shock atls
DESCRIPTION
ATLSTRANSCRIPT
SYOK
Syok adalah ketidaknormalan dari system sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya
perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menangani
syok adalah mengenali gejala-gejala syok, kemudia mengidentifikasi kemungkinana penyebab
kondisi syok. Pada pasien trauma, proses ini berkaitan langsung dengan mekanisme trauma.
Kebanyakan pasien syok adalah akibat hipovolemia, namun dapat juga diakibatkan oleh
kardiogenik, neurogenik, dan bahkan dapat diakibatkan oleh septic syok. Neurogenik syok
diakibatkan oleh pasien dengan cedera berat pada sistem saraf pusat atau pada medulla spinalis .
Septic syok jarang terjadi, namun perlu dipertimbangkan pada pasien yang terlambat datang ke
rumah sakit. Dokter yang menangani pasien hendaknya mengawali dengan mengenali adanya
syok dan penanganan selanjutnya harus dimulai secara bersamaan dengan identifikasi
kemungkinan penyebab syok.
Fisiologi dasar jantung
Cardiac Output didefinisikan sebagai volume darah yang dipompa jantung per menit, ini
ditentukan dengan mengalikan denyut jantung dengan stroke volume. Stroke volume sendiri
adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi jantung, yang secara umum ditentukan
oleh: (1) Preload, (2) Myocardial contractility, dan (3) Afterload.
Patofisiologi kehilangan darah
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah mekanisme kompensasi tubuh berupa
vasokonstriksi di kulit, otot, dan sirkulasi visceral untuk menjaga aliran darah yang cukup ke
ginjal, jantung, dan otak. Pelepasan katekolamin-katekolamin endogen akan meningkatkan
tekanan darah diastolic dan menurunkan tekanan nadi tetapi hanya sedikit meningkatkan perfusi
organ. Hormon-hormon lainnya yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan dalam kondisi syok,
seperti histamine, bradikinin, b-endorphin dan sejumlah prostanoids dan sitokin lainnya.pada
syok perdarahan yang dini, mekanisme pengembalian darah vena dilakukan dengan mekanisme
kompensasi dari kontraksi volume darah dalam system vena yang tidak berperan dalam
pengaturan tekanan vena sistemik. Metode yang paling efektif dalam mengembalikan cardiac
output dan perfusi end-organ adalah dengan menormalkan kembali venous return dengan
menambah volume cairan tubuh/darah.
Pemberian cairan elektrolit isotonik dalam jumlah yang cukup akan membantu untuk
melawan proses syok. Pengelolaan yang dilakukan antara lain memberikan oksigenasi yang
cukup, ventilasi, dan resusitasi cairan yang tepat. Resusitasi bisa diikuti dengan terjadinya
peningkatan edema interstisial yang disebabkan oleh cidera reperfusi pada membran kapiler
interstisial. Akibatnya, jumlah volume cairan yang diperlukan untuk resusitasi lebih banyak dari
yang diperkirakan. Pengobatan awal syok diarahkan pada pemulihan perfusi seluler serta organ,
dengan darah yang telah dioksigenasi. Control perdarahan dan pengembalian volume darah
sirkulasi yang adekuat adalah tujuan utama dalam penanganan syok hemoragik.
Mengenal kondisi dan gejala Syok
Mekanisme kompensasi syok dapat mencegah penurunan tekanan darah sistolik hingga
kehilangan volume darah pasien mecapai 30%, karena itu hasil tekanan darah sistolik tidak bisa
diandalkan dalam indikator klinis syok. Perhatian khusus diarahkan pada denyut nadi, laju
pernafasan, perfusi kulit, dan tekanan nadi (perbedaan tekanan sistolik-diastolik). Takikardia dan
vasokonstriksi kulit adalah fase fisiologis dini yang khas terhadap kehilangan volume darah pada
kebanyakan orang dewasa. Kadang denyut jantung normal bahkan bradikardia saat pengurangan
darah akut. Nilai hematokrit atau kadar hemoglobin tidak dapat diandalkan untuk
memperkirakan jumlah krhilangan darah akut dan tidak tepat untuk diagnose syok. Kehilangan
banyak darah secara akut mungkin hanya mengakibatkan penurunan minimal pada hematokrit
atau hemoglobin.
