipimpin oleh pemimpin Puja. Puja
Bhakti yang dilaksanakan bersama-sama biasanya dilaksanakan di tempat
ibadah yaitu Vihara ataupun di sekolah. Dalam waktu pelaksanaannya ada
yang dilakukan setiap 1 hari dalam seminggu rutin bahkan ada yang satu bulan
sekali. Menyesuaikan hari perayaan keagamaan tertentu misalnya Perayaan
Waisak, Kathina, Ashada Puja. Praktiknya sama, yang berbeda adalah ketika
proses Dhamadesana (ceramah) yang disampaikan oleh Bhikku atau
Attasilani menyesuaikan peristiwa hari perayaan, kemudian untuk pembacaan
paritta Suci juga berbeda sesuai dengan Puja Bhaktinya. Kemudian Ceramah
yang disampaikan dalam proses Puja Bhakti yang dilaksanakan rutin yaitu
17
Wawancara Attasilani Dhanasilani di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada tanggal 13
November 2019. 18
Wawancara Romo Puputan di Viahra Pusdiklat Shikkadama pada tanggal 13 November
2019.
-
36
yang berkaitan dengan ajaran-ajaran Sang Buddha.19
Waktu dalam
pelaksanaan berbeda-beda menyesuaikan Puja Bhakti dilaksanakan rutin
setiap hari atau perayaan keagamaan.
Berikut Pelaksanaan Puja Bhakti yang dilakukan ketika perayaan
keagamaan umat Buddha.
a) Puja Bhakti dalam Perayaan Waisak
Umat Buddha melaksanakan ritual Puja Bhakti adalah bertujuan
untuk mengingat kembali ajaran sang Buddha, mencontoh perilaku sang
Buddha dan melaksanakan ajaran agama Buddha. Bagi umat Buddha, hal
tersebut berarti menaati peraturan moral, seperti menghindari pembunuhan
makhluk hidup, mencuri, berbuat asusila, berbohong dan mabuk-
mabukkan. Selain kelima larangan tersebut, umat Buddha ketika hari
Waisak biasanya mengembangkan cinta-kasih dengan cara membantu
fakir-miskin atau mereka yang membutuhkan, melepas hewan (biasanya
burung) sebagai simbol cinta-kasih dan penghargaan terhadap lingkungan,
serta merenungkan segala perbuatan yang telah dilakukan apakah baik atau
buruk sehingga diharapkan di masa mendatangkan tidak mengulangi
perbuatan yang buruk yang dapat merugikan. Waisak sebagai sebuah hari
raya agama Buddha bisa memberikan contoh yang positif kepada setiap
orang. Contoh positif yang dapat diteladani adalah pengembangan cinta-
kasih kepada setiap makhluk hidup.
19Wawancara Attasilani Dhanasilani di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada tanggal 13
Oktiber 2019.
-
37
Wujudnya bisa berupa berdana membantu mereka yang
membutuhkan, mendonorkan darah, menjaga lingkungan sekitar dengan
hidup sederhana atau perbuatan-perbuatan baik lainnya. Dalam
melaksanakan Puja Bhakti di perayaan waisak yaitu dengan memperingati
tiga peristiwa penting diatas yaitu lahirnya Shidarta, Pangeran sidarta
mencapai pencerahan dan Parinibbana Sang Buddha atau Sang Buddha
tidak terlahir kembali. Puja Bhakti berhubungan dengan peristiwa
keagamaan Buddha. Jika mengikuti bulan Budhha yang urutan pertama
yaitu hari raya Magapuja, Waisak, Asada dan Kathina, akan tetapi jika
dilihat dari sejarah yaitu Asada karena khotbah pertama sang Buddha
kepada tamannya sewaktu bersama-sama betapa menyiksa diri, yaitu
disebut pancawagia dan pertama menjadi Bhikku serta terbentuknya
Sangha karena ditabikan 5 Bhikku bertapa.Yaitu bukan diawal bulan akan
tetapi di bulan Delapan.20
b) Puja Bhakti Perayaan Kathina
Perayaan Kathina dalam agama Buddha Kathina adalah upacara
yang dirayakan setahun sekali, dan yang biasa diartikan yaitu Sanggadana
yaitu berdana kepada Sangha di bulan Kathina. Berdana 4 kebutuhan
pokok kepada Bhikku, penyerahan Jubbah dan makanan pokok. Dalam
upacara keagamaan Kathina Puja Bhakti dilaksanakan jam 6 sore. Tapi
tidak wajib ditentukan waktu bisa pagi bisa sore.21
20
Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada 23 Juni 2019 21
Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada 23 Juni 2019
-
38
c) Puja Bhakti dalam Perayaan Asada Puja
Puja Bhakti yang dilakukan pada upacara Asada Dilaksanakan
seperti biasanya hanya ditambahkan dengan pembacaan parita Asada.
