referat pa prostatitis

35
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prostatitis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada kelenjar prostat. Kelenjar prostat adalah organ berbentuk seperti kenari yang merupakan bagian dari sistem reproduksi pria dan terletak tepat di bawah kandung kemih. Prostat merupakan suatu struktur dengan dua lobus yang mengelilingi uretra (suatu saluran yang menyalurkan urin dari kandung kemih keluar tubuh melalui penis) dan menghasilkan paling banyak cairan yang terkandung di dalam air mani. Air mani adalah cairan yang berwarna seperti susu yang mengandung protein dan nutrisi yang memelihara dan mengangkut sperma keluar dari penis sewaktu ejakulasi (Nickel, 2013). Pada prostatitis, pembengkakan kelenjar prostat akibat peradangan menyebabkan rasa nyeri dan kesulitan berkemih. Kebanyakan pria juga menunjukkan gejala nyeri pada saat ejakulasi sewaktu melakukan hubungan seksual. Prostatitis Bakterialis Akut adalah bentuk yang jarang terjadi tetapi merupakan bentuk yang paling berat yang disebabkan karena infeksi bakteri yang tiba-tiba. Hal ini mudah untuk dikenali melalui awitan gejala yang timbul secara tiba-tiba, seperti nyeri saat berkemih, nyeri 1

Upload: dewi-wahyu-wulandari

Post on 05-Dec-2015

84 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Prostatitis

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prostatitis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan

peradangan pada kelenjar prostat. Kelenjar prostat adalah organ berbentuk

seperti kenari yang merupakan bagian dari sistem reproduksi pria dan terletak

tepat di bawah kandung kemih. Prostat merupakan suatu struktur dengan dua

lobus yang mengelilingi uretra (suatu saluran yang menyalurkan urin dari

kandung kemih keluar tubuh melalui penis) dan menghasilkan paling banyak

cairan yang terkandung di dalam air mani. Air mani adalah cairan yang

berwarna seperti susu yang mengandung protein dan nutrisi yang memelihara

dan mengangkut sperma keluar dari penis sewaktu ejakulasi (Nickel, 2013).

Pada prostatitis, pembengkakan kelenjar prostat akibat peradangan

menyebabkan rasa nyeri dan kesulitan berkemih. Kebanyakan pria juga

menunjukkan gejala nyeri pada saat ejakulasi sewaktu melakukan hubungan

seksual. Prostatitis Bakterialis Akut adalah bentuk yang jarang terjadi tetapi

merupakan bentuk yang paling berat yang disebabkan karena infeksi bakteri

yang tiba-tiba. Hal ini mudah untuk dikenali melalui awitan gejala yang

timbul secara tiba-tiba, seperti nyeri saat berkemih, nyeri punggung bagian

bawah, demam dan menggigil. Prostatitis Bakterialis Kronis yang juga

disebabkan oleh infeksi bakteri tetapi gejalanya timbul secara bertahap dan

bertahan selama lebih dari 3 bulan (Sudoyo, 2009).

Prostatitis Kronis adalah bentuk paling sering dari prostatitis dan tidak

disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyebab pastinya biasanya tidak diketahui.

Gejala yang sama dengan prostatitis bakterialis akut tetapi tanpa disertai

demam. Prostatitis Inflamatori Asimtomatik tidak menimbulkan gejala

apapun dan biasanya ditemukan secara tidak sengaja ketika melakukan tes

untuk masalah lain. Prostatitis yang disebabkan oleh bakteri dapat ditangani

dengan menggunakan antibiotik. Penghilang rasa nyeri juga dapat digunakan

untuk mengendalikan gejala. Penderita kondisi ini tidak memiliki risiko tinggi

untuk terkena kanker prostat (Campeggi et al., 2014).

1

B. Tujuan

1. Mengetahui seluk beluk mulai dari definisi hingga prognosis tentang

prostatitis.

2. Mengetahui tindakan preventif bagi penderita atau masyarakat awam

mengenai prostatitis.

3. Mengetahui bentuk penanganan medis baik tindakan preventif maupun

kuratif secara klinis bagi tenaga medis.

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Prostatitis bukanlah suatu kondisi tunggal tetapi merupakan sekelompok

gangguan dengan gejala terkait, yaitu istilah umum yang digunakan untuk

menggambarkan suatu keadaan radang prostat. Peradangan kelenjar prostat ini

terjadi pada pria, dimana reaksi inflamasi atau peradangan ini dapat disebabkan

oleh bakteri maupun non bakteri. Prostatitis dikatakan akut karena terjadi

secara mendadak dan berlangsung lebih singkat. Sementara jika prostatitis

berlangsung lama atau persisten maka disebut dengan prostatitis kronis.

Prostatitis akut termasuk pada prostatitis yang bersifat infektif. Artinya

peradangan pada kelenjar prostat terjadi karena terinfeksi bakteri (Nickel,

2013).

B. Etiologi

Etiologi atau penyebab dari prostatitis antara lain sebagai berikut :       

1. Idiopatik

Beberapa kejadian prostatitis terkadang terjadi begitu saja tanpa

diketahui penyebabnya, baik ditelusuri dari anamnesis kepada penderita

ataupun setelah dilakukan pemeriksaan (Nickel, 2013).