Syok Hemoragik
Perdarahan merupakan penyebab syok paling umum pada trauma dan hampir semua
pasien dengan multiple trauma terjadi hipovolemia. Sebagai tambahan, kebanyakan pasien
dengan syok non-hemoragik memberikan respon yang singkat terhadap resusitasi cairan, namun
tidak lengkap (parsial). Oleh karena itu, bila terdapat tanda-tanda syok pada pasien trauma, maka
penanganannya dilakukan sebagaimana pasien hipovolemia. Fokus utama pada syok hemoragik
adalah mengidentifikasi dan menghentikan perdarahan dengan segera.
Perdarahan adalah kehilangan volume darah sirkulasi secara akut. Walaupun ada variasi,
volume darah orang dewasa normal mendekati 7% dari berat badan. Beberapa faktor dapat
mempengaruhi respone hemodinamik klasikal terhadap kehilangan volume darah sirkulasi akut.
Faktor-faktor tersebut meliputi:
Umur pasien Parahnya cedera, difokuskan pada tipe dan lokasi anatomi cedera Rentang waktu antara cedera dan penanganan Pemberian cairan pra-rumah sakit Penggunaan obat-obatan sebelumnya untuk kondisi kronis
1. Perdarahan kelas I – kehilangan volume darah hingga 15%
Gejala klinis dari derajat ini biasanya tidak terlihat, tidak terjadi perubahan dalam
tekanan darah, nadi, atau frekuensi pernafasan
2. Perdarahan kelas II – kehilangan volume darah 15% - 30%
Tanda klinis meliputi takikardia, takipnea, dan tekanan nadi yang menurun.
Umumnya dapat distabilkan dengan cairan kristalloid
3. Perdarahan kelas III – kehilangan volume darah 30% - 40%
Kehilangan darah kira-kira 2000ml pada orang dewasa. Pasien hampir memiliki
semua tanda klasik perfusi organ. Pada derajat ini pasien hamper selalu membutuhkan
transfusi darah.
4. Perdarahan kelas IV – kehilangan volume darah lebih dari 40%
Pada derajat ini kehilangan darah sangat berat (mengancam jiwa). Gejala meliputi
takikardia yang sangat jelas, penurunan tekanan darah sistolik yang signifikan dan ekanan
nadi yang sangat kecil. Produksi urin hamper tidak ada dan kesadaran menurun. Kulit
dingin dan pucat. Pasien seringkali membutuhkan transfuse dan intervensi pembedahan
segera.
Syok nonhemoragik
1. Syok Kardiogenik
Disfungsi myocardial dapat disebabkan oleh trauma tumpul jantung, tamponade
jantung, emboli udara, atau yang jarang infark miocard yang berhubungan dengan cedera
pasien. Bila mekanisme cedera pada torak merupakan deselerasi, maka harus dicurigai
adanya trauma tumpul jantung. Semua penderita trauma tumpul toraks memerlukan
pemantauan EKG terus menerus untuk mengetahui pola cedera dan ada tidaknya
disritmia. Tamponade jantung paling sering ditemukan pada trauma tembus toraks, tetapi
dapat juga diakibatkan oleh trauma tumpul toraks. Takikardia, bunyi jantung menjauh
(muffled heart sound), pelebaran dan penonjolan vena-vena leher, dan hipotensi yang
tidak dapat diatasi dengan terapi cairan merupakan tanda tamponade jantung. Tension
pneumotoraks bisa mirip dengan tamponade jantung, namun bedanya tidak ada bunyi
nafas dan adanya perkusi hipersonor dibagian hemitoraks yang terkena. Penanganan
terbaik tamponade jantung adalah dengan operasi (torakotomi). Pericardiocentesis dapat
digunakan untuk tindakan sementara bila operasi tidak dapat dilakukan segera.
