referatanestesiinhalasi
DESCRIPTION
opopoTRANSCRIPT
REFERAT
ANESTESI UMUM INHALASI
DISUSUN OLEH:
NADIA A.P. MAIZALIUS
NIM: 030 10 200
PEMBIMBING:
DR. SANGGAM, SP. AN
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI
RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MINTOHARDJO
PERIODE 1 DESEMBER 2014 – 3 JANUARI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………….. 2
BAB I Pendahuluan………………………………………………………………………….. 3
BAB II Tinjauan Pustaka…………………………………………………………………….. 5
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….. 30
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat, berkah, dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “ANESTESI UMUM
INHALASI”. Referat ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam Kepaniteraan Klinik
Bagian Anestesi di RSAL Mintohardjo.
Penulis juga ingin berterima kasih kepada dr. Sanggam, Sp. An selaku dokter pembimbing
penulis yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan yang bertujuan untuk
proses penyelesaian referat ini, juga untuk segala dukungan yang beliau berikan dalam
penyusunan referat ini sehingga menjadi lebih baik.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, dimana kurangnya
pengetahuan dan pengalaman penulislah yang membuat referat ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk segala bentuk kritik dan saran yang
disampaikan guna menyempurnakan referat ini. Saya berharap referat ini dapat memberikan
manfaat bagi pembacanya dan penulis sendiri
Jakarta, 21 Desember 2014
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Asal kata Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani, yaitu an berarti “tidak,
tanpa” dan aesthētos adalah “persepsi, kemampuan untuk merasa”), yang secara umum berarti
suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anesthesia terbagi menjadi anesthesia umum dan anesthesia lokal. Anestesi umum adalah
tindakan untuk meniadakan rasa nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya kesadaran dan
bersifat reversible. Dengan anestesi umum, akan diperoleh trias anesthesia, yaitu hypnosis,
analgesia, dan relaksasi. Hipnosis biasanya didapatkan dari sedatif dan anestesi inhalasi.
Sementara efek analgesia didapat dari N2O dan analgetika narkotik maupun non narkotik. Trias
anestesi hanya dimiliki oleh eter, maka dari itu anestesi pada saat ini menggabungkan beberapa
macam obat agar tercapai trias anestesinya. Anestesi umum dapat diberikan secara intravena dan
inhalasi.
Saat ini, anestesi inhalasi tergolong cukup popular oleh karena kemudahan dalam
penatalaksanaannya dan juga kemampuan untuk memonitor efek yang ditimbulkan secara
langsung dalam pemberian obat-obatan anestesi tersebut. Obat anestesi inhalasi yang pertama
kali digunakan dalam membantu proses pembedahan ialah N2O, kemudian disusul oleh eter,
kloroform, etil-klorida, etilem, siklo-propan, trikloro-etilen, iso-propenil-vinil-eter, propenil-
4
metil-eter, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotan, metoksi-fluran, enflurane, isoflurane, desfluran dan
sevoflurane.
Dewasa ini, anestesi inhalasi yang umum digunakan dalam praktek klinik meliputi N2O,
halotan, enfluran, , isoflurane, desfluran dan sevoflurane. Obat-obat anestesi inhalasi lainnya
kerap ditinggalkan dikarenakan efek samping yang kerap merugikan, seperti pada eter dan etil-
klorida yang memiliki potensi untuk terbakar dan meledak yang cukup tinggi, Selain itu eter dan
kloroform juga dapat menyebabkan kerusakan pada hepar. Sedangkan etil-klorida sangat mudah
menguap dan terbakar, sehingga sudah tidak dianjurkan lagi penggunaannya untuk anestesi
umum, namun hanya untuk induksi. Triklor-etilen juga sudah tidak dianjurkan lagi dikarenakan
memiliki efek bradi-aritmia. Di lain sisi, metoksifluran diketahui toksis terhadap ginjal dan dapat
menyebabkan kerusakan hepar.
Diketahui bahwa saat ini sevofluran ialah obat anestesi inhalasi generasi terbaru memiliki
sederet keunggulan dibandingkan pendahulunya. Sevofluran memiliki onset kerja serta
pemulihan yang cepat dari pengaruh anestesi, sehingga saat ini kerap menjadi pilihan utama.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PERISAPAN, PENILAIAN PRA ANESTESI, DAN INDUKSI
Persiapan tindakan anestesi umum meliputi pengenalan diri dan salam, mengecek
kembali identitas pasien, periksa ada tidaknya factor penyulit dan memastikan apakah pasien
sudah puasa, melihat kembali hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serrta memasang alat
monitor standar (EKG, pulse oximeter, pengukur tekanan darah, IV line). Dari hal di atas dapat
diketahui status anestesi menurut The American Society of Anesthesiologist (ASA).
Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk
meredakan kecemasan, memperlancar induksi, meminimalkan jumlah obat anestesi, mengurangi
mual dan muntah pasca bedah, menciptakan amnesia, mengurangi reflex yang membahayakan..
