referat.dermatitis

45
Referat Oleh : Chairuna Noor 1102008278 Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RS TK II Moh. Ridwan Meuraksa Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta. Jakarta, Juli 2015 Pembimbing

Upload: mignonne13

Post on 12-Jan-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Referat.dermatitis

TRANSCRIPT

Page 1: Referat.dermatitis

Referat

Oleh :

Chairuna Noor

1102008278

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RS TK II Moh. Ridwan Meuraksa Jakarta,

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta.

Jakarta, Juli 2015

Pembimbing

Letkol CKM dr. Dian Andriani R.D, Sp.KK, M.Biomed (AAM), MARS

Page 2: Referat.dermatitis

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini, sebagai salah satu

syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin di RS TK II Moh. Ridwan Meuraksa Jakarta. Salawat dan salam selalu

tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan

pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di

masa mendatang.

Dalam penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapat bantuan,

bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat

dan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya.

2. Keluarga yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual

3. Letkol CKM dr. Dian Andriani RD, Sp.KK, M.Biomed, MARS, selaku

pembimbing referat.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan

kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga referat ini bermanfaat

bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga kita selalu dalam

lindungan Allah SWT. Amin

Jakarta, Juli 2015

Penulis

Page 3: Referat.dermatitis

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon

terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan

klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,

likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,

bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan

menjadi kronis (Sularsito, dkk, 2011).

Penyebab penyakit ini kadang-kadang tidak diketahui, akan tetapi sebagian

besar kasus dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gaya hidup masyarakat Indonesia turut

berperan penting menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya penyakit ini. Faktor luar

yang menjadi pemicu utama berjangkitnya penyakit kulit ini adalah alam tropis

Indonesia yang sangat panas dan lembab, sehingga badan kita sering mengeluarkan

keringat.

Secara umum, terdapat dua macam DKI berdasarkan jenis bahan iritannya,

yaitu DKI akut (iritan kuat) dan kumulatif (iritan lemah).5 Bentuk DKI akut terjadi

setelah paparan tunggal terhadap agen yang merupakan toksin bagi kulit.2 Kerusakan

kulit oleh bahan iritan terjadi hanya dalam satu kali pajanan, meliputi pajanan

terhadap asam pekat, basa pekat, cairan pelarut kuat, zat oksidator, dan reduktor

kuat.8,9 Pada DKI kumulatif kerusakan terjadi setelah beberapa kali pajanan pada

lokasi kulit yang sama terhadap zat-zat iritan lemah seperti air, deterjen, zat pelarut

lemah, minyak dan pelumas, sehingga apabila terpajan terlalu lama dapat

menyebabkan terjadinya nekrosis.2,10 Hal ini tergantung pada konsentrasi agen

penyebab, penetrasi dan ketebalan stratum korneum pada masing-masing individu.

Apabila zat tersebut berada diatas ambang batas seharusnya, maka dikelompokkan

sebagai DKI akut. Apabila zat-zat tersebut tidak cukup toksik, namun dapat

menyebabkan kerusakan kulit pada beberapa kali pajanan untuk menimbulkan suatu

inflamasi, maka akan dikelompokkan sebagai DKI kumulatif.2,9

Berikut ini akan dibahas secara ringkas mengenai jenis-jenis dermatitis kontak

beserta tindakan pengobatan dan pencegahan.

Page 4: Referat.dermatitis

BAB II

DERMATITIS

A. Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respon

terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang dapat menimbulkan

kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,

likenifikasi) dan keluhan gatal.(1) Tanda polimorfik tidak selalu muncul bersamaan,

bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan

dapat menjadi kronik.(2) Sinonim dermatitis adalah ekzem.(1)

B. Etiologi dan Patogenesis

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia

(contoh: detergen, bahan asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar matahari, panas),

mikroorganisme (contoh: bakteri, jamur); dapat pula berasal dari dalam (endogen),

misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti. (3)

Banyak pula dermatitis yang belum diketahui dengan pasti patogenesisnya, terutama

yang banyak penyebab faktor endogen.

C. Gejala Klinis

Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit

bergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat sirkumsrip, dapat pula difuse.

