refrat myasthenia gravis (arawinda 10-069)

17
BAB 1 PENDAHULUAN MyastheniaGravis (MG) adalah penyakit autoimun kronisdari transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah baha untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius. Myasthenia Gravis te salah satu jenis penyakit autoimun. Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimu sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringan sendiri. Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, m batuk dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan ba otot yang membantu pernaasan juga dapat terserang. !ealth "ommunity dalam sebuah website-nya mendeinisikan Myasthenia Grav sebagai penyakit autoimun kronis yang berakibat pada kelemahan otot skelet. #t skelet adalah serabut-serabut otot yang terdiri dari berkas-berkas atau strias yang berhubungan dengan tulang. Myasthenia Gravis menyebabkan kelelahan yang $ (atigabilitas) dan kehilangan kekuatan pada saat beraktivitas, dan membaik setelah istirahat. %emudian terdapat perkembangan dalam pengertian tentang struktur dan un dari &$h' serta interaksinya dengan antibodi &$h'. !ubungan antara konsentrasi,spesiisitas, dan ungsi dari antibodi terhadap maniestasi klinik gravis telah dianalisis dengan sangat hati-hati, dan mekanisme dimana mempengaruhi transmisi neuromuskular telah diinvestigasi lebih jauh. alaupun terdapat banyak penelitian tentang terapi miastenia gravis yang beda, tetapi tidak dapat diragukan bahwa terapi imunomodulasi dan imunosupres memberikan prognosis yang baik pada penyakit ini. Ironisnya, beberapa dari ter justru diperkenalkan saat pengetahuan dan pengertian tentang imunopato sangat kurang. 1

Upload: arawindahaniastri

Post on 04-Nov-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Refrat Myasthenia Gravis

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUANMyasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius. Myasthenia Gravis termasuk salah satu jenis penyakit autoimun. Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri. Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga dapat terserang.Health Community dalam sebuah website-nya mendefinisikan Myasthenia Gravis sebagai penyakit autoimun kronis yang berakibat pada kelemahan otot skelet. Otot-otot skelet adalah serabut-serabut otot yang terdiri dari berkas-berkas atau striasi (striasi otot) yang berhubungan dengan tulang. Myasthenia Gravis menyebabkan kelelahan yang cepat (fatigabilitas) dan kehilangan kekuatan pada saat beraktivitas, dan membaik setelah istirahat.Kemudian terdapat perkembangan dalam pengertian tentang struktur dan fungsi dari AchR serta interaksinya dengan antibodi AchR. Hubungan antara konsentrasi,spesifisitas, dan fungsi dari antibodi terhadap manifestasi klinik pada miastenia gravis telah dianalisis dengan sangat hati-hati, dan mekanisme dimana antibodi AchR mempengaruhi transmisi neuromuskular telah diinvestigasi lebih jauh.Walaupun terdapat banyak penelitian tentang terapi miastenia gravis yang berbeda-beda, tetapi tidak dapat diragukan bahwa terapi imunomodulasi dan imunosupresif dapat memberikan prognosis yang baik pada penyakit ini. Ironisnya, beberapa dari terapi ini justru diperkenalkan saat pengetahuan dan pengertian tentang imunopatogenesis masih sangat kurang.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKAA.DEFINISIIstilah Myasthenia adalah bahasa latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius. Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Myasthenia Gravis termasuk salah satu jenis penyakit autoimun. Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri. Antibodi inimerupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan. Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga dapat terserang.

B. ETIOLOGIMyasthenia gravis disebabkan oleh kelainan dari imun sistem. Faktor utama penyebabnya tidak diketahui. Kelainan ini juga mempunyai faktor genetik, hal ini bisa dilihat dari adanya tipe kongenital myasthenia gravis dan tipe transient myasthenia gravis. Pada beberapa penelitian myasthenia gravis dapat dikaitkan dengan kelainan autoimun lainnya. Pasien dengan keluarga yang menderita rheumatoid arthritis, scleroderma, dan lupus dapat mening-katkan angka kejadian penyakit tersebut.Pada penderita penyakit ini didapatkan pula sekitar 15% mengalami thymoma (tumor pada thymus) dan sekitar 60-80% mengalami hiperplasia (pembesaran abnormal) thymus. Thymus merupakan organ tubuh yang memproduksi sel yang terlibat dalam proses imunitas.

