reforma agraria melalui penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar

22
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Didasari pertimbangan untuk menghindari implikasi yang menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan mewujudkan kesejahteraan rakyat, serta menurunkan kualitas lingkungan, maka sebagai salah-satu Rencana Aksi yang harus diselesaikan dalam Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu II, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (PP PPTT) yang ditandatangani oleh Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 22 Januari 2010, untuk dijadikan acuan penertiban dan pendayagunaan tenah terlantar guna penyelesaian dampak tersebut di atas. Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi rakyat, bangsa, dan negara Indonesia, harus diusahakan, dimanfaatkan, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, walau secara praktis hak atas tanah yang dikuasai dan/atau dimiliki penggunaannya masih banyak yang

Upload: adiedharma31

Post on 24-Jul-2015

278 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Didasari pertimbangan untuk menghindari implikasi yang menimbulkan

kesenjangan sosial, ekonomi, dan mewujudkan kesejahteraan rakyat, serta menurunkan

kualitas lingkungan, maka sebagai salah-satu Rencana Aksi yang harus diselesaikan

dalam Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu II, Pemerintah menerbitkan

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan

Tanah Terlantar (PP PPTT) yang ditandatangani oleh Presiden Dr. H. Susilo Bambang

Yudoyono pada tanggal 22 Januari 2010, untuk dijadikan acuan penertiban dan

pendayagunaan tenah terlantar guna penyelesaian dampak tersebut di atas.

Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi rakyat, bangsa, dan negara

Indonesia, harus diusahakan, dimanfaatkan, dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat, walau secara praktis hak atas tanah yang dikuasai dan/atau dimiliki

penggunaannya masih banyak yang diterlantarkan, sehingga tanah sebagai salah-satu

sumber kesejahteraan rakyat belum mampu mewujudkan kesejahteraan yang sebesar-

besar bagi kemakmuran rakyat sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa “bumi, air, dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai dan digunakan sebesar-besar

untuk kemakmuran rakyat”. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang

menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

Page 2: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Dinamika tanah terlantar dalam kaitannya dengan reforma agraria secara

historical explanation telah ada sejak pada masa kuasa politik kolonial yang pada

awalnya hadir sebagai organisasi dagang (VOC), yang dibalik kepentingan dagang

tersebut menjalankan pula proses eksploitasi atas rakyat pribumi dalam rangka

memperkuat proses akumulasi kapitalnya dengan jalan tanam paksa. Legitimasi dari

tindakan tersebut dengan dibuatnya kebijakan politik pertanahan kolonial, yakni

Agrarische Wet 1870. Melalui legitimasi inilah, penguasaan sumber-sumber agraria

ditata secara tegas melalui peraturan kuasa politik legal kolonial.

Pengalaman sejarah di atas membuktikan bahwa terjadi hoogspanning erlangen

kepentingan dagang (bisnis) dengan hak-hak rakyat untuk dapat memanfaatkan tanah

sebagai sumber kesejahteraannya. UUPA yang merupakan produk hukum positif yang

menjadi aturan organis dari UUD NRI 1945, khususnya Pasal 33 ayat (3) merupakan

tahapan pertama dan terpenting dalam sejarah dalam mewujudkan keadilan dan

kemakmuran rakyat melalui reforma agraria. Sebuah tahapan yang mengakomodasi

kepentingan masyarakat dalam suatu negara modern yang disesuaikan dengan cita-cita

dasar kebangsaan, serta dalam hubungannya dengan dunia internasional, sehingga yang

dibutuhkan prosesi transformasi dalam tataran das sein (fakta yang ada) dan das sollen

(yang diharapkan) agar reforma agraria dapat terimplementasi.

Praktek reforma agraria sebagaimana yang diamantkan dalam UUD NRI 1945,

diantaranya bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat melalui pemerataan

pendapatan, meningkatkan keadilan sosial melalui distribusi/retribusi tanah bagi

kepentingan rakyat, kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum agraria melalui

kodefikasi aturan hukum agraria yang bersifat nasional untuk mengakhiri politik hukum

agraria kolonial yang bersifat dualistis dan rumit. Tujuan dimaksud harus pula didukung

dengan prinsip nasionalitas, hak menguasai dari negara, tanah mengandung fungsi sosial,

Page 3: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

dan perencanaan agraria. Sehingga, didasari tujuan dan prinsip tersebut UUPA tersebut,

UUPA dapat menjadi law as tool of social engginering sebagaimana yang dikatakan oleh

Prof. Satjipto Rahardjo.

