relasi manusia dengan binatang dalam theologi...
TRANSCRIPT
RELASI MANUSIA DENGAN BINATANG DALAM
THEOLOGI HINDU
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
Hendri Purnawan
NIM: 1112032100037
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
v
ABSTRAK
Skripsi ini mengulas tentang”relasi manusia dengan binatang dalam
theologi Hindu”. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat suatu fenomena relasi
manusia dengan binatang khususnya sapi dan anjing.
Binatang suci memang sudah dapat dijumpai ketika masa prasejarah. Umat
Hindu sangat menghormati binatang tidak lepas dari dalam ajaran Tri Hita Karana
dijelaskan bahwa mengajarkan umat manusia untuk menciptakan hubungan yang
harmonis dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam semesta.
Dalam penelitian penulis memakai pendekatan teologis sebagai pisau
analisis dalam melihat fenomena yang ada di agama Hindu khususnya relasi
manusia dengan sapi dan anjing. Pendekatan teologis menghendaki bahwa
menggambarkan objek yang diteliti berdasarkan pada data primer maupun data
sekunder. Pendekatan ini dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai
sesuatu kepercayaan manusia kepada Tuhan, dengan jalan mendeskripsikan
sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.
Hasil temuan dilapangan menunjukkan, pertama relasi manusia dengan
sapi, sapi binatang yang sakral, sapi harus dihormati, sapi memberikan manfaat
bagi manusia, daging sapi dianjurkan tidak dimakan. Sapi itu merupakan binatang
konserfasi yang harus dijaga atau dilindungi oleh manusia karena sapi itu sendiri
sudah membantu manusia khususnya para petani sebagai alat membajak sawah.
Selain itu, sapi bisa menjadi komoditas yang bisa menghasilkan bagi keseharian
seluruh umat manusia.
kedua relasi manusia dengan anjing, anjing sangat membantu aparat
kepolisian dalam menuntaskan persoalan-persoalan yang sangat akut seperti kasus
pembunuhan, korupsi, karena anjing mempunyai indria penciuman yang sangat
kuat dari binatang lainnya. Dan upacara Bhuta yadnya anjing digunakan kurban
dalam upacara karena manusia ingin membantu anjing itu sendiri. Karena sifat-
sifat anjing pada dasarnya kotor atau jelek. Anjing digunakan upacara untuk
menghilangkan sifat tersebut kelak rohnya menjadi lebih baik (manusia) yang
disebut dengan reinkarnasi.
Keyword: Manusia, Sapi, Anjing
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan serta
cucuran nikmat yang telah diberikan. Melalui pertolongan-Nya skripsi ini
terselesaikan dengan baik yang berjudul “RELASI MANUSIA DENGAN
BINATANG DALAM THEOLOGI AGAMA HINDU”. Shalawat serta salam
terhaturkan keharibaan Kanjeng Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan
sahabatnya, serta pengikutnya yang tercerahkan di jalan Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini terdapat banyak uluran tangan dari berbagai pihak. Mulai dari niat sampai
menyelesaikan penulisan ini, penulis merasa mendapatkan banyak manfaat berupa
ilmu pengetahuan, pengalaman baru dalam penulisan karya ilmiah dan melatih
kesabaran. Penulis yakin tanpa dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik
yang bersifat pribadi maupun suatu lembaga tidaklah mungkin skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang sedalam-
dalamnya penulis sampaikan kepada pihak-pihak, terutama kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA, selaku Rektor Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Media Zainul Bahri, selaku Ketua Prodi Studi Agama-agama.
vii
4. Ibu Dra. Halimah SM, M.Ag, selaku Sekretaris Prodi Studi Agama-agama dan
sekaligus selaku Penasehat Akademik penulis.
5. Ibu Dra. Hj. Hermawati, MA, sebagai Pembimbing Penulisan Skripsi ini,
yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga pikiran dan kesabaran dalam
memberikan arahan, motivasi serta bimbingan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua tercinta ayahanda Papa Rasuto dan Mama Horriyah, yang
telah mendidik, memberikan dukungan baik secara moril maupun materil dan
tidak lepas do’a dan restunya beliau demi kelancaran studi dan penulisan
skripsi ini.
7. Ibu Dra. Hj. Hermawati, MA, sebagai penguji dalam ujian kompre, yang telah
meluangkan waktu, tenaga pikiran dan kesabaran dalam menguju. Sehingga
penulis dapat menyelesaikan dan lulus dalam ujuannya.
8. Segenap dosen pengajar di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang bersedia membekali pengetahuan selama penulis belajar di
Fakultas Ushuluddin.
9. Petugas Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin,
Perpustakaan Nasional dan Penerbit buku Hindu Paramita yang telah
menyediakan referensi dalam bentuk buku yang dibutuhkan oleh penulis.
10. Pengurus Pura Jala Siddhi Amertha Juanda Surabaya, Pemangku Agus Wijaya
selaku narasumber yang selalu menyambut kedatangan penulis dan tidak
segan-segan memberikan apapun yang penulis butuhkan dalam skripsi ini.
viii
11. Para narasumber, baik pemangku, tokoh, guru, pemerintahan kementrian
Agama bimas Hindu Jawa Timur dan penganut agama Hindu di Pura Jala
Siddhi Amertha Juanda Surabaya selaku narasumber yang menyambut
kedatangan penulis dengan ramah, baik, dan tidak segan-segan memberikan
informasi, masukan yang penulis butuhkan dalam skripsi ini.
12. Wahed Mannan, S.Sos, selaku paman yang selalu setia dalam membantu
memberikan arahan, motivasi dan bimbingan beliau baik moril maupun
materil dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
13. Kakek Sukari, Nenek Biyati, Paman Lukman Hakim, Bibik Endang
Susilawati, dan Adik-adik tersayang Abdul Latif, Anis Sholehatun Nadiroh
dan Ahmad Dani Maulidi yang selalu memberikan suport dan do’a untuk
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
14. Kanda Sabran Sanaf S.Psi, Kanda Idris Hemay M.Si, Kanda Abdus Saleh
Meller S.Ag, Kanda Helmiyono, Kanda Muhawi S.Pd, Kanda Sapraji S.Th.I,
Kanda Kurniyadi, S.Sos, Kanda Supriyono Hemay S.S, Kanda Suhardi S.Sos,
Kanda Sutarji, Kanda Herman Siswanto, Kanda Abdul Wafi, Kanda Kholili
S.Si, Yunda Suliyati Sanaf S.Th.I, Yunda Nia Trisnawati M.Pd, Yunda
Atifatul Uyun Elvas, Yunda Fatimatuz Zahroh, S.Sos, selaku senior yang
selalu memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
15. Sahabat-sahabat terdekat Prodi Studi Agama, Aqidah Filsafat Islam, Tafsir
Hadis, dan Komunitas anak Madura Kampung Utan, Moh Faisal As’adi,
ix
S.Sos, Khairil Anwar, Bambang Romaidi, Ihwanul Arifir Rahman, Khairul
Ulam, Walid, Achmad Sufaili Muslim, Mohammad Rifky Nuris, Muniri,
Achmad Rofiq, A. Saiful Rijal, Mohammad Farid, Robiatun Jamilah, Ilma
Inayah Diana, Kurratul Aini, Nita Nur Ningsih, Nory Fitriani Fajrin dan
sahabat jurusan Jamiludin S.Ag, Riswandi, S.Ag, Ahmad Fauzi, Hidayatullah,
Rizqi Subagiyah, Adelina Fauziah S.Ag, Elvita Fatchiyyatus Sa’adah, dan
seluruh angkatan 2012. Sahabat Tafsir Hadis Setia Ningsih Vera Dinajani dan
sahabat Ilmu Hukum Livia Amalia
16. Bapak Abdulwafi, Ibu Samia, Mbak Wakiah, Ghazali, Sari Yuliandari dan
Adik-adik tersayang Ahmad Fakih Farizi, Fiftye, Siti Qomariyah, Siti Ratna
Annajah, Moh. Alfian Maulidi, terima kasih atas do’a dan restunya yang
selama ini sudah berikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
17. Dian Susilawati kekasih tercinta yang selalu memberikan semangat, suport,
motivasi kehidupan dan do’a untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Mudah-mudahan semua amal baik mereka diterima oleh Allah SWT, dan
mendapatkan balasan yang setimpal dari-Nya. Akhirul kalam, ibarat tiada gading
yang tak retak, mudah-mudahan skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Amin.
Jakarta, 13 November 2018 M
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 9
D. Landasan Teori ........................................................................................... 10
E. Metode Penelitian ....................................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 13
BAB II KONSEP MANUSIA DAN BINATANG MENURUT AGAMA HINDU
A. Pengertian Manusia menurut agama Hindu ............................................... 15
1. Pengertian Manusia .............................................................................. 15
a. Teks Suci tentang Manusia ............................................................ 17
b. Filasat Syamkhya ..................................................................................... 18
c. Mitologi ................................................................................................... 19
2. Hakekat Manusia .................................................................................. 20
3. Tujuan Hidup Manusia ......................................................................... 21
B. Pengertian Binatang menurut agama Hindu .............................................. 22
1. Pengertian Binatang ............................................................................. 22
a. Teks Suci tentang Binatang ............................................................ 24
b. Filsafat Alam Semesta .................................................................... 24
c. Mitologi .......................................................................................... 25
xi
2. Penciptaan Binatang-Binatang ............................................................. 26
a. Tuhan Benih Semua Makhluk ........................................................ 26
b. Binatang Berinkarnasi Menjadi Manusia ....................................... 27
c. Tumbuh-tumbuhan dan Binatang sebagai Komoditi Yadnya ........ 27
3. Binatang-Binatang yang Suci ............................................................... 28
a. Vahana Devata ............................................................................... 28
1) Garuda ................................................................................ 30
2) Naga ................................................................................... 31
3) Kurma (empas) ................................................................... 31
4) Hamsa (angsa) .................................................................... 32
5) Maruya (merak) .................................................................. 32
6) Barong ................................................................................ 33
BAB III UPACARA-UPACARA KEAGAMAAN HINDU DI INDONESIA
A. Bhuta Yadnya ............................................................................................. 35
1. Fungsi dan Makna Upacara Bhuta Yadnya ......................................... 37
a. Bermakna sebagai Pengeruat ............................................................ 37
b. Bermakna sebagai Kesejahteraan ..................................................... 38
c. Bermakna sebagai Peleburan Dosa .................................................. 39
d. Bermakna sebagai Korban Suci ....................................................... 39
2. Perangkat Upacara Bhuta Yadnya ...................................................... 43
a. Sanggah Cucuk ................................................................................. 43
b. Tengala, Lampit, dan Tulud ............................................................. 44
c. Api Prakpak ...................................................................................... 44
d. Sapu Lidi .......................................................................................... 44
e. Kulkul ............................................................................................... 44
f. Arak Berem ....................................................................................... 45
g. Daun Nagasari .................................................................................. 45
h. Kober Rsi Gana ................................................................................ 45
B. Upacara Tumpek Kandang ......................................................................... 46
xii
1. Tinjauan Filosofis Tumpek Kandang ................................................... 46
a. Tumpek Kandang versus Binatang untuk Persembahan, sebuah
Kontradiksi ..................................................................................... 46
2. Keterkaitan Tumpek Kandang dengan Budaya, Adat Istiadat, dan
agama Hindu di Bali ............................................................................. 47
a. Binatang dalam Kehidupan Orang Bali ......................................... 47
b. Ternak dan Peternakan dalam Budaya Hindu Bali dan
Keterkaitannya dengan Adat Istiadat Bali ...................................... 49
3. Tumpek Kandang dan Pembangunan Sosial Ekonomi di Bali ............ 50
a. Tumpek Kandang dan Kebebasan Berekonomi ............................. 50
b. Tentang Korban Binatang dalam Upacara (Epilog: Wayan
Supartha) ........................................................................................ 51
BAB IV ANALISIS RELASI MANUSIA DENGAN BINATANG DALAM
THEOLOGI HINDU
A. Sapi dalam Kekawin Ramayana ................................................................. 53
B. Anjing ......................................................................................................... 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 64
B. Saran ........................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 67
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia memiliki kebudayaannya masing-masing, dan masing-
masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan yang ada pada masyarakat,
dan suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat, serta benda-benda hasil karya manusia.
Berdasarkan pengamatan sehari-hari yang diajarkan, bahwa manusia
terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang tampak dan yang tidak tampak. Pada
zaman Upanisad, atman dipandang sebagai bagian terkecil dari Brahman.
Bukanlah segala sesuatu yang mengalir dari Brahman. Baik tubuh maupun jiwa
manusia mengalir keluar dari Brahman yaitu sebagai bagian yang kasar dan yang
halus.1
Demikian manusia adalah Brahman sendiri, yang penuh dengan tenaga
ilahi. Napasnya, akalnya, segala yang panas dan yang cair pada manusia,
tubuhnya dengan segala anggotanya, semuanya itu adalah tempat tenaga atau
daya-daya ilahi. Manusia adalah mikrokosmos yang mengandung di dalamnya
seluruh makrokosmos.2
1Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Budha (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), h. 57.
2Hadiwijono, Agama Hindu dan Budha, h. 57.
2
Agama Hindu pada masa awal telah mengenal penyembahan terhadap
binatang-binatang, terutama binatang lembu, begitu juga penyembahan terhadap
kekuatan alam semesta, juga penyembahan terhadap jenis kelamin binatang itu
dengan suatu kepercayaan bahwa alat inilah yang menyebabkan kejadian, dan
Tuhan ini mereka namakan Linga yang diambil dari kata berbahasa Inggris
“Link” yang berarti hubungan dan ikatan.
Dilihat dari makna perilaku binatang itu sendiri bila anjing peliharaan
melolong sepanjang malam, maka bermakna sebagai tanda bahwa kita akan
mendengar kabar yang kurang baik, dimana salah satu anggota keluarga kita ada
yang sakit atau tertimpa musibah. Ada juga bila terjadi sesuatu ketika binatang-
binatang liar berbondong-bondong turun gunung bila binatang-binatang liar
penghuni hutan lereng gunung berapi (seperti harimau, kijang, monyet, ular, dll)
berbondong-bondong turun gunung, itu suatu tanda gunung akan segera meletus.3
Secara filosofis binatang di India dulu tidak terlalu membumi dan tidak
ada upacara-upacara tentang binatang. Adanya akulturasi peradaban bangsa
Drawida dengan bangsa Arya. Bangsa Drawida lebih suka hidup dengan pertanian
dan mereka cinta kedamaian sedangkan bangsa Arya pada hakekatnya adalah
bangsa yang bertenak. Peradaban bangsa Drawida agamanya, mereka memuja
seorang dewi tertinggi yang dianggap sebagai ibu alam. Selain itu mereka juga
memuja binatang-binatang, umpamanya: ular, lembu, dan sebagainya. Peradaban
bangsa Arya setelah menetap di India, baru mereka belajar bercocok tanam dari
3Qi Manteb Sari (Desta), Primbon Dewata Seri Mitologi Tanaman, Binatang, Dan
Makhluk Halus (Surabaya: Paramita, 2013), h. 39-46.
3
bangsa Drawida, sehingga lambat-laut mereka menjadi petani.4 Dengan ini ada
sebuah kombinasi antar kedua bangsa sehingga menimbulkan kesejahteraan.
Dalam hal ini terdapat seperti sapi, dimana sapi itu di buat alat trasportasi,
membajak sawah. Dari sinilah timbul hubungan manusia dengan binatang yang
saling harmonis.
Hal ini juga di jelaskan bahwa ada seorang pendeta amat miskin bernama
Sri Dharma Swami, dengan tekun melaksanakan brata serta memuja Sanghyang
Siwa setiap hari, dianugerahkan seekor lembu yang bagus berbulu hitam mulus.
Pendata tersebut memelihara lembu tersebut dengan penuh kesabaran dalam
beberapa bulan kemudian atas kehendak Hyang Widhi makin lama makin
bertambah satu, dua, tiga, sampai dua puluh ekor.5 Dari sinilah kita tarik dimana
manusia dengan binatang sangat dekat dengan penuh kasih sayang dari manusia.
Untuk melindungi dunia, devata, para pendeta, orang-orang suci, dan kitab
suci, kebenaran dan kemakmuran, Tuhan Yang Maha Esa mengambil “wujud”
(Bhagavata Purana 8.24.5.). Sejarah penciptaan alam semesta ini terbentang
dalam 10 siklus utama penjelmaan-Nya yang disebut dengan yuga avatara seperti
yang disebutkan dalam Matsya Purana 285.67 yang terdiri dari sepuluh
penjelmaan masing-masing sebagai berikut: “Ikan, Kura-kura, Babi Hutan,
Manusia-singa, Orang Kerdil, Parasu Rama, Rama (yang sangat menawan),
4Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Budha (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), h. 11.
5Padandha Nyoman Pidhadha dan Padandha Ketut Pidhadha, Tantri Kamandaka
(Nandhaka Harana) Teks dan Terjemahan dalam Bahasa Indonesia (Surabaya: Paramita, 2006),
h. 148.
4
Krsna, Buddha, dan Kalki”. Kalki disebut belum turun dan di antara sepuluh
avatara itu, Krsna diyakini sebagai Sang Purnavatara oleh para Vaisnava.6
Dalam masyarakat Bali terdapat upacara-upacara keagamaan yang
berkaitan dengan mensucikan atau menghormati binatang. Upacara tersebut ada
yang berkaitan dengan upacara korban atau sesajen untuk Dewa-dewa, leluhur
dan juga upacara mensucikan binatang. Contohnya upacara pitra yadnya, upacara
tumpek kandang. Upacara tumpek kandang ritual yang berkaitan dengan
keberadaan binatang secara keseluruhan.7 Sedangkan upacara pitra yajnya ritual
yang berkaitan dengan pengorbanan yang melibatkan binatang dan berkaitan
dengan bebanten dalam tingkat pengambilan karya nista, madya, utama.8
Binatang suci atau binatang mitos memang sudah dapat dijumpai ketika
masa prasejarah. Demikian pula ketika sejarah umat manusia mulai ditemukan,
mulai dikenalnya tulisan, kepercayaan kepada binatang-binatang mitos atau
binatang yang suci masih tetap berlangsung. Dalam kitab suci Veda dijelaskan
tentang binatang suci seperti garuda, angsa, naga, dan lain-lain. Binatang-binatang
tersebut ada yang merupakan gambaran perwujudan-Nya, ada juga yang berfungsi
sebagai Vahana para devata.9
Kalau kita mempelajari dasar hukum Kitab Suci Weda tentang keagungan
sapi, umat manusia yang memakan daging sapi bisa lebih menghormati pantangan
6I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramita,
2003), h. 408-409. 7I Dewa Gede Alit Udayana, Tumpek Kandan; Kearifan Lokal Bali untuk Pelestarian dan
Pengembangan Sumber Daya Ternak (Denpasar: Pustaka Bali Post, 2008), h. 40. 8Ida Ayu Putu Surayin, Seri V Upakara Yajna; Pitra Yadya (Surabaya: Paramita, 2002),
h. 86. 9I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramita,
2003), h. 384.
5
umat yang tidak memakan daging sapi. Dengan demikan lebih terjalin rasa
kerukunan dan adanya toleransi yang baik.10
Harus diketahui bahwa alam semesta ini merupakan sebuah Pohon
Keinginan Raksasa, yang cabang-cabangnya menjangkau setiap hati manusia.
Proses yang mengatur alam semesta ini menentukan bahwa pada suatu saat atau di
lain kata, baik di dalam dunia maupun dunia yang akan datang, semua keinginan
ini dikabulkan, beserta seluruh akibatnya juga. Jadi yang ada di alam semesta ini
kita harus saling menghormati terutama binatang dan makhluk yang lainnya. Hal
ini untuk menghindari hukum karma, karena kalau kita melakukan perbuatan
buruk nanti ada hukum karma. Jika perbuatan kita jelek itu bisa menyebabkan kita
lahir kembali, tetapi kita tidak tahu apakah kita lahir seperti apa. Tetapi, ada
contoh orang lahir menyerupai binatang, hal itu yang harus kita ketahui. Dari
situlah manusia harus saling menghargai sesama makhluk.
Manusia sebagai mahluk mulia bukan hanya diperintah untuk memuliakan
Tuhan dan dirinya sendiri, namun manusia memperoleh kewajiban untuk
memuliakan semua ciptaan Tuhan. Pentingnya memuliakan semua ciptaan Tuhan
termasuk kepada para binatang, karena para binatang juga dianugerahkan oleh
Tuhan berupa deva pengendali (pengembala) untuk masing-masing hewan atau
binatang. Bahkan bukan itu saja, Tuhan juga masuk dalam tubuh semua makhluk
(sarva bhuta) termasuk dalam tubuh binatang, sehingga penghormatan atau
pemujaan kepada hewan-hewan tidak dapat dinilai semata-mata memberhalakan
10
Ketut Wiana, Darmayasa Keagungan Sapi Menurut Weda (Jakarta: Pustaka Manikgeni,
1993), h. 69.
6
ciptaan. Namun karena Tuhan sendiri bersedia menempati setiap sudut hati semua
makhluk. Bagi seseorang yang tidak dapat menerima cara pemujaan kepada
Tuhan yang ada dalam tubuh binatang, dapat dilakukan dengan cara memuja
kepada manifestasi Tuhan yang mengendalikan (menggembalakan) binatang
tersebut.11
Dalam ajaran Tri Hita Karana dijelaskan bahwa mengajarkan umat
manusia untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan Tuhan, dengan
sesama manusia, dan dengan alam lingkungan, maka akan terwujud kehidupan
yang bahagia lahir batin. Dan juga di jelaskan dinamika alam yang harmonis
sesuai dengan hukum Rta akan menjadi sumber hidup dan kehidupan bagi umat
manusia dan makhluk hidup lainnya.12
Banyak orang mengartikan alasan orang-orang Hindu dan para penganut
peradaban dan filsafat Weda tidak makan daging sapi adalah karena mereka
memandang bahwa sapi itu sebagai ibu. Untuk menjelaskan hal ini, bukti-bukti
dari kitab Suci Weda pun perlu diungkapkan. Dengan demikian, akan lebih
mudah bagi kita untuk menerima, menyakini, dan melaksanakannya untuk tidak
memakan daging sapi. Maka, ajaran Weda yang menyatakan sapi sebagai ibu dari
seluruh dunia dan jelas dan nyata, yaitu Gavah Visvasyah Matarah.13
11
I Ketut Donder, Kosmologi Hindu; Penciptaan, Pemeliharaan, dan Peleburan Serta
Penciptaan Kembali Alam Semesta (Surabaya: Paramita, 2007), h. 346-347. 12
I Ketut Wiana, Tri Hita Karana; Menurut Konsep Hindu (Surabaya: Paramita, 2007), h.
5-21. 13
Ketut Wiana, Darmayasa Keagungan Sapi Menurut Weda (Jakarta: Pustaka Manikgeni,
1993), h. 69.