C. KLASIFIKASIKlasifikasi Myasthenia Gravis berdasarkan The Medical Scientific Advisory Board (MSAB) of the Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) : Class I Kelemahan otot okular dan Gangguan menutup mata, Otot lain masih normal Class II Kelemahan ringan pada otot selain okular, Otot okular meningkat kelemahannya Class IIa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal Class IIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi ekstrimitas Class III Kelemahan sedang pada otot selain okuler, Meningkatnya kelemahan pada otot okuler Class IIIa Mempengaruhi ektrimitas , Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal Class IIIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi ekstrimitas Class IV Kelemahan berat pada selain otot okuler, Kelemahan berat pada otot okuler Class IVa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit pengaruh pada otot-otot oropharyngeal Class IVb Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan oropharyngeal, Juga mempengruhi otot-otot ekstrimitas Class V Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus post-operative)

Millichap dan Dodge membagi Miastenia gravis pada anak dalam 3 tipe :1. Neonatal transient Miastenia gravis Tipe ini terdapat pada 10-20% bayi baru lahir dari ibu-ibu yang menderita Miastenia gravis. Beratnya gejala tidak berkaitan dengan beratnya penyakit pada ibu. Segera atau beberapa jam setelah lahir, bayi menjadi lemah, nangis dan gerakan berkurang, tidak dapat mengisap, sukar menelan, pernapasan melemah. Gejala ini berlangsung tidak lebih dari 1 Bulan dan bayi berangsur-angsur kembali normal karena masuknya anti-AChR dari ibu secara transplasenter ke dalam tubuh bayi.2. Neonatal persistent Miastenia gravis (congenital Miastenia gravis)Gejala timbul pada waktu lahir, tetapi ibunya tidak sakit Miastenia gravis. Gejala hampir sama dengan tipe neonatal transient Miastenia gravis, Bersifat ringan, berlangsung lama, makin lama makin buruk. Relatif resisten terhadap pengobatan dan remisi komplit jarang.3. Juvenile Miastenia gravisTipe ini timbul pada umur 2 tahun sampai remaja. Keluhan dan gejala sama seperti pada orang dewasa dan gejala pertama biasanya diplopia dan ptosis atau gejala THT seperti gangguan mengunyah, menelan atau suara sengau.

D. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN BIOKIMIA NEUROMUSKULAR JUNCTION1. Anatomi Neuromuscular JunctionSebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang anatomi dan fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting. Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang disebut neuromuscular junction atau sambungan neuromuskular.Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction.

2.Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular JunctionCelah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran post sinaptik. Lebarnya berkisar antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu lamina basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa yang dapat dilalui oleh cairan ekstraselular secara difusi.Terminal presinaptik mengandung vesikel yang didalamnya berisi asetilkolin (ACh). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma bagian terminal namun dengan cepat diabsorpsi ke dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil, yang dalam keadaan normal terdapat di bagian terminal suatu lempeng akhir motorik (motor end plate).Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125 kantong asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. Bila potensial aksi menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium ke bagian dalam terminal. Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai pengaruh tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan bersatu ke membran saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps. Asetilkolin yang dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChRs) pada membran post sinaptik.Secara biokimiawi keseluruhan proses pada neuromuscular junction dianggap berlangsung dalam 6 tahap, yaitu:1)Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan enzim kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi berikut ini: Asetil-KoA + Kolin a Asetilkolin + KoA2)Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat-membran yang disebut vesikel sinap dan disimpan di dalam vesikel ini.3)Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahap berikutnya. Peristiwa ini terjadi melalui eksositosis yang melibatkan fusi vesikel dengan membran presinaptik. Dalam keadaan istirahat, kuanta tunggal (sekitar 10.000 molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi satu vesikel sinaps) akan dilepaskan secara spontan sehingga menghasilkan potensial endplate miniature yang kecil. Kalau sebuah akhir saraf mengalami depolarisasi akibat transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka saluran Ca2+ yang sensitive terhadap voltase listrik sehingga memungkinkan aliran masuk Ca2+ dari ruang sinaps ke terminal saraf. Ion Ca2+ ini memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis yang melepaskan asitilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke dalam rongga sinaps.4)Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah sinaps ke dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan bagian yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor asetilkolin (AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf. Kalau 2 molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka reseptor ini akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran dalam reseptor yang memungkinkan aliran kation melintasi membran. Masuknya ion Na+ akan menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga terbentuk potensial end plate. Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi potensial aksi yang ditransmisikan disepanjang serabut saraf sehingga timbul kontraksi otot.5)Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:Asetilkolin + H2O Asetat + KolinEnzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina basalis rongga sinaps6)Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.Setiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar dengan saluran yang akan segera terbuka setelah melekatnya asetilkolin. Kompleks ini terdiri dari 5 protein subunit, yatiu 2 protein alfa, dan masing-masing satu protein beta, delta, dan gamma. Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat bergerak secara mudah melewati saluran tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial dari membran post sinaptik. Peristiwa ini akan menyebabkan suatu perubahan potensial setempat pada membran serat otot yang disebut excitatory postsynaptic potential (potensial lempeng akhir). Apabila pembukaan gerbang natrium telah mencukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot yang selanjutnya menyebabkan kontraksi otot

E. PATOFISIOLOGIMekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis. Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain.Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum penderita miastenia gravis secara langsung melawan konstituen pada otot. Hal inilah yang memegang peranan penting pada melemahnya otot penderita dengan miatenia gravis. Tidak diragukan lagi, bahwa antibody pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata.Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai penyakit terkait sel B, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin. Peranan sel T pada patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol. Timus merupakan organ sentral terhadap imunitas yang terkait dengan sel T. Abnormalitas pada timus seperti hiperplasia timus atau thymoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien dengan gejala miastenik.Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang baru disintesis.

Gambar 1. Patofisiologi myasthenia gravis

F. MANIFESTASI KLINISKurang lebih 90 % gejala awal dari myasthenia gravis dapat berupa kesukaran berbicara (dysarthria), sulit menelan (dysphagia), kelopak mata jatuh (ptosis), penglihatan ganda (diplopia). Otot wajah, laring, dan faring juga sering terlibat dalam MG. Keterlibatan ini dapat mengakibatkan regurgitas melalui hidung ketika berusaha menelan (otot palatum); bicara hidung yang abnormal; dan tidak dapat menutup mulut, yang disebut sebagai tanda rahang menggantung (hanging jaw sign). Dengan terkenanya otot wajah, pasien akan terlihat seperti menggeram bila mencoba tersenyum. bila penyakit ini hanya terbatas pada kelopak mata saja , maka prognosisnya menjadi lebih baik. Pasien juga sering mempunyai suara sengau, dan kelemahan otot leher yang dapat menyebabkan kepala jatuh kedepan atau kebelakang. Gejala ini hilang timbul, dan dapat menghilang selama beberapa minggu yang kemudian muncul kembali.Komplikasi yang dapat terjadi pada myasthenia gravis ialah crisis myasthenic dimana otot pengatur pernafasan terkena , sehingga dapat menjadi kelemahan otot yang dapat berakibat kegagalan pernafasan . Keadaan ini mengakibatkan pasien membutuhkan pernafasan bantuan yang secepatnya.Selain itu dapat juga terjadi komplikasi yang lain seperti : tersedak makanan, aspirasi makanan/ minuman, dan pneumonia. Keadaan ini dapat terjadi karena otot pernafasan yang terserang menjadi lemah sehingga refleks batuk menjadi lemag dan pasien menjadi susah untuk membersihkan lendir di trakeanya. Faktor-faktor yang memicu komplikasi ialah infeksi, operasi, kortikosteroid yang diturunkan dosisnya terlalu cepat, overekskresi ( terutama daerah yang panas ) ,kehamilan dan stress.