Induksi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Untuk persiapan induksi
anesthesia sebaiknya dengan STATICS:
S = Scope Stetoskop, Laringoskop
T = Tubes ETT sesuai ukuran
A = Airway Guedel, Nasotracheal airway
T = Tape Plester
6
I = Introducer Mandrin atau stilet
C = Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi
S = Suction Penyedot lendir, ludah.
Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan atau sevoflurane. Cara induksi ini dikerjakan
pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau dewasa yang takut disuntik. Induksi
halotan memerlukan gas O2 atau campuran O2 dan N2O. Induksi dimulai dengan aliran O2 >4
L/m atau campuran N2O : O2 = 3: 1 airan >4 L/m, dimulai dengan halotan 0,5 vol % sampai
konsentrasi yang dibutuhkan. Jika pasien batuk, konsentrasi halotak sebaiknya diturunkan, dan
dinaikkan lagi setelah tenang.
Induksi dengan sevofluran lebih disukai karena pasien jarang batuk, walaupun langsung
diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Induksi dengan enfluran, isfluran atau
desfluran jarang dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lebih lama.
II. ANESTESI INHALASI
Anestesi inhalasi adalah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang
bersifat volatile (mudah menguap) sebagai zat anestetika melalui udara pernafasan. Zat
anestetika yang dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat
anestetika tersebut tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak
menentukan kekuatan daya anesthesia. Zat anestetika bisa disebut kuat jika dengan tekanan
parsial rendah sudah mampu memberikan anesthesia yang adekuat.
Tatalaksana Anestesi Umum Inhalasi Sungkup Muka:
7
Indikasi:
1. Operasi kecil dan sedang di daerah permukaan tubuh dan berlangsung singkat dengan
posisi terlentang, tanpa membuka rongga perut
2. Keadaan umum pasien cukup baik
3. Lambung kosong
Kontra indikasi:
1. Operasi di daerah kepala dan jalan nafas.
2. Posisi operasi miring atau terlungkup.
Tatalaksana:
1. Pasien telah disiapkan sesuai dengan pedoman
2. Pasang alat pantau
3. Siapkan alat dan obat resusitasi
4. Siapkan mesin anestesi dengan system sirkuit serta gas anestesi yang digunakan
5. Induksi
6. Berikan salah satu kombinasi inhalasi
7. Awasi pola napas. Bila tampak hipoventilasi, berikan nafas intermiten secara sinkron
sesuai dengan irama nafas pasien
8. Pantau denyut nadi dan tekanan darah
9. Jika operasi sudah selesai, hentikan aliran gas/obat anestesi inhalasi dan berikan
oksigen 100%.
8
Anestesi inhalasi masuk dengan inhalasi/inspirasi melalui peredaran darah sampai ke
jaringan otak. Faktor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi, dan sifa-sifat fisik zat anestetika
mempengaruhi kekuatan maupun kecepatan anesthesia.
Faktor respirasi. Pada setiap inspirasi, sejumlah zat anestetika akan masuk ke dalam
paru-paru (alveolus). DI dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu, dan
kemudian zat anestetika akan berdifusi melalui membrane alveolus. Hal-hal yang mempengaruhi
tekanan parsial zat anestetika dalam alveolus adalah:
1. Konsentrasi zat anestetika yang dihirup/diinhalasi, makin tinggi konsentrasinya,
makin cepat naiknya tekanan parsial zat anestetika dalam alveolus
2. Ventilasi alveolus, semakin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat meningginya
tekanan parsial alveolus.
Faktor sirkulasi. Terdiri dari sirkulasi arterial dan vena. Sewaktu induksi, konsentrasi
zat anestetika dalam darah arterial lebih besar daripada darah vena. Faktor yang mempengaruhi:
1. Perubahan tekanan parsial zat anestetika yang jenuh dalam alveolus dan darah
vena menyebabkan lama kelamaan jaringan tersebut menjadi jenuh, sehingga zat
anestetika yang kembali ke paru-paru dan vena lebih banyak sehingga tekanan parsial
di vena semakin tinggi dan akan mempengaruhi difusi zat anesthesia melalui
membrane alveolus.
2. Rasio konsentrasi zat anestetika dalam darah terhadap konsentrasi dalam gas
setelah keduanya dalam keadaan seimbang, Jika koefisien partisi rendah,
konsentrasi alveolus akan naik dengan cepat tergantung ventilasi yang berujung pada
9
peningkata tekanan parsial dalam darah sehingga anesthesia dapat cepat didalamkan
dan zat ini tergolong sebagai zat yang poten
3. Aliran darah. Makin banyak aliran darah melalui paru, akin banyak zat anestetika
yang diambil dari alveolus.Obat anestesi inhalasi merupakan salah satu teknik
anestesi umum yang dilakukan dengan cara memberikan kombinasi obat-obatan
anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang bersifat volatile melalui alat
maupun mesin anestesi langsung ke udara saat inspirasi berlangsung.
Faktor jaringan.
1. Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan jaringan.
