referat sle syarafina

46
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik atau lebih dikenal dengan sebutan SLE atau LES berbagai istilah lainnya seperti penyakit dengan seribu wajah, merupakan salah satu penyakit reumatik autoimun yang memerlukan perhatian khusus baik dalam mengenali tampilan klinis penyakitnya hingga pengelolaannya. Kedua jender dapat diserang oleh penyakit ini, dimana predominansi lebih menonjol pada perempuan di usia reproduktif. Juga mengenai semua ras walau lebih banyak terlihat pada perempuan di Asia, atau mereka yang berkulit hitam di Amerika. Perjalanan penyakit LES ini sangatlah dinamis sehingga seringkali menyulitkan diagnosis manakala profesional medik dihadapi pada tampilan gejala atau keluhan yang tidak lengkap. Pengenalan dini akan kemungkinan seseorang terkena penyakit ini sangatlah penting, mengingat angka kematian dapat terjadi dengan cepat terkait aktivitas penyakitnya di tahun-tahun pertama. Sementara itu, penyulit lanjut terutama pada sistim kardiovaskular dan terganggunya berbagai fungsi organ seiring dengan melajunya perjalanan alamiah penyakit ini pun memberikan kontribusi yang besar bagi morbiditas maupun mortalitas pasien 1

Upload: mochammad-adam-eldi

Post on 22-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

SLE

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Sle Syarafina

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik atau lebih dikenal dengan sebutan SLE atau

LES berbagai istilah lainnya seperti penyakit dengan seribu wajah, merupakan salah satu

penyakit reumatik autoimun yang memerlukan perhatian khusus baik dalam mengenali

tampilan klinis penyakitnya hingga pengelolaannya.

Kedua jender dapat diserang oleh penyakit ini, dimana predominansi lebih menonjol

pada perempuan di usia reproduktif. Juga mengenai semua ras walau lebih banyak terlihat

pada perempuan di Asia, atau mereka yang berkulit hitam di Amerika.

Perjalanan penyakit LES ini sangatlah dinamis sehingga seringkali menyulitkan

diagnosis manakala profesional medik dihadapi pada tampilan gejala atau keluhan yang tidak

lengkap. Pengenalan dini akan kemungkinan seseorang terkena penyakit ini sangatlah penting,

mengingat angka kematian dapat terjadi dengan cepat terkait aktivitas penyakitnya di tahun-

tahun pertama. Sementara itu, penyulit lanjut terutama pada sistim kardiovaskular dan

terganggunya berbagai fungsi organ seiring dengan melajunya perjalanan alamiah penyakit ini

pun memberikan kontribusi yang besar bagi morbiditas maupun mortalitas pasien dengan LES

atau sering disebut sebagai orang dengan lupus (ODAPUS).

Manifestasi yang beragam, seringkali tidak disadari oleh profesional medik yang

menghadapi pasien tersebut. Tidak jarang, selama berhari-hari, berminggu-minggu hingga

berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun pasien didiagnosis berdasarkan manifestasi yang

dominan terlihat seperti anemia, glomerulonefritis, dermatitis acneiform, dan sebagainya.

Manifestasi yang muncul dapat terjadi dengan rentag waktu yang panjang. Kelambatan dalam

menegakkan diagnosis akan berpengaruh pada tingkat keberhasilan pengelolaan maupun

kesintasan pasien dengan LES.

1

Page 2: Referat Sle Syarafina

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini yaitu untuk mengetahui secara lebih mendalam

mengenai penatalaksanaan penyakit Lupus Eritematosus Sistemik.

C. Manfaat

Manfaat dari penulisan referat ini, pembaca diharapkan dapat mengetahui dan

memahami secara mendalam mengenai penatalaksanaan penyakit Lupus Eritematosus

Sistemik.

2

Page 3: Referat Sle Syarafina

BAB II

TINAJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan sistem imun

yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh. Mekanisme sistem

kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme asing

(misalnya bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh

sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun

(antibodi yang terikat pada antigen) di dalam jaringan.

2.2 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi dapat berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya tergantung dari target

organ yang terkena. Gejala yang timbul dapat menyerupai penyakit lain seperti multiple

sclerosis, arthritis reumathoid, atau bahkan demam berdarah, sehingga sering menyulitkan

dalam penegakkan diagnosa.

Gejala klinis yang sering muncul antara lain:

Kulit Ruam, sariawan, rambut rontok

Persendian Nyeri, kemerahan, bengkak

Ginjal Kelainan urin, gagal ginjal

Membran Radang selaput paru (pleurisitis), selaput jantung (pericarditis),

selaput dindiing perut (peritonitis)

Darah Anemia, leukopenia, trombositopenia

3

Page 4: Referat Sle Syarafina

Paru-paru Batuk, sesak nafas

Sistem Saraf Kejang, psikosa

Gejala non spesifik:

1. Fatigue/lelah merupakan gejala yang paling sering muncul

2. Weight Loss/penurunan berat badan

3. Weight Gain/penambahan berat badan. Dapat disebabkan oleh pembengkakan pada

kedua tungkai atau pembersaran perut akibat organ ginjal yang terkena

4. Fever/demam – indikasi saat lupus menjadi aktif

5. Swollen Glands/pembengkakan kelenjar

Gejala spesifik:

Untuk membantu membedakan Lupus dari penyakit lainnya, American College of

Rheumatology telah menentukan 11 kriteria gejala, yaitu:

Diagnosa Lupus ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 gejala dari 11 kriteria sbb:

1. Malar rash - ruam merah berbatas tegas di daerah wajah dan leher

2. Discoid rash - bercak merah dikulit yang berhubungan dengan scalling dan

penyumbatan folikel rambut

3. Photosensitivity – ruam kulit kemerahan setelah terpapar sinar matahari

4. Mucosal ulcers – sariawan-sariawan kecil di daerah mukosa rongga mulut dan

hidung

5. Serositis – peradangan di lapisan serosa paru-paru, jantung, dan dinding perut

6. Arthritis – peradangan sendi, merupakan manifestasi yang paling sering timbul

4

Page 5: Referat Sle Syarafina

7. Renal disorder – gangguan ginjal, biasanya terdeteksi dari pemeriksaan darah rutin

dan analisis urin

8. Neurological disorder – gangguan sistem saraf, gejala dapat berupa kejang atau

psikosa

9. Haematological disorder – gangguan sel darah, dapat bermanifestasi sebagai:

anemia hemolitik, leukopenia, limfopenia, trombositopenia

10. Immunological disorder – kelainan hasil pemeriksaan LE cells, anti- DNA dan

antibody anti-Sm

11. Anti-Nuclear Antibody (ANA test) – sebagai pertanda aktifnya Lupus bila

ditemukan dalam darah pasien.

