case 3 dengue shock syndrome

Upload: betaadrener

Post on 07-Mar-2016

40 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

dss

TRANSCRIPT

LEMBAR PENGESAHANNama mahasiswa: Fransisca maria novianty satoBagian

: Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD BekasiPeriode

: Periode 14 Desember 2015 27 Februari 2016Judul

: Dengue Shock SyndromePembimbing

: dr. Thomas Harry Adoe, Sp.A(K)Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi

Jakarta, Februari 2016

dr. Thomas Harry Adoe, Sp.A(K)

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shocksyndrome/DSS).Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakanendemi infeksi dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara diseluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5milyar penduduk berisikomenderita infeksi dengue. Setiaptahunnyadilaporkanterjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta kasus demam berdarahdengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah dengue iniadalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.Tingkat mortalitas di sebagian besar negara di AsiaTenggara mengalami penurunan dan saat ini berada dibawah 1%, walaupun dibeberapa negara masih diatas 4%akibat penanganan yang terlambat. Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akutendemis di Indonesiamaka seharusnya tidak bolehlagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikandiagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.BAB II ILUSTRASI KASUSI. IDENTITAS

DataPasienAyahIbu

NamaAn. DATn. ELNy. YN

Umur6 tahun (7 Januari 2010)38 Tahun33 tahun

Jenis KelaminPerempuanLaki lakiPerempuan

AlamatKp. Pabuaran RT 09 RW 01 Kelurahan Cimuning Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi

AgamaIslamIslamIslam

Suku bangsaIndonesia

Pendidikan SDSMASMP

Pekerjaan -WiraswastaIbu Rumah Tangga

Penghasilan-Tidak Mendapatkan Informasi-

No. RM08690257--

Tanggal Masuk RS (IGD)6 Januari 2016--

II. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu dan ayah kandung pasien pada tanggal 7 Januari 2016 di ruang PICU RSUD Kota Bekasi.A. Keluhan Utama

Demam sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit.B. Keluhan Tambahan Nyeri perut Muntah C. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan rujukan dari RS MH Thamrin dengan diagnosis DSS. Keluhan saat ini adalah demam selama lima hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan sangat tinggi dan naik turun namun tidak diukur dengan termometer, didapatkan menggigil. Selain demam pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien juga pernah BAB hitam 1 kali pada saat 2 hari sebelum masuk rumah sakit, selain itu pasien juga mengalami mencret, mual dan sempat muntah sebanyak dua kali per hari, serta nafsu makan yang berkurang. Mimisan, muntah darah, gusi berdarah disangkal oleh orangtua pasien. Sebelumnya pasien sempat dirawat di RS Aprilia selama dua hari dengan diagnosis demam typhoid, saat dirawat di RS Aprilia menurut keterangan orangtua pasien, hasil pemeriksaan laboratorium darah pasien aitu trombosit mengalami penurunan, pada pemeriksaan pertama sebanyak 270.000 dan pada pemeriksaan berikutnya 220.000, namun karena pasien memaksa orangtua untuk segera pulang maka pasien keluar dari rumah sakit atas permintaan sendiri (pulang paksa). 1 hari setelah pasien pulang dari RS Aprilia nyeri pada perut bertambah dan disertai mual muntah, demam yang dialami pasien sempat turun namun menurut keterangan keluarga tangan dan kaki pasien menjadi lebih dingin dari biasanya dan pasien semakin lemas, oleh karena itu orangtua pasien segera membawa pasien ke RS MH Thamrin dan dirujuk ke RSUD Kota Bekasi. Didaerah rumah pasien memang ada yang terkena demam berdarah.D. Riwayat Penyakit DahuluPenyakitUmurPenyakitUmurPenyakitUmur

AlergiSeafood Candidiasis-Jantung-

Cacingan-Diare-Ginjal-

DBD-Kejang-Darah-

Thypoid-Gastritis -Radang paru-

Otitis-Herpes Zooster-Tuberkulosis paru-

Parotis-Operasi-Morbili6 bulan

Pasien memiliki riwayat alergi pada seafood namun tidak memiliki riwayat alergi lainnya seperti asma ataupun alergi obat. Pasien pernah mengalami diare beberapa kali namun tidak cukup parah hingga harus dirawat di Rumah Sakit. Pasien pernah mengalami sakit campak pada usia 6 bulan namun tidak dirawat sampai dirawat di Rumah Sakit.E. Riwayat Penyakit Keluarga :Saat ini tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit seperti pasien. Dalam keluarga juga tidak ada yang pernah mengalami sakit seperti pasien.

F. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :KEHAMILANMorbiditas kehamilanTidak ditemukan kelainan

Perawatan antenatalMelakukan pemeriksaan tiap bulan ke bidan, TT(+), USG (+)

KELAHIRANTempat kelahiranRumah Bersalin

Penolong persalinanBidan

Cara persalinanNormal

Masa gestasi40 Minggu

Keadaan bayiBerat lahir 3000 g

Panjang badan 47 cm

Lingkar kepala tidak ingat

Nilai apgar tidak diketahuiTidak ada kelainan bawaan

G. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Pertumbuhan gigi pertama

: 5 bulanTengkurap dan berbalik sendiri

: 5 bulan

Duduk

: 7 bulan

Merangkak

: 8 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 11 bulan

Berbicara

: 13 bulan

Gangguan perkembangan

: -Kesan: Baik (perkembangan sesuai dengan usia)

H. Riwayat Makanan

Umur (bulan)ASI/PASIBuah/biscuitBubur susuNasi tim

0-2ASI---

2-4ASI ---

4-6ASI ---

6-8ASI + Susu formula

8-10ASI + Susu formula

10-12ASI + Susu formula

Kesan: Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga usia 6 bulan, dilanjutkan dengan ASI dan PASI setelah berusia 6 bulan. I. Riwayat Imunisasi :VaksinDasar (umur)Ulangan (umur)

BCG2 bulan

DPT/DT2 bulan4 bulan6 bulan

POLIOLahir2 bulan4 bulan

CAMPAK9 bulan24 bulan6 tahun

HEPATITIS BLahir1 bulan6 bulan

Kesan: Riwayat imunisasi dasar lengkap dan belum pernah mendapat imunisasi ulangan.J. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :

Pasien tinggal di rumah pribadi, dua tingkat, dinding terbuat dari tembok, atap terbuat dari genteng, dan ventilasi cukup. Menurut pengakuan keluarga pasien, keadaan lingkungan rumah padat, ventilasi, dan pencahayaan baik, sumber air bersih berasal dari PAM, sumber air minum dari galon. Ibu pasien mengakui sering menampung air dikamar mandi, namun tidak ada tempat tampungan genangan di tempat lainnya misalnya di pot. Rumah pasien bersebelahan dengan usaha limbah pabrik milik keluarga. Menurut keterangan ibu pasien tempat usaha limbah pabrik cukup bersih karena barang diangkut setiap hari dan setiap pengangkutan tempat tersebut selalu dibersihkan.III. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan dilakukan di PICU pada tanggal 7 Januari 2016 pukul 12.00.Status generalis (Anak Perempuan, 6 tahun, BB: 15 kg, TB: 115 cm)a. Keadaan umum

: Tampak sakit beratb. Tanda Vital

Kesadaran

: Compos mentis Frekuensi nadi

: 142 x/m, lemah Frekuensi pernapasan: 57 x/m Suhu tubuh

: 37,70C Tekanan darah

: 93/65 mmHgc. Data antropometri Berat badan

: 15 kg Tinggi badan

: 115 cm Status gizi berdasarkan Waterlow: BB/TB % = BB akurat x 100% BB baku untuk TB aktual

= 15 x 100% = 75% (gizi kurang) 20

d. Kepala

Bentuk

: Normocephali, simetris, ubun-ubun sudah menutup Rambut

: Rambut hitam, distribusi merata.

Mata : Edema palpebra +/+, konjungtiva anemis -/-, air mata +, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+ Telinga

: Normotia, serumen -/-. Hidung : Bentuk normal, NCH +/+, sekret -/-, konka, oedem-, hiperemis -, terdapat hematom - Mulut

: Deformitas (-), bibir kering (+), sianosis perioral (-) Leher: Bentuk simetris, trakea di tengah, faring hiperemis -, tonsil T1-T1, hiperemis -, kripta -, pembesaran kelenjar getah bening e. Thorax

Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi +/+, napas Kusmaul - Palpasi: Gerak napas simetris, vocal fremitus melemah disebelah kanan Perkusi: Redup pada hemithorax kanan Auskultasi

