referat obat hepatobilier

46
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem hepatobilier adalah sistem yang mengatur pengeluaran atau sekresi cairan empedu yang berasal dari hati dan kandung empedu untuk disekresikan ke dalam usus halus untuk pencernaan lemak dalam makanan. Fungsi hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati mengekresikan empedu sebanyak satu liter perhari ke dalam usus halus. Unsur utama empedu adalah air, elektrolit, garam empedu. Penyakit pada hati dapat bersifat kronik, fokal atau difus, ringan atau parah dan reversible atau ireversible. Akibat yang berasal langsung dari kerusakan akut sel fungsional hati terutama hepatosit, tanpa gangguan kemampuan hati untuk melakukan regenerasi, umumnya reversible. Akibat lain penyakit hati bersifat ireversible, yang biasanya dijumpai pada pasien dengan sirosis. Obat- obat yang biasanya digunakan dalam penatalaksanaannya yaitu dapat berupa hepatoprotektor, antihepatitiviral, imunomodulator dan kolestatis. Hepatoprotektor adalah obat-obat yang digunakan sebagai vitamin tambahan untuk melindungi, meringankan atau menghilangkan gangguan fungsi hati karena adanya bahan kimia, penyakit kuning atau

Upload: yayu-alawiiah

Post on 03-Jan-2016

837 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat obat hepatobilier

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem hepatobilier adalah sistem yang mengatur pengeluaran atau

sekresi cairan empedu yang berasal dari hati dan kandung empedu untuk

disekresikan ke dalam usus halus untuk pencernaan lemak dalam makanan.

Fungsi hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati mengekresikan

empedu sebanyak satu liter perhari ke dalam usus halus. Unsur utama empedu

adalah air, elektrolit, garam empedu.

Penyakit pada hati dapat bersifat kronik, fokal atau difus, ringan atau

parah dan reversible atau ireversible. Akibat yang berasal langsung dari

kerusakan akut sel fungsional hati terutama hepatosit, tanpa gangguan

kemampuan hati untuk melakukan regenerasi, umumnya reversible. Akibat

lain penyakit hati bersifat ireversible, yang biasanya dijumpai pada pasien

dengan sirosis. Obat-obat yang biasanya digunakan dalam penatalaksanaannya

yaitu dapat berupa hepatoprotektor, antihepatitiviral, imunomodulator dan

kolestatis.

Hepatoprotektor adalah obat-obat yang digunakan sebagai vitamin

tambahan untuk melindungi, meringankan atau menghilangkan gangguan

fungsi hati karena adanya bahan kimia, penyakit kuning atau gangguan dalam

penyaringan lemak oleh hati. Pada umumnya obat-obat golongan ini

mengandung asam-asam amino, kandungan dari tanaman kurkuma (kurkumin)

dan zat-zat lipotropik seperti methionin dan cholin. Obat-obat ini sebaiknya

jangan digunakan pada penderita penyakit hati yang berat karena pada dosis

besar dapat memperparah keadaan. Imunomodulator  adalah  senyawa

tertentu  yang  dapat  meningkatkan  mekanisme  pertahanan baik  secara 

spesifik maupun non spesifik, dan terjadi induksi nonspesifik baik mekanisme 

pertahanan seluler maupun  humoral. 

Agen antihepatitis mencegah masuknya virus masuk atau keluarnya virus

dari sel atau harus aktif di dalam sel penjamu. Akibatnya, inhibisi replikasi

virus yang tidak selektif dapat mengganggu fungsi sel pejamu dan

menimbulkan toksisitas.

Page 2: referat obat hepatobilier

2

Batu empedu merupakan penyakit yang terjadi di saluran empedu. Faktor

pencetus nya meliputi hiperkolesterolemia, penyumbatan saluran empedu,

dan radang saluran empedu. Obat yang sering digunakan untuk membantu

melarutkan batu empedu adalah asam kenodioksikolat dan asam

ursodeoksikolat, yang bekerja mengurangi penjenuhan kolesterol-empedu

dengan cara mengurangi sekresi kolesterol dan meningkatkan sekresi asam

empedu.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Memberikan informasi tentang terapi medikamentosa pada kelainan

hepatobilier.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui golongan obat yang bekerja pada sistem hepatobilier

Mengetahui farmakokinetika dan farmakodinamika obat yang

bekerja pada sistem hepatobilier

Mengetahui korelasi klinisnya

1.3 Manfaat

1.3.1 Secara Teoritis

Bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang terapi

medikamentosa pada kelainan hepatobilier.

1.3.2 Secara Praktis

Diharapkan dapat mengerti tentang golongan, farmakodinamika

dan farmakokinetika obat yang bekerja pada sistem hepatobilier beserta

korelasi klinisnya.

Page 3: referat obat hepatobilier

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antivirus untuk HBV dan HCV

2.1.1 Lamivudin

Lamivudin merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin

dimetabolisme di hepatosit menjadi bentuk trifosfat yang aktif. Lamivudin

bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif

menghambat polimerase virus (reverse transcriptase, RT). Lamivudin tidak

hanya aktif terhadap HBV wild-type saja, namun juga terhadap varian

precorelcore promoter. Selain itu ada bukti, ada bukti bahwa lamivudin

dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien yang

terinfeksi kronik.

1) Resistensi

Resistensi pada lamivudin disebabkan oleh mutasi pada

DNA polimerasi virus.

2) Farmakokinetik

Bioavabilitas Lamivudin adalah 80%. Cmax tercapai

dalam0,5-1,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin

didistribusikan luas dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh.

Waktu paruh plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis

diekskresikan dalam bentuk utuh di urin. Sekitar 5% Lamivudin di

metabolisme menjadi bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan

dosis untuk insufiensi ginjal sedang (CLCR < 50 mL/menit).

Trimetoprin menurunkan klirens renal Lamivudin.

3) Indikasi

Infeksi HBV (wild-type dan precore variant)

4) Dosis

Peroral 100 mg/hari (dewasa); untuk anak-anak 1 mg/kg

yang bila perlu ditingkatkan hingga 100 mg/hari. Lama terapi yang

dianjurkan adalah 1 tahun pada pasien HbeAg negatif; dan lebih

dari 1 tahun pada pasien Hbe positif.

Page 4: referat obat hepatobilier

4

5) Efek samping

Obat ini pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Efek

samping yang terjadi seperti fatigue, sakit kepala dan mual.

Peningkatan kadar ALT dan AST dapat terjadi pada 30-40%

pasien. Biasanya peningkatan kadar ALT dan AST berhubungan

dengan munculnya mutan HBV yang resisten terhadap lamivudin.

Asidosis laktak dan hepatomegali dengan steatosis yang timbul

pada dosis yang lebih besar (300 mg, ubtuk HIV) tidak terjadi pada

terapi infeksi HBV.

2.1.2 Adefovir

1) Mekanisme kerja dan resistensi

Adefovir merupakan analog nukleotida asiklik. Adefovir

telah memiliki satu gugus fosfat dan hanya membutuhkan satu

langkah fosforilasi saja sebelum obat menjadi aktif. Adefovir

merupakan penghambat replikasi HBV sangat kuat yang bekerja

tidak hanya sebagai DNA chain terminator, namun diduga juga

meningkatkan aktivitas sel NK dan menginduksi produksi

interferon endogen. Terapi dengan adefovir memberikan

penurunan HBV-DNA kurang dari 2 minggu. Obat ini aktif

terhadap mutan yang resisten terhadap lamivudin dan tidak

ditemukan resistensi setelah terapi selama 48-60 minggu.

