lp thalasemia (poli thalasemia).docx
TRANSCRIPT
Diajukan sebagai berkas laporan praktikum Profesi Ners
Angkatan IX Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dharma Husada Bandung
Di susun oleh :
DANTY OCTAVIA WIDIASTUTY
4006130046
PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG
2014
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK
I. Defenisi
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel
darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).
Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing,
muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang
(NUCLEUS PRECISE, 2010).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif (Arif Manjoer, 2000). Thalasemia adalah kelainan herediter berupa
defisiensi salah satu rantai globin pada hemoglobin sehingga dapat menyebabkan
eristrosit imatur (cepat lisis) dan menimbulkan anemia (Fatimah, 2009)
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang
dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai
akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb
(Nursalam,2005).
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang
diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan
terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman,
2002).
II. Etiologi
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Faktor genetik
yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan keturunan Thalasemia
(homozigot).
III. Klasifikasi
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami
defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Berbagai defek secara delesi dan
nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan
terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka
terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada
satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen
yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada
satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα) yaitu kehilangan satu gen memberi sedikit
efek pada produksi protein α sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan
perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut
dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α) yaitu Tipe ini
menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan. Individu
dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier
yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α) yaitu Pada tipe ini penderita dapat mengalami
anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan
besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit
menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit,
2007).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--) yaitu Tipe ini adalah paling berat, penderita
tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat
setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat
rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai
β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 /
Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak
stabil) (Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11
(Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation
dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan
biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan
prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
a) Thalassemia βo, yaitu Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang
dihasilkan (Rodak, 2007). Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini
(Chen, 2006).
b) Thalassemia β+ yaitu Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai
globin β terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal
dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).
Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada:
1) Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ) adalah
Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+ atau
βo. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan
biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat
ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu
gen β yang masih berfungsi secara normal dan formasi kombinasi αβ yang normal
masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah mikrositik,
hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada sistesis rantai globin
β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang berlebihan diseimbangkan oleh
peningkatan produksi rantai δ di mana keduanya akan berikatan membentuk HbA2 /
α2δ2 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik dan selain dari anemia
ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva, 2006)
2) Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo) or (β+β+)
yaitu Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007).
HbA langsung tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini
berhubungan dengan gagal tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja
(Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah
(Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan terakhir
dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai globin γ (Hb
F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011).
3) Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)
Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)
a) Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
b) Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
c) Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya diduga
berdekatan).
d) Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
IV. Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida rantai alfa dan
dua rantai beta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya atau kurangnya rantai beta
dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa
oksigen. Adanya suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alfa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective.
Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.
Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa. Kelebihan rantai polipeptida kini
mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrositik yang mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alfa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stbil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Produksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.
Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropoetik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar
kronik. Dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi
hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi
tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab
primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena
defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan
hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi
rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan
hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena
eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
‘
V. Manifestasi Klinis
a. Letargi (tidak sadar)
b. Pucat
c. Kelemahan
d. Anoreksia
e. Sesak napas
f. Susah tidur
g. Pembesaran limfe dan hepar
h. Ikterik ringan
i. Penipisan kortex tulang panjang, tangan dan kaki.
j. Penebalan tulang kranial
k. Hemoglobin rendah < 10 mg/dl
Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur kurang dari 1
tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
dengan umur berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi
buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limfe dan hati yang diraba. Adanya
pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak sipasien karena
kemampuannya terbatas. Limfa yang membesar ini akan mudah rupture karena trauma
ringan saja.
VI. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium darah yaitu Hb, (hemoglobin) dan Pewarnaan
SDMmeliputi anisositosis, poikilositosis, hipokromia berat,target cell, tear drop cell.
b. Gambaran sumsum tulang
c. eritripoesis hiperaktif
d. Elektroforesis Hb yaitu
1) Thalasemia alfa : ditemukan Hb Bart’s dan Hb H
2) Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10 – 90 % ( N : <= 1 % )
VII. Penatalaksanaan Medis
a. Transfusi darah, diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
b. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga resiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
c. Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.d. Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe.
e. Tranplantasi sumsum tulang untuk anak yang sudah berumur di atas 16 tahun. Di indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karna biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
VIII. Komplikasi
a. Fraktur patologis
b. Hepatosplenomegali
c. Gangguan tumbuh kembang
d. Disfungsi organ
e. Gagal jantung
f. Hemosiderosis
g. Hemokromatosis
h. Infeksi
IX. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Biodata
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku bangsa, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Identitas Penanggungjawab
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku bangsa, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan hubungan dengan klien.
