referat-spondilitis lengkap

45
BAB I PENDAHULUAN Spondilitis (spondylitis) mengacu pada rasa sakit punggung kronis dan kekakuan yang disebabkan oleh infeksi parah atau peradangan pada sendi tulang belakang. Peradangan pada tulang belakang dapat disebabkan oleh infeksi atau peradangan kronik pada jaringan di sekitar tulang belakang seperti pada ankylosis spondilitis. Ankylosis spondilitis menyerang bagian dari insersi tendon, ligamen, fascia dan jaringan fibrosa kapsul sendi. Ankylosis spondilitis dianggap sebagai penyakit rematik yang relatif jarang terjadi. Sedangkan infeksi pada tulang belakang yang sering di temukan adalah infeksi bakterial TB. Tuberkulosis merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang menyebabkan spondilisis tuberkulosa. Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. 1

Upload: bayu-mario-ginting

Post on 21-Jan-2016

360 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

spondilitis

TRANSCRIPT

Page 1: Referat-Spondilitis LENGKAP

BAB I

PENDAHULUAN

Spondilitis (spondylitis) mengacu pada rasa sakit punggung kronis dan kekakuan yang

disebabkan oleh infeksi parah atau peradangan pada sendi tulang belakang. Peradangan pada

tulang belakang dapat disebabkan oleh infeksi atau peradangan kronik pada jaringan di

sekitar tulang belakang seperti pada ankylosis spondilitis. Ankylosis spondilitis menyerang

bagian dari insersi tendon, ligamen, fascia dan jaringan fibrosa kapsul sendi. Ankylosis spondilitis

dianggap sebagai penyakit rematik yang relatif jarang terjadi. Sedangkan infeksi pada tulang

belakang yang sering di temukan adalah infeksi bakterial TB.

Tuberkulosis merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena

insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Mycobacterium tuberculosis

merupakan bakteri yang menyebabkan spondilisis tuberkulosa. Insidensi spondilitis

tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas

pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut.

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi.

Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20

tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.

1

Page 2: Referat-Spondilitis LENGKAP

BAB II

PEMBAHASAN

SPONDILITIS TUBERKULOSA

2.1 DEFINISI

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama Pott’s

disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang

banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap

tahunnya dikarenakan penyakit ini.

Spondilitis tuberkulosa merupakan salah satu kasus penyakit tertua dalam sejarah

dengan ditemukan dokumentasi kasusnya pada mummi di Mesir dan Peru. Sir Percival Pott

(1799) mendeskrispsikan penyakit ini dalam monografnya yang klasik. Tuberkulosis

merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena insidensnya cukup tinggi

dengan morbiditas yang serius.

Fokus primer infeksi cenderung berbeda pada kelompok umur yang berbeda. Banerjee

melaporkan pada 499 pasien dengan spondilitis tuberkulosa, radiologis memperlihatkan 31%

fokus primer adalah paru-paru dan dan kelompok tersebut 78% adalah anak-anak, sedangkan

69% sisanya memperlihatkan foto rontgen paru yang normal dan sebagian besar adalah

dewasa.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi.

Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20

tahun. Sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.

Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih

sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Umumnya penyakit ini menyerang orang-

orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah.

Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang paling sering

terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti kemudian oleh tulang panggul,

lutut dan tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena.

Area torako-lumbal terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas

merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan

dari weight bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral.

2

Page 3: Referat-Spondilitis LENGKAP

2.3 ETIOLOGI

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat

lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tipik (2/3 dari tipe human

dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atipik.

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat acid

fastnon-motile atau disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Dipergunakan teknik

Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tumbuh secara lambat dalam media egg-

enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik

Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies

lain. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup

beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat

dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.

2.4 PATOLOGI

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau

penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari

fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya,

fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering

adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.

Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan

suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra

diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batson’s yang

mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal

inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan

terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau

lebih vertebra.

3

Page 4: Referat-Spondilitis LENGKAP

Walaupun semua vertebrae dari columna vertebralis dapat diserang namun yang

terbanyak menyerang bagian thorax. Vertebra lumbalis juga dapat terserang dan akhirnya

vertebra cervicalis pun tidak terlepas dari serangan ini. focus yang pertama dapat terletak

pada centrum corpus vertebrae atau pada metaphyse, bisa juga pertama kali bersifat

subperiosteal. Penyakit ini juga dapat menjalar, sehingga akhirnya corpus vertebrae tidak lagi

kuat untuk menahan berat badan dan seakan-akan hancur sehingga dengan demikian columna

vertebralis membengkok. Kalau hal ini terjadi pada bagian thorax, maka akan terdapat

pembengkokan hyperkyphose yang kita kenal sebagai gibbus. Sementara itu proses dapat

menimbulkan gejala-gejala lain, diantaranya dapat terkumpulnya nanah yang semakin lama

semakin banyak, nanah ini dapat menjalar menuju ke beberapa tempat diantaranya dapat

berupa :

1. Suatu abscess paravertebrae, abscess terlihat dengan bentuk spoel di kiri-kanan columna

vertebralis.

2. Abscess dapat pula menembus ke belakang dan berada di bawah fasia dan kulit di

sebelah belakang dan di luar columna vertebralis merupakan suatu abscess akan tetapi

tidak panas. Umumnya abscess ini dinamakan abscess dingin. Abscess dingin artinya

abscess tuberculose.

3. Dapat pula abscess menjalar mengelilingi tulang rusuk, sehingga merupakan senkung’s

abscess yang terlihat di bagian dada penderita.

4. Abscess juga dapat menerobos ke pleura sehingga menimbulkan empyme.

4

Page 5: Referat-Spondilitis LENGKAP

5. Pada leher dapat juga terjadi abscess yang terletak dalam pharynx sehingga merupakan

retropharyngeal abscess.

6. Dapat pula abscess terlihat sebagai supraclavicular abscess.

7. Pada lumbar spine abscess dapat turun melalui musculus iliopsoas yang kemudian

menurun sampai terjadi abscess besar yang terletak di bagian dalam dari paha.

