refrat anestesi teraphy pasca anastesi
DESCRIPTION
Referat AnastesiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Masa pulih sadar dimulai sejak pasien selesai ditangani secara bedah,
dibawa dalam keadaan tidak sadar atau setengah sadar ke ruang pemulihan,
sampai ketika kesadarannya pulih sempurna dan pasien dapat dipindahkan ke
ruang rawat. Ini merupakan sebagian dari masa pascabedah. Masa pascabedahnya
sendiri berakhir saat berakhirnya katabolisme pascabedah. Pasien diangkut dari
ruang bedah dalam keadaan berbaring tanpa bantal dan kepala dimiringkan untuk
mencegah terjadinya aspirasi cairan regurgitasi dari lambung. Aspirasi dari sekret
dapat menyebabkan atelektasis paru pascabedah atau pneumonia. Tabung Mayo
dipasang agar jalan nafas tetap terbuka.(1)
Pulih dari anestesia umum atau dari analgesia regional secara rutin
dikelola di kamar pulih atau unit perawatan pasca anestesi ( RR = Recovery room
atau PACU = Post Anestesia Care Unit). Idealnya bangun dari anestesi secara
bertahap, tanpa keluhan. Kenyataannya sering dijumpai hal-hal yang tidak
menyenangkan akibat stres pascabedah atau pasca anestasia yang berupa
gangguan napas, gangguan kardiovaskuler, gelisah, kesakitan, mual-muntah,
menggigil, dan kadang-kadang perdarahan.(2,3)
Unit Perawatan Pasca Anestesia (UPPA) harus berada dalam satu lantai
dan dekat kamar bedah, supaya kalau timbul kegawatan dan perlu segera diadakan
pembedahan ulang tidak akan banyak mengalami hambatan. Selain itu karena
segera setelah selesai pembedahan dan anestesia dihentikan, pasien sebenarnya
masih dalam keadaan anestesia dan perlu diawasi dengan ketat seperti masih
berada di kamar bedah.(2,3)
Pengawasan ketat di UPPA harus seperti sewaktu berada di kamar bedah
sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus
disediakan. Tensimeter, oksimater denyut (pulse oxymeter), EKG, peralatan
resusitasi jantung-paru, dan obatnya harus disediakan tersendiri, terpisah dari
kamar bedah.(2,3,5)
Personil dalam UPPA sebaiknya sudah terlatih dalam penanganan pasien
gawat, mahir menjaga jalan napas tetap paten, tanggap terhadap perubahan dini
tanda vital yang membahayakan pasien.(2)
Keberhasilan tindakan pembedahan pengelolaan pasien bedah dini
merupakan hal yang penting selain dari pembedahan dan anestesi. Kegawatan
napas, sirkulasi, otak dan fungsi renal pascabedah dini akan berpengaruh pada
hasil dari pembedahan tersebut. Pengumpulan pasien pascabedah dini dalam satu
ruangan akan meningkatkan efisiensi dari perawat terdidik, alat monitor dan alat
resusitasi. Hasil yang diharapkan dari adanya ruang pulih sadar adalah
keselamatan pasien menjadi maksimal, problem yang terjadi pascabedah dini
dapat segera ditangani, ahli bedah dan ahli anestesi masih dapat menangani secara
tepat dan daerah ruang pulih sadar yang didekat kamar bedah memudahkan bila
diperlukan tindakan segera.(4)
II.2.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui sacara keseluruhan
mengenai perawatan pasca bedah dan pasca anestesi sehingga setelah penulisan
2
referat ini penulis dapat mencegah dan melakukan penanganan awal penyulit-
penyulit baik pasca bedah maupun pasca anestesi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Ruangan dan Fasilitas
Besar ruangan dan fasilitas tergantung pada kemampuan kerja kamar
bedah. Kondisi ruangan yang membutuhkan suhu yang dapat diatur dan warna
yang tidak mempengaruhi warna kulit dan mukosa sangat membantu untuk
membuat diagnosa dari adanya kegawatan nafas dan sirkulasi. Ruang pulih sadar
yang terletak di dekat kamar bedah akan mempercepat atau memudahkan bila
diperlukan tindakan bedah kembali.(3,4)
Alat untuk mengatasi gangguan nafas dan jalan nafas harus tersedia misalnya
jalan nafas oropharyng, jalan nafas orotrakheal, laryngoscope, alat tracheostomi,
dalam segala ukuran. Oksigen dapat diberikan dengan FIO2 25 % - 100 %.