Gambar 1: discoid rash Gambar 2: kerontokan rambut

5

Page 6: Referat Sle Syarafina

Gambar 3: ruam kulit Gambar 4: butterfly rash

2.3 ETIOLOGI

Telah diketahui secara luas bahwa penyebab lupus dapat dikategorikan dalam 3 faktor, yaitu:

genetik, hormonal dan lingkungan.

o Genetik

Tidak diragukan bahwa lupus terkait dengan faktor genetik. Orang yang mempunyai

riwayat keluarga dengan lupus memiliki 3-10% risiko menderita penyakit tidak

terbatas hanya Lupus, tapi juga penyakit auoimun lainnya seperti arthritis reomathoid

atau Sjorgen’s Syndrome. Pada kembar identik, risiko lupus meningkat menjadi 25%

6

Page 7: Referat Sle Syarafina

pada saudara kembar dari pasien yang menyandang lupus.

o Hormon

Penyandang lupus wanita:pria adalah 9:1. Sebagian besar penyandang wanita dalam

usia produktif. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor hormonal. Estrogen terbukti

sebagai hormon yang mempengaruhi aktifnya lupus dalam penelitian hewan baik

secara invitro maupun invivo. Sehinggan harus benar-benar dipertimbangkan

pemberian terapi hormon dan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen pada

Odapus.

o Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan diduga berperan kuat mencetuskan lupus, diantaranya

adalah: infeksi, zat kimia, racun, rokok dan sinar matahari.

Infeksi

Beberapa infeksi diduga menyebabkan lupus, salah satu penyebab terkuat

adalah EBV (Epstein-Barr Virus), virus penyebab demam kelenjar

(mononucleosis). Sebagian besar odapus tercatat pernah terinfeksi virus ini

dalam riwayat penyakitnya. Hal ini dapat dibuktikan bahwa system imun mulai

terganggu saat berusaha menyerang EBV juga menyerang sel tubuhnya sendiri.

Sehingga proses tersebut diduga kuat berhubungan dengan penyebab lupus.

Zat kimia dan racun

Beberapa penelitian membuktikan bahwa paparan terhadap zat kimia dan racun

termasuk pekerjaan yang berhubungan silika.

Merokok

Akhir-akhir ini, merokok telah terbukti berhubungan dengan munculnya lupus.

Merokok juga meningkatkan risiko penyakit autoimun lainnya seperti arthritis

reumathoid dan multiple sclerosis.

7

Page 8: Referat Sle Syarafina

Sinar matahari

Paparan terhadap ultraviolet telah terbukti dapat menyebabkan perburukan

manifestasi lupus. Yaitu menyebabkan timbulnya ruam kulit dan munculnya

gejala lupus pada organ lainnnya. Menghindari sinar matahari dan

menggunakan tabir surya (sun block) adalah hal yang tidak mudah namun

mutlak harus dilakukan oleh odapus karena sangat bermanfaat.

2.4 KLASIFIKASI

Penilaian Aktivitas Penyakit

Penilaian klinis aktivitas penyakit sama pentingnya dengan hasil tes laboratorium.

Kelelahan, demam atau perubahan emosi dapat menjadi indikasi aktifnya lupus, seperti juga

munculnya ruam atau nyeri sendi. Pemantauan aktifitas penyakit sangat diperlukan untuk

menentukan agresifitas penatalaksanaan lupus dan dosis obat yang dibutuhkan. Hal ini dapat

dimonitor dari banyaknya organ tubuh pasien yang terkena dan tes laboratorium yang sesuai

untuk memantau aktifitas penyakit misalnya pemeriksaan tes fungsi ginjal,atau fungsi paru,

jumlah sel darah putih (leukosit), sel darah merah (hemoglobin) atau bahkan laju endap darah

(LED).

Berbagai indeks penilaian derajat penyakit telah dikembangkan dan digunakan oleh

para spesialis, namun aktivitas penyakit yang terus berubah dan kerusakan jaringan yang

terjadi menyulitkan untuk membedakan pengaruh dari peradangan aktif atau akibat kerusakan

yang terbentuk.

Sehingga pada prakteknya, lupus dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu: ringan, sedang, dan

berat, sesuai dengan berat ringannya gejala yang muncul.

1. Lupus Ringan

Manifestasi yang umum adalah nyeri sendi, ruam, sensitif terhadap cahaya

matahari, sariawan di mulut, Raynaud’s syndrome (perubahan warna pada ujung

8

Page 9: Referat Sle Syarafina

jari akibat suhu dingin), rambut rontok, dan kelelahan. Seringkali gejala tersebut

cukup dikontrol oleh analgesik dan mengurangi paparan sinar matahari dengan

menggunakan tabir surya. Hidroksikloroquin umumnya digunakan dalam gejala

ini.

Kelelahan merupakan gejala lain dari tingkatan ini yang terkadang menjadi alasan

digunakannya steroid dosis rendah, walaupun hasilnya kadang tidak maksimal.

Nyeri sendi atau ruam kulit dapat juga menggunakan dosis tersebut. Dosis steroid

yang tinggi harus dihindari jika resiko efek samping yang timbul cenderung lebih

besar dari manfaatnya. Hal ini penting untuk dipertimbangkan dalam membuat

keputusan pemberian steroid karena efek samping obat lebih umum terjadi pada

orang dengan lupus dibandingkan populasi lainnya. Pola hidup sehat (makanan

sehat dan olah raga ringan yang teratur) juga sangat dianjurkan.

2. Lupus Sedang

Tingkatan ini meliputi pleuritis (radang selaput paru), perikarditis (radang selaput

jantung), ruam berat dan manifestasi darah seperti trombositopenia atau

leukopenia.