Semua abses tersebut di atas dapat menembus kulit dan menyebabkan timbulnya fistel yang

bertahun-tahun. Kecuali abses-abses tersebut di atas, tuberculose pada vertebrae dapat pula

memberikan komplikasi, ialah paraplegia, umumnya disebut Pott’s Paraplegia. Komplikasi

ini disebabkan karena adanya tekanan pada Medulla Spinalis. Adapun pathogenesis dari

proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut : tekanan dapat berasal dari proses yang terletak di

dalam canalis spinalis. Jika di dalam canalis spinalis ada proses tuberculose yang terletak

pada corpus bagian belakang yang merupakan dasar dari canalis spinalis, maka proses tadi

menimbulkan pengumpulan nanah/jaringan granulasi langsung menekan medulla spinalis.

Dalam hal ini meskipun nanah hanya sedikit, akan tetapi cukup untuk memberikan tekanan

yang hebat pada Medulla Spinalis. (2,4)

Sorrel-Dejerine mengklasifikasikan Pott’s paraplegia menjadi :

(1) Early onset paresis

Terjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit

(2) Late onset paresis

Terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit

Sementara itu Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi Sorrel menjadi tiga tipe yaitu :

(1) Type I (paraplegia of active disease) / berjalan akut

Onset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset penyakit, dan dihubungkan

dengan penyakit yang aktif. Dapat membaik (tidak permanen).

(2) Type II

5

Page 6: Referat-Spondilitis LENGKAP

Onsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif, bersifat permanen

bahkan walaupun infeksi tuberkulosa menjadi tenang.

(3) Type III / yang berjalan kronis

Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut. Tidak dapat ditentukan apakah dapat

membaik. Bisa terjadi karena tekanan corda spinalis oleh granuloma epidural, fibrosis

meningen dan adanya jaringan granulasi serta adanya tekanan pada corda spinalis,

peningkatan deformitas kifotik ke anterior, reaktivasi penyakit atau insufisiensi

vaskuler (trombosis pembuluh darah yang mensuplai corda spinalis).

Klasifikasi untuk penyebab Pott’s paraplegia ini sendiri dijabarkan oleh Hodgson

menjadi:

I. Penyebab ekstrinsik :

(1) Pada penyakit yang aktif

a. Abses (cairan atau perkijuan)

b. Jaringan granulasi

c. Sekuester tulang dan diskus

d. Subluksasi patologis

e. Dislokasi vertebra

(2) Pada penyakit yang sedang dalam proses penyembuhan

a. Transverse ridge dari tulang anterior ke corda spinalis

b. Fibrosis duramater

II. Penyebab intrinsik :

Menyebarnya peradangan tuberkulosa melalui duramater melibatkan meningen dan

corda spinalis.

III. Penyebab yang jarang :

(1) Trombosis corda spinalis yang infektif

(2) Spinal tumor syndrome

Dapat pula proses tuberculosa menghancurkan corpus sehingga canalis spinalis

membengkok dan menekan pada tulang dindingnya. Tekanan tadi menyebabkan paraplegia.

Kemungkinan lain ialah terdapat sequestra dan pus di sekeliling canalis spinalis tadi yang

juga menekan pada medulla spinalis. Dengan demikian banyak sebab-sebab yang dapat

menekan medulla spinalis dengan keras sehingga menimbulkan gejala paraplegia. Secara

klinis paraplegia dapat dibagi menjadi early onset, ialah jika paraplegia segera timbul sebagai

kelanjutan dari proses spondylitis tuberculose. Type kedua adalah paraplegia late onset,

6

Page 7: Referat-Spondilitis LENGKAP

paraplegia ini terjadi setelah penyakit spondilitis sifatnya tenang untuk beberapa waktu

lamanya kemudian timbul gejala-gejala paraplegia secara perlahan-lahan.

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis :

(1) Peridiskal / paradiskal

Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah

ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang

dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak

ditemukan diregio lumbal.

(2) Sentral

Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan

sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps

vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas

spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat

trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.

(3) Anterior

Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan

dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di

bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan

karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah

ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah

vertebral.

(4) Bentuk atipikal

Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat

diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan

lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan

tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta

lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang

melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-

10%.

Lesi Spondilitis tuberkulosa berawal suatu tuberkel kecil yang berkembang lambat,

bersifat osteolisis lokal, awalnya pada tulang subkhondral di bagian superior atau inferior

anterior dari corpus vertebra. Proses infeksi Myocobacterium tuberkulosis akan

mengaktifkan chaperonin 10 yang merupakan stimulator poten dari proses resorpsi tulang

sehingga akan terjadi destruksi korpus vertebra dianterior. Proses perkijuan yang terjadi

7

Page 8: Referat-Spondilitis LENGKAP

akan menghalangi proses pembentukan tulang reaktif dan mengakibatkan segmen tulang

yang terinfeksi relatif avaskular sehingga terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi

progresif di anterior akan mengakibatkan kolapsnya corpus vertebra yang terinfeksi dan

terbentuklah kifosis ( angulasi posterior ) tulang belakang. Proses terjadinya kifosis dapat

terus berlangsung walaupun telah terjadi resolusi dari proses infeksi. Kifosis yang progresif

dapat mengakibatkan problem respirasi dan paraplegi. Dengan adanya peningkatan sudut

kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas

rongga dada berupa barrel chest.

Infeksi akhirnya menembus korteks vertebra dan membentuk abses paravertebral.

Diseminasi lokal terjadi melalui penyebaran hematogen dan penyebaran langsung dibawah

ligamentum longitudinal anterior. Apabila telah terbentuk abses paravertebral, lesi dapat

turun mengikuti alur fascia muskulus psoas yang dapat mencapai trigonum femoralis.

Pada usia dewasa , discus intervertebralis avaskular sehingga lebih resisten terhadap

infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari corpus vertebra. Pada anak–anak karena

discus intervertebralis masih bersifat avaskular, infeksi discus dapat terjadi primer. Gejala

utama adalah nyeri tulang belakang, nyeri biasanya bersifat kronis dapat lokal maupun

radikular. Pasien dengan keterlibatan vertebra segmen cervical dan thorakal cenderung

menderita defisit neurologis yang lebih akut sedangkan keterlibatan lumbal biasanya

bermanifestasi sebagai nyeri radikular. Selain nyeri terdapat gejala sistemik berupa demam,

malaise, keringat malam, peningkatan suhu tubuh pada sore hari dan penurunan berat

badan. Tulang belakang terasa nyeri dan kaku pada pergerakan.

2.5 GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada banyak faktor

(7). Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan berevolusi lambat. Durasi

gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu diagnosa pasti bervariasi dari bulan hingga

tahun; sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah infeksi tuberkulosa.