7
Banyak orang yang mengatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan
ini dari Alam. Pengetahuan alami ini terdapat pada hewan dan burung-burung
dalam bentuk instink, namun dalam kasus manusia perlu dikembangkan secara
terus menerus. Semua manusia harus belajar, namun seekor laba-laba dapat
membuat jaringnya dan seekor burung dapat membangun sarangnya dengan
bantuan instink alaminya. Kita dapat dikatakan tentang contoh Bangsa Negro,
Kole, dan Bheel yang telah diberikan diatas, bahwa dapatkan mereka, ketika
hidup di tengah-tengah alam, memperlihatkan rasa kepingintahuannya tentang hal
itu, mereka akan mencapai Brahmajinana, namun mereka masih membunuh
binatang untuk memuaskan rasa lapar mereka. Namun para Rsi Veda tidak
berbuat seperti ini. mereka tidak melakukan kekerasan. Mereka mengasihi semua
makhluk hidup.14
Binatang-binatang diyakini sebagai binatang piaraan, wahana atau
tunggangan para dewa, berbagai manifastasi Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam
Kitab Suci Veda dinyatakan Tuhan mengambil wujud sebagai garuda untuk
memberikan rasa aman dan kesejahteraan bagi umat manusia,15
demikian pula
angsa, merak, barong, dan lain sebagainya. Tuhan Yang Maha Esa dapat
mengambil wujud-wujud tertentu sebagai yang di dambakan oleh umat manusia.
Ia hadir berwujud atau tidak wujud (saguna atau nirguna), personal atau
impersonal sesuai dengan kemampuan manusia.
14
Mahendra Mittal, Intisari Veda: Pesan Tuhan untuk Mensejahterakan Umat Manusia
(Surabaya: Paramita, 1959), h. 29-30. 15
I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramita,
2003), h. 386.
8
Terdapat upacara korban yang diselenggarakan bersama oleh masyarakat
dibantu pejabat lain. Korban diselenggarakan di rumah-rumah atau di altar. Benda
yang dipesembahkan biasanya adalah benda-benda yang disukai oleh manusia
seperti susu, ghee dan kue-kue yang terbuat dari gandum atau beras. Kalau korban
tersebut berupa binatang, maka daging korban tersebut tidak mereka makan.
Menurut Robert D. Baird dan Alfred Bloom, korban binatang ini merupakan bukti
korban manusia yang pasti diterima oleh para dewa.16
Dengan demikian, penulis merasa tertarik untuk mengangkat tema relasi
manusia dengan binatang dalam theologi Hindu karena memang tradisi ini telah
terjadi pada zaman dulu sampai sekarang terutama di India maupun di Indonesia
khususnya umat Hindu di Bali.
Oleh karena itu, berdasarkan tradisi diatas penulis mencoba untuk
mengangkat sebuah judul,“Relasi Manusia dengan Binatang dalam Theologi
Hindu”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
a. Pembatasan Masalah
Kiranya sangat menarik bagi penulis untuk mengangkat lebih lanjut
tentang Relasi Manusia dengan Binatang dalam Theologi Hindu, dengan latar
belakang di atas, penulis akan membatasi pembahasan pada permasalahan ini.
16
Rahmat Fajri, dkk., Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: Jurusan Perbandingan Agama
Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, 2012), h. 70.
9
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis lebih menganalisis tentang
Relasi Manusia dengan Binatang dalam Theologi Hindu. Ada beberapa
pertanyaan yang harus dijelaskan. Agar penelitian ini mencapai hasil yang
diharapkan. Peneliti akan merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah
yang dimaksud dengan manusia dan binatang dalam theologi Hindu? 2.
Bagaimana relasi manusia dengan binatang dalam theologi Hindu?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini diarahkan
untuk mendapatkan jawaban atas rumusan masalah yang diajukan di atas yakni:
1. Untuk mengetahui Manusia dan Binatang dalam Agama Hindu.
2. Untuk mengetahui Relasi Manusia dengan Binatang dalam Theologi
Hindu.
b. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah Semoga menambah
wawasan serta pengetahuan bagi penulis maupun masyarakat umum dan juga
memberikan pengetahuan secara mendalam tentang Relasi Manusia dengan
Binatang dalam Theologi Hindu. Semoga Mahasiswa dapat pelajaran dan Ilmu
Pengetahuan yang lebih luas dan juga lebih menghormati sesama makhluk
10
terutama binatang. Pada dasarnya hidup di Dunia kita harus saling berhubungan
dengan alam semesta dan binatang. Dan juga mengetahui lebih jelas mengenai
hubungan manusia dan binatang yang digunakan dalam upacara yajya yang
merupakan ajaran bagi umat Agama Hindu.
D. Landasan Teori
Keterhubungan antar variabel pada penelitian ini perlu penulis jabarkan
sehingga menjadi sebuah kerangka terori. Hal ini dimaksudkan agar pembaca
dapat pemahaman yang konperhensif dan menghindari terjadinya interpretasi
yang keliru dalam memahami maksud yang terkadung dalam penelitian ini.
Dalam skiripsi Totong Ma’ruf mahasiswa Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2013 yang membahas Sakralitas Sapi dalam Agama Hindu.
Dimana dalam skirispi ini lebih mendalami kesakralan sapi itu sendiri. Bedanya
penulis ingin lebih meluas dan mendalami relasi manusia dengan binatang dalam
theologi Agama Hindu dari pada sakralitas sapi dalam Agama Hindu..
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan
(Library research) yaitu penelahaan terhadap berbagai literatur kepustakaan,
11
misalnya buku, jurnal, internet maupun koran. Sumber-sumber tersebut dapat
dikategorikan ke dalam data primer dan data sekunder.17
2. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
bahwa penelitian kualitatif tidak dimulai dari teori yang dipersiapkan sebelumnya,
tapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan alami. Data dan informasi
lapangan ditarik maknanya dan konsepnya, melalui pemaparan deskriptif analitik,
tanpa harus menggunakan angka. Sebab lebih mengutamakan proses terjadinya
suatu peristiwa dalam situasi yang alami. Generalisasi tak perlu dilakukan sebab
deskripsi dan interpretasi terjadi dalam konteks dan situasi tertentu. Realitas yang
kompleks dan selalu berubah menuntut peneliti cukup lama berada di lapangan.
Penelitian ini agar dapat memberi gambaran tentang situasi, fenomena, masalah
atau suatu kejadian. Informasi tersebut dikumpulkan dengan menggunakan
berbagai variabel yang diukur dalam skala nominal atau ordinal (skala
pengukuran kualiatif) dan analisis dilakukan untuk membangun variasi tersebut.
Selanjutnya, penulis menggunakan pendekatan teologis, yaitu
menggambarkan objek yang diteliti berdasarkan pada data primer maupun data
sekunder. Pendekatan ini dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai
sesuatu kepercayaan manusia kepada Tuhan, dengan jalan mendeskripsikan
sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.18
Untuk
17
Mestikan Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004), h. 3-5. 18
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 20
12
pengumpulan data-data, disini data dikumpulkan sesuai dengan sumber, metode,
dan istrumen pengumpulan data yang telah dinyatakan dalam kedua.19
3. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan Data, ada beberapa teknik yang akan digunakan
untuk mengumpulkan data, diantaranya sumber lapangan yaitu:
a. Teknik Wawancara
Yaitu penelitian yang diajukan secara lisan (pengumpulan data bertatap
muka dengan responden).20
Dan bertujuan pengumpulkan keterangan tentang
kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka itu,
merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.21
Penulis melakukan
wawancara dengan beberapa informan tokoh agama 9 orang terdiri dari pemangku
dan guru, pemerintah 1 orang, umat Hindu 5 orang bagi pemeluk Agama Hindu.
b. Teknik Observasi
Teknik observasi yaitu mengamati dan mendengar dalam rangka
memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena sosial-keagamaan
(perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda dan simbol-simbol tertentu) selama
19
Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, h. 32. 20
Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, h. 52. 21
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT Gramedia, 1977),
h. 129.
13
beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang di observasi, dengan
mencatat, merekam, memotret fenomena untuk penemuan data analisis.22
c. Teknik Dokumenter
Dimana teknik bertujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengumpulkan
data-data dari beberapa dokumen seperti buku, kitab suci, surat kabar, majalah
dan lain-lain.
F. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skiripsi ini bersifat sistematis, maka penulis membagi
menjadi lima bab, dimana pada setiap babnya terdiri dari sub-sub. Adapun
sistematisnya sebagi berikut:
BAB I Pendahuluan secara keseluruhan, isi pendahuluan ini merupakan
penjelasan-penjelasan yang serat hubungannya dengan masalah yang akan dibahas
dalam penulisan karya tulis. Hal ini terdapat beberapa hal yang harus di jelaskan
diantaranya, latar belakang masalah, dibagian ini mengemukakan alasan mengapa
penelitian atas topik yang diajukan penting dilakukan. Alasan ditulis secara naratif
tersebut harus diungkapkan secara menyakinkan, sehingga betul-betul dirasakan
sebagai suatu yang sangat penting dilakukan. Rumusan masalah, dimana di
dalamnya terdapat permasalahan, penulis ingin menanyakan yang penting dalam
permasalahan ini. Tujuan penelitian, bagian ini merupakan pernyataan tentang
22
Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 167.
14
hasil yang ingin diperoleh dari kegitan penelitian ini. Manfaat penelitian, bagian
ini mengemukakan pernyataan bahwa penelitian dilakukan memiliki nilai guna,
baik dari segi akademis maupun praktis. Metode Penelitian, bagian ini
menguraikan secara terperinci bagaimana dan melalui apa penelitian ini akan
dilakukan dan juga menggunakaan pendekatan apa untuk melakukan penelitian.
Sistematika penulisan, bagian ini menjelaskan pembagian bab keseluruhan,
disertai uraian singkat tentang isi masing-masing bab tersebut.
BAB II merupakan bab membahas konsep manusia dan binatang menurut Agama
Hindu, dimana akan dijabarkan secara detail mengenai manusia dan binatang itu
sendiri.
BAB III merupakan bab akan mendalami yang berkaitan dengan upacara-upacara
yang berkaitan dengan binatang, seperti tumpek kandang, bhuta yadnya di dalam
Agama Hindu.
BAB IV merupakan bab untuk menganalisis dan mendalami tentang relasi
manusia dengan binatang dalam theologi Hindu.
BAB V di bab ini penulis kan menyimpulkan dari seluruh bahasan dan masalah
yang menjadi fokus kajian serta merekomendasikan sejumlah saran terkait
hubungan ini.
15
BAB II
KONSEP MANUSIA DAN BINATANG MENURUT AGAMA HINDU
A. Pengertian Manusia menurut agama Hindu
1. Pengertian Manusia
Manusia pertama menurut Hindu adalah Svambhu manu, yang artinya
makhluk berpikir pertama yang menjadikan dirinya sendiri. Jadi Svambhu
bukanlah nama seseorang. Secara etimologi kata manusia berasal dari kata manu
yang artinya pikiran atau berpikir. Manusia disebut manusia karena manusia
adalah makhluk berpikir. Manusia berasal dari kata manah yang artinya pikiran
dan berkembang menjadi manu karena terlahir dari pikiran Tuhan.1
Menurut konsep Hindu, manusia adalah kesatuan antara badan jasmani
dan jiwa (atman) menjadikan ia secara psikopisik terus berkembang. Secara
kosmologis, manusia (yang berupa kesatuan dan jiwa badan jasmaninya) yang
sering disebut mikrokosmos (bhuana alit) yang merupakan perwujudan dari
makrokosmos (bhuana agung). Menurut I Nengah Suka Arta, salah satu pegawai
Bimas Hindu di Kementrian Agama Jawa Timur, mengatakan bahwa manusia
merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena memiliki 3 dasar hidup
yang disebut Tri Pramana, yang terdiri sabda, bayu, dan idep. Dengan kekuatan
sabda manusia bisa berbicara antara satu dengan yang lainnya, dengan bayu
1I Ketut Donder, Kosmologi Hindu: Penciptaan, Pemeliharaan, dan Peleburan Serta
Penciptaan Kembali Alam Semesta (Surabaya: Paramita, 2007), h. 213.
16
manusia bisa tumbuh berkembang dan bergerak, dan dengan idep manusia bisa
berpikir, dengan pikiran manusia bisa membedakan hal baik dan buruk
(bijaksana).2 Menurut Agus Wijaya selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang lebih sempurna dari
pada tumbuhan dan binatang, manusia mempunyai tiga kemampuan namanya
bayu (tenaga), sabda (bisa bersuara), dan idep (berpikir), dan tidak ada pada
binatang maupun tumbuh-tumbuhan.3 Dan juga menurut Ketut Suardaka selaku
Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa manusia adalah
makhluk yang mempunyai tiga kekuatan baik yaitu bayu, sabda, dan idep, idep
kelebihannya. Bayu kekuatan hidup, sabda itu bersuara atau berbicara, dan idep
ini adalah berpikir. Kelebihan manusia dibandingkan dengan binatang bepikir,
seperti manusia membuat rumah, dan sebagainya, bisa berpindah-pindah
kemudian manusia juga bisa memperbaiki yang rusak menjadi bagus, dan bisa
menjadi rusak.4
Agama Hindu menyebut manusia sebagai trisarira (tiga lapisan) yang
terdiri dari stula sarira, suksma sarira, dan antakarana sarira. Stula sarira
merupakan badan kasar atau jasmani, suksma sarira merupakan badan halus atau
rohani, sedangkan antakarana sarira merupakan atman yang menjadi sumber
kehidupan pada manusia.5 Manusia juga dikatakan sebagai makhluk Tri Pramana
2Wawancara Pribadi dengan I Nengah Suka Arta salah satu pegawai Bimas Hindu di
Kementrian Agama Jawa Timur, Surabaya, 9 Mei 2017. 3Wawancara Pribadi dengan Agus Wijaya selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, Surabaya, 8 Mei 2017. 4Wawancara Pribadi dengan Ketut Suardaka selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, Surabaya, 12 Mei 2017. 5I Wayan Watra, Filsafat Manusia dalam Perspektif Hindu (Surabaya: Paramita, 2006), h.
92.
17
karena memiliki tiga kemampuan utama yaitu berpikir, berkata dan berbuat, yang
menyebabkan berbeda dengan makhluk lainnya. Dengan kemampuan berpikir,
berkata dan berbuat, manusia melakukan perbuatan baik dan perbuatan buruk
yang disebut subha asubha karma. Dengan mengutamakan perbuatan baik yang
disebut subha karma inilah manusia mampu menolong dirinya sendiri,
mengangkat dirinya dari kesengsaraan. Inilah keistimewaan lahir menjadi
manusia. Dimana tidak dimiliki oleh makhluk lain selain manusia.
Manusia memiliki kesempurnaan peralatan untuk mengantarkan dirinya
menemui penciptanya yaitu Tuhan. Dengan demikian pikiran manusia bisa
merobah nasibnya dan memperbaiki dirinya.6
Terdapat beberapa konsep dalam menjelaskan manusia dalam agama
Hindu yaitu: Teks Suci, Filsafat Syamhkya, Metologi.
a. Adapun Teks Suci tentang Manusia yaitu:
Sa vai naiva reme; tasmad akaki na ramate; sa dvitiyam aicchat; sa
haitavan asa yatha stri pumam sau samparisvaktau; sa imam evatmanam
dvedhapatayat, tatah patis ca pahit cabhavatam; tasmad idam ardha-
brgalam iva svah, iti ha smaha yajnavalkyah; tasmad ayam akasah striya
puryata eva tam samabhavat, tato manusya ajayanta. ( Brahadaranyaka
Upanisad 1.4.3)
Artinya: Dia (karena sendirian) sesungguhnya tidak merasa gembira.
Karena itu juga seseorang yang menyendiri tidak merasa gembira. Dia
(kemudian) menginginkan yang kedua, selanjutnya dia menjadi besar
6Cudamani, Pengantar Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Yayasan Wisma
Karma Jakarta, 1987), h. 81.
18
sebesar seorang wanita dan seorang laki-laki yang sedang berpelukan erat.
Dia yang menyebabkan adanya atma yang terbagi dua bagian. Maka
terjadilah pasangan suami istri. Oleh sebab itulah seperti kata-kata
Yajnavalkya; tubuh ini adalah sebagian (setengah) dari keseluruhan tubuh,
seperti setengah dari bagian dari buah yang bulat. Karena itulah ruang itu
dipenuhi oleh seorang istri. Dia menjadi menyatu dengan istrinya, dari
penyatuannya itu dihasilkan manusia.7 Dalam ajaran agama Hindu
manusia akan mengelami samsara untuk mencapai kelepasan. karena
manusia itu sendiri mempunyai keinginan- (Brh. Up. IV, 4,5). Dan
keinginan-keinginan manusia itu akan senantiasa memperoleh karma hasil
perbuatnnya. Demikian juga dalam upanisad manusia akan sampai pada
panteisme. Tuhan ada dalam segala sesuatu, dan manusia pada hakikatnya
adalah Tuhan.8
b. Adapun dalam Filasat Syamkhya yaitu:
1) Purusa
Samkhya membuat liama argumentasi untuk membuktikan adanya purusa:
(1) Kumpulan dari segala suatu yang ada di dunia ini ada tujuannya yaitu
demi sesuatau yang lain diluar dirinya. Artinya bahwa semua obyek-obyek
yang ada di dunia ini dimaksudkan untuk dimanfaatkan oleh seseorang
diluar dirinya sendiri. (2) Semua obyek yang dikenal memiliki unsur Tri
Guna. (3) Obyek-obyek yang ada di dunia ini termasuk pikiran, panca
indra dan intelek adalah suatu yang tidak sadar. Mereka semua tidak akan
7I Ketut Donder, Kosmologi Hindu; penciptaan, pemeliharaan, dan peleburan serta
Penciptaan Kembali Alam Semesta (Surabaya: Paramita, 2007), h. 148. 8Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: Gunung Mulia, 2010). h. 27.
19
berfungsi tanpa pengarahan dari suatu yang memiliki kecerdasan murni.
(4) Praktri yang merupakan suatu yang dinamis yang dapat menghasilkan
suatu berupa produk. (5) Hidup ini mempunyai tujuan, tujuan itu adalah
pembebasan (Moksa) dari penderitaan. Dan juga teori Samkhya
menyatakan Purusa atau Jiwa sebagai berikut: (1) Roh itu ada karena ia
menjelma. (2) Ketidakadaannya tidak dapat dinyatakan dengan apapun
juga. (3) Roh itu berbeda dengan indrinya, pikiran dan akal. (4) Bersifat
langgeng, tidak pernah ada aktivutas, tidak mengalami perubahan tempat
maupun bentuk. (5) Ia tanpa sebab, menyusupi segala, namun bebas dari
segala ikatan dan pengaruh dunia obyek.
2) Prakerti
Prakerti adalah sebelum membuat, sebelum menciptaan. Ia merupakan
prinsip awal dari segala sesuatu. Prakerti adalah azas jasmani dari alam
semerta yang sangat lua, komplek dan dari unsur-unsur yang selalu
berubah. Sistem filsafat Syamkhya menunjukkan bahwa keseluruhan dari
dunia ini, termasuk badan, pikiran dan indra-indra ditentukan dan dibatasi
serta dibentuk oleh sebab akibat. Teori prakerti terdapat Sattwa adalah
elemen Prakerti yang memiliki sifat nikmat dan ringan. Rajas adalah
prinsip kegiatan sesuatu benda. Tamas adalah prinsip kepasifan dan
kenegatifan dalam benda atau objek.9
c. Adapun pula secara Mitologi yaitu:
9Ni Made Suwitri,”Samkhya Darsana,” artikel diakses tanggal 16 Maret 2019 dari
https://witriblog.wordpress.com/2019/3/16/syamkhya-darsana.html.
20
Pada zaman upanisad, atma dipandang sebagai bagian terkecil dari
Brahman. Bukanlah segala sesuatu yang mengalir dari Brahman. Baik
tubuh maupun jiwa manusia mengalir keluar dari Brahman yaitu bagian
yang kasar dan yang halus.10
2. Hakekat Manusia
Konsep Hindu mengatakan bahwa manusia terdiri dari dua unsur, yaitu
jasmani dan rohani. Jasmani adalah badan, tubuh manusia sedangkan rohani
merupakan hakekat Tuhan yang abadi, kekal, yang disebut dengan Atman.
Manusia memiliki tiga lapisan badan yang disebut Tri Sarira yang terdiri dari
Stula Sarira, Suksma Sarira, dan Anta Karana Sarira. Stula Sarira atau raga
manusia dalam konsep Hindu terdiri dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu
Pertiwi, Apah, Teja, Bayu, Akasa. Tubuh manusia merupakan Bhuana Alit atau
Bhuana Sarira. Proses terbentuknya pun sama seperti proses terjadinya Bhuana
Agung atau alam semesta. Sedangkan Suksma Sarira yaitu badan halus yang
terdiri tiga unsur yang disebut Tri Antahkarana terdiri dari manas atau alam
pikiran, Buddhi atau kesadaran termasuk didalamnya intuisi dan Ahamkara atau
keakuan atau ego. Dalam Suksma Sarira terdapat unsur halus dari Panca Maha
Bhuta yang disebut Panca Tan Matra yaitu ; Sabda, Sparsa, Rupa, Rasa, Gandha
membentuk berbagai indriya (Panca Buddhindriya dan Panca Karmendriya).
10
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Budha (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), h. 57.
21
Sedangkan Anta Karana Sarira merupakan unsur rohani yaitu jiwatman sendiri
yang sifatnya sama seperti paramaatman, kekal abadi.11
Hakikat manusia adalah makhluk yang berakal budhi dan manusia disebut
juga atmaja, anuja, atau jadma, dan purusa. Pada hakikatnya manusia adalah
penjelmaan anu atau atom sedangkan percikan kecil dari Tuhan, manusia tersebut
atmaja, anuja, atau jadma, dan semua bersatu dalam diri manusia atau
membadan.12
3. Tujuan Hidup Manusia
Dalam Hindu, tujuan hidup manusia dikemas dalam konsep Catur
Purusartha. Yang terdiri dari empat bagian yaitu : Dharma, Artha, Kama Moksa.
Dharma merupakan ajaran kebenaran, sebagai pandangan hidup, tuntunan hidup
manusia. Artha yaitu yang berupa materi sebagai penopang kehidupan. Kama
merupakan keinginan dan Moksa yaitu bersatunya sang diri atau jiwatman dengan
Paramaatman. Jadi jelas dalam hidup manusia selalu memerlukan artha, kama dan
moksa. Namun dalam memenuhi artha dan kama harus berdasarkan dharma,
kebajikan dan kebenaran, bukan dengan cara-cara melanggar hukum, bahasa ini
sepadan dengan leteh (niat tidak suci). Penyatuan kepada yang hakekat merupakan
tujuan yang harus dicapai manusia dengan berdasarkan etika keagamaan dan
dharma yang telah ditentukan. Pembangkitan kesadaran bahwa kita merupakan
salah satu bagian dari pada esensi dunia ini merupakan hal yang harus dicapai
11
Ida Bagus Rai Adnyana, “Hakikat Manusia Hindu”, diakses dari
http://prajatinijabar.org/berita/hakikat-manusia-hindu.html, pada tanggal 5 Juli 2017 pukul 10.30. 12
I Gede Rudia Adiputra, dkk., Dasar-Dasar Agama Hindu (Jakarta: Lestari Karya
Megah, 2004), h. 37.
