case tami thalasemia

58
STATUS PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL Nama Mahasiswa : Utami Ningsih Dokter Pembimbing : dr.Herry Susanto, Sp.A NIM : 030.09.259 Tanda tangan : I. IDENTITAS PASIEN Data Pasien Ayah Ibu Nama An. HL Tn.S Ny.I Umur 11 tahun 33 tahun 38 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan Alamat Brebes Agama Islam Islam Islam Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa Pendidikan - SMA SMA Pekerjaan - Petani Guru Penghasilan - Rp1.000.000,-/ bulan Rp.1.500.000,- /bulan Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung Asuransi BPJS non PBI No. RM 537214 Tanggal masuk RS 22 Januari 2015 II. ANAMNESIS 1

Upload: adelita-yuli-hapsari

Post on 04-Jan-2016

27 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: Case Tami Thalasemia

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama Mahasiswa : Utami Ningsih Dokter Pembimbing : dr.Herry Susanto, Sp.A

NIM : 030.09.259 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN

Data Pasien Ayah Ibu

Nama An. HL Tn.S Ny.I

Umur 11 tahun 33 tahun 38 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan

Alamat Brebes

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - SMA SMA

Pekerjaan - Petani Guru

Penghasilan - Rp1.000.000,-/ bulan Rp.1.500.000,-/bulan

Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi BPJS non PBI

No. RM 537214

Tanggal masuk RS 22 Januari 2015

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dilakukan dengan ayah pasien pada tanggal 22 januari 2015 di

Paviliun Wijaya Kusuma RSU Kardinah pukul 13.00 WIB

Keluhan utama : Lemas

Keluhan Tambahan : Pucat, sering mengantuk, kurang konsentrasi

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar oleh ayahnya ke Poli Anak RSU Kardinah Tegal dengan

keluhan lemas sejak 1 minggu SMRS. Lemas dirasakan makin bertambah berat tiap harinya.

Selain lemas, pasien juga mengeluhkan pucat, sering mengantuk yang makin berat tiap

1

Page 2: Case Tami Thalasemia

harinya. Ayah pasien juga mengatakan pasien sering mengeluh sulit berkonsentrasi di sekolah

namun pasien masih dapat mengikuti pelajaran sekolah dan tidak pernah tidak naik kelas.

Ayah pasien mengatakan bahwa pasien didiagnosa menderita thalasemia saat berumur

6 tahun oleh dokter spesialis anak. Pasien saat itu datang dengan keluhan pucat, lemas, dan

sering mengantuk. Pasien menjalani transfusi berulang karena sering pucat sejak 5 tahun

yang lalu. Pada 2 tahun awal, pasien menjalani transfusi tiap 3 bulan sekali. 2 tahun

berikutnya pasien menjalani transfusi darah 2 bulan sekali. 1 tahun terakhir pasien menjalani

transfusi darah tiap bulan. Pasien tidak menderita asma maupun alergi makanan. Selain

karena pucat dan lemas pasien tidak pernah dirawat inap di rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sering dirawat di rumah sakit sejak 5 tahun yang lalu untuk mendapatkan

transfusi darah.

Tidak ada riwayat operasi, trauma, alergi makanan, obat, dingin dan debu .

Riwayat sakit jantung juga disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Adik pasien juga menderita thallasemia dan menerima transfusi tiap 2 bulan sekali.

Tidak diketahui riwayat thallasemia pada anggota keluarga lainnya.

Riwayat Lingkungan Rumah

Kepemilikan : Rumah milik pribadi.

Keadaan Rumah :

Pasien tinggal bersama dengan ayah, ibu, dan kedua adiknya. Rumah berada di

kawasan yang padat penduduknya dengan luas 7 x 20 meter. Tempat tinggal pasien

memiliki 2 kamar tidur yang berjendela dan 1 ruang tamu. Cahaya matahari dapat masuk

melalui jendela dan lampu tidak perlu dinyalakan pada siang hari .Kamar mandi ada 1

dan terdapat di dalam rumah. Penerangan dengan listrik. Air berasal dari PAM. Jarak

septic tank kurang lebih 12 meter dari sumber air. Di depan rumah pasien terdapat

selokan yang selalu kering. Di depan rumah pasien terdapat taman kecil yang

dibersihkan tiap hari oleh ayah pasien.

Kesan :Keadaan rumah cukup baik, dengan ventilasi dan sirkulasi yang cukup

baik, keadaan lingkungan baik.

2

Page 3: Case Tami Thalasemia

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai petani. Sedangkan ibu pasien seorang guru tetap.

Penghasilan ayah pasien Rp 1.000.000,00 / bulan. Penghasilan ibu 1.500.000,-/bulan.

Gaji keduanya dipakai untuk membiayai hidup 5 anggota keluarga.

Kesan: riwayat sosial ekonomi cukup

Riwayat Kehamilan dan P renatal

Ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur di bidan sebulan sekali. Mendapatkan

suntikan TT 2x. Ibu pasien tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat

perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat

minum obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal, riwayat demam selama kehamilan

disangkal

Kesan: Riwayat pemeliharaan prenatal baik

Riwayat Kelahiran

Tempat kelahiran : rumah bidan

Penolong persalinan : bidan

Cara persalinan : pervaginam

Masa gestasi : 39 minggu G1P0A0

Keadaan bayi

Berat badan lahir : 3000 gram

Panjang badan lahir : 50 cm

Lingkar kepala : ayah tidak tahu

Keadaan lahir : langsung menangis

Nilai APGAR : ayah tidak tahu

Kelainan bawaan : tidak ada

Air ketuban : ayah tidak tau

Kesan: Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan sehat.

Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di rumah sakit pada usia 2 minggu pasien

diperiksa anak mengalami anemia sehingga pasien dirawt 10 hari untuk dilakukan transfusi

darah tetapi ayah lupa berapa kantong.

Kesan: Riwayat pemeliharaan postnatal kurang baik.

3

Page 4: Case Tami Thalasemia

Corak Reproduksi Ibu

Ibu P3A0, anak pertama, laki-laki, 11 tahun (pasien). Anak kedua, perempuan umur 9

tahun. Anak ketiga perempuan umur 3 tahun.

Riwayat Keluarga Berencana

Ibu pasien mengaku saat ini menggunakan KB suntik.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan:

Berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan lahir 50 cm.

Berat badan sekarang 27,5 kg. Panjang badan 137 cm.

Perkembangan:

Psikomotor

Senyum : ayah lupa

Tengkurap dan berbalik sendiri : ayah lupa

Duduk : ayah lupa

Merangkak : ayah lupa

Berdiri : ayah lupa

Berjalan : 3 tahun

Berlari : 3,5 tahun

Gangguan perkembangan : +

Kesan :Saat ini anak berusia 11 tahun. Riwayat pertumbuhan dan

perkembangan anak tidak sesuai umur.

Riwayat Makan dan Minum Anak

Ibu mengaku memberikan ASI dan PASI sejak lahir sampai usia 2 tahun.

Usia 6 bulan anak diberikan ASI dan bubur susu

Usia 8 bulan diberikan ASI dan bubur tim

Usia 1 tahun diberikan makanan lunak dan pisang yang dilumatkan

Usia 2 tahun anak telah makan nasi, lauk pauk dan sayur.

Saat ini pasien makan nasi, lauk pauk, dan sayuran. Pasien jarang jajan di

sekolah atau lingkungan sekitarnya.

4

Page 5: Case Tami Thalasemia

Kesan: Kualitas dan kuantitas makanan baik

Riwayat Imunisasi

Ayah pasien mengatakan imunisasi pasien lengkap namun ayahnya tidak ingat umur

saat pasien diimunisasi dan data imunisasi pasien disimpan oleh neneknya.

Silsilah Keluarga

Silsilah atau Ikhtisar Keturunan

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: pasien

: Keluarga pasien yang memiliki hal yang sama dengan pasien

Kesan : Terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama, yaitu adik

perempuan pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK

5

Page 6: Case Tami Thalasemia

Pemeriksaan dilakukan di Paviliun Wijaya Kusuma RSU Kardinah Tegal tanggal 22 Januari

2015, pukul 13.00 WIB.

Kesan Umum : TSS, CM, Pucat, Lemas, Facies Cooley (+)

Tanda Vital

Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup

Laju Nafas : 20x/menit, reguler

Tekanan darah : 100/ 60

Suhu : 37,1 ˚C (aksila)

Data Antropometri

Berat badan sekarang : 27,5 kg

Tinggi Badan: 137 cm

Status Internus

Kepala : Mikrocephali, LK : 43 cm

Rambut : Rambut warna hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-),

Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-) napas cuping hidung (-/-)

Telinga : Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-),

Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)

Tenggorok : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-),

granulasi (-)

Leher : Simetris, pembesaran KGB (-)

Thorax : Dinding thorax normothorax dan simetris

Pulmo:

Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, retraksi

dinding dada (-)

Palpasi : Vocal fremitus simetris

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

6

Page 7: Case Tami Thalasemia

Auskultasi : Suara nafas vesikuler(+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing

(-/-)

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis

sinistra

Perkusi :

Batas kiri jantung : ICS V midclavicularis sinistra

Batas kanan jantung : ICS III – ICS V linea parasternal dextra.

Batas atas jantung : ICS II linea strenalis sinistra.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, sistolik murmur(+),

gallop(-)

Abdomen

Inspeksi : datar , simetris

Auskultasi : Bising usus 1x/menit

Palpasi : Supel, datar, BU (+) , hepatomegali (-), Splenomegali

(+) shuffner IV, konsistensi lunak, tepi tajam,permukaan rata, Nyeri

tekan (-),

Perkusi : Pekak pada kuadran kiri atas abdomen sampai dengan titik

shuffner 4.

Genitalia : jenis kelamin laki-laki, tidak ada kelainan

Anorektal : pemeriksaan tidak dilakukan

Ekstremitas :

Superior Inferior

Akral Dingin -/- -/-

7

Page 8: Case Tami Thalasemia

Akral Sianosis -/- -/-

CRT <2” <2”

Oedem -/- +/+

Tonus Otot Normotonus Normotonus

Trofi Otot Normotrofi Normotrofi

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah (22/01/2014 pukul 10.23 WIB)

Hematologi Hasil Rujukan

Lekosit 5,1 10 3/ul 4,5-13,5 103/ul

Eritrosit 2,2 106/ul (↓) 3,8-5,3 106/ul

Hemoglobin 5,8 g/dL (↓) 10,8-15,6 g/dL

Hematokrit 16,9% (↓) 35-45 %

RDW 14,5 % 11,5- 14,5 %

MCV 77,2 U 80 - 96 U

MCH 34,5 pcg (↑) 28 - 33 pcg

MCHC 32,5g/dL (↓) 33.0-36.0 g/dL

Trombosit 165 3/ul 150 – 523 103/ul

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS

Data antropometri:

8

Page 9: Case Tami Thalasemia

Anak laki-laki usia : 11 tahun

Berat badan : 27,5 kg

Panjang badan : 137 cm

Pemeriksaan Status Gizi

Pertumbuhan fisik anak laki-laki menurut persentil CDC:

BB/U= 27,5/36 x100% = 76 % ( Gizi kurang)

TB/U = 137/143 x 100% = 95,8% (Tinggi normal)

BB/TB = 27,5/30 x 100% = 91,7 % (Gizi baik)

9

Page 10: Case Tami Thalasemia

Kesan: Gizi Baik

10

Page 11: Case Tami Thalasemia

Pemeriksaan Lingkar kepala

Menurut kurva Nellhause

Lingkar kepala anak : 43 cm Mikrocephali

Kesan : mikrosephali

IV. MASALAH

a. Pucat

b. Lemas

c. Sering mengantuk

d. Sulit konsentrasi

e. Anemia mikrositik hipokrom

f. Splenomegali

V. DIAGNOSA BANDING

1. Anemia Mikrositik Hipokrom dengan Splenomegali

a. Anemia Hemolitik

b. Anemia Defisiensi besi

11

Page 12: Case Tami Thalasemia

c. Anemia karena perdarahan

d. Anemia aplastik

2. Status Gizi

a. Baik

b. Kurang

c. Lebih

VII. DIAGNOSA KERJA

1. Thallasemia β Mayor

2. Status Gizi Baik

VII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Transfusi PRC 3 x 200 cc

Exjade 1 x 200 mg

Non-medikamentosa

Tirah baring

Pengawasan KU dan tanda vital

Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien dan komplikasinya,

pengobatan, dan prosedur yang akan dilakukan.

VIII. PROGNOSA

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationnam : Ad Malam

Quo ad fungsionam : Dubia ad Malam

IX. SARAN

Pemeriksaan :

Darah Rutin Post Transfusi

Sediaan Apus Darah Tepi

Pemeriksaan Serum ferritin, LIC (biopsi hati) atau MRI, TIBC

Pemeriksaan Hb elektroforesa

Kimia klinik (SGOT-SGPT)

12

Page 13: Case Tami Thalasemia

Profil koagulasi (PT-APTT)

Pemeriksaan Foto thorax, foto tulang panjang dan foto cranium

USG abdomen

Electrocardiography

Feces dan Urin rutin

Terapi :

Asam Folat 1 x 5 mg/hari

Vitamin C 1 x 200 mg/hari

Vitamin E 1 x 200 mg/hari

Diet Kalori : 1650 kkal/hari

Protein : 2 x 27,5 = 55 g /hari

3 x bubur

2 x snack

2 x buah

ANALISA KASUS

Diagnosis Thallasemia β Mayor dan Status Gizi Baik diambil berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik yang dilakukan.

1. Thallasemia β Mayor

Masalah Interpretasi

Anamnesis

- Pasien datang diantar oleh

ayahnya ke Poli Anak RSU

Kardinah Tegal dengan keluhan

lemas sejak 1 minggu SMRS.

Lemas dirasakan makin

bertambah berat tiap harinya.

Selain lemas, pasien juga

mengeluhkan pucat, sering

Gejala klinis pada thalassemia

hampir semua sama, yang membedakan

adalah tingkat keparahannya, dari

ringan (asimptomatik) sampai parahnya

gejala. Gejala klinis biasa berupa tanda-

tanda anemia seperti pucat, lemah, letih,

lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang

bermain dengan teman seusianya, sesak

13

Page 14: Case Tami Thalasemia

mengantuk, kurang konsentrasi

yang makin berat tiap harinya.

- Ayah pasien juga mengatakan pasien

sering mengeluh sulit berkonsentrasi

di sekolah namun pasien masih dapat

mengikuti pelajaran sekolah dan

tidak pernah tidak naik kelas.

- Ayah pasien mengatakan bahwa

pasien didiagnosa menderita

thalasemia saat berumur 6 tahun

oleh dokter spesialis anak.

- Pasien saat itu datang dengan

keluhan pucat, lemas, dan sering

mengantuk.

- Pasien menjalani transfusi berulang

karena sering pucat sejak 5 tahun

yang lalu.

- Adik pasien juga menderita

thallasemia dan menerima transfusi

tiap 2 bulan sekali.

-

nafas kurang konsentrasi, sering pula

disertai dengan kesulitan makan, gagal

tumbuh, infeksi berulang dan perubahan

tulang.

Pemeriksaan Fisik

Kesan Umum : TSS, CM,

Pucat, Lemas, Facies Cooley (+)

Status Internus

Kepala : Mikrocephali

Mata : Konjungtiva anemis (+/+),

Leher : Simetris, pembesaran KGB

(-),

Thorax : Dinding thorax normothorax

dan simetris

Cor :

Pada pemeriksaan fisik didapatkan

facies Cooley, konjungtiva anemis,

pembesaran lien dan atau hepar, dan

juga mungkin didapatkan kelainan pada

suara janutng seperti murmur dan tanda-

tanda gagal jantung lainnya. anemia

terjadi akibat kurangnya oxygen

carrying capacity dari tiap eritrosit dan

tendensi dari sel darah merah matur

yang mengalami hemolisa secara

premature. pembesaran lien terjadi

14

Page 15: Case Tami Thalasemia

Auskultasi : Bunyi jantung

I dan II

reguler,pansi

stolik

murmur(+)

grade IV

dengan

punctum

maximum di

katup

tricuspid,

gallop(-)

Abdomen

Palpasi : Supel, datar,

BU (+) , hepatomegali (-),

Splenomegali (+) shuffner

IV, konsistensi lunak, tepi

tajam,permukaan rata,

Nyeri tekan (-),

Perkusi : Pekak pada

kuadran atas abdomen

sampai dengan titik shuffner

4.

akibat hemolisis yang berkepanjangan.

murmur atau tanda-tanda gagal jantung

terjadi sebagai salah satu kompensasi

anemia yang kronis pada pasien ini.

