referat fix

19
Definisi Neuralgia trigeminal disebut juga tic douloureux, adalah suatu kondisi nyeri kronis yang mengenai saraf kranial ke-5 atau trigeminal yaitu salah satu saraf yang paling banyak didistribusikan di kepala. Neuralgia trigeminal merupakan nyeri neuropatik (rasa sakit yang terkait dengan cedera saraf atau lesi saraf). Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi nyeri kepala Perdossi, neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah dengan gejala khas berupa nyeri unilateral, tiba – tiba, seperti tersengat aliran listrik atau terbakar berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul respon neuralgia trigeminal. Pada umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang bervariasi 2 . Neuralgia trigeminal dapat dibagi menjadi dua, yaitu neuralgia idiopatik dan simtomatik. Neuralgia trigeminal idiopatik sebabnya tidak dapat dibuktikan. Nyeri pada tipe idiopatik ini bersifat tiba-tiba, terasa di cabang maxillaris dan mandibula, serangan pertama bisa 30 menit dan berikutnya menyusul beberapa detik sampai satu menit. Neuralgia simtomatik terdapat gejala penyerta akibat proses perangsangan atau penekanan. Nyeri pada tipe simtomatik ini terus menerus terutama daerah cabang optalmikus. Anatomi danFisiologi

Upload: wira-sari

Post on 15-Nov-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DefinisiNeuralgia trigeminal disebut juga tic douloureux, adalah suatu kondisi nyeri kronis yang mengenai saraf kranial ke-5 atau trigeminal yaitu salah satu saraf yang paling banyak didistribusikan di kepala. Neuralgia trigeminal merupakan nyeri neuropatik (rasa sakit yang terkait dengan cedera saraf atau lesi saraf). Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi nyeri kepala Perdossi, neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah dengan gejala khas berupa nyeri unilateral, tiba tiba, seperti tersengat aliran listrik atau terbakar berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul respon neuralgia trigeminal. Pada umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang bervariasi2.Neuralgia trigeminal dapat dibagi menjadi dua, yaitu neuralgia idiopatik dan simtomatik. Neuralgia trigeminal idiopatik sebabnya tidak dapat dibuktikan. Nyeri pada tipe idiopatik ini bersifat tiba-tiba, terasa di cabang maxillaris dan mandibula, serangan pertama bisa 30 menit dan berikutnya menyusul beberapa detik sampai satu menit. Neuralgia simtomatik terdapat gejala penyerta akibat proses perangsangan atau penekanan. Nyeri pada tipe simtomatik ini terus menerus terutama daerah cabang optalmikus.

Anatomi danFisiologi

Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.

Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik dari bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion Gasseri. Di dekatnya terdapat arteri facialis.

Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa pterigopalatinum.

Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorikyang dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dariruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua.

Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini. dan didekatnya terdapat arteri a. Alveolaris inferior

EpidemiologiTidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun suatu kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa prevalensi dari neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States. Sumber lain mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000 orang, dimana menandakan tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40 tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2)Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50 tahun, jarang setelah umur 70 tahun.Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah bawah yang terkena.Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan perkembangan dari neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.

Etiologi Etiologi neuralgia trigeminal sampai sekarang juga masih belum jelas. neuralgia trigeminal dikaitkan dengan berbagai kondisi. Neuralgia trigeminal dapat disebabkan oleh tertekannya pembuluh darah pada saraf trigeminal saat keluar batang otak, contoh pada demineralisasi os petrosum pada orang tua. Kompresi ini menyebabkan hilangnya atau rusaknya lapisan pelindung di sekitar saraf (selubung myelin). Gejala neuralgia trigeminal juga bisa terjadi pada orang dengan multiple sclerosis, penyakit yang menyebabkan kerusakan selubung mielin saraf trigeminal. Jarang, gejala neuralgia trigeminal yang disebabkan oleh kompresi saraf dari tumor, atau malformasi arteri. Cedera pada saraf trigeminal (mungkin hasil dari operasi sinus, bedah mulut, stroke, atau trauma wajah) juga dapat menghasilkan nyeri wajah neuropatik. Selain itu, neuralgia trigeminal juga diduga tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan gigi, seperti diketahui N. V merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu dihadapkan dengan keadaan sepsis, keadaan sepsis tersebut dapat berupa karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab, infeksi periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab neuralgia trigeminal. Akan tetapi bukti lain menunjukkan banyak juga penderita dengan infeksi disekitar mulut, cabut gigi yang tidak menderita neuralgia trigeminal. Disisi lain, tidak jarang pula penderita neuralgia trigeminal yang ditemukan tanpa menderita infeksi seperti tersebut diatas.

