referat vur (dr.besut) fixx5-1123
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Vesico Ureteral Reflux (VUR) adalah penyebab kelima yang paling umum
dari insufisiensi ginjal kronis pada anak-anak (Chemaly et al, 2015). Dari 1,1 juta
penderita ISK bawah 18 tahun ditemukan sebanyak 25.000 anak yang
berkunjung ke urolog untuk evaluasi dan pengobatan VUR. Keadaan ini dapat
dijumpai pada 1% bayi neonatus sehat. Prevalensi VUR berkisar antara 1-3%
dari seluruh populasi anak. Bayi perempuan 5-6 kali lebih banyak menderita VUR
dari pada laki-laki. Dengan bertambahnya usia, insidensi penyakit ini semakin
menurun (Purnomo, 2011).
VUR diperkirakan terjadi pada 38% apabila terdapat hidronefrosis yang
berat ata u anomali urological dari pasien-pasien dengan ISK bagian atas.
Beberapa ahli mengatakan bahwa angka kejadian VUR pada pyelonefritis
sebanyak 22% sampai 52%. Angka kejadian VUR lebih tinggi pada anak-anak
dengan ISK yaitu, 30-70%, anak-anak tanpa ISK 0,5-1%. Saat ini, kejadian
hidronefrosis akibat VUR berkisar 17-37% dari bayi prenatal
Salah satu penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah VUR, untuk
sampai saat ini belum ada data-data mengenai insiden VUR pada umumnya dan
pada khususnya di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA). Karena dalam sebagian
besar kasus, refluks pada anak didiagnosis secara tidak sengaja selama evaluasi
ISK. VUR dapat juga terdiagnosa akibat konsekuensinya, yaitu hipertensi,
insufisiensi ginjal atau pertumbuhan yang terhambat (William et al, 2008). Oleh
karena itu, pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai data-data insiden
VUR yang terjadi di RSSA.
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dan epidemiologi VUR?
2. Apa etiologi dan faktor resiko VUR?
3. Bagaimana patofisiologi VUR?
4. Bagaimana cara mediagnosis VUR?
5. Bagaimana management VUR?
6. Apa komplikasi dan prognosis dari VUR?
7. Bagaimana data VUR di RS Saiful Anwar Malang?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dan epidemiologi VUR
2. Mengetahui etiologi dan faktor resiko VUR
3. Mengetahui patofisiologi VUR
4. Mengetahui cara mediagnosis VUR
5. Mengetahui management yang tepat pada kasus VUR
6. Mengetahui komplikasi dan prognosis yang dapat terjadi pada kasus
VUR
7. Mengetahui data VUR di RS Saiful Anwar Malang
BAB II
2
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Vesico ureteral refluks (VUR) adalah aliran balik (retrograde) urin dari
kandung kemih ke saluran kemih bagian atas akibat adanya gangguan pada
persimpangan vesiko ureter atau vesicoureteral junction (Winata dan
Hilmanto, 2009). Persimpangan vesiko ureter dalam keadaan normal
bertindak seperti katup satu arah, yang memungkinkan aliran urin dari ureter
ke dalam kandung kemih dan mencegah aliran balik. Fungsi katup ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya panjang ureter submukosa,
lebar ureter, otot-otot trigonum dan ureter serta koordinasi peristaltik ureter.
Apabila terjadi kelainan yang mempengaruhi faktor-faktor tersebut maka
akan menimbulkan gejala klinik VUR (Tekgul et al, 2008).
Penyebab VUR dibagi menjadi yaitu VUR primer dan VUR sekunder.
VUR prime terjadi akibat anomali kongenital dari persimpangan vesiko ureter
dengan dasar genetik, sedangkan VUR sekunder disebabkan oleh obstruksi
anatomi atau fingsional kandung kemih, atau akibat inflamasi (Akbar dan
Rodjani, 2010).