Penyebarannya dapat setempat, generalisata, dan universalis.(1)

i. Stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi

dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans).

ii. Stadium subakut, eritema dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi

krusta.

iii. Stadium kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan

likenifikasi, mungkin bisa terdapat erosi dan eksoriasi akibat garukan.

Gambaran klinis tidaklah harus sesuai stadium, karena suatu penyakit dermatitis

muncul dengan gejala stadium kronis. Begitu pula dengan efloresensi tidak harus

polimorfik, karena dapat muncul oligomorfik (beberapa) saja. Keluhan penyakit

dermatitis merupakan hal yang sering terjadi, karena penyakit ini dapat menyerang

pada orang dengan rentang usia yang bervariasi, mulai dari bayi hingga dewasa serta

tidak terkait dengan faktor jenis kelamin.(3)

Page 5: Referat.dermatitis

D. Histologi

Perubahan histologik dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung

pada stadiumnya.(1)

1. Stadium akut; kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis,

edema intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuclear. Dermis sembab,

pembuluh darah melebar, ditemukan sebukan terutama sel mononuclear,

eosinofil kadang ditemukan, tergantung penyebab dermatitis.

2. Stadium subakut; ampir seperti stadium akut akan tetapi jumlah vesikel

berkurang di epidermis, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan

parakeratosis, edema di dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas,

demikian pula sebukkan sel radang.

3. Stadium kronik; epidermis hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete

ridges memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan, vesikel tidak ada

lagi, dinding pembuluh darah menebal, terdapat sebukan sel radang

mononuclear di dermis bagian atas, jumlah fibroblast dan kolagen bertambah.(1)

E. Klasifikasi

Pembagian berdasarkan tatanama atau nomenklatur, morfologi ataupun

stadium masih menjadi kontroversial dimana belum terjadi kesepakatan. Maka dari

itu, kami akan memaparkan pembagian berdasarkan etiologi:

Eksogen:

Dermatitis kontak; Jenis eksim ini disebabkan karena faktor di luar tubuh

penderita, seperti terpapar bahan kimia, iritasi karena sabun, kosmetik, parfum

dan logam. Dermatitis kontak adalah jenis eksim yang paling banyak diderita

manusia, diperkirakan 70% penyakit eksim merupakan jenis ini. Secara klinis

jenis eksim ini memiliki gejala terasa panas, kemudian muncul benjolan, dan

disertai adanya cairan. Bagian kulit yang terserang memiliki batas tepi yang

jelas. Tetapi jenis eksim ini dapat menjadi kronis yang ditandai dengan kulit

semakin mengering, pigmentasi, terjadi penebalan kulit sehingga tampak

garis-garis pada permukaan kulit dan kemudian terjadi retak-retak seperti

teriris pada kulit.(3)

Page 6: Referat.dermatitis

Endogen:

Dermatitis atopik; jenis eksim yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan

jenis eksim dermatitis kontak yaitu adanya rasa gatal, memiliki bentuk yang

khas terutama pada kulit wajah dan lipatan-lipatan tubuh, serta adanya riwayat

atopik yaitu alergi atau asma. Jenis eksim ini banyak menyerang anak-anak

dan bayi, dan biasanya merupakan penyakit eksim kambuhan.

Dermatitis numularis;

Jenis eksim ini pada umunya berhubungan dengan kulit kering dan sering

menyerang pada orang yang berusia lanjut. Gejala penyakit eksim jenis ini

berupa kulit mengering, merah, gatal, dan muncul dalam bentuk bulatan-

bulatan pipih seperti koin logam, biasanya terdapat pada kulit kaki dan tangan.

Neurodermatitis;

peradangan kronik pada kulit yang tidak diketahui penyebabnya, lebih sering

ditemukan pada wanita daripada pria dan puncak insidennya adalah umur

paruh baya.

