refrat rso

20
FRAKTUR I. Definisi Fraktur Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total atau sebagian (Helmi, 2012). Apley dan Solomon (2010) mendefinisikan fraktur sebagai patahan pada kontinuitas tulang. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Fraktur juga dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menetukan apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson, 2006). Fraktur juga melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah di sekitarnya karena tulang bersifat rapuh, tetapi cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan, tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Smeltzer dan Bare, 2002). II. Penyebab Fraktur 1

Upload: andina-rosmalianti

Post on 23-Jan-2016

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat RSO

FRAKTUR

I. Definisi Fraktur

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang

bersifat total atau sebagian (Helmi, 2012). Apley dan Solomon (2010)

mendefinisikan fraktur sebagai patahan pada kontinuitas tulang. Fraktur

lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap

tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Fraktur juga dikenal dengan istilah

patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kekuatan,

sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan

menetukan apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap

(Price dan Wilson, 2006).

Fraktur juga melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah di

sekitarnya karena tulang bersifat rapuh, tetapi cukup mempunyai kekuatan dan

gaya pegas untuk menahan, tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang

mengakibatkan rusknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Smeltzer dan

Bare, 2002).

II. Penyebab Fraktur

Tulang secara relatif bersifat rapuh, namun memiliki kekuatan dan

ketahanan yang cukup untuk menahan stres yang cukup. Fraktur bisa terjadi

karena: (1) cedera; (2) stres yang berulang; atau (3) kelemahan abnormal

tulang (fraktur patologis).

1. Fraktur akibat cedera atau trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh hal yang tiba-tiba dan

dengan kekuatan yang berlebihan, yang dapat berupa pemukulan,

penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan yang mungkin bisa

terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kekuatan

langsung, terjadi tulang yang patah pada titik yang yang terkena trauma,

jaringan lunak juga rusak. Sedangkan pada trauma kekuatan tidak

1

Page 2: Refrat RSO

langsung, terjadi patah pada tulang dengan jarak tertentu dari lokasi yang

terkena trauma, terjadi jaringan lunak pada daerah fraktur karena

kombinasi beberapa kekuatan.

2. Fraktur akibat cedera berulang

Fraktur ini terjadi pada tulang yang normal yang terkena beban

berat berulang, seperti pada atlet, penari, atau pada orang-orang yang

memiliki program latihan yang melelahkan. Beban berat tersebut

memunculkan deformasi kecil yang memulai proses awal remodeling,

kombinasi resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru yang sesuai

dengan hokum Wolf.

Ketika paparan stres dan deformasi tersebut terjadi berulang

dan berkepanjangan, resorpsi terjadi lebih cepat dari penggantian

sehingga terjadilah fraktur. Hal serupa terjadi pada individu mengalami

pengobatan yang mengubah keseimbangan normal resorpsi tulang dan

penggantian tulang; fraktur karena tekanan semakin terlihat pada pasien

dengan penyakit inflamasi kronis yang memakai pengobatan steroid atau

methotrexate .

3. Fraktur patologis

Fraktur mungkin terjadi dengan adanya tekanan normal jika tulang

mengalami kelemahan karena perubahan pada strukturnya, seperti pada

osteopososis, osteogenesis, imperfakta atau Paget’s disease, atau pada lesi

litik seperti kista tulang atau metastase (Solomon et al., 2010).

III. Patofisiologi fraktur

Ketika terjadi patah tulang yang diakibatkan oleh trauma, peristiwa

tekanan ataupun patah tulang patologik karena kelemahan tulang, akan terjadi

kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak.

Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan

jaringan sekitarnya.. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla

antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi

2

Page 3: Refrat RSO

fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah

ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit.

Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses

penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal

penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan

tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak

dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai

organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,

sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada

otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke

interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan

menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan

syndroma kompartemen.

IV. Manifestasi Klinis Fraktur

Menurut Brunner dan Sudart (2002), manifestasi klinis dari fraktur

antara lain: nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas,

krepitus, pembengkakan lokal, serta perubahan warna, dengan penjelasan

sebagai berikut:

1. Nyeri

Nyeri dirasakan terus-menerus serta bertambah berat sampai tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan suatu bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalisasi gerakan antar fragmen

tulang.