Dalam kasus ini, terapi steroid biasanya sudah dibutuhkan, namun dengan

penggunaan dosis yang cukup untuk mengendalikan penyakit dan kemudian

menguranginya menjadi dosis pemeliharaan serendah mungkin. Agak sulit untuk

menstandarisasi dosis, namun pada umumnya Pleuritis dapat dikontrol dengan

20mg prednisolon per hari, kelainan darah membutuhkan dosis 40mg atau lebih.

Hidroksikloroquin sudah memadai sebagai tambahan steroid, tapi kadang obat

imunosuppressan juga dibutuhkan seperti: Azathioprine, dan Methotrexate.

Siklosporin juga dapat digunakan khususnya dalam pengobatan trombositopenia,

tetapi karena kecendrungan menyebabkan hipertensi dan merusak fungsi ginjal

harus digunakan secara hati-hati. Obat-obat immunosupresan ini membutuhkan

waktu 1-3 bulan sampai efeknya muncul,sehingga dalam periode tersebut steroid

masih dibutuhkan dalam dosis yang cukup untuk mengontrol penyakit. Jika pasien

9

Page 10: Referat Sle Syarafina

sudah dapat istabilkan dengan obat imunosupresan, dosis steroid harus segera

diturunkan ke dosis terendah untuk pengendalian penyakit.

3. Lupus Berat

Ginjal, SSP, dan manifestasi kulit berat atau kelainan darah berat termasuk ke

dalam tingkatan ini. Steroid sangat dibutuhkan dalam tahap ini dengan tambahan

obat immunosupresan. Prednisolon atau metilprednisolon intravena mungkin

dibutuhkan untuk mengendalikan penyakit ini. Azathioprin, methotrexate, atau

mychophenolate dapat digunakan sebagai imunosupresif dan dapat mengurangi

dosis steroid yang diperlukan. Pengobatan dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu:

induksi awal dimana penyakit aktif dikendalikan, dan fase pemeliharaan agar

penyakit tetap terkontrol.

Pengobatan tambahan yang digunakan untuk lupus berat meliputi immunoglobulin

intravena, plasma exchange, dan antibodi monoclonal (agen biologi). mengalami

penurunaan penggunaannya dibandingkan waktu yang lalu tapi banyak yang masih

percaya bahwa pengobatan tersebut sangat membantu pada lupus akut, penyakit

berat, dan sebagian lupus yang mengenai otak. Antibodi monoklonal, terutama

rituximab sangat menjanjikan dan cenderung memainkan bagian penting dalam

pengelolaan penyakit sedang dan berat.

Baik untuk SLE ringan atau sedang dan berat, diperlukan gabungan strategi

pengobatan atau disebut pilar pengobatan. Pilar pengobatan SLE ini seyogyanya dilakukan

secara bersamaan dan berkesinambungan agar tujuan pengobatan tercapai. Perlu dilakukan

upaya pemantauan penyakit mulai dari dokter umum di perifer sampai ke tingkat dokter

konsultan, terutama ahli reumatologi.

10

Page 11: Referat Sle Syarafina

2.5 DIAGNOSIS

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik

KRITERIA BATASAN

Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dan cenderung

tidak melibatkan lipat nasolabial.

Ruam discoid Plak eritema menonjol dengan keratorik dan sumbatan folikular. Pada SLE lanjut

dapat ditemukan parut atrofik.

Fotosensitifitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari, baik dari

anamnesis pasien atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa.

Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter

pemeriksa.

Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusia.

Serositis

Pleuritis

Pericarditis

a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritic friction rub yang didenger oleh

dokter pemeriksa atau terdapat bukti efusi pleura

atau

b. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial friction rub atau

terdapat bukti efusi perikardium

Gangguan renal a. Proteinuria menetap > 0.5 gram per hari atau > 3+ bila tidak dilakukan

pemeriksaan kuantitatif

atau

b. Silinder seluler: dapat berupa silinder eritrosit, hemoglobin, granular,

tubular atau campuran

Gangguan a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolic

11

Page 12: Referat Sle Syarafina

neurologi (misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit)

Gangguan

hematologik

a. Anemia hemolitik dengan retikulosis

atau

b. Leukopenia <4000/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau lebih

atau

c. Lomfopenia <1500/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau lebih

atau

d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan obat-obatan

Gangguan

imunologik

Anti-DNA: antibodi terhadap ntitive DNA dengan titer yang abnormal ataub. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Smatauc. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang didasarkan atas: 1. Kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal baik IgG atau IgM, 2. Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metoda standard, atau 3. Hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan test imobilisasi Treponema pallidum atau tes fluoresensi absorpsi antibodi treponema.

Antibody

antinuclear

positif (ANA)

Titer abnormal dari antibodi antinuklear berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu perjalan penyakit tanpa keterlibatan obat yang diketahui berhubungan dengan sindroma lupus yang diinduksi obat.

Keterangan:

a. Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.

b. Modifikasi kriteria ini dilakukan pada tahun 1997.

Derajat Berat Ringannya Penyakit SLE

Seringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan SLE, terutama menyangkut obat

yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan pemantauan efek samping obat yang

12

Page 13: Referat Sle Syarafina

diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperkecil berbagai

kemungkinan kesalahan adalah dengan ditetapkannya gambaran tingkat keparahan SLE.

Penyakit SLE dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa.

Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:

1. Secara klinis tenang

2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa

3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal,

susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.

Contoh: SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.

Penyakit SLE dengan tingkat keparahan sedang manakala ditemukan:

1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)

2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)

3. Serositis mayor

Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan sebagaimana

tercantum di bawah ini, yaitu:

1. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria,

miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna.

2. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru,

infark paru, fibrosis interstisial, shrinking lung.

3. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.

4. Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.

5. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).

13

Page 14: Referat Sle Syarafina

6. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati

transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma

demielinasi.

7. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3),

trombositopenia <20.000/mm3, purpura trombotik trombositopenia,

trombosis vena atau arteri.

