refleksi thalasemia ayu

35
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Refleksi Kasus Hemato-Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Thalasemia Disusun oleh: Ayu Herwan Mardatillah (0910015020) Pembimbing: dr. William S. Tjeng, Sp. A

Upload: ayuherwan

Post on 24-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Thalasemia Ayu

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Refleksi Kasus Hemato-Onkologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

Thalasemia

Disusun oleh:

Ayu Herwan Mardatillah (0910015020)

Pembimbing:

dr. William S. Tjeng, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2014

Page 2: Refleksi Thalasemia Ayu

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thalassemia yaitu suatu kelainan darah bersifat genetik dimana terjadinya

kerusakan DNA yang akan menyebabkan tidak optimalnya produksi sel darah

merah serta mudah rusak dan hanya mampu bertahan kurang dari 120 hari.

(Ngastiyah, 1997). Thalassemia berasal dari bahasa Yunani, yaitu talassa yang

berarti laut dan haema yang bararti darah. Yang dimaksud dengan laut tersebut

ialah Laut Tengah, yang merupakan tempat dimana untuk pertama kalinya

penyakit ini ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama

Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita

anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia 1 tahun. (Riri Julianti, 2008)

Untuk ukuran awam, istilah Thalassemia mungkin cukup jarang terdengar.

Padahal, di Indonesia sendiri terdapat cukup banyak penderita kelainan darah

yang sifatnya menurun dan data yang ada juga pernah menyebutkan ada sekitar

ratusan ribu orang pembawa sifat Thalassemia yang beresiko diturunkan pada

anak mereka. (Daniel Irawan, 2009).

Hingga kini belum ada terapi yang tepat untuk menyembuhkan pasien

Thalassemia. Terapi yang dapat digunakan saat ini ialah dengan memberikan

transfusi darah dan tambahan asam folat, serta mempertahankan hemoglobin di

atas 10 gram/dl, agar aktivitas penderita Thalassemia dapat melaksanakan

kegiatan sehari-hari. Akan tetapi transfusi darah berulang dapat mengakibatkan

penimbunan zat besi pada organ-organ penting seperti jantung, hati, atau otak, dan

dapat mengganggu fungsi organ-organ tersebut. Untuk mencegah penimbunan zat

besi tersebut dapat digunakan dengan pemberian Desferoxamine melalui syringe

drive. Namun sayangnya tidak semua orang mampu membeli obat ini karena

harganya masih sangat mahal saat ini.

2

Page 3: Refleksi Thalasemia Ayu

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :

1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.

2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan

yang terdapat pada kasus.

3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang

didapat.

3

Page 4: Refleksi Thalasemia Ayu

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas pasien

- Nama : An. TS

- Jenis kelamin : Perempuan

- Umur : 5 tahun

- Alamat : Jl. Bendahara

- Anak ke : 4 dari 4 bersaudara

- MRS : 20 September 2014

Identitas Orang Tua

- Nama Ayah : Tn. M

- Umur : 50 tahun

- Alamat : Jl. Bendahara

- Pekerjaan : Swasta

- Pendidikan Terakhir : SLTA

- Ayah perkawinan ke : 1

- Riwayat kesehatan : Tidak ada penyakit

- Nama Ibu : Ny. R

- Umur : 40 tahun

- Alamat : Jl. Bendahara

- Pekerjaan : IRT

- Pendidikan Terakhir : SLTA

- Ibu perkawinan ke : 1

- Riwayat kesehatan : Tidak ada penyakit

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa pada tanggal 23 September 2014

dengan ibu kandung pasien.

4

Page 5: Refleksi Thalasemia Ayu

Keluhan Utama :

Lemas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan lemas yang ia rasakan sejak ± 3 hari

SMRS. Menurut pengakuan ibu pasien, keluhan ini telah anaknya rasakan sejak

usia 1,5 tahun, pada awalnya dulu keluhan yang dirasakan yakni pusing, lemas

dan kadang disertai demam. Sejak umur tersebut anaknya didiagnosis menderita

Thalasemia. Keluhan ini muncul paling sering setiap bulan.

Pasien tidak mengalami demam, batuk, ataupun pilek. BAB dan BAK

dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami keluhan lemas dan pucat sejak usia 1,5 tahun

dengan riwayat sakit Thalasemia.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit yang serupa

dengan pasien.

