dengue shock syndrom
DESCRIPTION
Dengue Shock SyndromTRANSCRIPT
BAB I
TINJUAN PUSTAKA
DEFINISI
Virus dengue dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis jika
menyerang manusia. Mulai dari tanpa gejala (asimptomatik), demam ringan yang
tidak spesifik (undifferentiated fibrile illness), demam dengue, dan sindrom shock
dengue.
Demam dengue (DD) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari disertai
dua atau lebih gejala klinis berupa nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia /
atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (tes tourniket positif dan petechie) dan
leucopenia. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut dengan
gejala seperti DD disertai manifestasi perdarahan yang lebih nyata (tes tourniket
positif, petechie, echimosis, atau purpura, perdarahan mukosa), trombositopenia
(≤100.000/μL) dan kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas kapiler
yang ditandai oleh peningkatan hematokrit ≥20 %. Dengue shock symdrome
(DSS) adalah penampilan klinis DBD yang disertai tanda-tanda kegagalan
sirkulasi berupa penderita gelisah sampai penurunan kesadaran, nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg), hipotensi (tekanan sistolik < 80
mmHg), kulit dingin dan lembab, akral dingin (capillary refill time > 2 detik),
dieresis menurun sampai anuria.
ETIOLOGI
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan
oleh virus dengue termasuk grup B Arthropod borne virus (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4
jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Keempat
jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
1
2
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan
dengan kasus berat. 2,3
Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini tapi merupakan vektor yang kurang
berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat menularkan virus dengue ke manusia baik
secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia
maupun secara tidak langsung yaitu setelah melalui masa inkubasi dalam
tubuhnya selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada manusia diperlukan
waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus
masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan
berkembangbiak didalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat
terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yang timbul pada saat menjelang
gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari setelahnya. 2,3
PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
Ada dua patofisiologi utama pada DBD, yaitu : pertama, meningkatnya
permeabilitas kapiler yang menghasilkan kebocoran plasma dan ini menyebabkan
hipovolemia, hemokonsentrasi serta renjatan; kedua, adanya hemostasis yang
abnormal, melibatkan perubahan pembuluh darah, trombositopeni dan
koagulopati.
Sistem vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas
vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung
penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemi. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan
bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi
diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan
3
hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor : perubahan vaskuler,
trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami
peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya
penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal. 6
Hemostasis yang abnormal menyebabkan bermacam-macam manifestasi
perdarahan. Mediator-mediator apa yang meningkatkan permeabilitas kapiler dan
bagaimana mekanisme phenomena perdarahan, belum dapat diidentifikasi.
Penyebab perdarahan pada DBD sangat komplek dan mungkin melibatkan satu
atau lebih dari trombositopeni, kerusakan pembuluh darah kecil, gangguan fungsi
trombosit dan diseminated intravasculan coagulation (DIC). Kerusakan trombosit
dapat secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu, pasien dengan
trombosit lebih dari 100.000/ mm3 mungkin didapat waktu perdarahan yang
memanjang. DIC terjadi pada renjatan berkepanjangan dan berat serta
menyebabkan perdarahan hebat dan irreversibel syok dengan prognosis buruk. 2
Manusia dapat terinfeksi 4 serotipe dengue selama hidup. Hampir semua
pasien DBD pernah terinfeksi dengan salah satu dari 4 serotipe virus dengue
sebelumnya, yang dikenal dengan hipotesa antibodi heterotipik. 2
Adanya ikatan antigen-antibodi (komplek antibodi-virus) ini dalam
sirkulasi darah akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
1. Agregasi trombosit melepaskan ADP dan mengalami metamorfosis yang
kemudian kehilangan fungsi sehingga dimusnahkan sistem retikulo endotel
dengan akibat trombositopeni hebat dan perdarahan. Disamping itu trombosit
yang mengalami metamorfosis melepaskan faktor trombosis ke-3 yang
mengakibatkan sistem pembekuan.
