refleksi kasus cervical syndrom
TRANSCRIPT
CERVICAL SYNDROME
REFERAT
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas sebagai dokter muda stase neuro dan rehabilitasi medik di Rumah Sakit Tugurejo Semarang
Disusun oleh :
CAHYA DARIS TRI WIBOWO
H2A008008
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Referat ini telah disetujui oleh dosen pembimbing dari :
Nama : Cahya Daris Tri Wibowo
NIM : H2A008008
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Kegiatan : coas neuro, dan rehabilitasi medik
Judul referat : Cervical Syndrom
Pembimbing : dr. S. K. Wahyudi Wibisono, Sp. RM
dr. Lister Napitupulu, Sp. KFR
Nilai :
Semarang, Juni 2012
Pembimbing
dr. S. K. Wahyudi Wibisono, Sp. RM
BAB I
PENDAHULUAN
Cervical Root Syndrome (CRS) adalah suatu keadaan yang disebabkan
oleh iritasi atau penekanan radiks saraf cervical ditandai dengan adanya rasa nyeri
pada leher yang dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radiks yang
terganggu. Dapat dikatakan bahwa Cervical root syndrome merupakan suatu
kumpulan gejala yang diakibatkan karena adanya pergeseran patologik dari radiks
saraf spinal.1
Prevalensi nyeri leher pada umumnya lebih sering terjadi pada wanita. Di
Norwegia, Bovim dan rekan, dalam sampel acak dari 10.000 orang dengan usia
18-67 tahun, ditemukan prevalensi sebesar 13,8%. Dalam sebuah penelitian
serupa di Finlandia yang dilakukan Makela dan rekan ditemukan sakit leher dalam
9,5% dialami oleh laki-laki dan 13,5% dialami oleh perempuan. Pusat Nasional
Amerika Serikat Statistik Kesehatan melaporkan 7,0% pria dan 9,4% wanita
mengalami nyeri leher pada periode antara 1976-1980. Selain sakit leher menjadi
lebih umum pada perempuan, Makela juga menemukan bahwa pasien yang lebih
tua, mereka yang terlibat dalam pekerjaan baik secara mental dan fisik stres, dan
perokok saat ini lebih cenderung mengalami sakit leher.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Cervical Root Syndrome (CRS) adalah suatu keadaan yang disebabkan
oleh iritasi atau penekanan radiks saraf cervical ditandai dengan adanya rasa
nyeri pada leher yang dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radiks
yang terganggu. Dapat dikatakan bahwa Cervical root syndrome merupakan
suatu kumpulan gejala yang diakibatkan karena adanya pergeseran patologik
dari radiks saraf spinal
Penyebab dari CRS bervariasi dan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu
adanya penyempitan foramen intervertebra atau tidak. Terjadinya
penyempitan foramen ini biasanya disebabkan oleh adanya spondilosis dan
disertai oleh proses degerasi yang sering terjadi pada usia lanjut.1
II. Anatomi
Tulang dan jaringan ikat
Tulang belakang cervical terdiri dari 7 vertebra yang secara keseluruhan
membentuk kurva lordosis bila diliat dari lateral. Dapat dibagi menjadi 2
regio, regio atas (C1, C2) dan regio bawah (C3-C7). Ada perbedaan nyata
terhadap kedua regio tersebut baik secara anatomis maupun fungsionalnya.
Regio atas
Secara struktural terdapat perbedaan yang jelas antar tulang C1 (Atlas)
dan C2 (Axis). Tulang C1 tidak mempunyai korpus vertebra, berbentuk
seperti cincin dengan kedua masa lateral dihubungkan dengan arkus anterior
dan posterior. Sedangkan tulang C2 mempunyai korpus vertebra, arkus
anterior yang menebal ditengah membentuk prosesus odontoid, arkus
posterior dan prosesus spinosus.