Dermatitis stasis;

jenis eksim kulit yang berkaitan dengan adanya varises pada bagian kaki. Jenis

eksim ini terdapat pada kaki ditandai dengan rasa gatal, penebalan kulit serta

berubahnya warna kulit menjadi memerah bahkan kecoklatan.(1,4)

Page 7: Referat.dermatitis

BAB III

DERMATITIS KONTAK

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang

menempel pada kulit dan menyebabkan alergi atau reaksi iritasi.(2) ruamnya terbatas

pada daerah tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas. Ada 2 macam

dermatitis kontak, yaitu

1. Dermatitis kontak iritan

Dermatitis yang terjadi ketika kulit terpajan bahan iritan seperti detergen,

asam, basa, serbuk kayu, semen, dan sebagainya. Dapat menyebabkan

kerusakan pada kulit apabila teriritasi berulang selama periode tertentu.(4)

2. Dermatitis kontak alergi

Dermatitis yang terjadi ketika kulit tersensitisasi oleh suatu substansi

(allergen), dan kontak ulang dengan substansi tersebut. Ini merupakan reaksi

kulit tipe lambat.(4)

A. DERMATITIS KONTAK IRITAN (DKI)

a. Definisi

Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak yang

disebabkan oleh bahan-bahan yang bersifat iritan yang dapat

menimbulkan kerusakan jaringan. Dermatitis kontak iritan dibedakan

menjadi 2 yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan

kronik (kumulatif). (5)

i. Dermatitis kontak iritan akut adalah suatu dermatitis iritan yang

terjadi segera setelah kontak dengan bahan – bahan iritan yang

bersifat toksik kuat, misalnya asam sulfat pekat. (2)

ii. Dermatitis kontak iritan kronis (Kumulatif) adalah suatu dermatitis

iritan yang terjadi karena sering kontak dengan bahan- bahan iritan

yang tidak begitu kuat, misalnya sabun deterjen, larutan antiseptik.

Dalam hal ini, dengan beberapa kali kontak bahan tadi dapat

menimbulkan iritasi dan terjadilah peradangan kulit yang secara klinis

umumnya berupa radang kronik.(1,2)

Page 8: Referat.dermatitis

b. Etiologi

Bahan yang menyebabkan iritasi sebagian besar adalah bahan kimia,

dalam bentuk padat, cair, atau gas, ada juga yang termasuk mineral atau

partikel tumbuhan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas,oli,

asam, alkali, dan serbuk kayu.(4) Dalam beberapa menit kontak langsung

dengan zat kimia yang korosif dapat merusak kulit sehingga kulit tampak

seperti terbakar. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran

molekul, daya larut, konsentasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga

dipengaruhi oleh faktor lain yaitu; lama kontak, kekerapan pajanan (terus-

menerus atau berselang), demikian pula gesekan dan trauma fisis, suhu,

kelembaban lingkungan juga ikut berperan.(3) Ambang batas untuk iritasi

bervariasi dari satu orang ke orang lain, faktor individu juga ikut berpengaruh

pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat

menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun dan usia

lanjut lebih mudah teriritasi, penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami

(ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun).(1) Namun, dengan paparan

yang cukup dan konsentrasi yang cukup tinggi, semua orang rentan terhadap

dermatitis kontak iritan.(4)

Tabel 1. Tabel Faktor Eksogen yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan5

a. Tipe Iritan (pH, aktivitas kimia)

b. Penetrasi iritan ke kulit

c. Temperatur tubuh

d. Faktor mekanis (tekanan , friksi, abrasi)

e. Lingkungan (temperatur, kelembaban)

f. Faktor pajanan lain (lamanya, langsung atau airborne)

c. Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan

iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,

denaturasi keratin, menyingkirkan lemak, lapisan tanduk, dan mengubah daya

ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak,

sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria,

atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan

Page 9: Referat.dermatitis

melepaskan asam arakidonat, diasilgliserida dan platelet activating factor

(PAF). Asam arakidonat diubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien

(LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas

vaskular. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoaktratan kuat untk limfosit

dan neutrofil, serta mengaktifkan sel mast melepaskan histamin.

Diasilgliserida dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan

sintesis protein misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage. IL-

1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 dan mengekspresikan

stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Rentetan kejadian tersebut

menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit

berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan

menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan

kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi

dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di

bawahnya oleh iritan.(2)

d. Gejala Klinis

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan.