2. Agent infeksius (bakteri,fungi, mikoplasma)

Infeksi bisa terjadi akibat dari bakteri yang berasal dari usus atau

melalui aliran darah yang telah menempuh perjalanan dari infeksi lain di

dalam tubuh. Hal yang dapat memicu terjadinya infeksi adalah kerusakan

pada prostat itu sendiri, misalnya adanya luka setelah operasi prostat

dilakukan. Transmisi hubungan seksual tidak berpengaruh pada penyakit

prostatitis akut (Campeggi et al., 2014).

3. Striktur uretra

Striktur uretra merupakan kondisi medis yang ditandai oleh

penyempitan abnormal uretra, saluran yang mengalirkan urin dari kandung

kemih keluar dari tubuh. Penyempitan saluran uretra ini dapat memicu

terjadinya refluks urin ataupun penumpukan urin pada saluran uretra,

3

sehingga dapat menyebabkan peradangan pada organ sekitar uretra seperti

pada prostat akan terjadi prostatitis (Sudoyo, 2009).

4. Hyperplasia prestatik

Terjadinya hiperplasia pada kelenjar prostat akan menginduksi

terjadinya inflamasi pada kelenjar prostat, sehingga dapat memicu

terjadinya prostatitis (Campeggi et al., 2014).

C. Epidemiologi

Prevalensi prostatitis bervariasi di berbagai belahan dunia : 4 % di

Belanda, 14 % di Finlandia, 8 % di Malaysia, 6,6 % di Kanada, dan 2,7 % di

Singapura . Diperkirakan kalau separuh dari seluruh laki-laki yang ada di dunia

akan mengalami gejala prostatitis sepanjang hidupnya. Pada awal tahun 1990-

an di USA jumlah kunjungan penderita dengan prostatitis sebanyak 2 juta per

tahun, menandingi jumlah kunjungan penderita dengan Benign Prostatic

Hiperthropy (BPH) pada tahun yang sama (Naber, 2011).

Umur penderita yang paling sering menderita prostatitis adalah kurang

dari 50 tahun. Studi epidemiologis dari prostatitis dibatasi oleh pasien atau

ingatan dokter kondisi dan oleh dokter kekeliruan dalam membuat diagnosis.

Karena prostatitis disebabkan oleh bakteri, dan prostatitis abakterial terutama

kronis, dapat hadir dengan berbagai gejala, sulit untuk memberikan angka yang

tepat mengenai kejadian subtipe individual penyakit (Naber, 2011).

D. Faktor Resiko

Beberapa peneliti berpendapat prostatitis adalah penyakit non infeksius

yang disebabkan oleh berbagai hal. Pertama, problem psikologis seperti stres

dan depresi, keadaan psikologis yang umum dijumpai pada penderita

prosatatitis. Sulit ditentukan apakah problem psikologis menyebabkan

prosatatitis atau prosatatitis justru merupakan penyebab gangguan psikologis.

Kedua, penyakit autoimun atau seperti sindrom Reiter sebagai penyebab

prosatatitis. Hal tersebut berdasarkan beberapa kasus yang diasumsikan bakteri

penyebab telah dieliminasi setelah terapi antibakteri teryata respons imun atau

inflamasi prostat tetap ada. Ketiga, penyebab organik seperti disfungsi

4

neuromusknlar leher kandung kemih, spasme uretra dan mialgia akibat

menegangnya otot dasar panggul. Kempat, inflamasi yang diinduksi oleh bahan

kimiawi. Akibat refluks urin ke dalam duktus prostatikus, dapat menyebabkan

prostat terpajan bahan kimiawi dalam urin, seperti asam urat yang selanjutnya

memicu reaksi inflamasi. Kelima, pasien prostatitis sebenarnya menderita

sistitis interstisial sedangkan gejala prostatitis yang dialami hanyalah gejala

ikutan dari sistitis interstisial (Krieger JN, 2012).

E. Tanda dan gejala

Sebagaimana penyakit infeksi dan proses inflamasi lainnya, gejala

prostatitis berupa pembengkakan dan nyeri. Terjadi penyempitan saluran uretra

sehingga menyumbat leher kandung kemih. Gejala PNB biasanya tidak terlalu

jelas dan cenderung ringan sehingga sering diabaikan. Kumpulan gejalanya

berupa nyeri, gangguan berkemih, dan gangguan fungsi seksual. Nyeri

terbanyak dirasakan pada panggul atau pinggang belakang (Cariani, 2012).

Gangguan berkemih berupa disuria, urgensi dan rasa tidak lampias.

Gangguan fungsi seksual berupa disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, dan

infertilitas. Semua gejala itu dapat menurunkan kualitas hidup penderita pada

derajat yang sama dengan penyakit jantung koroner atau penyakit Crohn.

Prostatitis juga mengakibatkan gangguan kesehatan mental penderita yang

serupa dengan penderita diabetes melitus atau penyakit gagal jantung kongestif

(Cariani, 2012).

F. Penegakan diagnosis

1. Anamnesis

Pasien sering merasa malu dengan masalah genitalia mereka. Oleh

karena itu pertanyaan yang harus diajukan dengan hati-hati (Theodorou,

2012). Menurut Whitfield (2013) Anamnesis dari prostatitis harus

mencakup pertanyaan-pertanyaan berikut :

a. Apakah ada disuria?

b. Apakah ada frekuensi berkemih?

c. Apakah ada nokturia apapun?