Gambaran Spondilitis Tuberkulosa antara lain : :

Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun.

Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, Pada anak-

anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.

Pada awal dapat dijumpai nyeri intercostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang

belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena

tertekannya radiks dorsalis ditingkat thoracal

8

Page 9: Referat-Spondilitis LENGKAP

Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.

Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut berupa :

Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat penekanan medulla

spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri,

Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas

deficit sensorik setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri interkostal

Pemeriksaan fisik

Adanya gibus dan nyeri setempat

Spastisitas

Hiperreflesia tendon lutut/Achilles dan reflex patologik pada kedua belah sisi

Batas defisit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang

dijumpai

Spondilitis corpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk :

1. Pada bentuk sentral.

Detruksi awal terletak di sentral corpus vertebra, bentuk ini sering ditemukan pada

anak.Bentuk paradikus.

2. Bentuk paradikus.

Terletak di bagian corpus vertebra yang bersebelahan dengan discus intervertebral,

bentuk ini sering ditemukan pada orang dewasa.

3. Bentuk anterior.

Dengan lokus awal di corpus vertebra bagian anterior, merupakan penjalaran per

kontinuitatum dari vertebra di atasnya.

2.6 DIAGNOSIS

Anamnesis dan inspeksi

1. Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat malam, demam

yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari serta cachexia. Pada

pasien anak-anak, dapat juga terlihat berkurangnya keinginan bermain di luar rumah.

Sering tidak tampak jelas pada pasien yang cukup gizi sementara pada pasien dengan

kondisi kurang gizi, maka demam (terkadang demam tinggi), hilangnya berat badan dan

berkurangnya nafsu makan akan terlihat dengan jelas.

2. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang menjalar.

Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di daerah telingan atau

nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang terasa

9

Page 10: Referat-Spondilitis LENGKAP

di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri

menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk

mengurangi nyeri pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku.

3. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki pendek,

karena mencoba menghindari nyeri di punggung.

4. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan kepalanya,

mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam posisi dagu disangga

oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital. Rigiditas pada leher dapat

bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya gejala klinis torticollis. Pasien juga

mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher atau bahunya. Jika terdapat abses, maka

tampak pembengkakan di kedua sisi leher. Abses yang besar, terutama pada anak, akan

mendorong trakhea ke sternal notch sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan dan

adanya stridor respiratoar, sementara kompresi medulla spinalis pada orang dewasa akan

menyebabkan tetraparesis (Hsu dan Leong 1984). Dislokasi atlantoaksial karena

tuberkulosa jarang terjadi dan merupakan salah satu penyebab kompresi

cervicomedullary di negara yang sedang berkembang. Hal ini perlu diperhatikan karena

gambaran klinisnya serupa dengan tuberkulosa di regio servikal.

5. Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila

berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya. Saat

mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap mempertahankan

punggungnya tetap kaku (coin test) Jika terdapat abses, maka abses dapat berjalan di

bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan

lunak dinding dada. Jika menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat

menekan korda spinalis dan menyebabkan paralisis.

6. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang terjadi di

atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui fistel dalam pelvis

dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien tampak berjalan dengan

lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan

tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas

fleksi sendi panggul.

7. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang belakang)

8. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis). Terjadi

pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis lebih banyak di

temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul paraplegia akan tampak

10

Page 11: Referat-Spondilitis LENGKAP

spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon dalam yang hiperaktif, pola jalan

yang spastik dengan kelemahan motorik yang bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan

fungsi kandung kemih dan anorektal.

9. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut seperti

pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang ataupun sendi

mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa.

Palpasi

1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa

sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan abses piogenik yang

teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di

sisi leher (di belakang otot sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat

juga teraba di sekitar dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara

ukuran lesi destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.

2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.

Perkusi

Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus vertebrae

yang terkena, sering tampak tenderness.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

1) Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam.

2) Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative (PPD)

positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun yang

baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak

area berindurasi, kemerahan dengan diameter ³ 10mm di sekitar tempat suntikan 48-

72 jam setelah suntikan.

3) Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan bilas

lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paruparu yang aktif)

4) Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat relatif.

5) Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis tuberkulosa).

Normalnya cairan serebrospinal tidak mengeksklusikan kemungkinan infeksi

11

Page 12: Referat-Spondilitis LENGKAP

Pemeriksaan cairan serebrospinal secara serial akan memberikan hasil yang lebih

baik. Cairan serebrospinal akan tampak:

Radiologis

Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.

Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya

tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).

Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya

tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat setelah 3-8

minggu onset penyakit.

Jika mungkin lakukan rontgen dari arah antero-posterior dan lateral.

Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut inferior

corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut sehingga tampak

penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus vertebrae

anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran infeksi dari area

subligamentous

Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus atau

prosesus spinosus.

Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan timbulnya deformita

scoliosis (jarang)

Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa yang

sudah lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar dari

lebarnya (vertebra yang normal mempunyai rasio lebar lebih besar terhadap

tingginya). Bentuk ini dikenal dengan nama long vertebra atau tall vertebra, terjadi

karena adanya stress biomekanik yang lama di bagian kaudal gibbus sehingga

vertebra menjadi lebih tinggi. Kondisi ini banyak terlihat pada kasus tuberkulosa

dengan pusat pertumbuhan korpus vertebra yang belum menutup saat terkena

penyakit tuberkulosa yang melibatkan vertebra torakal.

Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan psoas.

Tampak bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi.

Abses psoas akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang mengalami

peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsifikasi pada saat penyembuhan. Deteksi

(evaluasi) adanya abses epidural sangatlah penting, oleh karena merupakan salah satu

indikasi tindakan operasi (tergantung ukuran abses).

12

Page 13: Referat-Spondilitis LENGKAP

Figure:   Tuberculous spondylitis. Lateral

radiograph demonstrates obliteration of the disk

space (straight arrow) with destruction of the

adjacent end plates (curved arrow) and anterior

wedging

Figure.  Subligamentous spread of spinal

tuberculosis. Lateral radiograph demonstrates

erosion of the anterior margin of the vertebral body

(arrow) caused by an adjacent soft-tissue abscess.

Computed Tomography – Scan (CT)

Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga yang

sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti pedikel tampak

lebih baik dengan CT Scan.