2. Aktifasi faktor Hageman (faktor XII) akan mengakibatkan sistem pembekuan
dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskuler yang sangat luas. Dalam
proses ini plasminogen menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan
anafilatoksin menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan
anafilatoksin dan penghancuranfibrin menjadi fibrin degradation product.
Disamping itu aktifasi faktor XII menggiatkan sistem kinin yang berperan
meningkatkan permeabilitas kapiler, menurunnya faktor pembekuan yang
4
disebabkan aktifasi sistem pembekuan dan kerusakan hati akan menambah
beratnya perdarahan. 2
Secondary Heterologous Dengue Infection
Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi
pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser
dari aktivasi komplemen, induksi kemokin, dan kematian sel apoptotik. Bila
terjadi hipovolemi akibat kebocoran plasma maka tubuh akan melakukan
kompensasi melalui mekanisme neurohumoral yang akan meningkatkan
kemampuan kardiovaskuler sehingga tekanan darah bisa dipertahankan. Akibat
kompensasi ini maka terjadi takikardia, vasokonstriksi, penyempitan tekanan nadi,
akral dingin dan penurunan produksi urin. 6,12
MANIFESTASI KLINIK
1.Demam dengue (DD)
Replikasi virus Respon antibodi sebelumnya+
Komplek virus-antibodi
Agregasi trombosit
Pelepasan trombosit oleh RES
TrombositopeniPemakaian koagulopati ↑
Faktor pembekuan ↓Kegagalan fungsi trombosit
Pelepasan faktor III trombosit ↓
Perdarahan hebat
Aktifasi koagulasi
Sistem kinin
Aktifasi faktor Hageman
Kinin
Renjatan
FDP ↑
Aktifasi komplemen
Anafilatoksin
Permeabilitas pembuluh darah ↑
Plasmin
5
Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, sakit tulang belakang, dan rasa
lelah. Tanda khas dari DD adalah peningkatan suhu mendadak, kadang-
kadang disertai menggigil, sakit kepala dan flushed face (muka kemerahan).
Dalam 24 jam, terasa nyeri pada belakang mata terutama pada pergerakan
mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi. Gejala
lainnya adalah anoreksia, konstipasi, nyeri perut/kolik, nyeri tenggorok dan
depresi. Gejala tersebut biasanya menetap selama beberapa hari.
Demam, suhu pada umumnya antara 39-40 0C, dapat bersifat
bifasik, menetap antara 5-6 hari. Pada awal fase demam timbul ruam
menyerupai urtikaria di muka, leher, dada, dan pada akhir fase demam (hari
sakit ke-3 atau 4), ruam akan menjadi makulopapular. Pada akhir fase demam
atau awal suhu turun timbul petekhie yang menyeluruh biasanya pada kaki
dan tangan. Perdarahan kulit pada DD terbanyak adalah uji tourniquet positif
dengan atau tanpa petekhie.
Pada awal fase demam akan dijumpai jumlah leukosit normal,
kemudian menjadi leucopenia selama fase demam. Jumlah trombosit dan
semua factor pembekuan umumnya normal. Serum biokimia dan enzim pada
umumnya normal tetapi enzim hati dapat meningkat.
2.Demam berdarah Dengue (DBD)
Terdapat empat gejala utama DBD yaitu demam tinggi, fenomena
perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis diawali
dengan demam mendadak, disertai dengan muka kemerahan (facial flushed)
dan gejala klinis lainnya yang tidak khas menyerupai gejala DD.