2. Koefisien partisi jaringan/darah.
3. Aliran darah terdapat pada 4 kelompok jaringan:
a. Jaringan yang kaya akan pembuluh darah (organ vital, sepeerti jantung, hepar,
ginjal, otak). Organ ini mendapatkan sekitar 70% curah jantung hingga
tekanan parsial zat anestetik meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini.
b. Intermediate seperti otot skelet dan kulit
c. Lemak
d. Jaringan sedikit pembuluh darah seperti ligament dan tendon.
Faktor zat anestetika. Tiap zat anestetika memiliki potensi yang berbeda. Untuk
menentukan derajat potensi ini, dikenal adanya MAC, yaitu Minimal Alveolar Concentration –
konsentrasi terendah zat anestetika dalam udara alveolus yang mampu mencegah terjadinya
respon terhadap rangsang sakit. Makin rendah nilai MAC, making tinggi potensi zat anestetika.
10
Faktor lainnya seperti ventilasi (makin besar ventilasi makin cepat meninggi tekanan
parsial dalam alveolus dan darah, yang akan mempercepat anesthesia), curah jantung (makin
tinggi curah jantung, makin lambat induksi dan kedalaman anesthesia), dan suhu (makin turun
suhu, makin banyak larut dalam darah sehingga makin banyak zat anestetika masuk dalam
darah dan makin cepat anesthesia terjadi).
Obat – obatan inhalasi diberikan sebagai uap melalui saluran nafas. Keuntungannya
adalah absorpsi yang cepat melalui paru – paru. Pemberiannya mudah dipantau dan bila perlu
setiap waktu dapat dihentikan. Obat anestesi inhalasi umumnya digunakan untuk memelihara
anestesi.
Suatu anestetik inhalasi disebut ideal bila tidak toksik pada organ, efek samping
kardiovaskular dan respirasi minimal, Efek pada system saraf pusat reversible tanpa efek
simultant, Efektif pada oksigen konsentrasi tinggi, dan digunakan pada vaporizer standar
III. OBAT ANESTESI INHALASI
A. N2O (NITROUS OXIDE)
Gas N2O pertama kali ditemukan oleh Priestley (1722), merupakan satu-satunya gas
anorganik yang dipakai dalam ilmu anestesiologi. N2O merupakan gas yang tidak berwarna,
berbau manis dan tidak iritatif. Berat molekulnya 44.02 dengan titik didih 88.4 derajat celcius.
N2O tidak mudah terbakar atau meledak
Terdapat 3 fase pengambilan N2O berdasarkan saturasi arteri:
1. 50% saturasi dalam 5 menit
2. 90% saturasi dalam 30-90 menit
11
3. Saturasi penuh dalam 5 jam
N2O hampir seluruhnya dikeluarkan melalui paru-paru, hanya sedikit yang melalui kulit,
urine, dan saluran pencernaan. N2O menimbulkan efek analgesia dan hipnotik yang lemah,
sebaiknya diberikan bersamaan dengan golongan lainnya seperti diazepam. N2O relative aman
untuk jantung dan pernafasan, maupun pencernaan.
Pemakaian O2 minimal berbarengan dengan O2 dapat mencegah kejadian yang disebut
hipoksia difusi, dimana N2O bersifat mendesak oksige dalam tubuh. Hal ini sering terjadi
swwaktu fase pemulihan dimana pasien bernafas dengan udara normal, sejumlah besar N2O
akan masuk ke alveoli dan mendesak O2 di alveoli sehingga terjadi hypoxia. Hal ini dapat
ditanggulangi dengan pemberian O2 beraliran tinggi beberapa menit setelah anestesi.
Penggunaan N2O : O2 umumnya = 60% : 40%, 70% : 30%, 50% : 50%.
B. HALOTHANE
Halothane dibuat pertama kali oleh C.W. Suckling di tahun 1951, merupakan zat anestesi
yang sangat poten dan tidak berwarna, dapat meningkatkan tekanan intra kranial serta dapat
menyebabkan relaksasi uterus. Halothane dapat menimbulkan terjadinya halothane hepatitis,
terutama bila obat ini diberikan dalam jangka waktu pendek (pemberian berkali-kali dalam
jangka waktu pendek). Induksi dan pemulihan cepat tidak menyebabkan iritasi, tidak
mengakibatkan mual, dan berefek bronchodilator. Mendepresi jantung, menyebabkan
vasodilatasi, aritmia, mengiritasi miokard bila ada epineprin. Obat ini dimetabolisme di hepar
sebanyak 20-45%. Halothane adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan bening tak berwarna
yang mudah menguap dan berbau harum.
12
Indikasi dari halotan ialah Untuk induksi anestesi dan maintenance pada anak-anak dan
dewasa bersama-sama dengan oxygen atau nitrous oxide 70%-oxygen. Famakologi dari halotan
pada System Cardiovascular:
1. Menurunkan tekanan arteri
2. Menimbulkan depresi langsung pada miocardium
3. Melebarkan pembuluh darah dalam otot – otot dan juga arteri coronaria
4. Blokade ganglion simpatikus
5. Depresi pusat vasomotor
6. Menimbulkan bradikardi penurunan cardiac output
7. Menimbulkan hambatan pada baroreseptor
Efek Samping
1. Sistem Pencernaan
Kelenjar liur, kelenjar lendir, dan cairan lambung tidak mengalami rangsangan oleh halothane.