PatofisiologiAda beberapa hipotesis dari para ahli terhadap bagaimana patofisiologi neuralgia trigeminal ini. Diduga bahwa neuralgia trigeminal disebabkan olehdemielinisasi sarafyang mengakibatkan hantaran saraf cenderung meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal ini mengakibatkan sentuhan yang ringan saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran yang berlebihan itu.Aneurisma,tumor, peradanganmeningealkronis, ataulesi lainnyadapat mengiritasiakarsaraf trigeminalsepanjangponsbisa jugamenyebabkangejalaneuralgia trigeminal.Vaskular yang abnormaldari arteriserebelumsuperiorsering disebut sebagaipenyebabnya.Lesidari zonamasuknyaakartrigeminaldalamponsdapat menyebabkansindrom nyeriyang sama.Serangan nyerinya tidak dapat diperkirakan; karena nyeri dapat dicetuskan oleh aktivitas sehari-hari yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (seperti menyisir rambut, mengunyah makanan, menggosok gigi, atau bahkan saat terkena hembusan angin). Dikenal pula istilahtrigger zone, yaitu daerah yang sering menjadi awal bermulanya neuralgia; yang terletak di sekitar daerah sekitar hidung dan mulut.

Kriteria diagnostikA. Serangan serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal yang berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada cabang mandibularis atau maksilaris.2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa menikam atau membakar.3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral.5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.C. Tidak ada kelainan neurologis.D. Serangan bersifat stereotipik.E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.

Klasifikasi.Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang etiologinya belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan NT simptomatik dapat akibat tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii. Sebagai indikator NT simptomatik adalah defisit sensorik n. Trigeminus, terlibatnya nervus trigeminus bilateral atau kelainan refleks trigeminus. Tidak dijumpai hubungan antara NT simptomatik dengan terlibatnya nervus trigeminus cabang pertama, usia muda atau kegagaralan terapi farmakologik.Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.Neuralgia Trigeminus Idiopatik.1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul antara beberapa detik sampai menit.3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap dibanding laki-laki.

Neuralgia Trigeminus simptomatik.1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau nervus infra orbitalis.2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan usia.

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik.Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal pada orang-orang muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun perannya terbatas untuk eliminasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ (temporomandibular joint) dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak danmultiple sclerosis).Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangannervus trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.(1)

Diagnosis Banding

Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah dan kepala.Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama. Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebarke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin.Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.

PenatalaksanaanMedikamentosa

DrugseficiencySide effectInitial doseDose incrementsTarget daily dose

First linecarbamazepin++++++100 mg 2x1 perhari50-100 mg setiap 2-4 hari400-1000 mg

Second lineoxcarbazepin+++*++300mg 2x1 perhari600 mg setiap 1 minggu600-2400 mg

Gabapentin++*++300 mg 1x1 perhari300 mg setiap 3 hari900-2400 mg

baclofen++*+++10 mg 3x1 perhari10 mg setiap hari50-60 mg

Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol) 100-200 mg 3-4X sehari tergantung toleransi. Dan jika nyeri masih ada maka diberika penambahan dosis50-100 mg setiap hari ke 2-4, dan dosis maksimal 1 gr perhari,suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan kasus tetapi menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri berulang, jika setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan keberhasilan obat turun 50 % maka dosis harus di turunkan secara perlahan jika memungkinkan dapat langsung di hentikan.(1,13)

Setelah penggunaan carbamazepin tidak efektif lg maka digunakan obat-obatan anti konvulsan selain karbamazepin dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan(second line). Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari), asam falproat (800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa pasien.Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan dosis yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan secara bermakna hingga nyeri yang dirasakan berkurang.