Figure.  Tuberculous spondylitis. Axial CT scan

demonstrates lytic destruction of the vertebral body

(black arrow) with an adjoining soft-tissue abscess

(white arrow).

Figure.  Calcified psoas abscess. Axial CT scan

demonstrates bilateral tuberculous psoas abscesses

with peripheral calcification (arrows).

.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat kompresif

dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang. Bermanfaat untuk :

13

Page 14: Referat-Spondilitis LENGKAP

Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat konservatif atau

operatif.

Membantu menilai respon terapi. Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen

tulang kecil dan kalsifikasi di abses.

Figure.  Tuberculous spondylitis. Sagittal T2-

weighted MR image demonstrates areas of

increased signal intensity due to edema in

vertebral bodies. Accompanying disk

narrowing (white arrow) and extension of the

disease into the spinal canal (black arrow) are

also seen.

Neddle biopsi / operasi eksplorasi ( costotransversectomi ) dari lesi spinal

Mungkin diperlukan pada kasus yang sulit tetapi membutuhkan pengalaman dan

pembacaan histologi yang baik (untuk menegakkan diagnosa yang absolut)(berhasil pada

50% kasus).

Diagnosis juga dapat dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi pus

Paravertebral yang diperiksa secara mikroskopis untuk mencari basil tuberkulosa dan

granuloma, lalu kemudian dapat diinokulasi di dalam guinea babi.

Diagnosis dari penyakit ini dapat kita ambil melalui bebertapa tanda khas dibawah ini,

Penyakit ini berkembang lambat, tanda dan gejalanya dapat berupa :

o Nyeri punggung yang terlokalisir

o Bengkak pada daerah paravertebral

o Tanda dan gejala sistemik dari TB

o Tanda defisit neurologis, terutama paraplegia

2.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan untuk eradikasi infeksi,

memberikan stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan atau memperbaiki kifosis.

Kriteria kesembuhan sebagian besar ditekankan pada tercapainya favourable status yang

didefenisikan sebagai pasien dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau

tindakan bedah lanjutan, tidak adanya keterlibatan system saraf pusat , focus infeksi yang

tenang secara klinis maupun secara radiologis.

14

Page 15: Referat-Spondilitis LENGKAP

Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera

mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.

Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :

1. Pemberian obat antituberkulosis

2. Dekompresi medulla spinalis

3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi

4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Pengobatan terdiri atas :

1. Terapi konservatif berupa:

a. Tirah baring (bed rest)

b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra

c. Memperbaiki keadaan umum penderita

d. Pengobatan antituberkulosa

2. Terapi operatif

Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian

korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko – spongiosa.

Pott’s paraplegia sendiri selalu merupakan indikasi perlunya suatu tindakan operasi

(Hodgson) akan tetapi Griffiths dan Seddon mengklasifikasikan indikasi operasi

menjadi:

a. Indikasi absolut

Paraplegia dengan onset selama terapi konservatif; operasi tidak dilakukan

bila timbul tanda dari keterlibatan traktur piramidalis, tetapi ditunda hingga

terjadi kelemahan motorik.

Paraplegia yang menjadi memburuk atau tetapi statis walaupun diberikan

terapi konservatif

Hilangnya kekuatan motorik secara lengkap selama 1 bulan walaupun telah

diberi terapi konservatif

Paraplegia disertai dengan spastisitas yang tidak terkontrol sehingga tirah

baring dan immobilisasi menjadi sesuatu yang tidak memungkinkan atau

terdapat resiko adanya nekrosis karena tekanan pada kulit.

Paraplegia berat dengan onset yang cepat, mengindikasikan tekanan yang

besar yang tidak biasa terjadi dari abses atau kecelakaan mekanis; dapat juga

disebabkan karena trombosis vaskuler yang tidak dapat terdiagnosa

15

Page 16: Referat-Spondilitis LENGKAP

Paraplegia berat; paraplegia flasid, paraplegia dalam posisi fleksi, hilangnya

sensibilitas secara lengkap, atau hilangnya kekuatan motorik selama lebih dari

6 bulan (indikasi operasi segera tanpa percobaan pemberikan terapi

konservatif)

b. Indikasi relatif

Paraplegia yang rekuren bahwa dengan paralisis ringan sebelumnya

Paraplegia pada usia lanjut, indikasi untuk operasi diperkuat karena

kemungkinan pengaruh buruk dari immobilisasi

Paraplegia yang disertai nyeri, nyeri dapat disebabkan karena spasme atau

kompresi syaraf

Komplikasi seperti infeksi traktur urinarius atau batu

c. Indikasi yang jarang

Posterior spinal disease

Spinal tumor syndrome

Paralisis berat sekunder terhadap penyakit servikal

Paralisis berat karena sindrom kauda ekuina

Abses Dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase

bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

a. Debrideman fokal

b. Kosto-transveresektomi

c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

b. Laminektomi

c. Kosto-transveresektomi

d. Operasi radikal

e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

16

Page 17: Referat-Spondilitis LENGKAP

Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat, Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal.

2.8 DIAGNOSIS BANDING

1. Osteitis Piogen : khasnya demam lebih cepat timbul

2. Poliomielitis : paresis/paralisis tungkai, skoliosis dan bukan kifosis

3. Skoliosis idiopatik : tanpa gimus dan tanda paralisis

4. Penyakit paru dengan bekas empiema : tulang belakang bebas penyakit

5. Metastasis tulang belakang : tidak mengenai diskus, adanya karsinoma prostat

6. Kifosis senilis : kifosis tidak local, osteoporosis seluruh kerangka

2.9 KOMPLIKASI

Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan

ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari

diskus intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia – prognosa baik) atau dapat

juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi

tuberkulosa (contoh : menigomyelitis – prognosa buruk). Jika cepat diterapi

sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan

mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena

invasi dura dan corda spinalis.

Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dalam

pleura.

2.10 PROGNOSIS

Prognosa dari penyakit ini bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada

tidaknya komplikasi neurologic, unutk paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan

sarafnya lebih baik, sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosisnya biasanya

kurang baik. Bila paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa proggnosisnya ad

functionam juga buruk.

