thalasemia putut
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
THALASSAEMIA
Thalassemia merupakan penyakit darah herediter (keturunan) yang paling sering dan
akan merupakan kelainan genetik utama yang timbul setelah penyakit infeksi dan gangguan gizi
teratasi di Indonesia. Menyambut paradigma Indonesia Sehat 2010 yang baru dicanangkan,
kualitas sumber daya manusia tentu saja merupakan faktor yang utama dan keberadaan
thalassemia tentu saja akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat.1
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah
sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA
yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita
anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan
anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan
nama penemunya. 1
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar
menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus
bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas
mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi
(Lihat Gambar 1).1
1
Gambar 1. Karakteristik Wajah Anak dengan Thalasemia
Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut
hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputi suatu
keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut
thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang paling berat
(bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah
satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan
oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia.1
Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia
Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama sekali
ditemui pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal
ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk. Menurut hipotesis,
migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang dikelompokkan dalam
dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang
lalu dan disebut Protomelayu (Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu
disebut Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan
populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi,
pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores 1,2
2
Pada tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai, telah melaporkan adanya 3 orang
anak menderita thalassemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan 23 orang anak dengan
penyakit yang serupa di Indonesia. Dalam kurun waktu 17 tahun, yaitu dari tahun 1961 hingga
tahun 1978 telah menemukan tidak kurang dari 300 penderita dengan sindrom thalassemia ini.
Kasus-kasus yang serupa telah banyak pula dilaporkan oleh berbagai rumah sakit di Indonesia, di
antaranya Manurung (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak F.K. Universitas Sumatera Utara
Medan telah melaporkan 13 kasus, Sumantri (1978) dari bagian Kesehatan Anak F.K.
Universitas Diponegoro Semarang, Untario (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak F.K.
Airlangga, Sunarto (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak F.K. Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Demikian pula telah dilaporkan kasus-kasus yang serupa dari F.K. Universitas
Hasanuddin Ujung Pandang (Wahidayat, 1979). Vella (1958), Li-Injo & Chin (1964) dan Wong
(1966). Demikian juga di Malaysia dengan kasus yang serupa juga dilaporkan. 1
Di negara-negara yang mempunyai frekuensi gen thalassemia yang tinggi penyakit
tersebut menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Public Health). Pada umumnya anak
dengan penyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai usia produktif bahkan mati di dalam
kandungan atau mati setelah lahir seperti pada thalassemia-α Hb bart’s hydrop fetalis. Keadaan
ini sangat memperihatinkan jika anak-anak yang lahir tidak akan mencapai usia dewasa, maka
generasi berikutnya akan semakin berkurang bahkan akan lenyap setelah beribu-ribu tahun.1
3
Ditinjau dari segi keluarga penderita, adanya seorang atau beberapa anak yang menderita
penyakit thalassemia mayor merupakan beban yang sangat berat karena mereka menderita
anemia berat dengan kadar Hb di bawah 6-7 gr%. Mereka harus mendapatkan transfusi darah
seumur hidup untuk mengatasi anemia mempertahankan kadar haemoglobin 9-10 gr%. Dapat
dibayangkan bagaimana beratnya beban keluarga apabila beberapa anak yang menderita penyakit
tersebut. Pemberian transfusi darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi
hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu menimbulkan penimbunan zat besi dalam jaringan
tubuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti hati, limpa, ginjal,
jantung, tulang, dan pankreas. Tanpa transfusi yang memadai penderita thalassemia mayor akan
meninggal pada dekade kedua. 1
Efek lain yang ditimbukan akibat transfusi, yaitu tertularnya penyakit lewat transfusi
seperti penyakit hepatitis B, C, dan HIV. Hingga sekarang belum dikenal obat yang dapat
menyembuhkan penyakit tersebut bahkan cangkok sumsum tulang pun belum dapat memuaskan.