Sebagai salah satu bentuk reforma agraria, penertiban dan pendayagunaan tanah

terlantar dapat dijadikan sebagai resolusi guna mewujudkan kemakmuran sebesar-besar

bagi rakyat. Penelantaran tanah yang sering terjadi di pedesaan dan perkotaan,

merupakan tindakan menghilangkan manfaat secara ekonomis karena hilangnya potensi

tanah yang seharusnya dapat dimanfaatkan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUPA

yang menyatakan bahwa memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta

mencegah kerusakannya merupakan kewajiban pemegang hak atau pihak yang

memperoleh dasar penguasaan tanah, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis

lemah.

Penelantaran tanah juga merupakan pelanggaran terhadap kewajiban yang harus

dipenuhi para pemegang hak atau pihak yang memperoleh dasar penguasaan tanah,

sehingga dampak lainnya yakni terhambatnya pencapaian berbagai program

pembangunan, rentannya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi nasional,

tertutupnya akses sosial-ekonomi masyarakat khususnya petani pada tanah, serta

terusiknya rasa keadilan dan harmoni sosial yang dapat dihindari apabila tanah

dimanfaatkan atau didayagunakan secara baik.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat makalah

dengan judul PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR SEBAGAI OBJEK

REFORMASI AGRARIA.

Page 4: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

2. Rumusan dan Permbatasan Masalahan

Permasalahan dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana makna dari reformasi agraria??

2. Bagaimana kriteria dari tanah terlantar?

3. Bagaimana pendayaagunaan Tanah terlantar dalam reformasi agraria?

Page 5: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

BAB II

PEMBAHASAN

1. Makna Reformasi Agraria

Istilah Reforma Agraria berasal dari bahasa Spanyol, yang berarti  Pembaharuan

Agraria, yaitu upaya melakukan perombakan struktur tanah agraria dengan cara

menghapuskan kepemilikan monopoli atas tanah dan sumber-sumber agraria serta

mendistribusikan tanah dan sumber-sumber agraria lainya kepada petani penggarap, baik

laki-laki maupun perempuan.1

Reformasi agraria merupakan suatu perubahan dalam struktur agraria dengan

tujuan peningkatan akses kaum tani miskin akan penguasaan tanah. Jadi pada

hakekatnya, reformasi agraria dilakukan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan

kaum tani miskin. Setelah kaum tani meningkat kesejahteraannya, lalu apa nilai tambah

yang diperoleh negara? Sebuah jawaban jitu diberikan oleh Rehman Sobhan, seorang

ekonom terkemuka dari Bangladesh dalam buku karyanya yang berjudul Agrarian

Reform and Social Transformation: Preconditions for Development (1993). Setelah

menganalisis program reformasi agraria yang telah berlangung di 36 negara di seluruh

dunia, beliau menarik kesimpulan bahwa bila sebuah negara ingin mewujudkan

penghapusan kemiskinan di pedesaan serta mengakselerasikan segala pembangunan

ekonomi, maka tidak ada alternatif lain selain melakukan reformasi agraria yang radikal.

Reformasi agraria tersebut akan mendistribusikan kembali tanah-tanah secara merata

bagi sebagian besar rakyat yang tak bertanah dan yang kekurangan tanah. Hal itu dengan

1 “Reforma Agraria : Gagalnya Visi Pembaharuan?” dalam pejuang-pertanian.blogspot.com/2012/05/reforma-agraria-gagalnya-visi.html akses tanggal 20 juni 2012

Page 6: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

sendirinya dapat menghapuskan secara total penguasaan tanah yang dominan dari kelas-

kelas yang lama (feodal) maupun baru (kapitalis) di pedesaan.

Pemerataan penguasaan tanah di pedesaan sebagai hasil dari reformasi agraria

akan menghasilkan peningkatan kesejahteraan warga desa yang pada umumnya petani

gurem atau buruh tani. Peningkatan kesejahteraan tersebut akan menimbulkan

konsekuensi peningkatan daya beli warga desa. Hal ini akan menjadi pasar potensial bagi

produk-produk industri nasional, yang, pada akhirnya, dapat membantu proses

industrialisasi nasional sebagai fondasi bagi kemandirian ekonomi bangsa.