2) Spektrum aktivitas

HBV, HIV, dan retrovirus lain. Adefovir juga aktif

terhadap virus herpes.

3) Farmakokinetik

Adefovir sulit diabsorpsi, namun bentuk dipivoxil prodrug-

nya diabsorpsi secara cepat dan metabolisme oleh esterase di

mukosa usus menjadi adefovir dengan bioavabilitas sebesar 50%.

Ikatan protein plasma dapat diabaikan, Vd setara dengan cairan

tubuh total. Waktu paruh eliminasi setelah pemberian oral adefovir

dipivoxil sekitar 5-7 jam. Adefovir dieliminasi dalam keadaan

tidak berubah oleh ginjal melalui sekresi tubulus aktif.

Page 5: referat obat hepatobilier

5

4) Indikasi

Infeksi HBV. Adefovir terbukti efektif dalam terapi infeksi

HBV yang resisten terhadap lamivudin.

5) Dosis

Peroral dosis tinggal 10 mg/hari

6) Efek samping

Pada umumya adefovir 10 mg/hari dapata ditoleransi

dengan baik. Setelah terapi selama 48 minggu, terjadi pneingkatan

kreatinin serum ≥ 0,5 mg/Dl diatas baseline pada 13% pasien yang

umumnya memiliki faktor risiko disfungsi renal sejak awal terapi.

Umumnya pasien melanjutkan terapi tanpa penyesuaian dosis.

(Hasan, 1985)

2.1.3 Entekavir

1) Mekanisme kerja dan resistensi

Enetekavir merupakan analog deoksinguanosin yang

memiliki aktifitas anti-hepadnavirus yang kuat. Entekavir

mengalami fosforilasi menjadi bentuk trifospat yang aktif, yang

berperan sebagai kompetitor substrat natural (deoksiguanosin

trifosfat) serta menghambat HBV polimerase. Pada pasien yang

mengalami gagal terapi dengan lamivudin, ditemukan juga

resistensi silang dengan entekavir, sehingga dibutuhkan dosis yang

lebih tinggi. Namun data yang muncul hingga kini, mutan yang

muncul masih peka terhadap adefovir.

2) Spektrum aktivitas

Entekavir aktif terhadap CMV, HSV1 dan 2 serta HBV.

3) Farmakokinetik

Entekavir diabsorpsi baik peroral. Cmax tercapai antara 0,5-

1,5 jam setelah pemberian, tergantung dosis. Entekavir

dimetabolisme dalam jumlah kecil dan bukan merupakan substrat

sistem sitokrom P450. Waktu paruhnya pada pada pasien dengan

fungsi ginjal normal adalah 77-149 jam. Entekavir dieliminasi

terutama lewat filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Tidak perlu

Page 6: referat obat hepatobilier

6

dilakukan penyesuaian dosis pada pasien dengan penyakit hati

sedang hingga berat.

4) Indikasi

Infeksi HBV

5) Dosis

Peroral 0,5 mg/hari dalam keadaan perut kosong. Pada

pasien yang gagal terapi dengan lamivudin, pemberian entekavir

ditingkatkan hingga 1 mg/hari

6) Efek samping

Efek samping yang sering terjadi dalam studi klinis

entekavir adalah sakit kepala, infeksi saluran nafas atas, batuk,

nasofaringitis, fatigue, pusing, nyeri abdomen atas dan mual.

(Hasan, 1985)

2.1.4 Interferon

Interferon merupakan sitokin yang memiliki efek antivirus,

imunomodulator dan antiproliperatif, yang diproduksi oleh tubuh

sebagai respon dari berbagai stimulus. Ada tiga tipe utama

interferon: alfa, beta, dan gama. Sediaan natural dan rekombinan

yang paling banyak digunakan dalam klinis adalah interferon alfa.

Mekanisme kerja

Setelah berikatan dengan reseptor selular yang spesifik,

interferon megaktivasi jalur transduksi sinyal JAK-STAT,

menyebabkan translokasi inti kompleks protein selular yang

berikatan dengan interferon-spesifc response element. Ekspresi

aktivasi transduksi sinyal ini adalah sintesis lebih dari 2 lusin

protein yang berefek antivirus. Efek antivirus interferon

dilangsungkan melalui hambatan penetrasi virus, sintesis

mRNAvirus, translasi protein virus dan atau assembly dan

penglepasan virus. Virus dapat dihambat oleh interferon dalam

beberapa tahap, dan tahapan hambatannya berbeda pada tiap virus.

Namun, beberapa virus juga dapat melawan efek interferon dengan

cara menghambat kerja protein tertentu yang diinduksi oleh

Page 7: referat obat hepatobilier

7

interferon. Salah satunya adalah resistensi hepatitis C virus

terhadap interferon yang disebabkan oleh hambatan aktifitas

protein kinase oleh HCV. (Hasan, 1985)

1) Farmakokinetik

Setelah injeksi intramuskular atau subkutan, absorpsi

interferon mencapai 80%. Kadar plasma bergantung pada dosis.

Kadar plasma puncak dicapai setelah 4-8 jam dan kembali ke awal

setelah 18-36 jam. Karena interferon menginduksi efek biologis

yang cukup panjang durasinya, aktivitas interferon tidak selalu dapt

diperkiran dari karakteristik farmakokinetiknya. Setelah pemberian

intravena, konsentrasi plasma puncak dicapai dalam 30 menit.

Setelah 4 hingga 8 jam setelah infus, interferon tidak lagi terdeteksi

dalam plasma karena mengalami klitens renal yang cepat. Setelah

terapi interferon dihentikan, interferon akan dieliminasi dari tubuh

dalam waktu 18-36 jam. Saat ini, efikasi interferon telah diperbaiki

dengan mengganti interferon standar dengan interferon yang

terkonjugasi polietilen glikol (PEG-IFN, Pegylated-interferon).

Bentuk sediaan interferon yang baru ini memperlambat eliminasi

interferon melalui ginjal sehingga meningkatkan waktu paruh dan

menyebabkan konsentrasi plasma interferon yang lebih stabil.

Keuntungan yang lainnya adalah penurunan frekuensi injeksi dari

tiga kali menjadi satu kali seminggu. Saat ini terdapat 2 macam

Peg-interferon yang berbeda pada kualitas dan kuantitas interferon

terkonjugasi: 12 kDa PEG linear untuk interferon 2b dan 40 kDa

rantai cabang PEG untuk IFN 2a. Kedua jenis Peg-interferon

menunjukkan efektifitas dua kali lebih baik dari non-pegylated

interferon pada terapi hepatitis C kronik. Saat ini efikasi PEG-IFN

sedang dievaluasi untuk terapi hepatitis B kronik. (Hasan, 1985)

2) Indikasi

Page 8: referat obat hepatobilier

8

Infeksi kronik HBV, infeksi kronik HCV, sarkoma kaposi

pada pasien HIV, beberapa tipe malignansi dan multiple sclerosis.

3) Dosis

Infeksi HBV. Pada dewasa: 5 MU/hari atau 10 MU/hari;

pada anak-anak 6 MU/m2 tiga kali perminggu selama 4-6

bulan.