2. Tension Pneumothorax
Tension pneumothorax merupakan keadaan gawat darurat bedah yang memerlukan
diagnosa dan penanganan segera. Tension pneumothorax terjadi kearena adanya udara
yang masuk ke rongga pleura, tetapi tidak dapat keluar kembali. Tekanan intrapleural
meningkat mengakibatkan paru-paru kolaps dan terjadi pergeseran mediastinum ke sisi
yang normal yang diikuti dengan terganggunya aliran darah balik ke jantung dan
penurunan output jantung. Adanya gangguan nafas spontan, emfisema subkutanm
menghilangnya suara nafas pada auskultasi, hipersonor pada perkusi, dan pergeseran
trakea mendukung diagnosis pneumotoraks. Perlu segera dekompresi toraks tanpa
menunggu hasil rontgen untuk konfirmasi diagnosis.
3. Syok Neurogenik
Adanya syok pada pasen dengan cedera kepala memerlukan pemeriksaan untuk
mencari penyebabnya selain cedera intracranial. Cedera saraf tulang belakang dapat
menyebabkan hipotensi karena hilangnya tonus simpatis vaskuler. Gambaran klasik dari
syok neurogenik adalah hipotensi tanpa disertai takikardia atau vasokonstriksi kulit.
4. Syok Septic
Syok karena infeksi yang terjadi sesaat setelah trauma jarang terjadi. Namun bila
pasien terlambat sampai ke UGD, dapat terjadi syok septic. Syok septic dapat terjadi pada
pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi pada rongga peritoneal dan isi
usus. Pasien dengan sepsis yang hipotensif dan tidak febris secara klinis sulit dibedakan
dengan syok hipovolemik karena keduanya memiliki manifestasi berupa takikardia,
vasokonstriksi kulit, produksi urin menurun, penurunan tekanan sistolik, dan
mengecilnya tekanan nadi. Pasien dengan syok septic tahap awal bisa dengan volume
sirkulasi yang normal, takikardia sedang, kulit hangat dan kemerahan, tekanan sistolik
hamper normal dan tekanan nadi yang cukup.
Cedera pada jaringan lunak
Cedera jaringan lunak dan patah tulang yang berat dapat member gangguan keadaan
hemodinamik pasien yang cedera dengan dua cara. (1) darah hilang menumpuk pada tempat
cedera, terutama pada patah tulang panjang. (2) edema yang terjadi pada jaringan lunak yang
mengalami cedera. Banyaknya cairan yang hilang tergantung beratnya cedera pada jaringan
tersebut. Cedera jaringan lunak mengakibatkan aktivasi terhadap respon peradangan sistemik dan
produksi serta pelepasan banyak sitokin.
Tatalaksana syok hemoragik
1. A: Menjamin airway dengan ventilasi
2. B: berikan oksigenasi yang adekuat
3. C: Kontrol perdarahan
4. D: pemeriksaan neurologic singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan
mata, respon pupil, fungsi motorik dan sensorik
5. E: pasien diperiksa dengan seksama dari ujung kepala hingga ujung kaki untuk mencari
cedera penyerta
6. Dekompresi lambung dengan memasang NGT karena pasien dengan trauma khususnya
pada anak-anak seringkali mengalami dilatasi lambung yang dapat menimbulkan aspirasi
isi lambung.