Keempat gejala utama DBD adalah :
a. Demam
Penyakit didahului demam tinggi mendadak, terus menerus
berlangsung 2-7 hari dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak
bereaksi terhadap pemberian antipiretik (mungkin hanya akan turun sedikit
kemudian naik kembali). Bila tidak disertai syok maka demam akan turun
dan penderita sembuh dengan sendirinya. Akhir fase demam merupakan
6
fase kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat merupakan awal
penyembuhan tetapi dapat pula sebagai awal fase syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada DBD adalah vaskulopati,
trombositopenia, dan gangguan fungsi trombosit serta koagulasi
intravaskuler yang enyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak antara lain
perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji Rumple Leed) positif, petekhie,
purpura, echimosis, dan perdarahan mukosa seperti epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, melena. Petekhie merupakan tanda perdarahan yang
tersering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari-hari pertama
demam. Perdarahan yang paling ringan adalah uji tourniquet positif,
berarti fragilitas kapiler meningkat, namun hal ini dapat dijumpai pada
penyakit virus lain (misalnya campak, demam chikungunya), infeksi
bakteri dan lain-lain. Uji tourniquet positif sangat berguna apabila secara
klinis diduga DBD, karena pada awal perjalanan penyakit 70,2 % kasus
DBD mempunyai hasil tourniquet positif. Uji tourniquet dinyatakan positif
jika terdapat 10-20 atau lebih petekhie dalam diameter 2,8 cm (1 inchi
persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) dan pada lipatan siku (fossa
cubiti).
c. Pembesaran hepar
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm di
bawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit. Nyeri tekan di daerah hati sering ditemukan dan ini
berhubungan dengan adanya perdarahan.
d. Syok
Perjalanan syok tergantung pada penyakit primer penyebab
renjatan, kecepatan dan jumlah cairan yang hilang, lama renjatan, serta
kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan.
3.Dengue Shock Syndrome (DSS)
7
Shock biaa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari
ke-3 sampai hari sakit ke-7. Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan
gejala klinis menghilang setelah demam turun. Demam turun disertai
keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral
ekstremitas dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini menunjukkan gejala
gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat
ringan atau sementara.
Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk
setelah beberapa hari demam. Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun,
antara hari sakit ke 3-7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi. Sesaat sebelum
syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan kulit
pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung kaki dan tangan, anak menjadi
rewel, gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi apatis, sopor, dan
koma; denyut nadi cepat dan lemah; tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg);
hipotensi (tekanan sistolik ≤ 80 mmHg); oliguria sampai anuria. Pasien dapat
dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound shock),
pada saat itu tekanan darah dan nadi tidak terukur lagi.
Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok
biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau
pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai
penyulitnyaseperti asidosis metabolic, perdarahan hebat saluran cerna,
sehingga memperburuk prognosis. Secara klinis perjalanan syok dapat dibagi
dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekompensasi, dan ireversibel.
Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi Ireversibel
Blood loss (%) Sampai 25 25-40 40
8
Heart rate Takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia
Tek. Sistolik Normal Normal/menurun Tidak terukur
Nadi (volume) Normal/menurun Menurun + Menurun ++
Capillary refill Normal/meningkat
3-5 detik
Meningkat > 5
detik
Meningkat ++
Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin/deathly pale
Pernapasan Takipneu Takipneu + Sighing respiration
Kesadaran Gelisah Lethargi Reaksi - / hanya
bereaksi terhadap nyeri
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis DBD didasarkan pada kriteria menurut
WHO (1997), yaitu:
1. Kriteria Klinis
a. Panas tinggi mendadak, terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab
yang jelas (tipe demam bifasik)
b. Manifestasi perdarahan
Uji tourniquet positif
Petekhie, echimosis, purpura
Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
Hematemesis dan atau melena
c. Hepatomegali
d. Kegagalan sirkulasi (syok) yang ditandai dengan :
Nadi cepat dan lemah
Tekanan darah menurun (≤ 20 mmHg)
Hipotensi (tekanan sistolik ≤80 mmHg)
Akral dingin
Kulit lembab
Pasien tampak gelisah
9
2. Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (AT < 100.000/μL)
b. Hemokonsentrasi ditandai dengan nilai hematokrit lebih dari atau sama
dengan 20 % dibandingkan dengan masa kovalesen yang dibandingkan
dengan nilai Hct sesuai umur, jenis kelamin dari populasi.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi (atau
peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi
pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada
pasien anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan
hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD.
DERAJAT PENYAKIT
Mengingat derajat beratnya penyakit ynag bervariasi dan sangat erat
kaitannya dengan pengelolaan dan prognosis maka WHO (1997) membagi DBD
dalam derajat setelah kriteria laboratories terpenuhi yaitu :
Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet positif.