Iritan kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberikan gejala

kronis.(1)

i. Dermatitis Kontak Iritan Akut

Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan dan reaksi segera

timbul. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula dapat

muncul. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena dan

berbatas tegas. Penyebabnya adalah iritan kuat seperti larutan asam

sulfat dan asam hidrokloid, atau basa kuat seperti natrium dan kalium

ii. Dermatitis Kontak Iritan Lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul

8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Contohnya ialah dermatitis

yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari

(dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih esok harinya, pada

awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau

bahan nekrosis.(2)

Page 10: Referat.dermatitis

iii. Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif

Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi; nama lainnya ialah

DKI kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan

yang lemah. Faktor fisis misalnya; gesekan, trauma mikro, kelembaban

rendah, panas atau dingin, juga bahan lain misalnya; detergen, sabun,

pelarut, tanah, bahkan juga air. DKI kumulatif/kronis mungkin terjadi

karena kerjasama berbagai faktor. Kelainan baru nyata setelah kontak

berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian,

sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor yang sangat

penting.(1)

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit

tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi difus. Bila kontak terus

berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur),

misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus

menerus dengan detergen. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau

nyeri karena kulit retak, ada kalanya kelainan hanya berupa kulit

kering atau skuama tanpa eritema. DKI kumulatif sering berhubungan

dengan pekerjaan.

e. Diagnosis

i. Anamnesis

Diagnosis DKI didasarkan atas anamnesis yang cermat dan

pengamatan gambaran klinis yang akurat. Pada DKI akut lebih mudah

diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih

mudah mengingat penyebab terjadinya, sedangkan DKI kronis timbul

lebih lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga

kadang sulit dibedakan dengan DKA.

Pada anamnesis ditanyakan secara mendalam mengenai pekerjaan

pasien, apakah berhubungan dengan pekerjaan basah, kontak sabun,

detergen, kontak dengan bahan pelarut organik/ alkali, tanyakan juga

mengenai hobi pasien. Pada pasien DKI akut juga harus ditanyakan

onset dari gejala, apakah terjadi selama beberapa menit atau sampai

beberapa jam, karena pada pasien DKI akut yang lambat

dikarakteristikkan oleh kausa pajanannya, seperti benzalkonium

Page 11: Referat.dermatitis

klroida (biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi

inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah pajanan. Onset dari gejala dan

lesi yang didapatkan hingga berminggu-minggu sudah termasuk DKI

kumulatif atau DKI kronis, karenapada DKI kumulatif terjadi akibat

pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang merusak kulit. Penderita

akan merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak

nyaman akibat pruritus yang terjadi. Pada anamnesis ditanyakan juga

riwayat pengobatan sebelumnya, adanya friksi dan lain-lain.2,4

ii. Pemeriksaan Fisik

Untuk pemeriksaan fisik bisa ditegakkan dengan melihat lesi

berdasarkan tabel dibawah ini:

Tabel 2. Tabel Kriteria Diagnostik pada Dermatitis Kontak11

MAYOR MINOR

Sujektif

Onset simptom biasanya dalam menit

hingga beberapa jam setelah terpajan

Nyeri, panas, kesemutan

Onset dermatitis dalam 2 minggu

setelah terpajan

Banyak orang yang di lingkunagnn

yang sama mengalami gejala yang

sama.

Objektif

Makula eritem, hiperkeratosis, atau

adanya fisura

Gambaran mengkilat, kering atau

melepuh pada kulit

Proses penyembuhan dimulai segera

pada bagian yang tereksposur

terhadap agen

Patch tes negatif

Bentuk simsumkrip yang tajam pada

permukaan kulit

Terdapat pengaruh gravitasi seperti

efek dripping (tetesan).

Tedensi dermatitis untuk menyebar

berkurang

Perubahan morfologi menunjukkan

sedikit perbedaan konsentrasi atau

waktu kontak menghasilkan

perbedaan besar dalam kerusakan

kulit.

iii. Pemeriksaan Penunjang

Page 12: Referat.dermatitis

Tidak terdapat pemeriksaan spesifik untuk mendiagnosis dermatitis

kontak iritan. Lesi kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan

dihilangkan.(2,11)

Pada beberapa kasus, dermatitis kontak merupakan hasil dari efek

berbagai iritan. Patch test dapat digunakan untuk menentukan substansi

yang menyebabkan kontak dermatitis dan juga dapat digunakan untuk

menyingkirkan diagnosis banding DKA. Konsentrasi yang digunakan

harus tepat, jika terlalu sedikit akan memberikan hasil negatif palsu

oleh karena tidak adanya reaksi,sebaliknya jika terlalu tinggi dapat

terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch test dilepas setelah

48 jam, hasilnya akan dilihat dan dicatat apabila reaksi positif. Untuk

pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan kembali pemeriksaan pada 48

jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan lesi kulit yang sama atau

bahkan membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI. Pemeriksaan

patch test digunakan untuk pasien DKI kronis dengan dermatitis

kontak yang rekuren.(2,11)

Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi

sekunder bakteri. Pemeriksaan KOH dapat dilakukan untuk

mengetahui adanya mikologi pada infeksi jamur superfisial infeksi

kandida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari lesi.

