thalasemia yuti

54
PRESENTASI KASUS THALASEMIA PENYUSUN : YUTI PURNAMASARI 030.09.282 PEMBIMBING : dr. Rina Rahardiani, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 0

Upload: purnamasariyuti

Post on 11-Dec-2015

107 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

thalasemia

TRANSCRIPT

Page 1: Thalasemia Yuti

PRESENTASI KASUS

THALASEMIA

PENYUSUN :

YUTI PURNAMASARI

030.09.282

PEMBIMBING :

dr. Rina Rahardiani, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 10 Agustus – 17 Oktober 2015

0

Page 2: Thalasemia Yuti

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RSAL MINTOHARDJO

Dokter Pembimbing : dr. Rina Rahardiani,Sp.A Tanda tangan :

Nama Mahasiswa : Yuti Purnamasari

NIM : 030.09.282

I. IDENTITAS

PASIEN

Nama : An. D Suku Bangsa : Jawa

Umur : 13 tahun / 19 Mei 2002 Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SD

Alamat : Desa sumberkulan , jati tujuh, Majalengka

ORANG TUA/ WALI

AYAH

Nama : Tn. M Agama : Islam

Tgl lahir (Umur): 54 Tahun Pendidikan : SD

Suku Bangsa : Jawa Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa sumberkulan , jati tujuh, Majalengka

Gaji : ± 3.000.000

IBU

Nama : Ny. Y Agama : Islam

Umur : 51 tahun Pendidikan : SLTA

Suku bangsa : Jawa Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Desa sumberkulan , jati tujuh, Majalengka

No Telp : 0857778299

Hubungan dengan orang tua : anak kandung

1

Page 3: Thalasemia Yuti

II. ANAMNESIS

Dilakukan alloanamnesis dengan ibu, pada tanggal 20 Agustus 2015

KELUHAN UTAMA

Lemas dan pucat sejak 3 bulan yang lalu

KELUHAN TAMBAHAN

Perut membesar

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Pasien datang ke IGD RSAL dr. Mintohardjo oleh orang tuanya karena ingin dilakukan

tranfusi darah terhadap pasien, pasien merasa lemas sejak 3 bulan yang lalu sebelum

masuk rumah sakit. Keluhan demam, mual, muntah disangkal. Kini pasien telah

menjalani tranfusi untuk yang ke lima kali nya.

Menurut ibu pasien pasien dari usia 1 tahun sudah sering pucat dan cepat lelah, namun

tidak ada keluhan lain, dan masih beraktifitas dengan normal. Ibu nya hanya membawa

ke dokter klinik dekat rumah untuk mengobati demam. Mulai di usia 5 tahun perut

pasien membesar dan mengeras, semakin lama semakin besar dan kulit berwarna

kuning. Saat dibawa berobat ke dokter klinik dekat rumah, dokter menyarankan dirujuk

ke rumah sakit besar di bandung, namun karena rumah yang jauh dan tidak ada biaya

ibu tidak membawa pasien ke bandung. Tidak ada keluhan lain yang dirasakan oleh

pasien selain lemas, pucat, dan perut membesar. Mual, muntah, riwayat perdarahan

seperti mimisan, gusi berdarah, berat badan turun, nafsu makan berkurang disangkal

oleh pasien. Selain itu pertumbuhan pasien juga tertinggal dibandingkan teman teman

seusianya. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Pasien mulai berobat ke RSAL dr. Mintohardjo saat usia 12 tahun karena pucat, lemas

sehingga tidak dapat beraktivitas seperti biasanya serta kulit berwarna kuning. Saat di

RSAL dr. Mintohardjo pasien mendapat tranfusi dan pasien didiagnosa thalasemia

mayor.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

KEHAMILAN

Perawatan Antenatal Rutin memeriksa kehamilan pada saat hamil sampai dengan

melahirkan di bidan

2

Page 4: Thalasemia Yuti

Penyakit Kehamilan Tidak ada penyakit kehamilan

KELAHIRAN

Tempat Kelahiran Di rumah (Jawa)

Penolong Persalinan Bidan dan dukun beranak

Cara Persalinan normal

Masa Gestasi 9bulan

Riwayat kelahiran Berat Badan : 2000 gram

Panjang Badan Lahir : - cm

Lingkar kepala : - cm

Langsung menangis

APGAR score : -

Kelainan bawaan : tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan

Psikomotor

Tengkurap : 9 bulan

Duduk : 11 bulan

Berdiri : 18 bulan

Bicara : 24 bulan

Berjalan : 24 bulan

Baca dan tulis : 5 tahun

Perkembangan pubertas : belum pubertas (A1, M2)

Gangguan Perkembangan : terdapat gangguan perkembangan

Kesan Perkembangan : perkembangan terhambat ( delay development)

3

Page 5: Thalasemia Yuti

RIWAYAT IMUNISASI

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)

BCG 0 bulan 6 bulan - - - -

DPT/ DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -

Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan - - -

Campak - 9 bulan - - - -

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -

Kesan : Imunisasi dasar pada pasien sudah lengkap, imunisasi ulangan tidak dilakukan

RIWAYAT MAKANAN

Umur (Bulan) ASI/ PASIBUAH/

BISKUITBUBUR SUSU NASI TIM

0 – 2 ASI - - -

2 – 4 ASI - - -

4 – 6 ASI √ √ -

6 – 8 ASI √ √ -

8 – 10 ASI+PASI √ √ -

10-12 ASI+PASI √ √ √

Kesan: pasien mendapat ASI ekslusif

JENIS MAKANAN FREKUENSI DAN JUMLAHNYA

Nasi/ pengganti 3x/hari, 1 piring setiap makan

Sayur 5x/seminggu

Daging 2x/minggu

Ayam 3x/minggu

Telur 2x/minggu

Ikan 2x/ minggu

Tahu 3x/minggu

Tempe 3x/minggu

Susu (merek/ takaran) -

Kesan: makanan bervariasi dan memenuhi gizi

4

Page 6: Thalasemia Yuti

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

PENYAKIT KETERANGAN PENYAKIT KETERANGAN

Infeksi Saluran

nafas- Morbili -

Otitis - Parotitis -

Radang Paru -Demam

Berdarah-

Tuberculosis - Demam Tifoid -

Kejang - Cacingan -

Ginjal - Alergi -

Jantung - Kecelakaan -

Darah - Operasi -

RIWAYAT KELUARGA

DATA CORAK PRODUKSI

Anak ke Umur Jenis Kelamin Status/Keterangan

1 23 Perempuan Hidup sehat/ anak

dari suami

pertama

2 18 Laki-laki Thalasemia

3 13 Perempuan pasien

DATA KELUARGA

AYAH/ WALI IBU/ WALI

Perkawinan ke- 2 2

Umur saat menikah 31 Tahun 28 Tahun

Kosanguinitas - -

Keadaan kesehatan/

penyakit bila adaSehat Sehat

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA

Kakak laki-laki menderita keluhan yang sama seperti pasien dan sesekali tranfusi darah.