2.2. Epidemiologi
Studi epidemiologi dengan menggunakan voiding cystourethrography
(VCUG) melaporkan bahwa VUR dijumpai pada 1% pada neonatus, bayi,
dan anak-anak. Anak-anak kulit putih 10 kali lebih sering terjadi VUR
dibandingkan anak-anak kulit hitam. Bayi perempuan 5-6 kali lebih banyak
menderita VUR dari pada laki-laki. Insiden menurun dengan meningkatnya
usia pasien. Refluks ditemukan pada pasien tertentu seperti orang-orang
yang mempunyai riwayat hidronefrosis atau pasien ISK yang memiliki
riwayat keluarga VUR. Bayi yang menderita ISK 30-70% menderita VUR
(Chemaly et al, 2015). Dikatakan bahwa refluks urin ke ginjal yang disertai
dengan infeksi, menyebabkan jaringan parut pada ginjal. Namun
pembentukan parut ginjal dapat dicegah atau diperkecil, jika infeksi diobati
pada fase akut, yakni dalam minggu pertama. Dikatakan pula bahwa 30-50%
anak menderita kelainan ini ginjalnya akan mengalami perubahan menjadi
jaringan parut (renal scarring). Saudara kandung dari pasien VUR, 45%
mempunyai kemungkinan penyakit yang sama, jika dibandingkan dengan
3
populasi usia pediatri hanya 1% kemungkinan menderita refluks (Purnomo,
2011)
Dari 1,1 juta penderita ISK bawah 18 tahun ditemukan sebanyak
25.000 anak yang berkunjung ke urolog untuk evaluasi dan pengobatan
VUR. Saat ini, kejadian hidronefrosis akibat VUR berkisar 17-37% dari bayi
prenatal. VUR adalah penyebab kelima yang paling umum dari insufisiensi
ginjal kronis pada anak-anak. Insiden VUR pada anak-anak dan orang
dewasa muda dengan gagal ginjal stadium akhir (insufisiensi ginjal kronis)
yang mengharuskan terapi (dialisis atau transplantasi) adalah sekitar 6%.
VUR memiliki komponen genetik yang pasti (Chemaly et al, 2015).
2.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab dari VUR dibagi menjadi dua, yaitu penyebab primer dan
penyebab sekunder. Dikatakan primer bila terdapat kelainan kongenital pada
mekanisme katup vesikoureter, sedangkan dikatakan sekunder bila terdapat
perubahan faktor-faktor anatomi dan fungsi mekanisme katup tersebut
(Tekgul et al, 2008)
Penyebab primer, yaitu:
1. Bagian ureter yang berada di intravesika (intramural) sangat pendek
atau bahkan tidak dijumpai, sehingga tidak berfungsinya otot detrusor
dalam ikut mencegah aliran balik urine.
2. Letak orifisium ureter yang terlalu di sebelah lateral (lateralisasi).
3. Bentuk (konfigurasi) orifisium ureter abnormal (muara ureter berbentuk
stadium, tapal kuda, atau golf hole).
Sedangkan untuk penyebab sekunder, antara lain:
1. Sistitis atau Infeksi Saluran Kemih
2. Obstruksi (bladder outlet obstruction) klep uretra posterior pada anak
lelaki
3. Instabilitas detrusor
4. Duplikasi sistem pelvikalises
5. Divertikulum para vesika (Hutch) (Purnomo, 2011).
4
2.4. Patofisiologi
VUR dapat dibagi menjadi dua kategori : primer dan sekunder. VUR
primer terkait dengan incompetent ureterovesical junction (UVJ) dengan
kegagalan penutupan oleh kompresi kandung kemih selama mengisi. VUR
primer, anak lahir dengan ureter yang tumbuhnya tidak cukup panjang
selama perkembangan anak dalam rahim. Katup dibentuk oleh ureter
menekan berlawanan dengan dinding kandung kemih tidak menutup dengan
benar, sehingga refluks urin dari kandung kemih ke ureter dan ginjal bisa
terjadi. Penelitian mengungkapkan rasio normal antara panjang ureter
intravesical dengan diameternya adal ah sekitar 5:1. Rasio yang lebih
rendah bisa menyebabkan terjadinya reflux urin dari kandung kemih ke
saluran kemih atas (Chemaly et al, 2015).
VUR sekunder terjadi karena penyumbatan pada saluran kemih
yang menyebabkan peningkatan tekanan dan mendorong urin kembali ke
ureter. Anak-anak dengan VUR sekunder sering memiliki bilateral refluks.
Refluks sekunder berasal dari anomali yang mempengaruhi integritas ureter
atau dinamika fungsional kandung kemih. Ureter yang dilated dengan
perubahan otot (sindrom Prune-Belly dengan VUR pada 75%), bladder outlet
obstructions (BOO) (70%), ureterocele pada pasien wanita, masalah
neurofunctional kandung kemih, disfungsi saluran kemih bawah (LUTS)
seperti dysfunctional voiding atau dysfunctional elimination syndrome
menyebabkan refluks sekunder (Chemaly et al, 2015).