Riwayat Saudara-Saudaranya :

Hamil

ke

Kondisi

saat

lahir

Jenis

persalinan

Usia

(tahun)

Sehat/

tidak

Umur

meninggal

Sebab

meninggal

1 Aterm Spontan 17 Sehat - -

2 Aterm Spontan 10 Sehat - -

3 Aterm Spontan - Meninggal - -

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :

Berat badan lahir : 2700 gram

Panjang badan lahir : lupa

5

Page 6: Refleksi Thalasemia Ayu

Berat badan sekarang : 12,9 kg

Panjang badan sekarang :

Gigi keluar : 5 bulan

Tersenyum : ibu lupa

Miring : ibu lupa

Tengkurap : 3 bulan

Duduk : 9 bulan

Merangkak : 9 bulan

Berdiri : 11 bulan

Berjalan : 1 tahun

Berbicara 2 suku kata : 10 bulan

Makan dan minum anak

ASI : Diberikan sejak lahir hingga usia 2 tahun

Susu sapi : Diberikan sejak usia 0 bulan sampai sekarang

Bubur susu : Diberikan sejak usia 6 bulan sampai 1 tahun

Tim saring : -

Buah : -

Lauk dan makan padat : Diberikan sejak usia 1 tahun

Pemeliharaan Prenatal

Periksa di : Puskesmas

Penyakit Kehamilan : Hipotensi

Obat-obatan yang sering diminum : Vitamin + Zat Besi

Riwayat Kelahiran :

Lahir di : RS Katholik

Persalinan ditolong oleh : dr. Sp.OG

Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan

Jenis partus : Sectio caesaria

6

Page 7: Refleksi Thalasemia Ayu

Pemeliharaan postnatal :

Periksa di : Puskesmas

Keadaan anak : Sehat

Keluarga berencana : Ya (suntik/3 bulan

IMUNISASI

Imunisasi Usia saat imunisasi

I II III IV Booster I Booster II

BCG + //////// /////// /////// /////// ///////

Polio + + + + /////// ///////

Campak + //////// /////// /////// /////// ///////

DPT + + + /////// - -

Hepatitis B + + + /////// - -

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 23 September 2014

Kesan umum : sakit sedang

Kesadaran : E4V5M6

Tanda Vital

Frekuensi nadi : 120 x/menit, isi cukup, reguler

Frekuensi napas : 30 x/menit

Temperatur : 36,1o C per axila

Antropometri

Berat badan : 12,9 kg

Panjang Badan : 48 cm

Status Gizi : Gizi kurang (71,67%)

7

Page 8: Refleksi Thalasemia Ayu

8

Page 9: Refleksi Thalasemia Ayu

Kepala

Rambut : Hitam

Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), Refleks

Cahaya (+/+), Pupil Isokor (3mm), mata cowong (-/-)

Mulut : Lidah kotor (-),faring Hiperemis (-), mukosa bibir basah,

pembesaran Tonsil (-/-)

Leher

Pembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB submandibular (-/-),

Thoraks

Inspeksi : Bentuk dan gerak dinding dada simetris dextra = sinistra,

retraksi (-), Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Fremitus raba dekstra = sinistra, Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Sonor di semua lapangan paru

Batas jantung

Kiri : ICS V midclavicula line sinistra

Kanan : ICS III para sternal line dextra

Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), S1S2 tunggal reguler,

bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Palpasi : Soefl, nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-)

splenomegali (-), turgor kulit kembali cepat

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-), capillary refill test < 2 detik,

sianosis (-), pembesaran KGB aksiler (-/-), pembesaran

KGB inguinal (-/-)

Status Neurologicus

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6

Kepala : Bentuk normal, simetris, ubun-ubun cekung (-), nyeri tekan (-)

9

Page 10: Refleksi Thalasemia Ayu

Leher : Sikap tegak, pergerakan baik, kaku kuduk (-)

Pemeriksaan Refleks Fisiologis

Anggota Gerak Atas Kanan Kiri

Motorik

Pergerakan

Kekuatan

(+)

5

(+)

5

Refleks fisiologis

Biseps

Triceps

(+)

(+)