Pulmo: Suara napas lemah pada hemithorax kanan, ronki +/+, wheezing -/-

Cor

: BJ I dan II reguler, murmur -, gallop f. Abdomen

Inspeksi: Perut membuncit, asites Auskultasi: Bising usus 6x/menit

Palpasi: Supel, turgor kulit baik 2 detikIV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 7 Januari 2016 jam 07.14 (PICU)Nama TestHasilUnitNilai Rujukan

Darah Rutin DHF

Leukosit10,6ribu/ul5-10

Hemoglobin12,7g/dl12-16

Hematokrit38%40-54

Trombosit37ribu/uL150-400

Imunoserologi

CRP KualitatifNon-reaktifNon-reaktif

Kimia Klinik

Fungsi Hati

Protein total3,70g/dL6,6-8,0

Albumin1,83g/dl3,5-4,5

Globulin1,87g/dL1,5-3,0

SGOT133U/L2 detik Tanda vital Tekanan darah : 90/50 mmHg Nadi : 140 x/menit Pernapasan : 24 x/menit Suhu : 36,3 Pemeriksaan penunjang :Laboratorium tanggal 6 Januari 2016 jam 05.05 (IGD)

Nama TestHasilUnitNilai Rujukan

Darah Rutin DHF

Leukosit5,5ribu/ul5-10

Hemoglobin16,9g/dl12-16

Hematokrit48,7%40-54

Trombosit34ribu/ul150-400

Foto Rontgen Thorax RLD (IGD)Tampak perselubungan homogen dilapangan bawah dekstra

Kesan : efusi pleura dextra

Laboratorium tanggal 6 Januari 2016 jam 18.10 (PICU)

Nama TestHasilUnitNilai Rujukan

Darah Rutin

Laju Endap Darah3Mm0-10

Leukosit11,1ribu/ul5-10

Eritrosit5,30juta/ul4-5

Hemoglobin15,6g/dl12-16

Hematokrit45,4%40-54

Index Eritrosit

MCV85,6fL75-87

MCH29,4Pg24-30

MCHC34,3%31-37

Trombosit25ribu/ul150-400

Terapi : IGD : Infus RL 20 tpm Infus Gelofusin 10 tpm Ranitidin 2x20mg Imunos 1x1cth Paracetamol syrup 3x5ml Ceftriaxone 2x350mg Pemeriksaan rontgen thoraks RLD dan cek laboratorium H2TL Melati (instruksi dr. Yanti, Sp.A pukul 06.38) : Resusitasi cairan RL 150cc Lanjut infus RL 50cc/jam Jika membaik, gelofusin ditukar dengan RL 30cc/jam ( infus dua jalur masing-masing RL 30cc/jam Terapi lain dari IGD lanjut Cek darah rutin tiap 8 jam Pro Picu Melati (instruksi dr. Yanti, Sp.A pukul 14.) : Resusitasi cairan RL 300cc secepatnya Lanjut infus RL 50cc/jam Infus gelofusin 20 tetes makro O2 2lt/menit nasal kanul Pro Picu 7 Januari 2016 (07.00 WIB) Keluhan :Nyeri perut, mual, lemas, agak sesak Pemeriksaan fisik : Tanda vital Tekanan darah : 93/61 mmHg Nadi : 140 x/menit Pernapasan : 50 x/menit Suhu : 36,9 Mata : edem palpebra +/+ Thoraks : suara napas melemah pada hemithoraks kanan, ronkhi +/+, vocal fremitus melemah pada hemithorax kanan Abdomen : buncit, asites, shifting dullness(+), nyeri epigastrium (+) Ekstremitas : ptekie pada ekstremitas atas dan bawah, CRT > 2 detik Pemeriksaan penunjang :Laboratorium tanggal 7 Januari 2016 jam 07.14 (PICU)

Nama TestHasilUnitNilai Rujukan

Darah Rutin DHF

Leukosit10,6ribu/ul5-10

Hemoglobin12,7g/dl12-16

Hematokrit38%40-54

Trombosit37ribu/uL150-400

Imunoserologi

CRP KualitatifNon-reaktifNon-reaktif

Kimia Klinik

Fungsi Hati

Protein total3,70g/dL6,6-8,0

Albumin1,83g/dl3,5-4,5

Globulin1,87g/dL1,5-3,0

SGOT133U/L20kg1500cc/kg + 20cc/kg

Setiap derajat C kenaikan temperature cairan yang diberikan ditambah 12% dari jumlah cairan rumatan

Tabel 2. Cairan Rumatan

Pada fase demam pengawasan khusus yang diperlukan meliputi pengawasan tanda-tanda vital, keluhan mual dan muntah, nyeri abdomen, terjadi akumulasi cairan pada rongga tubuh, adanya pelebaran hati lebih dari sama dengan 2cm dan perdaraha yang timbul.