5

d. Apakah ada dribbling terminal berkemih?

e. Apakah ada keraguan berkemih?

f. Bagaimana penuh adalah aliran kemih?

g. Telah gejala berkembang secara bertahap atau tiba-tiba?

h. Apakah ada inkontinensia atau urgensi berkemih? Mungkin ada

inkontinensia stres, ketidakstabilan detrusor, detrusor underactivity atau

obstruksi uretra.

Kelainan berkemih pada pria paling sering disebabkan oleh

prostatism. Hal ini menyebabkan keraguan, mengurangi kekuatan aliran urin

dan dribbling terminal. Gejala prostatism dapat dinilai dengan menggunakan

Skor Internasional Gejala Prostat (I- PSS) tetapi ini tidak memberikan

indikasi dari tingkat ukuran prostat atau sifat patologi yang mendasari.

Obstruksi lengkap dapat menyebabkan ketidakmampuan lengkap untuk

buang air atau meluap inkontinensia (Whitfield, 2013).

2. Pemeriksaan fisik

Mula-mula pasien diperiksa dalam keadaan terlentang dengan

abdomen dan genetalia terbuka penuh (Theodorou, 2012).

a. Inspeksi

Inspeksi harus mencakup abdomen (massa, distensi kandung

kemih) dan lipat paha (hernia, kelenjar limfe), serta penis dan skrotum.

Sering kali, penyakit yang dikeluhkan dapat dilihat dengan mudah. Pada

remaja dan dewasa, prepusium harus ditarik untuk memastikan tidak ada

fimosis atau kelainan lain. Bila fimosis menghambat penarikan

preputium, dianjurkan dilakukan sirkumsisi (Theodorou, 2012).

b. Palpasi

Pada palpasi penis dapat diidentifikasi adanya fibrosis dibatang

penis pada penyakit Peyronie, tetapi umumnya tidak banyak bermanfaat.

Palpasi isi skrotum ditujukan untuk mengidentifikasi struktur normal dan

hubungan kelainan dengan struktur-struktur tersebut. Dengan

menggunakan kedua tangan, tiap-tiap testis dipegang bergantian. Testis

sangat sensitif sehingga harus dipegang dengan hati-hati. Konsistensinya

harus seragam dan kenyal tanpa benjolan diskret atau indurasi yang

6

mungkin mengisyaratkan tumor. Pembesaran difusi dan nyeri tekan hebat

pada testis pria berumur mengisyaratkan orkitis, sedangkan testis yang

sangat nyeri, tertarik kearah pangkal skrotum, terletak melintang pada

remaja kemungkinan besar mengalami torsio (Theodorou, 2012).

Kelanjar limfe inguinal harus selalu di palpasi sebagai bagian dari

pemeriksaan genitalia pria. Biasanya satu dari 2 kelenjar limfe yang

menyerupai “untaian mutiara” dapat teraba di tiap-tiap lipat paha, tetapi

pembesaran yang lebih generalisata dapat terjadi pada penyakit

peradangan dan karsinoma penis. Tumor testis bermetastasis ke kelenjar

aorto-iliaka, bukan ke lipat paha, sehingga abdomen harus dipalpasi bila

dicurigai ada metastasis. Pemeriksaan prostat per rektum diindikasikan

bila pasien memperlihatkan gejala obstruksi aliran kandung kemih

(Theodorou, 2012).

3. Pemeriksaan penunjang

a. Persiapan Posien dan Pengumpulan Spesimen

Untuk pemeriksaan mikroskopis dan kultur bakteri kuantitatif urin

dan sekret prostat, spesimen didapatkan dengan menggunakan metode

spesimen empat porsi menurut Meares-Stamey yang diperkenalkan sejak

tahun 1968. Kini teknik itu jarang dilakukan tetapi pemeriksaan tersebut

tetap dianggap sebagai baku emas. Pengambilan spesimen harus

dilakukan dalam keadaan kandung kemih penuh. Sebelumnya harus

dijelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan dan

menandatangani persetujuan tindakan (informed consent). Harus

dilakukan tindakan aseptik pada glans penis dengan menggunakan

larutan antiseptik. Bagi laki-laki yang tidak disunat maka prepusium

harus ditarik ke belakang meniauhi glans penis. Kemudian dilakukan

tindakan aseptik dan prepusium tetap ditahan selama berkemih dan saat

pengeluaran sekret prostat. Urin dan sekret prostat penderita ditampung

dalam empat wadah yang berbeda. Wadah tersebut harus steril, bermulut

lebar, bertutup, ditulis identifikasi dan porsi yang ditampungnya sebagai

voided bladder (YBI, VB2, dan YB3) atau expressed prostatic secretion

(EPS). Penderita berkemih dan urin petama sebanyak 5-10 m1 ditampung

7

pada wadah pertama (\tsl). Pancaran selanjutnya ditampung pada wadah

kedua (VB2) sebanyak 5-10 ml. Setelah itu dilakukan pemijatan kelenjar

prostat. Selama pemijatan, penderita harus menahan kencing dalam

keadaan relaks dan tidak boleh mengencangkan sphincter ani atau otot-

otot dasar panggul supaya diperoleh sekret prostat dalam jumlah cukup.

Sekret prostat yang keluar ditampung pada wadah ketiga (EPS).