Infeksi HCV. Interferon α 2b monoterapi (3MU subkutan 3

kali seminggu). Umumnya terapi berlangsung selama 6

bulan, namun seringkali dibutuhkan terapi dengan waktu

yang lebih panjang(12-18 minggu) untuk respon Yng

menetP. Peg-interferon alfa 2a memberikan respon yang

lebih baik dibandingkan non-pegylated interferon. Efikasi

Peg-interferon lebih baik jika ditambahkan ribavirin pada

regimen terapinya. Pada pasien dengan HIV, interferon juga

menunjukkan efek anti-retrovirus. Interferon alfa (3 MU

kali seminggu) efektif untuk terapi trombositopenia oleh

HIV yang disebabkan resistensi terhadap terapi dengan

zidovudin. (Hasan, 1985)

4) Efek Samping

Efek samping yang paling umum timbul dengan terapi

interferon-α adalah flu-like symptoms., fatigue, leukopenia, dan

depresi. Terddapat juga laporan anoreksia, rambut rontok,

gangguan mood, dan iritabilitasi. Terapi interferon juga dilaporkan

dapat memperburuk pengobatan penyakit autoimun seperti

tiroiditis. Pasien yang diterapi dengan interferon-α harus terus

dimonitor dan dievaluasi setiap bulannya. Kira-kira 30% pasien

yang diterapi dengan interferon-α membutuhkan penurunan dosis

dan 5% menghentikan obat prematur karena efek samping.(Hasan,

1985)

Tabel 1. EFEK BIOLOGIS INTERFERON

Page 9: referat obat hepatobilier

9

Interferon Diproduksi oleh

Waktu

diproduksi

setelah

stimulasi

Efek biologis

Alfa leukosit 4-6 hari Antivirus

Menghambat pertumbuhan sel

normal dan maligna

Meningkatkan aktivitas sel NK

Meningkatkan ekspresi MHC

kelas 1

Mempengaruhi diferensiasi sel

Beta Fibroblas 4-6 hari Antivirus

Epitel Menghambat pertumbuhan sel

normal dan maligna

makrofag Meningkatkan aktivitas sel NK

Meningkatkan ekspresi MHC

kelas 1

Gamma Limfosit 2-3 hari Antivirus

Menghambat pertumbuhan sel

normal dan maligna

Meningkatkan aktivitas sel NK

Meningkatkan ekspresi MHC

kelas 1

Menginduksi sekresi sitokin

lain

Bersama dengan sitokin lain

meningkatkan sintesis

imunoglobulin

2.2 Hepatoprotektor

Page 10: referat obat hepatobilier

10

Hepatoprotektor adalah golongan obat-obat yang memberikan proteksi pada

hepar dari kerusakan yang ditimbulkan oleh faktor eksogen dan endogen dengan

menurunkan aktivitas inflamasi dan progresivitas penyakit. Dasar kerja

hepatoprotektor ini adalah mempengaruhi mekanisme patogenesis penyakitnya,

bukan pada penyebab penyakitnya. Klasifikasi hepatoprotektor diantaranya, yaitu :

(Katzung, 2010)

Herbal preparation (silymarin, asam glisirizin)

Asam amino dan derivatnya (Ademethionine)

Asam empedu (asam ursodeoksikolat, kenodeoksikolat)

Vitamin dan antioksidan

2.2.1 Herbal Preparation

a. Milk Thistle (Silybum marianum)

Buah dan biji tanaman milk thistle mengandung campuran

lipofilik berbagai flavonolignan yang disebut sebagai silymarin.

Silymarin merupakan 2-3% komponen herba yang dikeringkan

dan terdiri atas tiga isomer utama, yakni silybin (juga dikenal

sebagai silybinin atau silibi-nin), silychristin (silichristin), dan

silydianin (silidianin). Silybin merupakan isomer yang paling

banyak dan paling kuat dari ketiga isomer di atas dan menyusun

sekitar 50% dari kompleks silymarin. Produknya harus

distandardisasi hingga mengandung 70-80% silymarin (Katzung,

2010).

Efek Farmakologik

Pada model binatang, milk thistle membatasi kerusakan hati

yang disebabkan oleh berbagai macam toksin, termasuk jamur

Amanita, galaktosamin, karbon tetraklorida, asetaminofen, radiasi,

iskemia dingin, dan etanol. Penelitian in vitro dan beberapa

penelitian in vivo memperlihatkan bahwa silymarin menurunkan

peroksidasi lipid, menghilangkan radikal bebas, dan meningkatkan

kadar glutation serta superoksida dismutase. Silymarin turut

Page 11: referat obat hepatobilier

11

berperan menimbulkan stabilisasi membran dan mengurangi

masuknya racun (Katzung, 2010).

Milk thistle tampaknya memiliki sifat antiinflamasi. In vitro,

silybin menghambat pembentukan lipoksigenase dan leukotrien

dengan kuat dan tidak kompetitif. Inhibisi migrasi leukosit telah

diamati terjadi in vivo dan dapat berperan sebagai salah satu

faktor pada saat inflamasi akut. Silymarin juga menghambat

aktivasi nuclear factor kappa B (NF-KB) yang diperantarai tumor

necrosis factor α yang meningkatkan respons inflamasi. Salah satu

mekanisme kerja yang paling tidak biasa yang diajukan untuk milk

thistle terdiri atas peningkatan aktivitas RNA polimerase I pada

hepatosit nonmaligna tapi tidak pada lini sel yang mengalami

hepatoma atau keganasan lainnya. Dengan meningkatkan aktivitas

enzim ini, dapat terjadi peningkatan sintesis protein dan regenerasi

sel pada sel yang sakit tapi tidak pada sel maligna. Milk thistle

mungkin bermanfaat pada fibrosis hepatik. Pada model binatang

untuk sirosis, milk thistle menurunkan akumulasi kolagen, dan pada

model in vitro, milk thistle menurunkan ekspresi profibrogenic

cytokine transforming growth factor-β (Katzung, 2010).

Milk thistle kemungkinan bermanfaat dalam tatalak-sana

hiperkolesterolemia dan batu empedu. Satu uji coba berskala kecil

pada manusia memperlihatkan terjadinya penurunan indeks

saturasi empedu dan konsentrasi ko-lesterol dalam empedu.

Penurunan konsentrasi kolesterol dalam empedu dapat

mencerminkan penurunan sintesis kolesterol oleh hati. Namun,

hingga hari ini, masih belum cukup bukti yang membuat milk

thistle dapat digunakan untuk berbagai indikasi di atas (Katzung,

2010).

Efek Kemoterapeutik

Penelitian pendahuluan secara in vitro dan pada binatang

telah dilaksanakan pada lini sel untuk kanker kulit, paru, kandung

kemih, kolon, lidah, payudara, dan kanker prostat. Pada model

Page 12: referat obat hepatobilier

12

murin untuk kanker kulit, silybinin dan milk thistle mengurangi

inisiasi dan promosi tumor. Keduanya juga menghambat

pertumbuhan dan proliferasi sel dengan menginduksi penghentian

siklus sel pada tahap G1 dalam lini sel kanker prostat dan

payudara manusia yang dibiakkan. Namun, penggunaan milk

thistle dalam terapi kanker belum cukup banyak dipelajari

sehingga tidak boleh direkomendasikan pada pasien (Katzung,

2010).