2.5. Manifestasi Klinik
Kasus VUR dengan hidronefrosis intrauterin biasanya bersifat
asimtomatik. Manifestasi klinis pada neonatus berupa gangguan pernafasan,
muntah berulang, gagal ginjal, masa di abdomen, asites akibat urin, gagal
tumbuh dengan atau tanpa demam. Anak yang lebih tua akan bermanifestasi
dalam bentuk gejala-gejala ISK seperti urgensi, miksi yang frekuen, rasa
tidak puas setelah miksi, disuri, nyeri abdomen, enuresis nokturnal dan
diurnal, bisa terjadi gagal tumbuh dan gangguan gastrointestinal seperti mual
muntah (Nelson, 2008).
5
2.6. Diagnosis
Diagnosis VUR ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, pencitraan dan pemeriksaan penunjang lainnya.
2.6.1 Anamnesis
Anak-anak yang berusia lebih tua dapat ditemukan dengan gejala
yang tidak khas untuk ISK seperti muntah, diare, anoreksia, dan letargi.
Urgensi, frekuensi, disuria, nokturnal dan enuresis diurnal merupakan gejala
khas yang sering muncul pada anak-anak dengan ISK. Anak-anak juga
dapat mengeluhkan nyeri perut disertai nyeri tekan pada daerah pinggang.
Bila keluhan disertai dengan demam maka akan menambah kecurigaan
terjadinya pielonefritis, namun hal ini belum cukup untuk dignosa dari
pielonefritis. Sehingga untuk diagnosa pielonefritis dibutuhkan suatu metoda
pemeriksaan lebih lanjut lagi. Gejala lain yang berhubungan ISK adalah
gagal tumbuh dan gangguan saluran cerna (Nelson, 2008).
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pasien yang diduga mengalami VUR pada inspeksi dapat terlihat
perut yang membuncit. Pada palpasi bimanual dapat timbul keluhan nyeri
tekan dibawah arkus kosta dan pada beberapa kasus ditemukan
pembesaran ginjal. Bila hasil palpasi bimanual pasien merasakan nyeri,
maka tidak dilanjutkan ke pemeriksaan perkusi. Pada pemeriksaan perkusi
di sudut kostovertebra dapat diketahui adanya pemebesaran ginjal dengan
hasil yang lebih akurat dari palpasi (Purnomo, 2011; Nelson, 2008)
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
2.6.3.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium urin lengkap, kultur urin, pemeriksaan
hitung sel darah lengkap. Pada bayi neonatus yang diketahui menderita
hidronefrosis antenatal ataupun post natal, harus dilakukan pemeriksaan
urinalisis dan kultur urine, untuk menyingkirkan adanya ISK (Purnomo,
2011). Pemeriksaan urinalisis bertujuan untuk mengevaluasi jumlah leukosit
6
dan bakteri yang ada, dari pemeriksaan ini dapat diketahui ada tidaknya
suatu proses infeksi pada pasien ini.
Diagnosa pasti dari ISK tergantung pada hasil pemeriksaan kultur
cairan urin. Cara pengambilan spesimen cairan urin yang standar adalah
melalui aspirasi suprapubik. Namun prosedur ini jarang dilakukan di dalam
praktek klinis sehari-hari. Cara pengambilan spesimen yang lain adalah
kateterisasi uretral yang dapat memberikan spesifisitas yang lebih baik, hasil
akan bermakna secara klinis bila ditemukan lebih dari 1.000 Colony-Forming
Unit (CFU)/mL. Pada anak-anak yang sudah pandai berkemih sendiri dapat
dilakukan pengambilan spesimen cairan urin aliran-tengah (mid-stream)
untuk kultur. Hasil akan bermakna apabila ditemukan 100.000 CFU/mL dari
spesimen tersebut. Cara alternatif lainnya adalah dengan pengambilan
cairan urin dari kantong urin yang paling sering dikerjakan pada bayi. Apabila
hasil yang ditemukan kurang lebih 10% dari 50.000 CFU/mL yang tumbuh
pada spesimen tersebut, maka hasil pemeriksaan tidak ada hubungannya
dengan infeksi yang terjadi (Nelson, 2008). Pemeriksaan urinalisis yang
disertai dengan faal ginjal sepeti serum creatinin dapat membantu dalam
mengevaluasi kondisi ginjal salah satunya melalui keberadaan proteinuria
yang dapat menunjukkan suatu kerusakan pada ginjal (Purnomo, 2011).