5

Page 7: Thalasemia Yuti

RIWAYAT PENYAKIT PADA ANGGOTA KELUARGA LAIN/ ORANG SERUMAH

Tidak ada penyakit pada anggota keluarga lain atau orang serumah.

DATA PERUMAHAN

Kepemilikan rumah: Rumah milik pribadi

Keadaan rumah:

Rumah 1 lantai dengan 2 kamar tidur. Kamar mandi dalam rumah, terdapat banyak

ventilasi, keperluan mandi dan rumah tangga menggunakan air tanah, untuk air minu

mmenggunakan air gallon isi ulang.

Keadaan lingkungan:

Rumah berada di lingkungan padat penduduk. Aliran got terbuka namun lancar, sedikit

bau, tempat pembuangan sampah di depan rumah dan tertutup rapat, sampah rumah

tangga diambil tiap hari oleh petugas kebersihan. Cukup banyak kendaraan bermotor

yang lalu lalang di lingkungan rumah, tetapi asap tidak sampai ke rumah.

Kesan: kondisi rumah cukup baik, tinggal di daerah padat penduduk.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal : 20 Agustus 2015

Pukul : 13.00 WIB

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan Umum : lemah, tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign : TD : 110/60

Nadi : 112x/menit

Suhu :36,9°C

RR : 36x/menit

Data Antropometri : BB : 24 kg TB : 122cm

Lingkar kepala : 50 cm

Lingkar dada : 72 cm

Lingkar lengan atas : 14 cm

6

Page 8: Thalasemia Yuti

Status Gizi :

BB/ U = 24/ 47x 100 % = 51,06 % (Gizi buruk)

TB/ U = 122/ 157x 100 % = 77,70 % (Tinggi kurang)

BB/ TB = 24/ 23x 100 % = 104,00 % (Gizi normal)

Status gizi diatas berdasarkan kurva CDC 2000, pasien termasuk dalam kategori gizi baik.

Dari ketiga parameter yang digunakan diatas didapatkan gizi buruk untuk parameter BB/U dan gizi

baik untuk BB/TB, sedangkan untuk parameter TB/U didapatkan tinggi kurang.

PEMERIKSAAN SISTEMATIS

KEPALA

Bentuk dan ukuran : Fascies Cooley

Rambut dan kulit kepala : Warna merah kecoklatan, rambut tipis, halus, kulit kepala

bersih, rambut tidak mudah dicabut

Mata : Palpebra tidak tampak oedem, konjungtiva tampak

pucat, kornea jernih, sklera kuning, pupil bulat isokor, RCL

+/+, RCTL +/+, mata cekung (-), esotropi oculi dextra

Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen +/-,

Hidung : Normosepti, sekret -/-, deviasi septum (-), nafas cuping

hidung (-)

Bibir : Warna merah muda, lembap

Mulut : Mukosa mulut lembab, stomatitis aphtosa (-)

Gigi-geligi : hygiene baik

Lidah : Normoglotia, lembab, tidak ada papil atrofi, lidah tidak kotor

Tonsil : T1-T1 tenang

Faring : tenang, uvula di tengah

LEHER :

tidak teraba kelenjar getah bening dan tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea

ditengah

THORAKS

Dinding thoraks

I : bentuk dada datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis

7

Page 9: Thalasemia Yuti

PARU

I : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak terdapat

retraksi

P : Vocal fremitus sama di kedua lapang paru

P: Sonor di seluruh lapang paru

Batas paru kanan-hepar : setinggi ICS V linea midklavikularis dextra

Batas paru kiri-gaster : setinggi ICS VII linea axillaris anterior

A: Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-. Wheezing (-/-)

JANTUNG

I : Ictus cordis terlihat pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V

P : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V

P : Batas kanan jantung : linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V

Batas kiri jantung : linea midklavikularis 1 jari ke lateral sinistra setinggi ICS V

Batas atas jantung : linea parasternalis sinistra setinggi ICS III

A: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (+), gallop (-)

ABDOMEN

I : buncit, tampak massa, tidak tampak pelebaran pembuluh darah

A : Bising usus (+)

P : supel, turgor baik, splenomegaly schuffner 6, tepi tumpul, permukaan licin, konsistensi

padat dan tidak nyeri tekan.

P: pekak pada kuadara atas kiri dan kanan, bawah kanan, shifting dullness (-)

ANUS

Tidak ada kelainan

GENITAL

Jenis kelamin perempuan

ANGGOTA GERAK

Akral hangat dan tidak terdapat oedem pada keempat ekstremitas

8

Page 10: Thalasemia Yuti

KULIT

Warna kulit sawo matang, agak pucat kekuningan, tidak ada efloresensi bermakna.

KELENJAR GETAH BENING

Tidak teraba kelenjar getah bening di preaurikular, retroaurikular, oksipitalis,

submandibula, submental, cervicalis anterior dan posterior, supraklavikula, infraklavikula,

axillaris dan inguinalis.

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Refleks fisiologis : Biceps +/+ , Triceps +/+ , Patella +/+ , Achilles +/+

Refleks patologis : Babbinsky -/- , Chaddok -/- , Schaeffer -/- , Gordon -/- , Oppenheim -/-

Tanda rangsang meningeal (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap (tanggal 20/08/2015)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Leukosit 8100/μL 5.000-10.000/μL

Eritrosit 2,65 juta /μL 4,2-5,4 juta/μL

Hemoglobin 4,4 g/dL 10,8-15,6 g/dL

Hematokrit 15% 33-45%

Trombosit 289.000/μL 150.000-450.000/μL

Pemeriksaan Hitung Jeni3s (tanggal 8/06/2015)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Basofil 0% 0-1%

Eosinophil 1% 0-5%

Batang 1% 2-6%

Segmen 54% 50-70%

Limfosit 41% 20-40%

Monosit 3% 2-8%

9

Page 11: Thalasemia Yuti

V. RESUME

Pasien datang ke IGD RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan lemas, pucat dan

mudah lelah semenjak 3 bulan yang lalu. Perut pasien yang membesar sejak usia 5

tahun yang semakin lama semakin besar. Pertumbuhan pasien tertinggal dibanding

teman seusianya. Belum ada perkembangan sex sekunder. Fascies cooley, Nadi 112

x/menit, pernafasan 36 x/menit. Terdapat murmur pada auskultasi jantung, dan terdapat

pegeseran batas jantung kiri sedikit ke lateral. Status gizi menurut kurva NCHS gizi

buruk. Konjungtiva anemis +/+, SI +/+, bibir pucat, mukosa mulut pucat,

splenomegaly schuffner 6 tepi tumpul, permukaan licin, konsistensi padat, dan tidak

nyeri tekan. Warna kulit pucat kekuningan. Dari pemeriksaan laboratorium eritrosit

2,65, hb 4,4, ht 15.