Uji Klinis

Milk thistle telah digunakan untuk mengobati hepatitis

viral akut dan kronik, penyakit hati alkoholik, dan kerusakan hati

yang diinduksi oleh toksin pada pasien manusia. Kajian sistematik

terkini terhadap 13 uji coba teracak yang melibatkan 915

penderita penyakit hati alkoholik atau hepatitiB atau C tidak

menemukan adanya penurunan yang bermakna pada angka

mortlitas akibat berbagai sebab, histologi hati, atau komplikasi

penyakit hati. Diantara semua uji coba, tercatat adanya

penurunan bermakna pada mortalitas terkait penyakit hati, tapi

hal ini tidak dijumpai pada uji coba dengan rancangan dan

kontrol yang lebih baik. Disimpilkan bahwa efek milk

thistledalam meningkatkan fungsi hati atau mortalitas akibat

penyakit hati saat ini masih belum dapat dipastikan dengan

baik. Sampai uji klinis tambahan yang dirancang dengan baik

(kemungkinan dengan mencoba dosis yang lebih tinggi) dapat

dilakukan, efek klinis milk thistle belum dapat didukung atau

disanggah kebenarannya (Katzung, 2010).

Peran milk thistle sebagai antidotum pasca pajanan akut

racun ke hati belum dipelajari dengan baik pada manusia.

Namun, silybin parenteral dipasarkan dan digunakan di eropa

sebagai anti dotum pada keracunan jamur Amanita phalloides,

berdasarkan hasil akhir yang baik seperti yang dilaporkan dalam

berbagai penelitian kasus-kontrol (Katzung, 2010).

Page 13: referat obat hepatobilier

13

Efek samping

Milk thistle jarang dilaporkan menyebabkan efek simpang

jika digunakan menurut dosis yang dianjurkan. Pada uji klinis,

insidens efek simpangnya setara dengan yang disebabkan oleh

plasebo (Katzung, 2010).

Interaksi obat, peringatan dan dosis

Tidak dilaporkan terjadi interaksi antar obat atau adanya

peringatan pada penggunaan milk thistle. Dosis yang

dianjurkan adalah 280-420 mg per hari, dihitung sebagai

silybin, dalam tiga dosis terbagi (Katzung, 2010).

b. Asam Glycyrrhizic

Asam glycyrrhizic diterapkan secara luas sebagai pemanis

dalam produk makanan dan mengunyah tembakau. Selain itu, ada

hal yang menarik klinis untuk kemungkinan pengobatan hepatitis C

kronis. Dalam beberapa mata pelajaran yang sangat terbuka, efek

samping seperti hipertensi dan gejala yang berhubungan dengan

gangguan elektrolit telah dilaporkan. Untuk menganalisis hubungan

antara farmakokinetik asam glycyrrhizic di toksisitasnya, kinetika

asam glycyrrhizic dan asam biologis aktif glycyrrhetic metabolit

dievaluasi.  Asam glycyrrhizic terutama diserap setelah hidrolisis

presystemic sebagai asam glycyrrhetic. Karena asam glycyrrhetic

adalah 200-1000 kali lebih kuat dari inhibitor dehidrogenase 11-

beta-hidroksisteroid dibandingkan dengan asam glycyrrhizic,

kinetika asam glycyrrhetic relevan dalam perspektif

toksikologi. Setelah diserap, asam glycyrrhetic diangkut, terutama

dibawa ke hati oleh operator kapasitas terbatas, di mana ia

dimetabolisme menjadi glukuronida dan konjugat sulfat (Polyakov,

2011).

Page 14: referat obat hepatobilier

14

Konjugasi diangkut secara efisien ke dalam empedu. Setelah

keluar dari empedu ke duodenum, konjugat yang dihidrolisis

menjadi asam glycyrrhetic oleh bakteri komensal, asam

glycyrrhetic selanjutnya diserap, menyebabkan keterlambatan

diucapkan dalam pembersihan terminal plasma (Polyakov, 2011).

Fisiologis berdasarkan pemodelan farmakokinetik

menunjukkan bahwa, pada manusia, tingkat transit gastrointestinal

isi melalui usus kecil dan besar terutama menentukan sejauh mana

konjugat asam glycyrrhetic akan diserap kembali. Parameter ini,

yang dapat diperkirakan noninvasively, dapat berfungsi sebagai

estimator risiko berguna untuk efek samping glycyrrhizic-asam-

diinduksi, karena pada subyek dengan berkepanjangan waktu

transit gastrointestinal, asam glycyrrhetic mungkin menumpuk

setelah asupan diulang (Polyakov, 2011).

2.2.2 Asam Empedu

Asam Ursodeoksikolat

Ursodiol (asam ursodeoksikolat) merupakan asam empedu

yang dijumpai secara alamiah dan membentuk kurang dari 5%

depot garam empedu dalam sirkulasi manusia, dan persentasenya

jauh lebih tinggi pada beruang. Setelah pemberian oral, ursodiol

diserap, terkonjugasi dalam hati dengan glisin atau taurin, dan

diekskresi dalam empedu. Ursodiol terkonjugasi menjalani

resirkulasi enterohepatik. Waktu-paruhnya dalam serum adalah

sekitar 100 jam. Bila diberikan setiap hari untuk jangka-waktu

lama, ursodiol menyusun 30-50% dapat asam empedu yang

terdapat dalam sirkulasi. Sejumlah kecil ursodiol tak terkonjugasi

atau terkonjugasi yang tidak diabsorpsi melintas ke dalam kolon,

tempat ursodiol tersebut diekskresi atau mengalami dehidroksilasi

oleh bakteri dalam kolon menjadi asam litokolat, suatu zat yang

berpotensi menimbulkan toksisitas hati (Katzung, 2010).

Page 15: referat obat hepatobilier

15

Farmakodinamik

Kelarutan kolesterol dalam empedu ditentukan oleh per-

bandingan relatif antara asam empedu, lesitin, dan kolesterol.

Meskipun terapi ursodiol jangka panjang menambah simpanan

asam empedu, hal ini tampaknya bukan merupakan mekanisme

utama terjadinya pelarutan batu empedu. Ursodiol mengurangi

kandungan kolesterol dalam empedu dengan mengurangi sekresi

kolesterol oleh hati. Ursodiol tampaknya turut menstabilisasi

membran kanalikular hepatosit, kemungkinan dengan

menurunkan kadar asam empedu endogen lainnya atau dengan

menghambat penghancuran hepatosit berperantara imun (Katzung,

2010).

Penggunaan Klinis

Ursodiol digunakan untuk melarutkan batu empedu ko-

lesterol kecil pada penderita penyakit kandung empedu

simtomatik yang menolak untuk menjalani kolesistektomi atau

bukan merupakan calon yang baik untuk menjalani pembedahan.

Pada dosis 10 mg/kg/hari selama 12-24 bulan, terjadi pelarutan

batu pada separuh pasien yang memiliki batu empedu kecil

nonkalsifikasi (<5-10 mm). Obat ini juga efektif mencegah

terjadinya batu empedu pada pasien obes yang sedang menjalani

terapi penurunan berat badan cepat. Beberapa uji coba

menunjukkan bahwa ursodiol dengan dosis 13-15 mg/kg/hari

bermanfaat pada pasien sirosis bilier primer tahap dini, karena

mengurangi kelainan fungsi hati dan memperbaiki gambaran

histologi hati (Katzung, 2010).