B.Non-medikamentosaDiberikanjika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun pasien yang perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi obat.I.InjeksiJika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk menghindari operasi selama beberapa waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.

II. OperatifBeberapa prosedur bedah saraf tersedia untuk mengobati neuralgia trigeminal, tergantung pada sifat dari rasa sakit, pilihan individu, kesehatan fisik, tekanan darah, dan operasi sebelumnya, adanya multiple sclerosis, dan distribusi keterlibatan saraf trigeminal (terutama ketika bagian atas/ cabang optalmik yang terlibat). Beberapa prosedur yang dilakukan secara rawat jalan, sementara yang lain mungkin melibatkan operasi yang lebih kompleks yang dilakukan di bawah anestesi umum. Beberapa derajat mati rasa wajah diharapkan setelah banyak prosedur ini, dan neuralgia trigeminal akan sering kembali bahkan jika prosedur ini awalnya sukses. Risiko pembedahan tergantung pada prosedur, termasuk gangguan pendengaran, masalah keseimbangan, bocornya cairan cerebrospinal (cairan yang menggenangi otak dan sumsum tulang belakang), infeksi, anestesi dolorosa (kombinasi mati rasa permukaan dan nyeri terbakar dalam), dan stroke, meskipun yang terakhir ini jarang terjadi.

Rhizotomi (rhizolisis) adalah prosedur di mana serat saraf dirusak untuk menghambat rasa nyeri. Rizotomi selalu menyebabkan beberapa derajat kehilangan sensori dan mati rasa wajah. Beberapa bentuk dari rhizotomy yang tersedia untuk mengobati neuralgia trigeminal: 1. kompresi balon bekerja dengan melukai isolasi pada saraf sensasi sentuhan ringan pada wajah. Prosedur ini dilakukan di ruang operasi dengan anestesi umum. Tabung yang disebut kanula dimasukkan melalui pipi dan dipandu ke tempat salah satu cabang saraf trigeminal melewati dasar tengkorak. Kateter lembut dengan ujung balon berulir melalui kanula dan balon mengembang untuk menekan bagian saraf tepi dari otak yang meliputi (dura) dan tengkorak. Setelah sekitar satu menit balon mengempis dan diangkat, bersama dengan kateter dan cannula. Nyeri biasanya dapat timbul kembali satu sampai dua tahun kemudian. 1. Injeksi Gliserol. Injeksi gliserol mengenai ganglion dan merusak isolasi serabut saraf trigeminal. Bentuk rizotomi yang mungkin mengakibatkan kambuhnya sakit dalam waktu satu tahun sampai dua tahun. Prosedur ini dapat diulang beberapa kali. 1. Lesioning termal radiofrekuensi (juga dikenal sebagai "RF Ablation" atau "RF Lesi"). Pasien dibius dan jarum melewati pipi melalui lubang yang sama di dasar tengkorak di mana kompresi balon dan suntikan gliserol dilakukan. Pasien secara singkat terbangun dan arus listrik kecil dilewatkan melalui jarum, menyebabkan kesemutan di daerah saraf. Ketika jarum diposisikan sehingga kesemutan terjadi di area yang sakit neuralgia trigeminal, orang tersebut kemudian dibius dan daerah saraf secara bertahap dipanaskan dengan elektroda, melukai serabut saraf. Elektroda dan jarum kemudian diangkat dan orang tersebut terbangun. Prosedur ini dapat diulang sampai hilangnya sensasi yang diinginkan diperoleh. Sekitar setengah dari orang-orang bergejala kembali tiga sampai empat tahun setelah RF lesioning. Hasil mati rasa yang lebih dapat memperpanjang kambuhnya nyeri bahkan lebih lama, tetapi risiko anestesi dolorosa juga meningkat.1. Radiosurgery Stereotactic (Gamma Knife, Cyber Knife) menggunakan pencitraan komputer untuk mengarahkan sinar radiasi yang sangat terfokus di tempat di mana saraf trigeminal keluar dari batang otak. Hal ini menyebabkan lambatnya pembentukan lesi pada saraf yang mengganggu transmisi sinyal sensorik ke otak. Hampir setengah pasien yang berhasil memiliki kekambuhan sakit dalam waktu tiga tahun. 1. Dekompresi mikrovaskuler (MVD) adalah yang paling invasif dari semua operasi untuk neuralgia trigeminal, tetapi juga memiliki kemungkinan terendah sakit terulang kembali. Sekitar setengah dari individu menjalani MVD akan mengalami nyeri berulang dalam waktu 12 sampai 15 tahun. Dilakukan di bawah anestesi umum, memerlukan lubang kecil melalui tulang mastoid di belakang telinga. Saat melihat saraf trigeminal melalui mikroskop atau endoskopi, ahli bedah bergerak menjauh pembuluh darah (biasanya arteri) yang mengompresi saraf dan menempatkan bantal lembut antara saraf dan pembuluh darah.