Kemudian penderita berkemih lagi dan urin sebanyak 5-10 ml ditampung

pada wadah keempat (VB3). Urin dan sekret prostat segar kurang dari I

jam harus segera diperiksa mikroskopis dan di kultur (Domingue DJ,

2011).

b. Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis pada EPS dapat membantu

mengidentifikasi proses inflamasi. Jika ditemukan lekosit dalam jumlah

bermakna maka disimpulkan telah terjadi respon terhadap proses

inflamasi pada prostat. Berbagai kriteria angka diajukan untuk

menentukan batas jumlah lekosit dalam EPS. Sebagian besar penelitian

menggunakan jumlah >20 lekosit/lapangan pandang besar. Belakangan

ini banyak yang menggunakan jumlah l0 lekosit/LPB atau 1000 lekosit

tanpa piuria, untuk menyatakan apakah terjadi proses inflamasi pada

prostat atau tidak. Apabila EPS tidak didapatkan maka VB 1 dan \ts2 10x

lebih kecil daripada VB3 digunakan untuk konfirmasi inflamasi kelenjar

prostat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Caliatli et al

pemeriksaan mikroskopis pada spesimen VB3 menunjukkan sensitivitas

yang lebih tinggi dibandingkan kultur yang berasal dari swab uretra. Juga

lebih mampu laksana dibandingkan pemeriksaan mikroskopis pada EPS

untuk menentukan apakah terjadi inflamasi atau tidak pada jaringan

prostat (Domingue DJ, 2011).

c. Pemeriksaan Kultur

Kultur bakteri digunakan untuk memastikan apakah sindrom

prostatitis disebabkan oleh bakteri (prostatitis bakterial akut atau

prostatitis nonbakterial). Umumnya kultur yang dilakukan adalah kultur

rutin pada agar darah dan agar MacConkey. Mikroorganisme yang

8

diduga penyebab Prostatitis tumbuh pada media khusus. Hal itu yang

diperkirakan mengapa bakteri penyebab Prostatitis tidak dapat tumbuh,

sehingga memberi kesan seolah tidak dinfeksi bakterial (Domingue DJ,

2011).

d. Pemeriksaan Serologi dan Imunologi

Pemeriksaan Serologi dan Imunologi Antibodi terhadap C.

trachomatis dapat dideteksi dengan uji fiksi komplemen Uji

mikroimunofluoresefis lebih sensitif untuk mendeteksi antibodi terhadap

C. trachomatis. Pemeriksaan pada infeksi U. urealyticurr dilakukan

dengan metode imunologi secara enzyme-immunoassay (EIA). Selain itu

dapat juga digunakan teknik western immunoblat. Pemeriksaan pada

infeksi jamur menggunakan antibodi monoklonal spesies spesifik secara

serologik. Antibodi imunoglobulin (Ig) M dapat dideteksi kira-kira dua

minggu setelah terinfeksi jamur dan akan betahan kurang dari enam

bulan. Setelah terbentuk IgM menyusul IgG dibentuk dan mencapai

puncaknya 6-12 minggu serta bertahan sampai beberapa bulan. Reaksi

serologik spesies spesifik pada tipe 1 : 32 mengindikasikan infeksi jamur.

Secara umum pemeriksaan serologi dan imunologi pada infeksi virus

bertujuan untuk mendeteksi antigen virus yang terlarut atau terbentuknya

antibodi sebagai respons imunitas ELISA, solid-phase radio

immunoassay (SPRIA), radioimmunoassay (RIA), dan imunofluoresens

(Domingue DJ, 2011).

G. Patogenesis

Sebagian besar infeksi pada duktus urogenital dan organ kelamin asesoris

disebabkan oleh organisme yang berjalan asenden melalui uretra. Sehingga

faktor mekanis seperti panjang uretra, buang air kecil, dan ejakulasi akan

memberi sebagian proteksi terhadap infeksi, meskipun seberapa penting

mekanisme pertahanan ini masih belum jelas. Perjalanan sebagian duktus

prostatika dan duktus ejakulatorik secara oblik juga dikatakan merupakan

mekanisme pertahanan mekanis. Sekresi prostat mengandung sejumlah

9

substansi yang bersifat aktif terhadap berbagai spektrum mikroorganisme

(Kriege JN, 2012).

Polipeptida mengandung zinc, yang disebut juga sebagai faktor

antibakteri prostat, adalah substansi antimikroba penting yang disekresi oleh

prostat. Prostat memiliki kandungan Prostat memiliki kandungan zinc lebih

tinggi dibanding semua organ lain, dan sekresi prostat pada pria normal

mengandung zinc dalam kadar yang tinggi. Aktivitas bakterisid dari sekresi

prostat terhadap berbagai organisme gram negatif dan gram positif merupakan

peran kadar zinc secara langsung. Pria yang telah terdiagnosis menderita

prostatitis kronis memiliki kadar zinc di dalam cairan prostat yang signifikan

lebih rendah, namun kadar zinc ini masih di dalam batas normal. Suplemen

zinc oral tidak dapat meningkatkan kadar zinc di dalam sekresi prostat pria

penderita prostatitis bakteri (Kriege JN, 2012).

Respons imun lokal prostat teraktivasi setelah kontak dengan patogen

terutama pada parenkim prostat. Kemudian dengan segera terjadi infiltrasi

limfosit pada stromaprostat. Infiltrasi sel inflamasi yang terdiri netrofil,

limfosit, dan makrofag, hanya terbatas pada lapisan epitel dan zona duktus

prostatikus. Terjadi akumulasi sekret prostat di sekitar lapisan epitel sehingga

akan membentuk semacam gelembung yang akan menimbulkan obstruksi

kelenjar prostat. Kalkuli prosat juga turut berperan pada proses inflamasi

dengan menimbulkan obstruksi di pusat duktus prostatikus. Hal tersebut

menghalangi pengeluaran sekret prostat bahkan dapat menjadi tempat

bersarangnya patogen bakteri sehingga mikroorganisrne dapat terhindar dari

respons imun tubuh pejamu atau antibiotik (Nickel, 2013).