7. Pemasangan Kateter urin untuk melihat adanya hematuria dan evaluasi terhadapa ada
tidaknya perfusi ginjal
8. Akses vaskular untuk memasukkan cairan, seringkali darah juga diambil untuk
pemeriksaan golongan darah, crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai,
pemeriksaan toksikologi, dan dapat juga analisa gas darah
9. Pantau produksi urin, untuk memantau alirang darah ginjal. Produksi urin normalnya 0.5
ml/kg/jam pada orang dewasa, 1ml/kg/jam pada anak-anak dan 2ml/kg/jam pada bayi
(kurang dari 1 tahun).
10. Pantau keseimbangan asam-basa. Pasien dalam kondisi syok hipovolemik dini akan
mengalami alkalosis respiratorik karena takipnea. Alkalosis respiratorik seringkali diikuti
oleh asidosis metabolic ringan pada fase awal syok dan tidak membutuhkan terapi.
Terapi cairan awal
Terapi awal cairan yang dapat diberikan adalah larutan elektrolit isotonic hangat, seperti
Ringer Laktat atau normal saline, karena cairan ini mengisi volume intravaskuler dalam waktu
yang singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan
cairan penyerta yang hilang ke dalam ruang interstisial dan intraseluler. Pada tahap awal bolus
cairan hangat diberikan secepatnya. Dosis umumnya 1-2 liter untuk dewasa dan 20ml/kg untuk
anak-anak.
Transfusi darah
Keputusan untuk memberikan transfusi darah didasarkan pada respon pasien. Tujuan
utama transfusi darah adalah untuk mengembalikan kapasitas angkut oksigen di dalam volume
intravaskuler. Pemberian darah sesuai crossmatch lebih baik, namun proses crossmatching
memerlukan waktu kurang lebih 1 jam. Darah yang ditransfusi serta cairan kristalloid yang
diberikan baiknya dihangatkan terlebih dahulu hingga 39o C untuk mencegah hipotermia.
Trauma yang berat dengan perdarahan masif akan meningkatkan penggunaan faktor-
faktor pembekuan darah dan menimbulkan koagulopati. Transfusi masif akan menghasilkan
dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan darah bersamaan dengan gangguan agregasi platelet
dan clotting cascade akan menyebabkan timbulnya koagulopati pada pasien trauma.
TRAUMA TERMAL
Trauma termal menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Menguasai
prinsip-prinsip dasar resusitasi awal pada pasien trauma dan menerapkan tindakan sederhana
pada saat yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Prinsip yang dimaksud adalah
kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, identifikasi
dan pengelolaan trauma mekanik, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal
melalui resusitasi cairan. Dokter penolong juga harus waspada dalam melaksanakan tindakan
untuk mencegah dan mengobati penyulit trauma termal, seperti misalnya rhabdomiolisis dan
gangguan irama jantung yang sering terjadi pada luka bakar. Control suhu tubuh dan
menyingkirkan pasien dari lingkungan yang berbahaya juga merupakan prinsip utama
pengobatan luka termal.
Tindakan Penyelamatan segera pada luka bakar
1. Airway
Laring dapat melindungi subglottis dari trauma panas langsung, namun supraglottis
sangat mudah mengalami obstruksi akibat trauma panas. Diperlukan kewaspadaan
adanya obstruksi yang mengancam jalan nafas pada trauma panas karena tanda-tanda
terjadinya obstruksi awal tidak jelas. Indikasi klinis adanya trauma inhalasi antara lain:
Luka bakar yang mengenai wajah dan/atau leher
Alis maa dan bulu hidung hangus
Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring
Sputum yang mengandung karbon / arang
Suara serak
Riwayat gangguan mengunyah dan/atau terkurung dalam api
Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
Kadar karboksihemoglobin > 10% seelah terbakar
Bila ditemukan salah satu dari keadaan di atas, sangat mungkin terjadi trauma
inhalasi yang memerlukan penanganan dan terapi definitive, termasuk pembebasan jalan
nafas. Trauma inhalasi merupakan indikasi untuk merujuk ke pusar luka bakar. Adanya
stridor, perjalanan ke tempat rujukan membutuhkan waktu lama, atau luka bakar yang
melingkari leher yang mengakibatkan pembengkakan jaringan sekitar jalan nafas
merupakan indikasi intubasi untuk menjamin jalan nafas.