2.6 PENATALAKSANAAN

Pilar Pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik:

1. Edukasi dan konseling

2. Program rehabilitasi

3. Pengobatan medikamentosa

o OAINS

4. Antimalaria

5. Imunosupresan / Sitotoksik

6. Terapi lain

Edukasi dan konseling

Pada dasarnya pasien SLE memerlukan informasi yang benar dan dukungan dari

sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Perlu dijelaskan akan perjalanan

penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuan akan masalah aktivitas fisik,

mengurangi atau mencegah kekambuhan antara lain melindungi kulit dari paparan sinar

matahari (ultra violet) dengan memakai tabir surya, payung atau topi; melakukan latihan

secara teratur. Pasien harus memperhatikan bila mengalami infeksi. Perlu pengaturan diet agar

tidak kelebihan berat badan, osteoporosis atau terjadi dislipidemia. Diperlukan informasi akan

14

Page 15: Referat Sle Syarafina

pengawasan berbagai fungsi organ, baik berkaitan dengan aktivitas penyakit ataupun akibat

pemakaian obat-obatan.

Butir-butir Penjelasan Terhadap Penderita SLE

1. Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya.

2. Tipe dari penyakit SLE dan perangai dari masing-masing tipe tersebut.

3. Masalah yang terkait dengan fisik: kegunaan latihan terutama yang terkait dengan

pemakaian steroid seperti osteoporosis, istirahat, pemakaian alat bantu maupun diet,

mengatasi infeksi secepatnya maupun pemakaian kontrasepsi.

4. Pengenalan masalah aspek psikologis: bagaimana pemahaman diri pasien SLE, mengatasi

rasa lelah, stres emosional, trauma psikis, masalah terkait dengan keluarga atau tempat

kerja dan pekerjaan itu sendiri, mengatasi rasa nyeri.

5. Pemakaian obat mencakup jenis, dosis, lama pemberian dan sebagainya. Perlu tidaknya

suplementasi mineral dan vitamin. Obat-obatan yang dipakai jangka panjang contohnya

obat anti tuberkulosis dan beberapa jenis lainnya termasuk antibiotikum.

6. Dimana pasien dapat memperoleh informasi tentang SLE, adakah kelompok pendukung,

yayasan yang bergerak dalam pemasyarakatan SLE dan sebagainya.

Edukasi keluarga diarahkan untuk memangkas dampak stigmata psikologik akibat

adanya keluarga dengan SLE, memberikan informasi perlunya dukungan keluarga yang tidak

berlebihan. Hal ini dimaksudkan agar pasien dengan SLE dapat dimengerti oleh pihak

keluarganya dan mampu mandiri dalam kehidupan kesehariannya.

Program Rehabilitasi

Terdapat berbagai modalitas yang dapat diberikan pada pasien dengan SLE tergantung

maksud dan tujuan dari program ini. Salah satu hal penting adalah pemahaman akan turunnya

masa otot hingga 30% apabila pasien dengan SLE dibiarkan dalam kondisi immobilitas selama

lebih dari 2 minggu. Disamping itu penurunan kekuatan otot akan terjadi sekitar 1-5% per hari

dalam kondisi imobilitas. Berbagai latihan diperlukan untuk mempertahankan kestabilan

15

Page 16: Referat Sle Syarafina

sendi. Modalitas fisik seperti pemberian panas atau dingin diperlukan untuk mengurangi rasa

nyeri, menghilangkan kekakuan atau spasme otot. Demikian pula modalitas lainnya seperti

transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) memberikan manfaat yang cukup besar

pada pasien dengan nyeri atau kekakuan otot.

Secara garis besar, maka tujuan, indikasi dan tekhnis pelaksanaan program rehabilitasi

yang melibatkan beberapa maksud di bawah ini, yaitu:

a. Istirahat

b. Terapi fisik

c. Terapi dengan modalitas

d. Ortotik

e. Lain-lain

Tabel 2. Terapi Medikamentosa pada Penderita Lupus Eritematosus Sistemik

Jenis Obat Dosis Jenis

Toksisitas

Evaluasi

Awal

Pemantauan

Klinis

Pemantauan

Laboratorium

OAINS/NSAID Tergantung

OAINS/NSAID

Perdarahan

saluran cerna,

hepatotoksik,

sakit kepala,

hipertensi,

aseptic

meningitis,

nefrotoksik.

Darah rutin,

kreatinin,

urin rutin,

AST/ALT

Gejala

gastrointestinal

Darah rutin,

kreatinin, AST/

ALT setiap 6

bulan

Kortikosteroid Tergantung

derajat SLE

Cushingoid,

hipertensi,

dislipidemi,

osteonecrosis,

hiperglisemia,

katarak,

osteoporosis

Gula darah,

profil lipd,

DXA,

tekanan

darah

Tekanan darah Glukosa

Klorokuin 250 mg/hari Retinopati, Evaluasi Funduskopi dan

16

Page 17: Referat Sle Syarafina

Hidroksiklorokuin

(3,5-4

mg/kg/BB/hr)

200-400 mg/hr

keluhan GIT,

rash, myalgia,

sakit kepala,

anemi

hemolitik pada

pasien dengan

defisiensi

G6PD

mata, G6PD

pada pasien

berisiko

lapangan pandang

mata setiap 3-6

bulan

Azatriopin 50-150 mg/hr,

dosis terbagi 1-

3, tergantung

BB

Mielosupresif,

hepatotoksik,

gangguan

lomfoprolifera

tif

Darah tepi

lengkap,

kreatinin,

AST/ALT

Gejala

mielosupresif

Darah tepi

lengkap setiap 1-2

minggu dan

selanjutnya 1-3

bulan interval.

AST setiap tahun

dan pap smear

secara teratur

Siklofosfamid Per oral: 50-150

mg/hari.

IV: 500-750

mg/m2 dalam

Dextrose 250

ml, infus selama

1 jam

Mielosupresif,

gangguan

limfoprolifera-

tif, keganasan,

imunosupresi,

sistitis

hemoragik,

infertilitas

sekunder

Darah tepi

lengkap,

hitung jenis

leukosit, urin

lengkap.