Pemeriksaan Penunjang

Hematologi Hasil

Lekosit 5,1 10 3/ul

Eritrosit 2,2 106/ul (↓)

Hemoglobin 5,8 g/dL (↓)

Hematokrit 16,9% (↓)

RDW 14,5 %

MCV 77,2 U

MCH 34,5 pcg (↑)

MCHC 32,5g/dL (↓)

Trombosit 165 3/ul

Didapatkan

Pada penderita thallasemia

biasanya didapatkan penurunan

haemoglobin yang disebabkan

oleh ketidakseimbangan sintesis

rantai globin. Eritrosit juga

menurun sebagai akibat dari

hemolisis premature yang terjadi

pada pasien thallasemia. Pada

15

Page 16: Case Tami Thalasemia

thallasemia juga didapatkan

gambaran darah hipokrom

mikrositer yang dapat dilihat

dari cek darah lengkap.

2. Status Gizi Baik

Masalah Interpretasi

Anamnesis

Ibu mengaku memberikan ASI dan PASI

sejak lahir sampai usia 2 tahun.

Usia 6 bulan anak diberikan ASI dan

bubur susu

Usia 8 bulan diberikan ASI dan bubur

tim

Usia 1 tahun diberikan makanan lunak

dan pisang yang dilumatkan

Usia 2 tahun anak telah makan nasi, lauk

pauk dan sayur.

Saat ini pasien makan nasi, lauk pauk,

dan sayuran. Pasien jarang jajan di

sekolah atau lingkungan sekitarnya.

o Pada pasien ini kualitas dan

kuantitas makan pasien baik.

Pemeriksaan Fisik

BB/U= 27,5/36 x100% = 76 % ( Gizi

kurang)

TB/U = 137/143 x 100% = 95,8%

(Tinggi normal)

BB/TB = 27,5/30 x 100% = 91,7 %

(Gizi baik)

Pada pemeriksaan fisik status gizi didapatkan

gizi kurang menurut berat badan per umur,

tinggi normal berdasarkan tinggi badan per

umur, dan gizi baik berdasaarkan berat badan

per tinggi badan, maka pasien ini masuk

dalam kategori gizi baik.

16

Page 17: Case Tami Thalasemia

PERJALANAN PENYAKIT

Tanggal 22 Januari 2015 23 Januari 2015S Lemas (+), Mual (-), Muntah (-), Sakit

Kepala (-), Demam (-) Keluhan (-)

O TD : 100/60 Nadi: 82x/m, RR: 26x/m, S: 36,50 CKU: TSS/CM/Lemas/ Pucat/ Facies cooley (+) Mata : CA (+/+), SI (-/-)Leher : KGB TTM, dilatasi vena jugularis (+)Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), wh(-/-)Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)Abdomen: datar , supel,BU(+), Hepar tidak teraba, splenomegali (+) shuffner IV, tepi tajamEkstremitas: oedem (-), akral dingin (-), Anemis (+), CRT < 2”

TD :100/60 Nadi: 86x/m, RR: 26x/m, S: 36,50 CKU: TSS/CM/Lemas/ Pucat/ Facies cooley (+)Mata : CA (-/-), SI (-/-)Leher : KGB TTM, dilatasi vena jugularis (+)Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), wh(-/-)Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)Abdomen: datar , supel,BU(+), Hepar tidak teraba, splenomegali (+) shuffner IV, tepi tajamEkstremitas: oedem (-), akral dingin (-), Anemis (+), CRT < 2”

A Thallasemia β Mayor Thallasemia β MayorHemosiderosis

P Medikamentosa Transfusi PRC 3 x 200 cc Exjade 1 x 250 mg Asam Folat 2 x 1 tab B6/B12/B complex 1 x 1 tab

Medikamentosa Terapi lanjutkan

Tanggal 24 Januari 2015 25 Januari 2015S Lemas (+) Keluhan (-)O Nadi: 88x/m, RR: 24x/m, S: 370C

KU: TSS/CM. Mata : CA (-/-), SI (-/-)Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)Jantung : S1/S2 regular, M (+), G (-)Abdomen: datar , supel,BU(+), Hepar tidak teraba, splenomegali (+) shuffner IV, tepi tajamEkstremitas: edema (-), akral dingin (-), CRT <2”, anemis (+)

Nadi: 88x/m, RR: 24x/m, S: 370C KU: TSS/CM. Mata : CA (-/-), SI (-/-)Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)Jantung : S1/S2 regular, M (+), G (-)Abdomen: datar , supel,BU(+), Hepar tidak teraba, splenomegali (+) shuffner IV, tepi tajamEkstremitas: edema (-), akral dingin (-), CRT <2”, anemis (-)