22
agar pikiran dapat terbuka, menyadari hakekat sang diri. Harapan tersebut dapat
terwujud dengan mengimplementasikan ajaran dharma. Dalam pustaka suci Hindu
telah disebutkan bahwa menjelma menjadi manusia merupakan suatu
keberuntungan dan hal yang utama. Dengan manas atau pikiran yang dimiliki,
maka manusia dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan samsara dengan jalan
suba karma yaitu berkarma atau berbuat yang baik. Kesadaran akan mampu
meluruskan pikiran yang selalu hanya mementingkan kehidupan duniawi.13
Karma dan reinkarnasi dimana dalam Brihardaranyaka Upanisad
memberikan suatu penjelasan yang lengkap tentang masalah kematian dan
reinkarnasi. Perbuatan manusia yang perbuatannya baik akan menjadi orang baik;
yang berbuat jahat akan menjadi orang jahat. Dan manjadi manusia suci dengan
perbuatan suci, menjadi kotor dengan perbuatan jahat.14
B. Pengertian Binatang menurut agama Hindu
1. Pengertian Binatang
Binatang dalam agam Hindu adalah salah satu makhluk hidup selain
manusia. Binatang adalah yang terdiri dari bayu adalah kekuatan nafas, Sabda
adalah kekuatan suara. Menurut Agus Wijaya selaku Pemangku Pura Jala Siddhi
Amertha juanda, mengatakan bahwa binatang adalah makhluk yang diciptakan
oleh Tuhan yang mempunyai dua kemampuan lebih sempurna dibandingkan
tumbuhan.15
Dan menurut Ketut Suardaka selaku Pemangku Pura Jala Siddhi
13
Ida Bagus Rai Adnyana, “Hakikat Manusia Hindu”, diakses dari
http://prajatinijabar.org/berita/hakikat-manusia-hindu.html, pada tanggal 5 Juli 2017 pukul 10.30. 14
I Nyoman Ananda, Agama Veda dan Filsafat (Surabaya: Paramita, 2006), h. 84-85. 15
Wawancara Pribadi dengan Agus Wijaya selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, Surabaya, 8 Mei 2017.
23
Amertha Juanda, mengatakan bahwa binatang adalah makhluk yang mempunyai
dua kekuatan atau disebut dengan Dwi Pramana, binatang hanya mampu hidup,
hidupnya ada dua: diam dan bergerak sama binatang hanya bisa bersuara seperti
burung, harimau macam-macam suaranya, suaranya berbeda-beda sesuai dengan
karakternya. Binatang bisa berbuat hanya berdasarkan yeoni atau kekuatan yang
diberikan saja seperti membuat sarang seperti burung, pinter membuat sarang
tetapi sarang saja. Binatang juga tidak bisa memperbaiki hanya bisa merusak
karena yeoningnya yang diberikan oleh Tuhan ada dua, tidak bisa berpikir
masalahnya.16
Dan juga menurut I Nengah Suka Arta, salah satu pegawai Bimas
Hindu di Kementrian Agama Jawa Timur, mengatakan Binatang dalam
pandangan Hindu merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki derajat lebih
rendah dari manusia, karena hanya memiliki 2 dasar kehidupan yang disebut Dwi
Pramana yang terdiri dari sabda yang artinya suara dan bayu artinya tenaga hidup
atau gerak. Sehingga binatang hanya dapat tumbuh, bergerak dan bersuara saja.17
Pada binatang terdapat empat kelompok elektron yang besama-sama
menyelenggarakan fungsi hewani (animale functie), yang terdiri dari pernafasan
dan bergerak (nerveuze dan motorise functie). Keempat kelompok elektron itu
bersama-sama dan bebas dari ikatan dengan benda, menjelma menjadi roh hewani
(anima animalis). Hakikat roh hewani ditunjukkan oleh adanya sebab kemauan
yang berhubungan erat dengan nafsu atau insting. Nafsu atau insting itu yang
16
Wawancara Pribadi dengan Ketut Suardaka selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, Surabaya, 12 Mei 2017. 17
Wawancara Pribadi dengan I Nengah Suka Arta salah satu pegawai Bimas Hindu di
Kementrian Agama Jawa Timur, Surabaya, 9 Mei 2017.
24
menyebabkan adanya rangsangan kemauan, jika tidak ada nafsu maka tidak ada
kemauan.18
Terdapat beberapa konsep dalam menjelaskan binatang dalam agama
Hindu yaitu: Teks Suci, Filsafat penciptaan Alam, Metologi.
1. Adapun Teks Suci tentang Binatang yaitu:
Maya tatam idam sarvam jagad avyakta murtina,
Matshani sarva bhutani na caham tesv avasthitah.
(Bhagavadgita IX. 4)
Artinya: Alam semesta ini diliputi oleh-Ku dengan wujud-Ku yang tak
nyata, semua makhluk ada pada-Ku, tetapi Aku tidak ada pada mereka.
Bijam mam sarva bhutanam viddhi partha sanatanam,
Buddhir buddhimatam asmi tejas tejasvinam aham.
(Bhagavadgita VII.10)
Artinya: Ketahuilah, wahai Partha, Aku ini adalah benih abadi dari
semua makhluk, Aku adalah akal dari kaum intelektual, Aku adalah
cemerlangnya sinar cahaya. 19
2. Adapun dalam Filsafat Alam Semesta yaitu:
Alam sebagai fenomena merupakan salah satu aspek bahasan darsana.
Dalam mengungkapkan keberadaan alam semesta, sistem filsafat
Syamkhya memegang peranan penting didalam sistem filsafat india.
Dalam ajaran filsafat Syamkhya mengatakan bahwa evolusi terjadi
18
I Ketut Donder, Kosmologi Hindu: Penciptaan, Pemeliharaan, dan Peleburan Serta
Penciptaan Kembali Alam Semesta (Surabaya: Paramita, 2007), h. 52. 19
I Ketut Donder, Kosmologi Hindu: Penciptaan, Pemeliharaan, dan Peleburan Serta
Penciptaan Kembali Alam Semesta, h. 111-113.
25
membantu tercapainya tujuan purusa. Berkembangan Prakerti tiada
lain karena Purusa yang mempengaruhi tiga Guna itu. Tiga Guna
dalam keadaan seimbang dan terkendali maka belum terjadi
penciptaan. Ketika ketidak seimbangan dari ketiga Guna tersebut, yang
ada dalam Prakerti sebagai akibat pengaruh Purusa, maka
memunculkan perwujudan atas evolusi. Dengan kata lain Prakerti
berkembang karena pengaruh Purusa. Proses terjadinya alam semesta
ini merupakan Pramana (proses evolusi) yang berkembang menjadi
suatu kenyataan yang ada, suatu perubahan besar dari tidak ada
menjadi ada. Perkembangan Prakerti menjadi alam semesta
merupakan perkembangan yang terakhir.20
3. Adapun pula Mitologi Alam Semesta (binatang) yaitu:
Seluruh semesta termasuk bulan, matahari, galaksi daan planet-planet
ada di dalam telur. Telur ini dikelilingi oleh sepuluh kualitas dari luar.
Vayu Purana 4.72-73. Di akhir dari ribuan tahun, telur itu dibagi dua
oleh Vayu. Vayu Purana 24.73. Didalam Manusmrti1.13 dijelaskan
bahwa alam semesta ini dari telur emas, alam material diciptakan.21
Makara adalah makhluk mitologi Hindu. Makara mirip seperti buaya.
20
Ni Made Suwitri,”Samkhya Darsana,” artikel diakses tanggal 16 Maret 2019 dari
https://witriblog.wordpress.com/2019/3/16/syamkhya-darsana.html. 21
Diases dari www.narayanasmrti.com/konsep-penciptaan-alam-semesta-hindu-islam-
kristendan-secara-ilmiah.html, pada tanggal 16 Maret 2019.
26
Namun, ada beberapa bagian tubuhnya yang mirip hewan lain. Makara
menjadi kendaraan Dewi Gangga dan Dewa Baruna.22
2. Penciptaan Binatang-Binatang
a. Tuhan Benih Semua Makhluk
Seorang yang tidak menyadari bahwa Tuhan ada pada semua makhluk
hidup tidak terkecuali pada binatang dan tumbuhan kerap memaki sesama
manusia dengan sebutan binatang. Sebagaimana yang diuraikan dalam kitab
Bhagavadhita; Tuhan adalah benih abadi dari setiap makhluk (Bhagavadgita VII
.10.). Risalah dalam kitab Manusmrti menguraikan bahwa setiap hewan-hewan .
merupakan manifestasi Manu sendiri (sebagaimana uraian kitab suci Manawa
Dharmasastra dan kitab Purana).
Dalam Brahmavaivarta Purana dengan sangat jelas menguraikan bahwa
ternyata, makhluk hidup seperti kayu, hewan berkaki dua hewan berkaki empat
dilahirkan oleh para rsi orang suci yang memiliki tingkat kesucian sama dengan
deva. Jika saja ajaran Purana ini meresap dalam setiap manusia, maka rasa cinta
kasih akan menyusup dalam semua jaringan sel tubuh dan cinta kasih itu akan
membuat air mata jatuh bercucuran ketika ada matanya melihat orang lain atau
makhluk lain yang menderita. Ini mungkin hayalan dan mimpi indah di siang hari
bolong. Tetapi hal itu akan menjadi pemandangan yang indah ketika era Satya
Yuga tiba.
22
Wila Wadiana,”Hewan ini dijadikan Kendaraan oleh Para Dewa dan Dewi,” artikel
diakses tanggal 16 Mare 2019 dari https://Bobo.grid.id/read/08680233/hewan-ini-dijadikan-
kendaraan-oleh-para-dewa-dan-dewi?page=all.html.
27
b. Binatang Berinkarnasi Menjadi Manusia
Setiap sejenis kehidupan ingin berinkarnasi menjadi manusia. Jika
tumbuh-tumbuhan ingin menjelma hewan, sebaliknya hewan-hewan ingin
menjadi manusia. Hanya cukup disayangkan setelah menjelma menjadi manusia
tidak dapat mempertahankan kemanusiaannya akhirnya kembali menjadi
binatang. Contoh orang yang melakukan tindakan brunaha atau menggugurkan
bayi dalam kandungannya, karena semata-mata hanya untuk pertimbangan
kebaikan dirinya sendiri berakibat karma yang sangat buruk yakni ia akan lahir
dari kandungan srigala. (Slokantara 16).
c. Tumbuhan dan Binatang sebagai Komoditi Yadnya
Tujuan utama dari suatu keberadaan adalah untuk melakukan yadnya.
Hewan dan tumbuhan diciptakan adalah untuk yadnya dan juga melayani
kebutuhan atau kepentingan umat manusia. Tumbuhan dan hewan membaktikan
tubuhnya untuk dimakan oleh manusia. Tumbuhan dan hewan merasa sangat
bahagia ketika tubuhnya dimakan oleh manusia bijak. Karena sebelum tubuhnya
dimakan terlebih dahulu diadakan pemujaan untuk kesucian atma yang ada di
dalam tubuhn hewan dan tumbuhan tersebut. Agar kelak dapat menjelma menjadi
makhluk yang lebih tinggi statusnya. Karena faktor penyucian terhadap roh yang
ada pada binatang dan tumbuhan itulah kehadiaran manusia merupakan penolong
bagi makhluk lain.
Di dalam sloka (Manava dharmasastra V.31), penggunaan daging adalah
wajar untuk upacara “kurban”, hal mana dinyatakan peraturan yang dibuat oleh
28
para deva, tetapi jika memaksa menggunakannya dalam hal yang lain adalah
peraturan yang cocok untuk para raksasa.23
3. Binatang-binatang yang Suci
Binatang suci atau binatang mitos memang sudah dapat dijumpai ketika
masa prasejarah. Demikian pula ketika sejarah umat manusia mulai ditemukan,
mulai dikenalnya tulisan, kepercayaan kepada binatang-binatang mitos atau
binatang suci masih tetap berlangsung. Dalam kitab suci Veda kita jumpai
informasi tentang binatang mitos seperti garuda, angsa, naga dan lain-lain.
Binatang-binatang tersebut ada yang merupakan gambaran perwujudan-Nya, ada
juga yang berfungsi sebagai Vahana para devata.24
Menurut Ketut Suardaka
selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa binatang
suci dan dihormati sebetulnya tidak suci dan dihormati tetapi tergantung fungsi
binatang itu dalam upacara seperti ayam bukan suci dan dihormati kita bunuh
dalam upacara.25
a. Vahana Devata
Vahana Devata adalah binatang-binatang dan burung-burung tertentu umumnya
digunakan sebagai Vahana Devata. Di atas binatang-binatang atau burung-burung
23
I Ketut Donder, Kosmologi Hindu: Penciptaan, Pemeliharaan, dan Peleburan Serta
Penciptaan Kembali Alam Semesta, h. 255-258. 24
I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramita,
2003), h. 384. 25
Wawancara Pribadi dengan Ketut Suardaka selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, Surabaya, 12 Mei 2017.
29
itu para Dewa dan Dewi duduk mengendarainya, seperti Visnu di atas garuda26
.
Vahana Devata adalah kendaraan Dewa-Dewa27
.
Dalam kitab Vamana Purana (9) memuat sebuah daftar tentang Vahana
devata, sebagai berikut: Gajah besar bernama Airavata, putih warna kulitnya, lahir
dari telapak tangan dewa Pudra adalah vahana untuk dewa Indra. Kerbau yang
ganas bernama Paundraka, warna tubuhnya hitam dan lahir dari keberanian dewa
Siva untuk dewa Yama. Simsumara, binatang air berwarna biru yang muncul dari
pikiran dewa Indra dan sebagai simbol lautan untuk dewa Varuna. Manusia yang
tinggi besar dan wajahnya menyeramkan, yang lahir dari kaki dewi Durga yang
matanya seperti roda kereta untuk dewa Kubera. Ular naga yang besar dan sangat
galak, anjing berbulu putih dan lembu jantan yang larinya sangat cepat untuk
Ekadasa Rudra (Dewa Rudra). Kereta dengan 500 angsa yang menariknya untuk
dewi Candra. Kereta ditarik oleh 12 ekor kuda yang digabungkan untuk dewa-
dewa Aditya. Gajah untuk Astavasu. Manusia untuk yaksa. Ular naga untuk para
Kinnara (Dewa-Dewa penari dan musik). Kuda untuk dewa-dewa Asvina. Kijang
bertanduk tanpa cabang untuk para Maruta (Dewa Petir).28
Menurut I Nengah Suka Arta, salah satu pegawai Bimas Hindu di
Kementrian Agama Jawa Timur, mengatakan bahwa Pada prinsipnya semua
binatang dalam pandangan Hindu harus dihormati dan disayangi, namun diantara
binatang yang paling dihormati bahkan disucikan adalah sapi. Dan Dasar umat
26
I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramita,
2003), h. 384. 27
Sangayu Ketut Laksemi Nilotama, Makna Simbol Gelar Raja dalam Masyarakat Adat
Bali. Jurnal ITB J.Vis. Art dan Des., Vol. 3, No. 1, (2009), h. 45. Lihat:
http://journal.itb.ac.id/downloadphp?file=D09097.pdf. 28
I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu, h. 385.
30
Hindu menghormati binatang disebutkan dalam Sarasamuscaya “Ayuwa tan masih
ring sarwa prani, apan prani ngara prana”, yang artinya jangan tidak sayang
kepada binatang, karena binatang atau makhluk adalah kekuatan alam. Sloka
tersebut mewajibkan umat Hindu untuk mengembangkan kasih sayang kepada
semua makhluk ciptaan Tuhan.29
Berikut beberapa binatang mitos yang dipandang suci:
1) Garuda
Garuda adalah burung matahari atau burung rajawali yang dianggap
sebagai lambang dunia. Burung elang atau garuda yang dilukiskan bersama-sama
ular merupakan dasar bentuk binatang garuda yang merupakan Vahana Dewa
Wisnu di India. Selanjutnya di dalam Rgveda yang merupakan sumber ajaran
Agama Hindu dilukiskan berbagai aspek keagungan Tuhan Yang Maha Esa
dengan berbagai nama atau wujud seperti Agni, Yama, Varuna, Mitra dan
Garutma atau Garuda. Kemahakuasaan-Nya bagaikan garuda keemasan yang
menurunkan hujan menganugrahkan kemakmuran (Rgveda 1.164.46,47,52).
Menurut Wayan Arnadi selaku umat agama Hindu Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, mengatakan bahwa sapi, anjing, ayam, bebek, kalau dalam upacara besar
ada juga burung garuda.30
Dan juga menurut Nika Dek Arini selaku umat agama
Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa sapi kendaraan Dewa
Siwa, gajah kendaraan Dewa Ganesa, dan burung garuda kendaraannya Dewa
29
Wawancara Pribadi dengan I Nengah Suka Arta salah satu pegawai Bimas Hindu di
Kementrian Agama Jawa Timur, Surabaya, 9 Mei 2017. 30
Wawancara Pribadi dengan Wayan Arnadi selaku umat agama Hindu Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda , Surabaya, 7 Mei 2017.
31
Wisnu, lembu kendarannya istri Dewa Siwa. Semua binatang tidak boleh disakiti
termasuk ayam karena digunakan untuk persembahan.31
2) Naga
Di dalam kesusastraan Jawa Kuno kita mengenal berbagai wujud dan
peranan naga yang pada umumnya berfungsi sebagai tali pengikat. Di dalam
kekawin Ramayana kita mengenal senjata naga yang disebut “nagastrapasa”,
yang artinya senjata tali atau perangkap dari naga.
3) Kurma (empas/kura-kura)
Mengacu pada susastra Sanskerta dan Jawa Kuno sebagai sumber ajaran
agama Hindu di Indonesia, dapat kita jumpai beberapa nama yang berkaitan
dengan penyu, khususnya sumber berupa kitab-kitab Itihasa dan Purana. Itihasa
mengandung makna sejarah, walaupun dalam beberapa bagian terselip juga
metologi dan utamanya nilai-nilai pendidikan agama, sedang Purana di dalamnya
terdapat unsur-unsur folklore, cerita rakyat kuno, mitologi dan cerita-cerita yang
penuh pesan keagamaan.
Secara khusus kita tidak menemukan di dalam Veda maupun susastra
Veda lainnya, nama Kurma yang diterjemahkan dengan penyu, melainkan pada
umumnya selalu tortoise, yang dimaksudkan tidak lain adalam empas (labi-labi),
bukan bulus atua kura-kura. Mitologi Kurma selalu dikaitkan dengan Avantara
yang kedua dari Sang Hyang Visnu ketika turun ke dunia untuk menyelamatkan
umat manusia dari kehancuran.
31
Wawancara Pribadi dengan Nika Dek Arini selaku umat agama Hindu Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017.
32
4) Hamsa (angsa)
Hamsa (angsa) adalah kendaraan Dewa Brahma dan Sarasvati. Di dalam
kitab suci Veda, angsa sebagai simbol dari kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa
(Rgveda 1.65.5; 1.163.10; 11.34.5; III.8.9) dan baru kemudian di dalam
Atharvaveda (VI. 12.1, dan lain-lain) disebutkan sebagai angsa jantan. Burung
tersebut digambarkan berwarna hitam pada punggungnya (nilaprsthal Rgveda
VII.59.7), terbang berkelompokm (Rgveda III.8; 9), berenang di atas air (uda-
prut/Rgveda 1.65.5; III.45.4), suaranya riuh dank eras (Rgveda III. 5 3.10) dan
bangun pada waktu malam (Atharvaveda VI. 12.1). Hamsa dihargai karena
memiliki kemampuan memisahkan Soma dari air. Angsa merupakan
penggambaran atam atau roh atau juga penggambaran Brahma yang bagaikan
burung angsa terbang melayang-layang di alam semesta.
5) Mayura (merak)
Mayura atau burung merak, terdapat di dalam Rgveda (III,45.1; VIII. 1.25)
menggambarkan keagungan dan kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai
Yang Maha Cemerlang. Burung merak juga disebut sebagai yang dipersembahkan
dalam upacara Asvamedha Yadnya (Yajurveda, Maitrayani III. 14,4; Vajasaneyi
XXIV.23.27). Merak batina juga disebutkan di dalam Rgveda (1.191.14) dan
Atharvaveda (VII.56.7) yang menyatakan bahwa burung ini manjur terdapat
racun.
Dalam perkembangan berikutnya burung merak menjadi kendaraan Dewa
Brahma dan Dewi Sarasvati. Dalam kaitannya dengan Dewi Sarasvati, merak
33
melambangkan ego yang di atasi oleh Dewi kebijaksanaan. Ego seseorang bisa
dikurangi bila telah memiliki kebijaksanaan dalam dirinya.
6) Barong
Dalam prosesi upacara Melasti ke tepi pantai atau ke mata air dalam
rangka upacara Piodalan atau hari raya Nyepi, kita menyaksikan berbagai wujud
arca-arca binatang yang diyakini suci. Arca-arca tersebut umumnya disunggi oleh
umat sebagai arca vahana devata yang wujudnya bermacam, seperti naga, naga
bersayap, singa, harimau, burung garuda, dan lain-lain. Di samping itu yang
paling terkenal dan umum adalah wujud Barong.
Kata Barong rupanya berasal dari barwang (Barong) dalam bahasa jawa
Kuno berarti beruang, beruang madu (Ursus malayanus). Kata ini dapat dijumpai
dalam Ramayana (12.61), Sumanasantaka (159;3), Sutasoma (95.6), Arjuna
Wijaya (10.14). singha beruang Alayu (sering dikombinasi menjadi singha
Barong), Sutasoma (131.1c), Bharatayudha (93; 46.14).32
Menurut Dewa Putu Adnyana selaku Guru Sekolah Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, mengatakan bahwa Sapi, gajah, tetapi secara umum semuanya,
tetapi khusus binatang-binatang yang dipelihara seperti anjing. Semuanya yang
dipelihara yang betul-betul di rasa bermanfaat bagi manusia dalam kehidupan
sehari-hari bagi orang yang memelihara, anjing sangat dihormati anjingnya
makanya ada hari khusus binatang namanya tumpek kandang atau yang disebut
tumpek uye. Itu hari khusus penghormatan terhadap binatang. Kalau manusia
32
I Made Titib, Teologi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramita,
2003), h. 384-417.
34
mempunyai anjing, anjingnya yang dihormati di kasih selamatan diberi pakaian.