3
Pemberian oksigen pasca bedah untuk mencapai 25 % - 100 % dibutuhkan kanula
nasal, masker oksigen dan masker dengan kantung udara yang dapat untuk
pemberian nafas buatan. Pulse oxymeter (SpO2), fiberoptic laryngoscope dan
mesin nafas buatan bila memungkinkan harus di sediakan, apabila tidak
disediakan maka pasien yang membutuhkan dapat dilanjutkan perawatan di ruang
perawatan intensif.(3,4,5)
Untuk menanggulangi sirkulasi harus disiapkan cairan NaCl 0,9 %, Dextrose
5 %, infus, set jarum infus. Untuk monitor sistem sirkulasi dibutuhkan tensimeter
dengan stetoskop, EKG, tekanan vena sentral dan tekanan arteri pulmonalis.
Monitor suhu pasca bedah sangat penting sehingga dapat diketahui secara dini
adanya hipotermi ataupun hipotermi yang segera harus diatasi.(3,4,5)
Untuk penyimpanan darah dan obat yang harus ada ditempat dingin
disediakan refrigator. Fasilitas untuk pemasangan pipa lambung, kateter dan vena
seksi harus disediakan pengelolaan pembuangan cairan gaster, urine dan cairan
yang lain dirancang didaerah ruang pulih sadar. Obat-obatan yang disediakan
diruangan pulih sadar merupakan obat untuk mengatasi keadaan gawat.(3,4)
II.2 Sumber Daya Manusia
Ruang pulih sadar merupakan tempat khusus untuk mengelola pasca bedah,
sehingga dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualifikasi mengelola pasien
gawat yang berbeda dengan tenaga kamar bedah. Jumlah personelnya tergantung
pada kapasitas kamar bedahnya. Pasien dalam 1-2 jam pertama masuk ruang pulih
sadar membutuhkan penanganan yang intensif sehingga 1 personel maksimal
mengelola 2 pasien.(4)
4
II.3 Pengelolaan Pasien Di ruang Pulih Sadar.
Setelah dilakukan pembedahan pasien dirawat diruang pulih sadar. Pasien
yang dikelola adalah pasien pasca anestesi umum ataupun anestesi regional. Di
ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasinya
cukup atau tidak dan sirkulasinya sudah baik atau tidak.Pasien dengan gangguan
jalan nafas dan ventilasi harus ditangani secara dini. Selain obstruksi jalan nafas
karena lidah yang jatuh kebelakang atau spasme laryng, pasca bedah dini
kemungkinan terjadi muntah yang dapat berakibat aspirasi. Anestesi yang masih
dalam, dan sisa pengaruh obat pelumpuh otot akan berakibat penurunan ventilasi .
Gangguan sirkulasi terjadi pada pasien yang terapi cairan yang diberikan selama
pembedahan belum sadar dapat terjadi gangguan jalan nafas. Pasien yang belum
sadar diberikan oksigen dengan kanula nasal atau masker sampai pasien sadar
betul. Pasien yang sudah keluar dari pengaruh obat anestesi akan sadar kembali.
Hipoksia dan hiperkardia terjadi pada pasien dengan gangguan jalan nafas dan
ventilasi. Menggigil akan menambah beban jantung dan sangat berbahaya pada
pasien dengan penyakit jantung. Kartu observasi selama diruang pulih sadar harus
ditulis dengan jelas sehingga dapat dibaca bila pasien sudah kembali ke bangsal.
(3,4)
Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil,maka pasien
dapat dipindahkan ke ruangan dengan pemberian instruksi pasca operasi.
Kriteria yang digunakan dan umunya yang dinilai adalah warna kulit,
kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas motorik, seperti skor Aldrete (lihat
tabe l). Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10.