VI. DIAGNOSIS

Thalasemia ß mayor dengan gizi buruk

VII. DIAGNOSIS BANDING

Anemia defisiensi besi

Keganasan

Anemia sideroblasitk

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sediaan hapus sel darah tepi

Pemeriksaan indeks eritrosit

Analisa hemoglobin

Pemeriksaan kadar serum besi

Rontgen kepala, thoraks dan tulang panjang

Pemeriksaan fungsi hati

EKG

IX. PROGNOSIS

ad vitam : dubia ad bonam

ad functionam : ad malam

ad sanationam : ad malam

10

Page 12: Thalasemia Yuti

X. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa :

Tranfusi PRC (3 x 250)

Lasix 30 mg diantara tranfusi PRC

Non Medikamentosa :

Tirah baring

Kontrol rutin

Komunikasi-Informasi-Edukasi mengenai keadaan pasien

Edukasi kontrol rutin ke dokter karena penyakit ini sulit untuk disembuhkan dan

membutuhkan pemantauan yang terus menerus

Edukasi bila pasien pucat, segera kontrol ke dokter

XI. RESUME TINDAK LANJUT

Pasien perempuan usia 13 tahun datang dengan keluhan lemas, pucat dan mudah

lelah semenjak 3 bulan yang lalu. Perut dirasa buncit sejak usia 5 tahun, yang semakin lama

semakin besar. Pasien didiagnosa thalasemia ß mayor saat usia 12 tahun karena baru saja

dibawa sang ibu ke rumah sakit. Semenjak itu pasien mulai melakukan transfusi ke RSAL.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sklera ikterik, kulit kuning, serta

status gizi pasien yang buruk. Dari pemeriksaan penunjang Hb, eritrosit dan Ht tampak

adanya penurunan. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah memberikan tranfusi PRC 3 x

250cc serta tirah baring dan diberikan edukasi kepada keluarga untuk kontrol rutin.

11

Page 13: Thalasemia Yuti

Follow Up

Tanggal

Perawatan20/08/2015

S

Pucat, pusing, lemas

O

KU : tampak sakit sedang

Kes : CM

S: 36oC, N: 112 x/mnt (reguler, kuat),

RR: 36x/m

Mata: , CA+/+, SI+/+

Bibir dan Mulut: pucat

Leher: KGB dan tiroid tidak teraba membesar

Thoraks: BJ I-II reg, murmur (+), gallop (-); SN Ves -/-, Wh -/- Rh -/-

Abdomen: BU (+), pekak, NT epigastrium (-), splenomegaly schufner 6

Ekstremitas: akral hangat, oedem ekstremitas (-),

A

Thalasemia ß mayor dengan gizi buruk

P

Observasi keadaan umum

Transfusi PRC 226 ml

12

Page 14: Thalasemia Yuti

Tanggal

Perawatan21/08/2015

S

Masih lemas

O

KU : tampak sakit sedang

Kes : CM

S: 36,7,5oC, N: 120 x/mnt (reguler, kuat),

RR: 24x/mnt

Mata: , CA+/+, SI+/+

Bibir dan Mulut: pucat

Leher: KGB dan tiroid tidak teraba membesar

Thoraks: BJ I-II reg, murmur (+), gallop (-); SN Ves -/-, Wh -/- Rh

-/-

Abdomen: BU (+), pekak, NT epigastrium (-), splenomegaly

schufner 6

Ekstremitas: akral hangat, oedem ekstremitas (-),

A Thalasemia ß mayor dengan gizi buruk

P

Tranfusi PRC 227 ml

13

Page 15: Thalasemia Yuti

Tanggal

Perawatan22/08/2015

S

Masih lemas

O

KU : tampak sakit sedang

Kes : CM

S: 36,7,5oC, N: 120 x/mnt (reguler, kuat),

RR: 24x/mnt

Mata: , CA+/+, SI+/+

Bibir dan Mulut: pucat

Leher: KGB dan tiroid tidak teraba membesar

Thoraks: BJ I-II reg, murmur (+), gallop (-); SN Ves -/-, Wh -/- Rh

-/-

Abdomen: BU (+), pekak, NT epigastrium (-), splenomegaly

schufner 6

Ekstremitas: akral hangat, oedem ekstremitas (-),

A Thalasemia ß mayor dengan gizi buruk

P

Tranfusi PRC 164 ml

Menunggu hasil lab darah.

Pada tanggal 22 Agustus 2015 pasien pulang paksa karena kakak pasien sedang sakit di Jawa.

14

Page 16: Thalasemia Yuti

XII. ANALISA KASUS

Bedasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang didapatkan

pasien tanda-tanda anemia, dengan riwayat saudara kandung yang menderita keluhan

yang sama seperti pasien yaitu thalasemia. Maka diagnosis pasien adalah thalasemia ß

mayor. Gejala klinis yang didapat seperti anemia dikarenakan jumlah eritrosit dan

hemoglobin yang menurun. Pada thalasemia ß mayor sintesis terdapat kelebihan

rantai bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai bebas

ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein,

menyebabkan kerusakan pada membran sel darah merah dan destruksi dari sel darah

merah imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang

diproduksi menjadi berkurang. Sel darah merah yang beredar kecil, terdistorsi,

dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang

menurun.

Nadi dan laju pernapasan meningkat merupakan kompensasi tubuh untuk

memenuhi kebutuhan oksigenasi jaringan dikarenakan kadar Hb yang rendah. Fascies

cooley terjadi akibat sumsum tulang yang mengalami ekspansi secara masif dan

menginvasi bagian kortikal dari tulang karena sumsum tulang bekerja keras untuk

memproduksi eritroid perekursor yang lebih banyak.maka terjadin perubahan bentuk

tulang wajah karena penipisan korteks tulang dan penonjolan dahi, tulang pipi

menonjol karena hyperplasia sumsum tulang.

Splenomegaly atau pembesaran limpa karena destruksi eritrosit yang

berlebihan. Kebanyakan sel sel darah merah yang dibuat penderita thalasemia adalah

tidak normal, dan sering tertahan di dalam limpa. Oleh karena inilah limpa jadi

membesar. Secara berangsur angsur semakin banyak sel-sel darah merah yang

tertahan sehingga limpa mulai menghancurkannya. Limpa terus menjadi lebih besar

dan lebih besar dan menghancurkan lebih banyak dan lebih banyak lagi sel sel darah

merah, sampai hampir seluruh darah yang diterima dari tranfusi hanya masuk

langsung ke dalam limpa dan dihancurkannya. Proses ini disebut “ hypersplenisme”

Sclera ikterik karena meningkatnya bilirubin indirek dalam darah karena

destruksi eritrosit yang berlebihan. Pertumbuan terhambat yang terjadi akibat dari

sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari

tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur di saat masa

pertumbuhan dan perkembangan, mngalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari

15

Page 17: Thalasemia Yuti

tempat-tempat yang membutuhkannya. Secara klinis terlihat sebagai kegagalan dari

pertumubhan dan perkembangan. Tidak adanya perkembangan sex sekunder

disebabkan oleh destruksi eritrosit yang berlebihan menyebabkan kadar besi dalam

darah meningkat, besi merusak banyak organ salah satunya organ endokrin sehingga

kegagalan pertumbuhan dan perkembangan pubertas terhambat.

