diagnosis myasthenia gravis

8
Skema patofisiologi myasthenia gravis kematian

Upload: annisanurf

Post on 06-Nov-2015

78 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

diagnosis

TRANSCRIPT

kematian

Skema patofisiologi myasthenia gravis

Diagnosis Myasthenia Gravis

Skema 1. Tanda dan gejala myasthenia gravis

Skema 2. Alur diagnosis myasthenia gravis (Isselbacher,1998)

Anamnesis dan Pemeriksaan FisikPerhatikan tanda-tanda atau manifestasi klinis pasien, pasien biasanya mengeluhkan tentang kelopak matanya yang turun, terutama pada pasien muda, hal tersebut dapat menganggu dari segi kosmetika. Selain itu pasien juga mengeluhkan cepat mudah kelelahan apabila beberapa saat setelah melakukan aktivitas meskipun itu ringan terutama dibagian proksimal, tapi dapat kembali pulih dengan istirahat dan merasa terus seperti itu. Selain itu terdapat penglihatan ganda (diplopia), kelemahan dalam berbicara setelah beberapa menit, kesulitan mengunyah atau menelan terutama pada makanan yang memerlukan kekuatan ekstra, kepala tiba-tiba jatuh ke depan tanpa pasien merasa pusing atau mengantuk, kelemahan pada bahu dan pinggul menjelang sore hari, adanya kelainan pernafasan cepat dan dangkal akibat kelemahan otot pernafasanPemeriksaan PenunjangA. Elektromiografi (EMG)Pemeriksaan yang sensitif tetapi tidak spesifik, pada eeg akan tampak gambaran frekuensi yang rendah dimana terjadi penurunan amplitudo pada stimulasi neuron motorik (2-4 Hz)abgambar 1a dan b. Perbandingan EMG pada pasien normal dengan pasien myasthenia gravis (Ertekin, 1998)Pada pasien myasthenia grvis gelombang EMG saat ia diberi minum akan menunjukkan pemanjangan (gambar 1.b gelombang 0-2)cd Gambar 1c. Hasil Jitter single fiber EMG dan 1d. Gambaran Blocking single fiber EMG kedua hasil EMG tersebut merupakan hasil EMG pada pasien myasthenia gravis (Nicolle, 2003)Pada gambar di atas memperlihatkan keabnormalan pemeriksaan eeg pada pasien myasthenia gravis yaitu jitter (perbedaan waktu aktivasi serat otot antar serat otot di single motor unit) dan block (kegagalan neurotransmitter pada salah satu serat otot untuk menghubungkan dengan yang lain)

B. Adanya antibodi terhadap asetilkolin di sirkulasiC. Pemberian edrofonium klorida atau niostigmineMerupakan antikolinesterase kerja pendek yang bekerja dengan menghambaat memblokir enzim yang dapat menghambat transmisi sinyal dari ujung saraf menuju otot diberikan intravena dalam beberapa detik dan efeknya dalam beberapa menit, mula-mula edrofonium diberikan dalam dosisi 2mg IV selama 15 detik, bila dalam waktu 30 tidak memberikan respon (derajat ptosis, gerak mata, kukuatan menggenggam, perbaikan kekuatan otot. Apabila tidak meninmbulkan respon tambahkan 8-9mgEdrofonium klorida menyebabkan fasikulasi (kedutan), flushing, kejamg otot perut, nnausea, vomitus, diare, pada psien dengan kelainan jantung, berikan juga atropin untuk mencegah terjadinya bradikardi, blok AV, sampai henti jantung

D. CT scan atau MRIUntuk memastikan adanya timoma (kanker pada timusmediastinum) para ahli belum menemukan penyebab pasti mengapa pada pasien myasthenia gravis dapat ditemukan timoma tetapi kemungkinan diduga karena timus merupakan organ imunitas.gambar 2. Timoma (Sabiston, 1994)

E. Pemeriksaan darahUntuk menyingkarkan kemungkinan adanya penyakit tiroid atau penyakit autoimun lainnya (Reumatoid arthritis, LES), diabetas, penyakit ginjal atau infeksi

F. Stimulasi saraf berulang / Repetitive nerve stimulation (RNS)Diberikan sebesar 3 Hz, pada stimulasi saraf supramaxila), respon positif, penurunan amplitudo pada respon motorik apabila pengurangan > 10% maka abnormal, apabila pengurangan > 20% maka myasthenia gravisgambar 3 RNS (Nicolle, 2003)

G. Ice pack testPemberian bongkah es yang dimasukan ke dalam sebuah plastik lalu d tempelkan pada mata yang ptosis pada myasthenia gravis, mata yang ptosis tersebut akan mengalami perbaikan (Almeida, 2007)

Diagnosis Banding Botulisme merupakan penyakit infeksi akibat Clostridium botulism yang memiliki toksin botulism yang dapat memblokir pengeluaran neurotransmitter asetilkolin Guillian Barre syndrome penyakit autoimun yang menyerang myelin pada saraf tepi ataupun kranialis penyakit ini juga menyebabkan sulit bernafas dan kelumpuhan karena mengenai motorik

Alur terapi myasthenia gravisDaftar pustaka Miasternia Gravis (Myasthernia Gravis) di akses pada 15 Desember 2011 mealalui http://medicastore.com/penyakit/328/Miastenia__Gravis_Myasthenia_Gravis.html Hill, Marguerite. (2003) THE NEUROMUSCULAR JUNCTION DISORDERS BMJ. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2003;74(Suppl II):ii32ii37. Diakses pada 15 Desember 2011 melalui http://jnnp.bmj.com/content/74/suppl_2/ii32.full Isselbacher, K.J., et all (1998) In Harrison's Principles of Internal Medicine ed. 14. McGraw : Hill Williams, Lippincott. (2005) Professional Guide to Diseases ed. 8 Sabiston, David. (1994) Buku Ajar Bedah. Ed. 1 . Jilid 2. Jakarta : EGC Sudoyo, Aru W. (2009) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 5. Jilid 3. Jakarta : Interna Publishing Baehr et all. (2010) Diagnosis Topik Neurologi DUUS : Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Ed.4. Jakarta : EGC Dewanto, George. (2009). Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC Ertekin, Cumhor et all. (1998) Clinical and electrophysiological evaluation of dysphagia in myasthenia gravis . Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry with practical neurology. J Neurol Neurosurg Psychiatry 1998;65:848-856 doi:10.1136/jnnp.65.6.848 . diakses pada 15 Desember 2011 melalui http://jnnp.bmj.com/content/65/6/848.full Nicolle, M. (2003) MYASTHENIA GRAVIS (MG) . Neurological Medicine Pocketbook. Drachman, DB. NEJM 330:1797, 1994. Diakses pada 15 Desember 2011 melalui http://www.uwo.ca/cns/resident/pocketbook/disorders/neuromuscular/myasthenia%20gravis.htm Corwin, Elizabeth J. (2009) Buku Saku Patofisiologi Ed.3 . Jakarta : EGC