Namun bila skor total telah di atas 8 , pasien boleh keluar ruang pemulihan.(3,6)
5
Tabel Skor pemulihan pasca-anestesi
Penilaian Skor
Warna Merah muda
Pucat
Sianotik
2
1
0
Pernafasan Dapat bernafas dalam dan batuk
Dangkal namun pertukaran udara adekuat
Apnea atau obstruksi
2
1
0
Sirkulasi Tekanan darah menyimpang < 20 % dari normal
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal
Tekanan darah menyimpang < 50 % dari normal
2
1
0
Kesadaran Sadar, siaga, dan orientasi
Bangun namun cepat kembali tertidur
Tidak berespons
2
1
0
Aktifitas Seluruh ekstremitas dapat digerakkan
Dua ekstremitas dapat digerakkan
Tidak bergerak
2
1
0
Sumber : Aldrete JA, Kronik D: A postanesthetic recovery score. Anesth Analg
1970;49-924.(3,6)
Score bromage
No Kriteria Score
1 Gerakan penuh di tungkai 0
2 Tidak mampu ekstensi tungkai 1
3 Tidak mampu fleksi lutut 2
4 Tidak mampu fleksi pergelangan kaki 3
II.4 Transportasi Pasien Keluar Dari Ruang Pulih Sadar
6
Setelah pasien sadar dan memenuhi kriteria untuk dilakukan pengeluaran
dari ruang pulih sadar dikembalikan ke bangsal atau keluar rumah sakit untuk
pasien operasi rawat jalan. Pasien sadar, dapat melakukan orientasi sekitar, dapat
mempertahankan jalan nafas selalu bebas, fungsi vital yang stabil dalam 1 jam,
dapat meminta pertolongan pada orang sekitar dan tidak ada penyulit
pembedahan, pasien dapat dikeluarkan dari ruang pulih sadar.(3,4)
II.5 Komplikasi Pasca Anestesi Dan Penanganannya.
A. Komplikasi Respirasi
1. Obstruksi jalan nafas.
Prinsip dalam mengatasi sumbatan mekanik dalam sistem anestesi
adalah dengan menghilangkan penyebabnya. Diagnosis banding antara
sumbatan mekanik dan bronkospasme harus dibuat sedini mungkin.
Sumbatan mekanik lebih sering terjadi, dan mungkin dapat menjadi total,
dimana wheezing akibat bronkospasme biasanya dapat terdengar tanpa
atau dengan stetoskop. Penyebab sumbatan bisa nyata sebagai contoh,
keadaan ini dapat diatasi dengan meluruskan pipa yang terpuntir dibalik
rongga mulut. Jika pipa ditempatkan terlalu jauh ke dalam trakea, maka
pipa tersebut biasanya memasuki bronkus utama jika kadar tinggi oksigen
yang dipakai, sampai terjadi tanda-tanda hipoksia, hiperkardi atau
sumbatan pernafasan menjadi nyata. Komplikasi dapat dihindarkan jika
ahli anestesi memeriksa kedudukan pipa setelah dipasang dengan
mendengarkan melalui stetoskop di atas setiap sisi dada sementara secara
manual paru-paru dikembangkan, jika suara pernafasan tidak terdengar
atau pengembangan pada satu sisi dada telah didiagnosis, maka harus
7
secara lambat laun ditarik sampai udara terdengar memasuki kedua sisi
toraks secara seimbang. Penggunaan pipa yang telah dipotong sampai
sepanjang bronkus kanan dapat mengurangi bahaya.(3,7,8)
Ahli anestesi tidak boleh melupakan bahwa, jika dihadapkan pada
sumbatan mekanik yang tidak dapat dijelaskan, segera setelah intubasi,
maka anjuran terbaik adalah: bila meragukan, pipa ditarik keluar.(3,7,8)
Sumbatan mekanik pada penderita yang tidak diintubasi, apakah
dapat bernafas dengan spontan atau dikembangkan, paling sering
disebabkan oleh lidah yang jatuh ke belakang. Biasanya keadaan ini dapat
ditolong dengan mengekstensikan kepala , mendorong dagu ke muka dan
memasang pipa udara anestetik peroral atau nasal.(3,7,8)
Sumbatan mekanik pada penderita yang di intubasi mungkin
bersifat samar-samar. Paling penting disadari bahwa adanya pipa trakea
tidak menjamin saluran pernafasan yang lancar. Pipa dapat menjadi
terpuntir, bagian yang melengkung dapat tertumbuk pada dinding trakea,
atau dapat terlalu menjorok jauh dan memasuki bronkus utama kanan atau
manset dapat menyebul keluar menutupi bagian ujung.(3,7,8)
2. Bronkospasme
Bronkospame dapat diatasi secara terapi medik, tetapi yang paling
penting adalah memastikan bahwa tidak terjadi sumbatan mekanik, baik
secara anatomis, akibat lidah yang terjatuh ke belakang pada penderita
yang tidak diintubasi, atau akibat defek peralatan seperti yang telah
dijelaskan di atas.(7)
Efedrin intravena setiap kali dapat ditambah 5 mg, atau 30 mg
intramuskular sehingga dapat menolong, tetapi dapat menyebabkan
8
takikardi dan meningatkan tekanan darah. Secara bergantian, suntikan
lambat 5 mg/kg aminofilin intravena.(7)
3. Hipoventilasi
Pada hipoventilasi, rangsang hipoxia dan hipercarbia mempertahankan
penderita tetap bernafas. Pada hipoventilasi berat, pC02 naik > 90 mmHg
sehingga menimbulkan coma dengan pemberian O2, hipoksia berkurang
(p02 naik) tetapi pCO2 tetap atau naik Pada hipoventilasi ringan.