Murmur pada auskultasi jantung disebabkan karena penumpukan besi di jantung yang

mengakibatkan gangguan kontraktilitas otot jantung. Pergeseran batas jantung kiri

menandakan adanya pembesaran jantung dikarenakan kerja jantung yang berlebihan

sehingga terjadi penebalan dinding jantung.

PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN

Sediaan hapus sel darah tepi

Dapat terdapat mikrositik hipokromatik, sel target, polikromasia, basophilic

stippling.

Pemeriksaan indeks eritrosit

Dapat ditemukan MCV dan MCH yang kurang dari normal.

Analsia hemoglobin

Pemeriksaan hemoglobin elektroforesis. Dapat dijumpai kadar HbA2 dan

dapat dijupai kadar HbF yang meningkat.

Pemeriksaan kadar serum besi

Pada pemeriksaan serum besi terdapat peningkatan ferritin

Foto rontgen tulang kepala dan thoraks

Deformitas muka pada penderita thalassemia mayor yang tidak ditranfusi

adekuat. Tampak hyperplasia dan maloklusi maksila yang parah. Pada rontgen

tulang tengkorak memperlihatkan maksia yang tumbuh lebih menunjukan

pelebaran nyata rongga diploe, dengan gambran hair on end yang disebabkan

oleh trabekula vertical. Foto rontgen thoraks untuk mengetahui apakah ada

pembesaran jantung.

16

Page 18: Thalasemia Yuti

EKG

Kelainan pada EKG ynag paling sering pada thalassemia mayor adalah

hipertrofi ventrikel kiri dan perlambatan konduksi atrioventrikular.

Tes Fungsi Hepar

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka

tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi

batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan

menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga

terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.

PENATALAKSANAAN

Tranfusi PRC (3 X 250CC)

Untuk memenuhi kebutuhan hemoglobin, dan mempertahan kan Hb 9-10g/dl

Lasix diantara tranfusi

Antisipasi overload caira akibat tranfusi.dengan dosis 1-2mg/kgbb.

17

Page 19: Thalasemia Yuti

TINJAUAN PUSTAKA

Thalasemia

Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang disebabkan oleh defek genetik pada pembentukan rantai globin. Pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927. Kata thalassemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk mediterania, dalam bahasa Yunani Thalasa berarti laut dan haima yang berarti darah.(1)(2)(3)(4)

Thalassemia β adalah kelainan darah yang dikarakteristikkan dengan berkurangnya atau bahkan tidak adanya sintesis rantai β globin yang menyebabkan menurunnya hemoglobin dalam sel darah merah, berkurangnya produksi sel darah merah, dan anemia.(4)

3.2. Epidemiologi

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo sampai dengan akhir tahun 2008 terdapat 1442 pasien thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52% pasien thalassemia β homozigot, 46,5% pasien thalassemia β HbE, serta 1,3% pasien thalassemia α. Sekitar 70-100% pasien baru datang setiap tahunnya.(1)

Thalassemia beta paling banyak ditemukan di negara-negara Mediteranea, Timur Tengah, Asia Tengah, India, Cina Selatan, dan negara-negara di sepanjang pantai utara Afrika dan Amerika Selatan. Indonesia termasuk dalam sabuk thalassemia sehingga prevalensi gen pembawa cukup tinggi yaitu 5-10%. Jumlah penderita thalassemia beta mayor yang tinggal di Yogyakarta dan sekitarnya mencapai 80 anak. Kurang lebih 3% dari penduduk dunia mempunyai gen thalassemia dimana angka kejadian tertinggi sampai dengan 40% kasus adalah di Asia. Di Indonesia thalassemia merupakan penyakit terbanyak diantara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Jenis thalassemia terbanyak yang ditemukan di Indonesia adalah thalassemia beta mayor sebanyak 50% dan thalassemia β–HbE sebanyak 45%. Rekuensi pembawa sifat thalassemia untuk Indonesia ditemukan berkisar antara 3-10%. Bila frekuensi gen thalassemia 5% dengan angka kelahiran 23‰ dan jumlah populasi penduduk Indonesia sebanyak 240 juta, diperkirakan akan lahir 3000 bayi pembawa gen thalassemia setiap tahunnya.(4)(5)

3.3. Etiologi

Thalasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anaknya. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis hemoglobin dimana terjadi pengurangan produksi satu atau lebih rantai

18

Page 20: Thalasemia Yuti

globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Pada Thalasemia Alfa terjadi pengurangan sintesis rantai alfa dan Thalasemia Beta terjadi pengurangan sintesis rantai beta.(3)

Gambar 1. Thalassemia Beta Menurut Hukum Mendel

Pada thalassemia β terdapat mutasi pada salah satu atau kedua gen β globin. Mutasi ini menyebabkan kegagalan sintesis protein β globin yang merupakan komponen Hn sehingga menyebabkan anemia. Defek genetik ini dapat berupa sama sekali tidak adanya protein β globin (βo thalassemia) atau berkurangnya sintesis protein β globin (β+ thalassemia).(7)

Pada thalassemia β minor, salah satu gen β globin mengalami defek, menyebabkan penurunan sintesis protein β globin sebesar 50%, sedangkan pada thalassemia β mayor, produksi rantai β globin sangat terganggu karena kedua gen β globin bermutasi. Ketidakseimbangan sintesis dari rantai globin ini ( α >> β) menyebabkan eritropoiesis yang inefektif dan anemia mikrositik hipokrom berat.(7)

Gambar 2 . Gambaran Darah Tepi βo Thalassemia Minor

19

Page 21: Thalasemia Yuti

Gambar 3 . Gambaran Darah Tepi βo Thalassemia Mayor

3.4. Klasifikasi

Beberapa bentuk klinis dari thalassemia β ntara lain:

a. Karier thalassemia

Hampir tanpa gejala, dengan anemia ringan, dan jarang didapatkan splenomegali. Didapatkan penurunan ringan kadar Hb, dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Apusan darah memperlihatkan hipokromik, mikrositik, dan basophillic stippling dalam berbagai tingkatan. Pada 4-6% kasus, HbA2 meningkat 2 kali normal, 50% kasus memperlihatkan peningkatan HbF.(2)

b. Thalassemia minor (Trait thalassemia+ heterozigot)

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb

abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya.

Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia

defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama

waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai

peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga

mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang

benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai

15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.(7)

c. Thalassemia intermedia

Individu dengan thalassemia intermedia menunjukkan gejala klinis lebih lama dibanding thalassemia mayor, mengalami anemia yang lebih ringan, dan secara definisi tidak membutuhkan transfusi. Istilah thalassemia beta intermedia dipakai mulai kondisi yang hampir seberat thalassemia beta, dengan anemiaberat dan gangguan pertumbuhan sampai kondisi yang hampir seringan karier thalassemiaβ yang hanya bisa diketahui dari pemeriksaan rutin hematologi. Pada varian yang lebih berat didapatkan gangguan

20

Page 22: Thalasemia Yuti

pertumbuhan, perubahan tulang, dan gagal tumbuh sejak awal, penatalaksanaannya tidak dibedakan dengan thalassemia yang bergantung transfusi. Pada kasus lain didapatkan pasien dengan tumbuh kembangyang baik, keadaan yang hampir stabil dan splenomegali ringan maupun sedang disertai anemia ringan. Pada pasien ini komplikasi bisa timbul seiring bertambahnya umur. Hipertrofi sumsum eritroid dengan kemungkinan eritropoiesis ekstrameduler yang merupakan mekanisme kompensasi dari anemia kronik umumnya ditemukan. Konsekuensi dari hal ini diantaranya adalah perubahan tulang, osteoporosis progresif, sampai fraktur spontan, luka di kaki, defisiensi folat, hipersplenisme, anemia progresif, dan efek penimbunan zat besi karena peningkatan absorbsi di saluran cerna.(2)(4)

d. Thalassemia β dengan varian struktural β globin

e. Thalassemia Mayor (Thalassemia-β° homozigot; Anemia Cooley)

Keadaan ini rata-rata terjadi pada 1 dari 4 anak bila kedua orang tuanya merupakan

pembawa sifat thalassemia-β (tidak ada rantai β atau sedikit rantai β yang disintesis).

Rantai α berlebihan berpresipitasi dalam eritroblas dan eritrosit matur menyebabkan

eritropoiesis inefektif dan hemolisis berat khas untuk penyakit ini. Produksi rantai γ

membantu ‘membersihkan’ rantai α yang berlebih dan memperbaiki keadaan anemia.(15)

Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua

kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah

kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa

transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.

Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi

pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang

maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis

mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan

bentuk wajah yang khas.

21

Page 23: Thalasemia Yuti

Gambar 4. Deformitas Tulang pada Thalassemia Beta Mayor (Facies Cooley)

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan.

Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada

penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan

ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 5. Splenomegali pada Thalassemia

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak

terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh

siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal

jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan

kejadian terminal.

Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak

ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak

ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah

besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi

intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca

splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat

transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding

22

Page 24: Thalasemia Yuti

capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat

tinggi dalam eritrosit.(8)

3.5. Patofisiologi

Penelitian biomolekuler menunjukkan bahwa pada thalassemia terjadi mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Molekul globin terdiri atas sepasang rantai α dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis hemoglobin (Hb). (9)

Gambar 6. Struktur Hemoglobin Normal(3)

Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai α dan 2 rantai β = α2 β2), Hb F(< 2% = α2γ2) dan HbA2 (< 3% = α2δ2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta α (α -thalassemia), rantai β (β thalassemia), rantai- γ (γ thalassemia), rantai- δ (δ thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai- δ dan rantai- β (β δ-thalassemia).(9)

Thalassemia beta mayor terjadi karena defisiensi sintesis rantai ß sehingga kadar Hb A(α2ß2) menurun dan terdapat kelebihan dari rantai α, sebagai kompensasi akan dibentuk banyak rantai γ dan δ yang akan bergabung dengan rantai α yang berlebihan sehingga pembentukan Hb F (α2γ2) dan Hb A2 (α2δ2) meningkat.13,14 Meskipun demikian masih terdapat kelebihan rantai α yang bebas dan akan beragregasi membentuk badan inklusi pada eritrosit berinti di sumsum tulang. Badan inklusi yang banyak mengakibatkan membran eritrosit berinti menjadi kaku, tidak mampu bertahan lama dan mengalami destruksi intra meduler. Pada thalassemia beta mayor, hanya 15-30% eritrosit berinti yang tidak mengalami destruksi. Eritropoiesis menjadi tidak efektif, hanya sebagian kecil eritrosit yang mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia.(3)

Selain eritropoiesis yang tidak efektif, terjadinya anemia diperberat oleh proses hemolisis. Proses hemolisis terjadi karena eritrosis yang masuk sirkulasi perifer mengandung badan inklusi dan segera dibersihkan oleh limpa sehingga usia eritrosit menjadi pendek. Umur eritrosit penderita thalassemia antara 10,3-39 hari. Hemolisis dan eritropoiesis yang tidak efektif bersama – sama menyebabkan anemia yang terjadi oleh karena gangguan dalam pembentukan Hb, produksi eritrosit dan meningkatnya penghancuran eritrosit dalam sirkulasi darah.(10)(11)

23

Page 25: Thalasemia Yuti

Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan ekspans sumsum tulang sehingga timbul deformitas pada tulang. Pada sumsum tulang, akibat eritropoiesis yang masif, sel-sel eritroid akan memenuhi rongga sumsum tulang atau terjadi hiperplasia sumsum tulang yang menyebabkan desakan sehingga terjadi deformitas tulang terutama pada tulang ceper seperti pada tulang wajah. Tulang – tulang frontal, parietal, zigomatikus dan maksila menonjol hingga gigi – gigi atas nampak dan pangkal hidung depresi yang memberikan penampakan sebagai facies Cooley. Fenomena facies Cooley menunjukkan tingkat hiperaktif eritropoiesis. Eritropoietin juga merangsang jaringan hematopoesis ekstra meduler di hati dan limpa sehingga timbul hepatosplenomegali. Akibat lain dari anemia adalah meningkatnya absorbsi besi dari saluran cerna menyebabkan penumpukan besi berkisar 2-5 gram pertahun.(3)