2.6.3.2 Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonografi
USG urologi untuk menilai keadaan ginjal, ureter, dan buli-buli. Pada
USG ginjal, dicari kemungkinan adanya hidronefrosis dan sekaligus
menentukan penderajatannya. Jika ditemukan hidronefrosis harus
diperhatikan ada tidaknya dilatasi uereter.
USG buli-buli dilakukan untuk menilai ketebalan dindingnya, melihat
adanya dilatasi ureter, dan mencari kemungkinan adanya ureterokel atau
ureter ektopik (Purnomo, 2011).
Kelebihan dari USG adalah dapat melakukan deteksi VUR tanpa
radiasi. Pada suatu penelitian menggunakan penyuntikan micro-bubble
sebagai suatu zat kontras didapatkan hasil sensitifitas 92% dan spesifisitas
93% bila dibandingkan dengan VCUG. Hampir sama dengan RNC
(Sistografi Radionuklida), kelemahan utama dari pemeriksaan ini adalah
7
kurangnya informasi anatomi yang tepat, dan metode ini masih digunakan
terbatas hanya untuk penelitian saja. Tujuan utama dari USG ginjal adalah
untuk menilai ukuran ginjal, ketebalan parenkim, dan dilatasi sistem saluran
kemih. USG telah menjadi pemeriksaan deteksi pilihan untuk saluran kemih,
menggeserkan penggunaan urografi IV karena tiadanya radiasi yang
digunakan, tiadanya risiko dari komplikasi zat kontras, dan merupakan teknik
yang tidak invasif. Namun USG tidak dapat mengeluarkan VUR dari
diagnosa banding, dan hanya VCUG dan RNC yang dapat melakukannya.
Sebagai tambahan, anak-anak dengan hydronephrosis prenatal harus
dievaluasi kembali setelah kelahiran. USG dilaksanakan selama 3 hari
pertama kelahiran yang dapat memiliki tingkat negatif-palsu yang tinggi,
yang dapat disebabkan oleh keadaan dehidrasi selama periode neonatal
(Nelson, 2008).
VCUG (Voiding Cysto-Urethrography)
VCUG adalah standar diagnosis VUR. Pemeriksaan VCUG harus
dikerjakan pada saat bebas infeksi, karena kalau masih terdapat infeksi,
endotoksin bakteri dan edema mukosa akan mempengaruhi fungsi klep
uretrovesika, sehingga menyebabkan dilatasi ureter dan menyebabkan
ketidakpastian diagnosis (Purnomo, 2011).
Pemeriksaan VCUG memberikan informasi anatomi secara detil dan
memberikan derajat (grade) dari VUR. Pada pemeriksaan VCUG, sebaiknya
dilakukan setelah anak sembuh dari ISK karena dapat menunjukkan hasil
yang tidak akurat. Hal ini disebabkan karena adanya paralisis dan
kelemahan dari otot ureter oleh endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri.
Informasi tambahan dari VCUG adalah dapat memberikan pencitraan uretra
yang berguna pada laki-laki untuk penilaian dari katup uretra posterior.
VCUG dapat memberikan informasi mengenai kapasitas dan proses
pengosongan VU serta dapat memberikan gambaran adanya obstruksi dari
luar saluran kemih baian bawah, seperti karena trabekula VU atau
divertikulum (Hatch, 2006).
8
Gambar 2.1 Derajat Vesicoureteral Reflux (Texas Pediatric
Surgical Associates, 2005)
Radionuclide Cystography (RNC)
Sistografi Radionuklida bertujuan untuk memantau efektifitas
pengobatan VUR secara medikamentosa, memastikan adanya
pielonefritis dengan memasukkan radiofarmaka 99M-pertechnetate ke
dalam esikoureter dan pencitraan degan suatu kamera gamma adalah
suatu prosedur pemeriksaan yang sangat sensitif untuk VUR.
Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah penggunaan dosis radiasi yang
lebih rendah dan dapat menambah sensitivitas karena dapat dilakukan
dalam jangka waktu yang lebih panjang untuk pengawasan. Kelemahan
utama adalah informasi anatomi yang kurang baik (Tekgul et al, 2008).