pemberian O2 bermanfaat. Sedangkan pada hipoventilasi berat jusrtu
mengakibatkan paradoxical apnea ==> penderita jadi apnea setelah diberi
oksigen Terapi yang benar pada hipoventilasi adalah : (9)
a) Membebaskan jalan nafas
b) Memberikan oksigen
c) Menyiapkan nafas buatan
d) Terapi causal penyebabnya
4. hiperventilasi
Hiperventilasi dengan hipokapnia akan merangsang kalium
ekstraselular mengalir ke intraselular hingga terjadi hipokalemia. Aritmia
berupa bradikardia relatif dapat terjadipada hipokalemia.(2,3,8)
B. Komplikasi Kardiovaskular
1. Hipotensi :
Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistole kurang dari 90
mmHg atau lebih dari 25 % dari sebelumnya.
Etiologi hipotensi selama anestesi
a. Hipovolemia : hipovolemia pra anestesi, perdarahan
bedah.
9
b. Obat induksi : overdosis relatif pada bayi atau orang tua
atau penderita dengan keadaan umum yang
kurang baik.
c. Anestetik : halotan, enfluran, isofluran
d. Obat pelumpuh otot : d-tubukurin dll.
e. Penyakit kardiovaskular : infark miokard, aritmia, hipertensi.
f. Penyakit pernafasan : pneumotorak
g. Reaksi hipersensitivitas : obat induksi, obat pelumpuh otot, reaksi
transfusi.(3,7,8)
Hipovolemia dapat ditemukan pada pasien yang kekurangan
cairan seperti pada ileus obstruksi, perdarahan banyak faktor multipel
tulang besar dan lain-lain. Pemberian anestesi dapat menghiasilkan
vasodilatasi pembuluh darah dan menghilangkan reaksi kompensasi
vasokonstriksi tubuh yang berakibat hipotensi. Jumlah perdarahan selama
pembedahan harus dihitung baik volume darah dari di botol penghisap dan
atau dengan menimbang kasa operasi. Selama perdarahan masih kurang
dari 15 % gejala syok hipovolemik belum tampak. Transfusi darah atau
komponennya dipertimbangkan jika perdarahan melebihi 20% volume
darah penderita dewasa.(5,8)
Semua obat induksi intravena, dapat mendepresi miokard dan
curah jantung tergantung dosis yang diberikan. Terjadi terutama pada
pasien usia lanjut, bila ada penyakit miokard ataupun hipertensi yang tidak
diobati sebelumnya.(5,8)
Anestesi halotan, enfluran dan isofluran mempunyai efek
inotropik negatif dan menurunkan resistensi pembuluh darah yang
10
proporsional dengan konsentrasi yang diberikan. Hipotensi dan
bradikardia yang terjadi dapat diperbaiki dengan menurunkan konsentrasi
pemberian atropin atau cairan infus untuk meningkatkan curah jantung.