(+)

(+)

Refleks patologis

Tromner

Hoffman

(-)

(-)

(-)

(-)

Anggota Gerak Bawah Kanan Kiri

Motorik

Pergerakan

Kekuatan

(+)

5

(+)

5

Refleks fisiologis

Patella

Achilles

(+)

(+)

(+)

(+)

Refleks patologis

Babinski

Chaddock

(-)

(-)

(-)

(-)

Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap (20/9/14) Darah lengkap (22/9/14) Nilai normal

Leukosit 10.900 Leukosit 10.900 4.800-10.800 /uL

Hb 7,2 Hb 9,5 11,3-14,1 gr/dl

MCV 69,2 MCV 71,9 80-100

MCH 23,3 MCH 23,9 27-34

MCHC 33,7 MCHC 33,3 32-36

10

Page 11: Refleksi Thalasemia Ayu

Hematokrit 21,4 % Hematokrit 28,5% 33-41 %

Platelet 221.000 Platelet 204.00 150.000-450.000

Diagnosis Kerja : Thalasemia

Penatalaksanaan : Transfusi PRC 125 cc/hari

Follow Up

Tanggal Subjektif & Objektif Assesment & Planning

Hari ke- 121-09-2014

Melati

S: lemas(+), tidak nafsu makan

(+)

O: CM; N 100x/i; RR 20x/i; T: 36,0 oC Ane (+/+)

A: ThalasemiaP:- Transfusi PRC 125 cc/hari

Hari ke-222-09-2014

Melati

S: Keluhan (-)

O: CM; N 98x/i; RR 20x/i; T: 36,2 oC Ane (+/+)

A: ThalasemiaP:- Transfusi PRC 125 cc/hari

Hari ke-323-09-2014

Melati

S: Keluhan (-)

O: CM; N 102x/i; RR 24x/i; T: 36,2 oC Ane (+/+), BU (+) N, NT (-), organomegali (-)

A: ThalasemiaP: (-)

(pasien dibolehkan pulang karena sudah tidak ada keluhan dengan hasil laboratorium darah Hb: 11,8 ; Ht: 37% ; Leu: 10.500)

11

Page 12: Refleksi Thalasemia Ayu

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

A. Thalassemia

1. Definisi dan Penyebaran Thalassemia

Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang

dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini

pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Thalassemia adalah penyakit

genetik yang diturunkan secara autosomal dominan menurut hukum Mendel dari

orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan

penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut

thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang

paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk

heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit

thalassemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya

yang mengidap penyakit thalassemia.(Ratna A.G, 2005)

Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA

yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak

yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Oleh

sebab itu, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia

mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya. (Ratna A.G,

2005)

Pada beberapa penelitian, penyebaran thalassemia meliputi kawasan sabuk

bola dunia,yang dimulai dari kawasan Mediterania hingga kawasan garis

khatulistiwa di Indonesia. Istilah sabuk thalassemia (WHO, 1983) inilah yang

sering disebut sebagai jalur penyebaran penyakit ini. Wilayah dengan prevalensi

tinggi talasemia adalah sekitar Laut Tengah, Timur Tengah, Asia Selatan, dan

Asia Tenggara, termasuk Indonesia. (Ratna A.G, 2005)

12

Page 13: Refleksi Thalasemia Ayu

Gambar 2.1. Sabuk Thalassemia (berwarna merah) merupakan jalur penyebaran

thalassemia (Hoffbrand AV dan Pettit JE, 2001).

Di Indonesia banyak dijumpai kasus Thalassemia, hal ini disebabkan oleh

karena migrasi penduduk dan pencampuran penduduk. Menurut hipotesis, migrasi

penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang dikelompokkan

dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga memasuki Indonesia

sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu (Melayu Awal) dan

migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu (Melayu

Akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini menjadi

hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa,

Sumatera, Nias, Sumba dan Flores (Ratna A.G, 2005).