Gejala

mielosupresif,

hematuria dan

infertilitas

Darah tepi

lengkap dan urin

lengkap setiap

bulan, sitologi

urin dan pap

smear setiap

tahun seumur

hidup

Metotreksat 7.5–20mg/

minggu, dosis

tunggal atau

terbagi3. Dapat

diberikan pula

melalui injeksi

Mielosupresif,

fibrosis

hepatik,

sirosis,

infiltrat

pulmonal dan

fibrosis

Darah tepi

lengkap, foto

toraks,

serologi

hepatitis B

dan C pada

pasien risiko

tinggi, AST,

fungsi hati,

kreatinin

Gejala

mielosupresif,

sesak nafas, mual

dan muntah, ulkus

mulut

Darah tepi

lengkap terutama

hitung trombosit

setiap4-8 minggu,

AST / ALT dan

albumin tiap 4-8

minggu, urin

lengkap dan

kreatinin

17

Page 18: Referat Sle Syarafina

Siklosporin A 2.5–5 mg/kg

BB, atau sekitar

100– 400 mg

per hari dalam 2

dosis,

tergantung BB

Pembengkaka

n, nyeri gusi,

peningkatan

tekanan darah,

peningkatan

pertumbuhan

rambut,

gangguan

fungsi ginjal,

nafsu makan

menurun,

tremor.

Darah tepi

lengkap,

kreatinin,

urin lengkap,

LFT

Gejala

hipersensitifitas

terhadap castor oil

(bila obat

diberikan injeksi),

tekanan darah,

fungsi hati dan

ginja

Kreatinin, LFT,

darah tepi lengkap

Miklofenolat

mofetil

1000-2000 mg

dalam 2 dosis

Mual, diare,

leukopenia

Darah tepi

lengkap,

feses

lengkap

Gejala

gastrointestinal

seperti mual,

muntah.

Darah tepi

lengkap terutama

leukosit dan

hitung jenisnya

OAINS: obat anti inflamasi non steroid, AST/ALT: aspartate serum transaminase/ alanine serum

transaminase, LFT:liver function test

*hidroksiklorokuin saat ini belum tersedia di Indonesia.

1. NSAID (Non Steroid Anti-Inflamasi Drugs)

NSAIDs adalah obat anti inflamasi non steroid, merupakan pengobatan yang efektif

untuk mengendalikan gejala pada tingkatan ringan, tapi harus digunakan secara hati-hati

karena sering menimbulkan efek samping peningkatan tekanan darah dan merusak fungsi

ginjal. Bahkan beberapa jenis NSAID dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.

Obat tersebut dapat juga mengganggu ovulasi dan jika digunakan dalam kehamilan (setelah 20

minggu), dapat mengganggu fungsi ginjal janin.

2. Kortikosteroid

Kortikosteroid (KS) digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan SLE.

18

Page 19: Referat Sle Syarafina

Meski dihubungkan dengan munculnya banyak laporan efek samping, KS tetap merupakan

obat yang banyak dipakai sebagai antiinflamasi dan imunosupresi.

Dosis KS yang digunakan juga bervariasi. Untuk meminimalkan masalah interpretasi

dari pembagian ini maka dilakukanlah standarisasi berdasarkan patofisiologi dan

farmakokinetiknya.

Terminologi pembagian dosis kortikosteroid tersebut adalah:

Dosis rendah : 7.5 mg prednisone atau setara perhari

Dosis sedang : > 7.5 mg, tetapi 30 mg prednisone atau setara perhari

Dosis tinggi : > 30 mg, tetapi 100 mg prednisone atau setara perhari

Dosis sangat tinggi : > 100 mg prednisone atau setara perhari

Terapi pulse : 250 mg prednisone atau setara perhari untuk 1 hari atau beberapa

hari

Indikasi Pemberian Kortikosteroid

Pembagian dosis KS membantu kita dalam menatalaksana kasus rematik. Dosis rendah

sampai sedang digunakan pada SLE yang relatif tenang. Dosis sedang sampai tinggi berguna

untuk SLE yang aktif. Dosis sangat tinggi dan terapi pulse diberikan untuk krisis akut yang

berat seperti pada vaskulitis luas, nephritis lupus, lupus cerebral.

Tabel 3. Farmakodinamik Pemakaian Kortikosteroid pada Reumatologi

19

Page 20: Referat Sle Syarafina

*Klinis; retensi natrium dan air, kalium berkurang

symbol: - tidak; ++ tinggi, +++ tinggi ke sangat tinggi, ++++ sangat tinggi

Tabel 4. Efek Samping yang Sering Ditemui pada Pemakaian Kortikosteroid

HPA, hypothalamic-pituitary-adrenal; OAINS, obat anti inflamasi non steroid

Cara Pemberian Kortikosteroid

Pulse Terapi Kortikosteroid

Pulse terapi KS digunakan untuk penyakit rematik yang mengancam nyawa, induksi

atau pada kekambuhan. Dosis tinggi ini biasanya diberikan intravena dengan dosis 0,5-1 gram

20

Page 21: Referat Sle Syarafina

metilprednisolon (MP). Diberikan selama 3 hari berturut-turut.

Indikasi pulse metilprednisolon:

1. Neuro psikiatri lupus berat (kejang, penurunan kesadaran, mielitis

transversa, cerebrovaskular accident, psikosis, sindrom otak organic,

mononeuritis multipleks)

2. Nefritis lupus WHO kelas III, IV atau V dengan progresivitas aktivitas

penyakit

3. Gangguan hematologi (Trombositopenia refrakter berat dengan perdarahan,

anemia hemolitik)

4. Hemoragik pulmonal yang berat

5. Vaskulitis generalisata

Kontraindikasi:

1. Diketahui hipersensitivitas / alergi terhadap obat pulse terapi

2. Sedang mengalami infeksi akut (merupakan kontraindikasi relatif), jika sangat

dibutuhkan, pemberian pulse dilakukan segera setelah pemberian antibiotic

3. Hipertensi (jika tekanan darah sudah diturunkan dengan obat antihipertensi

pemberian pulse dapat dilakukan)

Cara pengurangan dosis kortikosteroid

Karena berpotensial mempunyai efek samping, maka dosis KS mulai dikurangi segera

setelah penyakitnya terkontrol. Tapering harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari

kembalinya aktivitas penyakit, dan defisiensi kortisol yang muncul akibat penekanan aksis

hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) kronis. Tapering secara bertahap memberikan pemulihan

terhadap fungsi adrenal. Tapering tergantung dari penyakit dan aktivitas penyakit, dosis dan

21

Page 22: Referat Sle Syarafina

lama terapi, serta respon klinis.