Analgesia spinal atau peridural menyebabkan hipotensi karena blokade
susunan saraf simpatiskus. Penyulit ini dapat di atasi dengan mempercepat
infus, pemberian obat antikolinergik (seperti atropin) atau vasopresor
(seperti efedrin).(8)
Manipulasi (tarikan, tekanan) pada operasi yang berlebihan
seperti pemasangan refraktor yang terlalu besar atau tampon intraabdomen
padawaktu laparatomi dapat menghambat aliran darah vena kava inferior
curah jantung menurun dan hipotensi. Penyulit mekanis ini di atasi dengan
menghilang semua penyebabnya.(8)
2. Hipertensi :
Umumnya tekanan darah dapat meningkatkan pada periode induksi
dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat membahayakan khusus pada
pasien dengan panyakit jantung karena jantung harus bekarja lebih berat,
dengan kebutuhan O2 miokard yang meningkat. Kalau tidak dapat
dicukupi dapat timbul iskemia atau infark miokard.(2,3,7,8)
Fisiologi hipertensi selama anestesi :
a. Anestesi ringan : analgesi dan hipnosis tidak adekuat, batuk,
tahan nafas dll.
b. Penyakit hipertensi : tidak diterima, terapi tidak adekuat atau tidak
terdiagnosis.
11
c. Hiperkapnia : ventilasi tidak adekuat, pengikat CO2 tidak
bekerja dll.
d. Obat : adrenalin, ergometrin, ketamin dll
Hipertensi karena anestesi tidak adekuat dapat dihilangkan
dengan menambah dosis anestetika. Bila persisten dapat diberi obat
penghambat beta adrenergik seperti propanolol atau obat vasodilator
seperti nitrogliserin yang juga bermanfaat untuk memperbaiki perfusi
miokard. Reaksi hipertensi pada waktu laringoskopi dapat dicegah antara
lain dengan terlabih dahulu memberi semprotan lidokain topikal kedalam
faring dan laring, obat seperti opiat dan lain-lain.(3,8)
Hipertensi karena kesakitan yang terjadi pada akhir anestesi
dapat diobati dengaan analgetika narkotik seperti pethidin 10 mg I.V atau
morfin 2-3 mg I.V dengan memperhatikan pernafasan (depresi).(3,8)
3. Aritmia jantung :
Pada anestesia, aritmia terjadi kira-kira 15-30 %. Tidak semua
aritmia harus dapat pengobatan. Terapi harus dilaksanakan jika aritmia
tersebut diikuti atau menjadi :
a. Perubahan curah jantung dan perfusi jaringan yang nyata, misalnya
hipotensi.
b. Bradikardia hebat atau fibrilasi ventrikel predisposisi henti jantung.
c. Gejala iskemia miokard yang nyata.(1,2,3,7,8)
Terapi tergantung pada berat dan macam aritmia. Jenis
pengobatan bervariasi antara lidokain, propanolol, sedilanid, quinidin, DC
12
syok dan resusitasi jantung paru (RJP) tergantung gejala dan penyebabnya.
(3,8)
Etiologi aritmia selama anestesia :
a. Tindakan bedah : Bedah mata, hidung, gigi, traksimesenterium,
dilatasi anus.
b. Pengaruh metabolisme : hipertiroid, hiperkapnia, hipokelmia,
hiperkalemia.
c. Penyakit tertentu : penyakit jantung bawaan, penyakit
jantung koroner.
d. Pengaruh obat tertentu : atropine, Halotan, adrenalin dll.(3,8)
Hipoksia atau hiperkapnia merangsang pengeluaran
katekolalamin endogen yang dapat menyebabkan aritmia ventrikel
terutama pada pasien dengan anestesia halotan, interaksi halotan juga
terjadi dengan katekolamin (adrenalin) eksogen yang sering disuntikan
oleh dokter bedah untuk mengurangi perdarahan lapangan operasi.
Sebaliknya selama anestesi halotan suntikan infiltrasi adrenalin hanya
diberikan maksimum 100 ug (10 ml larutan 1:100.000) dalam 10 menit.