10

Bakteri patogen terakumulasi di organ genitalia eksterna

Berjalan asendens di uretra pars spongios ahingga uretra pars prostatika

Bakteri berjalan oblik di duktus ejakulatorius

Prostat keluarkan zinc bersifat bakterisidal

↙ ↘Bakteri tereliminasi sempurna bakteri tidak tereliminasi

↓ ↓

Pasien sembuh aktivasi respon imun lokal di prostat

infiltrasi sel-sel imun inflamatorik

(makrofag, neutrophil, eosinophil, basophil)

Terjadi reaksi inflamasi terbatas di

zona epitel duktus prostat

Akumulasi sekret prostat

menimbulkan gelembung

Obstruksi di pusat duktus prostatikus

Bagan 2.1 Patogenesis Prostatitis (Nickel, 2013).

11

H. Patofisiologi

Patofisiologi prostatitis masih belumjelas seluruhnya, namun diduga

mekanismenya hampir serupa dengan prostatitis bakterial kronis. Pada individu

normal, laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena dipertahankan

jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat kolonisasi

mikroorganisme non-pathogenic fastidious gram positif dan gram negatif.

Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke

dalam saluran kemih yang lebih distal, misalnya kandung kemih. Pada

beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses

ini dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen

sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjut dari bakteriemia.

Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau

endokarditis akibat S. Aureus (Samirah, 2009).

Prostatitis secara umum digambarkan sebagai proses fokal baik akut

maupun kronis. Area inflamasi sangatberdekatan dengan zona periferal,

kemudian meluas ke zona periuretral. Zona periferal prostat tersusun atas

sistem duktus yang drainasenya kurang baik. Jika prostat mengalami

pembesaran akan mengakibatkan obstruksi uretra. Selanjutnya akan

menyebabkan refluks urin ke dalam duktus prostatikus. Apabila urin yang

terkontaminasi mikroorganisme misalnya kuman penyebab PMS mengalami

refluks, maka akan mengakibafkan infeksi aseending dan dimulainya proses

inflamasi (Coyle et al., 2010).

Sebagaimana penyakit infeksi dan proses inflamasi lainnya, gejala

prostatitis berupa pembengkakan dan nyeri. Terjadi penyempitan saluran uretra

sehingga menyumbat leher kandung kemih. Gejala prostatitis biasanya tidak

terlalujelas dan cenderung ringan sehingga sering diabaikan. Kumpulan

gejalanya berupa nyeri, gangguan berkemih, dan gangguan fungsi seksual.

Nyeri terbanyak dirasakan pada panggul atau pinggang belakang. Gangguan

berkemih berupa disuria, urgensi dan rasa tidak lampias. Gangguan fungsi

seksual berupa disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, dan infertilitas. Semua

gejala itu dapat menurunkan kualitas hidup penderita pada derajat yang sama

dengan penyakit jantung koroner atau penyakit Crohn. Prostatitis juga

12

mengakibatkan gangguan kesehatan mental penderita yang serupa dengan

penderita diabetes melitus atau penyakit gagal jantung kongestif (Coyle et al.,

2010).

I. Gambaran Histopatologi

Dalam prostatitis bakteri, penularan bakteri adalah umum, tetapi

hematogen, limfatik, dan penyebaran bersebelahan infeksi dari organ

sekitarnya juga harus diperhatikan. Meskipun berbagai rute telah didalilkan,

tidak ada telah tegas dibuktikan (Krieger et al., 2011).

Sebuah riwayat penyakit menular seksual dikaitkan dengan peningkatan

risiko untuk gejala prostatitis. Adanya sel inflamasi akut pada epitel kelenjar

dan lumen prostat, dengan sel-sel inflamasi kronis pada jaringan periglandular,

ciri prostatitis (lihat gambar di bawah). Namun, kehadiran dan kuantitas sel-sel

inflamasi dalam urin atau prostat sekresi tidak berkorelasi dengan keparahan

gejala klinis (Krieger et al., 2011).

Gambar 2.1 Sebuah infiltrat inflamasi campuran spesifik yang terdiri dari

limfosit, sel plasma, dan histiosit khas di prostatitis bakteri kronis (Krieger et al.,

2011).

13

J. Penatalaksanaan

1. Terapi lama

Selain itu, terus menerapkan obat obat mengurangi peradangan dan

mencegah perkembangan berbagai komplikasi. Perawatan unutk acute

bacterial prostatitis adalah peresepan antibiotik-antibiotik oral, biasanya

ciprofloxacin (Cipro) atau tetracycline (Achromycin). Perawatan rumah

termasuk minum cairan-cairan yang banyak, obat-obat pengontrol nyeri, dan

istirahat. Jika pasiennya sakit secara akut atau mempunyai sistim imun yang

dikonmpromiskan (contoh, sedang mengambil kemoterapi atau obat-obat

penekan imun atau mempunyai HIV/AIDS), perawatan di rumah sakit untuk

antibiotik-antibiotik intravena dan perawatan mungkin diperlukan (Brede,

2011).