Gerakan peristaltik usus dihambat oleh halothane, tapi terjadinya rasa mual dan muntah pada
masa pasca anestesi kadang-kadang hebat.
2. Susunan Syaraf Pusat
Halothane menimbulkan anestesi yang kuat pada SSP, tapi bila diberikan dalam konsentrasi
rendah daya analgesiknya rendah. Halothane meningkatkan aliran darah dalam otak dan
meningkatkan tekanan cairan cerebrospinalis.
3. Sistem Pernafasan
13
Halothane menimbulkan depresi pernafasan. Frekuensi pernafasan bertambah tapi volumenya
menurun. Bila induksi dilakukan dengan halothane dan udara biasa, tanpa oxygen, maka dapat
terjadi gangguan saturasi oxygen akibat dari hypoventilasi dan harus dilakukan nafas buatan.
Untuk mendapatkan tekanan oxygen dalam arteri yang cukup hendaknya halothane diberikan
bersama oxygen 35% atau lebih. Halothane menimbulkan pelebaran pada bronchus sebagai
akibat dari blokade pada refleks bronkhokonstriksi.
4. Sistem Otot
Relaksasi otot perut dapat dicapai dengan stadium yang cukup dalam dan otot yang pertama
mengalami relaksasi adalah otot masester pada mulut sehingga hal ini memudahkan tindakan
laringoskopy.
· 5. Uterus
Halothane dapat menimbulkan atonia uteri dan pendarahan post partum jika digunakan dalam
kasus obstetrik. Hal ini membahayakan dan jangan menggunakan halothane dalam kasus
obstetrik, namun untuk tindakan versi extraksi halothane sangat memuaskan. Halothane,
walaupun diberikan hanya dalam konsentrasi 0,5% dapat menimbulkan perdarahan yang banyak
pada tindakan curretage uterus, bahkan sewaktu diberikan oxytocin sekalipun.
· 6. Liver
Adanya pengaruh dari halothane yang menyebabkan terjadinya ”halothane-hepatitis”.
Terjadinya ikterus yang sehubungan dengan anestesi halothane adalah hepatocellular. Para ahli
sepakat untuk tidak memberikan anestesi halothane secara berulang sebelum lewat 28 hari, dan
14
bila ditemukan ikterus pasca anestesi halothane, hal ini dianggap sebagai kontraindikasi untuk
waktu yang akan datang.
Beberapa teori dari mekanisme terjadinya ”halothane-hepatitis’ yaitu :
1. Oxidase metabolit halothane dapat mempengaruhi antigenitas dari membran
hepatocyte, yang mengakibatkan rusaknya immunology antibody.
2. Faktor genetic dapat mempengaruhi produksi antibody.
3. Produk dari metabolisme reduktif dapat menimbulkan keracunan langsung.
7. Ginjal
Halothane akan menurunkan aliran darah ke ginjal dan menurunkan filtrasi glomerolus
sehingga produksi urine menurun, ini semua akibat dari hypotensi yang terjadi oleh pengaruh
halothane.
METABOLISME DARI HALOTHANE
Suatu percobaan pada tikus yang diberi suntikan halothane secara intravena menunjukkan
terjadinya penumpukan halothane dalam liver. Pada penyuntikan ulangan ditemukan peningkatan
yang cepat dari konsentarsi halothane dalam liver, hal ini menujukkan terjadinya rangsangan dari
sistem induksi enzym. Kenyataan yang terjadi pada manusia adalah metabolisme enzym terjadi
dengan terbentuknya trifluoracetylethanolamide-chlorobromodofluoroethylene, bromide,
chloride dan trifluoroacetic acid dalam urine. Yang terakhir ini merupakan hasil metabolisme
oxidasi utama dari halothane dan relatif non toksik. Motabolit akan dikeluarkan dari tubuh dalam
waktu yang lambat, sampai 3 minggu baru bisa terbebas.
15
EFEK HORMONAL
Terjadi peningkatan kadar hormon pertumbuhan di dalam plasma selama anestesi dengan
halothane, respon adrenocortical muncul melalui rangsangan kelenjar pituitrin anterior. Serum
thyroxine juga meningkat, tetapi hormon thyroid stimulating dari pituitrin tidak meningkat, tetapi
sensitifitas pasien terhadap insulin itu meningkat, maka bila ada pasien diabetes yang mendapat
insulin menjalani anestesi dengan halothane harus hati-hati karena dapat terjadi hypoglicaemia
yang hebat.
Kerugian dari halotan sendiri adalah kekuatan dari obat ini sangat kuat sehingga mudah
terjadi over dosis, Daya analgesiknya rendah , Dapat menimbulkan relaksasi uterus dan resiko
perdarahan yang hebat pada kasus-kasus obstetrik, Menimbulkan hypotensi, yang mungkin tak
diduga menjadi berat, Kemungkinan toksis pada liver terutama pada pemberian berulang , dan
Dapat menimbulkan menggigil pasca anestesi yang kadang-kadang menjadi hebat. Meskipun
terdapat sederet efek halotan, halotan masih sering digunakan dikarenakan keuntungannya, yaitu:
induksi cepat dan halus, tidak mengiritasi saluran nafas, dapat menimbulkan pelebaran bronkhus
serta vasodilatasi, dan proses pemulihan relative cepat.