Sebagai panduan, untuk tapering dosis prednison lebih dari 40 mg sehari maka dapat

dilakukan penurunan 5-10 mg setiap 1-2 minggu. Diikuti dengan penurunan 5 mg setiap 1-2

minggu pada dosis antara 40-20 mg/hari. Selanjutnya diturunkan 1-2,5 mg/ hari setiap 2-3

minggu bila dosis prednison < 20 mg/hari. Selanjutnya dipertahankan dalam dosis rendah

untuk mengontrol aktivitas penyakit.

Sparing agen kortikosteroid

Istilah ini digunakan untuk obat yang diberikan untuk memudahkan menurunkan dosis

KS dan berfungsi juga mengontrol penyakit dasarnya. Obat yang sering digunakan sebagai

sparing agent ini adalah azatioprin, mikofenolat mofetil, siklofosfamid dan metotrexate.

Pemberian terapi kombinasi ini adalah untuk mengurangi efek samping KS.

3. Antimalaria

Hydroxychloroquine (Plaquenil) lebih sering digunakan dibanding kloroquin karena

risiko efek samping pada mata diyakini lebih rendah. Toksisitas pada mata berhubungan baik

dengan dosis harian dan kumulatif, Selama dosis tidak melebihi, resiko tersebut sangat kecil.

Pasien dianjurkan untuk memeriksa ketajaman visual setiap 6 bulan untuk identifikasi dini

kelainan mata selama pengobatan. Dewasa ini pemberian terapi hydroxychloroquine diajurkan

untuk semua kasus lupus dan diberikan untuk jangka panjang. Obat ini memiliki manfaat

untuk mengurangi kadar kolesterol, efek anti-platelet sederhana dan dapat mengurangi risiko

cedera jaringan yang menetap serta cukup aman pada kehamilan.

4. Immunosupresan

o Azathioprine: Azathioprine (Imuran) adalah antimetabolit imunosupresan: mengurangi

biosintesis purin yang diperlukan untuk perkembangbiakan sel termasuk sel sistem

kekebalan tubuh. Mual adalah efek samping yang umum terjadi, sedangkan leukopenia

dan trombositopenia terjadi hanya pada sekitar 4% kasus. Pemantauan efek obat bisa

menjadi masalah jika odapus sudah memiliki gejala klinis tersebut. Azathioprine

dianggap aman digunakan selama kehamilan.

22

Page 23: Referat Sle Syarafina

o Mycophenolate mofetil: Mycophenolate mofetil (MMF) berfungsi menghambat

sintesis purin, proliferasi limfosit dan respon sel T antibodi. Dibandingkan

siklofosfamid, MMF tidak menyebabkan kegagalan fungsi ovarium (indung telur) dan

lebih sedikit menyebabkan infeksi serius, leukopenia atau alopecia (kebotakan). Obat

ini juga diduga lebih efektif dan lebih baik ditoleransi daripada azathioprine namun

kontra indikasi dalam kehamilan, sehingga hanya boleh digunakan pada wanita usia

subur bila disertai penggunaan kontrasepsi yang dapat diandalkan. Karena panjangnya

waktu paruh, pengobatan harus dihentikan sedikitnya enam minggu sebelum konsepsi

yang direncanakan.

o Methotrexate: Methotrexate merupakan asam folat antagonis yang diklasifikasikan

sebagai agen sitotoksik antimetabolit, tetapi memiliki banyak efek pada sel- sel sistem

kekebalan tubuh termasuk modulasi produksi sitokin. Digunakan seminggu sekali dan

jika diperlukan diberikan pula asam folat sekali seminggu (tidak pada hari yang sama

dengan methotrexate) secara rutin untuk mengurangi risiko efek samping. Mual dan

sariawan cukup sering terjadi, leukopenia, trombositopenia dan tes fungsi hati yang

abnormal kadang-kadang dapat terjadi. Obat ini tidak boleh digunakan selama

kehamilan dan harus dihentikan penggunaannya tiga bulan sebelum konsepsi.

o Cyclosporin: Cyclosporin menghambat aksi kalsineurin sehingga menyebabkan

penurunan fungsi efektor limfosit T. Hipertensi dan peningkatan kreatinin serum

merupakan efek samping yang paling sering terjadi sehingga pemantauan tekanan

darah dan kreatinin sangat penting. Obat ini dianggap aman untuk digunakan selama

kehamilan dalam dosis efektif terendah dengan memonitor secara seksama tekanan

darah dan fungsi ginjal.

o Cyclophosphamide: Obat ini telah digunakan secara luas untuk pengobatan lupus yang

mengenai organ internal dalam empat dekade terakhir. Telah terbukti meningkatkan

efek pengobatan terhadap pasien lupus ginjal dibandingkan hanya diberikan steroid

saja. Obat ini juga banyak digunakan untuk pengobatan lupus susunan saraf pusat berat

dan penyakit paru berat. Dapat diberikan dalam dosis oral harian atau sebagai infus

intravena. sesuai dengan keparahan penyakit.

23

Page 24: Referat Sle Syarafina

Efek samping utama yang harus diperhatikan adalah peningkatan risiko infeksi,

kegagalan fungsi ovarium, toksisitas kandung kemih, dan peningkatan risiko

keganasan. Obat ini teratogenik dan mengganggu fungsi organ reproduksi baik pada

pria maupun wanita. Sehingga penggunaan obat harus dihentikan tiga bulan sebelum

konsepsi.

o Rituximab: Rituximab bekerja pada sel B yang diduga merupakan sel esensial dalam

perkembangan lupus. Sekarang ini Rituximab sering diberikan kombinasi dengan

methotrexate. Setelah infus rituximab ditemukan penurunan tingkat autoantibodi.

Rituximab telah menyebabkan kemajuan dramatis pada beberapa odapus. Saat ini

Rituximab termasuk salah satu obat yang menjanjikan untuk Lupus.