Para ahli berusaha untuk mengurangi atau mencegah kelahiran anak yang menderita thalassemia
mayor atau thalassemia-α homozigot. 1
Definisi
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan
secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul
globin dalam hemoglobin.4
Etiologi
Talasemia diakibatkan adanya variasi atau hilangnya gen ditubuh yang membuat
hemoglobin. Hemoglobin adalah protein sel darah merah (SDM) yang membawa oksigen. Orang
dengan talasemia memiliki hemoglobin yang kurang dan SDM yang lebih sedikit dari orang
normal.yang akan menghasilkan suatu keadaan anemia ringan sampai berat.6
4
Ada banyak kombinasi genetik yang mungkin menyebabkan berbagai variasi dari talasemia.
Talasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Penderita
dengan keadaan talasemia sedang sampai berat menerima variasi gen ini dari kedua orang
tuannya. Seseorang yang mewarisi gen talasemia dari salah satu orangtua dan gen normal dari
orangtua yang lain adalah seorang pembawa (carriers). Seorang pembawa sering tidak punya
tanda keluhan selain dari anemia ringan, tetapi mereka dapat menurunkan varian gen ini kepada
anak-anak mereka.6,3
Klasifikasi
Secara molekuler thalassemia dibedakan atas thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara
klinis dibedakan atas thalasemia mayor dan minor .5
Hemoglobin terdiri dari dua jenis rantai protein rantai alfa globin dan rantai beta globin. Jika
masalah ada pada alfa globin dari hemoglobin, hal ini disebut thalassemia alfa. Jika masalah ada
pada beta globin hal ini disebut thalassemia beta. kedua bentuk alfa dan beta mempunyai bentuk
dari ringan atau berat. Bentuk berat dari Beta thalassemia sering disebut anemia Cooley’S. .6
A. Thalassemia alfa
Empat gen dilibatkan di dalam membuat globin alfa yang merupakan bagian dari
hemoglobin, Dua dari masing-masing orangtua.Thalassemia alfa terjadi dimana satu atau lebih
varian gen ini hilang. 6
o Orang dengan hanya satu gen mempengaruhi disebut silent carriers dan tidak punya tanda
penyakit.
o Orang dengan dua gen mempengaruhi disebut thalassemia trait atau thalassemia alfa . akan
menderita anemia ringan dan kemungkinan menjadi carrier
o Orang dengan tiga gen yang yang dipengaruhi akan menderita anemia sedang sampai anemia
berat atau disebut penyakit hemoglobin H.
5
o Bayi dengan empat gen dipengaruhi disebut thalassemia alfa mayor atau hydrops fetalis. Pada
umumnya mati sebelum atau tidak lama sesudah kelahiran.
Jika kedua orang menderita alfa thalassemia trait ( carriers) memiliki seorang anak, bayi bisa
mempunyai suatu bentuk alfa thalassemia atau bisa sehat. . 6
Gambar 3. Rantai Hemoglobin7
B. Thalasemia Beta
Melibatkan dua gen didalam membuat beta globin yang merupakan bagian dari hemoglobin,
masing-masing satu dari setiap orangtua. Beta thalassemia terjadi ketika satu atau kedua gen
mengalmi variasi. 6
o Jika salah satu gen dipengaruhi, seseorang akan menjadi carrier dan menderita anemia
ringan. Kondisi ini disebut thallasemia trait/beta thalassemia minor,
o Jika kedua gen dipengaruhi, seseorang akan menderita anemia sedang (thalassemia beta
intermedia atau anemia Cooley’s yang ringan) atau anemia yang berat ( beta thalassemia
utama, atau anemia Cooley’s).
o Anemia Cooley’s, atau beta thalassemia mayor jarang terjadi. Suatu survei tahun 1993
ditemukan 518 pasien anemia Cooley’s di Amerika Serikat. Kebanyakan dari mereka
mempunyai bentuk berat dari penyakit, tetapi mungkin kebanyakan dari mereka tidak
terdiagnosis .