Waktu melaksanakannya sama dengan kegiatan Puja Bhakti di setiap
minggu dilaksanakan di Vihara, yaitu siang dari jam 9 sampai jam 11 dan
sama halnya dilaksanakan seperti kegiatan.
Dari penjelasan diatas mengenai Pelaksanaan Puja Bhakti yang
menjadi fokus penulis dalam skripsi ini adalah Puja Bhakti yang dilakukan
rutin setiap minggu sekali diVihara Pusdiklat Shikkadama Buddhis
Santhibumi.
Di dalam ruangan praktik Puja Bhakti yang ada di Vihara Pusdiklat
Buddhis Shikkadama, tidak ada Simbol, hanya ada altar, bendera Buddhis,
dan ada beberapa warna, Patung Buddha (Rumpang), dupa (lilin), bunga, air
dan buah. Panduan yang di gunakan dalam melaksanakan Puja Bhakti yaitu
dengan menggunakan pedoman kitab Tipitaka dan Buku pedoman Paritta
Suci. Puja Bhakti dimulai dari pukul 09.00 pagi sampai pukul 11.00 siang.22
Peserta yang mengikuti Puja Bhakti setiap minggunya ada sekitar 80
peserta dan terkadang juga bisa berubah, karena dalam pelaksanaan Puja
Bhakti tidak ada absen peserta. Oleh karenanya penulis hanya menghitung
secara manual peserta yang datang keseluruhan. Pakaiannya yang digunakan
peserta adalah pakaian bebas yang penting sopan.23
22
Wawancara Miss Dewi pengurus di Vihara Pusdiklat Shikkadama pada 23 Juni 2019
23
Wawancara Miss Dewi pengurus Vihara Pusdiklat Shikkadama Pada tanggal 13
Oktober 2019
-
39
Ada ceramah setiap pelaksanaannya (dhammadesana). Materi setiap
pertemuan itu beda, ajaran-ajaran yang diberikan oleh Budhha contoh tentang
kamma, kematian dan penderitaan intinya tentang kehidupan sehari-hari dan
untuk mengingat atau menambah keyakinan.24
Gambar 4 Umat Buddha sedang melaksanakan proses upacara Puja Bhakti. (Sumber:
Dokumentasi Pribadi).
Diawali dengan pemimpin Puja yaitu dua orang yang memimpin Puja
yang duduk paling depan, dan para peserta Puja Bhakti duduk di belakang
sambil mengikuti gerakan pemimpin. untuk kerapian dalam Vihara Pusdiklat
pemimpin memakai baju seragam hitam. Alat yang digunakan puja bhakti
yaitu berupa alat untuk kesadaran.25
24Wawancara Miss Dewi pengurus Vihara Pusdiklat Shikkadama Pada tanggal 13
Oktober 2019
25
Wawancara dengan Romo Puputan pada tanggal 13 November 2019
-
40
Gambar 5 Altar atau alat yang digunakan dalam pelaksanakan Puja bhakti.(Sumber: Dokumentasi
Vihara Pusdiklat Sikkhadama Santihbumi)
Kemudian di dalam ruangan Puja Bhakti yang dinamakan Dhamasala
yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan seperti Puja Bhakti
dan Meditasi. Terdapat tiga patung (rumpang) yang diartikan sang Buddha
dan dua muridnya, yang bernama bante Mogalana dan bante Sariputa.