5. Terapi lain

Beberapa obat lain yang dapat digunakan pada keadaan khusus SLE mencakup:

o Intra vena imunoglobulin terutama IgG, dosis 400 mg/kgBB/hari selama 5 hari,

terutama pada pasien SLE dengan trombositopenia, anemia hemilitik, nefritis,

neuropsikiatrik SLE, manifestasi mukokutaneus, atau demam yang refrakter dengan

terapi konvensional

o Plasmaferesis pada pasien SLE dengan sitopeni, krioglobulinemia dan lupus serberitis

o Thalidomide 25-50 mg/hari pada lupus diskoid

o Danazol pada trombositopenia refrakter

o Dehydroepiandrosterone (DHEA) dikatakan memiliki steroid-sparring effect pada SLE

ringan

o Dapson dan derivat retinoid pada SLE dengan manifestasi kulit yang refrakter dengan

obat lainnya

o Rituximab suatu monoklonal antibodi kimerik dapat diberikan pada SLE yang berat

24

Page 25: Referat Sle Syarafina

o Belimumab suatu monoklonal antibodi yang menghambat aktivitas stimulator limfosit

sel B telah dilaporkan efektif dalam terapi SLE42 (saat ini belum tersedia di Indonesia)

o Terapi eksperimental diantaranya antibodi monoklonal terhadap ligan CD40

(CD40LmAb)

o Dialisis, transplantasi autologus stem-cell.

Obat-obat yang dapat digunakan sesuai manifestasi penyakit:

1. Ruam kulit

Sun block/tabir surya

Topikal kortikosteroids

2. Nyeri danbengkak pada sendi

Analgesik sederhana seperti: Parasetamol, NSAID

Topikal analgesic

Amitriptiline: golongan antidepresan yang diresepkan bersama analgesik pada

pasien sekunder fibromyalgia untuk mengatasi stress akibat rasa nyeri yang

berkepanjangan

3. Mata kering

Tetes air mata buatan untuk mengatasi kekeringan bola mata

4. Sariawan dan kekeringan rongga mulut

Salivary substitute: air liur buatan dalam bentuk cair atau semprot berbahan

dasar methylcellulose atau gastric mucin

25

Page 26: Referat Sle Syarafina

Obat kumur steroid

5. Trombositopeni

Danazol (Danocrine) atau vincristine (Oncovin) adalah terapi jangka panjang

bagi penderita trombositopenia berat

6. Osteoporosis

Vitamin D

Kalsium

7. Risiko penyakit jantung coroner

Asam folat

Obat penurun kadar lemak darah

Rekomendasi

Pengobatan SLE meliputi edukasi dan konseling, rehabilitasi medik dan medika

mentosa

Pemberian terapi kotrikosteroid merupakan lini pertama, cara penggunaan, dosis dan

efek samping perlu diperhatikan

Terapi pendamping (sparing agent) dapat digunakan untuk memudahkan menurunkan

dosis kortikosteroid, mengontrol penyakit dasar dan mengurangi efek samping KS.

Pengobatan SLE Berdasarkan Aktivitas Penyakitnya

a. Pengobatan SLE Ringan: Pilar pengobatan pada SLE ringan dijalankan secara bersamaan

dan berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang penting agar tujuan di atas

tercapai, yaitu:

26

Page 27: Referat Sle Syarafina

Obat-obatan:

Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan

Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan pengelolaan

nyeri dan inflamasi

Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan potensi

ringan)

Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet klorokuin 250 mg

mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa mata pada saat awal akan

pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan, sementara hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5

mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) dan periksa mata setiap 6-12 bulan

Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari atau yang setara

Tabir surya: Gunakan tabir surya topikal dengan sun protection factor sekurang-

kurangnya 15 (SPF 15).

b. Pengobatan SLE Sedang: Pilar penatalaksanaan SLE sedang sama seperti pada SLE

ringan kecuali pada pengobatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan

tertentu serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada serosistis yang

refrakter: 20 mg / hari prednison atau yang setara.

c. Pengobatan SLE Berat atau Mengancam Nyawa: Pilar pengobatan sama seperti pada

SLE ringan kecuali pada penggunaan obat- obatannya. Pada SLE berat atau yang mengancam

nyawa diperlukan obat-obatan seperti:

Glukokortikoid Dosis Tinggi: Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia: 40 – 60

mg / hari (1 mg/kgBB) prednison atau yang setara selama 4-6 minggu yang kemudian

diturunkan secara bertahap, dengan didahului pemberian metilprednisolon intra vena

500 mg sampai 1 g / hari selama 3 hari bertutut-turut.

Obat Imunosupresan atau Sitotoksik: Terdapat beberapa obat kelompok

27

Page 28: Referat Sle Syarafina

imunosupresan/sitotoksik yang biasa digunakan pada SLE, yaitu azatioprin,

siklofosfamid, metotreksat, siklosporin, mikofenolat mofetil. Pada keadaan tertentu

seperti lupus nefritis, lupus serebritis, perdarahan paru atau sitopenia, seringkali

diberikan gabungan antara kortikosteroid dan imunosupresan/ sitotoksik karena

memberikan hasil pengobatan yang lebih baik.

Algoritma Penatalaksanaan SLE

Algoritme penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik. Terapi SLE sesuai dengan keparahan manifestasinya.

TR tidak respon, RS respon sebagian, RP respon penuh

KS adalah kortikosteroid setara prednison, MP metilprednisolon, AZA azatioprin, OAINS obat anti inflamasi steroid, CYC siklofosfamid, NPSLE neuropsikiatri SLE.

Pemantauan

Batasan operasional pemantauan adalah dilakukannya observasi secara aktif

menyangkut gejala dan tanda baru terkait dengan perjalanan penyakit dan efek pengobatan /

28

Page 29: Referat Sle Syarafina

efek sampingnya, baik yang dapat diperkirakan maupun tidak memerlukan pemantauan yang

tepat. Proses ini dilakukan seumur hidup pasien dengan SLE. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan adalah:

a. Anamnesis:Demam, penurunan berat badan, kelelahan, rambut rontok meningkat,

nyeri dada pleuritik, nyeri dan bengkak sendi. Pemantauan ini dilakukan setiap kali

pasien SLE datang berobat

b. Fisik:Pembengkakan sendi, ruam, lesi diskoid, alopesia, ulkus membran mukosa, lesi

vaskulitis, fundus, dan edema. Lakukanlah pemeriksaan fisik yang baik. Bantuan

pemeriksaan dari ahli lain seperti spesialis mata perlu dilakukan bila dicurigai adanya

perburukan fungsi mata atau jika klorokuin/ hidroksiklorokuin diberikan

c. Penunjang:Hematologi (darah rutin), analisis urin, serologi, kimia darah dan radiologi

tergantung kondisi klinis.