Kalau mempunyai babi, babinya yang dihormati. Kalau punya sapi, sapinya yang
dihormati.33
Dan menurut Rajendra Wraspati selaku Guru Sekolah Pura Jala
Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa sapi, karena gambaran umumnya sapi
yang di pandang di sucikan dan dihormati.34
Dan juga menurut I Gade Pasek Wira
Bhuana selaku umat agama Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan
bahwa Sapi, karena sapi kendaraan Dewa Siwa. Karena sapi membantu kita
membajak sawah. Angsa, anjing, kura-kura, naga dan lain-lain. Banyak lainnya
seperti singa, gajah dan burung garuda.35
Dan juga menurut Agus Wijaya selaku
Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa Asli dari India itu sapi
mandini kalau menurut ajaran Weda. Kendaraan Tuhan sendiri tetapi dasar
ajarannya zaman dahulu, zaman agraris sapi itu digunakan untuk sarana. Pada
zaman utama kehidupan agraris sapi itu membajak sawah mengotong dari sawah
disuruh kerja.36
33
Wawancara Pribadi dengan Dewa Putu Adnyana selaku Guru Sekolah Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017. 34
Wawancara Pribadi dengan Rajendra Wraspati selaku Guru Sekolah Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 12 Mei 2017. 35
Wawancara Pribadi dengan I Gade Pasek Wira Bhuana selaku umat agama Hindu Pura
Jala Siddhi Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017. 36
Wawancara Pribadi dengan Agus Wijaya selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, Surabaya, 8 Mei 2017.
35
BAB III
UPACARA-UPACARA KEAGAMAAN HINDU DI INDONESIA
A. Upacara Bhuta Yadnya
Bhuta yadnya adalah yadnya kepada para bhuta kala. “bhuta” berasalah
dari kata “bhu” berarti yang ada (unsur alam semesta), “kala” berarti energi
kuatan. Jadi Bhuta kala berarti unsur-unsur Alam dengan kekuatan yang dimiliki.
Di dalam Menawa Dharmasastra antara lain disebutkan:
Tadawicanti bhutani mahanti
Saha karmabhih
Manaccawayahwaih suksmaih
Sarwa bhuta krdawayayam (W.S.I.18)
Artinya: Bhuta-bhuta dengan fungsi mereka bersama dan pikiran, ia jadikan
badan-badan ghaib yang abadi manjadi sarwa bhuta (sarwa makhluk hidup).1
Menurut Ketut Suardaka selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, mengatakan bahwa Upacara Bhuta yadnya adalah upacara kepada para
penghuni bumi alam halus seperti butakala. Kenapa kita perlu binatang karena itu
ada tingkatan juga kalau cuman sehari-hari pembersihannya sebetulnya itu
upacara pembersian. Binatangpun yang digunakan untuk upacara tidak semua
binatang, hanya binatang tertentu seperti butakala itu waktu, identikkan binatang-
1Ny. I Gusti Agung Mas Putra, Upakara Yadnya (Denpasar: I.H.D, 1982), h. 6.
36
binatang yang mengetahui waktu. Kalau yang paling kecil setiap harinya ayam
yang jelas, karena ayam itu pagi sudah mengetahui matahari sudah terbit sudah
bangun tempat dia baru keluar dari tempat tidurnya, sore sudah gelap dia kembali.
Manusia tidak seperti itu. Binatang itu tidak seperti itu. Anjing makan tidak
memandang waktu. Kemudian ayam ini disembelih yang disembelih bukan
ayamnya tetapi kita mengidentikkan sifat-sifat ayam.2 Menurut Dewa Putu
Adnyana selaku Guru Sekolah Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan
bahwa Upacara Bhuta yadnya adalah upacara yang berkaitan dengan penyucian
dan penghormatan terhadap alam, itu ada binatang-binatang yang digunakan. Itu
sebenarnya di dalam agama Hindu pengorbanan binatang itu bukan bermaksud
membunuh dan menyakiti, itu ada keyakinan namanya mensomea adalah
meningkatkan derajat binatang itu dari binatang karena di Hindu ada namanya
reinkarnasi. Nanti derajat rohnya melebihi binatang bisa menjadi manusia atau
dalam sifatnya nanti menjadi manusia, dan pada kelahiran yang akan datang
mempunyai sifat-sifat manusia.3 Dan menurut Nika Dek Arini selaku umat agama
Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa Bhuta yadnya di
bentuk dengan persembahan. Umat Hindu membuat sesajen dari daun, perwakilan
tumbuhan. Bhuta yadnya sendiri dari binatang seperti ayam. Tingkat kecil ayam,
sedangkan tingkat yang besar anjing, anjingnya tertentu caranya juga tingkatannya
yang besar. Kalau Bhuta yadnya namanya yang panco satu ayam. Itu banyak lebih
luas lagi penjelasannya pakai ayam, anjing, kerbau beda lagi tingkatan lebih
2Wawancara Pribadi dengan Ketut Suardaka selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, Surabaya, 12 Mei 2017. 3Wawancara Pribadi dengan Dewa Putu Adnyana selaku Guru Sekolah Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017.
37
tinggi.4 Dan juga menurut Made Suparta selaku umat agama Hindu Pura Jala
Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa Panca yadnya itu bentuknya kepada
binatang seperti salah satunya Bhuta yadnya kepada binatang.5
Jadi yang termasuk bhuta adalah unsur-unsur Alam serta makhluk hidup
ciptaan Tuhan seperti tanah, air, api, tumbuh-tumbuhan, binatang dan lain-lain.6
1. Fungsi dan Makna Upacara Bhuta Yadnya
Kalau dipandang dari sudut fungsinya upacara bhuta yadnya adalah
sebagai sarana untuk menetralisir semua kekuatan-kekuatan yang bersifat Asuri
Sampad (sifat keburukan) yang telah bersemayam ke dalam bhuwana agung
maupun ke dalam bhuwana alit, dengan tujuan untuk mencapai bhuta hita agar
keseimbangan.
Sedangkan kalau dipandang dari sudut makna upacara bhuta yadnya
memiliki beberapa makna, yaitu:
a. Bermakna sebagai Pengeruat (penyupatan)
Pelaksanaan Upacara Bhuta yadnya khususnya di Bali mempergunakan
korban dari binatang-binatang, dirangkai sedemikian rupa dijadikan satu paket
upacara Bhuta yadnya. Dalam pelaksanaan upacara Bhuta yadnya ini perbuatan
bersifat suba karma karena membunuh dalam kontek bertujuan memberikan jalan
kelepasan kepada binatang yang pergunakan sebagai korban upacara bhuta
4Wawancara Pribadi dengan Nika Dek Arini selaku umat agama Hindu Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017. 5Wawancara Pribadi dengan Made Suparta selaku umat agama Hindu Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017. 6Ny. I Gusti Agung Mas Putra, Upakara Yadnya (Denpasar: I.H.D, 1982), h. 6.
38
yadnya bertujuan nantinya roh binatang kalau reinkarnasi kembali ke dunia
lahirlah menjadi manusia. Menurut Agus Wijaya selaku Pemangku Pura Jala
Siddhi Amertha juanda, mengatakan bahwa dalam Hindu ada kepercayaan
binatang yang dipersembahkan itu jiwanya menjadi lebih tinggi tetapi ada
hubungannya dengan reinkarnasi kepercayaan keempat. Binatang yang
dipersembahkan itu doanya pemangku sama pendeta yang lebih tinggi padanne
mantranya jika di artikan “ semoga rohmu pada akan kelahiran akan datang
meningkat lebih suci”.7 Dan juga menurut Rajendra Wraspati selaku Guru
Sekolah Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa sebetulnya tidak
harus dengan binatang ketika binatang itu di jadikan sarana upacara dalam Hindu
kita mengenal atman itu yang menjadikan sebuah makhluk hidup menjadi hidup
ketika lahir ke dunia baik menjadi manusia, tanaman, maupun binatang itu
atmannya terikat dengan raga. Sementara binatang dipergunakan sarana upacara
maka dia mempunyai kesempatan ketika atman ini lepas dari raganya. Ketika
binatang menjadi sarana upacara kemungkinan dia lahir ke dunia menjadi manusia
yang lebih baik itu lebih besar dibandingkan dengan binatang yang mati karena
mati tanpa digunakan upacara.8
b. Bermakna sebagai Kesejahteraan
Upacara Bhuta yadnya memiliki makna sebagai sarana untuk
mensejahterakan alam semesta, sehubungan dengan adanya kekuatan-kekuatan
7Wawancara Pribadi dengan Agus Wijaya selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, Surabaya, 8 Mei 2017. 8Wawancara Pribadi dengan Rajendra Wraspati selaku Guru Sekolah Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 12 Mei 2017.
39
yang memiliki kecenderungan Asuri Sampad yaitu adanya kekuatan-kekuatan
bhuta, kala, raksasa, paesaca, danawa, danaju, dan lain-lain.
c. Bermakna sebagai Peleburan Dosa
Upacara Bhuta yadnya dikatakan mengandung makna sebagai peleburan
dosa manusia khususnya umat Hindu.
d. Bermakna sebagai Korban Suci (yadnya)
Upacara Bhuta yadnya dapat dikatakan memiliki makna sebagai korban
suci, karena pada dasarnya pelaksanaannya berdasarkan pengorbanan baik berupa
material maupun moral spiritual yang berlandaskan ketulus ikhlasan.9
Tata cara pelaksanaan upacara Pecaruan:
Mengenai tata cara pelaksanaan upcara pencaruan kami ungkapkan cara
yang paling sederhana, hanya sebagai contoh dengan tatanannya sebagai berikut:
1). Caru Ayam Brumbun
Upakara diantaranya:
Daksina, peras, soda, ketipat sari, suci alit asoroh.
Banten caru ayam brumbun dengan tetangdingan sebagai berikut:
Membuat tetandingan membangun urip 33 antara lain:
9I.B. Putu Sudarsana, Ajaran Agama Hindu: Makna Upacara Bhuta Yadnya (Bali:
Yayasan Dharma Acarnya, 2001), h. 8-19.
40
Urip arah Timur
Satu kekebat berisi tumpeng putih berjumlah 5 biji, raka-raka lengkap,
silih asih sampian pusung, lengkap dengan rerasmen dengan alas kojong
perangkad.
Urip arah Selatan
Tetandingannya sama, hanya warna tumpengnya merah dengan jumlah 9
biji.
Urip arah Barat
Tetandingannya sama, hanya warna tumpengnya kuning dengan jumlah 7
biji.
Urip arah Utara
Tetandingannya sama, hanya warnanya hitam dan jumlahnya 4 biji.
Arah di tengah
Tetandingannya sama hanya warna tumpengnya brumbun dengan jumlah 8
biji.
Diatas tetandingannya tadi disusun dengan pengerekan berbentuk ayam
mempergunakan nasi brumbun, dengan alasnya muncuk daun pisang saba
(dontelujungan) lengkap berisi plaus pada ujung daun, sedangkan pada
pangkalnya berisi bawang jae dan garam serta diiisi 8 buah kwangen,
masing-masing kwangenannya ditusuk sejajar.
41
Diatas rerekan ini disusunkan olahan-olahan ayam brumbun dengan alas
yang masing-masing memakai sebuah sengkui dengan olahan dalam
perhitungan urip tri kona.10
Agar panca Maha bhuta dapat menolong atau agar tidak terganggu,
diadakanlah upacara agama yang dinamai “caru”
1). Caru Mancasata
Mempergunakan 5 ekor ayam berwarna: putih, merah, kuning, hitam, dan
brumbun. Tanding menurut utip Panca warna.
Di timur ayam putih diolah menjadi 5 tanding nasi dan lauk pauknya juga
berwarna putih.
Di Selatan ayam merah diolah menjadi 9 tanding nasi dan lauk pauknya
berwarna merah.
Di barat ayam putih siungan diolah menjadi 7 tanding, nasi dan lauk
pauknya berwarna kuning.
Di utara ayam hitam diolah menjadi 4 tanding, nasi dan lauk pauknya
berwarna hitam.
Di tengah ayam brumbun diolah menjadi 8 tanding, nasi dan lauk pauknya
berwarna brumbun.
2). Caru Mancasanak, Caru Nistha
10
I.B. Putu Sudarsana, Ajaran Agama Hindu: Makna Upacara Bhuta Yadnya, h. 55-57.
42
Caru mancasata ditambah 1 ekor anjing bang bungkem dan 1 ekor itik
berbulu elang (sikep).
3). Caru Mancakelud, Caru Madhya
Caru mancasata ditambah 1 ekor kambing dan 1 ekor angsa.
4). Caru Baliksumpah, Caru Utama bagi Jaba
Caru Mancasata ditambah 1 ekor babi jantan dan 1 ekor banteng. Sajen
memakai catur rebah/catur muka dan 1 pula gembal.
5). Caru Taur Gentuh, Caru Madhya bagi Waisya
Caru Mancasata ditambah 1ekor kerbau. Sajen memakai catur rebah/catur
muka, 1 pula gembal. Lis kecil, lis besar dan maeedan.
6). Caru Masapuh-sapuh, Caru Nistaning Ratu
Sajen catur lengkap serta sajen lainnya. Caru mancasata ditambah 3 ekor
kerbau.
7). Caru manca Walikrama, Caru Madhyaning Ratu
Bertambah kerbau 5 ekor. Sajennya memakai catur rebah, catur muka,
memakai lis 3 buah dan sajen lainnya.
8). Caru Ekadasarudra, Caru Utamaning Ratu
43
Bertambah kerbau 6 ekor. Sajennya lengkap, menurut umumnya hari pada
hari melaksanakan upacara tersebut. Binatangnya, burung dan lain-lainnya harus
ngeed (diarak) dan pada waktu akan dipotong atau disembelih, patut diberi japa
mantra lebih dahulu agar makhluk hidup yang akan dibunuh itu, apabila menjelma
dapat naik tingkatnya sederajat.
9). Gara Maligia dan Nyegjeg Gumi
Bertambah kerbau 46 ekor. Upacara dan upakaranya sama. Tujuannya
adalah agar negeri aman sentosa, keadilan dan kemakmuran tercapai.11
2. Perangkat Upacara Bhuta Yadnya
Pada upacara Bhuta yadnya juga memiliki beberapa perangkat upacara,
namun kebanyakan dari umat Hindu belum memahami secara benar mengenai
makna yang terkandung didalamnya, namun tentang membuat perangkat-
perangkat tersebut, hampir semua umat Hindu bisa membuatnya.
Mengenai perangkat-perangkat upacara Bhuta Yadnya dapat kami
ungkapkan sebagai berikut:
a. Sanggah Cucuk
Sanggah cucuk ini berpenampang segitiga yang memiliki tangkai
ditancapkan ketanah. Sanggah cucuk ini digunakan pada pelaksanaan upacara
bhuta yadnya dengan sarana korban suci khewan unggas ayam. Bentuk segitiga
11
Sri Reshi Ananda Kusuma, Aum Upacara Bhuta Yadnya (Bali: CV. Kayumas Agung,
1985), h. 17-19.
44
dari sanggah cucuk ini adalah sebagai simbol adanya tiga kekuatan Sang Hyang
Widhi sebagai kekuatan menuju keimanan manusia di dunia.
1) Pada sanggah cucuk biasanya berisi sujang yang didalamnya berisi arak
berem.
2) Pada sanggah cucuk diisi penjor kecil. Penjor caru ini dibuat dari ranting
bamboo yang dihias lengkap dengan sampiannya.
3) Sanggah cucuk berisi kober yang berwarna-warni sesuai dengan
pengideran tempat upacara caru.
4) Sanggah cucuk berisi layang-layang yang terbuat dari pelepah bamboo
berisi bulu ayam.
b. Tengala, Lampit, dan Tulud
Pada waktu pelaksanaan upacara Bhuta Yadnya, biasanya mempergunakan
perangkat upacara yang menyerupai bentuk tengala, lampit dan tulud.
c. Api Prakpak
Api Prakpak terbuat dari segengam atau seikat daun kelapa kering dan
disuluti api.
d. Sapu Lidi
Di dalam pelaksanaan upacara Bhuta Yadnya mempergunakan sapu lidi
yang berisi 12 tangkai lidi sebagai alat menyapu.
e. Kulkul
45
Dalam pelaksanaan upacara Bhuta Yadnya biasanya menggunakan
perangkat kulkul sebagai simbol penetralisir kekuatan Panca Maha Bhuta yang
bersifat negatif untuk kembali ke unsur akasa.
f. Arak Berem
Biasanya dalam pelaksanaan upacara pecaruan dilakukan tetabuhan
memakai sarana arak berem.
g. Daun Nagasari
Daun nagasari ini dipergunakan pada waktu melaksanakan caru Rsi Gana,
dimana daun ini dijahit sedemikian rupa, dengan jumlah 9 helai dan berbentuk
padma sebagai alas dari nasi tumpeng dari Rsi Gana.
h. Kober Rsi Gana
Pada waktu upacara pecaruan Rsi Gana dibuatlah kober bergambar Rsi
Gana dengan tangkai kober dari ranting bamboo kuning.12
Tujuan dari Bhuta Yadnya ini sebenarnya mendidik agar manusia
menncapai mencintai makhluk yang lebih rendah dari dirinya, dengan memberi
makan dan minum, membuatkan tempatnya yang baik agar ia dapat hidup yang
12
I.B. Putu Sudarsana, Ajaran Agama Hindu: Uparengga (Bali: Yayasan Dharma Acarya,
2000), h. 91-102.
46
berguna. Binatang, burung, ikan patut dipelihara, dibuatkan tempatnya, diberi
makan dan minum yang sesuai agar ia hidup baik.13
B. Upacara Tumpek Kandang
1. Tinjauan Filosofis Tumpek Kandang
a. Tumpek Kandang versus Binatang untuk Persembahan, sebuah
Kontradiksi
Upacara tumpek kandang adalah sebuah bentuk penghormatan umat Hindu
kepada tuhan melalui cinta kasih kepada binatang. Sementara itu, disisi lain
binatang digunakan sebagai sarana upacara. Umumnya, binatang-binatang itu di
sembelih sebagai persembahan, diadu bertumpah darah (ritual dalam tubuh roh),
dipotong lehernya sehingga darahnya beburai (ritua dalam peyembahan), dan
sebagian di antaranya ditenggelamkan (ritual mepekelem). Melihat dua sisi itu,
sepertinya ada semacam kondisi kontradiktif. Di satu sisi binatang dihormati,
namun disisi yang lain dikorbankan. Menurut Dewa Putu Adnyana selaku Guru
Sekolah Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa khusus binatang-
binatang yang dipelihara seperti anjing. Semuanya yang dipelihara yang betul-
betul di rasa bermanfaat bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari bagi orang
yang memelihara, anjing sangat dihormati anjingnya makanya ada hari khusus
binatang namanya tumpek kandang atau yang disebut tumpek uye. Itu hari khusus
penghormatan terhadap binatang. Kalau manusia mempunyai anjing, anjingnya
13
Sri Reshi Ananda Kusuma, Aum Upacara Bhuta Yadnya (Bali: CV. Kayumas Agung,
1985), h.. 20.
47
yang dihormati di kasih selamatan diberi pakaian. Kalau mempunyai babi,
babinya yang dihormati. Kalau punya sapi, sapinya yang dihormati.14
Penyembelian binatang pada upacara tumpek kandang, dan upacara
lainnya, masih dilihat semata-mata untuk nyupat (memuliakan) binatang itu agar
para kelahirannya mendatang mempunyai eksistensi “lebih tinggi” (lebih mulia).
Tumpek kandang sebenarnya merupakan bentuk penghormatan umat Hindu
terhadap tuhan melalui cinta kasih kepada para binatang. Oleh karena itu, yang
perlu dilakukan pada tumpek kandang adalah menebarkan seluas-luasnya rasa
kasih dan rasa memiliki terhadap binatang-binatang yang diciptakan tuhan sebagai
sang hyang pasupati. Layaknya manusia, binatang juga punya hak hidup secara
damai.
Pada upacara-upacara besar di bali, bahkan digunakan binatang-binatang
yang tergolong langka, dan sulit didapatkan. Pada upacara Eka Dasa Rudra di
Pura Besakih misalnya, yang jatuh sekali setiap seratus tahun (satu abad),
digunakan sarana satwa (binatang) seperti menjagan, bahkan elang.15
2. Katerkaitan Tumpek Kandang dengan Budaya, Adat Istiadat, dan agama
Hindu di Bali
a. Binatang dalam Kehidupan Orang Bali
Dalam sejarahnya, keberadaan binatang hampir tidak pernah luput dari
kehidupan manusia. Sedemikian dekat manusia dengan binatang menyebabkan
14
Wawancara Prbadi dengan Dewa Putu Adnyana selaku Guru Sekolah Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017. 15
I Dewa Gede Alit Udayana, Tumpek Kandang: Kearifan Lokal Bali Untuk Pelestarian
dan Pengembangan Sumber Daya Ternak (Denpasar: Pustaka Bali Post, 2008), h. 91-93.
48
banyak sekali peradaban dan tingkah laku manusia tidak terpisahkan dengan
binatang.
Sebelum zaman prasejarah, melalui lukisan di dinding goa, sehingga
peradaban modern melalui teknologi modern, banyak di lukiskan hubungan
manusia dengan binatang. Dari hubungan itu kita mengenal seni lukis, foto, seni
pahat, film, dan karya satra yang mengungkapkan dinamika dan romantisme
hubungan manusia dengan binatang. Film-film kartun misalnya, paling lazim
menggunakan binatang sebagi tokohnya.
Memang ditakdirkan manusia hidup secara berdekatan di muka bumi ini.
Menurut teologi Hindu, binatang diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa, menjadi teman manusia di dunia ini. Sang Hyang
Rareangon, atau Sang Hyang Pasupati adalah Dewa dari sekalian binatang (sarwa
prani). Dalam budaya Hindu, binatang sangat dihormati. Salah satu binatang yang
paling dihormati itu adalah sapi.
Di dalam kitab-kitab Purana dan Itihasa, lembu atau sapi disebut
Kamadhenu, Nandini, atau Surabi. Menurut pustaka-pustaka itu, Nandini adalah
ibu pertama dari semua ternak. Kamadhenu, yang juga disebut Surabi, disebutkan
sebagai dewi kekuatan dan kecakapan yang dapat memberikan susu kepada para
Dewa dan Resi. Semua ternak yang ada sekarang ini adalah keturunan dari
Kamandenu. Meskipun penjelasan tentang Kamandhenu atau lembu Nandini itu
berupa metologi, tetapi umat Hindu tetap yakin bahwa lembu atau sapi adalah
binatang suci. Oleh Karena itu sapi layak untuk dihormati. Bagi masyarakat yang
49
fanatic soal ini, sangat menghindari mengkonsumsi daging sapi. Perlu ditekankan,
daging sapi tidak dikonsumsi bukan karena sapi itu buruk, tetapi karena disucikan.
Dalam budaya agraris di Bali, sapi digunakan untuk membantu membajak
sawah. Selain karena memang sapi dianggap binatang suci, secara kasat mata sapi
memang berjasa bagi mereka.16
b. Ternak dan Peternakan Dalam Budaya Hindu Bali dan Keterkaitannya
Dengan Adat Istiadat Bali
Dalam perjalanan sejarah manusia, kelak beberapa jenis binatang
didomestikasi (dijinakkan). Binatang yang jinak kemudian dipelihara dan diambil
manfaatnya. Dikenal sebagai ternak. Pengertian ternak yang dikemukakan Nitis
(2006) sangat sederhana, yaitu binatang atau hewan, yang dipelihara manusia.
Selanjutnya, peternakan adalah usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak.
Usaha-usaha tersebut meliputi bibit dan pembibitan, makanan dan cara pemberian
makan, pemeliharaan, kesehatan dan sanitasi, pasca panen, dan sosial ekonomi.