Gambar 2. Manifestasi klinis

G. DIAGNOSISDiagnosis myasthenia gravis ditegakan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik. .Dari anamnesa didapatkan pasien mengalami kelemahan otot saat melakukan aktivitas yang akan memebaik setelah beristirahat, kelopak mata yang jatuh dll.Pemeriksaan neurologik :Tanda meliputi : Kelemahan otot wajah termasuk kelopak mata yang menggantung Penglihatan ganda Kesulitan bernafas, berbicara dan mengunyah Kelemahan pada otot tangan dan kakGejala yang umum yang terlihat pada pasien dengan Miastenia Gravis adalah : Diplopia (penglihatan ganda) Ptosis (kelopak mata tang menggantung)DiplopiaPenglihatan danda yang terjadi ketika mata tidak dapat memfokuskan, dikarenakan lemahnya satu atau lebih otot luar mata yang mengontrol pergerakan mata. Hal ini lebih sering muncul ketika melihat ke atas atau ke samping. Untuk menghilangkan kelemahan ini pasien akan memiringkan wajahnya kea rah otot mata yang lebih baik.PtosisPtosis (kelopak mata yang menggantung) juga disebabkab lemahnya otot. Kedipan mata atau kernyitan kelopak mata yang menggantung kadang-kadang dapat terlihat. Bila kedua kelopak mata menggantung, umumnya satu mata lebih menggantung dibandingkan yang lainnya.Selain dengan melihat tanda-tanda tersebut ada beberapa test yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosa penyakit Myasthenia Gravis. Test-test yang dapat dilakukan itu antara lain :1. Test WartenbergBila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba test Wartenberg. Penderita diminta untuk menatap tanpa kedip kepada suatu benda yang terletak diatas dan diantara bidang kedua mata untuk beberapa waktu lamanya. Pada Myasthenia Gravis, kelopak mata yang terkena akan menunjukkan ptosis.2. Test Prostigmin atau Test NeostigminProstigmin dicampur dengan atropine sulfas kemudian disuntikkan kedalam pembuluh darah penderita (intramuskularis atau subcutan). Meningkatnya kekuatan otot rangka yg lemah setelah disuntik 1.5 mg prostigmin SK (timbul dalam waktu 10-15 min dan berlangsung sampai 4 jam). Atropin sulfat 0.6 mg diberikan secara simultan untuk mengatasi efek samping seperti ventricular fibrilasi dan penghentian jantung. Injeksi intravena 2-3 mg digunakan sebagai suatu dosis tes untuk membedakan krisis myasthenik (yang akan membaik) dengan intoksikasi akibat pengobatan berlebihan (tanpa perubahan) pada penderita myasthenik yang dalam pengobatan.Test dianggap positif apabila gejala-gejala kelemahan menghilang dan tenaga membaik. Prostigmin secara oral juga bisa diberikan sebagai dosis test. Efeknya masih perlahan pada permulaan dan berakhir lebih dari 2 sampai 3 jam.3. Test Edrophonium Chloride (Tensilon)Dasar dari tes ini adalah dimana acetylcholinesterase menghancurkan acetylcholine (Ach) setelah otot distimulasi, untuk mencegah otot terstimulasi lebih lama. Pada MG, ada sedikit penerima asetilkolin (AChR) pada otot dan asetilkoline dihancurkan sebelum bisa secara penuh menstimulasi otot, sehingga menghasilkan kelemahan otot. Edrophonium chloride (Tensilon) adalah obat yang bekerja memblok aksi dari acetylcholinesterase untuk beberapa saat. Dengan merintangi aksi dari asetilkolineterase, tensilon memperpanjang stimulasi otot dan secara berkala memperbaiki kekuatan. Pada penderita ini, injeksi 10 mg. Tensilon secara intravenous akan meredakan kelemahan dalam waktu 20-30 detik. Tes ini paling efektif, saat terjadi kelemahan otot yang dapat diobservasi. Efek samping dari tes ini adalah ritme jantung abnormal selama beberapa saat seperti atrial fibrilasi dan bradikardi. Pemeriksaan penunjang :1.Pemeriksaan darah : untuk melihat beberapa serum level antibody, seperti : a. Anti-asetilkolin reseptor antibodiHasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibody.b. Antistriated muscle (anti-SM) antibodyMerupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkan hasil positif.c. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.2.Rontgen dada dan CT-scan leher untuk mendeteksi thymoma.Kebanyakan 20 % pasien dengan Miastenia gravis mempunyai Kelainan di Timoma, di mana sekitar 70 % adalah Pembesaran Tymus.

3.Elektromiografi (EMG)alat ini menggunakan elektroda yang menstimulasi otot dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang makin melemah menunjukan adanya myasthenia gravis.