Reflux grade I kurang terdeteksi dengan baik oleh pemeriksaan
Sistografi Radionuklida karena ureter distal biasanya tertutup oleh
vesikoureter. Di bagian Kedokteran Nuklir RSHS Bandung derajat
penilaiandari dari pemeriksaan Sistografi Radionuklida dapat dibagi
menjadi tiga penilaian yaitu:
9
1. Derajat ringan (derajat I dan II) tampak radioaktivitas di distal
uereter.
2. Derajat sedang (derajat III) tampak radioaktivitas di sistem
pelvikalises.
3. Derajat berat (derajat IV dan V) tampak radioaktivitas berlebih
terlihat di sistem koleksi ginjal (Tekgul et al, 2008)
Skintigrafi Ginjal
Untuk mendeteksi adanya pielonefritis dan jaringan parut ginjal
akibat refluks, dengan memakai technetium Tc 99m-labeled
dimercaptosuccinic acid (DMSA). Pemeriksaan ini untuk menilai adanya
kerusakan korteks ginjal, memantau fungsi ginjal dan menentukan ada
tidaknya jaringan parut ginjal (Purnomo, 2011).
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip pengelolaan VUR adalah penegakan diagnosis sedini mugkin
dan pengawasan yang ketat selama terapi dan sesudah operasi. Tujuan
terapi adalah menjaga supaya ginjal tetap tumbuh normal dan mencegah
kerusakan parenkim (Purnomo, 2011). Rencana tatalaksana harus
mempertimbangkan usia, jenis kelamin, derajat refluks serta ada tidaknya
kelainan urologi lainnya.
2.7.1. Medikamentosa
Tujuan dari terapi konservatif adalah pencegahan terjadinya ISK yaitu
dengan pemberian antibiotik profilaksis. Pemberian antibiotika profilaksis
dosis rendah untuk mempertahankan agar urin tetap steril. Sehubungan
masih ada kemungkinan timbulnya jaringan parut baru hingga 2 tahun
setelah dimulai terapi, sebaiknya antibiotika diberikan paling sedikit sampai
periode tersebut, dengan tetap mengadakan pengawasan secara teratur
untuk menilai kemungkinan reflux sudah membaik (Purnomo, 2011).
Penggunaan antibiotik profilaksis jangka panjang hingga saat ini
masih menjadi pilihan terapi konservatif dalam pengelolaan anak-anak
dengan VUR. Beberapa antibiotik yang paling sering digunakan adalah
nitrofurantoin, kotrimoksazol, amoksisilin dan sefalosporin (Cendron, 2008).
10
Penghentian antibiotik dapat dihentikan pada kondisi : anak-anak usia
sekolah dengan VUR derajat rendah, pola berkemih normal,ginjal tanpa
hidronefrosis atau bekas luka, dan anatomi urogenital yang normal (Costers
et al, 2008).
2.7.2 Terapi Intervensi
Apabila terapi konservatif gagal, dipertimbangkan terapi
pembedahan. Tindakan intervensi untuk koreksi VUR meliputi operasi
terbuka, laparaskopi, maupun dengan cara menyuntikkan bahan tertentu
melalui sitoskopi. Bahan tersebut disuntikkan pada lapisan submukosa
sehingga membentuk penonjolan pada sebelah proksimal orifisium ureter.
Keberhasilan cara injeksi ini bervariasi tergantung pada derjat reflux
(Purnomo, 2011).
Prinsip operasi VUR adalah memperpanjang tunel submukosa ureter,
yang dapat dilakukan melalui teknik intra, maupun ekstra vesika. Teknik
tersebut aman dengan komplikasi cukup rendah dan keberhasilannya tinggi
(92-98%). Sekarang ini teknik populer adalah Lich-Gregoir, Politano-
Leadbetter, Cohen dan ureteroneosistostomi Psoas-Hitch (Purnomo, 2011).
Pembedahan pada usia yang sangat dini mempunyai resiko yang
sangat tinggi, dapat mempengaruhi fungsi buli-buli. Jika direncanakan teknik
ekstravesika, didahului dengan sistoskopi untuk menilai keadaan mukosa
buli-buli, dan posisi maupun bentuk orifisium ureter (Purnomo, 2011).