Diantara tulang oksiput dan C1 dihubungkan dengan sendi oksipitoatlas
dengan gerakan fleksi 10° dan ekstensi 25°, tidak ada pergerakan rotasi dan
lateral fleksi. Antara C1 dan C2 dihubungkan dengan sendi alantoaxial yang
dapat bergerak rotasi 45° kiri dan kanan, mungkin hanya sedikit fleksi dan
ekstensi.
Terdapat banyak ligamen pada regio atas vertebra servikal dan sangat
penting peranannya dalam membatasi pergerakan. Itu berguna untuk
melindungi medula spinalis dan radiks saraf dari trauma eksternal.
Ligamentum transversum sebagai penahan prosesus odontoid terhadap
arkus anterior
Ligamentum apikal: menghubungkan prosesus odontoid dengan foramen
magnum
Ligamentum alar: 2 ligamentum turun dari oksiput ke pinggir prosesus
odontoid
Ligamentum asesorius: 2 ligamentum untuk membatasi gerakan atlas
terhadap axis
Ligamentum longitudinal posterior yang terhubung dari foramen magnum
sampai sacrum
Ligamentum flavum: mencegah subluksasi ke depan dari oksiput atlas
terhadap axis
Ligamentum nukhae/interspinosus: sebagai septum yang membagi otot
ekstensor leher.1,3
Regio bawah
Vertebra cervical C3-C7 mempunyai karakteristik spesifik, bagian
anteriornya lebih lebar dari bagian posterior. Begitu pula dengan diskus
intervertebralis nya sehingga dapat membentuk kurva lordotik. Vertebra
cervical ini mempunyai persendian yang disebut sendi uncovertebral disebut
juga sebagai sendi lusckha terletak pada tepi posterolateral korpus vertebral.
Diskus intervertebralis terdapat diantara 2 korpus vertebra berisikan annulus
dan nucleus.
Gerakan yang dapat terjadi pada regio ini adalah fleksi, ekstensi, lateral
fleksi dan rotasi. Sedangkan ligamentum yang terdapat pada segmen ini
adalah ligamentum flavum, ligamentum longitudinal anterior, posterior, dan
ligamentum nukhae/interspinosus.
Saraf
Struktur medulla spinalis terdapat di dalam kanalis spinalis mulai dari
foramen magnum sampai lebih kurang setinggi L2. Nervus spinalis
mempunyai 2 radiks spinalis posterior (sensori) dan anterior (motorik). Kedua
radiks tersebut berjalan bersamaan keluar dari foramen intervertebralis dan
menjadi satu membentuk nervus spinalis.
Nervus spinalis C1 dan C2 mempersarafi belakang kepala sedangkan
C3 di daerah leher. Sedangkan C4-C8 mempersarafi daerah bahu dan lengan.1
III. Patogenesis
Diskus intervertebralis merupakan suatu struktur penting jaringan
elastis yang mengandung cairan dan jaringan kolagen. Seiring dengan
bertambahnya usia maka diskus mengalami dehidrasi dan penurunan
elastisitas. Degenerasi diskus sendiri dimulai dengan adanya robekan pada
anulus disertai dengan materi nukleus yang mendesak keluar melalui celah-
celah nukleus. Terjadinya peningkatan tekanan menyebabkan pembekakan
anulus keluar disertai dengan menyempitnya diskus dan sendi faset.
Mekanisme spondilosis terjadi karena pendesakan dari diskus keluar
sehingga menyebabkan ligamentum longitudinal menjauh dari vertebra.
Tekanan dari dalam menyebakan keluarnya materi dan diskus ke dalam celah
antara korpus vertebra dan ligamentum longitudinal yang lama kelamaan
mengeras membentuk spur. Pada daerah cervical proses ini diperburuk
dengan adanya sendi uncovertebral von luschka.
Penyempitan pada kanalis vertebra bukan hanya disebakan karena
penonjolan dari diskus, tetapi juga karena adanya hipertrofi sendi facet dan
ligamentum flavum yang menjadi tebal karena usia. Penebalan facet dan
adanya spur ini menyebabkan pula foramen intervertebralis menjadi sempit
sehingga menimbulkan radikulopati.