Efek Samping

Ursodiol tidak memiliki efek samping yang berat. Diare

akibat garam empedu jarang terjadi. Tidak seperti pen-dahulunya,

yakni kenodeoksikolat, ursodiol tidak menimbulkan

hepatotoksisitas (Katzung, 2010).

Page 16: referat obat hepatobilier

16

2.2.3 Ademetionine

Ademetionine yang juga dikenal sebagai SAMe adalah bentuk

spesifik dari asam amino yang dikenal sebagai S-adenosyl-methionine

(SAMe), merupakan substansi alami yang secara endogen disintesis

dari methionine dan adenosine. Ademetionine adalah bahan dalam

pembentukan glutathione, sebuah peptida larut air yang membantu

tubuh melawan radikal bebas, selain itu ademetionine juga membantu

hepar memproses lemak (perlindungan terhadap perlemakan hepar)

dan dipercaya berperan dalam perlindungan terhadap penyakit

jantung. (Sover, 1992)

SAMe adalah sebuah donor metil yang menyediakan molekul

lain dengan kelompok-kelompok metil yang sangat penting untuk

metabolisme mereka. Secara umum, ademetionine meningkatkan level

penggunaan asam amino lain dalam tubuh. Defisiensi berat SAMe

dapat menyebabkan masalah pada fungsi tubuh lainnya, contohnya

sekresi hormon-hormon penting tubuh seperti melatonin, yang

merupakan peran utama dalam regulasi tidur dan irama sirkadian.

(Skinner, 2005)

Ademetionine berpartisipasi setidaknya dalam tiga reaksi

biokimiawi, yaitu transmetilasi, transsulfurasi, dan sintesis poliamin.

Reaksi transmetilasi merupakan langkah terpenting di dalam sintesis

fosfolipid, menyediakan fluiditas membran dan polarisasi yang

berperan penting dalam sintesis empedu. Gangguan terhadap

transsulfurasi mengarah pada defisiensi glutathione yang dapat

menurunkan stabilitas hepatosit terhadap efek merusak radikal bebas.

Lebih jauh lagi ademietionine adalah prekursor senyawa thiol lainnya,

seperti sistein, taurin, koenzim A. Terakhir, reaksi sintesis poliamin

yang secara langsung berhubungan dengan proses proliferasi hepatosit

dan regenerasi hepar. (Sover, 1992)

Data eksperimen dan klinis menunjukkan bahwa kerja

antioksidan dan detoksifikasi ademetionine serta percepatan

regenerasi jaringan hepar dan perlambatan pembentukan fibrosis.

Dilatarbelakangi peningkatan penggunaan ademetionine pada pasien-

Page 17: referat obat hepatobilier

17

pasien dengan sirosis alkoholik, awalnya terdapat penurunan

konsentrasi glutathione, sistein dan taurin dalam jaringan hati yang

menunjukkan normalisasi proses metabolisme. Hal ini diketahui

bahwa metabolit beracun utama etanol, asetaldehida memblok sistem

pemulihan glutathione yang menyebabkan kerusakan pada produk

hepatosit peroksidasi lipid. Ademetionine, menjadi kelompok

sulfhidril donor, mempromosikan penghapusan kekurangan

glutathione. (Sover, 1992)

Sebagai agen hepatoprotektor, ademetionine juga memiliki efek

antidepresan. Aktivitas antidepresan muncul secara gradual, dimulai

saat treatment awal. Agen ini merupakan tambahan penting pada

berbagai efek terapeutik ademetionin. Secara khusus hal ini membantu

untuk mengatasi kecanduan alkohol (Lieber, 2002)

Skema klasik ademetionine menyediakan dua tahap pengobatan.

Tahap pertama, injeksi intravena (bolus atau drip perlahan) dengan

dosis 800 mg sekali sehari selama empat belas hari. Kemudian beralih

pada pengobatan oral 800 mg dua kali sehari selama 2-4 minggu

(Lieber, 2002).

Stres oksidatif ditunjukkan untuk memainkan peran patogenik

utama dalam beberapa kondisi penyakit mulai dari hepatotoksisitas

alkohol (dan xenobiotik lainnya) untuk carcinogenicity banyak

senyawa. Mekanisme pertahanan alami besar terhadap stres oksidatif

berkurang glutathione, yang menangkap kelebihan radikal

bebas. Glutathione adalah tripeptida, maka asam amino pada tingkat

membatasi menjadi sistein, dan SAMe memainkan peranan penting

dalam pembentukan sistein (Lieber, 2002).

Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada semua penyakit

hati utama adalah proses penyembuhan tidak tepat berlebihan tidak

terkontrol dengan jaringan parut atau fibrosis memuncak pada

sirosis. Memang, fibrosis dapat dilihat sebagai proses jaringan parut

awalnya menguntungkan yang telah lolos kontrol dan hasil akhirnya

pada sirosis. SAMe ditunjukkan untuk menjadi terapi berguna dalam

Page 18: referat obat hepatobilier

18

mengurangi proses ini dan untuk meningkatkan hasil klinis (Lieber,

2002).

Penyakit hati yang paling umum yang SAMe telah terbukti

berguna terapi adalah luka hati alkoholik, yang meliputi semua

manifestasi patologis dibahas di atas, yaitu kekurangan dalam aktivasi

metionin untuk SAMe, dalam peran patogenik dari stres oksidatif dan

kekurangan glutathione, komplikasi kolestasis, dan dalam konsekuensi

yang menghancurkan fibrosis hati yang berlebihan (yang mengarah ke

sirosis) (Lieber, 2002).

Efek samping pada penggunaan ademetionine ini minimal,

beberapa pasien mengalami perasaan tidak nyaman pada regio

epigastrium (Lieber, 2002).

Gangguan hati, termasuk penyakit hati alkoholik, berhubungan

menghasilkan bagian dari aktivasi gangguan metionin untuk SAMe

atau dari alkohol-diinduksi stres oksidatif, yang menghasilkan

peningkatan utilisasi SAMe, prekursor utama tingkat sistein

membatasi amino asam dari glutathione tripeptide. Penipisan SAMe,

agen methylating utama hati, dan terkait patologi hati dapat dikoreksi

dengan pemberian ini aman nutrisi namun terapi efektif (Lieber,

2002).

2.3 Obat Immunomodulator

2.3.1 Talidomid

Talidomid merupakan imunomodulator yang sangat baik dan saat

ini aktif digunakan atau diuji klinis untuk lebih dari 40 penyakit yang

berbeda. Talidomid menghambat angiogenesis dan memiliki efek anti-

inflamasi dan imunomodulatorik. Talidomid menghambat TNF-oc,

mengurangi fagositosis oleh neutrofil, meningkat kan produksi IL-10,

mengubah ekspresi molekul adhesi, dan meningkatkan imunitas

berperantara sel melalui interaksi dengan sel T. Kerja talidomid yang

rumit masih terus dipelajari seiring terus berkembangnya penggunaan

klinis obat ini (Katzung, 2010).

Page 19: referat obat hepatobilier

19

Talidomid saat ini digunakan dalam terapi mieloma multipel pada

saat diagnosis ditegakkan dan pada penyakit yang refrakter serta

mengalami relaps. Pasien biasa nya menunjukkan tanda respons dalam

waktu 2-3 bulan sesudah obat dimulai, dengan angka respons berkisar

dari 20 hingga 70%. Bila dikombinasi dengan deksametason, angka

respons pada mieloma adalah 90% atau lebih pada beberapa penelitian.