Produktivitas meliputi produksi dan mutu bibit, produksi dan mutu daging, telur,
susu, dan kerja, produksi dan mutu limbah, atau hasil sisa.
Menyimak apa yang diuraikan Nitis (2006), ternyata praktek-praktek
peternakan di Bali mempunyai keterkaitan yang erat dengan budaya di Bali.
Praktek-praktek itu juga memenuhi unsur-unsur keterkaitan dengan kebudayaan
ditinjau dari kajian secara umum. Dapat diartikan bahwa peternakan di Bali tidak
dapat dipisahkan dari budaya Bali itu sendiri. Apabila dikaitan dengan upacara
16
I Dewa Gede Alit Udayana, Tumpek Kandang: Kearifan Lokal Bali Untuk Pelestarian
dan Pengembangan Sumber Daya Ternak, h. 103-106.
50
Tumpek Kandang, yang antara lain juga terkandung makna mensejahterakan
semuanya, maka budaya Bali sangat mendukung usaha-usaha peternakan. Dalam
tataran yang lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa budaya Bali sangat mendukung
upaya-upaya produktif di bidang peternakan, sekaligus terkait upaya-upaya
pelestarian hewan ternak itu sendiri.17
3. Tumpek Kandang dan Pembangunan Sosial Ekonomi di Bali
a. Tumpek Kandang dan Kebebasan Berekonomi
Sebagian kalangan masih merasakan bahwa ada sebagian masyarakat Bali
memaknai upacara Tumpek Kandang sebatas upacara semata, dan kemeriahan
yang dihasilkannya. Artinya, unsur upacara yang di tonjolkan, bukan pada nilai
dan esensi yang terkandung dalam upacara Tumpek Kandangitu. Setidaknya
seperti itu yang dinyatakan oleh antroplog Ngurah Bagus ( seorang mahaguru )
dan sejarawan Putra Agung ( kedua-duanya dari Fakultas Sastra Universitas
Udayana) seperti di kutip Sut ( Bali Post 4 September 1999 : 8-9). Menurut
mereka, semestinya pemaknaan Tumpek Kandang tidak terhenti pada ritual itu
saja. Umat Hindu hendaknya tidak cukup terpaku pada upacara semata, tetapi
semestinya ada keseimbangan berfikir antara upacara dan pemaknaan terhadap
apa yang dilaksanakan dengan upacara itu.
Dalam konteks Tumpek Kandang ini, menurut Bagus, upacara harus
dimaknai dan diikuti dengan usaha-usaha pemberdayaan masyarakat sipil, yaitu
petani petrnak itu sendiri. Petani ternak bukan lagi sebatas sebagai pekerja atau
17
I Dewa Gede Alit Udayana, Tumpek Kandang: Kearifan Lokal Bali Untuk Pelestarian
dan Pengembangan Sumber Daya Ternak, h. 107-114.
51
produsen yang pemasaran produksinya sangat tergantung kepada pemerintah,
tetapi mereka berhak menjadi pengelola.18
b. Tentang Korban Binatang dalam Upacara (Epilog: Wayan Supartha)
Dalam Bhagavadgita VII. 16 ada disebutkan Catur Widha Bajante yaitu:
1) Artah, artinya orang baru memuja Tuhan setelah ia memahami
penderitaan.
2) Artha Arthii, artinya mereka yang memuja Tuhan dengan maksud
memohon kekayaan.
3) Jijnyasuh, artinya memuja Tuhan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
dan kedudukan duniawi.
4) Jnani, artinya mereka yang memuja Tuhan bertujuan untuk mendapat
kebijakan rohani.
Dari keempat ini, dalam pelaksanaan upacara di Bali, kesan hura-hura,
mementingkan penampilan yang serba mewah, ingin dipuji, pamer, dan
sebagiannya rupanya masih ada. Ada yang menggelar upacara “metatah”, sewa
busananya saja 2,5 juta perorang.
Dalam sesajen persembahan umat Hindu di Bali apabila dalam upacara
besar, terdapat ikan, daging, dan telur. Ini tidak lepas dari sumber dalam
Bhagavadgita Bab IX.26 disebutkan:
Pattram pushpam phalam toyam,
18
I Dewa Gede Alit Udayana, Tumpek Kandang: Kearifan Lokal Bali Untuk Pelestarian
dan Pengembangan Sumber Daya Ternak, h. 123-124.
52
Yo me bhaktya prayachchati,
Tad aham bhaktyupahritam,
Asnami prayatatmanah
Artinya: Siapa yang sujud kepada-Ku dengan persembahan setangkaian daun,
sekuntum bunga, sebiji buah-buahan, seteguk air, aku terima sebagai bakti
persembahan dari segi yang berhati suci.19
19
I Dewa Gede Alit Udayana, Tumpek Kandang: Kearifan Lokal Bali Untuk Pelestarian
dan Pengembangan Sumber Daya Ternak, h. 137-140.
53
BAB IV
ANALISIS RELASI MANUSIA DENGAN BINATANG
DALAM THEOLOGI HINDU
A. Sapi dalam Kekawin Ramayana
Kekawin Ramayana adalah kekawin yang paling terkenal, yang paling
indah, paling panjang, dan paing disukai oleh orang-orang tua dalam pabebasan
atau pesantian-pesantian.
Bait nomor 110 adalah merupakan pendahuluan. Di sini secara umum Sri
Rama menjelaskan bahwa binatang adalah tempat segala jenis penderitaan.
Dibebani dengan barang yang berat-berat, berjalan tertatih-tatih sambil dipukul
dan dicemeti. Pada bait nomor 112 mulailah Sri Rama menjelaskan sapi, bahwa
penderitaan yang paling berat tertimpakan pada sapi. Bagaimanapun beratnya
penderitaan yang dialami binatang lain, penderitaan sapi dalam pelayanan pada
manusia masih jauh lebih berat. Sapi adalah pelita dalam hidup manusia.1
Pasu pasusupaning laratibhara
Pinalu lumakwakena ng bhinandabhara
Ugangan agulungan lepet sabhara
Suka sakutek ya pinetnya tan sabhara
1Ketut Wiana, Darmayasa Keagungan Sapi Menurut Weda (Jakarta: Pustaka Manikgeni,
1993), h. 106-108.
54
Binatang sapi merupakan tempat dari segala penderitaan yang berat-berat.
Dan diikat, diberi beban yang berat-berat, dipaksa berjalan sambil dipuluk dan
dicemati. Melenguh sedikit saja berarti kesalahan besar, padahal ia menginginkan
kesenangan atau makan hanya sedikit saja, tidak sebarapa banyak. Menurut I
Nengah Suka Arta, salah satu pegawai Bimas Hindu Kementrian Agama Jawa
Timur, mengatakan bahwa sapi merupakan binatang yang paling dihormati dan
disakralkan atau disucikan, menurut ajaran agama Hindu, sapi merupakan
lambang dari ibu pertiwi yang memberikan kesejahteraan kepada semua makhluk
hidup di bumi ini. Sapi memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia
terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti susu, keju, mentega. Di India,
terdapat sistem pengobatan yang dinamakan Ayur Veda yang salah satu teknik
pengobatannya disebut dengan “Panca Gavya” yaitu lima bahan yang menyucikan
yang dihasilkan oleh sapi, yaitu: susu, yoghurt, ghee, kencing (urine) sapi, dan
kotoran sapi. Di Jawa sapi juga bukan hanya dibutuhkan susunya namun juga
digunakan tenaganya untuk membantu para petani dalam mengerjakan sawah dan
ladang bahkan transportasi.2 Dan menurut Made Suparta selaku umat agama
Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa sapi itu lebih
memberikan manfaat kepada kita. Coba bandingkan dengan harimau apa manfaat
kepada manusia. Coba bandingkan dengan gajah apa manfaat bagi manusia. Jadi
sapi paling banyak memberikan manfaat kepada manusia. Sapi membantu
manusia baik tenaganya, hasil produksinya yang sapi berikan kepada manusia.3
2Wawancara Pribadi dengan I Nengah Suka Arta salah satu pegawai Bimas Hindu di
Kementrian Agama Jawa Timur, Surabaya, 9 Mei 2017. 3Wawancara Pribadi dengan Made Suparta selaku umat agama Hindu Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017.
55
Hasil wawancara dengan I Nengah Suka Arta mengatakan bahwa sapi
adalah binatang yang paling dihormati. Dalam pandangan saya karena sapi adalah
binatang yang paling agung dalam agama Hindu. Itu tidak terlepas dari Dewa
Siwa itu sendiri, karena sapi kendaraannya dewa siwa. Dan terdapat pula sapi
memberikan kehidupan bagi manusia atau lebih jelasnya memberikan banyak
manfaat bagi manusia. Apalagi ditegaskan oleh Made Suparta yang mengatakan
bahwa sapi memberikan manfaat bagi manusia. Seperti halnya susu yang bisa
dikosumsi oleh manusia. Sudah jelas bahwa manusia seharusnya menghormati
sapi apalagi menjaga keharmonisan dengan alam sekitar (sapi) untuk menjaga
ekosistem kedepaannya. Di kemukankan juga dalam buku bahwa penderitaan sapi
dalam pelayanan pada manusia masih jauh lebih berat. Sapi adalah pelita dalam
kehidupan manusia.
Dalam bait 114 disebutkan, bahwa sapi sesungguhnya adalah orang tua
atau bapak ibu seluruh dunia. Bapak dan ibu umat manusia. Gavah visvasyah
matarah, sapi adalah ibu seluruh dunia. Di dalam kitab Red Weda disebutkan gaur
me mata vrsabhah pita me, sapi jantan adalah bapak kita dan sapi bertina adalah
ibu kita.4 Menurut Dewa Putu Adnyana selaku Guru Sekolah Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, mengatakan bahwa kalau kita lihat kedekatannya dengan
manusia itu sapi dan jasanya kepada manusia itu adalah sapi. Kalau dilihat
kenyataannya selain metodologi, sapi dihormati seperti itu. Sehingga ada petuah
dari orang suci juga “tegahkah kamu membunuh ibumu atau membunuh ayahmu”.
Karena sapi dianggap seperti itu menolong manusia bekerjaannya membajak,
4Ketut Wiana, Darmayasa Keagungan Sapi Menurut Weda (Jakarta: Pustaka Manikgeni,
1993), h. 15.
56
mengangkut hasilnya, susunya berguna, kalau sampai binatang dibunuh. Ada
orang yang mengibaratkan seperti itu. Sehingga ada orang yang sangat
menghormati terhadap nasehat itu tidak mau membunuh apalagi memakan daging
sapi.5
Hampir setiap orang Hindu yang sungguh-sungguh mendalami spiritual
Hindu, amat berpantang makan daging sapi atau daging lembu. Bahkan banyak
pula di antara rohaniawan Hindu yang sama sekali tidak makan daging dari segala
jenis binatang atau menempuh hidup vegetarian.
Mereka tidak makan daging sapi, bukan menganggap sapi itu haram atau
binatang yang jelek. Tetapi karena mereka sangat menghormati sapi itu sendiri.
System pemujaan Hindu memiliki tiga dimensi yaitu untuk mendapatkan
hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya, antara
manusia dengan sesamanya, dan keharmonisan yang tinggi adalah keharmonisan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Keharmonisan dengan alam dan
manusia, merupakan landasan untuk menuju pada keharmonisan yang tinggi yaitu
pada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Menurut Ketut
Suardaka selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa
Sapi adalah teman kerja harus di hormati, harus disanyangi. Sehingga manusia
mengetahui orang Hindu sadar tidak memakan daging sapi, karena melihat begitu
besar jasanya sapi itu. Bukan karena kita menghormati sapi itu karena alat
kemakmuran. Di dalam 3 fungsi Dewa Brahma, Wisnu, Siwa. Brahma pencipta,
kemudian pemelihara Dewa Wisnu. Alat pemeliharan itu sapi di identikkan orang
5Wawancara Pribadi dengan Dewa Putu Adnyana selaku Guru Sekolah Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017.
57
Hindu. Sapi itu diberi simbol tersendiri karena di identikkan memelihara dalam
melihara manusia karena memberikan susu dan teman kerja. Tidak ada kita
memuja itu hanya simbolis.6
Tapi, hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semuanya orang
Hindu vegetarian (tidak memakan daging sapi), melainkan terdapat dari mereka
yang memakan daging sapi seperti yang diutarakan oleh Pemangku Ketut
Suardaka tidak semuanya umat Hindu memakan daging sapi tetapi tergantung
masing-masing setiap individu. Meski demikian, sapi merupakan binatang yang
wajid dihormati.
Dalam Bhagavadgita III, 10, diisyaratkan adanya hubungan timbal balik
berdasarkan yadnya antara Prajapati, Praja dan Kamadhuk. Prajapati adalah Tuhan
sebagai Raja Alam Semesta, Praja adalah manusia yaitu makhluk hidup yang
paling lengkap karena memiliki Tri Pramana yaitu: sabda, dayu, ide (suara,
tenaga, dan pikiran). Kamadhuk dalam Bhagavadgita adalah sapi, mitos milik
Dewa Indra yang mampu memenuhi segala keinginan yang dikehendaki oleh
manusia. Sapi dalam mithos Hindu banyak digunakan dalam simbul alam
semesta, atau simbol bumi. Bumi yang ditempati pleh manusia, binatang dan
tumbuh-tumbuhan, adalah sumber dari harta benda yang dapat memenuhi
keinginan atau kama manusia.
Swami suka Dewa mengatakan bahwa sapi itu lambang Weda dalam kitab
Upanisad dan kitab sastranya. Sri Kresna adalah pengembala (Ghopala) dan
memerah “susunya”. “susu” itu adalah Bhagavadgita yang dinikmati Arjuna.
6Wawancara Pribadi dengan Ketut Suardaka selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, Surabaya, 12 Mei 2017.
58
Setelah Arjuna menikmati minuman spriritual Bhagavadgita leyaplah
kebimbangan dan kebingungannya dalam menghadapi perak yang dikenal dengan
sebutan Bharatayuda. Dia tampil berperang bukanlah didorong oleh kemarahan
atau kebencian lagi dan bukan pula oleh keinginan untuk menghadapatkan
ketenaran atau kedudukan duniawi.7 Menurut Agus Wijaya selaku Pemangku Pura
Jala Siddhi Amertha juanda, mengatakan bahwa di dalam ajaran Weda Ketika
Tuhan berwujud Dewa Siwa kendaraannya namanya sapi nandini. Kendaraan
Tuhan sapi itu. Masak kendaraan Tuhan mau dibunuh dasarnya dari situ. Selain
logika-logika yang berikutnya itu karena sapi adalah binatang yang sangat utama
digunakan pada masyarakat agraris.8
Sapi itu merupakan binatang konserfasi yang harus dijaga atau dilindungi
oleh manusia karena sapi itu sindiri sudah membantu manusia khususnya para
petani sebagai alat membajak sawah. Selain itu, sapi bisa menjadi komoditas yang
bisa menghasilkan bagi keseharian seluruh umat manusia.
Demikian pula sapi sebagai lambang bumi. Bumi ini adalah sumber
tumbuh-tumbuhan dan inilah yang menjadi dasar bahan makanan semua makhluk.
Penghormatan pada sapi benar-benar amat nampak di kalangan masyarakat
Hindu di India. Di Negara ini amat sulit menjumpai orang Hindu yang makan
daging sapi, bahkan umumnya umat Hindu di India tergolong vegetarian. Umat
yang tidak mau makan daging sapi itu tidak terbatas pada Pendeta dan Pujari
7Ketut Wiana, Darmayasa Keagungan Sapi Menurut Weda (Jakarta: Pustaka Manikgeni,
1993), h. 3. 8Wawancara Pribadi dengan Agus Wijaya selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, Surabaya, 8 Mei 2017.
59
(Pemangku) atau para rohaniawan, tetapi meluas sampai pada umat Hindu yang
tergolong umat kebayakan.
Kalau dilihat secara perbedaan antara umat Hindu di India dengan umat
Hindu di Bali, kalau umat Hindu di India seriusnya memandang keagungan sapi
sebagai binatang yang dihormati oleh kitab suci, pandangan umat Hindu di Bali
khususnya dan di Indonesia umumnya sedikit berbeda. Umat Hindu di Indonesia
(terutama yang bukan rohaniawan) kebayakan masih makan daging sapi. Sapi
masih biasa diperlakukan dengan kasar, dipukul-pukul pada waktu membajak atau
waktu menarik gerobak. Dadingnya pun biasa dimakan dan dipakai berpesta pada
saat upacara agama. tetapi untuk upacara di luar Bhuta Yadnya umumnya tidak
menggunakan daging sapi.9
B. Anjing
Asu Bang Bungkem terdiri dari kata Asu, Bang, dan Bungkem. Asu berarti
anjing. Sedangkan Bang berarti merah, dan Bungkem berarti diam. Jadi Asu Bang
Bungkem berarti anjing yang berwarna merah pada badannya, namun moncong
mulut dan ekornya berwarna hitam.
Lebih lanjut khusus untuk caru Anjing Bang Bungkem ini merupakan
simbol dari Bhuta Kala yang di bawah kekuasaan Dewa Rudra. Bahkan, dalam
lontar Bhama Kertih penggunaan Asu Bang Bungkem sebagai sarana utama
dalam caru Panca Sanak maupun Caru Rsi Gana yang dimaksudkan untuk
manyonya (menyeimbangkan) Bhuta Ulu Kuda yang tempatnya dalam pangider-
ider di neriti atau barat daya agar kembali menjadi Sang Hyang Rudra.
9Ketut Wiana, Darmayasa Keagungan Sapi Menurut Weda, h. 12.
60
Sedangkan merujuk dalam tattwa (filsafat), warna hitan pada mulut anjing
Bang Bungkem sebagai simbol kekuatan Dewa Wisnu. Warna merah pada bagian
badannya sebagai simbol Dewa Brahma. Selain dalam kisah Mahabarata,
khususnya bagian Suarga Rohana Parwa, Dharma Wangsa diikuti oleh seekor
anjing dikisahkan dalam menempuh perjalanan menuju alam Sunya (moksa).
Sebisa mungkin, anjing Bang Bungkem yang dipengaruhi untuk caru
diusahakan usianya sudah dewasa, namun belum memiliki anak. Karena pada
umumnya yang dewasa sudah memiliki kekuatan penuh yang dibutuhkan dalam
caru.
Penggunaan Asu Bang Bungkem sebagai sarana untuk menetralisasi,
energi dari negatif menjadi positif, sehingga menjadi seimbang. Bahkan, kekuatan
Asu Bang Bungkem untuk menetralisasi energi negatif manjadi positif tidak
hanya dipergunakan untuk dipekarangan rumah saja. Melainkan di sebuah daerah.
Di sisi lain, penggunaan Asu Bang Bungkem merupakan tetadahan
(makanan) Bhuta Ulu Kuda. Disebut tetadahan karena dalam prakteknya manusia
banyak memiliki keterbatasan untuk menciptakan alam yang harmonis, maka
dipakailah penggantinya, yakni Asu Bang Bungkem. “ di sini manusia harus
mengerti tentang alam, bahwa bukan hanya manusia saja yang menikmati ala
mini, melainkan ada makhluk lain, termasuk hewan dan tumbuhan. Kalau ala mini
tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan bencana. Sehingga Asu
Bang Bungkem sangatlah penting.10
Menurut Wayan Arnadi selaku umat agama
Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan bahwa sapi, anjing, ayam,
10
Diakses dari http://baliexpress.jawapos.com/red/69374/begini-makna-asu-bang-
bungkem-dalam-caru-pance-kelud.htm, pada tanggal 16 Maret 2019.
61
bebek, kalau dalam upacara besar ada juga burung garuda.11
Menurut Dewa Putu
Adnyana selaku Guru Sekolah Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, mengatakan
bahwa Sapi, gajah, tetapi secara umum semuanya, tetapi khusus binatang-binatang
yang dipelihara seperti anjing. Semuanya yang dipelihara yang betul-betul di rasa
bermanfaat bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari bagi orang yang
memelihara, anjing sangat dihormati anjingnya makanya ada hari khusus binatang
namanya tumpek kandang atau yang disebut tumpek uye. Itu hari khusus
penghormatan terhadap binatang. Kalau manusia mempunyai anjing, anjingnya
yang dihormati di kasih selamatan diberi pakaian. Kalau mempunyai babi,
babinya yang dihormati. Kalau punya sapi, sapinya yang dihormati.12
Dan
menurut I Gade Pasek Wira Bhuana selaku umat agama Hindu Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, mengatakan bahwa Sapi, karena sapi kendaraan Dewa Siwa.
Karena sapi membantu kita membajak sawah. Angsa, anjing, kura-kura, naga dan
lain-lain. Banyak lainnya seperti singa, gajah dan burung garuda.13
dan juga
menurut Made Suparta Umat Agama Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda,
Anjing membantu menjaga rumah kita seperti pergi keluar ketika kita kepergian
anjing yang membangunkan. Ketika terjadi sesuatu hal yang tidak bagus, seperti
sapi, ayam.14
11
Wawancara Pribadi dengan Wayan Arnadi selaku umat agama Hindu Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda , Surabaya, 7 Mei 2017. 12
Wawancara Pribadi dengan Dewa Putu Adnyana selaku Guru Sekolah Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017. 13
Wawancara Pribadi dengan I Gade Pasek Wira Bhuana selaku umat agama Hindu Pura
Jala Siddhi Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017. 14
Wawancara Pribadi dengan Made Suparta selaku umat agama Hindu Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017.
62
Anjing dalam setiap pelaksanaan upacara yadnya, tentu memiliki alasan
yang mendasar dan masuk akal. Hal ini terkait dengan berbagai jenis makanan dan
sesajen yang mampu mengundang kehadian anjing atau binatang lainnya untuk
mendekat. Secara akal sehat, kondisi ini tentu tidak dapat disalahkan, karena
anjing dan binatang lainnya, hanya memiliki Dwi Pramana, yakni Bayu dan
Sabda. Jadi, mereka tidak bisa berpikir dan membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak.15
Dalam upacara Bhuta yadnya anjing digunakan kurban dalam upacara
karena manusia ingin membantu anjing itu sendiri. Karena sifat-sifat anjing pada
dasarnya kotor atau jelek. Anjing digunakan upacara untuk menghilangkan sifat
tersebut kelak rohnya menjadi lebih baik (manusia) yang disebut dengan
reinkarnasi.
Masyarakat Bali, anjing di Bali, memiliki hubungan yang telah terjalin
sejak lama. Ketika anjing Kintamani Bali menjadi mascot daerah Kintamani dan
dinamai anjing gembrong oleh masyarakat local. Anjing gembrong merupakan
anjing ras asli, yang telah ditetapkan di dunia.
Masyarakat Bali terkenal dengan kearifan lokalnya, memelihara anjing
sebagai penjaga rumah, dilepasliarkan namun akan kembali pada pemiliknya.
Mereka dipelihara untuk mengatasi kesunyian di rumah, menjaga harta
majikannya, dan ada yang percaya sebagai penjaga hal-hal gaib.16
Menurut Ketut
Suardaka Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, orang-orang tertentu
15
Diakses dari http://baliexpress.jawapos.com/red/59742/begini-sejarah-anjing-pantang-
dipukul-saat-pelaksaan-yadnya.htm, pada tanggal 16 Maret 2019. 16
Diakses dari www.tatkala.co/bagi-masyarakat-bali-anjing-itu-peliharaan-atau-
ternak.htm, pada tanggal 16 Maret 2019.