Induksi diberikan bersama oxygen atau nitrous oxide70%-oxygen mulai dari konsentrasi
0,5% dan secara bertahap dinaikkan sampai konsentrasi 2-4%. (terutama pada anak-anak).
Alternatif lain dapat diberikan obat barbiturat yang bekerja cepat dengan dosis hypnosis secara
intravena, tetepi penyuntikan dilakukan secara perlahan-lahan karena efek depresi pada system
cardiovaskuler dan pernafasan dari obat ini menjadi lebih kuat bila diberikan terlalu cepat, atau
obat anestesi intravena yang lain, dan kemudian dilanjutkan dengan inhalasi halothane-oxygen
atau halothane – N2O 70%-oxygen dengan konsentrasi sampai 2-4%. Untuk mempertahankan
16
stadium anestesi bedah konsentrasi halothane diturunkan menjadi 0,5 - 2,0% bersama oxygen
atau N2O 70%.
Recovery dari anestesi dengan halothane terjadi cukup cepat. Terjadinya rasa mual dan
muntah pada masa pasca bedah / anestesi kadang-kadang hebat, maka harus dilakukan
pengawasan dan perawatan yang seksama untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat muntah
(umpamanya : aspirasi ), terutama pada pasien yang waktu puasa pra bedah tidak cukup, kurang
dari 8 jam (dewasa), seperti pada kasus bedah akut.
Selain daripada itu pengamatan atau monitoring harus dilakukan sesuai standar monitoring.
Terjadinya menggigil pada masa pasca bedah sering terjadi pada anestesia dengan
halothane. Ini ada hubungannya dengan meningkatnya tonus otot secara menyeluruh baik yang
bersifat sementara atau menetap. Seringkali hal ini juga ada hubungannya dengan turunnya suhu
badan pasien selama pembedahan. Untuk mencegah hal ini dapat diberikan uap hangat ke dalam
sirkuit pernafasan selama pembedahan.
PEMBERIAN HALOTHANE
Tergantung dari system dan teknik anestesi yang akan digunakan, maka pemberian
halothane itu dapat dilakukan seperti berikut :
1. High Gas Flow System
Sistem ini menimbulkan penghamburan halothane dan polusi ruangan dengan uap
halothane, namun banyak praktisi yang menyukai system ini karena diangap lebih aman
daripada system semi closed atau closed system, karena konsentrasi halothane yang
diberikan itu sama seperti yang ditunjuk dalam vaporizer.
17
2. Low Gas Flow System dengan Rebreathing
Halothane dapat diberikan dengan system ”to-and-fro” atau system ”circle
absorbtion” baik semi-closed maupun closed system. Para Praktisi telah melakukan
teknik ini dengan memberikan aliran oxygen murni 1 liter/menit dengan konsentrasi
halothane 2 – 3 % itu memberikan hasil yang memuaskan untuk maintenance anestesi.
Cara ini lebih ekonomis dan tidak menimbulkan polusi.
C. ENFLURANE
Obat anestesi inhalasi yang relative baru, ditemukan pada tahun 1966 di Amerika.
Enflurane berbentuk cairan, mudah menguap dan berbau enak. Berat molekul 184. Titik didih
56.5 derajat celcius. MAC 1.68.
Merupakan anestetika yang poten, dapat mendepresi SSP sehingga menimbulkan efek
hipnotik. Sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan epilepsy karena pada konsentrasi
inspirasi 3% dapat timbul perubahan pada EEG yang disebut “epileptiform”. Pada anestesi
dalam dapat menimbulkan penurunan tekanan darah karena deoresi pada miokardium. Aritmia
jarang terjadi. Pada system pernafasan, dapat mendepresi ventilasi pulmoner dengan menurunkan
volume tidal dan dapat meningkatkan laju nafas.
Enflurane jika digunakan bersamaan dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi dapat
meningkatkan aktivitas obat tersebut. Penggunaan enfluran pada operasi SC relative aman pada
konsentrasi rendah (0.5-0.8%) tanpa menimbulkan depresi pada fetus, tetapi tetap harus berhati-
hati pada pemakaian dengan konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan relaksasi pada otot
uterus. Enflurane juga aman digunakan pada pasien dengan penyakit hati maupun ginjal, serta
obat ini juga jarang menimbulkan mual dan muntah. Masa pemulihannya juga cepat.