2. Menghentikan proses luka bakar
Hal yang harus pertama kali dilakukan adalah menanggalkan seluruh pakaian untuk
menghentikan proses trauma bakar. Bahan pakaian sintesis, mudah dan cepat terbakar
pada suhu tunggu akan meleleh dan meninggalakn residu panas yang akan terus
membakar pasien. Bubuk kimia kering dibersihkan dengan cara menyapu dengan hati-
hati untuk menghindari terjadinya kontak langsung. Permukaan tubuh yang terkena
dicuci dengan air bersih dan mengalir dan selanjutnya pasien diselimuti dengan kain
hangat bersih dan kering untuk mencegah hipotermi.
3. Pemberian cairan intravena
Setiap pasien luka bakar lebih dari 20% luas permukaan tubuh memerlukan resusitasi
cairan. Kateter vena ukuran besar (minimal #16) dipasang pada vena perifer. Sebaiknya
akses intravena dipasang pada daerah yang tidak terkena luka bakar, namun bila dalam
keadaan terpaksa dapat dipergunakan pada area yang terkena luka bakar bila lebih
mudah. Vena ekstremitas atas menjadi pilihan, karena bila dipasang pada ekstremitas
bawah komplikasi terjadinya flebitis pada vena saphena cukup tinggi. Cairan yang
diberikan dimulai dengan Ringer Laktat.
Penilaian pasien luka bakar
Anamnesa
Anamnesis riwayat trauma sangat penting untuk penanganannya. Anamnesis dari pasien
sendiri atau keluarga, hendaknya mencakup riwayat penyakit yang diderita serta pengobatan
yang sedang dilakukan. Penting juga untuk mengetahui riwayat alergi dan status imunisasi
tetanus.
Luas Luka Bakar
The rule of nines merupakan cara praktis untuk menentukan luas luka bakar. Tubuh
manusia dewasa dibagi menurut pembagian anatomis bernilai 9% atau kelipatan dari 9% dari
keseluruhan luas tubuh. Untuk luka bakar yang distribusinya tersebar, rumus luas permukaan
telapak tangan (termasuk jari-jari) pasien sama dengan 1% luas permukaan tubuhnya dapat
membantu memperkirakan luas luka bakar.
Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar penting untuk menilai beratnya luka bakar, merencanakan
perawatan luka, dan memprediksi hasil dari segi fungsional maupun kosmetik.
1. Luka bakar derajat I (misal: sengatan matahari) ditandai dengan adanya eritema, nyeri,
dan tidak ada bulla. Luka bakar derajat I tidak berbahaya dan tidak memerlukan
pemberian cairan intravena
2. Luka bakar derajat II atau Partial thickness burns ditandai dengan warna kemerahan
atau campuran disertai pembengkakan dan bulla. Permukaan basah, berair, serta nyeri
hebar meskipun hanya tersapu aliran udara.
3. Luka bakar derajat III atau full thickness burns menyebabkan luka kehitaman dan
kaku. Warna kulit bisa terlihat putih seperti lilin, merah, sampai kehitaman. Warna kulit
ini tidak berubah menjadi pucat dengan penekanan, tidak merasa nyeri dan kering.
PRIMARY SURVEY
Airway
Adanya riwayat terkurung api atau terdapat tanda-tanda trauma jalan nafas, memerlukan
pemeriksaan jalan nafas dan tindakan definitive. Trauma bakar faring atas menyebabkan edema
hebat pada jalan nafas bagian atas. Manifestasi klinis trauma inhalasi mungkin perlahan-lahan
dan belum Nampak dalam 24 jam pertama.