2. Keluhan Utama
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
d) Riwayat PsikoSosial dan Spritual
3. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
aanak seusianya yang normal.
b) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu
hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi
terlihat lebar.
c) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan
hati (hepatosplemagali).
g) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya.
h) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak
tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
i) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen
seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. PK: Perdarahan
4. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
6. Nyeri b.d penyakit kronis
7. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan
C. Intervensi Keperawatan
No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATANTUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
NOC· Perfusi Jaringan : Perifer· Status sirkulasi
Kriteria Hasil:· Klien menunjukkan
perfusi jaringan yang adekuat yang ditunjukkan dengan terabanya nadi perifer, kulit kering dan hangat, keluaran urin adekuat, dan tidak ada distres pernafasan.
NNIC
1. Monitor Tanda VitalDefinisi: Mengumpulkan dan menganalisis sistem kardiovaskuler, pernafasan dan suhu untuk menentukan dan mencegah komplikasiAktifitas:
1. Monitor tekanan darah , nadi, suhu dan RR tiap 6 jam atau sesuai indikasi
2. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
3. Monitor pola pernapasan abnormal4. Monitor suhu, warna dan kelembaban
kulit5. Monitor sianosis perifer
2. Monitor status neurologiDefinisi: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk meminimalkan dan mencegah komplikasi neurologiAktifitas:
1. Monitor ukuran, bentuk, simetrifitas, dan reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien3. Monitor tingkat orientasi4. Monitor GCS5. Monitor respon pasien terhadap
pengobatan6. Informasikan pada dokter tentang
perubahan kondisi pasien3. Manajemen cairanDefinisi: Mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal.
Aktifitas:
1. Mencatat intake dan output cairan2. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
(turgor kulit jelek, mata cekung, dll)3. Monitor status nutrisi4. Persiapkan pemberian transfusi
( seperti mengecek darah dengan identitas pasien, menyiapkan terpasangnya alat transfusi)
5. Awasi pemberian komponen darah/transfusi
6. Awasi respon klien selama pemberian komponen darah
7. Monitor hasil laboratorium (kadar Hb, Besi serum, angka trombosit)
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
NOC Konservasi Energi Perawatan Diri: ADL
Kriteria Hasil: Klien dapat melakukan
aktifitas yang dianjurkan dengan tetap mempertahankan tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
NNIC
1. Manajemen energiDefinisi: Mengatur penggunaan energi untuk mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsiAktifitas:
1. Tentukan keterbatasan aktifitas fisik pasien
2. Kaji persepsi pasien tentang penyebab kelelahan yang dialaminya
3. Dorong pengungkapan peraaan klien
tentang adanya kelemahan fisik4. Monitor intake nutrisi untuk
meyakinkan sumber energi yang cukup5. Konsultasi dengan ahli gizi tentang
cara peningkatan energi melalui makanan
6. Monitor respon kardiopulmonari terhadap aktifitas (seperti takikardi, dispnea, disritmia, diaporesis, frekuensi pernafasan, warna kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan kuantitas tidur8. Bantu pasien menjadwalkan istirahat
dan aktifitas9. Monitor respon oksigenasi pasien
selama aktifitas10. Ajari pasien untuk mengenali tanda
dan gejala kelelahan sehingga dapat mengurangi aktifitasnya.
2. Terapi OksigenDefinisi: Mengelola pemberian oksigen dan memonitor keefektifannyaAktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas3. Atur alat oksigenasi termasuk
humidifier4. Monitor aliran oksigen sesuai program
5. Secara periodik, monitor ketepatan pemasangan alat
3. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
NOC Status Nutrisi Status Nutrisi: Energi Kontrol Berat Badan
Kriteria Hasil : Klien menunjukkan
Pencapaian berat badan normal yang diharapkan
Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi
NNIC
1. Manajemen NutrisiDefinisi: Membantu dan atau menyediakan asupan makanan dan cairan yang seimbangAktifitas:
1. Tanyakan pada pasien tentang alergi terhadap makanan
2. Tanyakan makanan kesukaan pasien3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah
badan Bebas dari tanda
malnutrisi
kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan (TKTP)4. Anjurkan masukan kalori yang tepat yang
sesuai dengan kebutuhan energi5. Sajikan diit dalam keadaan hangat
2. Monitor Nutrisi
Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah atau meminimalkan malnutrisiAktifitas:
1. Monitor adanya penurunan BB2. Ciptakan lingkungan nyaman selama
klien makan.3. Jadwalkan pengobatan dan tindakan,
tidak selama jam makan.4. Monitor kulit (kering) dan perubahan
pigmentasi5. Monitor turgor kulit6. Monitor mual dan muntah7. Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, kadar hematokrit8. Monitor kadar limfosit dan elektrolit9. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.
4. Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit
NOC Konservasi Energi
Kriteria Hasil: Klien menunjukkan
Istirahat dan aktivitas seimbang
Mengetahui keterbatasanan energinya
Mengubah gaya hidup sesuai tingkat energi
Memelihara nutrisi yang adekuat
Energi yang cukup untuk beraktifitas
NIC
1. Manajemen energiDefinisi: Mengatur penggunaan energi untuk mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsiAktifitas:
1. Tentukan keterbatasan aktifitas fisik klien
2. Kaji persepsi pasien tentang penyebab kelelahan
3. Dorong pengungkapan perasaan tentang kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi untuk meyakinkan sumber energi yang cukup
5. Konsultasi dengan ahli gizi tentang cara peningkatan energi melalui makanan
6. Monitor respon kardiopumonari terhadap aktifitas (seperti takikardi, dispnea, disritmia, diaporesis, frekuensi pernafasan, wwarna kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan kuantitas tidur8. Bantu klien menjadwalkan istirahat
dan aktifitas
2. Terapi OksigenDefinisi: Mengelola pemberian oksigen dan memonitor keefektifannyaAktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas3. Atur alat oksigenasi termasuk
humidifier4. Monitor aliran oksigen sesuai program5. Secara periodik, monitor ketepatan
pemasangan alat
3. Manajemen cairanDefinisi: Mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal.
Aktifitas:
1. Persiapkan pemberian transfusi (seperti mengecek darah dengan identitas pasien, menyiapkan terpasangnya alat transfusi)
2. Awasi pemberian komponen darah/transfusi
3. Awasi respon klien selama pemberian komponen darah
4. Monitor hasil laboratorium (kadar Hb, Besi serum)
5. PK: Perdarahan Mencegah/ meminimalkan terjadinya perdarahan
AktifitasMonitor tanda-tanda perdarahan dan perubahan
tanda vital2. Monitor hasil laboratoium, seperti Hb, angka
trombosit, hematokrit, angka eritrosit, dll3. Gunakan alat-alat yang aman untuk mencegah
perdarahan (sikat gigi yang lembut, dll)
6. Nyeri b.d penyakit kronis NOC Mengontrol Nyeri Menunjukkan tingkat
nyeriKriteria Hasil: Klien dapat
Mengenali faktor penyebab
Mengenali lamanya (onset ) sakit
Menggunakan cara non analgetik untuk mengurangi nyeri
Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
NICManajemen nyeri
Definisi : mengurangi nyeri dan menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien.Aktfitas:
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk tingkat nyeri ( dengan “face scale”), lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan pasien (misalnya menangis, meringis, memegangi bagian tubuh yang nyeri, dll)
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Jelaskan pada pasien tentang nyeri yang dialaminya, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri mungkin akan dirasakan, metode sederhana untuk mengalihkan rasa nyeri, dll.
5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang pengalaman nyeri dan ketidakefektifan kontrol nyeri pada masa lampau
6. Atur lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
7. Kurangi faktor pencetus nyeri pada
pasien
2. Pemberian analgetikDefinisi: Penggunaan agen farmakologi untuk menghentikan atau mengurangi nyeri.Aktifitas:
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi pada pasien4. Kolaborasi pemilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri, rute pemberian, dan dosis optimal
5. Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
6. Kolaborasi pemberian analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
7. Monitor respon klien terhadap penggunaan analgetik
7. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan
NOC : Kontrol Kecemasan
Kriteria Hasil : Klien mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
Vital sign (TD, nadi, respirasi) dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.
Menunjukkan
NIC1. Menurunkan cemas
Definisi: Meminimalkan rasa takut, cemas, merasa dalam bahaya atau ketidaknyamanan terhadap sumber yang tidak diketahui.Aktifitas:
1. Gunakan pendekatan dengan konsep atraumatik care
2. Jangan memberikan jaminan tentang prognosis penyakit
3. Jelaskan semua prosedur dan dengarkan keluhan klien
4. Pahami harapan pasien dalam situasi stres5. Temani pasien untuk memberikan keamanan
dan mengurangi takut6. Bersama tim kesehatan, berikan informasi
mengenai diagnosis, tindakan prognosis7. Anjurkan keluarga untuk menemani anak
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan8. Lakukan massage pada leher dan punggung,
bila perlu
peningkatan konsentrasi dan akurasi dalam berpikir
9. Bantu pasien mengenal penyebab kecemasan10. Dorong pasien/keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi tentang penyakit
11. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi (sepert tarik napas dalam, distraksi, dll)
12. Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.
Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran E d i s i k e - 3 J i l i d 2 . Media Aesculapius Fkul.
McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition. Mosby Year Book: USA
North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA.
Pathway