Terhadap anestetika enfluran atau isofluran permaslahan ini tidak terlihat.(8)
Anestesia ringan yang disertai manipulasi operasi dapat
merangsang saraf simpatikus dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia
yang terjadi dapat diobati dengan atropin.(3,8)
C. Komplikasi Pada Mata
Selama anestesia umumnya mata penderita tidak tertutup rapat
terutama jika mempergunakan obat pelumpuh otot. Karena itu mata harus
13
dilindungi daru trauma langsung, kekeringan kornea atau iritasi daru obat-
obatan atau alat yang dipergunakan selama anestesia.(8)
Laserasi kornea akan menyebabkan penderita mengeluh nyeri pada
mata pasca bedah, lakrimasi bertambah dan blefarospasme. Untuk mencegah
komplikasi ini selama operasi mata ditutup dengan plester atau dibasahi
dengan air garam fisiologis atau diberi salap mata.(8)
Penekanan bola mata yang terlalu kuat misalnya karena pemasangan
sungkup muka yang terlampau besar akan meneken aliran darah mata. Hal ini
dapat menyebabkan kebutaan, yang kadang-kadang terjadi pada tindakan
anestesia dangan hipotensi kendali. Penekanan bola mata dapat pula
menimbulkan refleks okulokardiak pada anestesia yang ringan berupa
perangsangan vagal bradikardi ,syok dan henti jantung.(8)
D. Komplikasi Neurologi
1. Konvulsi
Beberapa jenis kontraksi abnormal otot dapat terjadi selama anestesia,
seperti:
a. Konvulsi pada anestesia dengan eter yang dalam
b. Klonus pada anestesia ringan, terutama pada anak-anak
c. Konvulsi karena hipoksia
d. Konvulsi karena obat analgetika lokal misalnya lidokain
e. Beberapa obat anestetika tertentu kadang-kadang memberikan gejala
epilepsi, misalnya enfluran dan altesin.(1,8)
Terapi:
a. Hentikan pemberian eter atau enfluran dan O2 ditinggikan
14
b. Berikan obat antikonvulsi seperti valium dan tiopental
c. Jika suhu tubuh naik, kompres dengan es atau alkohol.(1,8)
2. Terlambat sadar
Penyulit ini dapat disebabkan oleh:
a. Kelebihan dosis premedikasi atau obat-obat lain selama anestesia
misalnya fenotiazin, narkotika, anestetika.
b. Gangguan fisiologi selama anestesia, misalnya hipoksia.
c. Gangguan akibat pembedahan, misalnya syok dan emboli lemak.
d. Akibat manifestasi penyakit tertentu misalnya hipoglikemia
e. Obat tertentu yang berinteraksi dengan obat yang dipergunakan selama
anestesia, misalnya monoamin oksidase inhibitor.(8)
E. Komplikasi Lain-lain.
1. Mengigil :
Pada akhir anestesi dengan tiopental, halotan atau enfluran kadang-
kadang timbul mengigil seluruh tubuh disertai bahu dan tangan bergetar.
Hal ini mungkin terjadi karena reaksi tubuh terhadap suhu kamar operasi
yang rendah. Faktor lain yang menjadi pertimbangan ialah kemungkinan
waktu anestesi aliran gas diberikan terlalu tinggi hingga pengeluaran panas
tubuh melalui ventilasi meningkat.(2,8)
Terapi :
a. Pasang selimut tebal.
b. Petidin 15-25 mg I.V.
c. Klorpromazin 5-10 mg I.V.(2,8)
2. Gelisah setelah anestesi :
15
Gelisah pasca anestesi dapat disebabkan karena hipoksia, asidosis,
hipotensi, kesakitan. Penyulit ini sering terjadi pada pemberian
premedikasi dengan sedatif tanpa anelgetika, hingga pada akhir operasi
penderita masih belum sadar tetapi nyeri sudah mulai terasa. Komplikasi
ini sering didapatkan pada anak dan penderita usia lanjut. Setelah
disingkirkan sebab-sebab tersebut di atas, pasien dapat diberikan
midazolam 0,05-0,1mg/kgBB atau Terapi dengan analgetika /
narkotika (petidin 15-25 mg I.V ).(2,8)
3. Mimpi buruk:
Obat-obat seperti memberi komplikasi mimpi yang tidak enak. Dapat
dicegah dengan premedikasi diazepam, dehidrobenzo peridol.(8)
4. Kenaikan suhu tubuh :
Kenaikan suhu tubuh harus kita bedakan apakah demam (fever) atau
hipertermia (hiperpireksia). Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas 38
derajat Celcius dan masih dapat diturunkan dengan pemberian salisilat.