2. Klasifikasi Thalassemia

Secara molekuler thalassemia dibedakan atas thalasemia alfa dan beta,

sedangkan secara klinis dibedakan atas thalasemia mayor dan minor . (Mansjoer

A, dkk, 2001). Hemoglobin terdiri dari dua jenis rantai protein, yaitu rantai alfa

globin dan rantai beta globin. Jika terdapat masalah pada alfa globin dari

hemoglobin, hal ini disebut thalassemia alfa. Dan jika masalah ditemukan pada

beta globin hal ini disebut thalassemia beta. Kedua bentuk alfa dan beta

mempunyai bentuk dari ringan atau berat. Bentuk berat dari Beta-Thalassemia

sering disebut anemia Cooley’s (Darling D, 2007).

13

Page 14: Refleksi Thalasemia Ayu

2.1 Thalassemia Alfa

Gambar 2.2. Rantai Hemoglobin (Hemoglobin: Structure & Function, 2007)

Pada gambar 2.2, empat gen dilibatkan di dalam membuat globin alfa yang

merupakan bagian dari hemoglobin, dua dari masing-masing orangtua.

Thalassemia alfa terjadi dimana satu atau lebih varian gen ini hilang. (Darling D,

2007)

Orang dengan hanya satu gen mempengaruhi disebut silent carriers dan tidak

punya tanda penyakit.

Orang dengan dua gen mempengaruhi disebut thalassemia trait atau

thalassemia alfa . akan menderita anemia ringan dan kemungkinan menjadi

carrier

Orang dengan tiga gen yang yang dipengaruhi akan menderita anemia sedang

sampai anemia berat atau disebut penyakit hemoglobin H.

Bayi dengan empat gen dipengaruhi disebut thalassemia alfa mayor atau

hydrops fetalis. Pada umumnya mati sebelum atau tidak lama sesudah

kelahiran.

Jika kedua orang menderita alfa thalassemia trait (carriers) memiliki seorang

anak, bayi bisa mempunyai suatu bentuk alfa thalassemia atau bisa sehat. (Darling

D, 2007)

2.2 Thalassemia Beta

Melibatkan dua gen didalam membuat beta globin yang merupakan bagian

dari hemoglobin, masing-masing satu dari setiap orangtua. Beta thalassemia

terjadi ketika satu atau kedua gen mengalmi variasi. (Darling D, 2007). Jika salah

satu gen dipengaruhi, seseorang akan menjadi carrier dan menderita anemia

ringan. Kondisi ini disebut thallasemia trait/beta thalassemia minor, jika kedua

14

Page 15: Refleksi Thalasemia Ayu

gen dipengaruhi, seseorang akan menderita anemia sedang (thalassemia beta

intermedia atau anemia Cooley’s yang ringan) atau anemia yang berat ( beta

thalassemia utama, atau anemia Cooley’s) (Yayan Khyar, 2008).

Anemia Cooley’s, atau beta thalassemia mayor jarang terjadi. Suatu survei

tahun 1993 ditemukan 518 pasien anemia Cooley’s di Amerika Serikat.

Kebanyakan dari mereka mempunyai bentuk berat dari penyakit, tetapi mungkin

kebanyakan dari mereka tidak terdiagnosis (Yayan Khyar, 2008).

Jika dua orang tua dengan beta thalassemia trait (carriers) mempunyai

seorang bayi, salah satu dari tiga hal dapat terjadi (Darling D, 2007) :

Bayi bisa menerima dua gen normal ( satu dari masing-masing orangtua) dan

mempunyai darah normal ( 25 %).

Bayi bisa menerima satu gen normal dan satu varian gen dari orangtua yang

thalassemia trait ( 50 %).

Bayi bisa menerima dua gen thalassemia ( satu dari masing-masing orangtua)

dan menderita penyakit bentuk sedang sampai berat (25 %).

Gambar 2.3. Skema Penurunan Gen Thalassemia Menurut Hukum Mendel

(Yayan Khyar, 2008)

3. Gejala dan Diagnosis Ciri – ciri Thalassemia

Penderita thalassemia ditandai oleh beberapa ciri khas yaitu, tubuh pucat,

lemah dan gelisah serta sesak nafas. Jika tubuh tidak dapat menghasilkan salah

satu daripada protein alfa atau beta, maka sel-sel darah merah akan mengalami

15

Page 16: Refleksi Thalasemia Ayu

gangguan dalam pengangkutan oksigen dari paru-paru kesuluruh tubuh. Dalam

penyakit thalassemia, pengurangan hemoglobin (akibat daripada pengurangan

pembentukan salah satu rantai globin), menyebabkan pengurangan sel-sel darah

merah secara umumnya disebut, anemia.