17

Page 18: Referat-Spondilitis LENGKAP

SPONDILITIS ANKILOSIS

3.1 DEFINISI

Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifat sistemik,

ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama menyerang sendi tulang belakang

(vertebra) dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi

perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yang akan

mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan

tanda khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang

terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie Strumpell disease

atau Bechterew's disease

3.2 ETIOLOGI

Patogenesis pada SA tidak begitu dipahami, tetapi SA merupakan penyakit yang

diperantari oleh sistem imun, dibuktikan dengan adnya peningkatan IgA dan berhubungan

erat dengan HLA B27.3 Secara imunologi terdapat interaksi antara class I HLA molecule B27

dan Limfosit T. Tumor necrosis factor (TNF-α) teridentifikasi sebagai pengatur sitokin.

Kecenderungan terjadinya SA dipercayai sebagai penyakit yang diturunkan secara

genetik, dan mayoritas (hampir 90%) penderita SA lahir dengan suatu gen yang disebut

dengan HLA B27. Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan adanya HLA B27 gene marker

yang dapat menjelaskan adanya hubungan HLA B27 dengan SA. Adanya gen HLA B27 ini

hanya menunjukan adanya kecenderungan yang meningkat terhadap terjadinya SA ini

meskipun ada faktor lain yang mempengaruhi seperti lingkungan. Akhir-akhir ini, dua gen

lain telah teridentifikasi berhubungan dengan SA, yaitu ARTS1 dan Il23R yang mempunyai

peran dalam mempengaruhi fungsi imunitas.

3.3 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, prevalensi spondilitis ankilosis sebesar 100-200 per 100.000

penduduk, yang merupakan penyakit spondiloartitis terbanyak. Namun, prevalensi spondilitis

ankilosis di Jerman mencapai 1% hingga 5% sedangkan di Prancis 0,49%.

Spondilitis ankilosis biasanya mulai sejak dekade kedua hingga ketiga kehidupan

dengan median usia 23 tahun. Pada 5% pasien, gejala timbul pada usia lebih dari 40 tahun.

18

Page 19: Referat-Spondilitis LENGKAP

Usia yang rinci sulit ditentukan karena diagnosis seringkali tidak dikenali selama bertahun-

tahun.

Prevalensi spondilitis ankilosis antara pria dan wanita berbanding 2:1 hingga 3:1.

Spondilitis ankilosis pada wanita seringkali timbul lebih ringan gejalanya.

3.4 FAKTOR RESIKO

Penyakit ini sering dimulai pada usia antara 20-40 tahun, tapi dapat pula dimulai

sebelum usia 10 tahun. Pada umumnya pria lebih banyak menderita Pada umumnya pria lebih

banyak menderita dari pada wanita dengan perbandingan laki-laki : wanita kurang lebih 5:1,

bahkan ada yang menyebutkan 2-10:1. Faktor-faktor risiko ini meliputi riwayat keluarga

dengan spondilitis ankilosa dan jenis kelamin laki-laki.

3.5 PATOFISIOLOGI

Proses patofisiologi yang terjadi pada spondilitis ankilosa ditandai dengan adanya

inflamasi dan terjadinya fusi. Hal tersebut dapat diilustrasikan dalam gambar dibawah ini:

19

Page 20: Referat-Spondilitis LENGKAP

Gambar 1. Tulang Belakang Normal dan Tulang Belakang dengan Spondilitis

Ankilosa8

Sedangkan manifestasi terjadinya spondilitis ankilosa ditunjukkan dalam skema

sebagai berikut:

20

Page 21: Referat-Spondilitis LENGKAP

Gambar 2. Mekanisme Spondilitis ankilosis

3.6 MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik Spondilosis Ankilosa (SA) dapat dibagi dalam manifestasi skeletal dan

ekstraskeletal. Manifestasi skeletal berupa artritis aksis, artritis sendi panggul dan bahu,

artritis perifer, entensopati, osteoporosis, dan fraktur vertebra. Manifestasi ekstraskeletal

berupa iritis akut, fibrosis paru, dan, amiloidosis.

Gejala utama SA adalah sakroilitis. Perlangsungannya secara gradual dengan nyeri

hilang timbul pada pinggang bawah dan menyebar ke bawah pada daerah paha. Keluhan

konstitusional biasanya sangat ringan seperti anoreksia, kelemahan, penurunan berat badan,

dan panas ringan yang biasanya terjadi pada awal penyakit.

Manifestasi pada Tulang

Keluhan yang umum dan karakteristik awal penyakit ialah nyeri pinggang dan

sering menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3 bulan, diserati kaku pinggang

pada pagi hari, dan membaik dengan aktivitas fisik atau bila dikompres air panas. Nyeri

pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat unilateral atau bilateral.

21

Page 22: Referat-Spondilitis LENGKAP

Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudiandaerah pinggang bawah menjadi

kaku dan nyeri. Neri ini lebih terasa di daerah bokong dan bertambah hebat bila batuk, bersin,

atau pinggang mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah nyeri dan kaku.

Keluhan nyeri dan kaku pinggang merupakan keluhan dari 75% kasus di klinik.

Nyeri tulang juksa artikular dapat menjadi keluhan utama, misalnya entesis yang

dapat menyebabkan nyeri di sambungan kostosternal, prosesus spinosus, krista iliaka,

trokanter mayor, tuberositas tibia, atau tumit. Keluhan lain dapat berasal dari sendi

kostovertebra dan manubrium sternal yang menyebabkan keluhan nyeri dada, sering

disaladiagnosiskan sebagai angina.

Manifestasi di Luar Tulang

Manisfestasi di luar tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan sindroma kauda

ekuina. Manifestasi di luar tulang yang paling sering adalah uveitis anterior akut, biasanya

unilateral, dan ditemukan 25-30% pada pasien SA dengan gejala nyeri, lakrimasi, fotofobia,

dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung dapat berupa insufisiensi aorta, dilatasi

pangkal aorta,, jantung membesar, gangguan konduksi. Pada paru dapat terjadi fibrosis,

umumnya setelah 20 tahun menderita SA, dengan lokasi pada bagian atas, biasanya bilateral,

dan tampak bercak-bercak linier pada pemeriksaan radiologis, menyerupai tuberkulosis.

3.7 PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik spondilitis ankilosis dapat ditemukan:

Sikap/postur tubuh

Selama perjalanan penyakitnya, sikap tubuh yang normal akan hilang. Lordosis

lumbal yang menghilang umumnya merupakan tanda awal. Apabila vertebra cervical

terserang, maka pergerakan leher akan terbatas serta menimbulkan rasa nyeri. Leher

penderita mengalami pergeseran ke depan dan hal ini dapat dibuktikan dengan cara :

penderita diminta berdiri tegak, apabila terjadi pergeseran maka occiput tidak dapat

menempel pada dinding.