Sedangkan hipertermia ialah kenaikan suhu tubuh diatas 40 derajat Celcius
dan tidak dapat diturunkan dengan hanya memberikan salisilat.(7,8)
Beberapa hal yang dapat mencetuskan kenaikan suhu tubuh ialah:
a. Puasa terlalu lama
b. Suhu kamar operasi terlalu panas (suhu ideal 23-24 derajat Celcius)
c. Penutup kain operasi yang terlalu tebal
d. Dosis premedikasi sulfas atropin terlalu besar
e. Infeksi
16
f. Kelainan herediter. Kelainan ini biasanya menjurus pada komplikasi
hipertermia maligna(7.8)
Hipertermia maligna
Merupakan krisis hipermetabolik dimana suhu tubuh naik lebih
dari 2 derajat Celcius dalam waktu satu jam. Walaupun angka kajadian
komplikasi ini jarang, yaitu 1: 50.000 pada penderita dewasa dan 1: 25.000
pada anak-anak, tetepi jika terjadi angka kematiannya cukup tinggi yaitu
60%.(7,8)
Etiologi komplikasi ini masih diperdebatkan.tetapi telah banyak
dikemukakan bahwa kelainan herediter ini karena adanya cacat pada ikatan
kalsium dalam retikulum sarkoplasma otot atau jantung. Adanya pacuan
tertentu akan meyebabkan keluarnya kalsium tersebut dan masuk kedalam
sitoplasma hingga menghasilkan kontraksi miofibril hebat, penumpukan
asam laktat dan karbondioksida, meningkatkan kebutuhan oksigen, asidosis
metabolik, dan pembentukan panas.(7,8)
Kebanyakan obat anestetika akan menjadi triger pada penderita
yang berbakat hipertermia maligna herediter ini. Halotan dan suksinilkolin
adalah obat-obat yang sering dilaporkan sebagai pencetus penyulit ini.
Akan tetapi tidak berarti obat-obat lain aman terhadap komplikasi ini.(7,8)
Gejala klinis selain kenaikan suhu mendadak, tonus otot
bertambah, takikardi, tetani, mioglobinuria, gagal ginjal dan gagal jantung.
Penanggulangan koplikasi dilakukan dengan langkah-langkah:
1. Hentikan pemberian anestetika dan berikan O2 100%
17
2. Seluruh tubuh dikompres es atau alkohol, kalau perlu lambung dibilas
dengan larutan NaCl fisiologis dingin
3. Pemeriksaan gas darah segera dilakukan
4. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat
5. Koreksi hiperkalemia dengan glukosa dan insulin
6. Oradekson dosis tinggi diberikan i.v.
7. Dantrolene i.v. 1-2 mg/ kgBB dapat diulang tiap 5-10 menit dan
maksimum 10 mg/kgBB. Obat ini merupakan satu-satunya obat
spesifik untuk hipertermia maligna.(7,8)
5. Hipersensitif
Reaksi hipersensitif adalah reaksi abnormal terhadap obat karena
terbentuknya mediator kimia endogen seperti histamin dan serotonin dan
lainnya. Reaksi dapat saja terjadi pada tiap pemberian obat termasuk obat
yang digunakan dalam anestesia. Komplikasi sering terjadi pada
pemberian induksi intravena dan obat pelumpuh otot.(7,8)
Gejala klinis hipersensitif :
a. Kulit kemerahan dan timbul urtikaria
b. Muka menjadi sembab
c. Vasodilatasi, tetapi nadi kecil dan sering tak teraba, sampai henti
jantung.
d. Bronkospasme
e. Sakit perut, mual dan muntah kadang diare(7,8)
Pengobatan:
1. Hentikan pemberian obat anestetika
18
2. Dilakukan napas buatan dan kompresi jantung luar kalau terjadi henti
jantung
3. Adrenalin 0,3-0,5 cc (1:1000) i.v. atau intratrakea
4. Steroid, aminofilin atau vasopresor dipertimbangkan pada keadaan
tertentu
5. Percepat cairan infus kristaloid
6. Operasi dihentikan dulu sampai gejala- gejala hilang.(7,8)
BAB III
KESIMPULAN
Ruang pulih sadar adalah sarana yang penting untuk keberhasilan dari
suatu proses pembedahan dan anestasi. Ruang pulih sadar diperlukan untuk
menangani masalah jalan napas, ventilasi dan sirkulasi pasca bedah dini.Observasi
yang dilakukan di ruang pulih sadar harus dilakukan dengan jelas sehingga
penelaahan kembali dapat dilakukan dengan mudah.