Bila ditelaah, berbagai reformasi agraria  memiliki corak yang berbeda pada

masing-masing negara. Ada yang bercorak kapitalistik, sebagai buah perombakan sistem

produksi feodal menuju terbentuknya pasar bebas pertanahan yang berdasarkan

kompetisi modal. Corak semacam ini terjadi di Jepang, Perancis dan Korea. Sementara

adapula yang bertipe sosialis, yakni merubah struktur kepemilikan tanah secara radikal

dari monopoli segelintir  tuan tanah, pemilik modal maupun kapitalis birokrat menjadi

pengelolaan tanah oleh para petani kecil dan tak berlahan secara kolektif dan merata.

Dan proses reformasi ini dilakukan secara intensif oleh negara. Hal ini terjadi di Kuba

dan Venezuela.

Dalam konteks Indonesia, reformasi agraria menjadi suatu hal yang urgen bila

meninjau jumlah buruh tani dan petani gurem yang terus bertambah sebagai akibat dari

konflik agraria yang juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di Indonesia,

terdapat lebih dari 80 persen petani gurem atau petani yang berlahan kurang dari 1

hektar. Lebih dari 50 persen jumlah petani berlahan sempit ini menguasai hanya 21

persen dari keseluruhan lahan pertanian. Struktur agraria semacam ini merupakan

warisan dari politik agraria kolonial yang masih lestari hingga kini.

Page 7: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Demi mengakhiri struktur penguasaan tanah yang timpang warisan kolonial,

pemerintahan Soekarno mengeluarkan kebijakan reformasi agraria yang termaktub dalam

UU Pokok Agraria (UU PA) No.5 tahun 1960.  UU PA No.5/1960 diberlakukan  untuk

melikuidasi undang-undang agraria produk penjajahan Belanda (“Agrarische Wet” 

dalam Staatsblad 1870 No. 55). Hingga kini, UU ini adalah produk hukum perundang-

undangan yang paling berpihak pada rakyat (kaum tani) miskin, karena UU tersebut

mereformasi ketimpangan penguasaan tanah menuju kearah kemakmuran yang

berkeadilan.

Salah satu contoh pasal yang berpihak pada kepentingan rakyat miskin dalam

undang-undang tersebut ialah pasal 13 yang berisi empat  ayat dan berbunyi sebagai

berikut :2

1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya

2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agrarian dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.

3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.

4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial,termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria.

Menurut Badan Petanahan Nasional RI makna Reforma Agraria adalah

restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan sumber-sumber

agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan

peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila makna ini di dekomposisikan, terdapat

lima komponen mendasar di dalamnya, yaitu:

a) Resturukturisasi penguasaan asset tanah ke arah penciptaan struktur sosial-

ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity),

2 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960

Page 8: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

b) Sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasisi keagraraiaan (welfare),

c) Penggunaan atau pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara

optimal (efficiency),

d) Keberlanjutan (sustainability), dan

e) Penyelesaian sengketa tanah (harmony).

Berdasarkan makna Reforma Agraria di atas, dirumuskan tujuan Reforma Agraria

sebagai berikut:

a) Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke

arah yang lebih adil,

b) Mengurangi kemiskinan,

c) Menciptakn lapangan kerja,

d) Memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi, terutama tanah,

e) Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan,

f) Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup, dan

g) Meningkatkan ketahanan pangan.

Bahwa inti dari reforma agraria adalah upaya politik sistematis untuk melakukan

perubahan struktur penguasaan tanah dan perbaikan jaminan kepastian penguasaan tanah

bagi rakyat yang memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertainya, dan yang

diikuti pula oleh perbaikan sistem produksi melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit

pertanian, perbaikan metode bertani, hingga infrastruktur sosial lainnya. Konsep

Reforma Agraria tidak lepas dari apa yang disebut dengan

konsep Landreformyangmerupakan bagiandari agrarianreform dan agrarianreform itu

sendiri tidak tidak bisa dijalankan tanpa adanya landreform.

Page 9: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Adapun tujuan dari landreform menurut Michael Lipton dalam Mocodompis

adalah:

1. Menciptakan pemerataan hak atas tanah diantara para pemilik tanah. Ini

dilakukan melalui usaha yang intensif yaitu dengan redistribusi tanah, untuk

mengurangi perbedaan pendapatan antara petani besar dan kecil yang dapat

merupakan usaha untuk memperbaki persamaan diantara petani secara

menyeluruh.

2. Untuk meningkatkan dan memperbaiki daya guna penggunaan lahan. Dengan

ketersediaan lahan yang dimilikinya sendiri maka petani akan berupaya

meningkatkan produktivitasnya terhadap lahan yang diperuntukkan untuk

pertanian tersebut, kemudian secara langasung akan mengurangi jumlah petani

penggarap yang hanya mengandalkan sistem bagi hasil yang cenderung

merugikan para petani.