Jika dua orangn tua dengan beta thalassemia trait (carriers) mempunyai seorang bayi, salah
satu dari tiga hal dapat terjadi: . 6
6
o Bayi bisa menerima dua gen normal ( satu dari masing-masing orangtua) dan mempunyai
darah normal ( 25 %).
o Bayi bisa menerima satu gen normal dan satu varian gen dari orangtua yang thalassemia
trait ( 50 persen).
o Bayi bisa menerima dua gen thalassemia ( satu dari masing-masing orangtua) dan
menderita penyakit bentuk sedang sampai berat (25 persen).
Gambar 4. Skema Penurunan Gen Thalassemia Menurut Hukum Mendel
Orang-orang yang beresiko menderita thalasemia: 6
o Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia
o Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama
o Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry (Yunani, Italia,
Ketimuran Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika Pendaratan.
o Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara Asia, Orang India, Cina, atau
orang Philipina.
7
Patofisologi dan pathogenesis (10)
Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang menyebabkan HbF
tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan anemia hemolitik.
Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke
dalam jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia. Tingginya kadar rantai α-globin,
menyebabkan rantai tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan mengendap di
dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya, dan menyebabkan
sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system fagosit mononuclear. Tidak
hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum dirusak, akibat terdapatnya
inklusi (eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat menyebabkan adanya
hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan harus
digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga tempat pembentukan
eritrosit (pada tulang-tulang pipih, hati, dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal tersebut
menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan kerapuhan), hati, dan
limfe.
a.Thalasemia-α
Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop fetalis, rantai α sama sekali tidak diproduksi
sehingga terjadi peningkatan Hb Bart’s dan Hb embrionik.
Meskipun kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Bart’s, fetus
tersebut sangat hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia
intrauterin.
Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+ menghasilkan
ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit HbH.
Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi
sebagai pembawa oksigen.
b.Thalasemia-β
Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi kedua alel β globin pada thalassemia β
8
menyebabkan kelebihan rantai α. Rantai α tersebut tidak dapat membentuk tetramer sehingga
kadar HbA menjadi turun, sedangkan produksi HbA2 dan HbF tidak terganggu karena tidak
membutuhkan rantai β dan justru sebaliknya memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha
kompensasi. Kelebihan rantai α tersebut akhirnya mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit
yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies/heinz bodies yang menyebabkan
pengrusakan di lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi
hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia β
disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit.
Pada hapusan darah, eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC terfragmentasi,
polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit imatur.
Gejala Klinis
a. Thalassemia Mayor
1. Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan oksigen tidak terpenuhi yang
disebabkan hemoglobin pada thalasemia (HbF) memiliki afinitas tinggi terhadap
oksigen.
2. Facies thalasemia yang disebabkan pembesaran tulang karena hiperplasia sumsum
hebat.
3. Hepatosplenomegali yang disebakan oleh penghancuran sel darah merah berlebihan,
hemopoesis ekstramedular, dan kelebihan beban besi.
4. Pemeriksaan radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis, dan
trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar
kadang- kandang terlihat brush appereance.
5. Hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin menyebabkan keterlambatan
menarche dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder. Selain itu juga
menyebabkan diabetes, sirosis hati, aritmia jantung, gagal jatung, dan
perikarditis.
b. Thalassemia Minor
Penderita yang menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier dan hanya menunjukkan
9
gejala-gejala yang ringan.