Pemeriksaan IgE untuk memeriksa peningkatan imunoglobulin E yang

dapat mendukung adanya riwayat atopik.9,11

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan

gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya

lebih cepat. Sebaliknya DKI kronis timbulnya lebih lambat serta

mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit

dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji

tempel dengan bahan yang dicurigai.(2)

f. Pengobatan

Pentingnya identifikasi, eliminasi dan proteksi dari pajanan lebih lanjut

terhadap bahan iritan merupakan terapi umum dalam pencegahan dan

penatalaksaan DKI. Berkembangnya penyakit dermatitis menyebabkan

munculnya pengobatan topikal yang sangat membantu dalam mengobati

dermatitis, khususnya dermatitis kontak iritan. Sebenarnya peran

Page 13: Referat.dermatitis

kortikosteroid topikal dalam penatalaksanaan DKI masih kontroversial,

akan tetapi hal tersebut dapat membantu untuk menangani efek

antiinflamasi kulit yang terjadi pada DKI. Efek utama penggunaan KS

secara topikal pada epidermis dan dermis ialah efek vasokonstriksi, efek

antiinflamasi, dan efek antimitosis, namun penggunaan jangka panjang

kortikosteroid topikal dapat menyebabkan atrofi epidermis dan

peningkatan kerentanan terhadap iritasi.(2,4,6,7)

Emolien atau occlusive dressing dapat meningkatkan perbaikan barrier

pada kulit kering dan kulit yang mengalami likenifikasi. Emolien berbasis

petrolatum tradisional dapat diakses, murah, dan telah terbukti efektif

sebagai emolien yang mengandung lipid kulit yang terkait. “krim barrier”

memiliki jumlah yang terbatas. Kalsineurin inhibitor topikal (misalnya,

pimecrolimus) dapat digunakan sebagai alternatif-potensi rendah

kortikosteroid topikal di DKI kronis.(2,7)

Dalam kasus yang parah atau kronis, fototerapi (psoralens dengan UVA

atau UVB) atau obat sistemik, seperti azathioprine dan siklosporin,

mungkin efektif. Grenz radioterapi adalah pengobatan tambahan yang

memiliki potensi lini ke tiga. Superinfeksi bakteri dapat diobati dengan

antibiotik topikal atau sistemik. Dalam iritasi sensorik, garam strontium

bertindak dengan selektif menghambat aktivasi kulit jenis nosiseptor C.(2,5)

DERMATITIS KONTAK ALERGI (DKA)

a. Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang

timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. (1)

b. Etiologi dan Predisposisi

i. Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering

berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang

juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi

oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di

kulit. (1)

Page 14: Referat.dermatitis

Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari

tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami

sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison

ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol

yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan

lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat

(semen, pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat

rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan

parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi). (1)

ii. Predisposisi

Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi.

Misalnya antara lain:

a. Faktor eksternal(1):

1) Potesi sensitisasi allergen

2) Dosis per unit area

3) Luas daerah yang terkena

4) Lama pajanan

5) Oklusi

6) Suhu dan kelembaban lingkungan

7) Vehikulum

8) pH

b. Faktor Internal/ Faktor Individu(1):

1) Keadaan kulit pada lokasi kontak

Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum

korneum.

2) Status imunologik

Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar

matahari.

3) Genetik

Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya

mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena

alergi nickel

4) Status higinie dan gizi

Page 15: Referat.dermatitis

Seluruh faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang

masing – masing dapat memperberat penyakit atau memperingan. Sebagai

contoh, saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun apabila satus

higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka potensi sensitisasi

allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya. Sehingga sistem

imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan perbaikan bila

dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi individu yang rendah.