Diagnosis penderita Thalassemia dapat ditegakkan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang antara lain laboratorium darah,

analisis hemoglobin, MRI serta USG dan echoardiografi untuk melihat apakah

sudah terjadi komplikasi dari penyakit ini.

4. Penatalaksanaan Thalassemia

Ada beberapa cara pengobatan thalassemia yang dapat diterapkan secara

serentak maupun serial. Setiap pengobatan berupaya untuk memperbaiki sel darah

merah yang mengalami destruksi premature agar menjadi normal dan berbagai

komplikasi thalassemia juga dapat dihindarkan.

4.1 Pengobatan

4.1.1 Transfusi Darah

Dengan transfusi darah secara berkala dapat memperbaiki anemia dan

mengurangi cacat tulang akibat eritropoiesis yang berlebihan. Dengan transfusi

saja pasien dapat bertahan hingga decade kedua atau ketiga, tetapi secara bertahap

terjadi kelebihan zat besi. Zat besi, baik yang diperoleh dari sel darah merah

transfuse maupun zat besi yang diserap secara berlebihan dari usus (sedikit

banyak berkaitan dengan eritropoiesis inefektif) yang menimbulkan kelebihan zat

besi (Robbins, dkk, 2007).

4.1.2 Pemberian Obat Desferrioxamine

Kelebihan zat besi yang diakibatkan oleh transfusi darah dapat diatasi

dengan pemberian obat desferrioxamine yang mampu mengeluarkan kelebihan zat

besi yang berlebihan didalam tubuh melalui air kencing. Obat ini digunakan

dengan cara disuntikkan dibawah kulit setiap hari dan biasanya pada malam hari

serta dilakukan secara berkala antara 5 – 7 malam setiap minggu untuk

mendapatkan penurunan zat besi yang baik.

16

Page 17: Refleksi Thalasemia Ayu

4.1.3 Transplantasi Sumsum Tulang

Pada penderita thalassemia yang sangat berat dapat diperlukan

pencangkokan sumsum tulang. Dalam hal ini diperlukan donor yang cocok (donor

biasanya saudara kembar atau saudara kandung penderita), dan sebaiknya

dilakukan sedini mungkin sejak kecil, yakni ketika anak belum banyak mendapat

transfusi darah, karena semakin sering transfusi semakin besar kemungkinan

untuk terjadinya penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor. Sayangnya,

di Indonesia tindakan ini masih dalam tahap permulaan.

Bila terjadi aktivitas limpa berlebihan, dapat dilakukan pengangkatan limpa.

Aktivitas limpa yang berlebihan dapat menghancurkan juga sel darah yang

normal, akibatnya Hb penderita cepat turun. Hal ini lebih sering terjadi pada anak

yang mendapat transfusi lebih dari satu kali dalam satu bulan.

4.2 Pencegahan

Mengingat dampaknya yang tidak kecil, langkah pencegahan selalu menjadi

yang terbaik bagi penyakit ini. Pada penyakit thalasemia, untuk mencegah

lahirnya anak dengan thalasemia mayor adalah tidak menikah dengan pembawa

gen thalasemia maupun pengidap thalasemia. Untuk mengetahui seseorang itu

mempunyai gen thalasemia atau tidak,satu-satunya jalan adalah dengan

pemeriksaan atau tes darah. Sangat disayangkan tidak banyak yang melakukan

pemeriksaan kesehatan sebelum menikah. Hal ini turut meningkatkan jumlah

penderita talasemia yang di Indonesia memang sudah cukup banyak. Ada

bermacam-macam pemeriksaan yang dapat dilakukan,yaitu :

Melakukan tes darah sebelum terjadi perkawinan (premarital screening).