2.7.3 Follow Up
Anak anak dengan terapi pengobatan biasanya diminta untuk
kotrol setiap tahun. Dianjurkan pasien kontrol rutin setelah operasi koreksi
VUR. Yang terpenting pada pengawasan ini adalah evaluasi rutin termasuk
urinalisis dan kultur urin, pencitraan serta pengukuran tekanan darah
(Purnomo, 2011).
11
BAB III
HASIL DAN DISKUSI
3.1. Data Rekam Medik Vesicourethral Reflux dan Infeksi Saluran Kemih di
RSSA
Dalam referat ini juga akan dibahas mengenai kasus-kasus VUR
yang ada di RSSA dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Kasus VUR yang
ditemukan di RSSA dapat dikatakan jarang. Berdasarkan data dari rekam
medik yang terdapat di RSSA dari tahun 2011 hingga 2014, terdapat 5 kasus
VUR. Pada grafik di bawah ini menunjukkan jumlah pasien VUR di RSSA
pertahunnya (Gambar 1).
2011 2012 2013 20140
0.5
1
1.5
2
2.5
Jumlah kasus VUR
Jumlah kasus
Gambar 3.1 Jumlah Kasus VUR di RSSA dari Tahun 2011-2014
Dari data rekam medik RSSA tahun 2011 sehingga 2014 jumlah
kasus ISK adalah sebanyak 1668 kasus. Jumlah kasus ISK ditampilkan
untuk perbandingan karena seringkali VUR tidak dideteksi. Jumlah kasus
VUR dari jumlah kasus ISK adalah sebanyak 0,3% atau rasio sebanyak satu
kasus VUR dari setiap 333 ISK. Menurut Purnomo, 2011, dari 1,1 juta
penderita ISK bawah 18 tahun ditemukan sebanyak 25.000 anak yang
mempunyai VUR dengan persentase 2,27% atau satu kasus VUR untuk
setiap 44 kasus ISK.
12
Tahun Jumlah kasus ISK di RSSA
2011 350
2012 375
2013 438
2014 505
Total 1668
Tabel 3.1 Jumlah Kasus ISK di RSSA dari Tahun 2011-2014
2011 2012 2013 20140
100
200
300
400
500
600
Jumlah kasus ISK
Jumlah kasus
Gambar 3.2 Jumlah Kasus ISK di RSSA dari Tahun 2011-2014
Berdasarkan jenis kelamin pada kasus VUR, dari 5 kasus tersebut
didapatkan jumlah pasien laki-laki 2 orang dan jumlah pasien perempuan 3
orang (Gambar 3.3). Penemuan di RSSA ini sesuai dengan teori yang ada.
Dalam teori, VUR tampaknya menjadi 5-6 kali lebih sering terjadi pada
perempuan dibandingkan pada laki-laki.
13
Jenis kelamin
Laki-lakiPerempuan
Gambar 3.3 Perbandingan Jenis Kelamin Pasien VUR di RSSA dari Tahun 2011-2014
Studi epidemiologi dengan menggunakan VCUG melaporkan bahwa
VUR dijumpai pada 1% pada neonatus, bayi, dan anak-anak. VUR lebih
umum pada bayi laki-laki baru lahir, tapi VUR tampaknya menjadi 5-6 kali
lebih sering terjadi pada perempuan di atas usia satu tahun dibandingkan
pada laki-laki. Insiden menurun dengan meningkatnya usia pasien. Di bawah
ini adalah grafik usia pasien VUR yang datang ke RSSA. Dari data tersebut
menunjukkan usia tersering adalah usia 2 tahun sebanyak 60 % kasus dan
sisanya pada usia 3 tahun dan 20 tahun. Dari data, sering ditemukan kasus
untuk usia anak-anak namun tidak ditemukan kasus pada neonatus dan
bayi.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 200
10
20
30
40
50
60
70
Usia
Usia
Gambar 3.4 Perbandingan Usia Pasien VUR di RSSA dari Tahun 2011-2014
14
Kasus VUR dapat terbagi pada sisi unilateral atau bilateral. Ada
sebanyak satu kasus VUR yang unilateral atau 20 % jumlah kasus dan
empat kasus yang bilateral iaitu 80% kasus. Menurut Dogan et al ,2014, dari
sejumlah 398 kasus VUR, terdapat sebanyak 135 kasus VUR unilateral atau
34% kasus dan 263 kasus VUR bilateral atau 66 % kasus. Sesuai dengan
teori, jumlah kasus VUR bilateral adalah lebih banyak di banding dengan
unilateral.