2. Setelah terjadinya fraktur, bagian-bagian yang fraktur tidak dapat

digunakan seperti biasanya dan cenderung bergerak secara alamiah (terjadi

gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai

menyebabkan deformitas ektremitas yang bisa diketahui dengan

membandingkannya dengan ekstremitas normal. Deformitas bisa terlihat

atau teraba. Ekstremitas yang fraktur tidak dapat berfungsi dengan baik

3

Page 4: Refrat RSO

karena fungsi normal otot tergantung pada keutuhan tulang tempat

melekanya otot.

3. Shortening

Pada fraktur tulang panjang, bisa terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya terjadi karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah

lokasi fraktur.

4. Krepitasi

Saat lokasi fraktur diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

atau biasa disebut krepitasi yang teraba akibat adanya gesekan antar

fragmen yang satu dengan yang lain. Akan tetapi uji krepitasi ini dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang berat.

5. Pembengkanan serta perubahan warna local pada kulit terjasi akibat

trauma serta perdarahan yang mengikuti terjadinya fraktur. Tanda ini

biasnya terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

V. Klasifikasi

Klasifikasi fraktur didasarkan pada jenis fraktur yang terjadi pada

tulang. Jenis-jenis fraktur tersebut adalah simple fraktur, compound fracture,

transverse fraktur (fraktur transversal atau sepanjang garis tengah tulang),

spiral fraktur (fraktur yang memuntir seputar batang tulang), impact fraktur

(fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lain), greenstick fraktur (salah

satu sisi tulang patah, sedangkan sisi lain korteks tulang masih tersambung),

comminuted fraktur (tulang pecah menjadi beberapa fragmen).

Secara umum keadaan fraktur secara klinis dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

1. Fraktur tertutup (simple fraktur)

Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak

menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan

atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

4

Page 5: Refrat RSO

2. Fraktur terbuka (compound fraktur)

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan

dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk

from within (dari dalam), atau from without (dari luar).

VI. Pemeriksaan

1. Riwayat anamnesis, dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera

(posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera

tersebut.

2. Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi / Look

Dilihat apakah ada deformitas :  angulasi, rotasi, pemendekan,

pemanjangan,  bengkak.

b) Palpasi / Feel : Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat

fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera,

daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi.

c) Gerakan / Moving, untuk mencari :

Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang

spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.

Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena akan

menambah trauma.

Nyeri bila digerakan, baik pada gerakan aktif maupun

pasif.

Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-

gerakan yang tidak mampu digerakan, range of motion

( derajat dari ruang lingkup gerakan sendi ), dan kekuatan

Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, toraks, abdomen,

pelvis. Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan

awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah

menilai, dan circulation airway, breathing.

5

Page 6: Refrat RSO

3. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium :  darah rutin, faktor pembekuan

darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.

4. Radiologis untuk lokasi fraktur

a. meliputi seluruh panjang tulang

b. minimal dua sudut pandang: AP, lateral. Bisa ditambah oblique untuk

tulang-tulang pendek, pergelangan kaki, pelvis, dan vertebrae)

c. melibatkan dua sendi daerah fraktur

VII. Proses Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur

sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang

dialaminya. Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal

dan faktor sistemik.

Faktor lokal:

1. Lokasi fraktur

2. Jenis tulang yang mengalami fraktur.

3. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.

4. Adanya kontak antar fragmen.

5. Ada tidaknya infeksi.

6. Tingkatan dari fraktur.

Faktor sistemik adalah :

1. Keadaan umum pasien

2. Umur

3. Malnutrisi

4. Penyakit sistemik

6

Page 7: Refrat RSO

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :

1. Fase Reaktif

a. Fase hematom dan inflamasi

b. Pembentukan jaringan granulasi

2. Fase Reparatif

a. Fase pembentukan callus

b. Pembentukan tulang lamellar

3. Fase Remodelling

Remodelling ke bentuk tulang semula (Liberman, 2005).

Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi

atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.

1. Proses penyembuhan Fraktur Primer

Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi

upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika

kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu

sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung)

untuk membangun kontinuitas mekanis. Tidak ada hubungan dengan

pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling dari haversian system dan

penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah.