Derajat II : derajat I disertai dengan perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain.
Derajat III : terdapat kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit
dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV : renjatan berat dengan nadi yang tak teraba dan tekanan darah
yang tak terukur, kesadaran amat menurun.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang harus diwaspadai :
10
a. Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat
sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan.
b. Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal
akut.
c. Edema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan.
d. Depresi miokard-gagal jantung.
e. Gangguan koagulasi / pembekuan (DIC).
DIAGNOSIS BANDING
1. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus atau protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza,
hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis dan malaria.
2. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP).
3. Perdarahan seperti petekhie dan echimosis ditemukan pada beberapa
penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus, leukemia,
atau anemia aplastik.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya
perubahan fisiologi berupa perembesan plasma danperdarahan. Perembesan
plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap
adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah
terjadinya syok. Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase
demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi
pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut
diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasma dan
perdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis dan pemantauan kadar
hematokrit dan jumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan
diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Pemberian cairan plasma,
11
pengganti plasma, tranfusi darah, dan obat-obat lain dilakukan atas indikasi yang
tepat. 9,13
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan
cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan
natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. 9,13
Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB.
Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat
badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 cc/kg BB/jam, bila
tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila
syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10
ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi
cairankoloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya
pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500
ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan
resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit
turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi
darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam
volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan
klinis dankadar hematokrit. 9
Pemeriksaan hematokrit untuk memantau penggantian volume plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan
kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg
BB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi
selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat,
12
saat ini tidak dianjurkan lagi. Cairan intravena dapat dihentikan apabila
hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg
BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada
umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila
cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi
plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah
pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat
edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma
ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi.
Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik,
merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi. 9
Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD,
maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD
berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga
tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian
cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan
natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi
sehingga heparin tidak diperlukan. 9
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien
syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapiharus
diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker
oksigen. 9
Transfusi Darah
13
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap
pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock).
Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang
nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal
haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya
dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan
yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar
dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel
darah merah dan faktor pembesar trombosit.Plasma segar dan atau suspensi
trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya
terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat
menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin
parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa
pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. 9
BAGAN PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA
14
DEMAM BERDARAH DENGUE DBD
(Bagan 1)
Tersangka DBD
Demam tinggi, mendadak, terus-menerus, < 7 hari tidak disertai ISPA, badan lemah/lesu
Tanda syok muntah terus menerus, kesadaran menurunKejang, muntah darah, berak darah, berak hitam
Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan
Periksa uji tourniquet
Perhatikan untuk orang tua: pesan bila timbul tanda syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berat hitam, kencing berkurang. Lab Hb/Ht naik dan trombosit turun
Uji tourniquet (-) Uji Tourniquet (+)
Jumlah trombosit
< 100.000/ul
Jumlah trombosit
> 100.000/ul
Rawat jalanParasetamolKontrol tiap hari sampai demam hilang
Nilai tanda klinis & jumlah trombosit, Ht bila masih demam hari sakit ke-3
Rawat Inap Rawat Jalan
Minum banyak,Parasetamol bila perlu Kontrol tiap hari sp demam turun. Bila demam menetap periksa Hb.Ht, AT.