Unilateral Bilateral0
0.51
1.52
2.53
3.54
4.5
Jenis VUR
Jumlah kasus
Gambar 3.5 Perbandingan Jenis Kasus VUR di RSSA dari Tahun 2011-2014
15
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Vesikoureteral reflux (VUR) merupakan penyakit yang
sering terjadi pada neonatus, bayi dan anak-anak. Namun, data yang
diperoleh dari penelitian ini tidak menggambarkan jumlah kasus VUR
yang sebenarnya di RSSA. Cara diagnosa VUR pada neonatus, bayi
dan anak-anak sering tidak diberi perhatian khusus sehingga terjadi
ISK yang merupakan komplikasi VUR tidak didiagnosa secara tepat.
4.2 SARAN
Tenaga kesehatan khususnya yang berkaitan dengan anak
harus diingatkan tentang penyakit VUR sebagai salah satu penyebab
ISK yang sering kelewatan supaya tidak terjadi komplikasi yang lebih
buruk seperti hydronephrosis.
Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak adanya data
mengenai grading VUR pada penderita. Di harapkan kedepannya
ada penelitian tentang grading VUR yang lebih lengkap buat
mengetahui prognosa dan prevalensi penyakit ini buat
penatalaksanaan VUR yang lebih baik.
16
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, N. dan Rodjani, A. 2010. The Management of Vesicoureteral Reflux in
Children, Paeditrica Indonesiana, vol 50, no. 5, hal. 1-10
Cendron, M., 2008. Review Article Antibiotic Prophylaxis in the Management of
Vesicoureteral Reflux. Advances in Urology, vol. 2008, hal 1-6
Chemaly AK, Aoun R, Feghali J, Mourani C, Moukarzel M, 2015. Mini-Review on
Pathogenesis and Diagnosis of Vesiciureteral Reflux in Children.
Urology & Nephrology Open Acces Journal 2015
Costers, M., Damme-Lombaerts, D., Levtchenko, E., Bogaert, G. 2008. Review
Article Antibiotic Prophylaxis for Children with Primary Vesicoureteral
Reflux:Where Do We Stand Today? Advances in Urology, vol. 2008, hal.
1-6
Dogan, Hasan Serkan, Bozaci, Ali Cansu, Ozdemir, Burhan, Tonyali, Senol, &
Tekgul, Serdar. (2014). Ureteroneocystostomy in primary vesicoureteral
reflux: critical retrospective analysis of factors affecting the postoperative
urinary tract infection rates. International braz j urol, 40(4), 539-545.
Diakses tanggal 16 Mei 2015, :http://www.scielo.br/scielo.php?
script=sci_arttext&pid=S1677-55382014000400539&lng=en&tlng=en.
10.1590/S1677-5538.IBJU.2014.04.14.
Hatch, D.A., Ouwenga, M.K.2006. Henkin RE (ed) Nuclear medicine. Pediatric
urology, vol. 68, hal. 1089-1107
Indriyani, S., Suarta K., 2006. Refluks Vesiko Ureter, Sari Pediatri. Vol. 8, No. 3,
December 2006:218-225
Nelson PC, Koo PH. Vesicoureteral Reflux. Updated Sep 9, 2008. Tersedia :
http://emedicine.medscape.com/article/1016439-overview.
Purnomo, B.B. 2011 Refluks Vesiko Ureter. Dasar – dasar Urologi. Ed.ke-3, hal
212-219, Sagung Seto : Malang
Tekgul, S., Riedmiller, H., Hoeboko, P., Kocvara, R., Nijman, R.J.M Radmayr, C.,
Stein, R., Dogan, H. S. 2012. EAU Guidelines on Vesicoureteal Refluxin
Children. European Urology, vol 62 hal. 534-542
17
Winata, V.I. dan Hilmanto, D. 2009. Refluks Vesiko Ureter Derajat V pada Anak
Perempuan Usia 9 tahun. Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 59, no1,
hal 29-34
Williams, G., Fletcher, J. T., Alexander, S. I., dan Craig, J.C. 2008. Vesicoureteral
Reflux. Journal American Social Nephrology, vol. 19, hal. 847-862
18