18
D. ISOFLURANE
Isoflurane suatu obat anestesi volatile yang induksinya cepat dan pemulihannya cepat,
tidak iritasi dan tidak menimbulkan sekresi. Seperti halnya halotan dan enfluran, Isoflurane
berefek bronkhodilator, tidak menimbulkan mual-muntah, dan bersifat kompatibel dengan
epineprin. Efek penurunan tekanan darah sama besarnya dengan halotan, hanya berbeda dalam
mekanisme kerjanya. Isoflurane menurunkan tekanan darah terutama dengan vasodilatasi perifer
dan hampir tidak mendepresi miokardium. Indikasi isoflurane adalah Untuk inhalasi umum
inhalasi baik sebagai induksi maupun maintenance anestesi.
Kontraindikasi isoflurane ialah sensitive terhadap obat anestesi halogen, diketahui atau
dicurigai mudah mengalami demam yang hebat (malignant hyperthermia), serta pernah
mendapat anestesi isoflurane atau obat halogen lainnya dan terjadi ikterus atau gangguan fungsi
hepar atau eosinophilia pada masa pasca anestesi, kasus obstetric.
Isoflurane Mempunyai tekanan uap sekitar 238 mm Hg pada 20 ºC dan mendidih pada
48,5 ºC(760 mm Hg tekanan atmofer). Dalam hal ini isoflurane serupa dengan anestetik volatil
lainnya dan dapat diberikan melalui vaporisator standar. Isoflurane Memiliki MAC dalam
oksigen sebesar 1,15% atm dan dalam 70 % oksida nitrosa sebesar 0,5 %. Koefisien partisi
darah/gas adalah 1,4. Kelarutan yang menengah dalam darah ini dikombinasi dengan potensi
yang tinggi berarti suatu induksi anestesia yang cepat. Setelah pemberian 30 menit ratio
konsentrasi alveoler terhadap konsentrasi yang diinspirasi adalah 0,73. Dosis Isoflurance 1,15 %
dalam oksigen murni, dan menjadi 0,5 % bila diberikan bersama Nitrous Oxide 70 % dalam
oksigen. Isoflurane harus diberikan menggunakan vaporizer.
19
Obat anticholinergis seperti sulfas atropin mungkin diperlukan untuk mendapatkan efek
depresi pada sekresi saliva dan lendir saluran nafas, tapi mungkin meningkatkan efek isoflurane
yang lemah untuk meningkatkan denyut jantung. Isoflurane memiliki bau yang sedikit
menyengat maka bila digunakan sebagai induksi sebaiknya dimulai dengan konsentrasi 0,5%.
Konsentrasi 1,30 – 3,00 % biasanya akan membawa kedalam stadium anestesi pembedahan
dalam waktu 7 - 10 menit. Dianjurkan agar induksi sebaiknya menggunakan obat barbiturat yang
bekerja cepat dengan dosis hipnosis atau propofol atau midazolam untuk menghindari terjadinya
batuk dan spasme laring selama induksi bila induksi hanya dengan isoflurane dan oxygen atau
isoflurane dan nitrous oxide 70 %.
Tekanan darah mungkin sedikit menurun selama induksi tetapi hal ini akan kembali
normal setelah terjadi stimulasi pembedahan. Stadium anestesi pembedahan dapat dipertahankan
dengan memberikan konsentrasi isoflurane diberikan hanya dengan oxigen 100 % atau dengan
Nitrous Oxide kurang dari 70 %, maka konsentrasinya ditambah 0,5 – 1,00 %,
selama maintenance dapat terjadi penurunan tekanan darah yang ada hubungan dengan
kedalaman anestesi, semakin lebih dalam stadium anestesi semakin besar penurunan tekanan
darahnya. Bila tidak ada faktor lain yang menyebabkan penurunan tekanan darah, terjadi
hypotensi ini ádalah akibat dari terjadinya vasodilatasi perifer.
Kedalaman anestesi yang berlebihan dengan tanda-tanda penurunan tekanan darah yang
banyak dapat diatasi dengan menurunkan konsentrasi isoflurane. Konsentrasi isoflurane dapat
dikurangi menjadi 0,5 % pada saat mulai penjahitan kulit luka bedah, lalu 0 % pada akhir
penjahitan luka bedah. Bila digunakan obat pelemas otot dan efeknya masih ada maka harus
dilakukan pemulihan fungsi otot sehingga pasien bernafas spontan secara adekuat dan diberikan
oxigen murni sampai kesadaran pulih penuh.
20
Efek samping dari isoflurance antara lain adalah Hypotensi, Depresi pernafasan,
Arrythmia, Kenaikan leukosit, Menggigil, Rasa mual dan muntah, Kenaikan denyut nadi yang
ringan,Broncospasme, Gangguan fungsi hepar.
E. DESFLURANE
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat absorben dan
tidak korosif untuk logam. Karena sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk desfluran.
Dengan struktur yang mirip isofluran, hanya saja atom klorin pada isofluran diganti oleh fluorin
pada desfluran, sehingga kelarutan desfluran lebih rendah (mendekati N2O) dengan potensi yang
juga lebih rendah sehingga memberikan induksi dan pemulihan yang lebih cepat dibandingkan
isofluran (5-10 menit setelah obat dihentikan, pasien sudah respons terhadap rangsang verbal).
Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat atau bedah rawat jalan. Desfluran
bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak
digunakan untuk induksi. Desfluran bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi
lain, tapi 17 kali lebih poten dibanding N2O.