segera bawa ke rumah sakit
15
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD I DAN II TANPA
PENINGKATAN HEMATOKRIT
(Bagan 2)
DBD Derajad I
Gejala klinis : demam 2-7 hari Uji tourniquet positif Lab. hematokrit tidak meningkat trombositopeni (ringan)
Pasien Masih dapat minum Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sd. mkn tiap 5 menit. Jenis minuman; air putih teh manis, sirup, jus buah, susu, oralitBila suhu > 38,5 derajad celcius beri parasetamolBila kejang beri obat antikonvulasif
Pasien tidak dapat minumPasien muntah terus menerus
Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5% (1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam
Ht naik dan atau trombositopeni
Infus ganti ringer laktat(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)
Perbaikan klinis dan laboratoris
Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Secara klinis tampak perbaikan Hematokrit stabil Tiga hari setelah syok teratasi Jumlah trombosit lebih dari 50.000/mlTidak dijumpai distress pernafasan
16
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD II DENGAN
PENINGKATAN HEMATOKRIT
(Bagan 3)
Perbaikan
DB Derajad I + perdarahan spontan Hemokonsentrasi & Trombositopeni Cairan awal RL/NaCl 0,9% atau RLD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 – 7 ml/kgBB/jam
Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam
Tidak Ada Perbaikan
DBD Derajat II
Tidak gelisah Nadi kuat Tek Darah stabil Diuresis cukup (1 ml/kgBB/jam) Ht Turun (2x pemeriksaan)
Gelisah Distres pernafasan Frek. nadi naikHt tetap tinggi/naik Tek. Nadi < 20 mmHgDiuresis kurang/tidak ada
Tanda Vital memburuk
Ht meningkatTetesan dikurangi Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB/jam
(bertahap)Perbaikan5 ml/kgBB/jam
Evaluasi 15 menitPerbaikan
Tanda vital tidak stabilSesuaikan tetesan
3 ml/kgBB/jam
IVFD stop setelah 24-48 jam apabila tanda vital/Ht stabil dan diuresis cukup
Distress pernafasan, Ht naik, tek. Nadi ≤ 20mmHg
Ht turun
Koloid 20-30 ml/kgBB
Transfusi darah segar 10 ml/kgBB
Perbaikan
17
PENATALAKSANAAN KASUS SSD ATAU DBD DERAJAD III DAN IV
(Bagan 4)
DBD Derajad III & IV
Oksigenasi (berikan O2 2-4L/menit) Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis) RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30
menit)
Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ? Pantau tanda vital tiap 10 menit
Cacat balans cairan selama pemberian cairan intravena
Syok tidak teratasi
Kesadaran membaik Nadi teraba kuat Tekanan nadi > 20 mmHg Tidak sesak nafas / Sianosis Ekstrimitas hangat Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
Kesadaran menurun Nadi lembut / tidak teraba Tekanan nadi < 20 mmHg Distres pernafasan / sianosis Kulit dingin dan lembab Ekstrimitas dingin Periksa kadar gula darah
DBD Derajad II + Kegagalan sirkulasi
Evaluasi ketatTanda vital Tanda perdarahan Diuresis Hb, Ht, Trombosit
Lanjutkan cairan 15-20 ml/kgBB/jam
Tambahan koloid/plasma Dekstran 40/FFP
10-20 (max 30) ml/kgBBKoreksi Asidosis
evaluasi 1 jam Syok teratasi
Syok belum teratasi Stabil dalam 24 jam Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Infus Stop tidak melebihi 48 jam
Ht turun
+ Transfusi fresh blood 10 ml/kg
Dapat diulang sesuai kebutuhan
Ht tetap tinggi/naik + Koloid
20 ml/kgBB
Syok teratasi
Cairan 10 ml/kgBB/jam
18
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. D
Tanggal lahir : 11 Mei 2001
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Nama ayah : Bp. M
Pekerjaan Ayah : Swasta
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga
Alamat : Sumberejo, Klebet, Masaran, Sragen
Tanggal Pemeriksaan : 23 September 2012
No. RM : 83 41 20
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Panas
B. Riwayat penyakit sekarang (Alloanamnesis)
Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit penderita merasakan
badannya panas. Panas dirasakan sumer-sumer. Panas dirasakan sejak
malam hari (± jam 20.00 WIB), hingga esok harinya panas tidak turun.
Kemudian oleh ibu penderita diberi obat penurun panas. Panas mulai
berkurang, tapi penderita kemudian merasa mual, dan penderita tidak
mau makan. Mencret (-), gusi berdarah (+) sedikit, mimisan (-), batuk
(-), pilek (-), sakit tenggorok (-).