Sistim Rujukan dan Fungsi Konsultatif

Batasan operasional rujukan kasus SLE ditujukan bagi dokter umum, internis atau ahli

lain yang memerlukan kepastian diagnosis, pengelolaan pada kasus yang tidak responsif

terhadap pengobatan yang diberikan, adanya kekambuhan pada pasien yang telah tenang

(remisi) ataupun kasus SLE sedang berat dan keterlibatan organ vital, guna pengelolaan

spesialistik.

Terdapat 4 (empat) tugas utama sebagai dokter umum di perifer atau pusat pelayanan

kesehatan primer, yaitu:

1. Waspada terhadap kemungkinan penyakit SLE ini di antara pasien yang dirawatnya

dan melakukan rujukan diagnosis

2. Melakukan tatalaksana serta pemantauan penyakit SLE ringan dan kondisinya stabil

(pasien SLE tanpa keterlibatan organ vital dan atau terdapat komorbiditas)

3. Mengetahui saat tepat untuk melakukan rujukan ke ahli reumatik pada kasus SLE

29

Page 30: Referat Sle Syarafina

4. Melakukan kerjasama dalam pengobatan dan pemantauan aktivitas penyakit pasien

SLE derajat berat.

SLE pada Keadaan Khusus

I. SLE dan Kehamilan

Kesuburan penderita SLE sama dengan populasi wanita bukan SLE. Beberapa

penelitian mendapatkan kekambuhan lupus selama kehamilan namun umumya ringan, tetapi

jika kehamilan terjadi pada saat nefritis masih aktif maka 50-60% eksaserbasi, sementara jika

nefritis lupus dalam keadaan remisi 3-6 bulan sebelum konsepsi hanya 7-10% yang

mengalami kekambuhan.

Kemungkinan untuk mengalami preeklampsia dan eklampsia juga meningkat pada

penderita dengan nefritis lupus dengan faktor predisposisi yaitu hipertensi dan sindroma anti

fosfolipid (APS).

Penanganan penyakit SLE sebelum, selama kehamilan dan pasca persalinan sangat

penting. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

1. Jika penderita SLE ingin hamil dianjurkan sekurang-kurangnya setelah 6 bulan

aktivitas penyakitnya terkendali atau dalam keadaan remisi total. Pada lupus nefritis

jangka waktu lebih lama sampai 12 bulan remisi total. Hal ini dapat mengurangi

kekambuhan lupus selama hamil.

2. Medikamentosa:

a) Dosis kortikosteroid diusahakan sekecil mungkin yaitu tidak melebihi 7,5 mg/hari

prednison atau setara.

b) DMARDs atau obat-obatan lain seyogyanya diberikan dengan penuh kehati-hatian.

30

Page 31: Referat Sle Syarafina

Table 4 . Obat-obatan pada Kehamilan dan Menyusui

Kontraindikasi untuk hamil pada wanita dengan SLE

- Hipertensi pulmonal yang berat (Perkiraan PAP sistolik >50 mm Hg atau simptomatik)

- Penyakit paru restriktif (FVC <1 l)

- Gagal jantung

- Gagal ginjal kronis (Kr >2.8 mg/dl)

- Adanya riwayat preeklamsia berat sebelumnya atau sindroma HELLP (Hemolitic anemia, elevated liver function test, low platelet) walaupun sudah diterapi dengan aspirin dan heparin

- Stroke dalam 6 bulan terakhir

- Kekambuhan lupus berat dalam 6 bulan terakhir

Pengaruh kehamilan pada SLE terhadap fetus adalah adanya kemungkinan

peningkatan risiko terjadi fetal heart block (kongenital) sebesar 2%. Kejadian ini berhubungan

dengan adanya antibodi anti Ro/SSA atau anti La/SSB.

31

Page 32: Referat Sle Syarafina

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, J., Nasution, A.R., Kalim, H., Sidabutar, R.P., Diagnosis dan Terapi Lupus

Eritematosus Sistemik, Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IDI.

Eugene Braunwald, Anthony S. Fauci, Dennis L. Kasper, Stephen Hauser, Dan L. Longo, J.

Larry Jameson. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi ke 15. Mc.Graw Hill.

New York, 2001 : 1922 – 1927

Gunadi R, Dewi S, Kamijoyo L, Pramudiya R. Diagnosis dan terapi penyakit Reumatik.

Jakarta. Sagung Seto. 2006.

Hahn, B.H., Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4, Edisi 13, EGC Penerbit

Buku Kedokteran, Jakarta, 2000.

Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, Setiyohadi B. Lupus Eritematosus Sistemik. Dalam: Sudoyo

AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Universitas Indonesia. 2006 : 1214–1220.

Jacobs JWG, Bijlsma JWJ. Glucocorticoid therapy. In: Firestein GS, Budd RC, Harris ED,

McInnes IB, Ruddy S, Sergent JS. Editors. Kelley’s Textbook of rheumatology. 8th ed.

Philadelphia. WB Saunders Elsevier. 2009:863-881

Kasjmir Y I, Handono K, Wijaya LK, et al. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi

Indonesia untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik dalam

Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta, 2011: 01 – 46.

Lahita RG. The clinical presentation of systemic lupus erythematosus. In:Lahita RG, Tsokos

G, Buyon J, Koike T. Editors. Systemic Lupus erythematosus, 5th ed. San Diego.

Elsevier; 2011: 525-540.

Rahmat Gunadi, Sumartini Dewi, Laniyati Hamijoyo, Riardi Pramudiyo. Diagnosis dan Terapi

Penyakit Reumatik Cetakan ke 1. Sagung Seto. Jakarta, 2006: 21 – 35.

Ruiz-Irastorza G. Khamashta MA. Lupus and pregnancy: ten questions and some answers.

Lupus 2008; 17; 416-420.

32

Page 33: Referat Sle Syarafina

Tutuncu ZN, Kalunian KC. The Definition and clasification of systemic lupus erythematosus.

In: Wallace DJ, Hahn BH, editors. Duboi’s lupus erythematosus. 7th ed. Philadelphia.

Lippincott William & Wilkins; 2007:16-19

Urowitz MB, Bookman AAM, Koehler BE, Gordon DA, Smythe HA, Ogryzlo MA. The

bimodal mortality pattern of systemic lupus erythematosus. Am J Med 1976; 60:221-5.

33