Efek terhadap kardiovaskular desfluran mirip dengan isofluran, hanya saja tidak seperti
isofluran, desfluran tidak meningkatkan aliran darah arteri koroner. Efek terhadap respirasi
adalah penurunan volume tidak dan peningkatan laju napas. Secara keseluruhan terdapat
penurunan ventilasi alveolar sehingga terjadi peningkatan PaCO2. Efek terhadap SSP adalah
vasodilatasi pembuluh darah serebral, sehingga terjadi peningkatan TIK, serta penurunan
konsumsi oksigen oleh otak. Tidak ada laporan nefrotoksik akibat desfluran, begitu juga dengan
fungsi hati.
21
Desfluran memiliki kontraindikasi berupa hipovolemik berat, hipertermia malignan, dan
hipertensi intrakranial. Desfluran juga dapat meningkatkan kerja obat pelumpuh otot
nondepolarisasi sama halnya seperti isofluran.
F. SEVOFLURANE
Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin. Peningkatan
kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi yang
cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam
50% kombinasi N2O dan oksigen dapat dicapai dalam 1-3 menit.
Sevofluran dapat menurunkan kontraktilitas miokard, namun bersifat ringan. Resistensi
vaskular sistemik dan tekanan darah arterial secara ringan juga mengalami penurunan, namun
lebih sedikit dibandingkan isofluran atau desfluran. Belum ada laporan mengenai coronary
steal oleh karena sevofluran. Agen inhalasi ini dapat mengakibatkan depresi napas, serta bersifat
bronkodilator. Efek terhadap SSP adalah peningkatan TIK, meski beberapa riset menunjukkan
adanya penurunan aliran darah serebral. Kebutuhan otak akan oksigen juga mengalami
penurunan. Efeknya terhadap neuromuskular adalah relaksasi otot yang adekuat sehingga
membantu dilakukannya intubasi pada anak setelah induksi inhalasi. Terhadap ginjal, sevofluran
menurunkan aliran darah renal dalam jumlah sedikit, sedangkan terhadap hati, sevofluran
menurunkan aliran vena porta tapi meningkatkan aliran arteri hepatik, sehingga menjaga aliran
darah dan oksigen untuk hati.
Enzim P-450 memetabolisme sevofluran. Soda lime dapat mendegradasi sevofluran menjadi
produk akhir yang nefrotoksik. Meski kebanyakan riset tidak menghubungkan sevofluran dengan
gangguan fungsi ginjal pascaoperasi, beberapa ahli tidak menyarankan pemberian sevofluran
22
pada pasien dengan disfungsi ginjal. Sevofluran juga dapat didegradasi menjadi hidrogen
fluorida oleh logam pada peralatan pabrik, proses pemaketannya dalam botol kaca, dan faktor
lingkungan, di mana hidrogen fluorida ini dapat menyebabkan luka bakar akibat asam jika
terkontak dengan mukosa respiratori. Untuk meminimalisasi hal ini, ditambahkan air dalam
proses pengolahan sevofluran dan pemaketannya menggunakan kontainer plastik khusus.
Sevofluran dikontraindikasikan pada hipovolemik berat, hipertermia maligna, dan hipertensi
intrakranial. Sevofluran juga sama seperti agen anestetik inhalasi lainnya, dapat meningkatkan
kerja pelumpuh otot.
23
G. ETHYL CHLORIDA
Cairan tidak berwarna, bau eter, mudah terbakar dengan konsentrasi 4-14%, bisa juga
untuk anestesi lokal (spray), ekskresi melalui paru, batas keamanan sempit. DIgunakan
24
sebagai induksi pada pemakaian Ether open drop. Jika digunakan berbarengan dengan
adrenalin bisa muncul iritabilitas. sering digunakan pada operasi ekstraksi gigi, tetapi dapat
mendepresi otot jantung sehingga menyebabkan aritmia. Sering menyebabkan mual dan
muntah pasca anestesi. Cepat induksi dan waktu pemuihannya
H. ETHER
Zat yang tidak berwarna dan bersifat volatile. Memiliki bau khas yang merangsang
dengan MAC 1,92. Cenderung mudah untuk terbakar dan meledah. Dikarenakan mudahnya
terurai dengan udara bebas, makan penyimpanan sebaiknya tertutup. Kerjanya
mempengaruhi pelepasan katekolamin sehingga menyebabkan tekanan darah dan nadi yang
meningkat. Jarang terjadi aritmia, sehingga aman jika digunakan bersama adrenalin. Pada
system respirasi, ether meningkatkan sekresi kelenjar ludah dan bisa iriatatif sehingga
menimbulkan batuk dan spasme.
Dapat menyebabkan efek hipersekresi, tetapi dapat ditangani dengan pemberian sulfas
atropine dalam premedikasi. Memiliki efek samping mual dan muntah, tetapi bisa ditangani
oleh pemberian obat anti emetic saat premedikasi. Ether juga meningkatkan tekanan
intracranial sehingga bisa terjadi dilatasi pada otak. Hati-hati pada pasien dengan diabetes
mellitus karena dapat meningkatkan glikogenolisis.