Pemeriksaan ini dilakukan pada calon suami istri yang akan menikah. Jika pada

perempuan tidak ditemukan gen pembawa thalasemia,maka tidak perlu

dilakukan pemeriksaan pada laki-laki. Tetapi jika ditemukan gen pembawa

thalasemia pada perempuan,maka laki-laki harus diperiksa juga. (Wendy

Mehari, 2009)

Apabila sepasang suami isteri sudah mengetahui bahwa keduanya merupakan

pengidap penyakit thalasemia minor,maka maka perlu dilakukan pemeriksaan

17

Page 18: Refleksi Thalasemia Ayu

dan perencanaan kelahiran yang teliti dengan dibantu dokter dan ahli genetika

agar anak yang lahir tidak mengidap thalasemia.(Erik Tapan, 2009)

Apabila telah terjadi perkawinan dan hamil, maka perlu dilakukan pula

antenatal atau prenatal diagnosis untuk menghindari lahirnya anak dengan

penyakit thalasemia. (Sut, 2009) Pemeriksaan pada janin dapat dilakukan saat

usia kehamilan mencapai 10-15 minggu. (Wendy Mehari, 2009)

4.2.1 Pemeriksaan Pra Natal

Pada saeorang ibu yang hamil, akan diperiksa darah tepi lengkap dan

analisis hemoglobin. Jika hasilnya normal, artinya tidak perlu ada tindakan apa-

apa. Namun jika hasilnya menunjukkan bahwa sang ibu pembawa sifat

thalasemia, maka sang suami harus juga diperiksa. Pemeriksaan yang dilakukan

yaitu sama seperti pada sang Ibu, pemeriksaan darah tepi lengkap dan analisis

hemoglobin. Sama seperti pada Ibu, jika sang suami tidak membawa gen

talasemia, maka pemeriksaannya dianggap sudah selesai.

Namun jika sang suamipun membawa gen thalasemia, pemeriksaan harus

dilanjutkan. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan analisis DNA

suami-isteri. Kemudian dilakukan pengambilan jaringan vili chorealis untuk

menganalisa DNA janin. Dari sini bisa diputuskan apakah janin tersebut normal,

atau menjadi pembawa sifat (heterozigot) ataupun menderita talasemia major

(penderita/homozigot). Kemungkinannya adalah 25% normal, 50% minor dan

25% mayor.

Pemeriksaan Pra Natal (sebelum kelahiran) yang disebutkan di atas

mengandung suatu resiko bahwa mungkin saja sang janin menderita talasemia

mayor. Ini merupakan suatu dilema yang sangat sulit untuk diputuskan, apakah

janin tersebut akan dilahirkan atau tidak. Untuk itulah lagi-lagi dianjurkan

hendaknya pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum menikah ( M. Sangkot,

2009).

Maka akan bisa diketahui apakah salah satu atau dua-duanya pembawa gen

thalasemia. Namun dari sisi kedua pasangan tersebut, ini juga merupakan dilema.

Biasanya bila diketahui salah satu membawa sifat talasemia, maka pihak keluarga

18

Page 19: Refleksi Thalasemia Ayu

pasangannya akan menolak melanjutkan hubungan tersebut (padahal sebenarnya

tidak perlu jika pasangannya normal).

5. Komplikasi pada Penyakit Thalasemia

Kerusakan sel darah merah dalam tubuh penderita thalasemia meninggalkan

zat besi. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh digunakan

membentuk sel darah merah baru. Sementara dalam tubuh penderita thalasemia

zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak menumpuk dalam organ

tubuh seperti jantung dan hati karena suplai sel darah merah diperoleh dari

transfusi darah. Jumlah zat besi yang menumpuk dalam tubuh atau iron overload

ini akan mengganggu fungsi organ tubuh. (Victor As, 2009)

Komplikasi utama pada thalasemia baik minor maupun mayor adalah

anemia. Dan pada anemia ini lah komplikasi penyakit thalasemia bermula.

Anemia yang disebabkan Thalassemia lebih serius sifatnya, disebabkan oleh

ketidakseimbangan hemoglobin pasien yang menyebabkan fungsi hemoglobin

sebagai pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh jadi terganggu. Dan

kondisi anemia ini tidak dapat diobati hanya dengan mengonsumsi suplemen zat

besi (Craig Butler, 2009).

Jika kondisi anemia yang disababkan oleh thalasemia ini sudah tergolong

parah, maka dibutuhkan transfusi darah untuk menyeimbangkan eritrosit dalam

tubuh dan menjaga agar suplai oksigen tetap stabil. Transfusi darah harus

dilakukan secara rutin dengan frekuensi 2-3 kali dalam satu minggu ( Craig

Butler, 2009).