Mobilitas tulang belakang

22

Page 23: Referat-Spondilitis LENGKAP

Pertama kali yang diperiksa adalah apakah ada keterbatasan gerak. Biasanya

ditemukan adanya keterbatasan gerak pada tulang vertebra lumbal, yang dapat dilihat dengan

cara melakukan gerakan fleksi badan ke depan, ke samping dan ekstensi.

Tes Schober atau modifikasinya, berguna untuk mendeteksi keterbatasan gerak

fleksi badan ke depan. Caranya : penderita diminta untuk berdiri tegak, pada prosesus

spinosus lumbal V diberi tanda (titik), kemudian 10 cm lurus di atasnya diberi tanda ke dua.

Kemudian penderita diminta melakukan gerakan membungkuk (lutut tidak boleh

dibengkokkan). Pada orang normal jarak kedua titik tersebut akan bertambah jauh; bila jarak

kedua titik tersebut tidak mencapai 15 cm, hal ini menandakan bahwa mobilitas tulang

vertebra lumbal telah menurun (pergerakan vertebra lumbal mulai terbatas). Di samping itu

fleksi lateral juga akan menurun dan gerak putar pada tulang belakang akan menimbulkan

rasa sakit.

Ekspansi dada

Penurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang, sering dijumpai pada

kasus ankylosing spondylitis stadium dini dan jangan dianggap sebagai stadium lanjut. Pada

pengukuran ini perlu dilihat bahwa nilai normalnya sangat bervariasi dan tergantung pada

umur dan jenis kelamin. Sebagai pedoman yang dipakai adalah : ekspansi dada kurang dari 5

cm pada penderita muda disertai dengan nyeri pinggang yang dimulai secara perlahan-lahan,

harus dicurigai mengarah ke adanya ankylosing spondylitis. Pengukuran ekspansi dada ini

diukur dari inspirasi maksimal sesudah melakukan ekspirasi maksimal.

Enthesitis

Adanya enthesitis dapat dilihat dengan cara menekan pada tempat-tempat tertentu

antara lain : ischial tuberositas, troc-hanter mayor, processus spinosus, costochondral dan

manu-briosternal junctions serta pada iliac fasciitis plantaris juga merupakan manifestasi dari

enthesitis.

Sacroilitis

Pada sacroiliitis penekanan sendi ini akan memberikan rasa sakit, akan tetapi hal

ini tidak spesifik karena pada awal penyakit atau pada stadium lanjut sering kali tanda-tanda

ini tidak ditemukan. Pada stadium lanjut tidak ditemukan nyeri tekan pada sendi sacroiliaca

oleh karena telah terjadi fibrosis atau, bony Ankylosis

23

Page 24: Referat-Spondilitis LENGKAP

3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada spondilitis ankilosis meliputi:

1. Pemeriksaan Laboraturium

Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik. Peninggian laju endap darah

ditemukan pada 75% kasus, tetapi hubungannya dengan keaktifan penyakit kurang kuat.

Serum C reactive protein (CRP) lebih baik digunakan sebagai petanda keaktifan penyakit.

Kadang-kadang, ditemukan peninggian IgA. Faktor rematoid dan ANA selalu negatif.

Cairan sendi memberikan gambaran sama pada inflamasi. Anemia normositik-normositer

ringan ditemukan pada 15% kasus. Pemeriksaan HLA B27 dapat digunakan sebagai

pembantu diagnosis.

2. Pemeriksaan Radiologi

Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi aksial, terutama

pada sendi sakroiliaka, diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan kostotransversal.

Perubahan pada sendi S2 bersifat bilateral dan simetrik, dimulai dengan kaburnya

gambaran tulang subkonral, diikuti erosi yang memberi gambaran mirip pinggir perangko

pos. Kemudian, terjadi penyempitan celah sendi akibat adanya jembatan interoseus dan

osilikasi. Setelah beberapa tahun, terjadi ankilosis yang komplit.

Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan berdasarkan radiologis, yaitu

tingkat 0 (normal), tingkat 1 (tepi sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1 ditambah

adanya sclerosis periartikuler, jembatan sebagian tulang atau pseudo widening, tingkat 3

(tingkat 2 ditambah adanya erosi dan jembatan tulang), serta tingkat 4 (ankilosa yang

lengkap).

Akan terlihat gambaran squaring (segi empat sama sisi) pada kolumna vertebra

dan osifikasi bertahap lapisan superfisial anulus fibrosus yang akan mengakibatkan

timbulnya jembatan di antara badan vertebra yang disebut sindesmofit. Apabila jembatan

ini sampai pada vertebra servikal, akan membentuk bamboo spine. Keterlibatan sendi

panggul memperlihatkan adanya penyempitan celah sendi yang konsentris,

24

Page 25: Referat-Spondilitis LENGKAP

ketidakteraturan subkhondral, serta formasi osteofit pada tepi luar permukaan sendi, baik

pada asetabulum maupun femoral. Akhirnya, terjadi ankilosis tulang dan pada sendi bahu

memperlihatkan penyempitan celah sendi dengan erosi.

3.9 PENATALAKSANAAN MEDIKAMENTOSA

Pengobatan dengan Anti Inflamasi Non-Steroid (AINS) untuk mengurangi nyeri,

mengurangi inflamasi, dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Indometasin 75-150 mg

perhari memegang rekor terbaik. Apabila pasien tidak mampu mentolerir efek samping

seperti gangguan lambung atau gangguan SSP berupa sakit kepala dan pusing, maka AINS

yang lain dapat dicoba.

Pasien yang tidak responsif dengan indometasin atau AINS yang baru lainnya dapat

dicoba dengan fenilbutazon 100-300 mg per hari. Tingginya insiden agranulositosis atau

anemia aplastik akibat efek samping obat ini dibandingkan dengan AINS yang lain perlu

disampaikan pada pasien dengan jumlah eritrosit dan leukosit harus selalu dimonitor.

Preparat emas dan penisilamin telah digunakan pada pasien dengan poliartritis perifer.

Publikasi studi klinik terakhir dari Sulfasalazin 2-3 gram perhari, baik nyeri maupun kelainan

spinal.

Bila keluhan sangat mengganggu dalam kegiatan sehari-hari dapat dipertimbangkan

untuk dilakukan artroplasti atau koreksi deformitas spinal. Tindakan ini sangat berguna untuk

mengurangi keluhan akibat deformitas tersebut.