Sebenernya kalau semua murid sang Buddha di letakkan di tempat ibadah
maka akan banyak, oleh karena itu hanya tiga yang dipasang.26
Bante Mogalana mempunyai kesaktian yang sangat luar biasa dan
bante Sariputa mempunyai kebijaksanaan yang luar biasa. Masing-masing
punya kelebihan, akan tetapi setiap kelebihan para Bhikku, tidak boleh
ditampakkan di depan umum karena akan melanggar aturan. Setiap vihara
berbeda-beda patungnya karena sesuai mazhabya, seperti Buddha, Mahayana
(cina) salah satu pengikut Buddha ke Cina kemudian bercampur dengan
tradisi Cina, Theravada (india) dan Tantrayana. Buddha rumpang ada bukan
untuk disembah sang Buddha mengajarkan kita tidak boleh menyembah
26
Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama pada
tanggal 13 Oktober 2019.
-
41
patung hanya saja untuk mengingat ajaran-ajarannya bukan untuk di sembah.
Mengingatkan kita bahwasanya dahulu ada seorang guru besar dan agung
yang mengajarkan ajaran-ajaran-NYa27
Gambar 6 adalah 3 Rumpang Sang Buddha dan dua muridnya. (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
Gerakan yang dilakukan terlebih dahulu yaitu dengan diawali sujud 3
kali dan dalam sujud nya disebut namaskara dan mempunyai arti sebagai
berikut:
1. menghormat kepada Buddha
2. menghormat kepada ajaran-ajarannya
3. menghormat kepada muridnya.28
27Wawancara dengan Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Buddhis Shikkadama Pada tanggal 13 November 2019.
28Wawancara Romo Puputan di Vihara Pusdiklat Pada tanggal 13 November 2019.
-
42
Gambar 7 Seorang Umat Buddha sedang melakukan sujud 3 kali sebelum memulai pembacaan
paritta. (Sumber: Dokumentasi Vihara Pusdiklat Sikkhadama Santihbumi).
Setelah melakukan sujud 3 kali kemudian mulailah membaca paritta
suci yang isinya yaitu mengulang khotbah-khotbah sang Buddha. Diawali
oleh pemimpin puja kemudian diikuti oleh jemaat yang dibelakangnya secara
bersamaan. Ceramah (Dhamadesana) dan paritta hampir sama, yang isinya
mengulang-ulang ajaran Sang Buddha, adanya paritta adalah untuk lebih kuat.
Secara yang dibacakan setiap Buddha Theravada adalah sama. Dibawah ini
adalah gambar salah satu jamaah yang sedang membaca parita.29
Bunyi paritta
yang dibaca dalam pelaksanaan Puja Bhakti di Vihara pusdiklat shikkadama
sama dengan paritta pada umumnya di aliran Theravada.
29
wawancara miss Dewi pengurus Vihara Pusdiklat Shikkadama pada tanggal 3
November
2019
-
43
Gambar 8 Seorang Umat Buddha sedang membaca pariita Suci dalam proses Puja bhakti.
(Sumber: Dokumentasi Vihara Pusdiklat Sikkhadama Santihbumi)
Dibawah ini ada beberapa cara dalam pelaksanaan Puja Bhakti sesuai
dalam panduan Paritta Suci dan isi dalam bacaan Pariita Suci yaitu:
1. PEMBUKAAN
Pemimpin puja bakti :
memberi tanda kebaktian dimulai (dengan gong, lonceng, dan sebagainya).
Pemimpin Kebaktian menyalakan lilin dan dupa (hio), kemudian meletakkan
dupa di tempatnya, sementara hadirin duduk bertumpu lutut dan bersikap anjali.