Breathing
Penanganan awalnya didasarkan tanda dan gejala yang ada, antara lain:
Trauma bakar langsung, menyebabkan edema dan/atau obstruksi jalan nafas bagian atas
Inhalasi hasil pembakaran (partikel karbon) dan asap beracun menyebabkan
trakheobronkhitis kimiawi, edema, dan pneumonia
Keracunan karbon monoksida (CO)
Diagnosis terjadinya keracunan CO ditegakkan bila seseorang berada di lingkungan yang
mengandung gas CO, seperti berada dalam ruang tertutup. Pasien dengan kadar CO < 20%
biasanya belum menunjukkan gejala. Kadar CO yang lebih tinggi menmbulkan: (1) sakit kepala
dan mual (20-30%), (2) kebingungan (30-40%), (3) coma (40-60%), dan akhirnya kematian
(>60%). Kulit yang berwarna merah anggur (cherry-red) jarang ditemukan.
Penanganan awal trauma inhalasi sering memerlukan intubasi endotrakheal dan ventilasi
mekanik. Sebelum intubasi, pasien diberikan oksigen dengan pelembab. Intubasi dilakukan lebih
awal pada pasien dengan kemungkinan terjadi trauma jalan nafas. Analisa gas darah diperlukan
untuk mengetahui fungsi paru. Apabila keadaan hemodinamik pasien memungkinkan dan trauma
spinal dapat disingkirkan, menaikkan kepala dan dada 200 sampai 300 dapat mengurangi edema
leher dan dada. Luka bakar derajat III yang mengenai dinding dada anterior dan lateral dapat
menyebabkan terbatasnya pergerakan dinding dada dan bila hal ini terjadi perlu dilakukan
eskaratomi.
Volume sirkulasi darah
Pada 24 jam pertama penderita luka bakar derajat II dan III memerlukan cairan RL
2-4ml/kgBB tiap % luka bakar untuk mempertahankan volume darah sirkulasi dan fungsi ginjal,
dimana ½ cairan diberikan dalam 8jam setelah terjadinya trauma, dan ½ sisanya diberikan dalam
16 jam berikutnya. Luka bakar derajat III dan adanya komplikasi pada paru memerlukan
resusitasi cairan cepat dan dalam jumlah banyak, sehingga sebaiknya dimulai dengan 4 ml/kgBB
sambil dinilai respons penderita sesering mungkin. Anak-anak dengan BB 30kg atau kurang,
selain memperhitungkan formula luka bakar, perlu ditambahkan glukosa untuk mempertahankan
produksi urin 1ml/kg/jam.
SECONDARY SURVEY
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik harus dievaluasi luas dan dalam luka bakar, periksa cedera
penyerta, dan timbang berat badan pasien untuk terapi cairan
Catatan dokumentasi
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap, crossmatch untuk golongan darah, kadar
karboksihemoglobin, gula darah, elektrolit, dan analisa gas darah. Dilakukan
pemeriksaan radiografi bila curiga ada cedera penyerta.
Sirkulasi perifer pada luka bakar melingkar pada ekstremitas
Untuk mempertahankan sirkulasi perifer, yang harus dilakukan antara lain: (1) lepaskan
seluruh perhiasan atau aksesori, (2) nilai keadaan sirkulasi distal, (3) bila ada gangguan
sirkulasi dapat dipertimbangkan untuk dilakukan eskaratomi oleh ahli bedah, (4)
fasiotomi kadang perlu dilakukan pada pasien luka bakar dengan fraktur, crush injury,
trauma listrik, atau mengenai jaringan dibawah fascia.
Pemasangan NGT
Dilakukan bila pasien mengalami mual, muntah, perut kembung, atau luas luka bakar
melebihi 20% permukaan tubuh.