IV. Manifestasi Klinik
Seperti yang telah diketahui bahwa saraf cervical yang berperan dalam
persarafan bahu, lengan, sampai jari adalah saraf cervical yang berasal dari
segmen medula spinalis C5, C6, C7, dan C8 maka radiks-radiks dari segmen
inilah yang memegang peranan dalam masalah cervical root syndrome ini.
Pada anamnesa biasanya dijumpai pasien dengan keluhan nyeri tengkuk serta
kaku pada otot leher dan kadang disertai dengan sakit daerah belakang
kepala. Rasa nyeri biasanya timbul pada pergerakan kepala dan leher disertai
adanya penjalaran ke lengan sesuai dengan persarafan radiks yang terkena, ini
yang dinamakan nyeri radikuler.
Pada pemeriksaan tidak jarang leher mengalami keterbatasan dalam
lingkup geraknya dan biasanya pasien juga merasakan hal itu dengan atau
tidak disertai nyeri leher. Kelainan neurologiknya, terhadap radiks saraf
spinal akan menimbulkan gangguan sensibilitas dan motorik. Untuk ganguan
sensibilitas pengenalan klinisnya ditentukan oleh terdapatnya nyeri saraf
daerah kulit yang dipersarafi oleh radiks dorsalis yang terangsang. Hal
tersebut yang dinamakan dengan dermatom. Sedangkan kelaianan motorik
ditandai dengan adanya kelemahan pada daerah lengan dan tangan.
Pemeriksaan lebih lanjut dinilai refleks tendonnya yang terkadang menurun
pada otot yang dipersarafinya.4,8
Radiks Nyeri dijalarkan
dari leher ke:
Kelemahan
otot
Gangguan
sensibilitas
Refleks
tendon
C5 Bahu bagian bawah
dan lengan atas
bagian lateral
Supraspinatus
Deltoideus
Infraspinatus
Biceps
Permukaan
ventral
lengan atas
dan bawah
Tidak ada
gangguan
Refleks
biceps tidak
terganggu
atau menurun
sensibilitas
pada jari-jari
C6 Bagian lateral
(radial) lengan
bawah
Biceps
Brachioradiali
s
Permukaan
ibu jari dan
tepi radial
dari lengan
Refleks
biceps,
menurun /
menghilang
C7 Bagian dorsal
lengan bawah
Triceps Permukaan
jari telunjuk,
jari tangan
dan dorsum
manus
Refleks
triceps
menurun atau
menghilang
C8 Bagian medial
(ulnar) lengan
bawah
Otot-otot
tangan:
interossei
Jari
kelingking
dan jari
manis
Refleks
biceps dan
triceps tidak
terganggu
V. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis memegang peranan penting mengingat banyaknya kausa yang
dapat menyebabkan cervical root syndrome ini, terutama mengenai
identitas, serta riwayat hidup seperti umur, riwayat trauma sebelumnya,
riwayat pekerjaan.
b. Inspeksi
Perhatikan sikap tubuh pasien saat menanyakan riwayat penyakit.
Bagaimana posisi kepala dan leher selama wawancara. Biasanya pasien
menekukkan kepala menjauhi sisi yang cedera dan leher terlihat kaku.
Gerak leher ke segala arah menjadi terbatas, baik yang mendekati maupun
menjauhi sisi cedera.4
c. Palpasi
- Nyeri kaku pada leher
- Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan
- Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps. Berkurangnya reflex
biceps
- Dijumpai nyeri alih (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri
bahu” hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan
infrascapula atas.4
d. Pemeriksaan fungsi motorik
Pemeriksaan motorik sangatlah penting untuk menentukan tingkat radiks
servikal yang terkena sesuai dengan distribusi myotomal. Sebagai contoh:
Kelemahan pada abduksi pundak menunjukkan radikulopati C5.