Setelah dupa diletakkan di tempatnya, Pemimpin Kebaktian dan para hadirin
menghormat dengan menundukkan kepala (bersikap anjali dengan menyentuh
dahi).30
2. NAMĀKARA PĀṬHĀ (KALIMAT PERSUJUDAN)
(Pemimpin Puja Bhakti membaca Namākara Pāṭhā, hadirin mengikuti.)
Araham sammāsambuddho bhagavā
Buddham bhagavantam abhivādemi
Sang bhagava, yang maha suci, yang telah mencapai penerangan sempurna.
Aku bersujud di hadapan Sang Buddha, Sang Bhagavā.
(namaskāra1)
Svākkhāto bhagavantā dhammo
dhammam namass mi
Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā;
Aku bersujud di hadapan Dhamma.
(namaskāra)
Supaṭipanno bhagavato sāvakasaṅgho
30
Yayasan Sangha Theravada Indonesia, Paritta Suci (Jakarta:2008) hal. 23.
-
44
saṅgham namāmi
Sangha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak sempurna;
aku bersujud dihadapan Saṅgha.
(namaskāra)
Sikap sujud dengan 1) lutut, 2) jari kaki, 3) dahi, 4) siku, 5) telapak tangan,
menyentuh lantai.31
3. PŪJĀ KATHĀ (KALIMAT PUJA)
(hadirin tetap duduk bertumpu lutut dan bersikap anjali)
Pemimpin puja bakti :
amamha kho mayam bhagavantam saraṇam gatā, yo no bhagavā satthā, yassa
ca mayam bhagavato dhammam rocema, imehi sakkārehi tam bhagavantam
sasaddhammam , sasāvakasaṅgham abhipūjayāma.
Kami berlindung kepada Sang Bhagavā, Sang Bhagavā guru agung kami. Dalam,
Dhamma Sang Bhagavā kami berbahagia.
Dengan persembahan ini, kami memuja Sang Bhagavā, beserta Dhamma dan
Saṅgha32
4. PUBBABHAGANAMAKARA (PENGHORMATAN PENDAHULUAN)
(hadirin duduk bersimpuh/bersila).
Pemimpin puja bakti :
Handa mayam buddhassa bhagavato pubbabhāganamakāram karoma se.
Marilah kita mengucapkan penghormatan awal kepada Sang Buddha, Sang
Bhagavā.
Bersama-sama :
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambusshassa.
(tikkhattum )
Terpujilah Sang Bhagavā, yang mahā suci, yang telah mencapai Penerangan
Sempurna.
(tiga kali).
5. SARAṆAGAMANA PĀTHA (KALIMAT PERLINDUNGAN)
Pemimpin puja bakti :
an a ma am i ara a amanapaṭham ha āma
Marilah kita membaca kalimat Perlindungan
Bersama-sama :
Buddham sara am gacchāmi.
Aku berlindung kepada Buddha
Dhammam sara am gacchāmi.
Aku berlindung Kepada Dhamma
Saṅgham sara am gacchāmi.
k rlin n k pa a a ha
Dutiyampi Buddham sara am gacchāmi.
31
Yayasan Sangha Theravada Indonesia, Paritta Suci (Jakarta:2008) hal. 23 32
Yayasan Sangha Theravada Indonesia, Paritta Suci (Jakarta:2008) hal. 23.
-
45
Kedua kalinya aku berlindung kepada Buddha
Dutiyampi Dhammam sara am gacchāmi.
Kedua Kalinya Aku berlindung Kepada Dhamma
Dutiyampi Saṅgham sara am gacchāmi.
a kalin a k rlin n k pa a a ha
Tatiyampi Buddham sara am gacchāmi.
Ketiga kalinya aku berlindung kepada Buddha
Tatiyampi Dhammam sara am gacchāmi.
Ketiga kalinya aku berlindung kepada Dhamma
Tatiyampi Saṅgham sara am gacchāmi.
i a kalin a ak rlin n k pa a a ha 33
6. PĀÑCASĪLA (LIMA SILA)
Pemimpin puja bakti :
an a ma am pa a ikkhāpa apāṭham ha āma
Marilah kita mengucapkan Lima Latihan Sila
Bersama-sama :
P