Narkotika, analgesic, dan sedative
Pasien luka bakar berat seringkali gelisah yang disebabkan hipoksemia dan
hipovolemia, bukan karena rasa nyeri. Pemberian oksigen dan resusitasi cairan biasa
memberikan hasil yang lebih baik, namun bila diperlukan narkotika, analgesic, atau
sedative hendaknya diberikan dalam dosis kecil dan intravena
Perawatan luka
Menutup luka denan kain bersih dapat mengurangi nyeri. Bulla yang ada jangan
dipecahkan atau diberikan antiseptic. Obat-obat yang sebelumnya diberikan pada luka
harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pemberian antibakteri topical. Kompres dingin
pada luka bakar dapat mengakibatkan hipotermia apalagi pada pasien dengan luka bakar
luas
Antibiotika
Pemberian antibiotika profilaksis tidak dianjurkan pada luka bakar yang baru terjadi.
Antibiotika ditujukan untuk terapi bila terjadi infeksi
Tetanus
Status imunisasi tetanus perlu ditanyakan pada pasien untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian anti tetanus.
Luka Bakar Khusus
Luka Bakar bahan kimia
Luka bakar juga dapat disebabkan oleh kontak langsung dengan zat kimia asam, basa, atau
hasil pengolahan minyak. Luka bakar zat basa umumnya lebih seriu disbanding asam, karena
basa dapat menembus jaringan lebih dalam. Segera bersihkan zat kimia dan rawat luka, karena
berat-ringannya luka bakar kimia tergantung dari lamanya waktu kontak, konsentrasi, dan
jumlah. Guyur zat kimia dengan air mengalir sebanyak-banyaknya selama 20-30 menit. Luka
bakar zat basa memerlukan waktu penyemprota air lebih lama. Bila ada serbuk kimia dibersihkan
dengan sikat untuk menghilangkannya. Zat penawar kimia jangan digunakan karena reaksi zat
kimia menimbulkan panas dan menghasilkan kerusakan jaringan yang lebih parah.
Luka Bakar Listrik
Luka bakar listrik disebabkan oleh kontak langsung aliran listrik dengan badan, dan
lukanya lebih serius dari apa yang terlihat dari permukaan. Perbedaan kecepatan hilangnya panas
antara kulit dengan jaringan yang lebih dalam mengakibatkan terlihatnya permukaan kulit
tampak seakan normal, padahal jaringan otot di dalamnya mengalami nekrosis.
TRAUMA DINGIN
Berat ringannya akibat trauma dingin tergantung pada suhu, lamanya kontak, keadaan
lingkungan, jumlah baju penghangat pelingdung, dan keadaan kesehatan pasien. Makin dingin
suhu, imobilisasi, kontak yang lama, lembab, sudah adanya kelainan pembuluh darah perifer, dan
adanya luka terbuka semuanya akan memperberat trauma. Adapun jenis-jenis trauma dingin
adalah:
1. Frostnip
Frostnip merupakan bentuk paling ringan trauma dingin, ditandai dengan nyeri, pucat,
dan kesemutan pada daerah yang terkena. Dengan penghangatan keadaan ini dapat pulih
sempurna tanpa kerusakan jaringan, kecuali bila ada trauma seperti ini berulang dan
berlangsung selama bertahun-tahun yang dapat mengakibatkan jaringan lemak hilang atau
atrofi.
2. Frostbite
Frostbite adalah pembekuaan jaringan yang diakibatkan oleh pembentukan Kristal es
intraseluler dan bendungan mikrovaskuler sehingga terjadi anoksia jaringan. Kerusakan
jaringan juga terjadi akibat reperfusion injury pada waktu tubuh dihangatkan. Sama
seperti trauma panas, frostbite juga dibagi menjadi derajat I, II, III, dan IV tergantung
dari dalamnya kerusakan jaringan
Derajat I: hyperemia dan edema tanpa nekrosis kulit
Derajat II: pembentukan vesikel/bulla disertai dengan hyperemia dan edema dengan
nekrosis sebagian lapisan kulit
Derajat III: nekrosis seluruh lapisan kulit dan jaringan subkutan, biasanya juga
disertai dengan pembentukan vesikel hemoragik
Derajat IV: Nekrosis seluruh lapisan kulit dan gangrene otot serta tulang
Bagian tubuh yang terkena frostbite mula-mula keras, dingin, berwarna putih, dan mati
rasa yang keudian dengan pemberian terapi berangsur-angsur berubah membaik.