Sebagian besar pasien menunjukkan respons yang bertahan lama hingga

12-18 bulan pada penyakit yang refrakter dan bahkan lebih lama pada

beberapa pasien yang diobati sewaktu diagnosis ditegakkan.

Keberhasilan talidomid dalam terapi mieloma telah membuat obat ini

juga diuji klinis untuk berbagai penyakit lain seperti sindrom

mielodisplastik, leukemia mielogenik akut, dan reaksi graf pejamu,

serta pada tumor solid seperti kanker kolon, karsinoma sel ginjal,

melanoma, dan kanker prostat, dengan hasil yang bervariasi hingga saat

ini. Talidomid telah bertahun-tahun digunakan dalam terapi beberapa

manifestasi lepra dan diperdagangkan kembali di AS untuk eritema

nodosum leprosum obat ini juga bermanfaat dalam tatalaksana

manifestasi kulit penyakit lupus eritematosus (Katzung, 2010).

Profil efek simpang talidomid sangatlah luas. Toksisitas yang paling

penting adalah teratogenesis. Karena adanya efek ini, peresepan dan

penggunaan talidomid sangat diatur oleh pabrik pembuatnya. Efek

simpang talidomid yang lain yaitu neuropati perifer, konstipasi, ruam,

kelelahan, hipotiroidisme, dan peningkatan risiko trombosis vena

dalam. Trombosis cukup sering terjadi, khususnya pada populasi

mieloma, sehingga sebagian besar pasien yang mendapat talidomid

turut mendapat warfarin (Katzung, 2010).

Karena profil toksisitas talidomid yang berat, telah dilakukan

berbagai macam upaya untuk menciptakan analognya. Turunan

imunomodulatorik talidomid dinamakan IMiD. Beberapa IMiD jauh

lebih poten ketimbang talidomid dalam mengatur sitokin dan

mempengaruhi proliferasi sel T. Lenalidomid adalah suatu IMiD yang,

menurut penelitian pada hewan dan in vitro, terbukti memiliki efek

yang sama seperti talidomid, tapi dengan toksisitas yang lebih sedikit,

Page 20: referat obat hepatobilier

20

terutama teratogenisitasnya. CC-4047 (Actimid) adalah ImiD lain yang

sedang diteliti untuk terapi sindrom mielodisplastik, mieloma, dan

kanker prostat (Katzung, 2010).

Kelompok analog talidomid lainnya, yakni selective cytokine

inhibitory drugs (Sel CIDs), merupakan penghambat fosfodiesterase

tipe 4 dengan aktivitas anti-TNF-a yang kuat tapi tidak memiliki

aktivitas kostimulatorik sel T. Beberapa Sel CID saat ini masih diteliti

untuk penggunaan klinis (Katzung, 2010).

2.3.2 Methisoprinol

Methisoprinol adalah kompleks alkilamino-alkohol dari inosin yang

digunakan untuk berbagai infeksi virus. Obat ini merupakan campuran dari

inosin, asam asetamidobenzoat, dan dimetilaminoisopropanol. Cara

kerjanya dengan memodifikasi atau merangsang proses-proses imunitas dan

membunuh virus secara tidak langsung dengan cara mencegah replikasi

virus. Isoprinosine merupakan salah satu obatnya (Junadi, 2012).

Methisoprinol pertama kali dipatenkan di Amerika Serikat pada

1969, kemudian dipatenkan kembali di 62 negara lainnya. Pada 1982, obat

ini menerima penghargaan “Le Prix Galien” di Perancis sebagai inovasi

terapeutik yang terbaik pada tahun itu di negara tersebut. Kini,

methisoprinol diperkenalkan oleh PT Prima Medika Laboratories dalam

Pertemuan Ilmiah Tahunan Peralmuni di Hotel Horison, Bandung, pada 16-

17 Maret 2012, dengan merek dagang Viridisa (Junadi, 2012).

Methisoprinol meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit

dengan cara merangsang produksi sel T (limfosit T), meningkatkan fungsi

T-killer cell, mendukung fungsi sel NK (Natural Killer), peningkatan

aktivitas limfosit B dan peningkatan produksi imunoglobulin, serta

intensifikasi aktivitas fagositik. Jadi, respons imun tubuh yang meningkat

adalah sistem imunitas seluler dan humoral ( Junadi, 2012).

Methisoprinol juga mencegah replikasi virus, dengan demikian tetap

menjaga integritas histologis dan fungsional sel-sel tubuh manusia dan

gejala infeksi virus akan menghilang. Uji laboratorium akan memberikan

Page 21: referat obat hepatobilier

21

hasil yang normal dan menurunkan kejadian relaps sehingga pasien dapat

melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal (Junadi, 2012).

Obat ini diindikasikan pada pasien yang mengalami penurunan atau

defisiensi imunitas yang mengalami infeksi virus herpes pada wajah dan

genitalia yang rekurens, herpes zoster, rhinovirus dan influenza, infeksi

citomegalovirus, infeksi virus Epstein-Barr, infeksi rubella, subacute

sclerosing panencephalitis, infeksi human papilloma virus, hepatitis dan

imunodepresi, serta infeksi saluran pernapasan primer dan sekunder pada

dewasa dan anak (Junadi, 2012).

Methisoprinol dikontraindikasikan pada trimester pertama

kehamilan. Karena inosin dimetabolisme menjadi asam urat maka akan

terjadi peningkatan kadar asam urat di serum dan urin. Oleh karena itu,

pemberian methisoprinol pada pasien dengan riwayat hiperurisemia dan

gout harus diawasi (Junadi, 2012).

Georgala et al., pada 2007 meneliti penggunaan methisoprinol

(inosiplex) oral pada 36 wanita berusia antara 20-43 tahun

dengan condyloma acuminata servikal yang refrakter terhadap paling tidak

satu jenis terapi, dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 mendapat 

methisoprinol dengan dosis 50 mg/kg BB/hari dan kelompok 2 mendapat

plasebo. Dari kelompok 1 yang terdiri dari 17 orang yang mendapat

methisoprinol, diperoleh hasil respons total pada 4 orang, respons parsial

pada 7 orang, dan tidak ada respons pada 6 orang. Sedangkan pada

kelompok 2 yang terdiri dari 19 orang, 3 orang menunjukkan respons

parsial, dan 16 orang tidak menunjukkan respons. Perbedaan efek terapeutik

yang terjadi antara kelompok methisoprinol dan kelompok plasebo

bermakna, dan tetap bermakna ketika dilakukan analisis. Pada elavuasi 12

bulan kemudian tidak terjadi rekurensi pada pasien yang menunjukkan

respons total. Efek samping yang terjadi ringan dan hilang sendiri ketika

pengobatan dihentikan. Dibandingkan dengan plasebo, methisoprinol

memberikan pengaruh yang bermakna dan efek samping reversibel, tanpa

adanya rekurensi (Junadi, 2012).

Menurut Golebiowska-Wawrzyniak et al, dalam sebuah studi klinis

tentang efikasi methisoprinol (inosine pranobex) pada 2005, diperoleh hasil

Page 22: referat obat hepatobilier

22

bahwa pada anak dengan status imunitas rendah/ imunodefisiensi) terjadi

peningkatan jumlah limfosit T tipe CD4 dan CD3 dengan pemberian

methisoprinol 50 mg/kg BB/hari. Selain itu, juga terjadi perbaikan fungsi sel

T tersebut. Temuan laboratoriumnya, sesuai dengan temuan klinisnya.