Ada 3 persyaratan untuk remodeling Haversian pada tempat fraktur adalah:

a. Pelaksanaan reduksi yang tepat

b. Fiksasi yang stabil

c. Eksistensi suplay darah yang cukup

2. Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder

Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan

jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara

garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase

proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling. (Buckley, R., 2004,

Buckwater J. A., et al,2000).

7

Page 8: Refrat RSO

3. Fase Inflamasi

Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan

berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan

yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung

fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah

terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan

mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk

memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan

spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai untuk :

a. Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra

membran pada tempat fraktur

b. Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur

c. Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan

osifikasi endokondral yang mengiringinya (Kaiser, 1996).

Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat

robekan pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu.

Namun pada perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan

oleh robekan pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi

yang menimbulkan kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini

dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.

4. Fase proliferasi

Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk

benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk

revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast

(berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan

menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada

patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid).

Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan

tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang.

Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur

8

Page 9: Refrat RSO

kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial

elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya

fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.

5. Fase Pembentukan Kalus

Fase pembentukan kalus merupakan fase lanjutan dari fase hematom

dan proliferasi mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang

kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang

rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar

dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan

tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen

patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan

tulang serat matur.

Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan efek

secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran

tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung

dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak

bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa

perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan.

Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor

pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang

menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast

dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial

Growth Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses angiogenesis

selama penyembuhan fraktur.

Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian

bersama osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai

osteosit, hal ini menandakan adanya sel tulang serta kemampuan

mengantisipasi tekanan mekanis (Rubin,E,1999).

9

Page 10: Refrat RSO

Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut

sampai fase remodelling adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan

fraktur (Ford,J.L,et al,2003).

Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut

berada terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam

waktu 2 minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang

fraktur tidak bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging

callus secara perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah

fraktur di bawah periosteum periosteal callus terbentuk di antara periosteum

dan tulang yang fraktur. Interfragmentary callus merupakan kalus yang

terbentuk dan mengisi celah fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary

callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar daerah fraktur (Miller,

2000).

6. Stadium Konsolidasi

Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus,

tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone).

Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus

jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi

celah di antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan

perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk

menerima beban yang normal.

7. Stadium Remodelling.

Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan

bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang

yang terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan

tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter

tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati

10

Page 11: Refrat RSO

bentuk semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah

sembuh secara klinis dan radiologi.

Fase Inflamasi

Fase Proliferasi

Fase Pembentukan

Fase Remodeling

Gambar 1. Proses Penyembuhan Kalus (Liberman, 2005)

11

Page 12: Refrat RSO

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart. Buku Ajar ilmu Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.

Editor:Suzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. Jakarta: EGC. 2001.

Buckley, R., . General Principle of Fracture Care, Department of Surgery,

Division of Orthopaedi, University of Calgary, Canada:4-32,2004.

Buckwalter, J. A.,et al . Orthopaedic Basic Science – Biology and Biomechanics

of The Musculoskeletal System, Second Edition, American Academy of

Orthopaedic Surgeons, United States of America.320-382,2000.

Ford, J. L., et. Al. . Endochondral Ossification in Fracture Callus During long

Bone Repair: The Localisaation of Cavity – lining cells within the

cartilage, New York, United States Of America:54,2004.

Kaiser . Cracking Bone Repair.Vol 271,Iss 3. Washington, United States of

America: 763,1996.

Liberman J, et. al. 2005. Bone Regeneration and Repair. Human Press : United

States of America. pp: 21-38

Miller, M. D. Review of orthopedic third edition, Phidelphia: Saunders:1-39,

2000.

Rubin, E., Pathology, Third Edition, Lippincort, United States of America.1338-

56. 1999.

Schwartz SI. 2000. Principles of Surgery Companion Handbook 7th Edition.

London: McGraw-Hill Professional.

Sjamsuhidajat R. dan Jong W.D. 1997. Buku Ajar Bedah. Ed Revisi.

Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC: 995-1093.

Solomon, Warwick DJ, Nayagam S. Apley's System of Orthopaedics and

Fractures 9Ed. 2010. London: Arnold.

12