3.6. Manifestasi klinis

a. Thalassemia beta mayor

Thalassemia mayor biasanya bersifat homozigot, disebut juga dengan anemia Cooley. Pada saat lahir biasanya penderita tampak sehat dan anemia muncul pada beberapa bulan kehidupan atau kurang lebih umur 6 bulan dan secara progresif memburuk. Penderita juga biasanya mengalami gagal tumbuh dan selanjutnya hidupnya tergantung pada transfusi. Pertumbuhan akan terhambat, terdapat penonjolan tulang tengkorak, pertumbuhan yang berlebihan dari daerah maksila dan muka seperti mongoloid. Hepar dan lien membesar serta dapat terjadi peningkatan pigmentasi kulit. Terdapat pula adanya gambaran hipermetabolisme berupa demam, badan kurus, dan kadang terjadi hiperurikemia, Karena splenomegali yang hebat dapat terjadi trombositipenia, lrukopenia sehingga penderita mengalami infeksi dan perdarahan. Akibat penumpukkan besi yang berlebihan dalam tubuh maka dapat timbul sirosis hepatis, aritnia kordis, gangguan pematangan seksual dan akibat gangguan endokrin lainnya.(12)

b. Thalassemia intermedia

Gejala kliniknya lebih ringan dibandingkan dengan thalassemia mayot, nemun lebih berat dibandingkan thalassemia trait. Biasanya gejala baru muncul apda saat usia 2-4 tahun. Pada bentuk yang berat biasanya menunjukkan anemia, hepato-splenomegali, gangguan pertumbuhan dan wajah talasemik. Namun, pada penderita ini kadar hemoglobin dapat dipertahankan 6gr/dL tanpa transfusi.(12)

c. Thalassemia

minor

Gejala klinis thalassemia

minor sering ditemukan

24

Page 26: Thalasemia Yuti

secara kebetulan pada pemeriksaan rutin atau pada beberapa keadaan ditemukan dalam keadaan stress misalnya kehamilan. Penderita thalassemia ini sering mengeluhkan kelelahan yang kronis dan keluhan tidak spesifik lainnya.(12)

Tabel 1. Perbedaan Klinis Thalassemia

3.7. Diagnosis

Anamnesis

Pada anamnesis bisa didapatkan kelihan pucat yang lama, anak tampak kuning,

mudah terinfeksi, perut membesar akibat hepatosplenomegali, pertumbuhan terhambat

atau pubertas terlambat, riwayat transfusi berulang (jika sudah pernah transfusi

sebelumnay), dan ada riwayat keluarga yang menderita thalassemia.(1)

Pemeriksaan fisik

Pada thalassemia beta mayor gejala klinis umumnya telah nyata pada umur kurang

dari 1 tahun. Kondisi kronik thalassemia beta mayor menunjukkan tampilan klinis

wajah khas facies Cooley, hidung menjadi pesek, maloklusi antara rahang atas dan

bawah, ekspansi tulang panjang mengakibatkan tulang panjang menjadi rapuh dan

mudah terjadi fraktur, penutupan prematur dari epifisis femur bagian bawah sehingga

pasien bertubuh pendek, perut anak membuncit, akibat pembesaran hati dan limpa.

Hepatomegali disebabkan proses hematopoiesis ekstra meduler dan deposit besi yang

berlebihan. Splenomegali terjadi karena limpa membersihkan sejumlah eritrosit rusak

sehingga terjadi hiperplasia limpa sebagai kompensasi. Limpa yang terlalu besar

membatasi gerak penderita sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal

dan bahaya terjadinya ruptur. Bila terjadi ruptur sangat berbahaya bagi anak karena

dapat terjadi perdarahan yang banyak, sedangkan anak thalassemia sendiri selalu dalam

keadaan kadar hemoglobin yang rendah.(3)

25

Page 27: Thalasemia Yuti

Penderita juga mengalami gangguan pertumbuhan dan malnutrisi, dimana berat

badan dan tinggi badan menurut umur berada dibawah persentil 50 dengan mayoritas

gizi buruk.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah:

1. Darah(8)(4)

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah:

- Darah rutin

Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit,

peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila

terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.

- Hitung retikulosit

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

- Gambaran darah tepi

Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada

gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear

drops sel dan target sel.

Gambar 7. Apusan Darah Tepi Pada Thalassemia

- Serum Iron & Total Iron Binding Capacity

26

Page 28: Thalasemia Yuti

Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia

terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun,

sedangkan TIBC akan meningkat.

- Tes Fungsi Hepar

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka

tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis,

obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan

meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini

akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb(8)(4)

3. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis

hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita

thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika

ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2.

Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H.

Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam

keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%

4. Pemeriksaan sumsum tulang(8)

5. Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat

aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada

keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.

27

Page 29: Thalasemia Yuti

Gambar 8. Sapuan sumsum tulang dengan Pewarnaan May-Giemsa stain, x100

6. Pemeriksaan rontgen(13)

Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

Gambar 9. Gambar rontgen kepala “Hair on end” dan tulang panjang yang terjadi penipisan korteks.

7. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan

jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat

anemianya.

8. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.

9. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk

memonitor efek terapi desferioksamin (DFO) dan shelating agent.(8)

3.8. Diagnosis Banding(16))

1. Congenital Dyserythropeietic Anemia

Tidak ada perbedaan tanda dan gejala pada CDA dan thalassemia β, tetapi tidak deitemukan riwayat keluarga yang menderita thalassemia dan pasien bukan merupakan etnis yang beresiko tinggi (tidak berasal dari mediteranea, Asia Tenggara, Timur Tengah).

Anemia pada CDA biasanya makrositik, sedangkan pada thalassemia β ditemuka anemia mikrositik. Analisis Hb pada CDA dapat menunjukkan peningkatan Hb F,

28

Page 30: Thalasemia Yuti

tetapi sebagian besar hemoglobin adalah Hb A, sedangkan pada thalassemia β baik mayor ataupun intermedia Hb A minimal atau tidak ada.

2. Defisiensi Piruvat Kinase

Biasanya menunjukkan gejala pada periode neonatal dengan hiperbilirubinemia berat dan memanjang. Sebelumnya ditemukan anemia dan hepatosplenomegali dan perubahan tulang yang berkembang saat bayi. Ikterus moderat hampir selalu ditemukan.

Anemia pada defisiensi piruvat kinase biasanya bukan berupa anemia mikrositik seperti yang ditemukan pada thalassemia. Gambaran darah tepi tampak sel darah merah yang bernukleus dalam jumlah besar, sedangkan pada thalassemia β sel tersebut hanya sedikitditemukan.analisis hemoglobin pada defisiensi piruvat kinase menunjukkan jumlah Hb A lebih besar, sedangkan pada thalassemia β hanya sedikit atau tidak ada Hb A.

3. Anemia defisiensi Fe

Presentasi klinis thalassemia β mirip dengan anemia defisiensi Fe. Gejala anemia pada defisiensi Fe minimal atau tidak ada sama sekali. Anemia defisiensi Fe, mungkin ditemukan riwayat kehilangan darah (yang tidak ketahui dan biasanya kronis) dan / atau riwayat makanan yang rendah kandungam besi. Diagnosis anemia defisiensi Fe berdasarkan laboratorium.