Penelitan ini dilakukan pada 30 orang anak berusia 13–15 tahun yang

mendapat methisoprinol sebagai profilaksis terhadap infeksi-infeksi yang

sebagian besar disebabkan oleh virus selama 3 bulan dibandingkan dengan

kelompok kontrol yang diberi bawang putih (Junadi, 2012).

Isoprinosine®

Komposisi / Kandungan

Tiap tablet Isoprinosine® mengandung methisoprinol 500 mg. Tiap 1

sendok takar (5 ml) Isoprinosine® Sirup mengandung methisoprinol 250 mg

dan Ethanol 2 % (Junadi, 2012).

Cara Kerja Obat

Methisoprinol adalah suatu kompleks senyawa kimia yang terbentuk

dari inosine dan suatu aminoalcohol, dimetilaminoisopropanol, dengan rasio

1 : 3. Isoprinosine® adalah berupa bubuk putih, sedikit pahit, larut dalam air

dan stabil dalam larutan netral. Kompleks ini ditemukan oleh para peneliti

dari Amerika. Isoprinosine® dapat meningkatkan sintesa protein dan

nukleoprotein, melindungi struktur dan fungsi poliribosom, menghalangi

pemindahan genetika virus ke poliribosom sel tubuh dan dengan cara ini

menghentikan multiplikasi virus. Dari studi klinis yang dilakukan oleh para

peneliti Argentina, didapatkan isoprinosine® mempunyai aktivitas antivirus

nonspesifik dan berspektrum luas (Junadi, 2012).

Indikasi

Indikasi Isoprinosine® adalah :

Infeksi virus pada saluran napas, penyakit-penyakit eksantem.

Penyakit hati, dan beberapa sistem saraf.

Influenza atau flu pada anak-anak dan orang dewasa.

Common cold.

Page 23: referat obat hepatobilier

23

Bronkiolitis.

Rinofaringitis atau radang tenggorokan.

Varisela atau cacar air.

Campak atau measles.

Herpes simplex virus, dan herpes zoster.

Parotitis.

Kontraindikasi

Hati-hati ketika memberikan Isoprinosine® kepada pasien-pasien pirai

(gout, asam urat), karena obat ini sedikit meningkatkan kadar asam urat

dalam serum. Karena memiliki sedikit pengaruh terhadap jantung, perhatian

diperlukan dalam pengobatan pasien jantung yang sedang mendapatkan

digitalis. Isoprinosine® sebaiknya tidak digunakan pada infeksi bakteri,

karena tidak memiliki efek antibakteri. Mengingat rasio antara dosis terapi

dan dosis toksik adalah 1 : 100, Isoprinosine® dapat digunakan tanpa

kekawatiran akan efek toksik. Akumulasi tidak terjadi karena Isoprinosine®

dapat dieliminasi bersama metabolitnya melalui urin. Isoprinosine®

hendaknya tidak digunakan selama 4 bulan pertama kehamilan (Junadi,

2012).

Dosis

Tanyakan kepada dokter anda / dokter anak anda mengenai dosis

Isoprinosine®. Jika perlu, antibiotika atau kemoterapi dapat digunakan

berama bila ada infeksi bakteri. Tak ada kontraindikasi pemakaian bersama

antibiotik/kemoterapi dan ini tergantung penilaian dokter. Lama pengobatan

sebagai berikut :

Infeksi virus akut yang berlangsung singkat : pengobatan harus

dilanjutkan satu sampai dua hari setelah gejal-gejala mereda, sesuai

dengan penilaian dokter.

Infeksi virus akut yang berlangsung lama : pengobatan hendaknya

dilanjutkan satu sampai dua minggu setelah gejala-gejala menghilang,

sesuai dengan penilaian dokter. Dengan cara ini kekambuhan akan

dihindari (Junadi, 2012).

Page 24: referat obat hepatobilier

24

Efek Samping

Sebagai pendorong kekebalan, memiliki efek samping terbatas, besar di

antaranya adalah gatal, pusing, dan kesulitan pencernaan (Junadi, 2012).

Kemasan

Isoprinosine® Tablet box, berisi 8 tablet.

Isoprinosine® Sirup, 60 ml.

2.4 Obat Kolestatis

Batu empedu merupakan penyakit yang terjadi di saluran empedu. Faktor

pencetus nya meliputi hiperkolesterolemia, penyumbatan saluran empedu,

dan radang saluran empedu. Terdapat tiga jenis batu empedu yakni, batu

kolesterol, batu pigmen dan batu kalsium karbonat (kebanyakan yang terjadi

batu empedu) (Schmitz, 2009).

Terapi batu empedu dengan obat perannya relatif kecil bila dibandingkan

dengan teknik-teknik endoskopi bilier dan kolesistektomi laparoskopi. Terapi

dengan obat cocok untuk pasien yang tidak dapat diobati dengan cara-cara

lain, yang gejala-gejalanya ringan, fungsi kandung empedu tidak terganggu,

dan ukuran batu empedu radiolusen kecil sampai sedang, obat tidak cocok

untuk batu empedu yang radio-opak, yang tidak dapat larut. Pasien harus

diberi nasihat diet yang sesuai (termasuk menghindari kolesterol dan kalori

yang berlebihan), dan harus dirujuk ke rumah sakit karena diperlukan

pemantauan radiologi. Pencegahan jangka panjang mungkin diperlukan

setelah batu empedu larut dengan sempurna, karena batu empedu dapat terjadi

kembali sampai 25% pasien dalam satu tahun setelah obat dihentikan

(Schmitz, 2009).

Obat yang sering digunakan untuk membantu melarutkan batu empedu

adalah asam kenodioksikolat dan asam ursodeoksikolat, yang bekerja

mengurangi penjenuhan kolesterol-empedu dengan cara mengurangi sekresi

kolesterol dan meningkatkan sekresi asam empedu. Asam ursodeoksikolat

juga digunakan dalam sirosis empedu primer (Schmitz, 2009).

Page 25: referat obat hepatobilier

25

2.4.1 Asam Kenodioksikolat

Indikasi : pelarutan batu empedu

Kontraindikasi :

batu radio-opak, kehamilan, kandung empedu tidak berfungsi,

penyakit hati kronik, penyakit radang dan kondisi lain dari usus halus dan

kolon yang mengganggu sirkulasi enterohepatik garam-garam empedu

(Schmitz, 2009).

Efek samping :

Pada penggunaan asam kenodioksilat dapat menimbulkan efek

samping berupa diare terutama pada dosis awal yang tinggi (kurangi dosis

selama beberapa hari), gatal-gatal, gangguan hati ringan, dan transminase

serum naik sementara (Schmitz, 2009).

Dosis :

10-15 mg/kg/hari sebagai dosis tunggal menjelang tidur malam

atau dalam dosis terbagi selama 3-24 bulan (bergantung pada besarnya

batu ). Pengobatan diteruskan paling tidak selama 3 bulan setelah batunya

larut (Schmitz, 2009).

Bioavailabilitas : 81-100%

Ekskresi: terutama dalam tinja.

Metabolisme:

Setelah penyerapan, chenodiol dapat terkonjugasi dengan glisin

atau taurin dalam hati dan dengan cepat menuju empedu, chenodiol

terkonjugasi ini kemudian diserap di ileum terminal dan jejunum,

menyelesaikan siklus enterohepatik (Schmitz, 2009).