H.PENGOBATAN1.Medikamentosa-Anticholinesterase : Pengobatan medis dengan obat antikolenesterase adalah terapi terpilih untuk menetralkan gejala MG. Neostigmin menon-aktifkan atau merusak kolinesterase sehingga asetilkolin tidak cepat rusak. Efeknya adalah pemulihan aktivitas otot mendekati normal, paling tidak 80% hingga 90% dari kekuatan atau daya tahan otot sebelumnya. neostigmin ( prostigmin ) Obat ini mencegah penghancuran Ach dan meningkatkan akumulasi Ach pada neuromuscular junction Dosis : 15 mg peroral 4 kali sehari (dapat dinaikan sampai 180 mg perhari sampai terjadi perbaikan).Untuk keadaan darurat penderita harus selalu membawa 2 ampul @ 0.5 mg neostigmin methylsulfat untuk segera diberikan secara IM/ SK. Dan harus segera berada dibawah pengawasan medis. Efek samping : hipersalivasi , fasikulasi , nyeri perut, mual, diare. Pyridostigmin bromida (Mestinon)Analog neostigmin, kadang kadang lebih efektif pada pengobatan otot bulbar. Dosis 0.6-1.5 g sehari dengan interval. Tablet long acting (Mestinon Timespan) masing masing 180 mg, terutama berguna saat tidur.

Terapi ImumunosupresiveMenekan antibody yg memblok AchR pada neuromuscular junction, dan dapat digunakan bersama antikolinesterase Kortiosteroid : prednisoneDosis : Dosis Prednison : 1 mg /kgbb/hari.Efek samping : katark, hipertensi ,tukak lambung, osteoporosis , hiperglikemia.

2.Operatif- ThymectomySekitar 15% penderita MG memiliki tumor atau hiperplasi kelenjar timur yang disebut timoma. Timus terlibat dalam perkembangan sistem imun sehingga pengangkatan kelenjar bersifat kuratif bagi beberapa pasien. Keputusan untuk melakukan timektomi dibuat berdasarkan pasien tersebut, karena keuntungan timektomi dalam mengurangi gejala tidak sebesar pada pasien usia tua atau yang telah menderita MG lebih dari 5 tahun. Sekitar 30% penderita MG timoma yang menjalani timektomi pada akhirnya mengalami remisi bebas-pengobatan. Lima puluh persen yang lain mengalami perbaikan nyata.

I.KRISIS DALAM MYASTHENIA GRAVISPasien miastenik dikatakan berada dalam krisis bila sudah tidak mampu menelan, membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat. Dua jenis krisis adalah (1) kriris miastenik, yaitu keadaan ketika pasien membutuhkan lebih banyak obat antikolinesterase, dan (2) krisis kolinergik, yaitu keadaan yang terjadi akibat kelebihan obat antikolinesterase. Pada keadaan lain, ventilasi dan jalan yang adekuat harus dipertahankan. Edrofonium klorida (Tensilon) (2 hingga 5 mg) diberikan secara intravena sebagai tes untuk membedakan jenis krisis. Obat tersebut menghasilkan perbaikan sementara dalam krisis miastenik namun tidak memperbaiki atau memperburuk gejala pada krisis kolinergik.J.PROGNOSISGejala Myasthenia Gravis biasanya bertambah parah dalam 3 tahun. Setelah 3 tahun biasanya pasien sudah stabil atau membaik. Pemberian terapi yang adekuat dan dini telah mengurangi angka kematian pasien akibat gagal pernapasan.Pasien yang berumur > 40 tahun dan pasien dengan perjalanan penyakit yang memburuk dalam waktu singkat dan yang mempunai Thymoma mempunyai prognosa yang lebih buruk.

BAB 3PENUTUPMiastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saatberaktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari pada neuromuscular junctionMyasthenia gravis disebabkan oleh kelainan dari imun sistem. Faktor utama penyebabnya tidak diketahui. Pada penderita penyakit ini didapatkan pula sekitar 15% mengalami thymoma (tumor pada thymus) dan sekitar 60-80% mengalami hiperplasia (pembesaran abnormal) thymus. Thymus merupakan organ tubuh yang memproduksi sel yang terlibat dalam proses imunitas.Gejala Myasthenia Gravis biasanya bertambah parah dalam 3 tahun. Setelah 3 tahun biasanya pasien sudah stabil atau membaik. Pemberian terapi yang adekuat dan dini telah mengurangi angka kematian pasien akibat gagal pernapasan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A Wilson, Lorraine M, 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. vol 2. EGC. Jakarta2. Frotscher, M. M. Baehr. 2012. Diagnosis topic neurologi DUUS : Anatomi Fisiologi , tanda dan gejala, Ed. 4. EGC. Jakarta 3. Review article, Myasthenia Gravis, JAOA, vol 104, No 9, September 2004, 377-3844. Sidharta, P. Neurologi Klinis dalam praktek umum. Pustaka universitas, No 25, 174-176 5. Penn, Audrey.Merrit Neurology 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2000.

1