63
menghormati anjing bukan menghormati anjing tetapi menyanyangi anjing di
rumahnya karena anjing itu lambang kesetiaan anjing dahulu dalam bahasa jawa
asu karena membawa sifat kesetiaan asubakarma dan subakarma baik dan sifat
buruk manusia yang paling setia menemani manusia sampai mati. Kalau kita jahat
disini bawa kesana sifat dan kita akan di hukum disana itu kesetiaan perilaku kita.
Kalau kita baik disini kita mendapatkan yang bagus itu kesetiaan di identik di
bumi dengan bahasanya asubakarma dan subakarma baik dan buruk perbuatan.
Sehingga Darmawase di simbolisasi membawa anjing membawa sifat-sifat baik
dan buruk. Mangkanya di tegur anjing ini kalau baik akan menjadi Dewa Darma
ini sifat saya yang muncul, ini yang akan mengantarkan kedalam surga. Kalau
membawa sifat jahat dia diantarkan ke naraka. Karena asubakarma dan
subakarma yang paling setia menemani manusia sampai ke dalam sana tidak lain
dari sifat baik dan buruk.17
Bahkan anjing sangat membantu aparat kepolisian dalam menuntaskan
persoalan-persoalan yang sangat akut seperti kasus pembunuhan, korupsi, karena
anjing mempunyai indria penciuman yang sangat kuat dari binatang lainnya. Oleh
karena itu relasi anjing dengan manusia sangat kuat sekali, hal tersebut bisa dilihat
bahwa realita yang ada bukan hanya orang Hindu saja yang memelihara anjing
melainkan penganut agama lain (Kristen, Katolik, Islam, Budha, Khonghucu),
menjadikan anjing sebagai peliharaan yang bisa membantu menjaga keamanan di
rumah.
17
Wawancara Pribadi dengan Ketut Suardaka selaku Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda, Surabaya, 12 Mei 2017.
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil temuan dilapangan menunjukkan, pertama: relasi manusia dengan
sapi, sapi adalah binatang yang paling agung dalam agama Hindu. Itu tidak
terlepas dari Dewa Siwa itu sendiri, karena sapi kendaraannya Dewa Siwa. Dan
terdapat pula sapi memberikan kehidupan bagi manusia atau lebih jelasnya
memberikan banyak manfaat bagi manusia. Sapi memberikan manfaat bagi
manusia. Seperti halnya susu yang bisa dikosumsi oleh manusia. Sudah jelas
bahwa manusia seharusnya menghormati sapi apalagi menjaga keharmonisan
dengan alam sekitar (sapi) untuk menjaga ekosistem kedepaannya. Dan hasil
temuan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semuanya orang Hindu vegetarian
(tidak memakan daging sapi), melainkan terdapat dari mereka yang memakan
daging sapi, tidak semuanya umat Hindu memakan daging sapi tetapi tergantung
masing-masing setiap individu. Meski demikian, sapi merupakan binatang yang
wajid dihormati. Selain itu, sapi itu merupakan binatang konserfasi yang harus
dijaga atau dilindungi oleh manusia karena sapi itu sindiri sudah membantu
manusia khususnya para petani sebagai alat membajak sawah. Selain itu, sapi bisa
menjadi komoditas yang bisa menghasilkan bagi keseharian seluruh umat
manusia.
Kedua: relasi manusia dengan anjing, Dalam upacara Bhuta yadnya anjing
digunakan kurban dalam upacara karena manusia ingin membantu anjing itu
65
sendiri. Karena sifat-sifat anjing pada dasarnya kotor atau jelek. Anjing digunakan
upacara untuk menghilangkan sifat tersebut kelak rohnya menjadi lebih baik
(manusia) yang disebut dengan reinkarnasi. Bahkan anjing sangat membantu
aparat kepolisian dalam menuntaskan persoalan-persoalan yang sangat akut
seperti kasus pembunuhan, korupsi, karena anjing mempunyai indria penciuman
yang sangat kuat dari binatang lainnya. Oleh karena itu relasi anjing dengan
manusia sangat kuat sekali, hal tersebut bisa dilihat bahwa realita yang ada bukan
hanya orang hindu saja yang memelihara anjing melainkan penganut agama lain
(Kristen, Katolik, Islam, Budha, Khonghucu), menjadikan anjing sebagai
peliharaan yang bisa membantu menjaga keamanan di rumah.
B. Saran
Penulis menyadari betul sepenuhnya dan keterbatasan waktu, pengetahuan
dan kemampuan yang dimiliki penulis serta masih langkapnya literatur atau bahan
pustaka yang dimiliki.
1. Kita sebagai makhluk yang paling sempurnya yang diciptakan oleh Tuhan
selain makhluk-makhluk lainnya kita sudah sepantasnya menjaga
keharmonisan antara makhluk-makhluk yang diciptakan oleh Tuhan.
Dalam agama Hindu sendiri di sebut Tri Hita Karana, keharmonisan antara
Tuhan, keharmonisan antara sesama manusia, dan keharmonisan antara
alam semesta.
66
2. Kepada umat Hindu, khususnya umat Pura Jala Siddhi Amertha Juanda tetap
selalu menjaga ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab Hindu yang
berkaitan dengan Skripsi ini.
3. Kepada umat Hindu, khususya Pura Jala Siddhi Amertha Juanda tetap
melestarikan tradisi salah satunya yaitu dalam upacara-upacara keagamaan
yang berhubungan dengan binatang seperti tumpek kandang dan bhuta
yadnya, karena dalam upacara tersebut sangat mulia untuk membantu
binatang menjadi lebih baik rohnya untuk menjadi manusia yang disebut
dalam agama Hindu inkarnasi.
4. Tujuan dari hubungan manusia dengan binatang untuk menjunjung tinggi
rasa nilai-nilai toleransi dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan.
67
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Wiana, Ketut. Darmayasa Keagungan Sapi Menurut Weda. Jakarta: Pustaka
Manikgeni, 1993.
Titib, I Made. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya:
Paramita, 2003.
Ananda, I Nyoman, Agama Veda dan Filsafat, Surabaya: Paramita, 2006.
Sari, Qi Manteb (Desta). Primbon Dewata Seri Mitologi Tanaman, Binatang, Dan
Makhluk Halus, Surabaya: Paramita, 2013.
Ketut Pidhadha, Padandha, dan Nyoman Pidhadha, Padandha. Tantri Kamandaka
(Nandhaka Harana) Teks dan Terjemahan dalam Bahasa Indonesia,
Surabaya: Paramita, 2006.
Gede Alit Udayana, I Dewa. Tumpek Kandang: Kearifan Lokal Bali untuk
Pelestarian dan Pengembangan Sumber Daya Ternak, Denpasar: Pustaka
Bali Post, 2008.
Putu Surayin, Ida Ayu. Seri V Upakara Yajna: Pitra Yajna, Surabaya: Paramita,
2002.
Donder, I Ketut, Kosmologi Hnidu: Penciptakan, Pemeliharaan, dan Peleburan
Serta Penciptaan Kembali Alam Semesta, Surabaya: Paramita, 2007.
68
Wiana, I Ketut, Tri Hita Karana, Surabaya: Paramita, 2007.
Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Budha. Jakarta: Gunung Mulia, 2010.
Zed, Mestikan. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004.
Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Mittal, Mahendra. Intisari Veda: Pesan Tuhan untuk Kesejahteraan Umat
Manusia. Surabaya: Paramita, 1959.
Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia,
1977.
Suprayogo, Imam. Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001.
Fajri, Rahmat, dkk., Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Jurusan Perbandingan
Agama Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN
Sunan Kalijaga, 2012.
Watra, I Wayan, Filsafat Manusia dalam Perspektif Hindu, Surabaya: Paramita,
2006.
Cudamani, Pengantar Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Yayasan
Wisma Karma Jakarta, 1987.
Adiputra, I Gede Rudia, dkk., Dasar-Dasar Agama Hindu, Jakarta: Lestari Karya
Megah, 2004.
69
Mas Putra, Ny. I Gusti Agung, Upakara Yadnya, Denpasar: I.H.D. 1982.
Sudarsana, I.B. Putu, Ajaran Agama Hindu: Makna Upacara Bhuta Yadnya, Bali:
Yayasan Dharma Acarnya, 2001.
Sudarsana, I.B. Putu, Ajaran Agama Hindu: Uparengga, Bali: Yayasan Dharma
Acarya, 2000.
Ananda Kusuma, Sri Reshi, Aum Upacara Bhuta Yadnya, Bali: CV. Kayumas
Agung, 1985.
Jurnal dan Internet
Sangayu Ketut Laksemi Nilotama, Makna Simbol Gelar Raja dalam Masyarakat
Adat Bali. Jurnal ITB J.Vis. Art dan Des., Vol. 3, No. 1, (2009), h. 45.
Lihat: http://journal.itb.ac.id/downloadphp?file=D09097.pdf.
Rai Adnyana, Ida Bagus, “Hakikat Manusia Hindu”, diakses dari
http://prajatinijabar.org/berita/hakikat-manusia-hindu.html, pada tanggal 5
Juli 2017 pukul 10.30.
Ni Made Suwitri,”Samkhya Darsana,” artikel diakses tanggal 16 Maret 2019 dari
https://witriblog.wordpress.com/2019/3/16/syamkhya-darsana.html.
Wila Wadiana,”Hewan ini dijadikan Kendaraan oleh Para Dewa dan Dewi,”
artikel diakses tanggal 16 Mare 2019 dari
70
https://Bobo.grid.id/read/08680233/hewan-ini-dijadikan-kendaraan-oleh-
para-dewa-dan-dewi?page=all.html.
Diases dari www.narayanasmrti.com/konsep-penciptaan-alam-semesta-hindu-
islam-kristendan-secara-ilmiah.html, pada tanggal 16 Maret 2019.
Diakses dari http://baliexpress.jawapos.com/red/69374/begini-makna-asu-bang-
bungkem-dalam-caru-pance-kelud.htm, pada tanggal 16 Maret 2019.
Diakses dari http://baliexpress.jawapos.com/red/59742/begini-sejarah-anjing-
pantang-dipukul-saat-pelaksaan-yadnya.htm, pada tanggal 16 Maret 2019.
Diakses dari www.tatkala.co/bagi-masyarakat-bali-anjing-itu-peliharaan-atau-
ternak.htm, pada tanggal 16 Maret 2019.
Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Agus Wijaya selaku Pemangku Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, 8 Mei Surabaya, 2017.
Wawancara Pribadi dengan Ketut Suardaka selaku Pemangku Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 12 Mei 2017.
Wawancara Pribadi dengan I Nengah Suka Arta salah satu pegawai Bimas Hindu
di Kementrian Agama Jawa Timur, Surabaya, 9 Mei 2017.
Wawancara Pribadi dengan Nyoman Parta selaku Tokoh Pura Jala Siddhi
Amertha Juanda, Surabaya, 8 Mei 2017.
71
Wawancara Pribadi dengan Dewa Putu Adnyana selaku Guru Sekolah Pura Jala
Siddhi Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017.
Wawancara Pribadi dengan Rajendra Wraspati selaku Guru Sekolah Pura Jala
Siddhi Amertha Juanda, Surabaya, 12 Mei 2017.
Wawancara Pribadi dengan Made Suparta selaku umat agama Hindu Pura Jala
Siddhi Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017.
Wawancara Pribadi dengan I Gade Pasek Wira Bhuana selaku umat agama Hindu
Pura Jala Siddhi Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017.
Wawancara Pribadi dengan Nika Dek Arini selaku umat agama Hindu Pura Jala
Siddhi Amertha Juanda, Surabaya, 7 Mei 2017.
Wawancara Pribadi dengan Wayan Arnadi selaku umat agama Hindu Pura Jala
Siddhi Amertha Juanda , Surabaya, 7 Mei 2017.
LAMPIRAN II
1. Apa Pengertian binatang dan manusia menurut pandangan umat agama
Hindu?
2. Apa yang menjadi dasar umat Hindu mensucikan atau menghormati binatang?
3. Mengapa Dewa itu identik wujud dengan binatang?
4. Mengapa dalam upacara Panca Yajna harus dikaitkan dengan binatang?
5. Menurut Bapak dan Ibu, binatang apa saja yang disucikan atau dihormati
dalam agama Hindu?
6. Dalam agama Hindu ada beberapa binatang yang disucikan seperti sapi,
mengapa harus sapi yang sangat atau paling agung?
7. Apa hubungan manusia dengan binatang menurut atau pandangan Bapak dan
Ibu, sebagai umat Hindu?
LAMPIRAN III
Nama : I Nengah Suka Arta, S.Pd.H (Bimas Hindu Kementrian Agama Jawa
Timur)
Alamat : Jl. Kentintang Madya Surabaya
No Hp : 081917294407
1. Binatang dalam pandangan Hindu merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang
memiliki derajat lebih rendah dari manusia, karena hanya memiliki 2 dasar
kehidupan yang disebut Dwi Pramana yang terdiri dari sabda yang artinya
suara dan bayu artinya tenaga hidup atau gerak. Sehingga binatang hanya
dapat tumbuh, bergerak dan bersuara saja. Sedangkan manusia berasal dari
kata “manu” yang artinya bijaksana atau berpikir, manusia merupakan ciptaan
Tuhan yang paling sempurna karena memiliki 3 dasar hidup yang disebut Tri
Pramana, yang terdiri sabda, bayu, dan idep. Dengan kekuatan sabda manusia
bisa berbicara antara satu dengan yang lainnya, dengan bayu manusia bisa
tumbuh berkembang dan bergerak, dan dengan idep manusia bisa berpikir,
dengan pikiran manusia bisa membedakan hal baik dan buruk (bijaksana).
2. Dasar umat Hindu menghormati binatang disebutkan dalam Sarasamuscaya
“Ayuwa tan masih ring sarwa prani, apan prani ngara prana”, yang artinya
jangan tidak sayang kepada binatang, karena binatang atau makhluk adalah
kekuatan alam. Sloka tersebut mewajibkan umat Hindu untuk
mengembangkan kasih sayang kepada semua makhluk ciptaan Tuhan.
3. Dewa yang berprabawa dalam wujud binatang memiliki peran sesuai dengan
tugas yang diemban untuk menyelamatkan dunia.
4. Manawa Dharmasastra V.40 dinyatakan “ osadhyah pacawo wriksastir
yancah paksinastatha, yadnyartham nidhanam praptah, prabnu wantyutsritih
punah”, artinya tumbuh-tumbuhan dan hewan yang digunakan sebagai sarana
upacara agama kelak akan menjelma dalam tingkatan yang lebih tinggi. Dari
ulasan tersebut umat Hindu memiliki pandangan bahwa binatang yang
dipergunakan sebagai persembahan, justru akan menolong sang binatang
tersebut agar dapat menjelma kembali dalam kehidupan berikutnya menjadi
makhluk yang lebih sempurna, misalnya dari binatang menjelma manjadi
manusia.
5. Pada prinsipnya semua binatang dalam pandangan Hindu harus dihormati dan
disayangi, namun diantara binatang yang paling dihormati bahkan disucikan
adalah sapi.
6. Sapi merupakan binatang yang paling dihormati dan disakralkan atau
disucikan, menurut ajaran agama Hindu, sapi merupakan lambang dari ibu
pertiwi yang memberikan kesejahteraan kepada semua makhluk hidup di bumi
ini. Sapi memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia terutama untuk
memenuhi kebutuhan pokok seperti susu, keju, mentega. Di India, terdapat
sistem pengobatan yang dinamakan Ayur Veda yang salah satu teknik
pengobatannya disebut dengan “Panca Gavya” yaitu lima bahan yang
menyucikan yang dihasilkan oleh sapi, yaitu: susu, yoghurt, ghee, kencing
(urine) sapi, dan kotoran sapi. Di Jawa sapi juga bukan hanya dibutuhkan
susunya namun juga digunakan tenaganya untuk membantu para petani dalam
mngerjakan sawah dan ladang bahkan transportasi.
7. Agama Hindu mengajarkan tentang Tri Hita Karana yaitu tiga penyebab
terciptanya kebahagiaan atau keharmonisan, yang terdiri dari Parahyangan
yaitu selalu harmonis dengan Tuhan dengan wujud bhakti atau sembahyang,
Pawongan yaitu selalu menjaga keharmonisan dengan sesama manusia,
Palemahan yaitu menjaga keharmonisan lingkungan alam termasuk
didalamnya tumbuhan dan binatang. Dengan demikian dapat digambarkan
bahwa kehidupan manusia tidak akan terlepas dari unsur Paleman (alam,
tumbuhan, binatang), manusia akan selalu membutuhkan keberadaan hewan
atau binatang untuk menenuhi kebutuhan hidupnya.
Nama : Agus Wijaya (Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Alamat : Jl. Griya Candra Mas Sidati Sidiarjo
No Hp : 087852547418
1. Binatang adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan yang mempunyai dua
kemampuan lebih sempurna dibandingkan tumbuhan. Sedangkan manusia
adalah makhluk yang lebih sempurna dari pada tumbuhan dan binatang,
manusia mempunyai tiga kemampuan namanya bayu (tenaga), sabda (bisa
bersuara), dan idep (berpikir) dan tidak ada pada binatang maupun tumbuh-
tumbuhan. Teori penciptaan menurut agama Hindu Tuhan menciptakan
menciptakan tumbuhan dulu, kemudian menciptakan hewan, lalu menciptakan
manusia urutan logika hidup. Di dalam konteks ini binatang adalah makhluk
yang diciptakan oleh Tuhan yang diberikan dua kemampuan oleh Tuhan,
manusia yang diciptakan oleh Tuhan yang diberikan tiga kemampuan oleh
Tuhan.
2. Urutan kelahiran itu kalau kamu punya kakak kamu hormat kepada kakak,
kakakmu dibanding dengan kamu siapa yang duluan lahir, manusia dengan
binatang siapa yang duluan diciptakan oleh Tuhan binatang, kita harus hormat
bukan menyembah, tapi kita harus hormat. Binatang makhluk yang duluan
diciptakan. upacara di Hindu yang namanya Tumpak Kandang itu adalah
upacara keagamaan Hindu untuk menghormati binatang bukan menyembah,
menghormati karena dari segi urutan kelahiran penciptaan duluan ada.
3. Dewa Hindu itu ada banyak ada 33 dewa ada 9 dewa pengelompokan-
pngelompokan. Dewa itu tidak semua berwujud binatang ada satu dari ada
benar tidak semua. Genesa itu anaknya Tuhan yang berwujud binatang
kepalanya badannya manusia. Jadi saat Genesa kecil ditemgal lehernya
seharusnya mati tetapi atas kuasa Tuhan. Tuhan dalam Hindu Tuhan itu
mempunyai kekuasaan maha kuasa dan maha yang lainnya serba maha. Kalau
ada manusia, binatang mau dihidupkan oleh Tuhan bisa hidup apa tidak. Bisa
jadi Tuhan yang menghendaki. Kalau tidak bisa bukan Tuhan namanya.
Tuhan sendiri yang memberikan kehidupan. Menurut Tuhan kepalanya sudah
tempegal atau sudah mati beda badannya masih hidup terus disuruh cari gajah
ketemu kepala gajah dipotong kepalanya dipasangkan dengan tubuhnya
Genesa dan atas kekuasaan Tuhan, Tuhan itu mempunyai kekuatan kekuasaan
dipenggal lehernya gajah kecil di pasangkan ditubuh Genesa lalu nyambung
langsung ketubuh Dewa Genesa. Dewa Genesa suci dalam Hindu beliau yang
menulis kitab Weda karirnya pada zaman dahulu tidak semua Dewa seperti
itu.
4. Binatang dalam Hindu itu sebagian sebagai dari persembahan kepada Tuhan.
Di dalam Islam ada hari kurban binatang persembahan. Mirip di Hindu ada
kepercayaan ajaran itu bahwa dalam banten sarana doa Hindu itu ada binatang
yang persembahkan. Tetapi dalam Hindu ada kepercayaan binatang yang
dipersembahkan itu jiwanya menjadi lebih tinggi tetapi ada hubungannya
dengan reinkarnasi kepercayaan keempat dari ajaran Hindu dari lima
kepercayaan utama itu keempat reinkarnasi. Jiwa manusia atau jiwa binatang
dan jiwa makhluk-makhluk lainnya itu tidak sekali lahir beda dengan ajaran
Islam. Dalam agama Hindu jiwa saya sudah lahir kerkali-kali. Binatang yang
dipersembahkan itu doanya pemangku sama pendeta yang lebih tinggi
padanne mantranya jika di artikan “ semoga rohmu pada akan kelahiran akan
datang meningkat lebih suci”. Jadi dia di doakan bukan disia-siakan untuk
menjadi lebih tinggi derajatnya. Dia bersyukur karena dia dipersembahkan dia
di doakan oleh orang suci untuk pada kelahiran akan datang dan rohnya lagi
tidak menjadi binatang lagi menjadi manusia. Di dalam Hindu itu jiwa itu dari
manusia manjadi binatang misalnya dalam hidupnya memfitnah orang, suka
teriak-teriak, nanti kalau dia mati dilahir lagi dia menjadi anjing itu
kepercayaan Hindu. Kelahiran akan datang menjadi hukum dari Tuhan bisa
hukum karma. Kenapa saya menjadi pemangku saya ingin kelahiran akan
datang setelah saya meninggal meningkat lagi mungkin tetap manusia tetapi
manusia lebih baik atau suci. Tinggal milih mau lebih rendah atau lebih
tinggi. Hubungan binatang dipersembahkan seperti itu dia tidak disia-siakan
di korbankan dan didoakan supaya lebih baik kehidupannya.
5. Asli dari India itu sapi mandini kalau menurut ajaran Weda. Kendaraan Tuhan
sendiri tetapi dasar ajarannya zaman dahulu, zaman agraris sapi itu digunakan
untuk sarana. Pada zaman utama kehidupan agraris sapi itu membajak sawah
mengotong dari sawah disuruh kerja. Zaman dahulu sapi tidak dipotong dia
mati, mati sendiri. Sapi tidak menjadi persembahan karena dia dihormati
kalau dibuat pesembahan sarana banten bisa kerbau dipotong, terus kuda.
Pada zaman raja-raja upacara potong hewan persembahannya kuda lagi
binatang persembahannya ayam dan terus lain-lainnya. Sapi tidak
dipersembahkan akan tetapi dihormati. Sampai di Bali sampai sekarangpun
sebagian besar umat Hindu tidak memakan daging sapi, susunya diambil
diperas dan diminum tetapi binatangnya sendiri tidak.