Metabolit Asam Lithocholic (tidak aktif) yang terbentuk dalam

usus oleh bakteri dehydroxylation diserap chenodiol, terkonjugasi, sulfated

dan diekskresikan dalam empedu, hepatotoksik pada hewan.

Mekanisme kerja dari Chenodiol sendiri adalah asam utama yang

diekskresikan ke dalam empedu, merupakan 1/3 dari jumlah empedu asam

empedu, kerja obat pada batu empedu pelarutan bergantung pada efek

umpan balik negatif pada tingkat pembatasan enzim untuk sintesis

kolesterol dan empedu.

Interaksi obat :

Page 26: referat obat hepatobilier

26

Efek dari beberapa obat dapat berubah jika Anda mengambil obat

lain atau produk herbal pada waktu yang sama. Hal ini dapat

meningkatkan risiko efek samping yang serius atau dapat menyebabkan

obat yang dikonsumsi tidak be kerja dengan maksimal. Beberapa obat

yang dapat berinteraksi dengan obat ini meliputi: estrogen (seperti

estradiol, pil estrogen, pil KB), "pengencer darah" (seperti warfarin).

Dianjurkan juga untuk melakukan diet kolesterol rendah (meningkatkan

laju pelarutan batu empedu sampai 2 kali lipat) (Schmitz, 2009).

2.4.2 Asam ursodeoksikolat

Indikasi :

- Pelarutan batu empedu tembus sinar x dengan diameter tidak

lebih dari 20mm.

- Sirosis empedu primer.

- Kolestasis intrahepatik.

- Penderita yang mempunyai resiko tinggi atau yang menolak

untuk operasi kandung empedu (Schmitz, 2009).

Kontraindikasi:

- Batu kolesterol yang mengalami kalsifikasi, batu radioopak,

batu radiolusen, pigmen empedu.

- Kolesistitis akut yang tidak mengalami remisi, kolangitis,

obstruksi bilier batu pankreas atau fistula bilier

gastrointestinal.

- Pasien dengan kalsifikasi batu empedu.

- Kandung empedu tidak berfungsi.

- Penyakit peradangan dan kelainan pada usus halus.

- Hipersensitif terhadap komponen ini (Schmitz, 2009).

Efek samping:

Penggunaan asam ursodeoksikolat mungkin dapat

menimbulkan diare jarang terjadi, Mual, Muntah, nyeri perut,

Perut kembung, Trombositopenia, Pruritus, Rash, konstipasi,

Page 27: referat obat hepatobilier

27

pusing, depresi, gangguan tidur, nyeri sendi, nyeri otot, kalsifikasi

batu empedu. Bioavailabilitas : 90%

Metabolisme:

Diambil dengan cepat oleh hati, terkonjugasi dengan glisin

atau taurin, dan diekskresikan dalam empedu Nonabsorbed

melewati ursodiol ke usus di mana itu adalah dehydroxylated asam

lithocholic (senyawa perantara, kadang-kadang terbentuk, disebut

chenodiol); chenodiol kemudian dehydroxylated asam lithocholic.

(Schmitz, 2009).

Asam glyco-ursodeoxycholic, asam tauro-ursodeoxycholic,

asam keto-lithocholic (tidak aktif), asam lithocholic (tidak aktif)

yang terbentuk dari hidroksilasi ursodiol dan chenodiol, sebagian

kecil dimetabolisme sulfat konjugat asam lithocholic yang

diekskresikan dalam empedu & dieliminasi dalam feses(Schmitz,

2009).

Dosis:

Pelarutan batu empedu, 8-12 mg/kg/sehari dalam dua dosis

terbagi sampai selama 2 tahun; pengobatan dilanjutkan selama 3-4

bulan setelah batu nya melarut. Sirosis empedu primer 10-15

mg/kg/sehari dalam 2-4 dosis terbagi (Schmitz, 2009).

Interaksi obat :

- Kolestiramin atau aluminium hidroksida menghambat

penyerapan ursodeoxyvholic acid (Schmitz, 2009).

- Pemberian estrogen, kontrasepsi oral dan fibrobrat (dan obat-

obat penurun kadar lipid yang lain) dapat meningkatkan sekresi

kolesterol hati dan mendorong pembentukan batu empedu

kolesterol sehingga dapat melawan aktifitas ursodeoxycholic

acid (Schmitz, 2009).

BAB II

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Page 28: referat obat hepatobilier

28

Sistem hepatobilier adalah sistem yang mengatur pengeluaran atau

sekresi cairan empedu yang berasal dari hati dan kandung empedu untuk

disekresikan ke dalam usus halus untuk pencernaan lemak dalam makanan.

Penyakit pada hati dapat bersifat kronik, fokal atau difus, ringan atau parah

dan reversible atau ireversible. Obat-obat yang biasanya digunakan dalam

sitem hepatobilier yaitu dapat berupa hepatoprotektor, antihepatitiviral,

imunomodulator dan kolestatis.

Hepatoprotektor adalah obat-obat yang digunakan sebagai vitamin

tambahan untuk melindungi, meringankan atau menghilangkan gangguan

fungsi hati karena adanya bahan kimia, penyakit kuning atau gangguan dalam

penyaringan lemak oleh hati. Imunomodulator  adalah  senyawa  tertentu 

yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan baik  secara  spesifik 

maupun  non  spesifik, dan terjadi induksi nonspesifik baik mekanisme 

pertahanan seluler maupun  humoral. 

Agen antihepatitis mencegah masuknya virus masuk atau keluarnya virus

dari sel atau harus aktif di dalam sel penjamu. Obat kolestatis bekerja

mengurangi penjenuhan kolesterol-empedu dengan cara mengurangi sekresi

kolesterol dan meningkatkan sekresi asam empedu.

3.2 Saran

Referat ini hanya sebagai pengantar untuk mengetahui yang lebih

mendalam pembaca dapat memperolehnya pada buku-buku yang tersedia di

perpustakaan.

DAFTAR PUSTAKA

Schmiz, Gery. Hans Lepper. 2009. Farmakologi dan Toksikologi. Edisi 4. EGC.

Jakarta.

Page 29: referat obat hepatobilier

29

Good Gilman, Alfred. 2001. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi.

Edisi 10 Volume 1. EGC. Jakarta.

Katzung, Betram. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. EGC. Jakarta.

Lieber, Charles S. 2002. S -adenosyl- L -metionin: Perannya dalam Pengobatan

Gangguan Hati. The American Journal Of Clinical Nutrition.

Sulistia & Gunawan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta. Departemen

Farmakologi dan Teraupetik FKUI.  

Junadi, Purnawan. 2012. Methisoprinol sebagai Imunomodulator. Medika : Jurnal

Kedokteran.

Polyakov, N.E. 2011. Glycyrrhizic Acid as a Novel Drug Delivery Vector:

Synergy of Drug Transport and Efficacy. Rusia. Institute of Chemical

Kinetics and Combustion.

Sover, R., Pousoda X., Fabra R. 1992. S-adenosil-L-Methionine Prevents

Intracellular Gluthation Delpletion by GSH-Depleting Dasgs in Rat and

Human Hepatocytes. Dasg Invest 4, suppl. 4: 46-53

Patricia Skinner, Teresa G. 2005. Gale Encyclopedia of Aternatif Medicine.