Transfusi darah yang terlalu sering menyebabkan zat besi tertimbun di

organ-organ tubuh. Penumpukan zat besi itu karena sel darah merah yang rusak

itu meninggalkan zat besi dalam tubuh. Dalam kondisi normal, zat besi ini dapat

dimanfaatkan untuk membentuk sel darah merah baru yang diproduksi oleh tubuh.

Akan tetapi, karena tubuh memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah,

maka terjadi penumpukan zat besi di hampir seluruh organ tubuh (Victor As,

2009).

Penumpukan zat besi di organ-organ tubuh bersifat fatal karena dapat

menyebabkan kegagalan fungsi organ tersebut. Salah satu organ tempat

19

Page 20: Refleksi Thalasemia Ayu

penimbunan zat besi adalah jantung. Banyak penderita thalasemia yang meninggal

akibat gagal jantung. Hal ini disebabkan oleh kurangnya daya kompensasi yang

dimiliki jantung dibandingkan dengan organ-organ lainnya. Awalnya jantung

akan mengalami pembesaran, namun karena daya kompensasinya rendah, maka

jantung tidak dapat lagi bekerja (Victor As, 2009).

Selain jantung, limpa dan hati juga mengalami pembesaran akibat bekerja

terus menerus membentuk sel darah merah, limpa penderita menjadi besar karena

penghancuran darah merah terjadi di sana (Nining, 2009). Limpa dan hati yang

membesar dapat membatasi gerak tubuh penderita, menimbulkan peningkatan

tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture atau sobekan pada organ

tersebut karena terlalu besar (Bambang Permono dkk, 2009).

Penumpukan zat besi juga terjadi di kelenjar endrokrin sehingga

menyebabkan pubertas lambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek dan

lamban,dan bahkan tidak mempunyai keturunan. Dan yang lebih parah lagi,

penderita thalasemia berpeluang terkena penyakit hepatitis B, hepatitis C dan HIV

yang tertular dari transfuse darah yang berulang. (Hulsman Stuart Roath, 1992)

Perubahan pada tulang juga dapat terjadi karena hiperaktivitas sumsum

merah berupa deformitas dan fraktur spontan (terutama tulang panjang). Dapat

pula mengakibatkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal, zigomatik dan

maksilaris. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. IQ kurang baik apabila tidak

mendapat tranfusi darah secara teratur dan menaikan kadar Hb. Jika kerusakan

tulang terjadi pada tulang muka, misalnya, pada tulang hidung, maka bentuk muka

pun akan berubah. Batang hidung menjadi hilang/melesak ke dalam (facies

cooley). (Nining, 2009)

BAB 4

PEMBAHASAN

20

Page 21: Refleksi Thalasemia Ayu

4.1 Anamnesis

Teori Kasus

Penderita thalassemia memiliki usia

tersering pada usia >18- 67 tahun,

ditandai oleh beberapa ciri layaknya

anemia, seperti lemas, gelisah, serta

sesak napas. Selain itu penderita juga

akan mengeluhkan gangguan napsu

makan, serta perut yang membesar

yang diakibatkan oleh hepatomegali

atau splenomegali

Anamnesis

Pertama kali didiagnosis menderita

Thalasemia saat usia 1,5 tahun

Lemas sejak 3 hari SMRS

Pucat

Dari anamnesis, diperoleh beberapa gejala yang sesuai dengan teori, antara

lain lemas dan pucat. Keluhan-keluhan seperti ini kerap muncul pada penderita

karena anemia, penderita mengeluhkan sering merasa lemas karena memiliki

kadar eritrosit yang rendah. Pasokan energi salah satunya bergantung pada

oksidasi dan eritrosit dalam tubuh. Semakin rendah eritrosit, tingkat oksidasi

dalam tubuh juga akan berkurang. Jumlah eritrosit yang rendah ini juga

menurunkan tingkat oksigen dalam tubuh.