Patofisiologi Gejala Klinis pada Pasien (10)
Gejala yang didapat pada pasien berupa gejala umum anemia yaitu: anemis, pucat, mudah capek,
dan adanya penurunan kadar hemoglobin. Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsional
hemoglobin dalam menyuplai atau membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh yang
digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga oksigenasi ke jaringan berkurang. Selain sebagai
pembawa oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen merah eritrosit sehingga apabila terjadi
penurunan kadar hemoglobin ke jaringan maka jaringan tersebut menjadi pucat. Penurunan
fungsional hemoglobin tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan pembentukan
hemoglobin, penurunan besi sebagai pengikat oksigen dalam hemoglobin. Kompensasi tubuh
agar suplai oksigen ke jaringan tetap terjaga maka jantung sebagai pemompa darah berdenyut
lebih keras dan sering yang disebut sebagai takikardia di mana hal ini juga terjadi pada anak
tersebut (denyut nadi 120 kali/menit, normal 60-100 kali.menit). Tetapi frekuensi respirasi pasien
dalam tahap normal 24 kali/menit (normal 16-24 kali/menit). Lemas dan mudah capek
disebabkan oleh karena suplai oksigen ke jaringan untuk oksidasi sel sebagai proses penghasil
energy berkurang. Pasien mengalami penurunan kadar hemoglobin (4,8 g/dl) di mana nilai
rujukan normal untuk anak-anak sebesar 10-16 g/dl (Sutedjo, 2007). Penurunan ini dapat
disebabkan oleh adanya kelainan produksi/pembentukan hemoglobin berupa kelainan susunan
asam amino dan kelainan kecepatan sintesis hemoglobin. Kelainan dua hal tersebut dapat
dikategorikan adanya hemoglobinopati. Kelainan pembentukan hemoglobin tersebut dapat
mengakibatkan adanya morfologi eritrosit abnormal (mikrositik, Heinz bodies, sel target)
sehingga dengan cepat akan didestruksi oleh limpa dan hati. Peristiwa destruksi eritrosit secara
cepat kurang dari masa hidupnya (120 hari) disebut sebagai hemolisis.
Adanya hepatomegali dan splenomegali merupakan salah satu tanda dari anemia hemolitik di
mana disertai adanya penurunan kadar hemoglobin. Pada pasien ditemukan splenomegali sebesar
1 shuffner (satuan splenomegali yang diukur dengan membuat garis diagonal antara arcus
costarum dengan crista illiaca melewati umbulicus, lalu dari garis tersebut dibagi menjadi
10
delapan bagian. Satu bagian dinamakan satu shuffner). Splen atau limpa secara normal bertugas
menghancurkan eritrosit tua maupun abnormal sehingga dapat melepaskan hemoglobin yang
akan dimetabolisme menjadi biliribun di hati/hepar, menjadi reservoir cadangan eritrosit, sintesis
limfosit dan sel plasma dalam system imun, dan membentuk eritrosit baru saat masa janin dan
bayi baru lahir. Adanya hemolisis menyebabkan proses perombakan eritrosit secara cepat.
Eritrosit abnormal cepat dihancurkan oleh limpa dan hati dengan bantuan makrofag sehingga
semakin banyak eritrosit abnormal maka kerja limpa akan semakin berat. Hal inilah yang
menyebabkan adanya splenomegali. Selain destruksi eritrosit di limpa juga terdapat di hati.
Selain itu sebagai kompensasi atau umpan balik dari penurunan kadar hemoglobin akibat
oksigenasi ke jaringan kurang merangsang terjadinya eritropoesis 6-8 kali lipat oleh sumsum
tulang. Untuk menunjang dan membantu kerja sumsum tulang dalam eritropoesis sehingga
terbentuk eritropoesis ekstramedular pada limpa dan hati sehingga merupakan salah satu
penyebab hepatosplenomegali. Pada pasien hemoglobinopati anemia sel sabit tidak ditemukan
hepatomegali di mana limpa mengecil dikarenakan terjadinya infark. Selain itu makrofag di
limpa lebih aktif dibandingkan makrofag pada hati. Penyebab lain hepatomegali pada pasien
disebabkan oleh pemberian obat penambah darah dan penyerapan besi meningkat akibat
peningkatan eritropoesis di mana mengandung preparat besi (sulfas ferrosus) sehingga terjadi
penimbunan cadangan besi berlebih. Padahal hati secara normal berfungsi sebagai sintesis
ferritin (simpanan besi) dan transferin (protein pengikat besi) dan sebagai tempat penyimpanan
terbesar cadangan besi dalam bentuk ferritin dan hemosiderin.