Selain hal – hal diatas, faktor predisposisi lain yang menyebabkan kontak

alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas kulit terganggu,

misalnya dermatitis statis. (14)

c. Patofisiologi

Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara

berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia yang

sangat reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat

sederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus lapisan

epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum dan membentuk

kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yang terbentuk

diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening yang mengalir

dan limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali konjugat hapten dan

terbentuk bagian protein karier yang berdekatan. Kojugasi hapten-hapten

diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang sudah disensitisasikan

memberikan respons, menyebabkan timbulnya sitotoksisitas langsung dan

terjadinya radang yang ditimbulkan oleh limfokin. (16)

Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase

elisitasi yang akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini akan

melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNFα, leukotrien, IFNγ,

dan sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai kulit

tersebut. Pelepasan mediator-mediator tersebut akan menimbulkan manifestasi

klinis khas khas yang hampir sama seperti dermatitis lainnya. DKA ini akan

terlihat jelas setelah terpajan oleh alergen selama beberapa waktu yang lama

sekitar berbulan- bulan bahkan beberapa tahun.16

Secara khas, DKA bermanifestasi klinis sebagai pruritus, kemerahan

dan penebalan kulit yang seringkali memperlihatkan adanya vesikel-vesikel

yang relatif rapuh. Edema pada daerah yang terserang mula-mula tampak

Page 16: Referat.dermatitis

nyata dan jika mengenai wajah, genitalia atau ekstrimitas distal dapat

menyerupai eksema. Edema memisahkan sel-sel lapisan epidermis yang lebih

dalam (spongiosus) dan dermis yang berdekatan. Lebih sering mengenai

bagian kulit yang tidak memiliki rambut terutama kelopak mata. (16)

d. Penegakan Diagnosis

i. Anamnesa

Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan

pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal

(Sularsito, 2010).

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan

kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi,

likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah

penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat

dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat

pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,

kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit

kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan

maupun keluarganya.(18,19) Penelusuran riwayat pada DKA didasarkan pada

beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut.

Page 17: Referat.dermatitis

Tabel 2.1 Penelusuran riwayat pada DKA(18,19)

Demografi dan riwayat

pekerjaan

Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status

pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,

paparan berulang dari alergen yang didapat saat

kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam

keluarga

Faktor genetik, predisposisi

Riwayat penyakit

sebelumnya

Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-

obat yang digunakan, tindakan bedah

Riwayat dermatitis yang

spesifik

Onset, lokasi, pengobatan

ii. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan

pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.

Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel 2.2. Misalnya, di

ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua

kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang

cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit

lain karena sebab-sebab endogen. (18,19)

Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA (18,19)

Lokasi Kemungkinan Penyebab

Tangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’) misalnya

Page 18: Referat.dermatitis

memasak makanan (getah sayuran, pestisida)

dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.

Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu

semen, dan tanaman.

Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada

di pakaian.

Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,

alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai

kacamata).

Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.

Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep

mata.

Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai

kacamata, obat topikal, gagang telepon.

Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat

warna pakaian.

Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet

(elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut

atau pewangi pakaian.

Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,

pembalut wanita, alergen yang berada di

tangan, parfum, kontrasepsi.

Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,

sepatu/sandal.

Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat

diamati beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel,

vesikel atau bula. Ujud kelainan kulit dapat dilihat pada beberapa gambar

berikut :

a. Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena

alergi terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada

lokasi kontak langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang

popular). Lesi eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang

dijumpai pada lokasi kontak langsung.

Page 19: Referat.dermatitis

b. Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick.

Pasien hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir

c. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis

kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca

mata, cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar

dapat mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya.

Anting-anting yang menyebabkan dermatitis pada telinga umumnya

yang terbuat dari nikel dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga

mungkin menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang bisa

mengarah pada dermatitis kontak kronik. Dermatitis kontak alergi

subakut pada telinga dan sebagian leher. Akhirnya diketahui bahwa

pasien alergi terhadap bahan plastik

d. Badan. Dermatitis kontak di badandapatdisebabkanolehtekstil, zat

warna kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen,

bahanpelembutataupewangipakaian. Dermatitis kontak pada perut

karena pasien alergi pada karet dari celananya. Terlihat adanya eritema

yang berbatas tegas sesuai dengan daerah yang terkena alergen.