4.2 Pemeriksaan Fisik

Teori KasusPemeriksaan Fisik

Facies Thalassemia Pucat Ikterik Hepatosplenomegali Gangguan pertumbuhan tulang

Pucat (+) Ikterik (-/-)

21

Page 22: Refleksi Thalasemia Ayu

Hasil pemeriksaan fisik pada pasien tergantung pada derajat keparahan

Thalassemia dan kadang tidak khas melalui pemeriksaan fisik saja. Pucat dapat

ditemukan pada semua jenis pasien dengan kelainan darah. Splenomegali

ditemukan pada pasien akibat destruksi etritrosit premature di limfa dan akibat

destruksi itu juga penderita cenderung ikterik karena kadar bilirubin berlebihan

dari penghancuran eritrosit yang berlebihan.

4.3 Pemeriksaan Penunjang

Teori Kasus

Diagnosis Thalasemia diketahui dari

pemeriksaan darah termasuk

complete blood count (CBC) dan

pemeriksaan Hemoglobin khusus

(Hb elektroforesis).

Pemeriksaan lain bisa dilakukan

untuk melihat hematopoiesis dengan

MRI, selain itu untuk memeriksa

adanya komplikasi seperti USG

abdomen dan echocardiogarfi

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah

Hemoglobin : 7.2 g/dl

Hematokrit : 21,4%

Retikulosit : -

Hapusan darah tepi : -

Indeks eritrosit

MCV : 69,2

Analisis hemoglobin

( Electroforesis Hemoglobin ) : -

Radio Imaging

MRI (hematopoiesis) : -

Pemeriksaan Komplikasi

USG (adanya splenomegali) : -

MRI (kelainan tulang) : -

Echokardiografi : -

Pemeriksaan penunjang yang telah dipaparkan di atas telah menunjukkan

bahwa ada beberapa pemeriksaan penunjang yang sesuai literature, meskipun ada

beberapa yang belum dilakukan seperti hapusan darah tepi untuk melihat

bentukan eritrosit, MRI untuk melihat hematopoiesis , dan pemeriksaan

22

Page 23: Refleksi Thalasemia Ayu

penunjang lain untuk melihat adanya komplikasi dari Thalassemia seperti USG

dan echokardiografi.

4.4 Penatalaksanaan

Teori KasusTerapi transfusi darahTerapi Iron ChelationTerapi transplantasi sumsum tulang

Transfusi PRC 125 cc/hari

Pemberian PRC pada pasien ini sudah sesuai dengan literatur. Seperti yang

telah dijelaskan. Terapi yang dapat digunakan saat ini ialah dengan memberikan

transfusi darah dan tambahan asam folat, serta mempertahankan hemoglobin di

atas 10 gram/dl, agar aktivitas penderita Thalassemia dapat melaksanakan

kegiatan sehari-hari. Akan tetapi transfusi darah berulang dapat mengakibatkan

penimbunan zat besi pada organ-organ penting seperti jantung, hati, atau otak, dan

dapat mengganggu fungsi organ-organ tersebut. Untuk mencegah penimbunan zat

besi tersebut dapat digunakan dengan pemberian Desferoxamine melalui syringe

drive. Namun sayangnya tidak semua orang mampu membeli obat ini karena

harganya masih sangat mahal saat ini.

Cara lain adalah cangkok sumsum tulang. Cara ini sebaiknya dilakukan

sedini mungkin, yaitu saat anak belum banyak mendapat pasokan transfusi darah.

Karena makin sering menjalani tranfusi darah makin besar kemungkinan terjadi

penolakan terhadap sumsum tulang donor. Kelemahan dari metode ini adalah

mahalnya harga pengobatan, susahnya mencari donor yang cocok, dan prosesnya

yang menyakitkan penderita.

BAB 5

PENUTUP

23

Page 24: Refleksi Thalasemia Ayu

5.1 Kesimpulan

Telah diperiksa pasien An. TS usia 5 tahun yang didiagnosis dengan

Thalassemia dari anamnesis (riwayat penyakit sekarang dan dahulu),

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang didapatkan penegakkan diagnosis dan

penatalaksanaan yang belum sesuai dengan literatur.

DAFTAR PUSTAKA

24

Page 25: Refleksi Thalasemia Ayu

Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2 Edisi 3, Jakarta: Media

aesculapius.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Reksodiputro, A.Harryanto. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi

IV. Jakarta: Penerbit FK UI.

25