Pembagian derajat seperti diatas sering tidak dapat dipakai untuk menentukan prognosis.
3. Non Freezing Injury
Non Freezing Injury disebabkan oleh kerusakan endotel mikrovaskular, stasis, dan
sumbatan vascular. Trench foot atau cold immersion foot/hand adalah merupakan contoh
non freezing injury tangan dan kaki akibat terkena udara basah terus menerus yang
suhunya masih di atas titik beku, yaitu antara 1.60 C sampai 100 C. meskipun selutuh kaki
terlihat hitam, tidak terdapat kerusakan jaringan yang lebih dalam. Vasospasme dan
vasodilatasi arteri yang terjadi silih berganti mengakibatkan jaringan yang dingin dan
mati rasa, berubah menjadi hiperemi dalam waktu 24-48 jam. Hiperemi menimbulkan
rasa nyeri hebat dan adanya kerusakan jaringan ditandai dengan edema, bullae,
kemerahan, ekimosis, dan ulserasi. Akibatnya bisa timbul komplikasi lebih jauh berupa
infeksi local, selulitis, limfangitis, atau gangrene.
Penanganan Frostbite dan Non Freezing Injury
Penanganan harus dilakukan segera untuk memperpendek berlangsungnya pembekuan
jaringan, meskipun demikian penghangatan jangan dilakukan bila pasien memiliki risiko untuk
terkena pembekuan ulang. Baju yang sempit dan basah ditanggalkan dan diganti dengan selimut
hangat, diberikan minum hangat melalui mulut bila pasien bisa minum. Rendam bagian tubuh
yang terkena dalam air hangat 400 C yang berputar, sampai warna kulit menjadi merah.
Penanganan luka frostbite adalah mencegah kerusakan jaringan dengan mencegah
terjadinya infeksi, mencegah pecahnya vesikel yang tidak terinfeksi, elevasi daerah luka serta
membiarkan jaringan yang luka terkena udara terbuka. Frostbite jarang diikuti dengan
kehilangan cairan yang memerlukan resusitasi cairan intravena.
Trauma dingin hipotermi sistemik
Hipotermia adalah keadaan dimana suhu tubuh inti dibawah 350 C. hipotermia dibagi
menjadi hipotermia tingan (350 - 320 C), sedang (320-300 C), serta berat (dibawah 300C). selain
penurunan suhu inti, tanda lain terjadinya hipotermi yang paling sering adalah penurunan
kesadaran. Pasien teraba dingin, tampak kelabu dan sianotik. Tanda-tanda vitsal, termasuk
denyut nadi, frekuensi nafas, dan tekanan darah nilainya bervariasi.
Dalam penanganan trauma dingin sistemik, tetap lakukan penilaian ABCDE, termasuk
resusitasi kardiopulmoner dan pemasangan kateter vena dan infus cairan bila pasien mengalami
henti jantung. Cegah hilangnya panas dengan memindahkan pasien dari lingkungan dingin dan
lepaskan baju yang basah dan dingin serta tutup dengan selimut hangat. Oksigen diberikan
melalui sungkup dengan reservoir. Ambil contoh darah untuk pemeriksaan darah lengkap,
elektrolit, gula darah, alcohol, racun-racun, kreatinin, amylase, dan kultur darah. Menentukan
kematian pada pasien hipotermi sangat sulit. Pasien yang tampak mengalami henti jantung dan
meninggal akibat hipotermi, jangan dinyatakan meninggal sebelum dilakukan penghangatan
sebelumnya.