6. Karena ajarannya bilang begitu Weda. Kalau logikanya Tuhan itu dia Tuhan
itu satu dalam Hindu Tuham mengambil menefestasi. Tuhan dalam Hindu
serba maha dia mau pecah dirinya menjadi 3 bisa, dia pecah dirinya menjadi 9
bisa, dia pecah dirinya menjadi 33 bisa. Ada lagi ajaran Tuhan itu bisa
menjadi Dewa, kadang menjadi manusia, menjadi buta, bisa menjadi semua
serba maha Tuhan itu macam-macam. Ketika dia berwujud Dewa, Dewa itu
punya kendaraan Dewa yang Trimurti Brahma, Wisnu, Siwa. Ketika Tuhan
berwujud Dewa Siwa kendaraannya namanya sapi nandini. Kendaraan Tuhan
sapi itu. Masak kendaraan Tuhan mau dibunuh dasarnya dari situ. Selain
logika-logika yang berikutnya itu karena sapi adalah binatang yang sangat
utama digunakan pada masyarakat agraris.
7. Urutan kelahiran dalam penciptaan alam semesta ini itu hewan itu duluan lahir
dari pada manusia. Dahulu hewan diciptakan Tuhan kemudian baru manusia.
Logikanya dalam urutan kakak beradik dalam satu keluarga adik menghormati
kakaknya yang duluan lahir. Jadi kelahiran kita setelah binatang, kita
menghormati binatang itu hubungannya. Dan kemudian karena diciptakan
manusia, dan manusia lebih sempurna Tuhan juga memberi hak kepada
manusia boleh menggunakan haknya hewan untuk menjadi persembahan
dalam persembayangan Hindu. Tetapi dengan catatan bukan sia-siakan tidak
boleh misalnya ada binatang dikepruk kepalanya, diletakkan. Di Hindu itu
binatang yang mau dipersembahkan diperlakukan sangat baik. Itu binatang
suci di doakan, binatang lain mungkin mati terjeletak di jalan ditabrak mobil
tetapi binatang pesembahan didoakan jiwanya.
Nama : Ketut Suardaka (Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Alamat : Jl. Perum Taman Surya Agung F1 No 1 Taman Sidoarjo
No Hp : 082237908186
1. Binatang adalah makhluk yang mempunyai dua kekuatan atau disebut dengan
Dwi Pramana, binatang hanya mampu hidup, hidupnya ada dua diam dan
bergerak sama binatang hanya bisa bersuara seperti burung, harimau macam-
macam suaranya, suaranya berbeda-beda sesuai dengan karakternya. Binatang
bisa berbuat hanya berdasarkan yeoni atau kekuatan yang diberikan saja
seperti membuat sarang seperti burung pinter membuat sarang tetapi sarang
saja. Binatang juga tidak bisa memperbaiki hanya bisa merusak karena
yeoningnya yang diberikan oleh Tuhan ada dua, tidak ada berpikir
masalahnya. Sedangkan Manusia adalah makhluk yang mempunyai tiga
kekuatan yaitu baik bayu, sabda, dan idep, idep kelebihannya. Bayu kekuatan
hidup, sabda itu bersuara atau berbicara, dan idep ini adalah berpikir.
Kelebihan manusia dibandingkan dengan binatang bepikir. Seperti manusia
membuat rumah, dan sebagainya, bisa berpindah-pindah kemudian manusia
juga bisa memperbaiki yang rusak menjadi bagus, dan menjadi rusak. Itu saja
perbedaan manusia dengan binatang dalam binatang tidak bisa berpikir.
2. Yang menjadi dasar adalah Tri Hitakarana antaranya 3 hubungan yang
menyebabkan kita harmonis. Satu hubungan dengan sang pencipta seperti
sembahyang, layani di Pure dan lain-lain. Kedua hubungan manusia dengan
manusia besosialisasi, keteman, manusia dengan manusia harus baik, manusia
sebelum lahir dalam kandungan sudah membutuhkan bantuan orang lain
sampai matipun diusung orang lain. Hubungan manusia dengan alam. Alam
ini bermacam-macam disamping manusia ada juga binatang ada tumbuh-
tumbuhan. Kalau kita dengan binatang misalnya tidak harmonis kemudian
bunuh-bunuh saja, makan-makan saja, tanpa ada perawatan, memelihara
seperti ayam habis. Maka manusia kesulitan sendiri, kalau tidak ada hubungan
tidak memahami alam sesungguhnya. Alam itu perlu dilestarikan oleh
manusia baik tumbuh-tumbuhan maupun binatang. Tumbuh-tumbuhan seperti
pohon ditebang begitu saja tanpa ada peremajaan yang rugi manusia
kehabisan kayu. Jika alam murka begitu karena tidak ada menahan air-air
hujan itu menghancurkan dirinya sendiri. Itu sebetulnya kenapa manusia harus
memelihara merawat alam khususnya tumbuh-tumbuhan dan binatang, karena
manusia hidup dari dua itu sat hewani, sat nabati. Kita tidak makan saja tetapi
merawat juga. Inilah manusia punya berpikir supaya hanya makan,
mengambil, tetapi merawat mereka supaya berkelanjutan makmur demi
manusianya.
3. Dewa di idedintik dengan berwujud binatang sebetulya tidak seperti wisnu itu
beliau sebagai memelihara wujudnya air. Air itulah wujud pemeliharaan oleh
Dewa Wisnu. Kalau binatang hanya simbolisasi saja sebagai suatu
keperwujudan. Inikan umat Hindu sendiri mempunyai simbol. Dahulu ada
binatang yang dipakai tumpangan Dewa Siwa seperti lembu, sapi. Mangkanya
orang Hindu mengatakan sapi itu adalah Dewa itu simbolis semuanya tidak
ada. Binatang itu simbolis. Zaman dahulu tidak seperti sekarang peralatan alat
kerjanya zaman dahulu merawat makanan disawah. Ada yang membajak
dengan binatang itu dengan sapi, sapi itu bayangkan dia sudah mau dipakai
kerja, kotorannya menjadi rabuk, kencingnya menjadi rabuk, dan mereka
tidak puas mau saja dipecuti sana kemari demi untuk kehidupan padi-padi
yang ada di sawah. Sehingga tumbuh bagus. Itu semua di bajak oleh sapi itu
kemudian kotorannya mampun kencingnya menjadi rabuk besar jasanya.
Orang Hindu menganggap juga memakan sapi bukannya tidak boleh, di
Hindu tidak ada larangan apapun hanya ada anjuran sebaiknya tidak memakan
daging sapi karena sapi itu diperah susunya demi anaknya demi anak manusia
minum air susunya tetapi berarti sapi mewakili ibu kita. Anak manusia ibunya
sakit tidak bisa menyusui kan membeli air susu untuk diminum. Itu berarti
saat beliau menjadi ibu binatang ini, karena merawat sebagai pemelihara,
Wisnu sebagai pemelihara. Kemudian ketika sapi juga digunakan membajak
di sawah sapi menumbuhkan merawat tumbuh-tumbuhan beliau teman kerja.
Ajuran Hindu mengapa sebaiknya tidak memakan daging sapi karena
kekuatan itu satu sebagai wakil ibu, simbolisasinya adalah minum air susunya.
Kedua karena sapi itu teman kerja bukan tidak boleh bukan ada larangan
Hindu tidak melarang memakan sapi saja. Tetapi anjurannya seperti itu,
karena seperti itu kebanyakan orang Hindu tidak memakan daging sapi, itu
hanya anjuran itu hanya khiasan di buat bentuk seperti itu supaya manusia
cepat memahami filsafat Hindu.
4. Yadnya ukuran besar seperti caru. Yadnya kepada Dewa, misalnya Dewa
yadnya walaupun upacara kecil tidak harus binatang, buah-buahan, daun-
daunan, bunga, tupa itu sudah cukup tetapi bila kita mengarah yang sudah
besar tingkat besar itu ada istilahnya suku 2, suku 4 ada yang berkaki 2 seperti
ayam, berkaki 4 misalnya kerbau, babi. Ini sebetulnya bukan keharusan
Karena manusia mengindektikkan dengan sesuatu yang lebih besar saja.
Sebetulnya nanti saya melihat upacara saya menjelaskan upacara harus
menggunakan apa. Kemudian upacara yang banyak menggunakan binatang
seperti Bhuta yadnya. Upacara Bhuta yadnya adalah upacara kepada para
penghuni bumi alam halus seperti butakala. Kenapa kita perlu binatang karena
itu ada tingkatan juga kalau cuman sehari-hari pembersihannya sebetulnya itu
upacara pembersian. Binatangpun yang digunakan untuk upacara tidak semua
binatang tertentu seperti butakala itu waktu, identikkan binatang-binatang
yang mengetahui waktu. Kalau yang paling kecil setiap harinya ayam yang
jelas, karena ayam itu pagi sudah mengetahui matahari sudah terbit sudah
bangun tempat dia baru keluar dari tempat tidurnya, sore sudah gelap dia
kembali. Manusia tidak seperti itu. Binatang itu tidak seperti itu. Anjing
makan tidak memandang waktu. Kemudian ayam ini disembelih yang
disembelih bukan ayamnya tetapi kita mengidentikkan sifat-sifat ayam. Sifat
ayam bagaimana dia sudah menggauhi anaknya, istrinya, cucunya, buyutnya,
sampai siapa saja digauhi. Digauhi dengan tidak bagus kepala dipegang sudah
diinjak-injak. Kemudian sudah dikasih seperti itu. Sifat-sifat manusia yang
seperti sifat-sifat ayam yang mengotori yang sebetulnya diidentik yang kita
bunuh. Kita bunuh sifat-sifat seperti ayam itu. Kalau kita di identikkan dengan
upacaranya dengan sifat-sifatnya. Mangkanya binatang yang dipilihpun yang
sifatnya jahat seperti itu. Kedua adalah babi kenapa babi karena perusak,
pemales, kotor. Jadi kita di identikkan membunuh sifat-sifat males, sifat-sifat
merusak, sifat-sifat kotor sebetulnya. Tujuannya supaya kita mengatur
kembali sifat-sifat kepada buta, supaya manusia tidak membawa sifat-sifat itu.
Kalau dari filsafatnya itu hanya segitu sebetulnya.
5. Binatang suci dan dihormati sebetulnya tidak suci dan dihormati tetapi
tergantung fungsi binatang itu dalam upacara seperti ayam bukan suci dan
digormati kita bunuh dalam upacara. Kedua anjing, anjingpun menjadi
butakala ataupun yang sifatnya 5 tahun 10 tahun sekali yang berhubungan
dengan waktu. Biasanya ada upacara maresigane upacara menggunakan ayam,
bebek, anjing itu sifat-sifat anjingpun ada sifat-sifat kalanya waktunya. Coba
liat bulan seperti bulan kameran maret, September anjing kawin namanya
kesange. Anjing kawin dia mengetahui waktu selain itu, anjing tidak ada
nafsu selain waktu itu bulan maret dan september. Jadi mengetahui waktu
tahunnya, waktu yang panjang. Kalau ayam waktunya harian, kalau anjing
tahunan 6 bulan sekali kawin bulan maret terutama. Upacara-upcara yang
menggunakan waktu yang lebih panjang digunakanlah anjing itu, karena
mengetahui waktu yang panjang. Tidak ada kita menghormati binatang tetapi
kita menyesuaikan dengan sifatnya kenapa anjing dihormati karena dipelihara
di rumahnya. Orang-orang tertentu menghormati anjing bukan menghormati
anjing tetapi menyanyangi anjing di rumahnya karena anjing itu lambang
kesetiaan anjing dahulu dalam bahasa jawa asu karena membawa sifat
kesetiaan asubakarma dan subakarma baik dan sifat buruk manusia yang
paling setia menemani manusia sampai mati. Kalau kita jahat disini bawa
kesana sifat dan kita akan di hukum disana itu kesetiaan perilaku kita. Kalau
kita baik disini kita mendapatkan yang bagus itu kesetiaan di identik di bumi
dengan bahasanya asubakarma dan subakarma baik dan buruk perbuatan.
Sehingga Darmawase di simbolisasi membawa anjing membawa sifat-sifat
baik dan buruk. Mangkanya di tegur anjing ini kalau baik akan menjadi Dewa
Darma ini sifat saya yang muncul, ini yang akan mengantarkan kedalam
surga. Kalau membawa sifat jahat dia diantarkan ke naraka. Karena
asubakarma dan subakarma yang paling setia menemani manusia sampai ke
dalam sana tidak lain dari sifat baik dan buruk.
6. Bukan yang paling agung karena sapi itu diambil susunya dia seolah mewakili
ibu. Kadang-kadang ibu belum tentu memberi susu karena dia punya penyakit
sehingga sapi di saat itu diminum susunya oleh manusia mewakili ibu kita. Di
saat jadi teman kerja, sapi menjadi membajak sawah kemudian kotorannya
memberikan rabuk, kencingnya memberikan rabuk. Sapi adalah teman kerja
harus di hormati, harus disanyangi. Sehingga manusia mengetahui orang
Hindu sadar tidak memakan daging sapi, karena melihat begitu besar jasanya
sapi itu. Bukan karena kita menghormati sapi itu karena alat kemakmuran. Di
dalam 3 fungsi Dewa Brahma, Wisnu, Siwa. Brahma pencipta, kemudian
pemelihara Dewa Wisnu. Alat pemeliharan itu sapi di identikkan orang
Hindu. Sapi itu diberi simbol tersendiri karena di identikkan memelihara
dalam melihara manusia karena memberikan susu dan teman kerja. Tidak ada
kita memuja itu hanya simbolis.
7. Tergantung binatang apa kalau misalnya ayam orang Hindu mengenal Tri
Hitakaran 3 hubungan yang dapat memberikan kemakmuran, manusia di kasih
pemikiran untuk merawat. Kalau ingin makan harus dirawat. Dirawat dulu
supaya tidak sampai punah sampai habis. Itu hubungan manusia dengan
binatang. Sehingga zaman saat ini banyak orang tertentu di Kota tidak mau
merawat tetapi beli makan-makan, akhirnya lama-kelamaan binatang itu
langka. Manusia sebetulnya tidak bisa merawat, bayangkan saja kalau
kelamaan-kelamaan orang memelihara qaran saja tidak ada ayam kampung,
tidak dapat telornya maka orangpun tidak ada. Sehingga di daerah-daerah ada
pembudidayaan ayam dengan perawatan supaya bisa nelor. Mangkanya telor
melimpah, karena ada yang memelihara, merawat, memberi makan sehingga
hasilnya dimakan jangan sampai pokoknya. Sebetulnya itu hubungan kita
dengan alam semesta seperti tumbuh-tumbuhan. Kalau kita ingin
mendapatkan kembang harus ada perawatan. Kembang tetap ada, orang-orang
senang melihatnya hidup. Dalam sembahyang kita memakai kembang itu
sendiri. Perlu ada pembudidayaan atau perawatan kembang itu. Sebabnya
manusia disini berbuat. Sembahyang juga merupakan perbuatan dimana
disuatu saat beliapun akan campur tangan di dalam alam semesta membantu
orang yang mau berusaha. Contoh kalau kita tanam kembang kita tidak
mungkin bisa membesarkan pohon kembang itu dan manusia tidak bisa
membuat daunnya, membuat bunganya, apalagi buahnya tidak mungkin. Kita
cukup hanya menanam, menyiram, merawat, supaya dia tetap hidup dari
gangguan binatang. Manusia hanya bisa berbuat dan merawat pohon itu kalau
kita sudah ada pengabdian untuk merawat alam ini dengan sendirinya nanti
alampun dengan campur tangan Tuhan dalam pengabdian kita akarnya di
tumbuhkannya oleh Tuhan. Karena manusia mau menyiram, manusia tidak
bisa membuat akar. Tuhan akan campur tangan dengan urusan menumbuhkan
akar, membesarkan batangnya. Kemudian memberikan daunnya, akhirnya
berbunga, berbuah. Manusia tidak akan bisa kita wajib menyiram. Manusia
tidak bisa membuat sesuatu yang lebih dari itu, itu campur tangan Tuhan
apabila kita mewatnya.
Nama : Nyoman Parta (Tokoh Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Alamat : Jl. Derta Sari Indah H 19 Waru
No Hp : 081332000771
1. Tuhan menciptakan alam ini terdiri dari tumbuhan, binatang, dan
manusia. tumbuhan hanya bisa memiliki tenaga. Binatang hanya bisa
memiliki suara dan hidup. Sedangkan manusia memiliki suara, hidup
dan pikiran. Jadi manusia lebih sempurna dari binatang dan tumbuhan.
2. Jadi karena 3 maka umat Hindu identik saudara alam ciptaan Tuhan.
Manusia menghormati binatang.
3. Dewa Genesa tetapi adalah sebuah kisah ibunya. Dewa Genesa
sebenarnya berwujud manusia saat dilahirkanpun Siwa suatu tempat.
Jadi si anak tidak mengetahui wujud bapaknya. Suatu hari nandi Siwa
mau masuk pintu agar dibuka. Singkat pergi pulang oleh si anak suatu
perintah ibunya Dewi Parwati tidak diperkenankan masuk kedalam
melalui dialog. Dewa Siwa memanggal kepala Dewa Genesa dan
Dewa memerintah mencari mahluk yang pertama itulah yang menjadi
kepala anakku seekor gajah keaslinya.
4. Manusia itu dilahirkan mengapa. Semua binatang selain buah-buahan
dan tumbuhan sebagai wujud bakti manusia kepada Tuhan, agar
persembahan dibakti sebelum dinikmati Tuhan dan membutuhkan
maka karena yang ada di alam miliknya. Masih dikasih pewenang oleh
Tuhan di alam kemudian kebutuhan hidupnya boleh memperoleh
binatang dan tumbuhan. Ekosistem berjalan dengan seimbang sebelum
binatang dan tumbuhan di persembahkan oleh manusia.
5. Semua binatang adalah seperti itu dihormati oleh agama Hindu karena
sama-sama ciptaan Tuhan. Aku adalah kamu, kamu adalah aku.
6. Sapi adalah kendaraan Dewa Siwa jadi Tuhan 3 Dewa dalam
filosofinya. Horizontal, Brahma adalah pencipta, Wisnu adalah
pemelihara, Siwa adalah penghancur atau pelebur. Sapi membantu kita
membajak di sawah dan susunya menghasilkan yang digunakan oleh
ibunya. Penghormatan umat Hindu terhadap sapi identikkan manusia
menghormati ibunya.
7. Identik-identikkan dengan memohon kepada Tuhan untuk digunakan
perjalanan ekosistem. Maksudnya hubungan antara Tuhan, sesama
manusia, dan alam.
Nama : Dewa Putu Adnyana (Guru Sekolah Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Alamat : Jl. Perum Gariya Permata Hijau No 10 Wodoro Candi Sidoarjo
No Hp : 087703391873
1. Makhluk ciptaan Tuhan itu ada 3 klasifikasinya yang pertama makhluk Eka
Pramana, makhluk Eka Pramana makhluk yang mempunyai satu daya
kemampuan dasar yang disebut dengan bayu. Bayu kalau cari makan,
kemampuan bergerak saja. Apa yang di golongkan Eka Pramana adalah
tumbuh-tumbuhan. Kemudian yang kedua itu makhluk yang mempunyai Dwi
Pramana dua kemampuan dasar yaitu gerak dan suara yang disebut dengan
sabda, jadi bayu dan sabda. Sabda itu bisa bersuara dan inilah binatang. Yang
paling sempurna itu adalah Tri Pramana manusia yang mempunyai bayu
tenaga atau bergerak, kemudian sabda bersuara, dan idep berpikir. Kalau
dilihat dari sini binatang adalah tergolong binatang Dwi Pramana. Kalau
manusia tergolong binatang Tri Pramana. Itulah sebabnya manusia dikatakan
makhluk yang paling sempurna atau paling lengkap karena mempunyai 3
kemampuan.
2. Dalam agama Hindu kewajiban untuk menghormati semua makhluk bagi
manusia karena dia makhluk ciptaan Tuhan. Oleh karena itu bagi orang Hindu
menganggap tumbuhan, binatang itu meskipun berbeda kelas di anggap
saudaranya oleh karena itulah harus diperlakukan seperti manusia. Tumbuhan,
binatang dan alam tempat hidup ini harus diperlakukan secara manusiawi
diperlakukan seperti dirinya. Oleh karena itulah di Hindu ada hari yang
khusus menghormati tumbuh-tumbuhan memuliakan tumbuh-tumbuhan,
memuliakan binatang selain memuliakan manusia itu sendiri. Binatangpun
dilakukan secara manusiawi. Oleh karena itu unsur-unsur alam itu juga di
perlakukan secara manusiawi seperti tanah, tanah dibuat patung, patung itu
kemudian disarungi. Jadi intinya kita memperlakukan sesuatu yang ada di
alam itu sebagai ciptaan Tuhan. Ini berhubungan dengan bakti kita
sesungguhnya. Orang yang berbakti kepada Tuhan orang yang cinta kepada
Tuhan harus mencintai semua ciptaannya, tidak egois. Orang berbakti kepada
Tuhan hanya fokus kepada Tuhan saja harus di tujukan keciptaannya. Sama
seperti kita mencintai orang tua kita cintai juga saudara-saudara yang lain dari
orang tua kita. Hanya cara menyanyangi, mencintai, mengasihi, berbeda-beda.
Tetapi cinta itu adalah kepada Tuhan. Karena kehidupan manusia pada
akhirnya Tuhan. Apapun yang kita lakukan di dunia ini itu sebagai bentuk
bakti penghormatan kemudian pemuliaan, maupun kepada Tuhan. Oleh
karena itulah dalam agama Hindu ada konsep namanya Tri Hitakarana 3
hubungan harmonis yang menyebabkan terjadinya kebahagiaan hidup di dunia
ini. Kalau hubungan ini salah satu di adakan itu tidak akan terjadi kehidupan
keharmonisan. Ada mantarnya berbunyi“ kita misalnya jangan
mengharapkan kebahagiaan yang sejati dalam kehidupan apabila dia tidak
mencintai alam” . kita misalnya bagus sujut bakti kepada Tuhan barang kali
sesama manusia bagus tetapi alam kita tidak dicintai kita rusak apa
dampaknya. Bagi kita sebenarnya hukum ini logis sebenarnya saya rasa dalam
agama lain juga begitu. Manusia dalam hidup ini hendaknya secara aktif
menggerakkan hukum yang tiga tadi, aktif melakukan hubungan dengan
Tuhan, baik dengan sesama manusia, baik dengan alam. Apabila dilakukan
maka terjadilah kebahagiaan hidup ini.
3. Ada dalam agama Hindu itu Dewa di identikkan di simbolkan dengan
binatang-binatang tertentu seperti Dewa Genesa kepala gajah. Sebenarnya itu
selain ada metodologinya kita logikanya gajah itu binatang yang sangat cerdas
dan tergolong binatang yang bijaksana. Jadi real oleh manusia bahwa Dewa
bertugas sebenarnya melindungi, memelihara manusia. Sifat-sifat Dewa
cerdas, mengasihi, menyanyangi, memelihara, melindungi dan lain-lain.
Apabila di simbolkan dengan binatang, di pilih binatang yang mempunyai
karakter seperti itu. Lebih mudah diperlihatkan kepada manusia sebenarnya.
4. Emang ada dalam disitu pengorbanan binatang terutama upacara Bhuta
yadnya adalah upacara yang berkaitan dengan penyucian dan penghormatan
terhadap alam, itu ada binatang-binatang yang digunakan. Itu sebenarnya di
dalam agama Hindu pengorbanan binatang itu bukan bermaksud membunuh
dan menyakiti, itu ada keyakinan namanya mensomea adalah meningkatkan
derajat binatang itu dari binatang karena di Hindu ada namanya reinkarnasi.