Pada thalassemia β, saturasi serum besi dan transferin biasanya normal, sedangkan pada anemia defisiensi besi kadar keduanya rendah. Terdapat anemia mikrositik pada keduanya, tetapi distribusi sel darah merah biasanya meningkat hanya pada defisiensi besi. Analisis hemoglobin masih memerlukan konfirmasi pada thalassemia β.

4. Hb H disease

Hb H disease dapat menunjukkan presentasi klinis yang sama dengan thalassemia β, disertai anemia mikrositik kronis sedang sampai berat, peningkatan bilirubin, dan kecenderungan terjadinya batu empedu.

Hb H disease dapat dibedakan berdasarkan analisis hemoglobin, dimana menunjukkan beberapa Hb A dan pita spesifik Hb H (tetramer dari 4 rantai β globin)

5. Anemia karena penyakit kronis

29

Page 31: Thalasemia Yuti

Terdapat riwayat infeksi akut dan kronis, penyakit autoimun, tramua dan operasi besar, penyakit yang kritis, dengan pemeriksaan fisik dimana ditemukan kelainan yang mendasarinya.

Derajat anemia biasanya ringan sampai berat (8-11 g/dL) dan normositik. Hitung jenis leukosit dan jumlah leukosit serta trombosit meningkat berdasarkan infeksi yang mendasarinya. Pada thalassemia β, anemianya berupa anemia mikrositik dan analisis hemoglobin abnormal dengan peningkatan Hb A2 dan Hb F.

3.9. Tatalaksana

1. Transfusi Darah

Tujuan transfusi pasa pasien thalassemia adalh untuk mengoreksi anemis, menekan

sritropoiesis, dan menghambat absorbsi besi di saluran gastrointestinal. Indikasi

untuk memberikan transfusi pada pasien thalassemia adalah bila ditemukan anemia

berat (Hb <7 g/ dL selama > 2 minggu, menghilangkan faktor penyebab lain,

misalnya infeksi). Pada pasien dengan Hb 7g/ dL juga tetap dapat diberikan transfusi

melihat keadaan lainnya, misalnya perubahan wajah, pertumbuhan yang terhambat,

splenomegali yang semakin bertambah. Bila memungkinkan, keputusan untuk

memulai transfusi regular tidak ditunda sampai tahun kedua ketiga kehidupan

mengingat adanya resiko terbentuknya antibodi multipel terhadap sel darah merah

sehingga sulit untuk mencari donor yang sesuai. Hb post transfusi diharapkan

mencapai 13-14 g/dL. Hb pasa kadar ini menghindarkan terjadinya kegagalan

tumbuh, kerusakan organ, dan deformitas tulang. Frekuensi pemberian transfusi

sekitar 2-4 minggu sekali. Secara umum jumlah sel darah merah yang ditransfusikan

tidk boleh melebihi 15-20 mg/kgBB/hari, dalam tetesan maksimal 5 ml/kgBB/jam

untuk meenghindrkan peningkatan secara cepat volume darah.

Umtuk melihat efektivitas terapi sebaiknya diperiksaHb pre- dan post-transfusi,

hematokrit, penurunan hhemoglobin sehari0hari. Bebera[a komplikasi dari

thalassemia antara lain:

2. Splenektomi(2)

Dulu sebagian besar pasien β thalassemia yang berat akan mengalami pembesaran

limpa yang bermakna dan peningkatan kebutuhan sel darah merah setiap tahunnya

pada dekade pertama kehidupan. Meskipun hipersplenisme kadang-kadang dapat

dihindari dengan transfusi lebih awal dan teratur, namun masih banyak pasien yang

memerlukan splenektomi. Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel darah

30

Page 32: Thalasemia Yuti

merah sampai 30% pada pasien yang indeks transfusinya (dihitung dari penambahan

PRC yang diberikan selama setahun dibagi berat badan dalam kg pada pertengahan

tahun) melebihi 20 ml/kg/tahun. Karena adanya resiko infeksi, splenektomi

sebaiknya ditunda hingga usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan

splenektomi, pasien sebaiknya divaksinasi dengan vaksin pneumococcal dan

Haemophillus influenza tipe B dan sehari setelah operasi diberi penisilin profilaksis.

Bila anak alergi, penisillin dapat diganti eritromisin.

3. Perawatan Kelasi Besi(13)

Perawatan Desferal Setiap 400 ml darah yang ditranfusikan mengandung sekitar 200

mg zat besi. Di Amerika serikat, Sel-sel darah merah yang telah dipisahkan dari

darah mengandung 200 mg untuk setiap 200-250ml PRC. Zat-zat besi ini tak bisa

dikeluarkan dari darah karena merupakan bagian dari haemoglobin, yang diperlukan

tubuh. Dengan kemampuannya sendiri, tubuh hanya dapat mengeluarkan sedikit

jumlah zat besi, sehingga jika kita mendapat tranfusi secara teratur, zat besi

berangsur angsur menumpuk dalam tubuh kita. Zat besi ini tersimpan dalam organ

tertentu, khususnya pada hati, jantung, dan kelenjar endokrin.

Tubuh kita dapat menyimpan banyak zat besi dengan aman, namun pada akhirnya

zat besi itu dapat merusak organ organ tempat penyimpannannya. Karenanya dipakai

obat untuk mengambil zat besi tersebut, dan membawanya keluar dari tubuh dalam

tinja dan air seni yang disebut pengobatan kelasi besi. Terapi kelasi besi secara

umum harus dimulai setelah kadar feritin serum mencapai 1000 µg/L, yaitu kira-kira

10-20 kali transfusi (± 1 tahun).

Terdapat beberapa obat kelasi besi yang bisa digunakan secara teratur, yaitu:

1. Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus

subkutan dalam 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil

selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di

abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang menerima

regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000 µg/L. Efek

samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran,

gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.

2. Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75

mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding

deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap jantung. Anderson dkk

31

Page 33: Thalasemia Yuti

menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan deferipron

memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebih

rendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin. Meskipun

begitu, masih terdapat kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas

deferipron sebab deferipron dilaporkan dapat menyebabkan agranulositosis,

artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati. Saat ini deferipron tidak

tersedia lagi di Amerika Serikat

3. Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru

saja mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan November

2005. Terapi standar yang dianjurkan adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis

tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali lebih besar dibanding

deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler, dan efektif

dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek samping yang mungkin terjadi

adalah sakit kepala, mual, diare, dan ruam kulit

4. Transplantasi sumsum tulang(2)

Transplantasi sumsum tulang untuk thalassemia pertama kali dilakukan tahun 1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk thalassemia. Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.

5. Diet thalasemia(14)(15)

Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :

Vitamin C : 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi. Dibutuhkan untuk

dapat membantu meningkatkan ekskresi besi yang disebabkan oleh

DFO.

32

Page 34: Thalasemia Yuti

Asam Folat: 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Asam

folat merupakan vitamin B yang dapat membantu pembentukan sel

darah merah yang sehat.