Apabila dicermati, keseluruhan tujuan Reforma Agraria di atas bermuara

pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan penyelesaian berbagai permasalahan

bangsa.Pengembangan kapasitas petani miskin merupakan suatu proses penguatan

petani agar mereka dapat mengenali masalah-masalah yang dihadapinya dan secara

mandiri dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.

2. Kriteria Tanah Terlantar

3. Pendayagunaan Tanah Terlantar Dalam Upaya Reformasi Agraria

Page 10: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Pasal 4 PP PPTT mengatur ketentuan tanah yang diindikasikan sebagai tanah

terlantar dengan cara pendataan tanah terlantar melalui identifikasi dan penelitian oleh

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional. Penjelasan Pasal 4 menyebutkan

bahwa tanah yang terindikasi terlantar yaitu tanah hak atau dasar penguasaan atas

tanah yang tidak sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau

dasar penguasaannya yang belum dilakukan identifikasi dan penelitian. Selanjutnya,

tanah hak atau dasar penguasaan apa saja yang dapat menjadi objek penertiban tanah

terlantar. Pasal 2 mengatur bahwa yang menjadi objek penertiban tanah terlantar,

meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa hak milik, hak guna

usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak pengelolaan, atau dasar penguasaan

atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai

dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.

Pasal 2 ini bila dibaca secara independen, maka menimbulkan tafsir hukum yang

argument acontrario dengan keberadaan tanah sebagai fungsi sosial karena eksistensi

tanah hak milik perorangan dan tanah yang dikuasai pemerintah pun merupakan objek

tanah yang dapat diindikasikan sebagai tanah terlantar apabila tidak sesuai dengan

keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya. Hal ini

tentunya akan menimbulkan resistensi secara faktual, karena tanah-tanah yang

dimiliki perorangan belum tentu dimanfaatkan sesuai keadaan atau sifat atau tujuan

pemberian dikarenakan persoalan ketidakmampuan secara ekonomi untuk

mengusahakan, mempergunakan, atau memanfaatkannya. Selain itu, tanah yang

dikuasai pemerintah tersebut tidak dipergunakan karena keterbatasan anggaran

negara/daerah sehingga penggusaannya, penggunaannya, atau peruntukannya tidak

sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.

Sebagai wujud resolusi permasalahan dimaksud, dalam PP PPTT diatur mengenai

Page 11: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

pengecualian objek tanah terlantar yakni tanah hak milik atau tanah hak guna

bangunan atas nama perorangan yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai

dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya dan

tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung ataupun tidak langsung dan

sudah berstatus maupun belum berstatus barang milik negara/daerah yang tidak

sengaja tidak dipergunakan.

Untuk dapat ditetapkan sebagai tanah terlantar ada proses yang harus dilalui

terlebih dahulu, yakni proses identifikasi dan penelitian oleh Kepala Kantor Wilayah

BPN. Identifikasi dan penelitian tersebut dilaksanakan terhitung mulai 3 (tiga) tahun

sejak diterbitkan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, atau sejak

berakhirnya izin/keputusan/surat dasar penguasaan atas tanah dari pejabat yang

berwenang. Apabila dari hasil identifikasi dan penelitian disimpulkan terdapat tanah

terlantar, maka Kepala Kantor Wilayah BPN memberitahukan dan sekaligus

memberikan peringatan tertulis kepada pemegang hak, agar dalam jangka waktu 1

(satu) bulan sejak tanggal diterbitkannya surat peringatan, menggunakan tanahnya

sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya atau sesuai

izin/keputusan/surat sebagai dasar penguasaannya. Apabila pemegang hak tetap tidak

melaksanakan kawajibannya, maka pemegang hak diberikan peringatan tertulis

sebanyak (2) lagi setelah peringatan pertama dengan jangka waktu masing-masing 1

(satu) bulan. Apabila pemegang hak tetap tidak melaksanakan peringatan tersebut,

maka Kepala BPN menetapkan tanah tersebut sebagai tanah terlantar. Selanjutnya

tanah terlantar dimaksud dibuat penetapannya mengenai hapusnya hak atas tanah,

sekaligus memutuskan hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai

langsung oleh negara.