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb. Pengawasan khusus yang diperlukan pada fase kritis meliputi pengawasan tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, intake dan output cairan, nyeri abdomen, tanda akumulasi cairan pada rongga tubuh, adanya pelebaran hari lebih dari sama dengan 2 cm dan perdarahan yang timbul. Pada fase ini dapat terjadi efusi pleura dan asites. Pada pasien yang mengalami DSS harus segera mendapatkan terapi oksigen dan infus untuk mengganti kekuranan cairan yang disebabkan oleh kebocoran plasma darah. Cairan intravena diperlukan apabila anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral dan apabila nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jenis cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan koloid. Contoh cairan kristaloid adalah : larutan ringer laktat (RL), aarutan ringer asetat (RA), larutan garam faali (NaCl), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF), untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran. Contoh cairan koloid adalah :Dekstran 40, plasma dan albumin. Pada penderita DSS dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi 20 ml/kg BB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.

Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit. Pemeriksaan hematokrit untuk memantau penggantian volume plasma.

Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dangagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi. Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.

Monitoring yang dilakukan pada pasien DBD ditujukan untuk menilai hasil pengobatan. Monitoring yang dilakukan berupa : Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15 - 30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.

Jumlah dan frekuensi diuresis, pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamine perlu dipertimbangkan.

Pasien dapat dipulang apabila tampak perbaikan secara klinis, tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, idak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis), hematokrit stabil, jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl, tiga hari setelah syok teratasi dan nafsu makan membaik.Gambar 6. Tatalaksana Tersangka DBD Depkes

Gambar 7. Tatalaksana DBD Depkes

Gambar 8. Tatalaksana DBD Depkes

Gambar 9. Tatalaksana DSS Depkes

Gambar 10. Terapi cairan DBD Derajat I/II

Gambar 11. Terapi cairan DBD Derajat III

Gambar 12. Terapi cairan DBD Derajat IV

Gambar 13. Tatalaksana DBD WHO 2009

Gambar 14. Tatalaksana DBD WHO 2009

Gambar 15. Terapi Cairan DBD WHO 2009

Gambar 16. Terapi Cairan DSS WHO 2009

I. Pencegahan

Menurut WHO (1997) deteksi dini gejala DBD dapat mengurangi penyebaran penyakit DBB melalui pemeriksaan laboratorium dan tanda adanya demam tinggi disertai ruam pada kulit. Vaksin untuk DBD sampai saat ini belum tersedia sehingga dilakukan tindakan pencegahan berupa pengendalian vektor nyamuk Aedes sp. Ada beberapa cara yang dianjurkan WHO untuk mengurangi terjadinya kasus DBD seperti penggunaan alat pelindung diri, penggunaan insektisida aerosol, jaga sanitasi air, pengurangan sampah di sekitar wilayah rumah ataupun di dalam rumah.

Depkes sendiri telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan mengobati sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik jentiknya), kemitraan dalam wadah POKJANAL DBD (Kelompok Kerja Operasional DBD), pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dan peningkatan profesionalisme pelaksana program (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008). Kegiatan yang paling utama dalam menanggulangi peningkatan kasus adalah program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M+.DAFTAR PUSTAKA1. Setiawati S. Analisis Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Dengue Shock Syndrome (DSS) Pada Anak Dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSUP Persahabatan dan RS Budhi Asih Jakarta. Tesis. Universitas Indonesia. 2011.

2. Depkes. Konsensus Demam Berdarah. Available at : www.depkes.go.id. Accessed on : 15th January 2015.

3. WHO (2009) Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control New Edition. France: WHO.

4. Darmowandowo W. Infeksi Virus Dengue. Divisi Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya. Juli. 2006.5. Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 156 162.6. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Infeksi Virus Dengue. IDAI. 2005. 7. IDAI. Buku Ajar Infeksi Pediatri Tropis. Infeksi Virus Dengue. Badan Penerbit IDAI; Jakarta. 2010.PAGE 45