Penyulit (komplikasi) yang terjadi pada periode preoperatif dapat
dicetuskan oleh tindakan anestesia sendiri atau kondisi pasien. Penyulit segera
dapat timbul pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun setelah
operasi.
Penyulit anestesia dapat berakhir dengan kematian atau cacat menetap jika
tidak dideteksi dan ditolong segera dengan tepat.
Gejala-gejala komplikasi kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun
tindakan anestesia sudah dilaksanakan dengan baik. Keberhasilan dalam
19
mengatasi komplikasi anestesia tergantung dari deteksi gejala dini dan kecepatan
dilakukan tindakan koreksi untuk mencegah keadaan yang lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. R. Sjamsuhidayat, Wim de jong, Masa Pulih, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah,
Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1998, Hal : 373-391
2. Said A.Latief, Kartini A.Suryadi, M.Ruswan Dachlan, Tatalaksana Pasca
Anestesia, dalam Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI,Jakarta, 2002, Hal :253-256.
3. G.Edward Morgan, Jr., Mageds, Mikhail, Postanesthesia Care, dalam Clinical
Anesthesiology ,Edisi III, Mc Graw-Hill Companies New York,2002,Hal :932-
949.
4. Karjadi Wirjoatmodjo, Penyulit Pasca Bedah-Anestesi, dalam Anestesiologi
dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan SI Kedokteran, Direktorat
20
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2000,
Hal: 222-225.
5. Carl. L. Gwinnut, Postanesthesia Care, dalam Clinical Anesthesia, Blackwell
Science ltd, London,1997,Hal: 104-132.
6. Arif Manjoer, Sprahaita, Wahyu Ika Wardani, dkk, Anestesia Umum, dalam
Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Media Aesculapius FK UI, Jakarta,
2002, Hal:253-256.
7. Thomas B. Boulton, Colin E. Biogg, C.Longton Hewers, Alih Bahasa Jonatan
Oswari ; editor, Widayanti D Wulandari, Komplikasi dan Bahaya Anestesi.
Dalam Anestesiologi, EGC, Jakarta,1994, Hal: 213-237.
8. M. Roesli Thalib, Komplikasi Anestesia, dalam Anestesiologi, FKUI, Jakarta,
1989, Hal : 146-156.
9. Umar., N. 2004. Sistem Pernafasan dan Suctioning Pada Jalan Nafas. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
21
REFERAT
PENATALAKSANAAN PASCA
ANESTESI
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Ilmu Anestesi dan Reanimasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Diajukan Kepada :
dr. Kurnianto Trubus P., M. Kes, Sp.An.
Disusun Oleh :Fdli Robby Amsriza
(20040310084)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2010
LEMBAR PENGESAHAN
PENATALAKSANAAN PASCA ANESTESI
Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada 21 Agustus 2010
Menyetujui :
Dokter Pembimbing
(dr. Kurnianto Trubus P., M. Kes, Sp.An.)
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………..ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iv
BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………………….1
I.1. Latar Belakang…………………………………………………... 1
I.2. Tujuan penulisan………………………………………………… 2
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………… 3
II.1. Ruangan dan Fasilitas……………………………………………3
II.2. Sumber Daya Manusia………………………………………….. 4
II.3. Pengelolaan Pasien Diruang Pulih Sadar……………………….. 4
II.4. Transportasi Pasien Keluar Dari Ruang Pulih Sadar…………… 5
II.5. Komplikasi Pasca Anestesi Dan Penanganannya………………. 5
A. Komplikasi Respirasi……………………………………….. 5
B. Komplikasi Kardiovaskular……………………………...…..11
C. Komplikasi Pada Mata……………………………………… 15
D. Perubahan Cairan Tubuh……………………………………15
E. Komplikasi Neurologi………………………………………..17
F. Komplikasi Lain-lain…………………………………………18
iii
BAB III: KESIMPULAN……………………………………………………….22
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………23
iv