Dua hari sebelum masuk rumah sakit penderita tiba-tiba panas
disertai menggigil, dan oleh orang tuanya dibawa ke RSDM. Keluarga
penderita menolak rawat inap, dan diberi obat (orangtua penderita
lupa), panas turun tetapi penderita masih merasa mual. Sejak siang hari
19
20
penderita tidak mau makan, dan minum hanya sedikit (± 3 gelas
belimbing).
Lima jam sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh
perutnya sakit sekali, dan penderita juga mulai mengigau. Penderita
tidak menjawab tiap kali ditanya oleh keluarganya, dan terus menerus
mengigau, serta tampak pucat dan kulitnya dingin. Kemudian
penderita dibawa ke RSDM lagi, masuk rumah sakit sekitar jam 20.00
WIB dan penderita disarankan untuk mondok. Panas (-), mual (+),
muntah (+) 2x isi makanan dan air, mencret (-), gusi berdarah (+)
sedikit, mimisan (-), BAK terakhir 4 jam sebelum masuk rumah sakit
(1/4 gelas aqua) dan penderita tidak mau makan sejak pagi hari.
C. Riwayat penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat imunisasi : (+) lengkap
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat sakit demam berdarah : (+) guru & teman penderita
E. Pohon Keluarga
F. Riwayat Imunisasi
Jenis I II III IV
BCG 2 bulan - - -
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
21
POLIO 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan
Hepatitis 3 bulan 4 bulan 9 bulan -
Campak 9 bulan - - -
G. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Senyum : 2 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 5 bulan
Gigi keluar : 6 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
H. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : baik
Ibu : baik
Adik : baik
I. Riwayat Makan dan Minum Anak
Sejak lahir penderita tidak menerima ASI, karena ASI tidak
keluar. Setiap hari penderita diberi susu formula (Lactogen) dengan
takaran 1 sendok takar ditambah 200 ml air, dengan frekuensi dan
jumlah yang terus bertambah hingga penderita berumur 3 tahun. Nasi
tim diberikan sejak penderita berumur 4 bulan, sebanyak 3 kali per
hari. Nasi diberikan sejak penderita berusia 1 tahun, frekuensi 3 kali
sehari. Lauk pauk dan buah-buahan sudah diberikan sejak umur 1
tahun dengan frekuensi 3 x per hari.
J. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Pemerikasaan di : bidan
Frekuensi : Trimester I : 1 x/1 bulan
Trimester II : 1x/2 minggu
Trimester III : 1x/1 minggu
22
Keluhan selama kehamilan : (-)
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet
penambah darah.
K. Riwayat Kelahiran
Lahir di Puskesmas dengan bantuan bidan, umur kandungan 9
bulan, lahir spontan, berat badan 3200 gram, menangis kuat setelah
lahir, panjang badan 49 cm.
L. Pemeriksaan Postnatal
Pemeriksaan di puskesmas, frekuansi 1 bulan 1 kali.
M. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu penderita menggunakan pil KB.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : tampak pucat, gelisah, apatis, gizi kesan baik
Berat badan : 18,5 kg
Tinggi badan : 117 cm
Lingkar perut : 58,5 cm
B. Tanda vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 124 x/menit, regular, teraba lemah, simetris
Laju Pernapasan : 32 x/menit, tipe torakoabdominal
Suhu : 35,8 0C
C. Kulit : warna sawo matang, lembab, ujud kelainan kulit(-)
uji tourniquet (+)
D. Kepala : bentuk mesochepal, rambut hitam sukar dicabut
E. Mata : conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), air
mata (+/+), reflek cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm), bulat, di tengah, mata cekung (-/-)
F. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-)
G. Mulut : bibir pucat (+), sianosis (-), mukosa basah (+)
H. Telinga : secret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)
23
I. Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tosil
T1-T1
J. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
K. Thorax
Bentuk : normochest
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Kiri bawah : SIC V linea medioclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Batas paru hepar : SIC VI dextra
Batas paru lambung : SIC VII sinistra
Redup relative : batas paru hepar
Redup absolute : hepar
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (-/-),
RBH (-/-), wheezing (-/-)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltic (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepar teraba 3 cm di bawah costa
dextra, lien tidak teraba, turgor kulit baik
24
M. Ekstremitas
Akral dingin Oedema
+ +
+ +
Sianosis ujung jari Capillary refill time > 2 detik
- -
- -
N. Perhitungan Status Gizi
1. Secara Klinis
Nafsu makan : kurang
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+)
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Mulut : bibir kering dan pecah-pecah (-)
Ekstremitas : piting oedem (-)
Status gizi secara klinis :gizi kesan baik
2. Secara Antropometri
BB = 18,5 x 100 % = 82,2 % → P3 CDC 2000 → normal
U 22,5
TB = 117 x 100 % = 97,5 % → P25 CDC 2000 → normal
U 120
BB = 18,5 x 100 % = 86,05 % → P25<BB<P50 CDC 2000
TB 21,5 kurang
-2 SD > Z score > -1 SD
Status gizi secara antropometri : gizi baik
25
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
Hb : 18,1 g/dL
AE : 6,80 x 106 uL
Hct : 56,6 %
AL : 14,3 x 103 uL
AT : 30 x 103 uL
Golongan darah : B
V. DIAGNOSA BANDING
DHF grade III (DSS/Dengue Syok Sindrom)
Gizi baik
VI. DIAGNOSA KERJA
DSS (febris hari ke-5)
Gizi baik
VII. PENATALAKSANAAN
O2 nasal 2 L/menit
Infuse RL 20 ml/kgBB bolus 30 menit → 2 jalur @ 92 tpm makro,
selanjutnya jika syok teratasi diberikan : infuse RL 10 ml/kgBB/jam →
1 jalur 46 tpm makro
Mondok bangsal infeksi anak
VIII. PENULISAN RESEP
R/ Infus Ringer Laktat flabot no VIII
Cum IV catheter no 22 no I
Infuse set no I
Three way no I
IV 3000 no I
∫ imm
26
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, 1997. Dengue Haemorrhagic Fever, 2nd edition. WHO. Geneva
2. Sri Rejeki HH, 2002. Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
dalam Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit FK UI. Jakarta
3. Staf Medis Fungsional Anak RSDM, 2004. Standar Pelayanan Medis
Kelompok Staf Medis Fungsional Anak. RSUD Dr, Moewardi. Surakarta
4. Hendarwanto, 2000. Dengue dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,
ed. 3., editor : HM Sjaifoellah Noer. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.
5. Saford, Jay, P, 1999. Infeksi Arbovirus dalam : Harrison Prinsip-prinsup Ilmu
Penyakit Dalam, vol. 2 ed.13., editor : Kurt J Isselbacher, Eugene
Braunwaald, Jean Wilson, Joseeph B Martin, Anthony S Fauci, Dennis L
Kasper. EGC. Jakarta
6. Soegijanto S, 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus
Dengue. http://www . pediatrik.com
7. Wijaya H, 2006. Hubungan antara Respon Imun Humoral dengan Severitas
Demam Berdarah Dengue (DBD). http://www . pediatrik.com
8. Price D, 2006. Dengue Fever. www.emedicine.com/emerg/byname/dengue-
fever.htm
9. Wills B, 2006. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome.
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue
10. Departemen IKA RSCM, 2005. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM. RSCM. Jakarta
11. Rampengan Th, 1997. Demam Berdarah Dengue. Penyakit Infeksi Tropik
pada Anak. EGC. Jakarta
12. Halstead S, 2000. Arbovirus dalam : Nelson Ilmu Kesehatan Anak, vol. 2, ed.
15., editor : Richard E. Behrman, RK Kliegman, AM Arvin. EGC. Jakarta
13. Ashadi T, 2006. Terapi Cairan Intravena pada Syok Hipovolemik.
http://www .pdpi.com
27
28
PRESENTASI KASUS
DENGUE SYOK SYNDROM
Disusun Oleh :
Esti Rahmawati Suryaningrum
G0007064
Pembimbing :
S.Farm, Apt.
KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
29