Neurektomi (juga disebut pemotongan sebagian saraf), yang melibatkan pemotongan bagian saraf, dapat dilakukan dekat titik pintu masuk saraf di batang otak selama dekompresi mikrovaskuler berusaha jika tidak ada pembuluh darah yang ditemukan menekan pada saraf trigeminal. Neurektomi juga dapat dilakukan dengan memotong cabang superfisial saraf trigeminal di wajah. Ketika dilakukan selama dekompresi mikrovaskuler, neurektomi akan menyebabkan mati rasa yang lebih tahan lama di daerah wajah yang disuplai oleh saraf atau saraf cabang yang dipotong. Namun, ketika operasi dilakukan di wajah, saraf dapat tumbuh kembali dan sensasi dapat kembali. Neurektomi dapat menimbulkan anestesi dolorosa.

DAFTAR PUSTAKA1. Mardjono M dan Sidharta P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat: Jakarta1. Sunaryo U. 2010. Neuralgia Trigeminal. RSUD Dr M.Saleh: Probolinggo1. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2013. Trigeminal Neuralgia Fact Sheet.http://www.ninds.nih.gov/disorders/trigeminal_neuralgia/detail_trigeminal_neuralgia.htm. Diakses tanggal 22 Maret 2014 pukul 20:111. American Association of Neurological Surgeons. 2012. Trigeminal neuralgia. http://www.aans.org/Patient%20Information/Conditions%20and%20Treatments/Trigeminal%20Neuralgia.aspx. Diakses tanggal 22 Maret 2014 pukul 19:201. The facial pain association. 2014. What is Trigeminal Neuralgia? http://www.fpa-support.org/trigeminal-neuralgia/. Diakses tanggal 23 Maret 2014 pukul 11:491. Anesthesiology and Pain Medicine. 2011. Trigeminal Neuralgia: Frequency of Occurrence in Different Nerve Branches.http://anesthpain.com/?page=article&article_id=2164. Diakses tanggal 24 Maret 2014 pukul 16:531. Gaweda A, Jach E, Tomaszewski T. 2011. Diff erent treatment methods in a patient with idiopathic trigeminal neuralgia. Poland Journal of Pre-Clinical and Clinical Research 5(1)1. Singh MK dan Campbell GH. 2013. Trigeminal Neuralgia. http://emedicine.medscape.com/article/1145144-overview. Diakses tanggal 24 Maret 2014 pukul 17:001. Sindou M,Leston J,Decullier E,Chapuis F. 2007. Microvascular decompression for primary trigeminal neuralgia: long-term effectiveness and prognostic factors in a series of 362 consecutive patients with clear-cut neurovascular conflicts who underwent pure decompression. J Neurosurg.;107(6):1144-531. International Head Society. http://ihs-classification.org/en/. Diakses tanggal 24 Maret 2013 pukul 17:21