Adanya hepatomegali dan splenomegali pada pasien dapat mengakibatkan penurunan imunitas
tubuh sehingga tubuh rentan terhadap infeksi mikroorganisme. Limpa sebagai tempat sintesis
limfosit dan sel plasma (bahan antibodi) merupakan salah satu pertahanan imunitas tubuh. Hati
sebagai tempat yang sering dilalui mikroorganisme patogenik yang akan dihancurkan sebelum
memasuki saluran gastrointestinal. Kemungkinan pasien mengalami infeksi dimana terdapat
tanda-tanda infeksi pada pasien, yaitu : suhu (38,00C), panas, tonsil membesar dan kemerahan,
dan faring kemerahan. Infeksi ini bisa didapatkan dari mikroorganisme seperti: malaria, hepatitis,
haemophilus, streptococcus, pneumococcus, dll. Suhu tubuh meningkat dikarenakan adanya
metabolisme organ yang berlebihan terhadap infeksi. Tonsil merupakan salah satu jaringan
limfoid yang memproduksi limfosit untuk pertahanan imunitas tubuh dan akan membesar apabila
bekerja berlebihan terhadap suatu infeksi atau penurunan imunitas lainnya. Infeksi
11
mikroorganisme menyerang saluran pencernaan salah satu faring sehingga membuat organ
tersebut mengalami kemerahan. Gejala infeksi lainnya pada pasien yaitu batuk pilek.
Pemeriksaan penunjang
o 1. Darah tepi : (8)
o Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
o Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis
berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling,
benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
o Retikulosit meningkat.
o
o Gambar 5. Sedimen Darah Tepi dari Penderita Thalassemia Trait dan Orang Normal.1
o Variasi bentuk eritrosit (sel darah merah) pada sedimen darah tepi
o dilihat dengan mikroskop dari penderita thalassemia: a = hipokrom,
o b = teardrop, c = target cell, d = basophilic stipling dengan pewarnaan giemsa
12
Bentuk eritrosit (sel darah merah) pada orang normal dengan pewarnaan giemsa
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
o Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
o Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :
o Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
o Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
o Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
o Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks.
o Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
Penatalaksanaan 4,9
13
Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (deferoxamine), diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Deferoxamine diberikan dengan dosis 25-50 mg/kgBB/hari diberikan subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam selama 5-7 hari selama seminggu dengan menggunakan
pompa portable. Lokasi umumnya di daerah abdomen, namun daerah deltoid maupun paha
lateral menjadi alternatif bagi pasien. Adapun efek samping dari pemakaian deferoxamine jarang
terjadi apabila digunakan pada dosis tepat. Toksisitas yang mungkin abisa berupa toksisitas
retina, pendengaran, gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi local, dan infeksi.
Gambar 6. Lokasi untuk menggunakan pompa portable deferoksamin
Selain itu bisa juga digunakan Deferipron yang merupakan satu-satunya kelasi besi oral
yang telah disetujui pemakaiannya. Terapi standar biasanya memakai dosis 75 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 dosis. Saat ini deferidon terutama banyak dgunakan pada pasien-pasien dengan
kepatuhan rendah terhadap deferoxamine. Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah
efek proteksinya terhadap jantung. Efek samping yang mungkin terjadi antara lain : atropati,
neutropenia/agranulositosis, gangguan pencernaan, kelainan imunologis, defisiensi seng, dan
fibrosis hati.
- Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi untuk meningkatkan efek
kelasi besi.
- Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
14
- Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah.