Kelemahan pada fleksi siku dan ekstensi pergelangan tangan menunjukkan
radikulopati C6. Kelemahan pada ekstensi siku dan fleksi pergelangan
tangan menunjukkan radikulopati C7 dan kelemahan pada ekstensi ibu jari
dan deviasi ulnar dari pergelangan tangan menunjukkan radikulopati C8.
Pemeriksaan refleks tendon sangat membantu menentukan tingkat radiks
yang terkena. Seperti : Refleks biseps mewakili tingkat radiks C5-6,
Refleks triseps mewakili tingkat radiks C7-8.5
e. Pemeriksaan fungsi sensorik
Pemeriksaan fungsi sensorik dilakukan bila ada gangguan sensorik.
Namun seringkali gangguan sensorik tidak sesuai dermatomal atlas
anatomik. Hal ini disebabkan oleh adanya daerah persarafan yang
bertumpang tindih satu sama lain . Pemeriksaan ini juga menunjukkan
tingkat subyektivitas yang tinggi.4
f. Tes Provokasi
- Tes Spurling
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara
posisi leher diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi,
kemudian berikan tekanan ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif
bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah
rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna
mendeteksi adanya radikulopati servikal. Pada pasien yang datang
ketika dalam keadaan nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara
manual dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan
distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila nyeri
servikal berkurang.
- Tes Lhermitte
Penderita disuruh duduk kemudian oleh pemeriksa dilakukan kompresi
pada kepalanya dalam berbagai posisi (miring kanan, miring kiri,
tengadah, menunduk). Hasil tes ini dinyatakan positif bila pada
penekanan dirasakan adanya rasa nyeri yang dijalarkan
- Tes Distraksi Kepala
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh
kompresi terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila
kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan gejala dengan tes
kompresi kepala walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.
- Tes Valsava
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak
ruang di kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya
tekanan intratekal akan membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini
sesuai dengan tingkat proses patologis di kanalis vertebralis bagian
cervical. Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava ini
adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil
positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke
lengan.
- Tes Naffziger
Dilakukan pada posisi berbaring atau berdiri dengan menekan vena
jugulare dengan kedua tangan pemeriksa sementara pasien mengejan.
Akan terjadi peningkatan intrakranial yang akan diteruskan sepanjang
rongga arachnoidal medula spinalis. Adanya proses desak ruang kanalis
vertebralis akan menimbulkan nyeri radikuler.6
g. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiografi cervical
Foto polos servical ini biasanya rutin dilakukan pada pasien dengan
cervical root syndrome dengan kecurigaan spondilosis servikalis. Untuk
keperluan tersebut maka foto dibuat dengan berbagai proyeksi anterior-
posterior, lateral, oblik kanan-kiri. Pada pemeriksaan ini dinilai keadaan
tulang, foramen, diskus, adanya spur sehingga dapat ditentukan tingkat
dari spondilosis.
2) CT Scan dengan myelografi
Digunakan untuk menilai spinal dan stenosis foraminal. Tetapi jarang
digunakan karena sifatnya invasif dan biasanya diagnosis dapat
ditegakkan cukup dengan pemeriksaan fisik dan foto polos rutin.
3) MRI
Salah satu prosedur untuk mendiagnosis cervical spondylosis.
Keuntungannya dapat memberikan gambaran dalam bermacam
potongan, tidak invasif, dan dapat mengidentifikasi kompresi radiks
spinal.
4) EMG
Berguna untuk menilai lokasi radiks yang terlibat.1
VI. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa :
Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase
akut. Obat-obatan ini biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-
obatan yang banyak digunakan biasanya dari golongan salisilat atau
NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang
diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin,
bahkan bisa juga diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada
mereka yang mengalami ketegangan mental. Pada kondisi tertentu
seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan ringan
yang diberikan lebih awal dapat mempercepat proses perbaikan. Kepala
sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit
dalam posisi flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak
mengakibatkan gerakan kearah lateral. Istirahat diperlukan pada fase
akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau kelompok nyeri
non spesifik.
Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:
Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)
Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)
Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)
Vit. B1, B6, B12
b. Non medikamentosa
Untuk mencapai kondisi pemulihan pasien sehingga bisa secepatnya
kembali bekerja adalah kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan
lingkungan kerja yang baik. Saran yang dapat diberikan antara lain:
- Sikap tubuh yang baik dimana tubuh tegak, dada terangkat, bahu
santai, dagu masuk, leher merasa kuat, longgar dan santai
- Tidur dengan bantal
- Penggunaan telepon dengan posisi leher menekuk dapat dikurangi
dengan menggunakan headset, menghindari penggunaan kacamata
bifokal dengan ekstensi leher yang berlebihan, posisi tidur yang
salah.
- Saat menonton pertandingan pada lapangan terbuka, maupun layar
lebar sebaiknya menghindari tempat duduk yang menyebabkan
kepala menoleh/berotasi ke sisi lesi.
- Memelihara sendi otot yang fleksibel dan kuat dengan latihan yang
benar.
- Pencegahan nyeri cervical ulangan yaitu dengan memperhatikan
posisi saat duduk, mengendarai kendaraan, dan posisi leher yang
berkaitan dengan berbagai pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
VII.Rehabilitasi Medik
a. Traksi
Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak
berkurang atau pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan
adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat dilakukan 3 kali sehari selama
15 menit, dan dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih sedikit selama
4 sampai 6 minggu. Setelah keluhan nyeri hilang pun traksi masih dapat
dianjurkan. Traksi dikontraindikasikan pada pasien dengan spondilosis
berat dengan mielopati dan adanya arthritis dengan subluksasi atlanto-
aksial.
b. Cervical Collar
Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi
serta mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat
satu jenis collar yang benar-benar mencegah mobilisasi leher. Salah satu
jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI Brace (Sternal Occipital
Mandibular Immobilizer).
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan
malam dan diubah secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai
kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara
dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi otot serta
kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi
nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi
radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan. Hilangnya nyeri,
hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan
indikasi pelepasan collar.
c. Thermotherapy
Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan
nyeri. Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi
servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan sebanyak 1-
4 kali sehari selama 15-30 menit, atau kompres panas/pemanasan selama
30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil
yang memuaskan. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah
pragmatik tergantung persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.
d. Latihan
Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher.
Latihan bisa dimulai pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah
anterior, latihan mengangkat bahu atau penguatan otot banyak membantu
proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan ekstensi maupun flexi.
Pengurangan nyeri dapat diakibatkan oleh spasme otot dapat ditanggulangi
dengan melakukan pijatan.7
VIII. Operasi
Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang
disebabkan kompresi terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula
spinalis yang berkembang lambat serta melibatkan tungkai dan lengan.
Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan dengan adanya
keterlibatan neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi
medikamentosa biasa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Emil R. 2004. Sindroma Servikal. Semarang: FK UNDIP
2. Malanga G. 2009. Cervical Radiculopathy Clinical Presentation.
http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical#showall
3. Jackson R. 2010. The Classic: The Cervical Syndrome.
http://www.springerlink.com/content/1r7004736x033820/fulltext.html
4. Noerjanto M. 1996. Nyeri Tengkuk. Dalam: Hardinoto S, Setiawan,
Soetedjo. Nyeri Pengenalan dan Tatalaksana. Semarang: Badan Penerbit
UNDIP
5. Mardjono M. dan Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta:
Penerbit Dian Rakyat
6. Tejo B. 2009. Cervical Root Syndrome.
http://bimaariotejo.wordpress.com/2009/05/31/cervical-root-syndrome/
7. Turana Y. 1995. Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana Pada
Radikulopati Servikal. Jakarta: FK UI
8. Turana Y, Rasyid A, Wibowo BS. Gambaran klinis, radiologis dan EMG
pada nyeri servikal. Departemen Neurologi FKUI / RSCM