Page 20: Referat.dermatitis

e. Genitalia.Penyebabnya data antiseptik, obattopikal, nilon, kondom,

pembalut wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi,

deterjen. Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi

pada cream yang mengandung neomisin, terlihat eritema

f. Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan

oleh tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen,

sepatu/sandal. Pada gambar dermatitis kontakalergi yang terjadi karena

Quaternium-15,bahan pengawet pada pelembab.Kaki mengalami

skuama, krusta

Page 21: Referat.dermatitis

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Uji Tempel

Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran

morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis

numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang

utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Dalam keadaan ini

pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan,

apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.(18,19)

Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.

Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya

kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung

digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin

dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi,

harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air

diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk

yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila

diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung

tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan

dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam

yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit

dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam.

Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu

kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan kemungkinan

terkena iritasi.(18,19)

Page 22: Referat.dermatitis

Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji

tempel. 18,19

1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam

keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau

‘excited skin’ reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan

penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.

2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian

kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji

tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20

mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat

menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin

sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena

urtikaria kontak.

3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan

kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji

tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena

memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi

sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung

selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan

terakhir selesai.

5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap

penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan

(immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan urtikaria

generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini

dilakukan tes dengan prosedur khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas.

Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek

tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya

dicatat seperti berikut (Sularsito, 2010):

1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)

2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)

Page 23: Referat.dermatitis

4 = meragukan : hanya makula eritematosa

5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)

6 = reaksi negatif (-)

7 = excited skin

8 = tidak dites (NT=non tested)

Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah

aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini

penting untuk membantu membedakan antara respons alergik atau

iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif

alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh

karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu

terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi. (18,19)

Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi

dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi

lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke +

atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan

cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo) . (18,19)

b. Pemeriksaan Histopalogi

Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara (18,19):

i. Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang

didapat dengan cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.

T.R.U.E. Test® (Mekos Laboratories, Hillerod, Denmark) patch-test.

A. Hasil uji positif terhadap picaridin (KBR) 2,5%.

B. Hasil uji positif terhadap methyl glucose diolate (MGD) 10%.

Page 24: Referat.dermatitis

ii. Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi,

kulit normal tidak perlu diikutsertakan.

iii. Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi

adalah lesi primer yang belum mengalami garukan atau infeksi

sekunder.

iv. Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.

v. Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/

banyak, lebih baik biopsi lebih dari satu.

vi. Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan

jaringan subkutis.

vii. Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan

fiksasi, misanya formalin 10% atau formalin buffer, supaya

menjadi keras dan sel-selnya mati.

viii. Lalu dikirim ke laboratorium

ix. Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-

Eosin(HE). Ada pula yang menggunakanperwarnaan oersein

dan Giemsa.

x. Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume

jaringan

xi. Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan

hendaknya tebal jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal

dibelah dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi

Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi,

menginvasi dermis dan epidermis serta menyebabkan edema dermis

atau spongiosis epidermis. Perubahan-perubahan ini secara histologi

tidak spesifik (Sularsito, 2010).

1) Epidermis18,19:

i. Hiperkeratosis, serum sering terjebak dalam stratum

korneum.

ii. Hiperplastik, akantosis yang luas.

iii. Spongiosis, yang kadang vesikuler. Manifestasi dini

ditandai dengan penonjol dari jembatan antar sel di lapisan

spinosus.

Page 25: Referat.dermatitis

iv. Kemudian ada epidermotropism dari limfosit yang muncul

normal.

2) Dermis18,19:

i. Limfosit perivesikuler

ii. Eosinofil: bervariasi, muncul awal dan karena sebab alergi

iii. Edema

Histopatologik dermatitis kontak alergi

Terlihat hiperkeratosis, vesikel parakeratosis subkorneal,

spongiosis sedang dan elongasi akantosis dari pars papilare dermis

yang dinyatakan lewat infiltrasi sel-sel radang berupa limfosit dan

beberapa eosinofil, serta elongasi dari papila epidermis.18,19

4. Gold Standard Diagnosis

Gold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu

dilakukan uji tempel. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di

punggung. Untuk melakukan uji tempel diperukan antigen standar buatan

pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test. Adakalanya

tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan kimia

murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah,

lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini

yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau walaupun jarang dapat

memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh karena itu, bila

menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus

Page 26: Referat.dermatitis

berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak

diketahui.18,19

e. Penatalaksanaan

1. Non medikamentosa

a. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek

serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi. 15

b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena

dermatitis kontak alergi

c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas

yang bersentuhan dengan alergen 19

d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan,

aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi

2. Medikamentosa

a. Simptomatis

Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak

3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis, sehari 3

kali untuk anak – anak untuk menghilangkan rasa gatal

b. Sistemik

1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali

2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari

3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika

(amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis 3x500mg/hari,

selama 5 hingga 7 hari

c. Topikal

1) Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari

3. Pencegahan

Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut19:

a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena

dermatitis kontak alergi

b. Menghindari substansi allergen

c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen

d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika

tidak ada sabun bilas dengan air

e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen

Page 27: Referat.dermatitis

f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan

pakaian lain

g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen

h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas

yang berisiko terhadap paparan alergen

f. Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan

kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila

bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen(dermatitis

atopik, dermatitis numularisatau psoriasia).18,19 Faktor lain yang membuat

prognosis kurang baik adalah pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari

misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di

lingkungan penderita.1

g. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh

bakteri terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya

herpes simpleks. Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk

dapat dapat mendorong kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan

lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula

menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan kulit berubah

warna, tebal dan kasar atau disebut neurodermatitis (lichen simplex

chronicus). (14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti, editor. Dermatitis. 2008. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 5.p 126-38. Jakarta: FKUI.

2. Dorland, W.A. Newman, editor. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta:EGC.

3. Dermatitis Kontak Iritan. Accessed at June 10th, 2015. Available from:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3406/htm

4. Neurodermatitis (likem simpleks kronik). Accessed at June 10th, 2015.

Available from:

http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-

kedokteran/kulit/2010/10/26/liken-simpleks -kronik/

Page 28: Referat.dermatitis

5. Dermatitis dan Penyakit Kulit. Accessed at June 10th, 2015. Available from:

http://spesialiskulit.com/gangguan-kulit/dermatitis-dan-penyakit-kulit/ html

6. Dermatitis kontak iritan. Accessed at June 10 th, 2015. Available from:

http://www.scribd.com/doc/35138983/Dermatitis-Kontak-Alergi /html

7. Pengobatan dermatitis. Accessed at June 10th, 2015. Available from:

http://drugster.info/ail/pathography/1951/ html

8. Sign and symptoms of Atopic Dermatitis. 2011. Accessed at June 10th, 2015.

Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/rashes.html#cat45 /

9. Atopic Dermatitis. 2011. Accessed at June 10th, 2015. Available from:

http://dermatology.about.com/cs/eczemadermatitis/a/dermatitis / htm

10. Eczema and dermatitis. Accessed at June 10th, 2015. Available from:

http://dermnetnz.org/dermatitis/dermatitis / html

11. Gravitational dermatitis. Accessed at June 10th, 2015. Available from:

http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=2951 /html

12. Dermatitis numularis. Accessed at June 10th, 2015. Available from:

http://medicastore.com/penyakit/74/Dermatitis_ numularis .html

13. Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI

14. Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact Dermatitis:

an update. Tersedia dalam :

http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical%20guidelines/contact

%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may%202009.pdf. Diakses pada

tanggal 22 November 2012

15. Morgan, Geri, Hamilton, Carole. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan

Praktik Edisi 2. Jakarta : EGC

16. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses

Penyakit. Jakarta : EGC.

17. Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta:

EGC

18. Sularsito dan Djuanda. 2007. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi ke 5. Jakarta : FKUI

19. Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI

Page 29: Referat.dermatitis

20. Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Jakarta : FKUI.

21. Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak.

Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM

22. Thyssen, Jacob Pontoppidan. 2009. The Prevalence and Risk Factors of

Contact Allergy in the Adult General Population. Denmark : National Allergy

Research Centre, Departement of Dermato-Allergology, Genofte Hospital,

University of Copenhagen .

23. Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan

di RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan.

Tersedia dalam : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372 diakses

pada tanggal 11 November 2012.