Page 12: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar, peruntukan penguasaan,

pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar tersebut

didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui reforma agraria

dam program strategis negara untuk cadangan negara lainnya. Reforma Agraria

merupakan kebijakan pertanahan yang mencakup penataan sistem politik dan hukum

pertanahan serta penataan aset masyarakat dan penataan akses masyarakat terhadap

tanah sesuai dengan jiwa Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor

IX/MPR-RI/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam,

dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria. Penataan aset masyarakat dan penataan akses masyarakat terhadap

tanah dapat melalui distribusi dan redistribusi tanah negara bekas tanah terlantar.

Didasari hal di atas, hubungan hukum antara reforma agraria serta penertiban

dan pendayagunaan tanah terlantar secara yuridis, yakni antara UUD NRI 1945,

UUPA, dan PP PPTT menjadi sumber kepastian hukum bagi penggunaan tanah

terlantar dalam mewujudkan reforma agraria. Melalui regulasi ini kebijakan

pertanahan yang mencakup penataan sistem politik dan hukum pertanahan serta

penataan aset masyarakat dan penataan akses masyarakat melalui distribusi dan

redistribusi tanah negara bekas tanah terlantar guna mewujudkan tanah sebagai

sumber kesejahteraan rakyat; mewujudkan kehidupan yang lebih berkeadilan;

menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan dan kebangsaan; memperkuat

harmoni sosial, dan optimalisasi pengusahaan, penggunaan tanah; meningkatkan

kualitas lingkungan hidup; mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja;

serta untuk meningkatkan ketahanan pangan dan energi dapat dilaksanakan

sebagaimana alasan sosiologis dan filosofis UUD NRI 1945, UUPA, dan PP PPTT.

Page 13: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Terbitnya PP 11/2010 merupakan sesuatu yang ditunggu mengingat regulasi

mengenai tanah telantar yang lama mandul dalam konsep maupun dalam praktiknya

di lapangan. PP yang lama amat sulit untuk diberlakukan mengingat proses yang

sedemikian panjang, rumit, dan mempersulit pelaksanannya. Alhasil, sejak PP

tersebut disahkan hingga diganti, tak ada satu pun bidang tanah yang secara formal

dinyatakan telantar. Dampaknya, jutaan hektare tanah yang secara fisik telantar, tapi

secara hukum tak dapat dinyatakan telantar.

Secara keseluruhan, isi PP 11/2010 ini meliputi 8 bab dan 20 pasal, serta

dilengkapi penjelasan. Kedelapan bab tersebut adalah; Ketentuan umum; Objek

penertiban tanah telantar; Identifikasi dan penelitian; Peringatan; Penetapan tanah

telantar; Pendayagunaan tanah negara bekas tanah telantar; Ketentuan peralihan, dan;

Ketentuan penutup.

Kepastian adanya perbaikan dalam prosedur dan mekanisme operasional

penertiban dan pendayagunaan tanah telantar sangat diperlukan agar tanah-tanah

telantar itu otomatis sebagai objek reforma agraria. Sehingga, penertiban dan

pendayagunaan tanah telantar berguna bagi keperluan menutup defisit kebutuhan

rakyat miskin atas tanah sebagai faktor produksi utama.

Reforma agraria menjadi jawaban tepat memajukan dan memakmurkan

bangsa, secara bersama. Reforma agraria, hakikatnya proses penataan kembali

struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah untuk mencapai

kesejahteraan dan keadilan sosial. Ini adalah upaya besar seluruh komponen bangsa.

Di sinilah relevansi menempatkan seluruh pengertian, ruang lingkup, dan kegunaan

dari pengelolaan ''tanah negara bekas tanah telantar'' dalam realisasi reforma agraria

sejati, yang salah satunya dimaksudkan untuk mengatasi kemiskinan struktural yang

dihadapi mayoritas rakyat Indonesia, khususnya kaum tani di pedesaan.

Page 14: Reforma Agraria Melalui Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Reforma Agraria tanpa kebijakan pemerintah ialah kemustahilan. Sementara

itu, reforma agraria tanpa melibatkan organisasi rakyat akan gagal dalam mencapai

tujuannya. Keberadaan organisasi rakyat (tani) yang kuat ialah prasyarat pokok

keberhasilan reforma agraria. Peran dan keterlibatan organisasi rakyat dalam

pelaksanaan reforma agraria sangat penting.

Pada akhirnya, upaya penertiban dan pendayagunaan tanah telantar hanya akan

berkontribusi pada penanggulangan kemiskinan jika ia diletakkan dalam bingkai

pelaksanaan program reforma agraria untuk kepentingan rakyat miskin