Nanti derajat rohnya melebihi binatang bisa menjadi manusia atau dalam
sifatnya nanti menjadi manusia, dan pada kelahiran yang akan datang
mempunyai sifat-sifat manusia. Sebagai satu filosofi orang Hindu selalu
berdoa semua makhluk meningkatkan derajatnya. Derajat yang lebih tinggi
lebih baik, lebih suci sehingga dia mencapai terakhirnya kepada Tuhan.
Karena konsep yang diajarkan oleh Hindu tujuan akhirnya moksa. Moksa
kembalinya bersatu atman, rohini kepada Brahman. Kesadaran roh akan
meningkatkan apabila dia mengambil wujud yang berbeda-beda. Apabila
nanti mengambil wujud binatang, manusia, tentu akan mempunyai kelebihan
dalam hal hidupnya. Sehingga lebih mempunyai peluang Brahma
meningkatkan karenanya perbuatan yang lebih baik. Meningkatkan derajat
kesucian meningkatkan derajat kesadaran rohnya. Di samping itu manusia
kesadarannya sama kecerdasan ini, kesadaran mencerminkan kecerdasan
orang. Semakin tinggi kesadaran ritual cerdas orang itu, ini proses somea. Jadi
meningkatkan derajat kesadaran roh binatang itu menjadi kesadaran yang
lebih tinggi. Itu mangkanya binatang itu dikorbankan. Di korbankan salah satu
tidak menyakiti semua dikorbankan mati semua nanti. Kalau saya pribadi itu
sebagai pahlawannya berkorban. Dia mewakili binatang-binatang lainnya
untuk meningkatkan derajatnya karena sesuai dengan filosofinya manusia itu
harus berupaya bagaimana unsur-unsur alam ini menjadi tetap baik selain
menjaga, oleh karena itu tidak boleh merusak alam, tidak boleh menyiksa
binatang dan lain-lain. Tetapi wujud kasih sayangnya juga ditujukan melalui
upacara ini. Memotong binatang bukan karena kejaman karena syarat
membunuh sudah ada. Di cari titik yang menyebabkan mati kemudian waktu
membunuh juga ada doanya.
5. Sapi, gajah, tetapi secara umum semuanya, tetapi khusus binatang-binatang
yang dipelihara seperti anjing. Semuanya yang dipelihara yang betul-betul di
rasa bermanfaat bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari bagi orang yang
memelihara, anjing sangat dihormati anjingnya makanya ada hari khusus
binatang namanya tumpek kandang atau yang disebut tumpek uye. Itu hari
khusus penghormatan terhadap binatang. Kalau manusia mempunyai anjing,
anjingnya yang dihormati di kasih selamatan diberi pakaian. Kalau
mempunyai babi, babinya yang dihormati. Kalau punya sapi, sapinya yang
dihormati.
6. Di dalam metodologi sapi sebagai kendaraan Dewa Siwa tetapi secara historis
binatang yang banyak menolong manusia. Karena dipakai tenaganya, bagi
yang tidak makan daging susunya sangat bermanfaat. Tenaganya bermanfaat
untuk membajak sawah, mengangkut hasil panennya, pupuknya berguna. Jadi
kalau kita lihat kedekatannya dengan manusia itu sapi dan jasanya kepada
manusia itu adalah sapi. Kalu dilihat kenyataannya selain metodologi, sapi
dihormati seperti itu. Sehingga ada petuah dari orang suci juga “tegahkah
kamu membunuh ibumu atau membunuh ayahmu”. Karena sapi dianggap
seperti itu menolong manusia bekerjaannya membajak, mengangkut hasilnya,
susunya berguna, kalau sampai binatang dibunuh. Ada orang yang
mengibaratkan seperti itu. Sehingga ada orang yang sangat menghormati
terhadap nasehat itu tidak mau membunuh apalagi memakan daging sapi. Jadi
hubungan kedekatannya. Dalam teologi Hindu Tuhan itu adalah yang pertama
Tuhan yang tidak berwujud Tuhan yang tidak mempunyai sifat atau Tuhan
yang belum menciptakan disebut nirguna brahma, kemudian begitu beliau
aktif menciptakan alam kemudian memelihara alam ini beliau Tuhan disebut
saguna brahama. Beliau Tuhan saguna brahma mempunyai sifat menciptakan,
memelihara, melebur. Mencipta Brahma dianggap Tuhan berwujud yang
mempunyai sifat kemudian Wisnu sang pemelihara, Siwa sang pelebur.
Pelebur mengembalikan ke asalnya. Milsanya manusia tercipta dengan tubuh
ada rohnya ketika mati tubuhnya kan harus hancur. Ini fungsi Siwa
meleburkan perusak. Tubuh manusia dari Panca Mahabuta yaitu unsur bayu
udara, unsur akasa, unsur teja adanya panas tubuh, kemudian zat cair bentuk
darah. Dewa Siwa mempunyai kendaraan sapi, sapi gaib yang bisa diliat oleh
orang-orang tertentu wujudnya sapi itu. Mangkanya itu salah satu alasan
mengapa sapi ini sangat dihormati.
7. Hubungan sangat erat tidak bisa dipisahkan karena dalam prosesnya, alam ini
tercipta setelah alam tercipta ada salah satu unsur alam bumi tempat kita.
Bumi dahulunya ada kemudian baru tumbuh-tumbuhan dari tumbuhan
sederhana kemudian rumput, pohon, kemudian dalam metogologinya dilihat
Tuhan menciptakan tumbuhan terus nanti penuh dengan tumbuhan
mangkanya dunia dianggap sepi, diciptalah binatang yang memakan
tumbuhan. Kemudian binatang yang memakan binatang andaikan semua
binatang ini memakan tumbuhan dimakanlah henefora binatang yang
memakan binatang sehingga populasinya bisa seimbang. Kemudian diciptalah
henefora yang memakan tumbuhan sehingga memakan binatang. Manusia itu
di dalam kitab Reg Weda manusia tidak mencapai kebahagiaan yang seperti di
dunia ini, apabila dia tidak menghormati alam ini termasuk tumbuhan dan
binatang termasuk Panca Mahabuta. Air di cemari, udara kotor, kira-kira
hidup kita bagaimana sehat apa tidak. Tumbuhan sebagai penghasil makanan,
mangkanya bumi ini kuat. Di dalam agama Hindu disebut dengan naga
ananta boga. Naga artinya lapisan bumi Ananta terus-menerus Boga makan.
Terus menerus yang menghasilkan makanan. Maka apa tumbuh-tumbuhan itu
tumbuh dari tanah. Itulah yang menghasilkan makanan jadi berupa sayur-
sayuran, buah-buahan, kemudian karena adanya tumbuh-tumbuhan yang
hidup binatang juga hidup karena adanya tumbuhan dan binatang, maka
merusakpun bisa hidup. Semua yang diciptakan oleh Tuhan berupa tumbuh-
tumbuhan sepupu dia, binatang pasti ada manfaatnya. Kalau dikaitkan dengan
kita tumbuh-tumbuhan dan binatang adalah penunjang hidup kita yang
menyebabkan justru mencapai hidup yang bahagia di dunia. Tanpa itu apa
yang terjadi. Binatang itu makan tumbuhan berjasa mengatur keseimbangan
alam sebenarnya. Jadi selain dia menjaga keseimbangan alam, binatang juga
bermanfaat untuk memberikan sumber makanan bagi kita juga, sumber tenaga
bagi kita. Meskipun sekarang sudah digantikan dengan mesin tenaga-tenaga
itu tetapi sumber makan tetap. Jadi ekonomi menjadi meningkat bergairah
karena jasa tumbuhan dan binatang. Oleh karena itulah hubungan kasih
sayang itu antara manusia dengan tumbuhan dan binatang itu mutlak harus
dilakukan. Kembali konsep Tri Hitakarana harmonis dengan Tuhan, hubuagan
harmonis dengan sesama manusia, hubungan harmonis dengan alam itu hal
yang mutlak. Sehingga ditegaskan lagi tidak boleh salah satu dihilangkan
karena manusia itu hanya cinta kepada Tuhan berbakti kepada Tuhan tetapi
tidak mencintai sesama manusia jadi kacau. Apalagi saling membenci akan
kacau.
Nama : Rajendra Wraspati (Guru Sekolah Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Alamat : Jl. Raya Juanda A 10
No Hp : 085335025216
1. Dua-duanya ciptaan Tuhan yang membedakan binatang dengan manusia.
Kalau manusia memiliki 3 Pramana yaitu sabda, bayu, dan idep. Sementara
binatang hanya memiliki sabda dan bayu. Sabda, bayu dan idep berarti sabda
bisa suara, bayu bisa hidup, idep bisa berpikir. Yang membedakan manusia
dengan binatang berarti adalah manusia bisa berpikir sedangkan binatang
tidak bisa berpikir.
2. Jadi sama-sama makhluk hidup itu memang ketika kita berhubungan
harmonis dengan makhluk hidup. Di Hindu mengenal ada 3 yang pertama
harmonis dengan Tuhan, harmonis dengan manusia, terakhir harmonis dengan
lingkungan sekitarnya. Binatang ini termasuk lingkungan seperti tumbuhan
dan binatang. Seperti sapi dalam Hindu kita mengenal 3 ibu, yang pertama ibu
melahirkan, kedua ibu yang memelihara, yang ketiga ibu yang menyusui.
Disini semua binatang yang menyusui kambing, kerbau, babi, yang sering di
buat susunya menyusui manusia. Kita merasakan sapi itu ibu kita juga dari
sisi pandangan sapi sebagai ibu. Kemudian wahana sapi itu kendaraan salah
satu Dewa manefestasi sang Widi Brahma Widi. Salah satunya Dewa Siwa.
3. Secara mentah seperti Dewa Genesa berkepala gajah, yang jelas merupakan
simbol ada taringnya yang patah ada tangannya kemudian ada belalainya yang
panjang. Tidak di identikkan saya rasa tidak di identikkan dengan binatang.
4. Karena dalam sarana upacara itu ada unsur-unsurnya. Sebetulnya tidak harus
dengan binatang ketika binatang itu di jadikan sarana upacara dalam Hindu
kita mengenal atman itu yang menjadikan sebuah makhluk hidup menjadi
hidup ketika lahir ke dunia baik menjadi manusia, tanaman, maupun binatang
itu atmannya terikat dengan raga. Sementara binatang dipergunakan sarana
upacara maka dia mempunyai kesempatan ketika atman ini lepas dari raganya.
Ketika binatang menjadi sarana upacara kemungkinan dia lahir ke dunia
menjadi manusia yang lebih baik itu lebih besar dibandingkan dengan
binatang yang mati karena mati tanpa digunakan upacara.
5. Sapi, karena gambaran umumnya sapi yang di pandang di sucikan dan
dihormati.
6. Pandangan kami umat Hindu dan dari segi binatang dalam trimurti ada
beberapa yang menggunakan binatang sebagai wahana atau kendaraannya
salah satu sapi. Karena sapi salah satu binatang juga susunya di konsumsi oleh
anak manusia. Jadi ibu yang 3 melahirkan, memelihara, menyusui, sapi itu
sama seperti ibu. Ibu bagi kami karena menyusui sehingga yang mengusai
hidup ada darah ada susunya sapi yang ada dalam tubuh manusia.
7. Yang jelas kita berusaha harmonis jadi ketika binatang itu ada kita
memanfaatkan tenaganya, perilakunya. Yang jelas kalau kita membunuh
binatang itu tidak boleh membunuh karena emang membunuh binatang itu
perbuatan yang tidak baik tetapi binatang itu di bunuh karena untuk di
konsumsi. Karena emang tujuannya binatang layak hidup atau sarana
uapacara yang berarti nanti berusaha meningkatkan kehidupan binatang
kehidupan selanjutnya.
Nama : Made Suparta (Umat Agama Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Alamat : Jl. Pondok Wage Taman Sidoarjo
No Hp : 08885002847
1. Manusia dengan binatang sama-sama makhluk hidup mereka semua berhak
untuk hidup. Binatang itu bisa membantu manusia dalam kehidupannya kita
tidak lepas dari binatang karena hubungan manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia, manusia dengan binatang. Kita perlu kembangkan dan tida
lepas dengan kebutuhan kita dengan binatang. Binatang sebagai makhluk
yang sangat-sangat kita butuhkan dalam kehidupan misalnya untuk membajak
sawah misalnya anjing menjaga rumah dan sebagainya. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang sangat diberikan keutamaan dibandingkan
dengan makhluk lainnya, karena manusia paling utama. Manusia itu posisinya
bisa mengatur yang lainnya dari ciptaan-ciptaan Tuhan itu.
2. Di dalam kitab Weda ada bahwa terutama sapi itu sangat membantu maka kita
sayangi seperti halnya kita sebagai manusia ada manusia yang membantu kita,
kita harus sayangi manusia-manusia itu. Binatangpun juga seperti itu karena
binatang membantu kita dalam kehidupan kita menjadi semakin makmur,
maka kita sayangilah binatang itu. Bukan kita sakiti binatang-binatang itu, itu
sudah ada dalam ajaran kitab Weda.
3. Tuhan menciptakan Dewa, Dewa inilah yang mempunyai peran-peran dalam
kehidupan Dewa Brahma pencipta, Dewa Wisnu pemelihara, Dewa Siwa
pelebur kemudian yang memusnahkan yang pantas di musnahkan bukan
segala di musnahkan. Yang jelas Tuhan itu menciptakan segala sesuatu dalam
bentuk apapun bisa dalam bentuk Dewa, Dewa Genesa, Dewa Wisnu itu
semua ciptaan Tuhan dan mempunyai peran tersendiri-sendiri dari Dewa itu.
4. Panca yadnya itu bentuknya kepada binatang seperti salah satunya Bhuta
yadnya kepada binatang. Kemudian mereka berhak hidup juga diberikan
kehidupan oleh Tuhan, karena itu kita sebagai manusia yang mempunyai
kemampuan yang lebih di atas makhluk-makhluk lain ciptaan Tuhan itu harus
menghormati dari ciptaan Tuhan yang lainnya.
5. Salah satunya sapi, karena sapi sangat banyak memberikan seperti susunya
kita bisa hidup, cerdas karena susu yang di hasilkan oleh sapi itu. Sapi itu
membantu kita untuk mengelola lahan kita supaya kita lebih makmur untuk
menghasilkan gandum, padi beras yang lebih banyak sehingga masyarakat
bisa lebih makmur.
6. Sapi itu lebih memberikan manfaat kepada kita. Coba bandingkan dengan
harimau apa manfaat kepada manusia. Coba bandingkan dengan gajah apa
manfaat bagi manusia. Jadi sapi paling banyak memberikan manfaat kepada
manusia. Sapi membantu manusia baik tenaganya, hasil produksinya yang
sapi berikan kepada manusia.
7. Anjing membantu menjaga rumah kita seperti pergi keluar ketika kita
kepergian anjing yang membangunkan. Ketika terjadi sesuatu hal yang tidak
bagus, seperti sapi, ayam. Misalnya ayam, ketika subuh ayam berkongkok
membangunkan kita bahwa sudah waktunya bangun.
Nama : I Gade Pasek Wira Bhuana (Umat Agama Hindu Pura Jala Siddhi Amertha
Juanda)
Alamat : Jl. Sutomu No 28 Sidoarjo
No Hp : 081916785877
1. Binatang adalah wujud reinkarnasi yang kedua setelah tumbuh-tumbuhan
sedangkan manusia reinkarnasi yang paling tinggi setelah binatang.
2. Karena kita percaya hukum karma apa yang kita perbuat, itu yang kita dapat
nanti. Kalau kita menghormati semua makhluk hidup kitapun akan
mendapatkan karma yang baik.
3. Kalau Dewa Genesa itu kepalanya gajah karena dahulu Dewa Genesa sangat
taat kepada orang tuanya. Suatu saat Dewa Genesa di suruh menjaga pintu
siapapun tidak boleh masuk karena ibu Parwati sedang mengganti baju atau
sedang melakukan sesuatu. Sampai akhirnya Dewa Siwa ingin masuk kamar
tersebut tetapi dihalangi Genesa, karena keteguhan Dewa Genesa akhirnya
dilarang Dewa Siwa padahal suaminya Dewi Parwati. Akhirnya Dewa Siwa
pun marah akhirnya kepala Dewa Genesa itu di potong. Sebelumnya kepala
biasa.
4. Karena binatang itu salah satu bentuk persembahan, yadnya adalah
persembahan suci.
5. Sapi, karena sapi kendaraan Dewa Siwa. Karena sapi membantu kita
membajak sawah. Angsa, anjing, kura-kura, naga dan lain-lain. Banyak
lainnya seperti singa, gajah dan burung garuda.
6. Karena sapi membantu kita dalam membajak sawah kerana tidak ada sapi kita
bisa menghasilkan beras dan sapi kendaraan Dewa Siwa.
7. Binatang itu dalam sehari-hari misalnya anjing menjaga rumah, kalau sapi
membantu membajak sawah, kalau ayam menghasilkan telor untuk
dikomsumsi sehari-hari. Jadi hubungan manusia dengan binatang saling
membantu dari segi pekerjaan, kebutuhan pangan dan persembahan.
Nama : Nika dek Arini (Umat Agama Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Alamat : Jl. Bumi Intan Permai A No 2 Sidoarjo
No Hp : 082244799334
1. Manusia derajatnya lebih tinggi, dari segi pemikirannya lebih tinggi. Binatang
semestinya di bawahnya. Akalnya manusia tetap nomer satu binatang di
bawahnya.
2. Karena binatang ciptaan Tuhan hanya derajatnya manusia lebih di atas sama-
sama ciptaan Tuhan. Jadi kita saling menghargai, saling menghormati,
maksudnya tidak menyakiti dalam artian menghormatinya tidak menyakiti
sampai membunuh itu tidak boleh.
3. Ada dasarnya kita berdasarkan metos Ramayana dan Mahabrata, itu ada
contohnya bukan sekedar binatang memang wujudnya binatang tetapi ada
nilai sakral dan nilai kesuciannya itu hanyalah simbol.
4. Misalnya Bhuta yadnya, memang Bhuta yadnya di bentuk dengan
persembahan. Umat Hindu membuat sesajen dari daun, perwakilan tumbuhan.
Bhuta yadnya sendiri dari binatang seperti ayam. Tingkat kecil ayam,
sedangkan tingkat yang besar anjing, anjingnya tertentu caranya juga
tingkatannya yang besar. Kalau Bhuta yadnya namanya yang panco satu
ayam. Itu banyak lebih luas lagi penjelasannya pakai ayam, anjing, kerbau
beda lagi tingkatan lebih tinggi.
5. Sapi kendaraan Dewa Siwa, gajah kendaraan Dewa Genesa, dan burung
garuda kendaraan Dewa Wisnu, lembu kendaran istri Dewa Siwa. Semua
binatang tidak boleh disakiti termasuk ayam karena digunakan persembahan.
6. Karena kendaraanya Dewa Siwa. Dewa Siwa sifatnya bisa melebur
maksudnya dalam artian Dewa yang paling tua yang harus terlebur.
Tingkatannya lebih tinggi di antara trimurti. Seperti dalam upacara ngaben
Dewa Siwa tingkatannya paling tinggi karena menghidupkan roh. Sapi itu
kendaraanya Dewa Siwa.
7. Pokoknya saling menghargai, saling membutuhkan kita butuh binatang untuk
bisa di makan. Seperti orang muslim membutuhkan sapi untuk di komsumsi.
Bedanya orang Bali binatang tertentu yang disucikan seperti sapi. Oran Bali
tidak boleh memakan daging sapi. Orang Bali dari segi medis mungkin karena
korestrol. Kalau dari Hindu bisa diantispasi dengan lain, misalnya
mangandung korestrol nanti netralisir dengan minuman apa seperti jus atau
yang lain. Hanya kalau sapi memang tidak boleh karena kendaraan Dewa
Siwa. Kita menghormati kanjungan tertinggi kita Dewa Siwa. Yang kedua
sebagai konsumsi kelansungan hidup.
Nama : Wayan Arnadi (Umat Agama Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Alamat : Jl. Bumi Permisi S 21 Sidoarjo
No Hp : 085646350738
1. Binatang status sosialnya lebih rendah dari manusia, tingkatannya lebih
rendah ketimbang manusia. Binatang mempunyai rasa dan hidup tetapi
pikirannya yang tidak ada pada binatang. Jadi bedanya dengan manusia, kalau
binatang itu pikirannya yang tidak ada, kalau manusia sendiri bedanya
dengan binatang dia lebih, pikirannya ada nalarnya. Jadi manusia bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Kalau binatang tidak
bisa mana yang baik dan mana yang tidak baik. Manusia tingkatannya lebih
tinggi karena manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak
baik.
2. Karena binatang juga ciptaan Tuhan, jadi kita sebagai manusia yang
mempunyai status sosialnya lebih tinggi. Kita tidak boleh memperlakukan
binatang tidak manusiawi karena binatang itu juga ciptaan Tuhan.
3. Karena sebenarnya semua makhluk itu ada unsur Tuhannya itu atman. Atman
itu nanti bisa dalam wujud apapun seperti manusia, binatang. Dewa Genesa
wujudnya yang mengambil binatang itu semua hanyalah bentuk fisiknya saja
akan tetapi unsurnya unsur Tuhan. Jadi, Dewa itu bisa mengambil bentuk apa
saja.
4. Karena binatang sama seperti kita di dalam binatang ada unsur Panca Maha
Buta, sama-sama ada darahnya hanya yang kurang dari itu pikirannya.
5. Sapi, anjing, ayam, bebek, kalau dalam upacara besar ada juga seperti burung
garuda.
6. Karena sapi itu kendaraannya Dewa Siwa di samping itu juga untuk manusia
temannya membantu pekerjaan di sawah, susunya juga di minum jadi
pantaslah untuk di hormati.
7. Sama-sama makhluk ciptaan Tuhan, sama-sama mempunyai unsur yang
paling mendasar itu unsur atman di manusia ada atman dan juga di binatang
ada atman. Yang paling mendasar sebenarnya kita mempunyai kesamaan
sama-sama ciptaan Tuhan, sama-sama ada unsur atmannya, mungkin
kebetulan binatang lahir statusnya lebih rendah dari manusia. Mungkin itu ada
hubungannya dengan reinkarnasinya.
LAMPIRAN IV
Dokumentasi hasil Wawancara Penelitian di Pura Jala Siddhi Amertha Juanda
Surabaya dan Kementrian Agama Jawa Timur
Ketut Suardaka (Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Agus Wijaya (Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Dewa Putu Adnyana (Guru Sekolah Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Rajendra Wraspati (Guru Sekolah Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Nyoman Parta (Tokoh Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
I Nengah Suka Arta, S.Pd.H (Bimas Hindu Kementrian Agama Jawa Timur)
I Gade Pasek Wira Bhuana (Umat Agama Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Made Suparta (Umat Agama Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Nika dek Arini (Umat Agama Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)
Wayan Arnadi (Umat Agama Hindu Pura Jala Siddhi Amertha Juanda)