Gambar 7. Seorang anak sedang menggunakan desferal
Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
2. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan
dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam
bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
15
Thalassemia Diet (1)
Diet Talasemia disiapkan oleh bagian gizi, pasien dinasehati untuk menghindari makanan
yang kaya akan zat besi, seperti daging berwarna merah, hati, ginjal, sayur-mayur bewarna hijau,
makanan yang mengandung gandum, semua bentuk roti, dan alkohol.
Tabel 1. Daftar makanan dan kandungan zat besi 8
FOODVOID TO A
Foods with high content of Iron Iron Content
Organ meat (liver, kidney, spleen) 5 – 14 mg / 100 g
Beef 2.2 mg / 100 g
Chicken gizzard and liver 2 – 10mg / 100 g
Ikan pusu (with head and entrails) 5.3 mg / 100 g
Cockles (kerang) 13.2 mg / 100 g
Hen eggs 2.4 mg / whole egg
Duck eggs 3.7 mg / whole egg
16
Dried prunes / raisins, Peanuts (without shell), other
nuts 2.9 mg / 100 g
Dried beans (red, green, black, chickpeas, dhal) 4 – 8 mg / 100 g
Baked beans 1.9 mg / 100 g
Dried seaweed 21.7 mg / 100 g
Dark green leafy vegetables – bayam, spinach, kailan,
cangkok manis, kangkung, sweet potato shoots, ulam
leaves, soya bean sprouts, bitter gourd, paku, midi,
parsley,
> 3 mg 1 100 g
Food Allowed
Foods with moderate content of Iron
Chicken, pork allow one small serving a day (= 2
matchbox size)
Soya bean curd (towkwa, towhoo,
hookee)
allow one serving only (= one piece)
Light coloured vegetables (sawi, 1 -2 servings a day (= 1/2 cup)
17
cabbage, long beans and other beans,
ketola, lady’s fingers)
Ikan pusu head and entrails removed
Onions use moderately
Oats
Foods with small amount of Iron
Rice and Noodles
Bread, biscuits
Starchy Root vegetables ( carrot, yam,
tapioca, pumpkin, bangkwang, lobak)
Fish (all varieties)
Fruits (all varieties except dried fruits)
Milk, cheese
Oils and Fats
PEMANTAUAN
I. Terapi
18
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai
akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar
bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II. Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan
perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
III. Gangguan Jantung, Hepar, dan Endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung
(gagal jantung), hepar, gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid), dan fraktur
patologis. (5)
DAFTAR PUSTAKA
1. Julianti, riri. Thalasemia. Diunduh tanggal 7 november pukul 21.00. tersedia di .
http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/05/12/thalasemia/.
19
2. Ganie RA. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya . dalam Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas
Kedokteran, Diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera
Utara .2005
3. Nelson, Texbook of Pediarric, volume 2, seventeenth edition, Phyladelphian,
USA, 2005, page 1709-1712
4. Oski’s pediatrics, principles and practice, third edition, Phyladelphia, USA, 1999,
page 1450- 1453
5. Gellis and kagan’s, Current Pediatric Therapy, twentieth edition, Phyladelphia,
USA, 2000, page 282-283.
6. Rusepno H, Husein A. Ilmu Kesehatan Anak. Buku 1. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas kedokteran Indonesia. Percetakan Infomedika. Jakarta 1985.
7. Pediatric Hematology, The Clinic of North America, Journal, Volume 49, number
6, Phladelphia, USA, Desember 2002, page 1165-1187.
8. Vichinsky, Elliot, MD, Northern California’s Comprehensive Thalassemia center
at Children’s Hospital Oakland, Departement Hematology,
www.Thalassemia.com, USA, 2005.
9. White,Alex, Thalassemia-Wikipedia, the free encyclopedia at www.yahoo.com,
USA,2005
10. Anonim, Diunduh tanggal 6 November 2009 pukul 20.00. tersedia di
http://kedokteran-febrian.blogspot.com/2009/02/thalassemia.html
20