Pengobatan lain dapat digunakan Biologic Response Modifiers (Remicade® =

Infliximab; Enbrel® = Etanercept; Kineret® = Anakinra; Humira® = Adalimumab; Mabtera® =

Rituximab). AS yang tidak responsif dengan AINS dapat digunakan protokol “Step-down

Bridge” menggunakan kombinasi 6 imunosupresan intravena dan oral (SBP-6-IMNs). AS

yang refrakter terhadap AINS adalah AS yang laju endap darah (LED), C-Reactive Protein

(CRP) dan Skor BASDAI-nya tidak membaik atau memburuk secara bermakna meskipun

telah diterapi dengan paling sedikit 2 AINS yang berbeda dalam kurun waktu sedikitnya 2

bulan. Pada AS dengan LED, CRP, dan BASDAI skor tinggi (> 4), inflamasi autoimun harus

ditekan seluruhnya sesegera mungkin.

25

Page 26: Referat-Spondilitis LENGKAP

Metode terapi standar protokol “Step-down Bridge” menggunakan kombinasi 6

imunosupresan intravena dan oral harian intravena 5 kali per minggu yang terdiri dari:11

Siklofofamid + Metilprednisolon + 5 Fluro Urasil harian + Metrotreksat

mingguan + tanpa kortikosteroid oral (metilprednisolon, prednison, atau prednisolon), atau

Siklofofamid + 5 Fluro Urasil + Metrotreksat mingguan tanpa

Metilprednisolon dan kortikosteroid oral.

Jumlah maksimum sesi intravena harian adalah 5 kali per minggu untuk mencegah

dosis kumulatif mingguan yang tinggi dan efek samping. Pada AS refrakter siklofosfamid,

Ifosfamid adalah suatu analog yang menggantikan siklofosfamid. Pada kasus-kasus resisten,

pasien tidak lagi imuno-naif terhadap Siklofosfamid + Metilprednison + Metrotreksat

mingguan. Walau demikian, pasien-pasien ini masih imuno-naif terhadap kombinasi baru

Ifosfamide + 5 flourourasil intravena. Ini dapat kembali menimbulkan remisi pada AS yang

refrakter terhadap Siklofofamid + Metilprednisolon + Metrotreksat mingguan (komunikasi

pribadi).

Dosis intravena

1. Siklofosfamid 25 – 100 mg per sesi +

2. Metilprednison 0 – 125 mg per sesi +

2. Metrotreksat 5 – 15 mg per sesi sekali seminggu +

3. 5 Flurourasil 25 – 100 mg per sesi) +

Dosis minimum perlu digunakan pada pasien yang sensitif atau pada mereka dengan

berat badan yang sangat rendah (< 35 Kg). Pasien yang sensitif mungkin menderita efek

samping dengan dosis 100 mg siklofosfamid dan 5 flurourasil, 15 mg metrotreksat, dan 125

mg metilprednison, tapi tidak pada dosis 75, 50 atau 25 mg siklofosfamid, 5 flurourasil atau

dosis 5 mg metrotreksat. 11

Sebenarnya metilprednisolon tidak mutlak dibutuhkan untuk mencapai DiC dan

RworalDs pada Nr-AS, tetapi secara relatif dibutuhkan untuk tapering-off dan mencapai DiC

pada pasien yang masih menggunakan kortikosteroid oral saat datang. Akan tetapi kombinasi

CyC + 5FU + MPS + MTX mingguan (SBP-6-IMNs) memberikan: efikasi yang lebih cepat,

mengurangi jumlah total frekuensi sesi intravena; mengurangi ketergantungan pada

kortikosteroid yang masih diminum pasien saat datang.

Penurunan kadar terapi IV secara bertahap (Tapering Off)

26

Page 27: Referat-Spondilitis LENGKAP

Jika LED turun menjadi < 40, < 30 dan < 25 mm/1 jam (pria < 30, < 20, dan < 15

mm/1 jam), sesi IV diturunkan masing-masing menjadi 3, 2 dan 1 kali per minggu. Setelah

CRP < 3 mg%, BASDAI < 1, dan LED < 25 (wanita) atau < 15 mm (pria) Nr-AS dikatakan

telah mencapai DiC. Kemudian sesi IV diturunkan menjadi 1 kali tiap dua minggu, 1 kali tiap

4 minggu, 1 kali tiap 8 minggu dan dihentikan. Pada beberapa pasien dengan AS yang telah

lama diderita, dosis final pada minggu ke-12 mungkin dibutuhkan.

3.9 PENATALAKSANAAN NON-MEDIKAMENTOSA

Fisioterapi

Tujuan utama fisioterapi pada SA adalah untuk memperbaiki mobiltas dan kekuatan

serta mencegah atau menurunkan terjadinya abnormalitas kurva tulang belakang. Fisioterapi

mempunyai peranan terhadap manajemen SA namun tidak dapat menggantikan pengobatan

medikamentosa. Pengobatan dan fisioterapi adalah bersifat koplementer satusama lain.

Prinsip pengobatan utama pada SA adalah dengan menghilangkan nyeri, mengurangi

inflamasi, latihan fisik untuk perbaikan kekuatan otot, dan memelihara postur tubuh.

Penderita dianjurkan tidur terlentang menggunakan kasur yang agak keras dengan sebuah

bantal tipis. Menggunakan bantal yang tebal atau beberapa bantal sebaiknya dihindari. Pada

pagi hari, mandi air hangat, diikuti latihan fisik untuk penguatan otot-otot belakang (sesuai

dengan petunjuk dokter atau dokter fisioterapi). Hal ini sebaiknya dilakukan di rumah secara

teratur. Tidur tengkurap selama beberapa menit dilakukan beberapa kali dalam sehari

merupakan tindakan yang bermanfaat dalam menjaga pergerakan ekstensi spinal.

Latihan fisik penting dilakukan karena penyakit ini cenderung terjadi kelainan berupa

fleksi spinal yang progresif. Oleh karena itu, otot-otot ekstensor spinal harus diperkuat.

Manuver lain yang perlu dilakukan adalah bernapas dalam dan gerakan fleksi lumbal yang

isometrik. Posisi postur tubuh harus diperhatikan setiap saat. Kursi dengan sandaran yang

keras dianjurkan, tetapi diutamakan lebih banyak berjalan dari pada duduk.