Ether ialah muscle relaxant yang amat baik, ether ialah satu-satunya obat yang memiliki
Trias Anestesi. Keuntungannya juga selain harganya yang relative murah, ether mudah
dibawa kemana-kemana dan bisa digunakan tanpa oksigen.
25
IV. MINIMAL ALVEOLAR CONCENTRATION (MAC)
Efek farmakodinamik gas inhalasi didasarkan atas dosis. Dosis ini disebut dengan
konsentrasi alveolar minimal (MAC). MAC adalah konsentrasi minimal alveoli pada tekaan 1
atm yang dapat mencegah pergerakan pada 50% pasien ketika dilakukan stimulus pembedahan.
Dalam penelitian, dikatakan sangat mustahil bagi pasien untuk sadar dan mengingat saat
dilakukan insisi pada konsentrasi anestetika diatas, meskipun pada pasien-pasien yang
kebutuhan MAC nya meningkat. Konsentrasi gas inhalasi untuk menghilangkan kesadaran dan
ingatan ialah sekitar 0,4-0,5 MAC.
Nilai MAC dapat diukur dalam beberapa keadaan:
1. MAC-awake, MAC dimana pasien masih dapat membuka mata dengan
perintah, bervariariasi antara 0,15 – 0,5 MAC. Sementara untuk membuat pasien
tidak sadar dibutuhkan MAC 0,4 – 0,5 MAC, tetapi 0,15 MAC untuk
mengembalikan kesadaran. Hal ini dikarenakan perbedaan kecepatan alveolar
memasukkan dan mengekuarkan gas.
2. MAC-BAR, konsentrasi alveoli dimana dapat menumpulkan respon adrenergic
terhadap stimulus noksius, besarnya kira-kira 50% lebih besar dari MAC
standar.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan MAC:
1. Peningkatan level neurotransmitter sentral
2. Hipertermi dan hipernatremia
26
3. Penggunaan alcohol kronik
Faktor-faktor yang menurunkan MAC:
1. Bertambahnya umur (MAC tertinggi pada usia 6-12 bulan), menurun seiringnya
bertambah usia.
2. Asidosis metabolic
3. Hipoksia (PaO2 < 38mmHg)
4. Hipotensi kendali (MAP <50mmHg)
5. Penurunan kadar neurotransmitter sentral: hipotermi, kehamilan)
27
V. MESIN DAN PERALATAN ANESTESI
Fungsinya untuk menyalurkan gas atau campuran gas anestetik yang aman ke
rangkaian sirkuit anestetik kemudian dihisap oleh pasien dan membuang sisa campuran
gas dari pasien. Mesin anestesi yang aman dan idea adalah sebagai berikut:
1. Dapat menyalurkan gas anestetik dengan dosis tepat
2. Ruang rugi minimal
3. Mengeluarkan Co2 dengan efisien
4. Bertekanan rendah
5. Kelembapan terjaga dengan baik
6. Penggunaannya mudah dan aman
Komponen dasar mesin anestesi terdiri dari:
1. Sumber O2, N2O dan udara tekanan
2. Monitor tekanan gas
3. Valve penutup tekanan gas
4. Meter aliran gas
28
5. 1 atau > vaporizer
6. Lubang keluar campura gas
7. Kendali O2 darurat
Yang perlu diperhatikan:
1. Periksa mesin dan perlaatan kaitannya secara visual apa ada kerusakan atau
tidak apakah rangakain sambungannya benar.
2. Periksa vaporizer apakah sudah terisi obat serta kebocorannya
3. Periksa sambungan gas atau pipa gas
4. Periksa aliran meter gas apakah berfungsi dengan baik
5. Periksa alira O2 dan N2O
Sirkuit anestesi umumnya terdiri dari:
1. Sungkup muka, sungkup laring atau pipa trakea
2. Katup ekspirasi dengan per atau gas
3. Bag
4. Pipa
5. Tempat masuk campuran gas anestetik dan O2.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Anestetik Inhaasi dalam buku: PEtunjuk Praktis
Anestesiologi edisi kedua, penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Jakarta, 2002.
2. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Inhalation Anesthesia on: Clinical Anesthesia,
2002.
3. Gunawan, SG. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru, 2007
4. Mangku, Gde, Senapathi, Tjokorda GAS. Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta: Indeks
Jakarta, 2010.
5. Wargahadibrata, Himendra A. Anestesiologi Untuk Mahasiswa Kedokteran. Bandung:
Saga Olahcitra, 2011.
6. Soenarjo, Jatmiko, Heru D. Anestesiologi. Semarang: Ikatan DOkter Spesialis Anestesi
dan Reanimasi. 2010.
7. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Departemen Anestesiologi dan
Intensive Care. FKUI/RSCM: 2010.
8. Mangku G. Anestesi Inhalasi dalam buku Standar Pelaynan Tatalaksana Anestesia-
Analgesia dan Terapi Intensif. FK UNUD 2000.
31