17

Page 18: Case Tami Thalasemia

Lab Darah Post TransfusiHb : 9,4HT : 28Leukosit : 3,8 x 103

Trompbosit 98.000

A Thallasemia Hemosiderosis

Thallasemia

P Transfusi PRC 1 x 250 ccLain-lain lanjutkan

terapi lanjut

Tanggal 26Januari 2015 S Keluhan (-) O Nadi: 78x/m, RR: 26x/m, S: 37,30C

KU: TSS/CM. Mata : CA (-/-), SI (-/-)Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), wh(-/-)Jantung : S1/S2 regular, M (+), G (-)Abdomen: datar , supel,BU(+), Hepar tidak teraba, splenomegali (+) shuffner IV, tepi tajamEkstremitas: edema (-), akral dingin (-), CRT <2”, anemis (-)

A Thallasemia Post Transfusi

P Lab post transfuse Exjade 1 x 250 cc BLPL

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

18

Page 19: Case Tami Thalasemia

Istilah "Thalassemia" didefinisikan sebagai sekelompok penyakit darah yang dicirikan

oleh menurunnya sintesis dari salah satu atau dua jenis rantai polipeptida (α atau β) yang

membentuk molekul hemoglobin manusia dewasa normal HbA (α2β2)5

EPIDEMIOLOGI

Thalassemia αo ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania,

Thalassemia tersebar di Afrika, Mediterania, Timur Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka

kariernya mencapai 40-80%.

Thalassemia β memiliki distribusi sama dengan Thalassemia α . Dengan kekecualian

di beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di mediterania dan bervariasi di

Timur Tengah, India dan Asia Tenggara. HbE yang merupakan varian Thalassemia sangat

banyak dijumpai di India, Birma dan beberapa negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE

dan Thalassemia β menyebabkan Thalassemia HbE sangat tinggi di wilayah ini. Tingginya

frekuensi Thalassemia juga mempengaruhi kekebalan HbE ini terhadap malaria plasmodium

falsiparum yang berat. Hal ini membuktikan penyakit ini disebabkan oleh mutasi baru dan

penyebarannya dipengaruhi'oleh seleksi lokal oleh malaria. Kenyataan bahwa mutasi tersebut

berbeda di setiap populasi, menunjukkan seleksi ini baru terjadi dalam beberapa ribu tahun. 7

PATOFISIOLOGI

Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam ikatan

dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul hemoglobin

mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu molekul globin dan satu

molekul heme.

Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai α dan sepasang

rantai non alpha (β,γ,δ). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan menentukan jenis

hemoglobin. Hb A (2α2β) merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb F (2α2γ) kurang dari 2%

dan Hb A2 (2α2δ) kurang dari 3%. Pada janin trisemester III kehamilan hampir 100% Hb

19

Page 20: Case Tami Thalasemia

adalah Hb F. Setelah lahir, sintesis globin γ makin menurun digantikan oleh globin δ.

Gambar 7. Struktur hemoglobin

Rantai polipeptida α tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non α tersusun

atas 146 asam amino. Sintesis rantai α disandi oleh gen α1 dan gen α2 di kromosom 16,

sedangkan gen yang mensintesis rantai β, rantai γ dan rantai δ terletak di kromosom 11. Pada

orang normal sintesis rantai α sama dengan rantai non alpha. Thalassemia akan terjadi bila

sintesis salah satu rantai polipeptida menurun.

Struktur kimia hemoglobin memungkinkan molekul hemoglobin memiliki

kemampuan untuk mengikat oksigen secara reversible. Zat besi dalam molekul heme secara

langsung berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin memiliki struktur kuartener empat

rantai polipeptida, masing-masing dengan satu tempat pegikatan oksigen. Sehingga satu

molekul hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen. Hemoglobin yang merupakan suatu

protein, disintesis berdasarkan informasi genetik. Masing-masing polipeptida penyusun Hb

berbeda dalam urutan asam aminonya. Dengan demikian ada beberapa lokus gen terpisah

dalam kromosom yang mengatur sintesis rantai polipeptida dari hemoglobin.2

20

Gambar 8

Page 21: Case Tami Thalasemia

Lokus α β γ δ

Genotip

α/α β/β γ/γ δ/δ

Polipetida yang terbentuk α β γ δ

Hb yang terbentuk α2β2 α2γ2 α2δ2

Untuk pembentukan α dan γ sebenarnya terdapat 2 lokus gen untuk masing-masing,

sedangkan β dan δ hanya memilki satu lokus gen. Lokus gen untuk α terletak pada kromosom

16 sedangkan lainnya (β,γ,δ) terletak pada kromosom 11.

Sintesis rantai γ bersama dengan sintesis rantai α menonjol selama masa kehidupan

janin. Rantai α akan terus disintesis sampai usia dewasa sedangkan rantai γ mulai menurun

pada trimester akhir dan dengan cepat menurun setelah kelahiran.

Thalassemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai

dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi

ketidakseimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk.

Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena

kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen globin.

Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis thalassemia merupakan hasil kelainan mutasi

pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA dapat terjadi pergantian

urutan asam basa dalam DNA, dan perubahan kode genetik akan diteruskan pada penurunan

genetik berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai asam amino maupun

memperpanjangnya. Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada kesalahan berpasangan

kromosom pada proses miosis yang mengakibatkan perubahan susunan material genetik. Bila

terjadi crossing over pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan

terjadi apa yang disebut duplikasi, delesi, translokasi dan inversi. Kerusakan pada salah satu

kromosom homolog menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada

kedua kromosom homolog menimbulkan keadaan homozigot.

Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama

sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan

sintesis rantai β akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.

21

Page 22: Case Tami Thalasemia

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam

pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk

menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1

gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan

gejala-gejala dari penyakit ini.2

Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari

unit globin pada Hb A. pada thalasemia β heterozigot, sintesis β globin kurang lebih

separuh dari nilai normalnya. Pada thalasemia β homozigot, sintesis β globin dapat mencapai

nol.

Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai β, sintesis Hb A total menurun

dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia β homozigot

mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai γ menjadi

teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun

sintesis rantai γ ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.7

Pada thalasemia β homozigot, sintesis rantai α tidak mengalami perubahan. Ketidak-

seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai α

bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai α bebas ini mudah

teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (heinz bodies),

menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah

imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi

menjadi berkurang. Sel darah merah yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi α

globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun. Hal yang telah disebutkan

diatas adalah gambaran dari Anemia Cooley: hipokromik, mikrositik dan poikilositik.

Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan

sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah

yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.

Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oxigen carrying capacity dari

setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami

hemolisa secara prematur.

Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-sumsum

tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun mekanisme

kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya

adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah baru.

22

Page 23: Case Tami Thalasemia

Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari

tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada

pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari

tempat-tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada

jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegagalan dari pertumbuhan dan perkembangan,

kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur

patologis, dan kematian di usia muda tanpa adanya terapi transfusi.8

Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan

terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan

makrofag akan mempertahankan kadar besi.

Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun

akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita

thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan

mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun

penderita dalam keadaan iron overload.

Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama

ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan

menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah

penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita

dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang

berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai

contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki

jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi

darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.

Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein

pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat,

transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena

memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada

organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya

kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).

23

Page 24: Case Tami Thalasemia

KLASIFIKASI

Thalassemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat

pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan

ketidakseimbangan produksi rantai globin.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara garis besar terdapat dua tipe utama

thalassemia yaitu α thalassemia dan β thalassemia. Selain itu juga terdapat tipe thalassemia

lain seperti thalassemia intermediate.

Tabel 2. Perbedaan Thalassemia α dan Thalassemia β

Abnormalitas genetic Sindroma klinik

Thalassemia α

Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis

Penghapusan 3 gen- penyakit Hb H

Penghapusan 2 gen ( trait thalasemia α° )

Penghapusan 1 gen ( trait thalasemia α+ )

Kematian in utero

Anemia hemolitik

Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi

biasanya tanpa anemia

Thalassemia β

Homozigot – thalassemia mayor

Heterzigot- trait thalassemia

Anemia berat perlu transfusi darah

Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi

biasanya dengan atau tanpa anemia

Thalassemia intermediate

Sindroma klinik yang disebabkan oleh

sejenis lesi genetik

Anemia hipokrom mikrositik, hepato-

splenomegali, kelebihan beban besi.

Thalassemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat

pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan

produksi rantai globin. Ada 3 tingkat klasifikasi Thalassemia. Secara klinis bisa dibagi

menjadi 3 grup :

Thalassemia mayor sangat tergantung pada transfusi

Thalassemia intermedia

Thalassemia minor / karier tanpa gejala

Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan.

Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat

dari talasemia atau .

24

Page 25: Case Tami Thalasemia

Gambar 9. Persilangan gen orang tua dengan karier Thalassemia

Thalassemia-α7

Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak

ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen

globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α pada

individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan

delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini.

Tabel 3. Thalassemia-α

Genotip Jumlah gen α Presentasi Klinis Hemoglobin Elektroforesis

Saat Lahir > 6 bulan

αα/αα 4 Normal N N

-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N

--/αα atau

–α/-α

2 Trait thal-α 2-10% Hb Barts N

--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H

--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -

Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4

a. Silent carrier thalassemia-α

- Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan secara

kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah

dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16.

- Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan

hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan

adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.

- Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb,

sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya

25

Page 26: Case Tami Thalasemia

kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung

diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan

adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang

cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.7

b. Trait thalassemia-α

- Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang

rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau

satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia

Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah.

- Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan pada

elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb

A2 dan HbF secara khas normal.7

Gambar 10. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel6

c. Penyakit Hb H

Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan thalassemia-α

intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel

darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan

pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai

tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga

menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.7

26

Page 27: Case Tami Thalasemia

Gambar 11. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang

menunjukkan Heinz-Bodies

d. Thalassemia-α mayor

- Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α,

disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.

- Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun

dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan

karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami

hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal

(Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.

- Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup

meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung

kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus

agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.7

Thalassemia-β 8

Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara

lain :

a. Trait thalassemia+ heterozigot (Thalassemia minor)

- Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb

abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya.

- Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia

defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama

waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai

peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga

27

Page 28: Case Tami Thalasemia

mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang

benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai

15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.8

Gambar 12. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

Gambar 13. Sapuan darah tepi tampak sel target

b. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)

- Keadaan ini rata-rata terjadi pada 1 dari 4 anak bila kedua orang tuanya merupakan

pembawa sifat thalassemia-β (tidak ada rantai β atau sedikit rantai β yang disintesis).

Rantai α berlebihan berpresipitasi dalam eritroblas dan eritrosit matur menyebabkan

eritropoiesis inefektif dan hemolisis berat khas untuk penyakit ini. Produksi rantai γ

membantu ‘membersihkan’ rantai α yang berlebih dan memperbaiki keadaan

anemia.12

- Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua

kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk

28

Page 29: Case Tami Thalasemia

mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh

anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.

- Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi

pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang

maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis

mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak

menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 14. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

- Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan.

Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis.

Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga

menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 15. Splenomegali pada thalassemia

- Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak

terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh

29

Page 30: Case Tami Thalasemia

siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal

jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering

merupakan kejadian terminal.

- Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak

ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak

ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah

besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi

intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca

splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat

transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron

binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang

sangat tinggi dalam eritrosit.8

c. Karier Thalassemia

Hampir tanpa gejala, dengan anemia ringan, dan jarang didapatkan splenomegali.

Didapatkan penurunan ringan kadar Hb, dengan penurunan MCH dan MCV yang

bermakna. Apusan darah memperlihatkan hipokromik, mikrositik, dan basophillic

stippling dalam berbagai tingkatan. Pada 4-6% kasus, HbA2 meningkat 2 kali normal,

50% kasus memperlihatkan peningkatan HbF.

d. Thalassemia Intermedia

Individu dengan thalassemia intermedia menunjukkan gejala klinis lebih lama

dibanding thalassemia mayor, mengalami anemia yang lebih ringan, dan secara

definisi tidak membutuhkan transfusi. Istilah thalassemia beta intermedia dipakai

mulai kondisi yang hampir seberat thalassemia beta, dengan anemiaberat dan

gangguan pertumbuhan sampai kondisi yang hampir seringan karier thalassemiaβ

yang hanya bisa diketahui dari pemeriksaan rutin hematologi. Pada varian yang lebih

berat didapatkan gangguan pertumbuhan, perubahan tulang, dan gagal tumbuh sejak

awal, penatalaksanaannya tidak dibedakan dengan thalassemia yang bergantung

transfusi. Pada kasus lain didapatkan pasien dengan tumbuh kembangyang baik,

keadaan yang hampir stabil dan splenomegali ringan maupun sedang disertai anemia

ringan. Pada pasien ini komplikasi bisa timbul seiring bertambahnya umur. Hipertrofi

sumsum eritroid dengan kemungkinan eritropoiesis ekstrameduler yang merupakan

mekanisme kompensasi dari anemia kronik umumnya ditemukan. Konsekuensi dari

30

Page 31: Case Tami Thalasemia

hal ini diantaranya adalah perubahan tulang, osteoporosis progresif, sampai fraktur

spontan, luka di kaki, defisiensi folat, hipersplenisme, anemia progresif, dan efek

penimbunan zat besi karena peningkatan absorbsi di saluran cerna.

e. Thalassemia β dengan varian structural β globin

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat

keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala. Gejala klinis biasa berupa

tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah, letih, lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang

bermain dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan

kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan facies Cooley, konjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal,

pembesaran lien dan atau hepar.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

31

Page 32: Case Tami Thalasemia

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah:

1. Darah

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah:

Darah rutin

Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit,

peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi

hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.

Hitung retikulosit

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

Gambaran darah tepi

Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada

gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel

dan target sel.

Gambar 17. Sapuan darah tepi pada thalassemia

Serum Iron & Total Iron Binding

Capacity

Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk

menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia

defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.

Tes Fungsi Hepar

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut

sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu

empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan

adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi

kelainan dalam faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb

32

Page 33: Case Tami Thalasemia

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin.

Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada

orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin

dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H.

Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal

kadarnya tidak melebihi 1%.

3. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali.

Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai

perbandingannya 10 : 3.

Gambar 18. Sapuan sumsum tulang

May-Giemsa stain, x100

4. Pemeriksaan rontgen

Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat

tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat

diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal

terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi

gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas,

disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak

besar.

33

Page 34: Case Tami Thalasemia

Gambar 19. Gambar rontgen kepala “Hair on end” dan tulang panjang yang terjadi

penipisan korteks.

5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya.

Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.

6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.

7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek

terapi desferioksamin (DFO) dan shelating agent.

TATALAKSANA

Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah

diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang

dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial

pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan

kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk

terkena penyakit thalassemia berat.

Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah

merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai

pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal

untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa

transfusi.

a. Transfusi Darah 4

Transfusi darah bertujuan untuk mengoreksi anemis, menekan eritropoesis, dan

menghambat absorpsi besi di saluran gastrointestinal, dimana agar

mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.

Indikasi untuk memberikan transfusi transfusi pada pasien thalassemia adalah

bila ditemukan anemia berat (Hb <7 g/ dL selama > 2 minggu, menghilangkan

faktor penyebab lain, misalnya infeksi). Pada pasien dengan Hb 7g/ dL juga tetap

dapat diberikan transfusi melihat keadaan lainnya, misalnya perubahan wajah,

pertumbuhan yang terhambat, splenomegali yang semakin bertambah. Bila

memungkinkan, keputusan untuk memulai transfusi regular tidak ditunda sampai

34

Page 35: Case Tami Thalasemia

tahun kedua ketiga kehidupan mengingat adanya resiko terbentuknya antibodi

multipel terhadap sel darah merah sehingga sulit untuk mencari donor yang

sesuai. Hb post transfusi diharapkan mencapai 13-14 g/dL. Hb pada kadar ini

menghindarkan terjadinya kegagalan tumbuh, kerusakan organ, dan deformitas

tulang.

Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu

studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip

sel darah merah, vaksinasi

hepatitis B (bila perlu), dan

pemeriksaan hepatitis.