Berenang merupakan latihan fisik yang terbaik selama otot-otot masih boleh menahan

dalam keadaan ekstensi. Fusi spinal merupakan komplikasi dari spondilitis. Karena itu, postur

harus dipertahankan dan menghindari terjadinya kontraktur dalam posisi fleksi dari bahu dan

27

Page 28: Referat-Spondilitis LENGKAP

lutut. Penderita dianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit, bokong, pundak, bahu, dan

belakang kepala selalu bersandar pada dinding.

Pembedahan

Pembedahan mungkin dibutuhkan dalam beberapa kasus SA. Mekanisme yang

menyebabkan terjadinya osifikasi ligamen dan sendi sehingga terjadi fusi pada columna

vertebrae belum dijelaskan secara rinci. Sebagai dampak dari fusi columna vertebrae ini

terjadi keterbatasan dalam gerakan dan elatisitas. Munurunnya fleksibilitas dapat berakibat

akan terjadinya berbagai kelainan pada tulang belakang seperti fraktur dan dislokasi, atlanto-

axial dan atlanto-occipital subluxiation, deformitas tulang belakang, stenosis tilang belakang,

dan kelainan pinggul. Ketika komplikasi ini terjadi. Tindakan pembedahan mungkin dapat

dibutuhkan.

3.10 PROGNOSIS

Prognosis dari SA sangat bervariasi dan susah diprediksi. Secara umum, penderita

lebih cenderung dengan pergerakan yang normal daripada timbulnya restriksi berat.

Keterlibatan ekstraspinal yang progresif merupakan determinan penting dalam menentukan

prognosis. Beberapa survei epidemiologis menunjukkan bahwa apabila penyakitnya ringan,

berkurangnya pergerakan spinal yang ringan, dan berlangsung dalam 10 tahun pertama maka

perkembangan penyakitnya tidak akan memberat. Keterlibatan sendi-sendi perifer yang berat

menunjukkan prognosis buruk. Sebagian besar penderita dengan SA memperlihatkan keluhan

serta perlangsungan yang ringan dan dapat dikontrol sehingga dapat menjalankan tugas dan

kehidupan sosial dengan baik.

Secara umum, wanita lebih ringan dan jarang progresif serta lebih banyak

memperlihatkan keterlibatan sendi-sendi perifer. Sebaliknya, bamboo spine lebih sering

terlihat pada pria2-5,12-15. Terdapat dua gambaran yang secara langsung berpengaruh

terhadap morbiditas, mortalitas, dan prognosis. Keduanya dianggap sebagai akibat dari

trauma, baik yang tidak disadari maupun trauma berat. Awalnya, terjadi lesi destruksi pada

salah satu diskovertebra, biasa terjadi pada segmen spinal yang bisa dilokalisir, dan ditandai

dengan nyeri akut atau berkurangnya tinggi badan yang mendadak. Skintigrafi dan tomografi

tulang memperlihatkan kelainan, baik elemen anterior maupun posterior. Imobilisasi yang

tepat dan diperpanjang dapat memberikan penyembuhan pada sebagian besar kasus.

28

Page 29: Referat-Spondilitis LENGKAP

Komplikasi kedua yang menyusul trauma berat maupun yang ringan berupa fraktur yang

dapat menyebabkan koropresi komplit atau inkomplit.

BAB IV

KESIMPULAN

Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi

granulomatosisdi sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang

mengenai tulang vertebra.

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat

lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human

dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mycobacterium tuberkulosa atipik. Kuman ini

berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh

karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar

matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.

Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan

menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung.

Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulangvertebra, demikian pula

belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap,

terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya

destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk

akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri

radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus),

bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah

disebutkan di atas.

29

Page 30: Referat-Spondilitis LENGKAP

DAFTAR PUSTAKA

1. Martini F.H., Welch K. Fundamentals of Anantomy and Physiology. 5th ed. New

Jersey : Upper Saddle River, 2001: 132,151pg

2. Anatomi fungsional vertebra, accessed on 1 july, Available from

http://fisiosby.com/anatomi-fungsional-vertebrae

3. Medlinux, Spondilitis Tuberkulosa, accessed on 1 july, Available from

http://medlinux.blogspot.com/2007/09/spondylitis-tuberkulosa.html

4. Rasjad C, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Jakarta: hal 144-149

5. Hidalgo JA, Pott Disease (Tuberculous Spondylitis), Herchline T, Talavera F, Jhon

JF, Mlonakis E, Cunha BA, accessed on 1 july, Available from

http://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.htm

6. Wim de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta; hal. 1226-

1229

7. Bohndorf K., Imhof H. Bone and Soft Tissue Inflammation. In :Musculoskeletal

Imaging: A Concise Multimodality Approach. New York :Thieme, 2001 : 150, 334-

36.

8. Lindsay, KW, Bone I, Callander R. Spinal Cord and Root Compresion. In : Neurology

and Neurosurgery Illustrated. 2nded. Edinburgh : Churchill Livingstone, 1991 : 388

9. Savant C, Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord. In : Critchley E,Eisen

A., editor. Spinal Cord Disease : Basic Science, Diagnosis and Management.

London :Springer-Verlag, 1997 : 378-87.

10. Sidharta P, Spondilitis Tuberculosa, in Lazuardi S, Hok TS, Sudibjo AI, at all eds,

Neurologi Klinik dalam Praktek Umum,Dian Rakyat, Jakarta 1999:341

11. Dewi LK, Edi A, Suarthana E, Spondilitis Tuberkulosa, in Mansjoer A, Suprohaita,

Wardhani WI, Setiowulan W, eds, Kapita Selekta Kedokteran Media Aesculapius

Jakarta 2000 : 58

12. Lauerman WC, Regan M. Spine. In : Miller, editor. Review of Orthopaedics. 2nd ed.

Philadelphia : W.B. Saunders, 1996 : 270-91

13. Currier B.L, Eismont F.J. Infections of The Spine. In : The spine. 3rd ed.Rothman

Simeone editor. Philadelphia : W.B. Sauders, 1992 : 1353-64

30

Page 31: Referat-Spondilitis LENGKAP

14. Graham JM, Kozak J. Spinal Tuberculosis. In : Hochschuler SH, Cotler HB, Guyer

RD. editor. Rehabilitation Of The Spine : Science and Practice. St. Louis : Mosby-

Year Book, Inc., 1993 : 387-90.

31