Selain pemberian obat obatan antibiotik, pasien mungkin juga harus

diberikan paracetamol dan ibuprofen. Pemberian obat-obatan pereda sakit

semacam ini diberika untuk menurunkan panas jika pasien mengalami

demam. Dalam beberapa kasus, terkadang pasien perlu diberikan obat

obatan pereda sakit yang lebih kuat lagi (Brede, 2011).

2. Terapi baru

Metode yang paling modern - elektroforesis, laser dan terapi suara

(pengobatan dengan lintah), perawatan spa lumpur suite. Jangan menolak

untuk dokter dan metode pengobatan tradisional - pijat prostat, fisioterapi,

akupuntur (Brede, 2011) :

a. Fisioterapi perawatan

Penggunaan teknologi baru sangat populer seperti metode

kompleks pengobatan prostatitis kronis, yang terdiri dari terapi medis dan

fisik.

b. Efek magnetik

Metode atas dasar medan magnet. Tindakan ini dilaksanakan pada

tingkat molekuler, dan di bawah pengaruh perbaikan sel listrik,

mempercepat proses menghilangkan produk-produk limbah. Hasil

dampak tersebut menjadi normalisasi metabolisme, penghentian proses

14

inflamasi, pemulihan jaringan yang sakit. Pasukan medan magnet untuk

bekerja pertahanan tubuh tanpa menggunakan obat - pil dan suntikan.

c. Efek termal

Selain yang diuraikan di atas metode hari prostatitis diperlakukan

oleh proses termal. Efek perlakuan panas pada tingkat jaringan. Panas

mengaktifkan metabolisme protein, blok transmisi nyeri (maka efek

analgesik). Kapiler membesar, meningkatkan sirkulasi darah, yang

menyebabkan metabolisme lebih cepat dan mobilisasi sumber daya tubuh

pasien. Kedua metode ini - perawatan magnetik dan termal -

meningkatkan pengaruh obat dengan mengorbankan sifat-sifatnya.

d. Obat modern

Farmakologi saat ini terus mencari obat baru - yang aman dan

terjangkau. Salah satunya adalah patch khusus, diciptakan oleh apoteker

Cina. Patch ini memecahkan masalah kesehatan pria, mudah digunakan

dan efektif dalam pengobatan prostatitis akut. Namun, tidak ada efek

negatif pada perut, hati, ginjal, tidak disediakan.

K. Komplikasi

1. Postatitis Bakteri Kronis

a. Definisi

Prostatitis Bakteri Kronis Prostatitis bakteri kronis merupakan

penyebab penting menetapnya bakteri di dalam saluran kencing bagian

bawah pada pria. Prostatitis bakteri kronis dapat menyebabkan disfungsi

sekresi kelenjar prostat. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan pH

sekresi prostat, perubahan rasio isozymes lactic dehydrogenase (LDH),

dan peningkatan kadar immunoglobulin. Perubahan yang lain adalah

penurunan berat jenis spesifik sekresi prostat, faktor antibakteri prostat,

kadar kation ( zinc, magnesium, dan kalsium), asam sitrat, spermine,

kolesterol, acid phosphatase, dan lysozyme. Temuan ini menunjukkan

kalau prostatitis bakteri berhubungan dengan disfungsi sekresi kelenjar

prostat secara menyeluruh (Ivo, 2011).

b. Tanda dan Gejala

15

Gejala yang khas adanya infeksi saluran kencing yang rekuren.

Angka kejadiannya diperkirakan 5–10% dari seluruh penderita

prostatitis. erita prostatitis. Tanda bervariasi dimulai dari disuri atau

kadang tidak ada gejala sama sekali, bisa juga nyeri waktu ejakulasi,

hemospermia atau nyeri pelvic. Kadang penderita tidak menunjukkan

gejala sama sekali (Ivo, 2011).

c. Etiologi

Agen penyebabnya sama dengan prostatitis bakteri akut. Kuman

batang gram negatif, termasuk enterrobakteria dan pseudomonas

merupakan kuman pathogen paling penting. Kuman kokus gram positif,

seperti Streptococcus faecalis atau Stapfilococcus saprophiticus

merupakan penyebab pada sebagian kasus (Ivo, 2011).

d. Penegakkan diagnosis

Pemeriksaan saluran kencing selama serangan bakteriuria

kandung kemih tidak akan bermanfaat, penderita dievaluasi jika urine

pencar tengah telah steril. Kadang perlu menghilangkan kuman yang ada

di dalam urine kandung kemih dan uretra dengan memberi obat, seperti

penisilin G atau nitrofurantoin agar didapatkan pemeriksaan diagnostik

(Shukla, 2011).

Penderita prostatitis bakteri kronis yang dilakukan pemeriksaan

patologi dilakukan pemeriksaan magnetic resonance (MR) imaging

menunjukkan metabolik yang abnormal menunjukkan false-positive

diagnosis kanker. Paling umum MR imaging pada penderita prostatitis

didapatkan signal intensity (SI) fokal yang rendah dan ini tidak

menunjukkan spesifik untuk kanker (Shukla, 2011).

e. Tata laksana

Terapi antimikroba untuk infeksi bakteri lokal sangat tergantung

pada kadar obat mencukupi yang sampai ke tempat infeksi. Namun

banyak obat Namun banyak obat memiliki daya penetrasi yang jelek ke

parenkim prostat. Sementara antimikroba lain yang mampu mencapai

level memadai di jaringan, seperti eritromisin, namun memiliki spektrum

yang kurang memadai untuk kuman pathogen di prostat. Trimethoprim –

16

sulfamethoxazole telah menjadi “baku emas”. Trimethoprim memiliki 2

sifat yang bermanfaat: mampu mencapai parenkim prostat dengan kadar

yang memadai, dan efektif terhadap sebagian besar pathogen yang umum

dijumpai di prostat. Terapi jangka panjang trimethoprim (80 mg)

ditambah sulfamethoxazole (400 mg) per oral 2 kali sehari selama 4–16

minggu ternyata lebih baik untuk memperpendek masa terapi (Ivo, 2011).