Darah yang akan ditransfusikan

harus rendah leukosit; 10-15

mL/kg PRC dengan kecepatan 5

mL/kg/jam setiap 3-5 minggu

(sekitar 2-4 minggu sekali)

biasanya merupakan regimen yang

adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.

Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi

untuk mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah 4

Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan

infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih

mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi.

Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis

B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis

C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan

thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris

pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi

dengan Desferioksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi

dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.

b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi) 4

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi digunakan

untuk mengatasi kelebihan besi akibat hemolisis berlebihan, Dimana 400 ml

35

Page 36: Case Tami Thalasemia

darah yang ditranfusikan mengandung sekitar 200 mg zat besi. Zat besi ini tidak

bisa dikeluarkan dari darah karena merupakan bagian dari hemoglobin yang

diperlukan tubuh, hanya dapat mengeluarkan sedikit jumlah zat besi dengan

kemampuan tubuh sendiri, sehingga jika mendapat transfusi teratur, zat besi akan

menumpuk dalam tubuh dan tersimpan dalam organ tertentu, khususnya hati,

jantung dan kelenjar endokrin. Dengan terapi kelasi dapat menunda onset dari

kelainan jantung pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung

tersebut.

Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum

mencapai 1000 µg/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi (± 1 tahun).

Terdapat beberapa obat kelasi besi yang bisa digunakan secara teratur, yaitu:

1. Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus

subkutan dalam 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil

selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di

abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang menerima

regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000 µg/L. Efek

samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran,

gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi. DOF dapat

diberikan melalui kantung infus sebanyak 1-2 gram untuk tiap unit darah

yang ditransfusikan, melalui infus subkutan dengan dosis 20-40mg/kg/hari

selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5-7 hari/minggu.12

2. Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75

mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding

deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap jantung. Anderson dkk

menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan deferipron

memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebih

rendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin. Meskipun

begitu, masih terdapat kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas

deferipron sebab deferipron dilaporkan dapat menyebabkan agranulositosis,

artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati. Saat ini deferipron tidak

tersedia lagi di Amerika Serikat

3. Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru

saja mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan November

2005. Terapi standar yang dianjurkan adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis

36

Page 37: Case Tami Thalasemia

tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali lebih besar dibanding

deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler, dan efektif

dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek samping yang mungkin terjadi

adalah sakit kepala, mual, diare, dan ruam kulit

Tabel 5. Efek samping Terapi Kelasi

c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) 4

TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini

diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali,

fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis

bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita

yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah

transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk

menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan

tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi ,

termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi

daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus

dipertimbangkan.

d. Terapi Bedah 4

Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien

dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu,

fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi

besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan

splenektomi. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga

melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat

membahayakan.

37

Page 38: Case Tami Thalasemia

Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan

penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan

kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.

Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250

mL/kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr/dL karena dapat menurunkan

kebutuhan sel darah merah sampai 30%. Pembesaran lien yang simptomatik disertai

leukopenia dan atau trombositopenia dan peningkatan kadar besi walaupun sudah

mendapatkan kelatasi besi.

Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang

dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak

berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan

untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin® setiap

hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca

splenektomi.

e. Transplantasi sumsum tulang 4

Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982.

Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk talasemia.

Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.

f. Diet thalasemia 11,12

Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :

- Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi. Dibutuhkan

untuk dapat membantu meningkatkan ekskresi besi yang disebabkan oleh DFO.

- Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Asam

folat merupakan vitamin B yang dapat membantu pembentukan sel darah merah

yang sehat.

- Vitamin E 200-400 IU setiap hari.

38

Page 39: Case Tami Thalasemia

Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga

dihindari karena absorpsi besi dari makanan meningkat pada Thalasemia. Kopi dan teh

diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.

PENCEGAHAN

Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalassemia:

o Karena karier thalassemia β bisa diketahui dengan mudah, skrinning populasi dan

konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak

mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.

o Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan

bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi

kehamilan pada fetus dengan thalassemia β berat.

o Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan skrinning

premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program

konseling verbal maupun tertulis mengenai skrinning.

Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar

ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β). Bila kadarnya

normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai α.

PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti

dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan

bahkan asimptomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan

komplikasi yang terjadi. Bayi dengan thalassemia α mayor kebanyakan lahir mati atau lahir

hidup dan meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfusi darah

biasanya hanya bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan Hemoglobin:

Sindrom Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.

39

Page 40: Case Tami Thalasemia

2. Yaish Hassan M. Thalassemia. April 30, 2010. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/958850- overview . Accessed on: 23 January 2015.

3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah: Eritropoisis. Buku

Ajar Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta :

2010. Hal 1-6, 16-23.

4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia.

Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia.

Jakarta : 2010. Hal 64-84.

5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hematologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universita

Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

6. U.S Department of Health & Human Services. Thalassemias. Available at:

http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalassemia_Causes.html. Accessed on:

23 January 2015.

7. Bleibel, SA. Thalassemia Alpha. August 26, 2009. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/206397-overview Accessed on: 23 January 2015.

8. Takeshita, K. Thalassemia Beta. September 27, 2010. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/206490- overview Accessed on: 23 January 2015.

9. Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. April 30, 2010.

Available at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis

10. Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and Treatment in

Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing

Division ; 2007. Hal 841-845.

11. Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias. Forfar and

Arneil’s Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone. 2010. Hal 1621-1632.

40

Page 41: Case Tami Thalasemia

41