Vitamin E : 200-400 IU setiap hari.

Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga

dihindari karena absorpsi besi dari makanan meningkat pada Thalasemia. Kopi

dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.

Gambar 10 . Terapi pada Thalassemia

3.10. Pencegahan(13)

33

Page 35: Thalasemia Yuti

Thalassemia tidak dapat dicegah karena merupakan penyakit yang diturunkan, yang

dapat dilakukan skrining sebelum menikah.

Karena karier thalassemia β bisa diketahui dengan mudah, skrinning populasi dan

konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4

anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.

Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa

dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan

terminasi kehamilan pada fetus dengan thalassemia β berat.’

Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan skrinning

premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program

konseling verbal maupun tertulis mengenai skrinning

3.11. Komplikasi(17)

Splenomegali. Limpa sebagai tempat perombakan eritrosit yang telah terdestruksi

bekerja lebih keras sehingga menyebabkan pembesaran limpa yang makin

memburuk. Hal ini kemudian dapat menyebabkan terjadinya hipersplenisme

dimana fungsi limpa tidak terkontrol dengan baik, sehingga dapat mendestruksi sel

darah yang lain seperti leukosit dan trombosit yang berujung pada terjadinya

pansitopenia.

Anak dengan β thalassemia mayor dengan transfusi yang tidak adekuat dapat

menyebabkan pertumbuhan terhambat (eritropoiesis inefektif menyebabkan

metabolic rate meningkat) dan mudah terinfeksi, hepatosplenomegali, penipisan

cortex tulang dan mudah fraktur.

Hemosiderosis akibat pemberian transfusi, sehingga kadar serum besi yang

berlebihan. Hal tersebut dikarenakan eritropoiesis yang terjadi pada thalassemia

menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena adanya downregulation

(menurunkan fungsi) HAMP gen, yang memproduksi hormon dari hepar yaitu

hepcidin. Hepcidin merupakan regulator utama bagi zat besi. Hepcidin meregulasi

absorpsi besi dari diet, konsentrasi besi plasma dan distribusi besi ke jaringan.

Hepcidin bekerja dengan cara mendegradasi reseptor untuk eksporter besi seluler

yaitu ferroportin. Jika ferroportin terdegradasi, aliran zat besi dari mukosal

intestine menuju plasma menjadi berkurang. Dari makrofag dan hepatosit

34

Page 36: Thalasemia Yuti

mempengaruhi kadar ion besi yang rendah. Sehingga apabila terjadi defisiensi

hepcidin, absorpsi besi meningkat dan terdeposit didalam makrofag.12

Deposit besi yang berlebihan dapat tertimbun di banyak jaringan tubuh seperti hati

(fatty liver, sirosis hepatis), organ endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan,

pubertas terhambat atau tidak terjadi, diabetes melitus, hipotiroidisme,

hipoparatiroidisme, osteoporosis), pada otot jantung (menimbulkan kegagalan

jantung), sendi (nyeri sendi), kulit (hiperpigmentasi).

Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa chelating agent.

Limpa sebagai tempat perombakan eritrosit yang telah terdestruksi bekerja lebih

keras sehingga menyebabkan pembesaran limpa yang makin memburuk. Hal ini

kemudian dapat menyebabkan terjadinya hipersplenisme dimana fungsi limpa tidak

terkontrol dengan baik, sehingga dapat mendestruksi sel darah yang lain seperti

leukosit dan trombosit yang berujung pada terjadinya pansitopenia.

Wanita dengan fetus α-thalassemia meningkatkan komplikasi pada kehamilan

karena toksikemia dan peradarahan post partum.

3.12. Prognosis

Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimptomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang terjadi. Bayi dengan thalassemia α mayor kebanyakan lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfusi darah biasanya hanya bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.(8)

DAFTAR PUSTAKA

35

Page 37: Thalasemia Yuti

1. Sastroasmoro S, Bondan, Kampono N, Widodo D, Umbas R, Hermani B, et all.

Panduan Pelayanan medis departemen ilmu penyakit anak. Jakarta: RSUP Nasional

dr. Ciptomangunkusumo; 2007. p. 299-301

2. Permono B, Ugrasena IDG. Hemoglobin abnormal2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak

Indonesia; 2010. p. 64-84

3. Mason WH. Measles. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,

Editors. Nelson textboon of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.

p. 926-37

4. Galnello R, Origa R. Beta-thalassemia. Orphanet Journal of Rare Diseases 2010, 5:11

5. Wahidiyat I. Thalassemia dan permasalahannya di Indonesia. In : Firmansyah A,

Sastroasmoro S, Trihono PD, Pujiadi A, Tidjaja b, Mulya GD, Editors. Naskah

Lengkap Konika XI. Jakarta: IDAI; 1999. P 24-8

6. Pengaruh Penimbunan Besi terhadap Hati pada Thalassemia. Avalaible at:

www.saripediatri.idai.co.id/pdfile/5/1/7/pdf. Accessed Feb 10, 2014

7. Advani P, . Thalassemia Beta. September 27, 2010. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview Accessed on: July 07, 2014.

8. Yaish Hassan M. Thalassemia. April 30, 2010. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview. Accessed on: July 05th,

2014

9. Permono B, Ugrasena IDG. Talasemia. Buku ajar hematologi – onkologi anak.

Semarang: Sagung seto; 2006, 92-7

10. Adamson JW, Longo DL. Anemia and polycythemia. In: Fauci AS, Kasper DL,

Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J; editors. Harrison’s

Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: McGraw Hill Companies; 2008.

p. 1105-17

11. Gardenghi S, Grady RW, Rivella S. Anemia, ineffective erythropoiesis, and hepcidin:

interacting factors in abnormal iron metabolism leading to iron overload in beta-

thalassemia. Hematol Oncol Clin North Am. 2010;24:1089-1107

12. Lane et al. Hematologic disorder. Dalam: Current pediatric’s diagnosis and treatment.

Hay WW Jr, dkk (penyuting), edisi 16, Appleton&Lange, Stamford, Connecticut,

2003, 848-52

36

Page 38: Thalasemia Yuti

13. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hematologi. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Fakultas Kedokteran Universita

Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak

14. Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias. Forfar and

Arneil’s Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone. 2010. Hal 1621-

1632

15. Hoffbrand A.V., Pettit J.E., Moss P.A.H., Kelainan Genetik Pada Hemoglobin. In:

Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC,2005. p.72-3

16. BMJ Best Practice. Beta Thalassemia. Available at: http://bestpractice.bmj.com/best-

practice/monograph/251/diagnosis/differential.html . Accessed on July 12th, 2014

17. Lange Hay WW, Levin MJ. Hematologic disorders: Current diagnosis and treatment

in pediatrics. 18th ed. New York: Lange Medical Books. McGraw Hill Publishing

Division ; 2007. p. 841-5

37