2. Inflammatory Chronic Pelvic Pain Syndrome

a. Definisi

Inflammatory Chronic Pelvic Pain Syndrome secara khas tidak

menyebabkan disuria seperti cystitis. Disertai dengan gejala yang paling

menonjol berupa nyeri pelvis yang kronis (perineal, testikular, penis,

perut bawah dan ejakulasi).Penderita merasa tidak nyaman pada pelvis

biasanya berlangsung kurang dari 3 bulan. Diperkirakan angka

kejadiannya 40–65% dari seluruh penderita prostatitis (Dimitrakov, et al,

2012).

b. Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui, mungkin infeksi dengan Chlamydia

trachomatis, Mycoplasma hominis, Trichomonas vaginalis atau virus.

Diagnosis banding yaitu sistitis interstitial dan karsinoma in situ kandung

kemih (Dimitrakov, et al, 2012).

c. Tanda dan Gejala

Gejala dan tanda sistemik tidak ada. Pemeriksaan genital tidak

begitu bermakna, dan prostat masih dalam batas normal saat dilakukan

pemeriksaan rektum (Shukla, 2011).

d. Penegakkan Diagnosis

Penyakit ini dapat disertai gejala iritasi saluran kencing bagian

bawah. Sehingga untuk penderita tertentu perlu dilakukan pemeriksaan

sitologi dan pemeriksaan endoskopik dengan cermat, dan mengambil

spesimen kandung kemih yang adekuat untuk pemeriksaan biopsi

(Shukla, 2011).

17

e. Tata laksana

Tabel 2.1 Pilihan pengobatan oral untuk prostatitis kronik sindroma nyeri

pelvis kronik (Capodice JL, et al, 2010).

Terapi ternyata memberi hasil yang tidak memuaskan bagi sebagian besar

penderita. Obat antimikroba dianggap sebagai terapi pilihan pertama (tabel

5). Penderita yang telah diketahui ada uropatogen akan memberi respon

terhadap terapi spesifik, namun sebagian kecil penderita diagnosis harus

ditegakkan dengan akurat terlebih dulu karena diagnosis organisme secara

selektif terbukti sulit diterapkan secara klinis. Bagi pria yang tidak

menunjukkan bukti infeksi kuman patogen tertentu, terapi antimikroba

sering kali membuahkan kesembuhan sementara. Namun gejala seringkali

kambuh kembali setelah terapi dihentikan. Penderita dan dokter yang

merawat sering kali kebingungan setelah memberi berulang kali terapi

empiris namun mengalami kegagalan (Dimitrakov et al., 2012).

3. Non-inflammatory Chronic Pain Syndrome

a. Etiologi

18

Penyebabnya tidak diketahui, diduga penjelasan untuk sindroma

ini termasuk tidak sinerginya antara baldder detrusor dan otot spinkter

internal ( stress prostatitis), atau pelvic floor tension myalgia (Dimitrakov

et al., 2012).

b. Tanda dan Gejala

Gejalanya ditandai dengan keluhan nyeri pelvis yang kronis

(perineal, testikular, penis, perut bagian bawah dan ejakulasi).

Menyebabkan disuria tidak seperti pada cystitis, hesitancy urine, buang

air kecil yang menetes, dan pancaran yang lemah. Pada penderita ini

sekresi prostat nampak normal tanpa disertai peradangan. Gejala juga

mungkin karena eksaserbasi aktivitas seksual. Pemeriksaan fisik

urogenital umumnya tidak bermanfaat. Rasa tidak nyaman atau nyeri di

daerah pelvis berlangsung 3 bulan. Diperkirakan kejadiannya 20–40%

dari semua kasus prostatitis sindroma (Dimitrakov et al., 2012).

c. Tata laksana

Terapi yang sekarang diberikan hasilnya kurang memuaskan.

Terapi yang direkomendasikan Terapi yang direkomendasikan mencakup

masase prostat, obat anti-inflamasi, obat antikolinergik, pelemas otot,

reseksi prostat transuretra, mandi duduk, diatermi, olah raga, fisioterapi,

dan psikoterapi. Sebagian dokter merekomendasikan agar memperbanyak

frekuensi ejakulasi untuk mengurangi “kongesti”, sementara sebagian

yang lain merekomendasikan agar tidak melakukan ejakulasi,

menghindari alkohol, kopi, teh, makanan pedas, dan sebagainya. Bukti

objektif yang menunjukkan bahwa tindakan ini dapat berdampak pada

perjalanan penyakit hanya sedikit. Terapi non-antimikroba adalah dengan

pemberian obat pemblok alfa-adrenergik untuk mengobati disfungsi

neuromuskuler yang oleh sebagian ahli dianggap sebagai penyebab.

Sejumlah kecil penelitian menunjukkan bahwa penderita akan mendapat

manfaat dari obat pemblok alfa-adrenergik seperti fenoksibenzamin,

fentolamin, atau terazosin (Dimitrakov et al., 2012).

19

L. Prognosis

Prognosis pada pasien dengan kejadian pertama dari prostatitis bakteri

akut baik, dengan terapi antibiotik yang agresif dan kepatuhan pasien yang

baik. Pada pasien dengan prostatitis kronis berulang yang mungkin hadir

dengan eksaserbasi akut, faktor yang mendasari penyebab mempengaruhi hasil

(Krieger et al., 2011).

Prostatitis dapat menyebabkan urosepsis dengan kematian yang

terkait signifikan pada pasien dengan diabetes mellitus, pasien dialisis untuk

gagal ginjal kronis, pasien yang immunocompromised, dan pasien pasca

operasi yang telah instrumentasi uretra. Prostatitis kronis dan tanpa gejala

prostatitis inflamasi belum definitif terkait dengan perkembangan kanker

prostat (Krieger et al., 2011).

20

III. KESIMPULAN

1. Prostatitis merupakan keadaan radang atau terjadinya inflamasi pada

kelenjar prostat, baik disebabkan oleh bakteri ataupun tidak.

2. Penyebab prostatitis ada dari beberapa faktor, secara medis seperti higiene

penderita yang buruk, striktur uretra, sampai hiperplasia kelenjar prostat.

Sedangkan prostatitis juga dapat disebabkan faktor lain seperti psikologis.

3. Tanda gejala yang muncul pada prostatitis seperti nyeri saat berkemih,

membesarnya prostat, nyeri dalam melakukan hubungan seksual, dapat

dijadikan pedoman untuk menegakkan diagnosis.

4. Penatalaksanaan pada prostatitis akut dapat diberikan terapi antibiotik

sesuai kebutuhan penderita, sehingga prognosisnya masih baik terkecuali

terjadi infeksi kronis yang berulang.

21

DAFTAR PUSTAKA

Brede CM, Shoskes DA. 2011. The etiology and management of acute prostatitis. Nat Rev Urol. 8(4):207-12.

Campeggi, A., Ouzaid, I., Xylinas, E., Lesprit, P., Hoznek, A., Vordos, D., & Taille, A. (2014). Acute bacterial prostatitis after transrectal ultrasound‐guided prostate biopsy: Epidemiological, bacteria and treatment patterns from a 4‐year prospective study. International Journal of Urology, 21(2), 152-155.

Capodice JL, et al. 2010. Complementary and Alternative Medicine for Chronic Prostatitis/Chronic Pelvic Pain Syndrome, 2(4): 495-501, Oxford Journals. (http://ecam. oxfordjournals.org/cgi/content/full/2/4/49 5).

Cariani, Trinchieri A.Magt V Bonamore R, Restelli A, Garla"schi MC, et al. Prevalenco of sexual dysfunction in men with chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome. Arch Ital Urol Androl. 2012;'19:67-'70.

Coyle EA, Prince RA. 2010. Urinary Tract Infection and Prostatitis In: Dipiro JT, ed. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach. USA: The Mc Graw Hill Medical’v.

Dimitrakov J, MD, et al. 2012. Management of Chronic Prostatitis/Chronic Pelvic Pain Syndrome: an evidencebased approach, In: Journal of Urology, 67(5): 881–8. (http://www.pubmedcentral.nih.gov/ articlerender. fcgi?

tool=pubmed&pubmedid=16698346).Domingue DJ, Hellstrom WJG. Prostatitis. Clin Microbiol Rev.; 2011II:604-13.Ivo Tarfusser, MD. 2011. Treatment, In: Chronic Prostatitis,

(http://www.prostatitis.org/tarf/p5.ht m.).Krieger JN, Dobrindt U, Riley DE, Oswald E. 2011. Acute Escherichia coli

prostatitis in previously health young men: bacterial virulence factors, antimicrobial resistance, and clinical outcomes. Urology. 77(6):1420-5. 

Krieger JN. Prostatitis syndrome. In: Holmes KK, Mardh B Sparling PF, Lemon SM, Stamm WE, Piot P, et al-, editors. Sexually transmitted diseases. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2012.p.859-71.

Naber KG, Weidner W. Chronic Prostatitis an infectious diseases. J of Antimier Chemister 2011; 46(2): 157–61

Nickel JC.Prostatitis. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell-Walsh Urology. 9ih ed. Philadelphia: Saunders-Elseviet; 2013.p.7 54-72.

Nickel, J. C. (2013). Understanding chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome (CP/CPPS). World journal of urology, 31(4), 709-710.

Samirah, Darwati, Windarwati, et al. 2009. Pola dan Sensitivitas Kuman di Penderita Infeksi Saluran Kemih. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory;12:110-3.

Shukla-Dave, et al. 2011. Chronic Prostatitis: MR Imaging and 1H MR Spectroscopic Imaging Findings—Initial Observations. In: Radiology; Journal prostatitis syndrome. 231(3): 717–24. ( http://radiology. rsnjnls.org /cgi/content/full/231/3/717?ck=nc k.).

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V jilid 3. Jakarta:Interna Publishing.

22

Theodorou C, Becopoulos T. Prostatitis. Prostate Cancer and Prostatic Diseses.l"t ed. Athens: Macmillan Publishers Ltd; 2012.p.234-4O.

Whitfield HN; ABC of urology: Urological evaluation. BMJ. 2013 Aug 26;333(7565):432-5.

23